Você está na página 1de 93

ANALISIS RUMUSAN STRATEGI RANTAI PASOKAN MINYAK

AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

Oleh
AGUNG CAHYA NUGRAHA
H24070049

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

RINGKASAN
AGUNG CAHYA NUGRAHA. H24070049. Analisis Rumusan Strategi Rantai
Pasokan Minyak Akar Wangi Di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Di bawah bimbingan
HETI MULYATI dan ALIM SETIAWAN S.
Salah satu cara peningkatkan daya saing minyak akar wangi dan kesejahteraan
petani yaitu dengan menerapkan strategi rantai pasok yang berkesinambungan dan
mampu mengefisiensikan sistem rantai pasok minyak akar wangi. Oleh karena itu
dibutuhkan rumusan strategi rantai pasok yang bertujuan untuk meningkatkan daya
saing minyak akar wangi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis rantai pasok
minyak akar wangi, menganalisis faktor internal dan eksternal rantai pasok minyak akar
wangi dan merumuskan strategi rantai pasok minyak akar wangi.
Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada para
petani, pengumpul akar, pengumpul minyak dan penyuling minyak akar wangi yang
berada di Kab. Garut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui konsidisi sitem rantai pasok
minyak akar wangi dengan analisis deskriptif. Faktor internal dan eksternal rantai
pasok dianalisis menggunakan analisis IFE dan EFE. Perumusan strategi dilakukan
dengan analisis SWOT dari faktor internal dan eksternal yang didapat. Proses
pemilihan strategi rantai pasok menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Anggota sistem rantai pasok terdiri dari petani akar wangi, pengumpul akar,
penyuling dan pengumpul minyak akar wangi. Beberapa petani menjual akar hasil
panen mereka langsung kepada pengumpul akar, petani lainnya tidak menjual dalam
bentuk akar, mereka akan melakukan proses penyulingan sendiri dengan menyewa alat
penyulingan kemudian menjual sendiri minyak hasil penyulingan kepada pengumpul
minyak.
Faktor internal yang paling dominan dan direspon secara sangat baik oleh rantai
pasok yang dijadikan sebagai faktor kekuatan adalah potensi wilayah penanaman
masih cukup luas dengan skor 0,917, faktor kelemahan utama dari rantai pasok minyak
akar wangi adalah sistem produksi belum rapi dimana integrasi seluruh elemen belum
terjadi secara optimal dengan nilai skor 0,300. Faktor eksternal yang menjadi peluang
utama adalah permintan akan minyak akar wangi yang lebih besar dari pasokan
dengan skor 0.830 dan ancaman utama yaitu tumbuhnya negara pesaing yang mampu
memproduksi tanaman penghasil minyak akar wangi dengan produktivitas, mutu dan
efisiensi yang lebih baik (0.822).
Alternatif strategi yang berhasil di bangkitkan dari matriks SWOT dan hasil
pembobotan menggunakan AHP adalah peningkatan mutu minyak akar wangi (0.285),
peningkatan kualtas SDM (0.189), penguatan aspek financial (0.174), peningkatan
kemitraan diantara stakeholder (0.138), meningkatkan produktivitas akar wangi dengan
peralatan dan teknologi baru (0.123) dan fasilitasi pemerintah (0.087).

ANALISIS RUMUSAN STRATEGI RANTAI PASOKAN MINYAK


AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

OLEH
AGUNG CAHYA NUGRAHA
H24070049

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul Skripsi : Analisis Rumusan Strategi Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Di
Kabupaten Garut, Jawa Barat
Nama

: Agung Cahya Nugraha

NIM

: H24070049

Menyetujui,
Pembimbing I

Pembimbing II

(Heti Mulyati, S. TP, MT)


NIP.19770812 200501 2 001

(Alim Setiawan S, S. TP, M. Si)


NIP. 19820227 200912 1 001

Mengetahui :
Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc.)


NIP : 19610123 198601 1 002

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bogor pada tanggal 11 Mei 1989. Penulis

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Juaeni, S.Pd dan
Siti Hasanah, S.Pd.A. Riwayat pendidikan penulis adalah Taman KanakKanak (TK) Tarbiyatunnisa', Sekolah Dasar Negeri (SDN) Bojong 1
Kemang, Sekolah Lanjut Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 6 Bogor dan
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 5 Bogor.
Penulis

diterima

di

Departemen

Manajemen,

Fakultas

Ekonomi dan Majamen, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur


Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa perkuliahan,
penulis aktif berorganisasi di dalam dan di luar kampus. Aktivitas di
dalam kampus, penulis mengikuti Himpunan Profesi Centre of
Management (COM@) dan dipercaya menjadi Director of Human
Resources COM@ dari tahun 2009-2010, selain itu penulis pernah
mengikuti kompetisi marketing debate yang diselenggarakan oleh IPB,
Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan dan
pengabdian masyarakat dan seleksi Mahasiswa Berprestasi (Mapres)
tingkat departemen. Di luar kampus, penulis aktif mengikuti organisasi
Kerohanian Islam dan menjadi staf pengajar pada lembaga bimbingan
belajar Bintang Pelajar di Bogor.
Selama penyusunan skripsi, penulis pernah tergabung dalam
tim akreditasi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana (S2)
IPB, Asisten Dosen mata kuliah Manajemen Keuangan dan Manajemen
Produksi dan Operasi dan bekerja sebagai staff pengajar di Bintang
Pelajar (BP), menjadi Tim Akreditasi Program Studi Ilmu Manajemen
Sekolah Pascasarjana IPB dan menjadi tim olah data Proyek Kementrian
Pendidikan Nasional Indonesia yaitu Pemetaan Politeknik se-Indonesia.

iii

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang telah memberikan
Rahmat, Hidayah dan Karunia-Nya yang begitu besar kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Judul skripsi Analisis Rumusan Strategi Rantai Pasokan
Minyak Akar Wangi Di Kabupaten Garut, Jawa Barat merupakan
sebuah proses analisis mengenai keadaan sistem rantai pasok dan analisis
strategi rantai pasok minyak akar wangi Indonesia, khususnya di
Kabupaten Garut, Jawa Barat. Perumusan strategi ini merupakan hal
yang penting untuk dilakukan karena hingga saat ini belum ada rumusan
strategi rantai pasok yang bisa menjadi referensi untuk diterapkan.
Strategi rantai pasok ini sangat penting untuk meningkatkan daya saing
minyak akar wangi dan menjaga kesinambungan rantai pasok minyak
akar wangi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini sangat jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka kepada semua pihak
yang ingin memberikan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan penelitian kelak. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat khususnya bagi penulis pribadi dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Agustus 2011

Penulis

iv

UCAPAN TERIMA KASIH


Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak baik moriil maupun materiil. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1.

Ibu Heti Mulyati, S.TP, M.T selaku dosen pembimbing pertama atas
segala bimbingan, masukan, kesabaran dan motivasinya yang tidak
ternilai dalam menyelesaikan skripsi ini.

2.

Bapak Alim Setiawan, S. TP, M.Si. selaku dosen pembimbing kedua


dan juga sebagai moderator dalam seminar hasil, atas segala
motivasi, kesabaran dan ilmu-ilmu tentang rantai pasok yang tak
ternilai selama proses penyelesaian skripsi ini.

3.

Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc. sebagai dosen penguji yang


telah memberikan masukan terhadap perbaikan skripsi ini.

4.

Bapak Ede Kadarusman (Ketua koperasi Usar Akar Wangi), Bapak


Hj. Abdullah (Sekretaris Koperasi Usar Akar Wangi), Bapak Hari
Wardana
Haeruman,

(Dinas

Perkebunan

M.P (Kepala

Kabupaten

Garut),

Bina Produksi Dinas

Bapak

Ir.

Perkebunan

Kabupaten Garut), Bapak Hj. Tjutju Ruhiat, M.Si. (Kepala bagian


Perindustrian Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
Kabupaten Garut) dan Pak Wawan (Kepala Cabang Jasulawangi
Garut) yang telah banyak membantu memberi penjelasan dan data
dalam proses penulisan skripsi ini.
5.

Ibu dan Bapak (Siti Hasanah dan Juaeni), adik-adikku (Dwi Asriani
Nugraha dan Sayyid Fajrin Nugraha), kepada Keluarga besar atas
motivasi, doa dan kebijaksanaannya dalam penyelesaian skripsi ini.

6.

Sahabat-sahabat terbaik (Elis L, Dini, Reni MF, Isni S, Irma O,


Mursaliena NL, Intania S, Nola, Rony JW, Syaeful R, Gerry FS, A
Mukhlis, Anasril, Randy J, M Azwar, Arif M, A Duta E, Gazali R),
adik-adik di Arroja dan 'Ithri SMAN 5 Bogor, semua sahabat di
Manajemen 44 dan com@ dan adik-adik les ku (Nana, Raisa, Nadia,
Mira, Lana, Ziyyah, Wulan, Dika, Syifa, Dere) dan adik kelas di
SMAN 5 Bogor atas semangat, nasihat dan kenangan indah selama
sekolah, kuliah dan berorganisasi.
v

7.

Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Manajemen


FEM IPB.

8.

Semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah
memberikan balasan atas kebaikan saudara/i.

vi

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................iii
KATA PENGANTAR .................................................................................iv
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................v
DAFTAR ISI ...............................................................................................vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR...................................................................................x
1. PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1. Latar Belakang .................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah ...........................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian...............................................................................3
1.4. Manfaat .............................................................................................3
1.5. Ruang Lingkup Penelitian..................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................5
2.1. Strategi dan Manajemen Strategi........................................................5
2.2. Rantai Pasok dan Manajemen Rantai Pasok .......................................6
2.3. Strategi Manajemen Rantai Pasok......................................................8
2.4. Lingkungan Organisasi ......................................................................9
2.4.1 Lingkungan Jauh ........................................................................10
2.4.2 Lingkungan Industri ...................................................................11
2.4.3 Lingkungan Internal ...................................................................12
2.5. Analisis Internal dan Eksternal...........................................................13
2.6. Analisis SWOT..................................................................................13
2.7. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) .....................................14
2.8. Penelitian Terdahulu..........................................................................16
III. METODE PENELITIAN .....................................................................17
3.1. Kerangka Pemikiran ..........................................................................17
3.2. Tahapan Penelitian ............................................................................20
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian..............................................................22
3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data.................................................22
3.5. Teknik Pengambilan Sampel..............................................................25
3.6. Pegolahan dan Analisis ......................................................................26
3.6.1 Analisis Deskriptif......................................................................27
3.6.2 Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (IFE-EFE) ......................27
3.6.3 Analisis SWOT ..........................................................................30
3.6.4 Analitical Hierarchy Process......................................................31
IV. PEMBAHASAN....................................................................................37
4.1. Karakteristik Tanaman Akar Wangi...................................................37
4.2. Industri Akar Wangi Kabupaten Garut...............................................38
4.3. Identifikasi Rantai Pasok Minyak Akar Wangi..................................40
4.3.1 Aktivitas Petani Akar Wangi .......................................................45
4.3.2 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi ...............................................49
4.3.3 Aktivitas Penyuling Akar Wangi .................................................50
4.3.4 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi ..................................53
vii

4.4. Analisis Faktor Internal dan Eksternal................................................54


4.5. Pemilihan Faktor Internal dan Eksternal.............................................57
4.6. Perumusan Alternatif Startegi ...........................................................59
4.7. Prioritas Strategi Pengembangan Minyak Akar Wangi.......................66
4.7.1 Ultimate Goal.............................................................................67
4.7.2 Faktor ........................................................................................67
4.7.3 Aktor ........................................................................................68
4.7.4 Tujuan........................................................................................69
4.7.5 Alternatif Strategi.......................................................................69
4.8. Analisis Hubungan Antar Elemen Hierarki ........................................71
4.9. Analisis Pemilihan Strategi Rantai Pasok...........................................73
4.11. Implikasi Manajerial ........................................................................76
KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................78
1. Kesimpulan ..........................................................................................78
2. Saran ....................................................................................................79
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................80

viii

DAFTAR TABEL
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.

Halaman
Data nilai ekspor dan impor minyak akar wangi indonesia ..................... 2
Jenis dan metode mengumpulan data berdasarkan tujuan penelitian ........ 24
Sebaran responden identifikasi rantai pasok minyak akar wangi.............. 26
Tabel model matriks EFE........................................................................ 27
Tabel model matriks IFE......................................................................... 29
Tabel model SWOT ................................................................................ 31
Nilai skala banding berpasangan ............................................................. 32
Matriks pendapat individu....................................................................... 34
Matriks pendapat gabungan..................................................................... 34
Indeks acak ............................................................................................. 36
Sentra produksi akar wangi di Indonesia ................................................. 38
Luas areal dan produksi akar wangi di Kabupaten Garut ......................... 39
Volume dan nilai ekspor minyak akar wangi tahun 2009-2010................ 40
Perbandingan mutu minyak akar wangi penyulingan rakyat
dengan standar mutu nasional dan internasional ...................................... 53
Matriks IFE............................................................................................. 55
Matriks EFE............................................................................................ 56
Faktor internal dan eksternal dengan skor tertinggi.................................. 58
Matriks SWOT........................................................................................ 59
Hubungan faktor dan Ultimete Goal........................................................ 71
Hubungan faktor dan aktor...................................................................... 72
Hubungan aktor dan tujuan ..................................................................... 72
Hubungan tujuan dan alternatif strategi ................................................... 73
Bobot faktor terhadap UG ....................................................................... 74
Bobot aktor terhadap UG ........................................................................ 74
Bobot tujuan terhadap UG....................................................................... 75
Bobot alternatif terhadap UG .................................................................. 76

ix

DAFTAR GAMBAR
No

Halaman

1. Struktur manajemen rantai pasokan ......................................................... 7


2. Kerangka penelitian ................................................................................. 19
3. Tahapan penelitian................................................................................... 20
4. Tanaman akar wangi ................................................................................ 37
5. Rantai pasok minyak akar wangi.............................................................. 40
6. Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi .......................................... 41
7. Sistem kerjasama inti plasma ................................................................... 44
8. Jenis kelompok tani di kabupaten garut .................................................... 45
9. Umur usaha akar wangi............................................................................ 46
10. Kepemilikan lahan budidaya tanaman akar wangi .................................... 47
11. Sebaran jenis alat penyulingan yang digunakan........................................ 51
12. Struktur hierarki AHP .............................................................................. 70

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Minyak akar wangi (Vetiveria zizanoides Stapt) merupakan
komoditas ekspor penghasil devisa yang penting bagi Indonesia.
Indonesia merupakan penghasil utama minyak akar wangi terbesar pada
perdagangan internasional setelah Haiti dan Bourbon (Mulyati dkk,
2009).
Volume ekspor minyak akar wangi Indonesia cenderung
mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Jumlah ekspor terbesar terjadi
pada tahun 2001 sebesar 1,5 ribu ton. Namun kemudian terjadi
penurunan yang cukup drastis pada tahun selanjutnya. Nilai ekspor ratarata mengalami penurunan sebesar 0,6 persen per tahun. Begitu pula
dengan nilai impor yang juga mengalami penurunan namun nilainya
lebih kecil yaitu sebesar 0,4 persen per tahun.
Sentra budidaya tanaman dan produksi minyak akar wangi di
Indonesia berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sentra tersebut
tersebar di Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, Pasirwangi
dan Leles. Produksi minyak akar wangi di Garut sebagian besar
dilakukan oleh industri kecil dengan menggunakan teknologi yang
sederhana/konvensional. Hal tersebut seringkali menyebabkan minyak
yang dihasilkan

tidak

memenuhi persyaratan mutu yang telah

ditetapkan eksportir maupun konsumen. Persepsi petani maupun


penyuling minyak akar wangi yang belum berorientasi mutu
menyebabkan sebagian besar pelaku usaha tidak menerapkan Good
Agricultural Process (GAP) dan Good Manufacturing Process (GMP).
Hal tersebut mengakibatkan mutu minyak yang dihasilkan menjadi
rendah sehingga menurunkan daya saing minyak akar wangi Indonesia.
Pasar luar negeri yang menyerap produk minyak akar wangi antara lain
negara Jepang, China, Singapura, India, Hongkong, Amerika Serikat,
Inggris, Perancis, Jerman, Belgia, Swiss, dan Italia (BPS 2005 dalam

Tutuarima). Tabel 1 menyajikan volume dan nilai ekspor dan impor


minyak akar wangi.
Tabel 1. Data nilai ekspor dan impor minyak akar wangi Indonesia

Ekspor

Tahun

Volume (Kg)
Nilai (US $)
2001
1.583.798
1.759.241
2002
79.714
1.973.451
2003
45.821
1.428.682
2004
58.444
2.445.744
2005
74.210
1.544.618
2006
75.199
2.085.458
Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS) dalam Tutuarima (2009)
Selain masalah daya saing, sistem rantai pasok minyak akar
wangi yang terlalu panjang dan pemerataan pendapatan dalam rantai
pasok minyak akar wangi yang masih rendah merupakan masalah yang
harus segera dibenahi. Eksportir merupakan pihak yang memperoleh
keuntungan paling tinggi dalam jaringan rantai pasok minyak akar
wangi dibandingkan para petani yang belum mencapai kesejahteraan
yang seharusnya.
Rantai pasok merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang
saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu
menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut (Indrajit
dan Pranoto, 2002). Salah satu cara untuk meningkatkan daya saing
minyak akar wangi dan kesejahteraan petani yaitu dengan menerapkan
strategi

rantai

pasok

yang

berkesinambungan

dan

mampu

mengefisiensikan sistem rantai pasok minyak akar wangi sehingga


pemerataan pendapatan diantara anggota jaringan rantai pasoknya dapat
tercapai. Rumusan strategi rantai pasok dianggap penting karena akan
dijadikan sebagai acuan oleh anggota rantai pasok dalam melakukan
aktifitas mereka. Adanya strategi rantai pasok menjadikan setiap
anggota rantai pasok mengetahui apa yang harus dilakukan untuk
membangun sistem rantai pasok yang lebih baik.
Saat ini belum terdapat strategi rantai pasok yang komprehensif
yang mampu mengakomodasi kepentingan semua pihak dalam rantai

pasok minyak akar wangi. Oleh karena itu, dibutuhkan rumusan strategi
rantai pasok yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing minyak
akar wangi dan membentuk sistem rantai pasok minyak akar wangi
yang berkesinambungan.
1.2. Perumusan Masalah
Kondisi rantai pasok minyak akar wangi di kabupaten Garut saat
ini masih belum terintegrasi dengan baik. Hal ini berakibat pada
pemerataan pendapatan di antara anggota rantai pasok menjadi rendah
dan kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan rendah. Permasalahan
ini menunjukan betapa pentingnya strategi rantai pasok yang
komprehensif yang mampu menunjang kesinambungan, efisiensi dan
daya saing minyak akar wangi.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kondisi rantai pasok minyak akar wangi saat ini?
2. Apa saja faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi rantai
pasok minyak akar wangi?
3. Rumusan strategi rantai pasok apa yang dapat direkomendasikan
untuk meningkatkan daya saing minyak akar wangi?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis rantai pasok minyak akar wangi
2. Menganalisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
rantai pasok minyak akar wangi.
3. Mengusulkan alternatif rekomendasi strategi rantai pasok minyak
akar wangi untuk meningkatkan daya saing minyak akar wangi.
1.4. Manfaat
1. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi
Pemerintah pusat maupun pemerintah khususnya Kementrian
Perindustrian, Kementrian Pertanian dan Pemerintah Daerah
Kabupaten Garut dalam rangka mengembangkan minyak akar wangi.

2. Peneliti dan Akademisi


Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti lain
yang berminat untuk melakukan penelitian di bidang yang sama
ataupun penelitian lanjutan.
3. Pelaku Usaha Minyak Akar Wangi
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan panduan bagi
para pelaku usaha seperti petani minyak akar wangi, pengumpul
akar,

penyuling,

pengumpul

minyak

dan

eksportir

dalam

menjalankan kegiatan usahanya untuk membangun sistem yang


berkesinambungan dan menguntungkan semua pihak.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas mengenai perumusan strategi rantai
pasok minyak akar wangi dan membahas elemen rantai pasok minyak
akar wangi yaitu petani, penyuling, pengumpul minyak dan pengumpul
akar wangi di Kabupaten Garut Jawa Barat, terutama di Kecamatan
Samarang, Bayongbong, Cilawu dan Leles. Rantai pasok yang dibahas
hanya terbatas dari petani sampai pengumpul minyak akar wangi.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Strategi dan Manajemen Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti "seni
berperang". Suatu strategi mempunyai dasar-dasar atau skema untuk
mencapai sasaran yang dituju. Jadi, pada dasarnya strategi merupakan alat
untuk mencapai tujuan (Umar, 2008).
Menurut Siagian (2004), istilah strategi semula bersumber dari
kalangan militer dan secara populer sering dinyatakan sebagai kiat yang
digunakan oleh para jenderal untuk memenangkan peperangan. Menurut
David (2006), strategi adalah alat untuk mencapai tujuan jangka panjang.
Strategi merupakan tindakan potensial yang membutuhkan keputusan
manajemen tingkat atas dan sumberdaya perusahaan dalam jumlah yang
besar.
Mulyadi (2001) mengatakan bahwa strategi adalah pola tindakan
utama yang dipilih untuk mewujudkan visi organisasi melalui misi. Dengan
tindakan berpola perusahaan dapat mengerahkan seluruh sumberdaya secara
efektif ke perwujudan visi organisasi. Strategi juga didefinisikan sebagai
sekumpulan tindakan terintegrasi yang konsisten dengan visi jangka panjang
organisasi yang memberikan nilai kepada pelanggan dengan suatu struktur
biaya

yang

memungkinkan

pencapaian

keunggulan

hasil

yang

berkelanjutan. Definisi lainnya, strategi merupakan tindakan yang bersifat


incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus, serta dilakukan
berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para
pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai
dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan
perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti. Perusahaan perlu
mencari kompetensi inti didalam bisnis yang dilakukan (Hamel dan
Prahalad dalam Umar, 2008)
Manajemen
pengetahuan

Strategik

dalam

dapat

merumuskan,

didefinisikan

sebagai

mengimplementasikan,

seni

dan

dan

serta

mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsional yang memampukan

sebuah organisasi mencapai tujuannya. Manajemen strategis berfokus pada


usaha untuk mengintegrasikan manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi,
produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi
komputer untuk mencapai keberhasilan organisasional (David, 2003).
2.2. Rantai Pasok dan Manajemen Rantai Pasok
Menurut Indrajit dan Pranoto (2002), rantai pasokan adalah suatu
sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada
para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai
organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama,
yaitu menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut. Model
rantai pasokan yaitu suatu gambaran mengenai hubungan mata rantai dari
pelaku-pelaku tersebut yang dapat membentuk seperti mata rantai yang
terhubung satu dengan yang lain. Salah satu faktor kunci untuk
mengoptimalkan rantai pasok adalah dengan menciptakan alur informasi
yang bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai
tersebut, dan pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan
kepuasan maksimal pada para pelanggan.
Manajemen rantai pasokan merupakan strategi alternatif yang
memberikan solusi dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan untuk
mencapai keunggulan kompetitif melalui pengurangan biaya operasi dan
perbaikan pelayanan konsumen dan kepuasan konsumen. Manajemen rantai
pasokan menawarkan suatu mekanisme yang mengatur proses bisnis,
meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya operasional perusahaan
(Annatan dan Ellitan, 2008).
Menurut Heizer dan Render (2010), manajemen rantai pasokan
merupakan

integrasi

aktivitas

pengadaan

bahan

dan

pelayanaan,

pengubahan barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman kepada
pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembelian dan
pengalihdayaan, ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan pemasok
dengan distributor. Tujuan dari seluruh aktivitas rantai pasokan adalah
membangun sebuah rantai pemasok yang memusatkan perhatian untuk
memaksimalkan nilai bagi pelanggan.

Ruang lingkup manajemen rantai pasok meliputi:


1. Rantai pasokan yang mencakup seluruh kegiatan arus dan
transformasi barang mulai dari bahan mentah, sampai penyaluran
ketangan konsumen termasuk aliran informasinya. Bahan baku
dan aliran informasi adalah rangkaian dari rantai pasokan.
2. Rantai pasokan sebagai suatu sistem tempat organisasinya
menyalurkan barang produksi dan jasa kepada para pelanggannya
(Siagian, 2005).
Gambar 1 menyajikan struktur manajemen rantai pasokan:
- Informasi penjadwalan
- Arus kas

Pemasok

Persediaan

Perusahaan

Distribusi

Konsumen

- Arus kredit
- Arus bahan baku

Gambar 1. Struktur manajemen rantai pasokan


Prinsip

manajemen

rantai

pasok

pada

dasarnya

merupakan

singkronisasi dan koordinasi aktivitas-aktivitaas yang terkait dengan aliran


bahan baku atau produk, baik yang ada dalam suatu organisasi maupun
antar organisasi. Sebuah rantai pasokan sederhana memiliki komponen
komponen yang disebut channel yang terdiri atas pemasok, manufaktur,
distribution centre, wholesaler dan retailer yang semuanya bekerja menuju
proses akhir. Sebuah rantai pasok bisa saja melibatkan sejumlah industri
manufaktur dalam suatu rantai hulu ke hilir. Tidak selamanya sebuah rantai
pasok berupa rantai lurus (Anatan dan Elitan, 2008).

2.3. Strategi Manajemen Rantai Pasokan


Strategi manajemen rantai pasokan meliputi tidak hanya hal-hal yang
berkaitan dengan internal perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan hal-hal
eksternal perusahaan diantaranya mencakup keputusan strategis mengenai
jaringan pasokan, yang mencakup keputusan mengenai pemasok mana yang
akan dipilih, pemasok utama mana yang akan dijadikan mitra kerja jangka
panjang dimana akan didirikan lokasi gudang dan pabrik, apakah akan
melaksanakan sendiri kegiatan logistik dan sebagainya.
Pujawan (2005) mendefinisikan strategi rantai pasok sebagai
kumpulan kegiatan dan aksi strategis di sepanjang rantai pasok yang
menciptakan rekonsiliasi antara apa yang dibutuhkan pelanggan akhir
dengan kemampuan sumberdaya yang ada pada rantai pasok tersebut.
Tujuan strategis rantai pasok adalah menghasilkan produk yang murah,
berkualitas, tepat waktu, dan bervariasi.
Dalam prosesnya strategi manajemen rantai pasok memiliki tiga
tujuan, yaitu :
1.

Menurunkan biaya, strategi manajemen rantai pasok yang


diterapkan harus mampu menurunkan biaya logistik yang terjadi.

2.

Menurunkan modal, strategi ditujukan untuk meminimalisasi


tingkat investasi dalam strategi logistik.

3.

Meningkatkan pelayanan, startegi manajemen rantai pasok harus


secara proaktif dijalankan salah satunya yaitu perbaikan
pelayanan.

Menurut Sisilian dan Satir dalam Siagian (2005), unsur-unsur


pembuat strategi manajemen rantai pasok adalah:
1. Faktor Primer
a. Keunggulan Bersaing
Secara umum keunggulan bersaing dapat diperoleh melalui
diferensiasi produk, kepeloporan biaya, dan respon yang cepat
yang ditandai dengan sifat fleksibel, reliabel, cepat tanggap
terhadap perubahan.

b. Fleksibilitas Permintaan
Fleksibilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu produk,
campuran produk, volume, dan tipe pengantaran. Pengukuran
dan fleksibilitas dapat dilihat dari ketepatan pengantaran,
peramalan permintaan yang tepat dan lain sebagainya.
2. Faktor Sekunder
a. Proses
Faktor kapabilitas sangat berkaitan dengan sejauh mana
perusahaan

dapat

menjalankan

aktivitas-aktivitas

yang

dibutuhkan dan sangat tergantung pada tipe kegiatan.


b. Kematangan Proses
Faktor kematangan proses sangat berkaitan dengan tingkat
kinerja proses, bagaimana proses ini dapat tanggap dan
memenuhi penawaran pasar.
c. Risiko Strategi
Risiko yang dimaksud disini adalah adanya penyebaran risiko,
yaitu risiko yang diterima perusahaan akibat adanya kebocoran
informasi tentang produk dan layanannya, baik itu yang
diterima atau diberikan pemasok, sehingga persaing dapat
mengetahui strategi-strategi perusahaan.
2.4. Lingkungan Organisasi
Menurut Umar (2008), lingkungan dapat dibagi atas dua lingkungan,
yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Lingkungan eksternal
dibagi ke dalam dua kategori, yaitu lingkungan jauh dan lingkungan
industri, sedangkan lingkungan internal merupakan aspek-aspek yang ada di
dalam perusahaan. Lingkungan jauh dapat dikaji melalui faktor-faktor
Politik, Ekonomi, Sosial, dan Teknologi (PEST), sedangkan lingkungan
industri dapat dikaji dengan menggunakan aspek-aspek yang terdapat dalam
Konsep Strategi Bersaing dari Michael R. Porter. Lingkungan internal dapat
dikaji dengan beberapa pendekatan, salah satunya adalah pendekatan
fungsional.

10

2.4.1 Lingkungan Jauh


Lingkungan jauh terdiri dari faktor-faktor yang pada dasarnya
di luar dan terlepas dari perusahaan. Lingkungan jauh memberikan
kesempatan besar bagi perusahaan untuk maju, sekaligus dapat
memberikan hambatan dan ancaman untuk maju (Umar, 2008).
Faktor-faktor yang dikaji adalah :
1. Faktor Politik
Arah, kebijakan dan stabilitas politik pemerintah menjadi faktor
penting bagi para pengusaha untuk berusaha. Situasi politik
yang tidak kondusif akan berdampak negatif bagi dunia usaha,
demikian pula sebaliknya.
2. Faktor Ekonomi
Kondisi ekonomi suatu daerah atau negara dapat mempengaruhi
iklim berbisnis suatu perusahaan. Semakin buruk kondisi
ekonomi, semakin buruk pula iklim berbisnis. Beberapa faktor
kunci yang perlu diperhatikan adalah siklus bisnis, ketersediaan
energi, inflasi, suku bunga, investasi, harga-harga produk dan
jasa, produktivitas, dan tenaga kerja.
3. Faktor Sosial
Perusahaan dituntut untuk dapat mengantisipasi perubahanperubahan sosial yang terjadi. Aspek yang dapat diperhatikan
adalah sikap, gaya hidup, adat istiadat dan kebiasaan orangorang di lingkungan eksternal perusahaan, sebagai yang
dikembangkan misalnya dari kondisi kultural,

ekologis,

demografi, religius, pendidikan dan etnis.


4. Faktor Teknologi
Teknologi tidak hanya mencakup penemuan-penemuan yang
baru saja, tetapi juga meliputi cara pelaksanaan dan metodemetode baru dalam mengerjakan suatu gambaran yang luas,
yaitu meliputi: desain, proses produksi, dan mendistribusikan.

11

2.4.2 Lingkungan Industri


Aspek lingkungan industri lebih mengarah pada aspek
persaingan di mana bisnis perusahaan berada (Umar, 2008).
Michael R. Porter mengemukakan konsep Competitive Strategy
yang menganalisis persaingan bisnis berdasarkan lima aspek utama
yang disebut Lima Kekuatan Bersaing, yaitu :
1. Ancaman masuk pendatang baru
Masuknya perusahaan baru akan menimbulkan sejumlah
implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, misalnya kapasitas
menjadi bertambah, terjadinya perebutan pangsa pasar, serta
perebutan sumber daya produksi. Ada beberapa faktor yang
menghambat masuknya pendatang baru ke dalam industri, yaitu
skala ekonomi, diferensiasi produk, kecukupan modal, biaya
peralihan, akses ke saluran distribusi, ketidakunggulan biaya
indenpenden, dan peraturan pemerintah.
2. Persaingan sesama perusahaan dalam industri
Persaingan dalam industri akan mempengaruhi kebijakan dan
kinerja

perusahaan.

Menurut

Porter,

tingkat

persaingan

dipengaruhi beberapa faktor, yaitu jumlah kompetitor, tingkat


pertumbuhan industri, karakteristik produk, biaya tetap yang
besar, kapasitas, dan hambatan keluar.
3. Ancaman dari produk pengganti
Perusahaan yang berada dalam suatu industri tertentu akan
bersaing

pula

dengan

produk

pengganti.

Walaupun

karakteristiknya berbeda, barang subtitusi dapat memberikan


fungsi yang sama.
4. Kekuatan tawar menawar pembeli
Para pembeli, dengan kekuatan yang mereka miliki, mampu
mempengaruhi

perusahaan

untuk

menurunkan

harga,

meningkatkan mutu dan pelayanan, serta berkompetisi dengan


pesaingnya.

12

5. Kekuatan tawar menawar pemasok


Pemasok dapat mempengaruhi industri lewat kemampuan
mereka menaikkan harga atau mengurangi kualitas produk atau
pelayanan.
2.4.3 Lingkungan Internal
Lingkungan internal dapat dianalisis dengan menggunakan
beberapa pendekatan fungsional. Aspek yang diperhatikan adalah:
1. Aspek Keuangan
Faktor-faktor yang perlu diperhitungkan adalah kemampuan
memupuk modal jangka pendek dan jangka panjang, beban yang
harus dipikul, hubungan baik dengan penanam modal dan
pemegang saham, pengelolaan keuangan, struktur modal kerja,
harga jual produk, pemantauan penyebab inefisiensi dan sistem
akunting yang handal.
2. Aspek Pemasaran
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah pangsa pasar,
pelayanan purna jual, kepemilikan informasi tentang pasar,
pengendalian distributor, kondisi satuan kerja pemasaran,
kegiatan, promosi, harga jual produk, komitmen manajemen
puncak, loyalitas pelanggan dan kebijakan produk baru.
3. Aspek Operasi
Kegiatan operasi dapat dilihat dari keteguhan dalam prinsip
efisiensi, efektivitas, dan produktivitas. Oleh karena itu, faktorfaktor yang perlu diperhatikan adalah hubungan baik dengan
pemasok, lokasi fasilitas yang tepat, pemanfaatan teknologi
yang tepat, organisasi yang memiliki kesatuan kerja yang bulat,
pembiayaan, pendekatan inovatif dan proaktif, kemungkinan
terjadinya terobosan dalam proses operasi, dan pengendalian
mutu.
4. Aspek Sumber Daya Manusia
Manusia adalah sumber daya terpenting bagi perusahaan.
Faktor-faktor yang diperhatikan adalah langkah-langkah yang

13

jelas mengenai manajemen SDM, keterampilan dan motivasi


kerja, produktivitas, dan sistem imbalan.
2.5. Analisis Faktor Internal dan Eksternal
Tahapan dalam melakukan audit internal dan eksternal adalah
memasukan data dan informasi dari lingkungan yang dianalisis ke dalam
Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE).
Matriks IFE dan EFE merupakan salah satu teknik perumusan strategi yang
penting dan merupakan langkah awal dari kerangka kerja perumusan yang
disebut tahapan input (Input Stage), yaitu tahap meringkas informasi dasar
yang diperlukan untuk merumuskan strategi. Matriks ini berisi pernyataan
misi dan menyediakan informasi dasar yang diperlukan untuk merumuskan
strategi pemasaran secara sukses dengan syarat alat ini harus disertai
dengan penilaian kualitatif (dalam hal ini intuitif) yang baik (David, 2009).
2.6. Analisis SWOT
Matriks Strengths Weaknesses Opportunities Threats (SWOT)
merupakan matching tool yang penting untuk membantu para manajer
mengembangkan empat strategi (David, 2009). Keempat strategi yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Strategi SO (Strengths - Opportunities)
Strategi ini menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk meraih
peluang-peluang yang ada di luar perusahaan. Pada umumnya,
perusahaan berusaha melaksanakan strategi WO, ST, atau WT untuk
menerapkan strategi SO. Oleh karena itu, jika perusahaan memiliki
banyak kelemahan, mau tidak mau perusahaan harus mengatasi
kelemahan itu agar menjadi kuat.
b. Strategi WO (Weaknesses - Opportunities)
Strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan
internal perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal.
c. Strategi ST (Strengths - Threats)
Melalui strategi ini perusahaan berusaha menghindari atau mengurangi
dampak dari ancaman-ancaman eksternal.

14

d. Strategi WT (Weaknesses - Threats)


Strategi ini merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi
kelemahan internal serta menghindari ancaman. Suatu perusahaan yang
dihadapkan pada sejumlah kelemahan internal dan ancaman eksternal
pada dasarnya berada pada posisi yang berbahaya. Beberapa strategi
yang bisa dilakukan antara lain : merger, declared bankcrupty, retrench
atau liquidation
2.7. Metode Analytical Hierarchy Process
Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode yang
pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, ahli matematika dari
Universitas of Pisburgh, Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an. Pada
penerapan metode AHP yang diutamakan adalah kualitas data dari
responden, tidak tergantung pada kuantitasnya (Saaty, 1991). Dalam metode
ini, ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan analisa logis
eksplisit, yaitu:
1. Penyusunan Hirarki
Dalam menyusun hirarki, terlebih dahulu didefinisikan persoalan,
dan dekomposisi, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur
unsurnya. Apabila perusahaan akan merencanakan startegi promosi,
maka perlu diketahui tujuan utama dari kegiatan promosi dan faktor
faktor apa yang dipertimbangkan dalam menyusun startegi promosinya.
Analisis terhadap faktor faktor tersebut dalam AHP dilakukan dengan
membuat struktur hirarki. Hirarki yang dihasilkan dapat berupa hirarki
lengkap dan tidak lengkap.
Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan
terhadap unsur unsur pada level maupun yang dipilih sampai tidak
mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan
beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Proses analisis ini dinamakan
hirarki. Dalam struktur hirarki lengkap, jumlah tingkatan faktorfaktor
tergantung pada pemilihan peneliti, secara umum, unsur yang digunakan
pada hirarki adalah faktor, aktor, tujuan, dan alternatif.

15

2. Penerapan Prioritas
Prinsip ini membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua unsur
pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya.
Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh
terhadap prioritas unsur unsurnya. Hasil penilaian ini lebih sesuai jika
disajikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan. Pertanyaan
yang diajukan dalam penyusunan skala kepentingan adalah (a) unsur
mana yang lebih (penting/disukai/mungkin/....) ? dan (b) berapa kali
lebih ( penting / disukai / mungkin/...) ?
Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua
unsur, seseorang yang akan memberikan jawaban perlu pengertian
menyeluruh tentang unsur unsur yang dibandingkan dan relevansinya
terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari. Hasil dari penilaian ini akan
disajikan dalam bentuk matriks Pairwise Comparison.
3. Konsistensi Logis
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek
obyek serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan
relevansi. Serta yang kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antar
obyek obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
Sistem hierarki keputusan memiliki bentuk yang saling berkaitan,
yang tersusun dari fokus, turun ke tujuantujuan, kemudian ke pelaku
pelaku, komponen sistem hirarki keputusan dalam AHP tidak memiliki
prosedur yang pasti, sehingga sistem tidak harus terbentuk secara mutlak
dari komponenkomponen seperti yang telah disebutkan. Fokus dalam tahap
ini adalah komponenkomponen sistem yang dipilih dan digunakan dalam
bentuk sistem hirarki yang ada. Hal ini diidentifikasikan berdasarkan
kemampuan analisis dalam menemukan unsurunsur tersebut tergantung
dari penguasaan para analis terhadap persoalan.
Metode AHP diperlukan untuk penentuan bobot bagi elemen di satu
level yang akan berpengaruh terhadap bobot elemen pada level dibawahnya.
Pada akhirnya metode AHP dapat digunakan untuk menghitung bobot pada
setiap level untuk penilaian dan preferensi secara ringkas dan padat. Proses

16

ini dengan jelas menunjukkan bahwa demi pengambilan keputusan yang


sehat dalam situasi kompleks diperlukan prioritas dan perimbangan (trade
off ).
2.8. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini sebenarnya merupakan penelitian lanjutan dari
penelitian yang berjudul "Rancang Bangun Sistem Manajemen Rantai
Pasokan dan Risiko Minyak Akar Wangi Berbasis IKM di Indonesia" yang
merupakan penelitian hibah bersaing yang dilakukan oleh Mulyati dkk
(2009). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi peta potensi
minyak akar wangi di Indonesia, memberi gambaran mengenai rantai pasokan
dan

risiko

minyak akar

wangi

berbasis IKM

di

Indonesia

dan

mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi usaha


minyak akar wangi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
dan analisis SWOT. Hasil penelitian ini membahas mengenai peta potensi
minyak akar wangi di Indonesia, baik dari perkembangan ekpor maupun
sebaran dan potensi akar wangi dan juga perkembangan industri minyak akar
wangi. Menjelaskan mengenai gambaran umum mengenai sistem rantai pasok
juga risiko minyak akar wangi dan mengidentifikasi faktor internal (kekuatan
dan kelemahan) dan kekuatan eksternal (peluang dan ancaman) yang
mempengaruhi usaha minyak akar wangi.

17

III. METODE PENELITIAN


3.1. Kerangka Pemikiran
Indonesia

memiliki

potensi

yang

sangat

tinggi

untuk

mengembangkan industri akar wangi. Akar wangi sangat potensial


untuk dikembangkan di Indonesia karena indonesia memiliki tanah
dan iklim yang sangat cocok untuk budidaya tanaman akar wangi.
Faktor pendukung lainnya adalah minyak akar wangi yang dihasilkan
Indonesia telah dikenal di pasar internasional dan minyak akar wangi
telah menjadi salah satu komoditi penghasil devisa andalan Indonesia.
Namun, pada beberapa tahun terakhir terjadi fluktuasi nilai
ekspor minyak akar wangi Indonesia. Permasalahan utama dalam
mengembangkan industri minyak akar wangi Indonesia sehingga nilai
ekspor berfluktuasi adalah masalah mutu dan produktivitas. Mutu
minyak akar wangi Indonesia tidak sesuai dengan permintaan pasar
yaitu tidak seragam dan mutu rendah. Salah satu penyebab mutu dan
produktivitas yang masih rendah antara lain disebabkan oleh belum
efisiennya sistem rantai pasokan minyak akar wangi di Indonesia.
Idealnya, rantai pasok suatu komoditi harus berfungsi secara
efisien. Salah satu ciri rantai pasok yang efisien adalah pendapatan
terbagi secara merata kepada seluruh pelaku didalam sistem rantai
pasok.

Pada

kenyataanya

terdapat

kelompok

yang

dominan

pendapatannya yaitu pengumpul minyak dan eksportir. Rendahnya


pemerataan pendapatan ini menunjukan bahwa rantai pasok minyak
akar wangi masih belum efisien.
Distribusi pendapatan yang tidak merata dalam rantai pasok
minyak akar wangi menjadikan petani memiliki pola pikir yang tidak
berorientasi pada mutu. Mereka lebih mementingkan modal untuk bisa
kembali dari pada melakukan usaha untuk meningkatkan mutu akar
wangi yang ditanam. Pola pikir ini yang menyebabkan para petani
tidak menerapkan Good Agricultural Process (GAP) dan Good

18

Manufacturing Process (GMP) yang berakibat menurunkan kualitas


dan produktivitas minyak akar wangi.
Strategi rantai pasok yang komprehensif yang mengakomodasi
seluruh kepentingan pelaku industri minyak akar wangi dibutuhkan
untuk mengatasi permasalahan ini. Hal tersebut diharapkan dapat
meningkatkan daya saing minyak akar wangi dan menciptakan sistem
rantai pasok minyak akar wangi yang berkesinambungan. Gambar 2.
menyajikan kerangka pemikiran penelitian ini.

19

Gambar 2. Kerangka penelitian

20

3.2. Tahapan Penelitian


Tahapan penelitian yang telah dilakukan disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Tahapan Penelitian

21

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis rantai pasok minyak


akar wangi, menganalisis faktor internal dan eksternal rantai pasok
minyak akar wangi dan memberikan rekomendasi alternatif strategi
terbaik untuk diterapkan dalam rantai pasok minyak akar wangi.
Berikut adalah tahapan penelitian yang dilakukan:
1. Tahap pertama adalah pra survey yaitu melakukan kajian pustaka
terhadap literatur dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
rantai pasok minyak akar wangi. Kajian pustaka dilakukan untuk
mendapatkan informasi awal. Setelah itu menentukan topik dan judul
penelitian yaitu "Analisis Rumusan Strategi Rantai Pasok Minyak
Akar Wangi di Kabupaten Garut, Jawa Barat". Setelah itu penulis
mengidentifikasi rumusan masalah dan tujuan penelitian. Hal
tersebut menjadi dasar dalam merancang jenis, sumber, metode
pengumpulan data dan alat analisis data yang diperlukan.
2. Tahap kedua yaitu tahap pengumpulan data dan pengolahan data.
Data yang diperlukan adalah data primer dan sekunder. Data primer
didapatkan melalui observasi, wawancara, dan pengisian kuesioner.
Sedangkan data sekunder didapatkan melalui studi literatur, jurnal,
laporan Dinas Perkebunan Kabupaten Garut, Jawa Barat dan Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Garut, Jawa
Barat. Pengolahan dan analisis data untuk identifikasi rantai pasokan
minyak akar wangi menggunakan analisis deskriptif dengan software
Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 16.0.
Analisis IFE dan EFE juga AHP menggunakan bantuan software
Microsoft Excell 2007.
Faktor internal dan eksternal industri minyak akar wangi merupakan
hasil dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mulyati dkk
dalam "Rancang Bangun Sistem Manajemen Rantai Pasok Dan
Risiko Minyak Akar Wangi Berbasis IKM Di Indonesia". Pada
penelitian terdahulu, faktor internal dan ekssternal merupakan hasil
dari focus group discussion (FGD) yang melibatkan stakeholder
industri minyak akar wangi.

22

Analisis IFE dan EFE dilakukan terhadap faktor internal dan


eksternal tesebut untuk mengetahui faktor-faktor yang paling
dominan mempengaruhi industri minyak akar wangi, setelah itu
dilakukan screening terhadap faktor internal dan eksternal untuk
membatasi faktor internal dan eksternal yang akan digunakan dalam
analisis SWOT. Faktor internal dan eksternal yang digunakan dalam
analisis SWOT adalah faktor dengan nilai skor lima tertinggi.
Setelah mendapatkan alternatif strategi dari matriks SWOT, disusun
struktur hirarki. Setelah itu melakukan wawancara mendalam kepada
para pakar. Pakar merupakan stakeholder industri minyak akar
wangi yaitu anggota rantai pasok (petani, pengumpul akar, penyuling
dan

pengumpul

minyak),

Pemda

Kabupaten

Garut

(Dinas

Perkebunan dan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi).


Data dari pakar dianalisis menggunakan AHP.
3. Tahap ketiga merupakan tahapan terakhir berupa pembahasan,
kesimpulan dan saran mengenai indentifikasi rantai pasokan minyak
akar wangi, analisis faktor internal dan ekstenal industri minyak akar
wangi, serta rekomendasi alternatif strategi rantai pasok minyak akar
wangi.
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Garut Jawa Barat,
khususnya Kecamatan Samarang, Leles, Cilawu dan Bayongbong.
Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret 2011 sampai dengan bulan
Juni 2011.
3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari
sumber pertama. Sedangkan data sekunder adalah data yang sudah
tersedia baik dari penelitian terdahulu, internet maupun sumber lain
yang terkait. Data primer diperoleh dari wawancara kepada petani
akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling minyak akar wangi,

23

pengumpul minyak akar wangi, akademisi (dosen), Dinas Perkebunan


Kabupaten Garut dan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
Kabupaten Garut. Data sekunder diperoleh dari data statistik yang
dimiliki Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian Garut, artikel,
literatur, penelitian terdahulu dan informasi lainnya yang terkait.
Metode pengumpulan data meliputi:
a) Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan data dari
internet, skripsi maupun penelitian terdahulu, jurnal, artikel dan
literatur ilmiah.
b) Wawancara
Wawancara dilakukan melalui tanya jawab secara langsung
dengan berbagai pihak dalam rantai pasok minyak akar wangi
untuk memperoleh gambaran mengenai sistem rantai pasok
minyak akar wangi. Selain itu, wawancara dilakukan dengan
menanyakan

sudut

pandang

masing-masing

pakar

untuk

menyusun strategi rantai pasok minyak akar wangi. Pihak-pihak


yang diwawancara yaitu petani akar wangi, penyuling minyak
akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, akademisi (dosen),
Dinas Perkebunan Kabupaten Garut dan Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Garut. Kuesioner yang
digunakan terdiri dari tiga jenis yaitu kuesioner yang diisi oleh
anggota rantai pasok yaitu petani, penyuling, pengumpul akar,
dan pengumpul minyak untuk mengidentifikasi rantai pasok
minyak akar wangi. Kuesioner kedua dan ketiga diisi oleh pakar
yaitu penyuling, petani, pengumpul minyak, Pemda Kabupaten
Garut dan dosen IPB untuk menganalisis faktor internal dan
eksternal dan pemilihan alternatif strategi.
Kuesioner yang digunakan untuk mengidentifikasi rantai pasok
beisikan pertanyaan yang berkaitan dengan identitas pelaku
rantai pasok meliputi nama, umur, pendidikandan alamat, aspek
budidaya meliputi keikutsertaan dengan koperasi atau kelompok

24

tani, umur usaha, penggunaan pupuk, dan kepemilikan lahan,


aspek pasca panen meliputi, aspek penyulingan meliputi mesin
penyulingan yang digunakan, aspek pemasaran meliputi pola
penjualan akar wangi atau minyak akar wangi, aspek keuangan
meliputi semua biaya produksi, penyulingan dan harga jual dan
aspek kemitraan dalam rantai pasok.
Kuesioner yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor internal
dan eksternal berisikan pertanyaan untuk mengetahui mengetahui
bobot dan skor tiap faktor dengan cara membandingkan tingkat
kepentingan relatif masing-masing faktor internal yaitu kekuatan
dan kelemahan maupun faktor eksternal yaitu peluang dan
ancaman dengan menggunakan pairwise comparison.
Kuesioner yang digunakan untuk pemilihan alternatif strategi
rantai pasok berisi pertanyaan untuk mengetahui bobot relatif
masing-masing elemen dalam hiararki AHP yang telah disususn
sehingga dapat diketahui agregat bobot alternatif terhadap
Ultimate Goal melalui jaringan hirarki yang ada.
Tabel 2 menyajikan jenis, sumber dan metode pengumpulan data
berdasarkan tujuan penelitian.
Tabel 2. Jenis dan metode pengumpulan data berdasarkan tujuan
penelitian
No.

Tujuan
Penelitian

1.

Menganalisis
rantai
pasok
minyak
akar
wangi

2.

Menganalisis
faktor Internal
dan eksternal
rantai
pasok
minyak
akar
wangi.

3.

Menentukan
rumusan
strategi rantai
pasok minyak
akar wangi

Metode
pengumpulan
Sumber data
data
Data Primer Wawancara
Dinas perkebunan dan
dan sekunder
responden, studi Perindustrian, buku, jurnal,
pustaka
penelitian terdahulu, anggota
rantai pasok minyak akar
wangi
Data Primer Studi Pustaka, Penelitian terdahulu, petani
dan sekunder
wawancara
akar wangi, penyuling minyak
pakar
akar wangi, pengumpul
minyak akar wangi, akademisi
(dosen), Dinas Perkebunan
Garut dan Dinas Perindustrian
Garut
Primer
Wawancara
Petani akar wangi, penyuling
pakar
minyak akar wangi,
pengumpul minyak akar
wangi, akademisi (dosen),
Dinas Perkebunan Garut dan
Dinas Perindustrian Garut
Jenis data

25

3.5. Teknik Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel untuk mengidentifikasi rantai pasok minyak
akar wangi dilakukan dengan non probabilitas sampling dan
probabilitas sampling. Non probabilitas sampling adalah teknik
pengambilan sampel dimana setiap elemen populasi tidak mempunyai
kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel, namun menetapkan
kriteria tartentu yang menjadi syarat anggota populasi tersebut
menjadi sampel. Kriteria tersebut yaitu mereka harus berprofesi
sebagai petani akar wangi, penyuling minyak akar wangi, pengumpul
minyak akar wangi dan pengumpul minyak akar wangi. Probability
sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan
kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi.
Pengambilan sampel dengan non probabilitas sampling dilakukan
melalui dua cara yaitu snowball sampling dan purposive sampling.
Snowball

sampling

yaitu

mewawancarai

responden

yang

berjumlahnya sedikit, kemudian mewawancarai responden lainnya


berdasarkan rekomendasi atau informasi dari responden awal, terusmenerus sehingga jumlahnya bertambah banyak hingga informasi
yang diperoleh dirasa cukup. Snowball sampling digunakan untuk
mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam menganalisis rantai
pasok minyak akar wangi.
Pengambilan sampel untuk dijadikan sebagai pakar untuk
mengisi kuesioner analisis faktor internal dan eksternal dan kuesioner
AHP dilakukan dengan purposive sampling. Purposive sampling
adalah cara pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan, yaitu sampel ini memahami keadaan
rantai pasok minyak akar wangi dengan baik. Sampel yang di ambil
berasal dari tiga elemen yaitu akademisi (dosen), pemerintah daerah
(Dinas Perkebunan Kabupaten Garut dan Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Garut) dan pelaku usaha
minyak akar wangi (petani, penyuling dan pengumpul minyak akar
wangi).

26

Terdapat tujuh orang pakar yang mengisi kuisisoner analisi IFE


EFE dan AHP yaitu petani, penyuling, pengumpul minyak, Pemda
Kabupaten Garut (Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Koperasi) dan akademisi (dosen IPB). Responden
yang mengisi kuesioner untuk mengidentifiasi rantai pasok minyak
akar wangi disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Sebaran Responden Identifikasi Rantai Pasok Minyak Akar Wangi
Pekerjaan/Kecamatan
Petani Akar Wangi
Penyuling
Pengumpul
Akar
Wangi
Pengumpul Minyak
Akar Wangi
Total

Samarang
8
5
-

Bayongbong
7
4
2

Cilawu
7
2
-

Leles
2
1
-

Jumlah
24
12
2

15

14

Probabilitas sampling dilakukan secara stratified random


sampling yaitu metode pemilihan sampel dengan cara membagi
populasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen yang disebut
strata, dan kemudian sampel diambil secara acak dari tiap strata
tersebut, dalam penelitian ini strata tersebut adalah wilayah kecamatan
yaitu Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, dan Leles.
3.6. Pengolahan dan Analisis
Pengolahan dan analisis data yang dipergunakan dalam penelitian
ini dianalisis secara deskriptif dan kualitatif. Analisa deskriptif
digunakan untuk mengidentifikasi sistem rantai pasok minyak akar
wangi. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui faktor internal
dan eksternal yang dominan mempengaruhi industri minyak akar
wangi serta pembobotan untuk memilih alternatif strategi rantai pasok
minyak akar wangi.
Penjelasan metodemetode tersebut adalah sebagai berikut :
1. Analisis Deskriptif
Analisis ini merupakan metode statistik yang bertujuan untuk
mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang

27

diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa


menarik kesimpulan yang berlaku secara umum.
Data yang telah terkumpul dianalisis untuk mengetahui keadaan
industri minyak akar wangi, mengidentifikasi rantai pasok minyak
akar wangi, mengidentifikasi aktifitas yang dilakukan tiap pelaku
dalam sistem rantai pasok minyak akar wangi. Data disajikan dalam
bentuk chart.
2. Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (IFE EFE)
a.

Analisis Eksternal (Matriks Evaluasi Faktor Eksternal)


Analisis eksternal yang mempengaruhi kinerja rantai pasok

minyak akar wangi dilakukan dengan melakukan analisis terhadap


faktor politik, ekonomi, sosial, dan teknologi serta digunakan pula
model lima kekuatan Porter untuk menganalisis kondisi persaingan
dalam

industri

yang

sejenis.

Hal

ini

bertujuan

untuk

mengidentifikasi peluang dan ancaman bagi rantai pasok serta


untuk melihat kemampuan rantai pasok dalam menghadapi
perubahan lingkungan eksternalnya. Hasil dari analisis eksternal
tersebut kemudian dituangkan ke dalam bentuk matriks yaitu
matriks EFE, seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Tabel Model matriks EFE
Critical Success Factors
Peluang
( Opportunities )
1.
2.
Ancaman
( Threats )
Total

Bobot

Rating

Skor

Sumber : David ( 2003 )


Tahapan membuat matriks EFE adalah sebagai berikut :
1. Membuat daftar critical success factors (faktor faktor
utama yang mempunyai dampak penting pada kesuksesan
atau kegagalan usaha) untuk aspek eksternal yang
mencakup peluang (opportunities) dan ancaman (threats)

28

2. Menentukan bobot (weight) dari critical success factors.


Penentuan bobot dilakukan melalui pairwise comparison
dengan skala Saaty 1 hingga 9. Bobot menunjukkan
kepentingan relatif dari faktor tersebut agar berhasil dalam
indusri tersebut. Jumlah seluruh bobot yang diberikan
pada faktor harus sama dengan 1,0.
3. Memberikan peringkat antara 1 sampai 4 pada setiap
faktor eksternal utama untuk menunjukkan seberapa
efektif kinerja rantai pasok saat ini dalam merespon faktor
tersebut dimana skala yang digunakan adalah :
4 = responnya sangat bagus
3 = responnya diatas rata rata
2 = responnya rata rata
1 = respon dibawah rata rata
4. Mengalikan bobot setiap faktor dengan pringkatnya untuk
menentukan skor bobot
5. Menjumlahkan skor rata rata untuk setiap variabel guna
menentukan skor bobot total.
b. Analisis Internal ( Matriks Evaluasi Faktor Internal )
Analisis Internal industri minyak akar wangi dilakukan dengan
menganalisis faktor internal industri minyak akar wangi yang
mencakup kondisi keuangan, kegiatan operasional, pemasaran, dan
sumber daya manusia dalam sistem rantai pasok. Hal tersebut
dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan industri
minyak akar wangi. Hasil dari analisis internal tersebut kemudian
dituangkan ke dalam bentuk matriks yaitu matriks IFE seperti yang
terlihat pada Tabel 5.

29

Tabel 5. Tabel model matriks IFE


Critical Success Factors
Kekuatan
(Strengths)
1.
2.
Kelemahan
( Weaknesses )
1.
2.
Total

Bobot

Rating

Skor

Sumber : David ( 2009 )


Tahapan membuat matriks IFE adalah sebagai berikut :
1. Membuat daftar critical success factors (faktorfaktor
utama yang mempunyai dampak penting pada kesuksesan
atau kegagalan) untuk aspek eksternal yang mencakup
perihal kekuatan (strength ) dan kelemahan (weakness)
2. Menentukan bobot (weight) dari critical success factors.
Penentuan bobot dilakukan melalui pairwise comparison
dengan skala Saaty 1 hingga 9. Bobot menunjukkan
kepentingan relatif dari faktor tersebut agar berhasil dalam
indusri tersebut. Jumlah seluruh bobot yang diberikan
pada faktor harus sama dengan 1,0
3. Memberikan peringkat antara 1 sampai 4 pada setiap
faktor internal utama untuk menunjukkan seberapa efektif
kinerja rantai pasok saat ini dalam merespon faktor
tersebut dimana skala yang digunakan adalah :
4= responnya sangat bagus
3 = responnya diatas rata rata
2= responnya rata rata
1 = respon dibawah rata rata
Untuk kelemahan harus diwakili oleh skor 1 atau 2, dan
untuk kekuatan harus diwakili skor 3 atau 4.
4. Kalikan bobot setiap faktor dengan pringkatnya untuk
menentukan skor bobot

30

5. Jumlahkan skor ratarata untuk setiap variabel guna


menentukan skor bobot total untuk setiap organisasi.
3. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Oppurtunities, Threats)
Rangkuti (1997) menerangkan bahwa analisis SWOT adalah
identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan
strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity),
namun

secara

bersamaan

dapat

meminimalkan

kelemahan

(weakness) dan ancaman (threat). Proses pengambilan keputusan


strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan,
strategi, dan kebijaksanaan perusahaan. Dengan demikian perencana
strategis harus menganalisis faktorfaktor strategis perusahaan
dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis
situasi.
SWOT

menggambarkan

empat

kuadran.

Kuadran

menggambarkan organisasi memiliki peluang dan kekuatan sehingga


dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus
diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan
pertumbuhan yang agresif.
Kuadran 2 menggambarkan dimana organisasi masih memiliki
kekuatan dari segi internal meskipun menghadapi berbagai ancaman.
Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi
diversifikasi,
Kuadran 3 menggambarkan organisasi menghadapi peluang
pasar yang sangat besar, tapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa
kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah
meminimalkan masalah masalah internal perusahaan sehingga
dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran 4 merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan
organisasi tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan
internal. Ke empat kuadran tersebut digambarkan pada Tabel 6.

31

Tabel 6. Tabel Model SWOT


Kekuatan ( Strengths )
1.
2.

Internal
Eksternal
Peluang (Opportunities)
1.
2.
Ancaman (Threats)
1.
2.

Kelemahan (Weaknesses)
1.
2.

Strategi S-O

Strategi W-O

Strategi S-T

Strategi W- T

Sumber: Rangkuti (1997)


Alternatif strategi diperoleh melalui matriks SWOT maka
seanjutnya dilakuakan pembobotan untuk memilih strategi mana
yang akan diterapkan.
4. Analitical Hierarchy Process
Berikut

ini

adalah

langkah-langkah

pemilihan

strategi

menggunakan AHP:
1. Mendefinisikan

persoalan

dan

merinci

pemecahan

yang

diinginkan.
Hal pertama yang harus dilakukan yaitu mengidentifikasikan
persoalan dengan melakukan analisa atau pemahaman yang
mendalam

terhadap

persoalan.

Proses

selanjutnya

adalah

pengidentifikasian dan pemilihan elemen-elemen yang akan masuk


komponen sistem seperti focus, forces, actors, objectives, dan
scenario dalam struktur AHP nantinya. Dalam AHP sendiri tidak
terdapat prosedur yang pasti untuk mengidentifikasi komponenkomponen
diidentifikasi

sistem.

Komponen-komponen

berdasarkan

kemampuan

pada

sistem

dapat

analisa

untuk

menemukan unsur yang dapat dilibatkan dalam suatu sistem.


2. Membuat struktur hirarki sudut pandang manajerial secara
menyeluruh.
Hirarki merupakan suatu abstraksi struktur suatu sistem yang
mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya
terhadap sistem. Struktur hirarki disusun berdasarkan jenis
keputusan yang akan diambil berdasarkan sudut pandang dari

32

tingkat puncak sampai ke tingkat dimana dimungkinkan campur


tangan untuk memecahkan persoalan tersebut.
3. Menyusun matriks perbandingan berpasangan
Matriks perbandingan berpasangan berfungsi untuk mengetahui
kontribusi dan pengaruh setiap elemen yang relevan atas setiap
kriteria yang berpengaruh yang berada setingkat di atasnya. Pada
matriks ini, pasangan-pasangan elemen dibandingkan berkenaan
suatu kriteria di tingkat yang lebih tinggi. Dalam membandingkan
dua elemen, biasanya memberi suatu pertimbangan yang
menunjukkan dominasi sebagai bilangan bulat. Matriks ini
memiliki satu tempat untuk memasukkan bilangan itu dan satu
tempat lain untuk memasukkan nilai resiprokalnya. Tabel 7.
menyajikan nilai skala banding berpasangan.
Tabel 7. Nilai skala banding berpasangan
Intensitas
pentingnya
1
3
5
7

2, 4, 6, 8
Kebalikan

Definisi
Kedua elemen sama
pentingnya
Elemen yang satu sedikit
lebih penting daripada
elemen yang lainnya
Elemen yang satu sangat
penting daripada elemen
yang lainnya
Satu elemen jelas lebih
penting daripada elemen
yang lainnya
Satu elemen mutlak lebih
penting daripada elemen
yang lainnya

Penjelasan
Dua elemen menyumbang sama
besar pada sifat itu.
Pengalaman dan pertimbangan
sedikit menyokong satu elemen
atas elemen yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan
dengan kuat menyokong satu
elemen atas elemenyang lainnya
Bukti yang menyokong elemen
yang satu atas yang lainnya
memiliki tingkat penegasan yang
tertinggi yang mungkin
menguatkan
Bukti yang menyokong elemen
yang satu atas yang lainnya
memiliki tingkat penegasan yang
tertinggi yang mungkin
menguatkan
Kompromi diperhatikan diantara
dua pertimbangan

Nilai-nilai diantara dua


pertimbangan yang
berdekatan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan
aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan
dengan i

Sumber: Saaty, 1991


4. Mendapatkan semua pertimbangan yang diperlukan untuk
mengembangkan perangkat matriks dilangkah tiga.

33

Setelah matriks banding berpasangan antar elemen dibuat,


dilakukan penilaian antar setiap elemen pada kolom ke-i dengan
setiap elemen pada baris ke-j. Penilaian antar elemen tersebut
dilakukan dengan pertanyaan seberapa kuat elemen baris ke-i
didominasi atau dipengaruhi, dipenuhi, diuntungkan oleh fokus di
puncak hirarki, dibandingkan dengan kolom ke-j. Untuk mengisi
matriks banding berpasangan, digunakan skala banding yang
tertera pada Tabel 7. Angka-angka yang tertera menggambarkan
relatif pentingnya suatu elemen dibandingkan dengan elemen
lainnya sehubungan dengan sifat kriteria tertentu. Pengisian
matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dari
kiri ke kanan bawah.
5. Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang
diagonal utama. Angka 1 sampai 9 digunakan apabila Fi lebih
mendominasi atau mempengaruhi sifat fokus puncak hirarki (x)
dibandingkan dengan Fj, namun bila Fi kurang mendominasi atau
kurang mempengaruhi sifat X dibandingkan Fj, maka digunakan
angka kebalikannya. Matriks di bawah garis diagonal utama diisi
dengan nilai-nilai kebalikannya. Contoh, bila elemen F24 memiliki
nilai 7, maka elemen F42 adalah 1/7.
6. Melaksanakan langkah 3, 4 dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan
dalam hirarki tersebut. Perbandingan dilanjutkan untuk semua
elemen pada setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hirarki,
berkenaan

dengan

kriteria

elemen

di

atasnya.

Matriks

perbandingan dalam AHP dibedakan menjadi dua yaitu: Matriks


Pendapat Individu (MPI) dan Matriks Pendapat Gabungan (MPG).
a.

Matriks Pendapat Individu (MPI)


MPI adalah matriks hasil perbandingan yang dilakukan
individu. MPI memiliki elemen yang disimbolkan dengan aij ,
yaitu elemen matriks pada baris kolom ke-i dan kolom ke-j.
MPI dapat dilihat pada Tabel 8.

34

Tabel 8. Matriks pendapat individu


X

A1

A2

A3

An

A1

a11

a12

a13

a1n

A2

a21

a22

a23

a2n

A3

a31

a32

a33

a3n

An

an1

an2

an3

ann

b. Matriks Pendapat Gabungan (MPG)


MPG adalah susunan matriks baru yang elemen (gij) berasal
dari rata-rata geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio
inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10 persen dan
setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang
satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik.
Tabel 9. Matriks pendapat gabungan
X

G1

G2

G3

Gn

G1

g11

g12

g13

g1n

G2

g21

g22

g23

g2n

G3

g31

g32

g33

g3n

Gn

gn1

gn2

gn3

gnn

Rumus rataan geometrik adalah sebagai berikut:


Gij=

dengan :

( )..........................................................(1)

= jumlah responden (pakar)

aij(k)

= sel penilaian setiap pakar

c. Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan


vektor-vektor prioritas itu dengan bobot kriteria-kriteria dan
menjumlahkan

semua

nilai

prioritas

terbobot

yang

bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah


berikutnya dan seterusnya. Adapun vektor prioritas dapat
dihitung dengan rumus :
VP (vektor Prioritas) =

dimana: VE (Vector Eigen) =

.(2)

....(3)

35

dengan :
aij = elemen MPI pada baris ke-i dan kolom ke-j
n = jumlah elemen yang diperbandingkan
d. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki
Pengukuran konsistensi ini diperlukan untuk mengetahui
konsistensi jawaban yang berpengaruh terhadap kesahihan
hasil. Langkah yang digunakan yaitu dengan mengalikan setiap
indeks konsistensi dengan prioritas kriteria bersangkutan dan
menjumlahkan

hasil kalinya.

Hasil

ini dibagi dengan

pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak,


yang sesuai dengan dimensi matriks. Dengan cara yang sama
setiap indeks konsistensi acak juga dibobot berdasarkan
prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan.
Rumus untuk perhitungan konsistensi adalah sebagai berikut :

CI (Indeks Konsistensi)
CI=

.....(4)

dengan : CI

max

= Indeks Konsistensi
= eigen value maksimum
= jumlah elemen yang dibandingkan

dimana:
max=

.....(5)

VB(Nilai Eigen) =

VA (Vektor Antara) = aij X VP .......(7)

......(6)

Lebih lanjut ingin diketahui apakah CI dengan besaran cukup


baik atau tidak, maka perlu diketahui rasio konsistensinya
(CR) yaitu:

CR (Rasio Konsistensi)
CR=

.................(8)

Rasio yang dianggap baik yaitu apabila CR0,1. RI adalah


indeks acak yang dikeluarkan oleh Oak Ridge Laboratory, dari

36

matriks berorde 1 -15 dengan menggunakan sampel berukuran


100.
Tabel 10. Indeks acak
N

RI

0,00

0,00

0,58

0,90

1,12

1,24

1,32

10

11

12

13

14

RI

1,41

1,45

1,49

1,51

1,48

1,56

1,57

Sumber : Fewidarto (1996)


e.

Merevisi judgement
Menurut Fewidarto (1996), apabila index konsistensi cukup
tinggi dapat dilakukan revisi judgement yaitu dengan mencari
deviasi maksimal RMS (Root Mean Square) dari barisan aij
dan merevisi judgement pada baris yang mempunyai nilai
terbesar.
Maxi

.(9)

Dari hasil perhitungan rumus di atas, dipilih elemen matriks


yang memiliki selisih absolut terbesar dengan perbandingan
bobotnya dan elemen aij tersebut diganti dengan wi/wj.
Penggunaan revisi judgement ini sangat terbatas, mengingat
akan terjadinya distorsi pada jawaban sebenarnya.
Hasil penilaian struktur oleh pakar akan diolah dengan metode
AHP untuk diketahui pembobotan pada setiap elemen
hirarkinya. Hasil dari pengolahan tersebut adalah konsistensi
dari jawaban responden dengan batas inkonsitensi ditetapkan
10 persen. Apabila ada penilaian pakar yang tidak konsisten
maka harus direvisi dengan mencari deviasi RMS (Root Mean
Square). Setelah Matriks Pendapat Individu (MPI) dinyatakan
konsisten, akan dilakukan penggabungan matriks yang
kemudian diukur kembali dengan pengolahan horisontal dan
vertikal sesuai dengan mekanisme AHP.

37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bab ini akan dibahas mengenai karakteristik tanaman akar wangi,
keadaan usaha akar wangi di Indonesia, keadaan rantai pasok minyak akar wangi,
analisis faktor internal dan eksternal usaha minyak akar wangi, perumusan dan
rumusan strategi rantai pasok minyak akar wangi.
4.1. Karakteristik Tanaman Akar Wangi
Akar wangi (Vetiveria zizanoides Stapt) termasuk famili Gramine
atau rumput-rumputan. Memiliki bau yang sangat wangi, tumbuh merumpun
lebat, akar tinggal bercabang banyak berwarna merah tua. Tangkai daun
tersembul dari akar tinggal sampai mencapai 200 cm. Daun akar wangi
berwarna kelabu, tampak kaku, panjangnya mencapai 100 cm dan tidak
mengandung
berwarna

minyak.

hijau

atau

memperbanyak
memisahkan
memecah

Bunganya
ungu.

dengan
anak

akar

Cara
biji,

rumpun

atau

yang

telah

tinggal

bertunas (Mulyati dkk, 2009).


Gambar 4. Tanaman akar wangi
Tanaman akar wangi dapat ditanam dengan sistem monokultur
maupun tumpang sari. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada tanah yang
memiliki ketinggian antara 500-1500 m diatas permukaan laut. Curah hujan
yang cocok berkisar antara 1500-2500 mm setiap tahun, dengan suhu
lingkungan 17-270C, dan derajat keasaman tanah (pH) sekitar 6-7. Tanaman
ini cocok tumbuh di tanah berpasir (antsol) atau tanah abu vulkanik yang
berada di lereng-lereng bukit. Pada jenis tanah tersebut akar akan menjadi
panjang juga lebat, selain itu akar akan mudah dicabut tanpa ada yang
tertinggal. Sebaliknya pada tanah yang padat dan berat akan mengakibatkan
akar sulit dicabut dengan sempurna dan rendemen yang dihasilkan akan
rendah. Tanaman akar wangi dapat ditanam sepanjang tahun, namun waktu
terbaik adalah musim penghujan.

38

4.2. Industri Akar Wangi Kabupaten Garut


Minyak akar wangi dari Indonesia telah dikenal di pasar dunia dengan
nama Java vetiver oil. Minyak akar wangi indonesia memiliki potensi untuk
dikembangkan karena memiliki banyak faktor penunjang. Faktor penunjang
tersebut diantaranya adalah tanah dan iklim Indonesia yang cocok untuk
pengembangan akar wangi, ketersediaan areal potensial, terbukanya peluang
pasar lokal dan pasar ekspor, serta didukung oleh lembaga penelitian yang
menyiapkan teknologi untuk peningkatan produktivitas, pengolahan hasil dan
peningkatan mutu. Faktor-faktor penunjang ini menjadikan industri minyak
akar wangi sangat prospektif untuk dikembangkan agar mampu menembus
pangsa pasar domestik maupun luar negeri.
Minyak akar wangi merupakan bahan baku kosmetik, pewangi sabun,
pembuatan parfum, dan obat-obatan. Tanaman akar wangi (vetiveria
zizaniodes) berasal dari India, Birma, dan Srilangka. Tetapi tidak diketahui
secara pasti sejak kapan tanaman akar wangi dibudidayakan di Indonesia.
Sentra produksi bahan baku akar wangi di Indonesia tersaji pada Tabel 11.
Tabel 11. Sentra produksi akar wangi di Indonesia
No
1
2
3

Propinsi
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jumlah

Jumlah Kabupaten
1
2
3
6

Luas (Ha)
2500
29
11
2540

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan dalam Mulyati dkk (2009)


Tiga provinsi yang menjadi sentra produksi akar wangi di Indonesia.
Sentra produksi yang berada di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta kurang
mengalami perkembangan. Budidaya akar wangi di Jawa Tengah dan DI
Yogyakarta tidak difokuskan untuk menghasilkan minyak akar wangi, namun
difokuskan untuk bahan kerajinan, sedangkan akar wangi di Jawa Barat
difokuskan sebagai penghasil minyak akar wangi. Jawa Barat merupakan
daerah penghasil akar wangi dengan luas lahan terluas di Indonesia yaitu
2400 Ha, sentra produksi akar wangi di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten
Garut.
Keputusan Bupati Kabupaten Garut Nomor : 520/SK. 196-HUK/96
tanggal 6 Agustus 1996 menetapkan luas areal perkebunan akar wangi dan

39

pengembangannya oleh masyarakat yaitu seluas 2.400 Ha. Namun, pada


kenyataannya saat ini hanya 2.318 Ha areal perkebunana akar wangi yang
tersebar di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Samarang seluas 1.141 Ha,
Kecamatan Bayongbong seluas 112 Ha, Kecamatan Cilawu seluas 240 Ha,
dan Kecamatan Leles seluas 750 Ha. Dalam setahun tercatat 2.318 Ha luas
garapan perkebunan akar wangi yang memproduksi minyak sebanyak 75 ton,
dengan rincian pada tabel 12:
Tabel 12. Luas lahan dan produksi akar wangi di Kabupaten Garut
Kecamatan
Cilawu
Bayongbong
Samarang
Pasirwangi
Leles
Jumlah

Luas (Ha)
240
112
1.141
75
750
2.318

Produksi (Ton)
8,0
3,7
37,4
2,5
23,4
75,0

Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Garut dalam Mulyati dkk (2009)


Berdasarkan data Dinas Perkebunan Kabupaten Garut (2010),
kegiatan pengembangan akar wangi melibatkan 1.203 orang sebagai pemilik
(Kepala Keluarga) dan 52.717 orang tenaga kerja. Mereka tergabung dalam
33 kelompok tani. Terdapat 9 kelompok tani di Kecamatan Samarang, 12
kelompok tani di Leles, 10 kelompok tani di Cilawu dan 2 kelompok tani di
Bayongbong. Jumlah pengolah atau penyuling sebanyak 30 unit usaha yang
tersebar di Kecamatan Samarang dan Pasirwangi (11 unit usaha), Leles (12
unit usaha), Bayongbong (5 unit usaha), dan Cilawu (2 unit usaha).
Jepang, Singapura, Inggris, Amerika Serikat, Swiss, Italia, Jerman,
Hongkong, dan India merupakan pasar luar negeri yang menyerap produk
minyak akar wangi dari Garut (Mulyati dkk., 2009). Peluang ekspor untuk
pemasaran minyak akar wangi juga masih cukup terbuka khususnya ekspor
untuk kawasan Asia Selatan dan Asia Timur, Eropa Timur dan Amerika
Selatan. Saat ini hanya negara Tahitti dan Borbon juga sebagai pesaing utama
minyak akar wangi Indonesia, yang mengembangkan jenis komoditas yang
sama. Hasil produksi minyak akar wangi asal Kabupaten Garut termasuk
mendominasi di pasar dunia tetapi produksinya masih sangat terbatas baik
dalam teknologi maupun permodalannya. Pada tahun terakhir nilai penjualan
ekspor komoditas minyak akar wangi adalah sebesar 25.750 kg senilai

40

1.416.250,00 US$. Volume nilai ekspor dan kapasitas produksi minyak akar
wangi tidak berubah secara signifikan dari tahun sebelumnya.
Tabel 13. Volume dan nilai ekspor minyak akar wangi tahun 2009-2010
2009
Komoditas

Minyak Akar
Wangi

Volume

23.510

Kg

2010
Nilai
(US$)
1.364.587

Volume

25.750

Nilai (US$)

Kg

1.416.250

Negara Tujuan
Jepang, Singapura,
Inggris, USA,
Swiss, Italia,
Jerman, Hongkong,
India

Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Perkoperasian Kabupaten


Garut, 2011
4.3. Identifikasi Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi
Rantai pasokan terdiri dari rangkaian kegiatan produktif yang
terhubung antara aktifitas nilai yang satu dengan yang lain membentuk rantai
nilai industri. Anggota utama rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari
petani akar wangi sebagai pemasok bahan baku, pengumpul akar wangi,
penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan eksporti minyak
akar wangi. Setiap anggota rantai pasokan melakukan aktivitas yang
berhubungan dengan kegiatan operasional untuk menghasilkan minyak akar
wangi. Rantai pasokan minyak akar wangi disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Rantai pasok minyak akar wangi di Indonesia


Petani sebagai mata rantai di bagian hulu melakukan kegiatan
budidaya tanaman akar wangi, mulai dari penggarapan tanah, penanaman,
pemupukan, penyiangan hingga pemanenan. Pengumpul akar wangi
melakukan kegiatan penampungan dan pengumpulan akar, biasanya para

41

pengumpul akar memiliki tempat penyulingan masing-masing. Namun, ada


juga yang hanya melakukan pengumpulan akar saja. Penyuling melakukan
kegiatan penyulingan. Pengumpul minyak akar wangi mengumpulkan minyak
akar wangi untuk di salurkan kepada eksportir.
Petani terkadang menjual hasil panennya berupa akar kepada
pengumpul akar. Ada pula yang melakukan penyulingan sendiri dengan cara
menyewa alat penyuling yang dimiliki oleh penyuling (biasanya alat suling
yang disewa adalah alat suling milik kelompok tani atau koperasi) kemudian
menjual sendiri minyak hasil proses penyulingan langsung kepada
pengumpul minyak.
Pengumpul akar biasanya membeli akar melalui sistem ijon, yaitu
menentukan harga tertentu untuk sekian hektar lahan sebelum lahan tersebut
dipanen. Kemudian setelah itu mereka akan mengumpulkan akar hasil panen
tersebut ke tempat penyulingan baik milik sendiri maupun penyulingan milik
orang lain.
Terdapat tiga aliran yang harus dikelola dalam suatu rantai pasokan.
Pertama, aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir
(downstream). Kedua, aliran uang (finansial) yang mengalir dari hilir ke hulu.
Ketiga, aliran informasi yang bisa mengalir dari hulu ke hilir atau sebaliknya.
Pola aliran dalam rantai pasokan minyak akar wangi disajikan Gambar 6.
2
3

3
2

Gambar 6. Pola Aliran rantai pasokan minyak akar wangi

42

Aliran barang dalam rantai pasokan minyak akar wangi dimulai dari
petani sebagai penghasil bahan baku minyak akar wangi. Hasil panen dari
petani akan dibeli oleh pengumpul atau penyuling akar wangi. Pengumpul
akar wangi menjual akar wangi ke penyuling. Harga akar wangi dari petani
berkisar antara Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per Kg. Harga akar wangi
dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas akar wangi. Ketika panen raya dan
musim hujan harga akar wangi di tingkat petani cenderung turun. Hal ini
terjadi karena pada saat panen raya terjadi, penawaran bahan baku minyak
akar wangi akan meningkat pesat sehingga menurunkan tingkat harga.
Ditambah lagi kondisi musim hujan yang membuat kandungan air dalam akar
menjadi tinggi, sehingga akar menjadi lebih berat dan menurunkan kuantitas
rendemen hasil penyulingan. Kedua faktor ini mengakibatkan bahan baku
dibeli dengan harga di bawah harga standar yaitu hingga mencapai Rp 1.200
per kg.
Mekanisme pembelian akar wangi dilakukan dengan cara, antara lain
(1) petani langsung mengantarkan akar wangi ke pengumpul atau penyuling,
(2) pengumpul atau penyuling langsung membeli akar wangi yang masih
berada di lahan (sistem ijon). Alat transportasi yang digunakan oleh petani
untuk mengantarkan akar wangi kepada penyuling adalah dengan
menggunakan truk.
Akar wangi yang telah didapat dari petani kamudian disuling oleh
penyuling atau pengumpul yang memiliki alat penyulingan. Minyak akar
wangi hasil penyulingan kemudian dijual ke pengumpul minyak akar wangi
atau eksportir yang berada di luar wilayah Kabupaten Garut. Eksportir
minyak akar wangi paling banyak berada di wilayah Bogor dan Jakarta.
Minyak akar wangi diekspor ke beberapa negara yaitu Jepang, Singapura,
Inggris, Amerika Serikat, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, dan India. Harga
beli minyak akar wangi oleh pengumpul atau eksportir berkisar

antara

Rp 1.000.000 sampai Rp 1.400.000 bergantung pada kualitas yang dihasilkan.


Semakin baik kualitas minyak akar wangi, maka semakin mahal harga
minyak akar wangi tersebut.

43

Petani terkadang menjual langsung akar wangi hasil panen kepada


pengumpul akar atau penyuling, biasanya petani ini menjual akar hasil panen
meraka kepada pihak yang memberi mereka pinjaman modal. Beberapa
petani yang lain tidak mau menjual dalam bentuk akar, petani jenis ini
menyewa peyulingan untuk menyuling hasil panen mereka kemudian menjual
sendiri minyak hasil penyulingan tersebut kepada pengumpul minyak akar
wangi.
Aliran finansial pada rantai pasokan minyak akar wangi terjadi dari
konsumen, pengekspor minyak akar wangi, pengumpul minyak atau langsung
ke penyuling, pengumpul akar wangi atau langsung ke petani dan petani akar
wangi. Mekanisme pembayaran minyak akar wangi dari konsumen luar
negeri kepada eksportir adalah dengan pembayaran tunai. Sistem pembayaran
penyuling atau pengumpul minyak akar wangi juga dilakukan dengan sistem
pembayaran tunai setelah minyak dikirim.
Beberapa pengumpul ada yang melakukan sistem kontrak kepada para
petani. Sistem kontrak yang dimaksud adalah sebuah sistem dimana
konsumen tetap luar negeri akan mengirim uang untuk para pengumpul
minyak tertentu, bahkan sebelum minyaknya dikirim. Hal ini dilakukan agar
pengumpul dapat membeli minyak akar wangi tanpa hambatan keuangan.
Sebagai gantinya pengumpul harus mampu memenuhi sejumlah pesanan yang
diinginkan oleh konsumen dari luar negeri dalam jangka waktu tertentu. Para
pengumpul jenis ini biasanya telah memiliki pembeli tetap dari luar negeri
seperti dari Jerman dan Prancis.
Salah satu cara agar pengumpul mampu memenuhi permintaan
konsumen tetap luar negeri mereka yaitu dengan memberikan pinjaman
modal kepada petani, penyuling bahkan kepada pengumpul akar. Ada pula
mekanisme di mana penyuling atau pengumpul akar mendapat pinjaman dari
pengumpul minyak, kemudian penyuling dan pengumpul menggunakan dana
tersebut untuk dipinjamkan lagi ke pihak petani yang tidak memiliki modal.
Pinjaman ini diberikan sebagai pengikat agar petani, pengumpul dan
penyuling yang telah dipinjami modal usaha tidak menjual minyak akar
wangi mereka kepada pengumpul lain. Hal ini dilakukan untuk memenuhi

44

jumlah permintaan pembeli luar negeri tersebut. Namun terkadang dalam


sistem ini (sistem kontrak), harga minyak akar wangi biasanya dibeli dengan
harga dibawah harga pasar. Secara tidak langsung sistem yang terjadi antara
anggota rantai pasok membentuk sistem kerjasama inti-plasma. Pengumpul
minyak akar wangi merupakan inti sedangkan petani merupakan plasma.
Penyuling akar wangi dan pengumpul akar wangi merupakan perpanjangan
tangan dari pengumpul minyak akar wangi. Gambar 7 menyajikan
mekanisme kerjasama inti plasma.

Gambar 7. Sistem kerjasama inti plasma


Aliran informasi terjadi pada konsumen, pengekspor minyak akar
wangi, pengumpul minyak akar wangi atau langsung ke penyuling akar
wangi, pengumpul akar wangi atau langsung ke petani, dan petani akar wangi
atau sebaliknya. Informasi dari konsumen ke pengekspor berhubungan
dengan harga bahan baku, harga bahan bakar, status pengiriman, berapa
pesanan minyak akar wangi yang harus dikirim ke konsumen, tanggal
pengiriman dan tanggal minyak akar wangi sampai di konsumen dan
informasi lainnya yang berguna untuk perkembangan industri minyak akar
wangi.
Komunikasi antara pengekspor dengan penyuling menggunakan
telepon untuk menentukan harga dan tanggal pengiriman minyak akar wangi.
Komunikasi antara penyuling dengan petani akar wangi adalah untuk
mengetahui harga akar wangi, tanggal panen, dan kapasitas pengiriman akar
wangi kepada penyuling. Komunikasi antara anggota rantai pasok terjadi

45

melalui interaksi bisnis dan kegiatan koperasi atau kelompok tani sep
seperti
rapat bulanan Koperasi dan rapat akhir tahun koperasi.
4.3.1
.1 Aktivitas Petani Akar Wangi
Petani akar wangi di Kabupaten Garut tersebar di lima
kecamatan, yaitu di Kecamatan Bayongbong, Samarang, Cilawu, Leles,
dan Pasir Wangi. Sebesar 72 persen petani telah tergabung dalam
kelompok tani. Sebesar 50 persen dari 72 persen petani yang tergabung
dalam kelompok tani, mengkuti bentuk kelompok tani yang tidak
berbadan hukum dan 50 persen lainnya tergabung dengan kelompok
tani yang berbadan
badan hukum. Kelompok tani berbadan hukum terdiri dari
12 persen yang berbentuk koperasi, dan 38 persen berbentuk CV.
Alasan utama kenapa petani mau bergabung dengan kelompok tani
adalah mendapatkan bantuan modal dari ketua kelompok tani tersebut.
Gambar 8 menyajikan
men
jenis kelompok tani yang terdapat di Kabupaten
Garut.
tidak berbadan
hukum
50%

cv
38%

koperasi
12%

Gambar 8. Jenis kelompok tani di Kabupaten Garut


arut
Kelompok
elompok Tani Sinar Wangi adalah kelompok tani yang
memiliki jumlah anggota tani paling banyak yaitu 200 anggota. Satu
kelompok tani diketuai oleh seorang penyuling yang berperan sebagai
pemberi modal dan pembina teknik budidaya bagi anggotanya. Anggota

46

kelompok tani menyediakan sarana produksi tanaman seperti pupuk,


bibit, dan tenaga kerja. Kesepakatan umum antara petani dan penyuling
adalah petani harus menjual hasilnya kepada pemberi modal
(penyuling). Namun,
N
ada beberapa penyuling yang memberi kebebasan
kepada anggotanya untuk menjual hasil panen kepada penyuling atau
pengumpul akar wangi lain, asalkan petani dapat membayar pinjaman
modal yang diberikan. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar petani
akarr wangi di Kabupaten Garut merupakan petani dengan modal
terbatas.
Pertanian akar wangi di Garut dimulai pada tahun 1918
1918.
Mayoritas petani akar wangi telah memulai usahanya sejak sepuluh
sampai dua puluh tahun yang lalu,
lalu, yaitu sebesar empat puluh persen. Ini
menunjukan bahwa usaha akar wangi ini cukup menjanjikan dan
mampu menghidupi petani sehingga tidak sedikit yang masih bertahan
menjalankan usaha ini.
ini Gambar 9 menyajikan sebaran lama usaha
budidaya akar wangi.
30-40 tahun
30
12%

>40 tahun
4%

<10 tahun
12%

20-30 tahun
32%

10--20 tahun
40%

Gambar 9. Umur usaha akar wangi


Kebanyakan
ebanyakan petani akar wangi di Kabupaten Garut merupakan
petani dengan lahan yang terbatas yaitu lima sampai sepuluh hektar
hektar.
Hal ini manunjukan bahwa modal yang dimiliki petanai akar wangi
masih rendah, dengan lahan yang sedikit sulit untuk meningkatkan
produktivitas.
oduktivitas. Para petani tidak meminjam modal kepada lembaga

47

keuangan

seperti
se

bank

karena

mekanismenya

yang

dianggap

memberatkan dan berbelit-belit.


Budidaya
pencangkulan,

akar

wangi

penanaman,

dimulai

penyiangan,

dengan
pemberian

pembibitan,
pupuk

dan

pemanenan.. Bibit akar wangi diperoleh dengan cara memisahkan daun


dan akar.. Setelah
S
itu diambil bonggol
ggol akarnya untuk ditanam.
Permasalahan yang muncul adalah cuaca yang tidak menentu yang
mengakibatkan rendemen berkurang adalah curah hujan yang tinggi dan
hama. Hama tidak menyerang seluruh area lahan tanam, tetapi hanya
menyerang lahan-lahan
lahan
tertentu. Gambar 10 menunjukan sebaran
kepemilikan lahan budidaya tanaman akar wangi.
>10%
24%

<5 ha
36%

5-10
10 ha
40%

Gambar 10.
10 Kepemilikan lahan budidaya tanaman akar
kar wangi
Budidaya tanaman akar wangi yang diterapkan para petani
biasanya dilakukan
dilaku
dengan sistem monokultur dan tumpang sari.
Sebagian besar petani (84%) melakukan sistem budidaya tumpang sari
dengan tanaman hortikultura seperti kol, tomat, kentang, kubis, cabai,
dan singkong. Umur panen akar wangi adalah satu tahun, sehingga
untuk memenuhi kebutuhan harian petani,
petani mereka melakukan pola
tumpang sari, selain itu tidak ada penurunan kualitas akar wangi
walaupun lahan ditanami lebih dari satu jenis tanaman.

48

Jumlah petani yang tidak melakukan pemupukan sebesar 12


persen. Hal tersebut terjadi karena tidak sesuainya harga beli dan biaya
operasional yang dikeluarkan. Pada sistem tanam monokultur, petani
berpendapat jika tanaman akar wangi akan lebih bagus jika tidak diberi
pupuk. Untuk sistem tanam tumpang sari pemupukan diutamakan untuk
tanaman tumpangnya daripada tanaman akar wangi. Petani lain
menggunakan pupuk organik dan anorganik. Jenis pupuk anorganik
yang digunakan adalah ZA, TSP, NPK, KCL, kecuali pupuk UREA.
Sedangkan pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang.
Petani menjual akar wangi langsung kepada penyuling atau
kepada pengumpul akar wangi yang berada di daerah sekitarnya. Ada
pula petani yang berperan sebagia penyuling. Petani penyuling ini akan
melakukan kegiatan penyulingan akar wangi yang telah dipanennya
sendiri. Petani umumnya menyuling akar wangi di tempat penyulingan
milik penyuling dengan ketentuan bahwa produk yang dihasilkan dijual
ke pemilik alat suling. Selain itu, ada pula petani yang melakukan
penyulingan dengan sistem sewa alat suling dan menyuling akar
wanginya di tempat penyulingan milik penyuling, Namun, minyak akar
wangi yang dihasilkannya tidak dijual kepada pemilik alat penyulingan
melainkan langsung dijual ke pengumpul besar.
Pemasaran akar wangi tidak mempunyai kendala yang
signifikan. Semua hasil panen pasti terserap pasar. Hal tersebut terjadi
karena permintaan minyak akar wangi lebih besar dari pada hasil
produksinya. Harga akar untuk wangi basah berkisar antara Rp 1200
Rp 3000 per kilogram. Pada praktiknya semua akar wangi dijual dalam
keadaan basah. Harga akar wangi cenderung menurun akibat cuaca saat
ini yang tidak menentu sehingga kualitas tidak sebagus musim
kemarau. Sebagian besar petani menjual akar wangi dengan harga Rp
2.000 per kilogram.
Modal petani dalam usaha budidaya akar wangi ini kebanyakan
adalah modal sendiri atau mendapat modal pinjaman dari saudara. Bagi
petani yang tergabung dalam kelompok tani biasanya mendapat

49

pinjaman modal dari ketua kelompoknya. Investasi dalam budidaya


akar wangi per hektar selama satu periode penanaman kurang dari Rp
25.000.000. Kendala modal sering dihadapi oleh petani karena lamanya
masa tanam, sehingga terkadang petani menjual akar wangi dengan
sistem ijon saat tanaman masih berumur delapan bulan dan siap dipanen
setelah berumur 12 bulan. Sebagian besar petani tidak memanfaatkan
fasilitas kredit lembaga keuangan karena persyaratan yang dirasa terlalu
memberatkan dan berbelit-belit. Oleh karena itu diharapkan peran
pemerintah dalam bantuan permodalan atau meringankan persyaratan
pinjaman bagi lembaga keuangan.
4.3.2 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi
Pengumpul akar wangi membeli akar wangi langsung dari
petani setelah panen atau membeli dengan sistem ijon saat akar wangi
masih di lahan. Pengumpul akan menjual akar wangi kepada penyuling
atau pengumpul lain yang melakukan penyulingan. Pengumpul
biasanya mendapat modal dari penyuling untuk mencari akar wangi.
Para pengumpul terkadang mencari akar wangi sampai ke luar wilayah
untuk memenuhi kekurangan pasokan akar wangi. Pengumpul akar
wangi terkadang juga melakukan penyulingan sendiri dengan menyewa
alat suling kepada penyuling dan membayarnya dengan minyak akar
wangi.
Pengumpul akar wangi dalam sehari mampu mengumpulkan 4-5
ton akar wangi dengan harga berkisar antara Rp 2.000 - Rp 3.000 per
kilogram. Sistem pemesanan dilakukan secara langsung dengan
mekanisme bayar cash and carry. Jumlah pengumpul tidak banyak
untuk setiap wilayah, hanya ada satu atau dua pengumpul dalam satu
wilayah desa atau kecamatan. Pengumpul bekerja sendiri karena tidak
adanya kelompok pengumpul dan cenderung bersaing antar pengumpul.
Kendala yang dialami pengumpul adalah ketersediaan akar wangi yang
tidak konsisten dan mutu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

50

4.3.3 Aktivitas Penyuling Akar Wangi


Penyuling akar wangi tersebar di empat kecamatan yaitu
Samarang, Bayongbong, Cilawu, dan Leles. Sebanyak 75 persen
penyuling bergabung dalam Koperasi Usaha Rakyat (USAR) yang
diketuai oleh Bapak H.Ede Kadarusman, koperasi ini baru berdiri tahun
2010. Sebagian besar penyuling (58%) bertindak sebagai petani yang
disebut juga petani-penyuling. Penyuling yang tidak menanam akar
wangi memenuhi kebutuhan akar wangi dengan membeli langsung dari
petani/kelompok tani dan pengumpul akar wangi. Rata-rata penyuling
diberi pinjaman modal oleh eksportir atau pengumpul minyak dengan
syarat mereka harus membayar pinjaman modal tersebut dengan
minyak. Pengiriman minyak dilakukan setelah minyak terkumpul
selama 10 hari dengan jumlah rata-rata sebanyak 40 kg. Namun, pada
musim kemarau penyuling dapat memproduksi minyak lebih banyak
dengan jumlah 50 kg selama satu minggu.
Produk minyak akar wangi yang diperdagangkan berupa
minyak akar wangi kasar. Penyulingan dilakukan dengan menggunakan
ketel stainless steel dengan sistem kukus (46%). Penyulingan yang
menggunakan sistem boiler atau sistem uap terpisah sebesar 45 persen.
Penyuling yang masih menggunakan sistem rebus yaitu sebesar 9
persen. Bahan bakar yang digunakan saat ini didominasi oleh minyak
solar dan oli bekas. Namun masih ada juga yang menggunakan kayu
bakar. Gambar 11. menyajikan alat penyuling yang digunakan
penyuling.

51

uap langsung,
45%

rebus, 9%

kukus, 46%

Gambar 11. Sebaran jenis alat penyulingan yang digunakan


igunakan
Pemakaian solar lebih ramah lingkungan namun lebih mahal
jika dibandingkan dengan oli bekas. Harga solar yaitu Rp 4.500
500 per liter
sedangan harga oli bekas Rp 22.500 per liter. Kenaikan harga minyak
tanah membuat
uat biaya operasional meningkat.
meningkat Selain
elain itu kelangkaan
bahan bakar memperburuk kondisi penyulingan. Banyak usaha
penyulingan yang tidak berproduksi karena harga jual minyak tidak
mencukupi biaya operasional. Hal tersebut juga berdampak pada hasil
panen akar wangi yang tidak diolah, sehingga membuat para petani
membakar hasil panen mereka. Ketentuan mengenai harga jual BBM
industri kecil yang diberlakukan tidak sama dengan harga jual ke
industri besar
esar, akan
kan tetapi untuk kasus di kabupaten Garut ketentuan
tersebut tidak dilaksanakan, dan penyuling diharuskan membeli BBM
dengan harga industri.
Mutu minyak akar wangi ditentukan oleh suhu dan tekanan yang
digunakan dalam proses penyulingan
penyulingan.. Pada sistem kukus, para
penyuling menaikkan tekanan pada 5 bar yang sebelumnya dijaga pada
3 bar dengan suhu sekitar 140C-160C.
140C 160C. Hal tersebut mampu
menghemat waktu sekitar 5 jam. Apabila menggunakan
menggunakan sistem uap
terpisah atau boiler,, suhu dijaga pada 120C dengan tekanan 2-3
2 bar
selama 20 jam. Tekanan yang rendah membuat mutu minyak lebih
bagus dibanding tekanan tinggi yang dapat membuat minyak gosong.

52

Penyuling membutuhkan waktu 12 jam dalam satu kali proses


penyulingan yaitu 10 jam untuk pengukusan dan 2 jam untuk
memasukkan dan membongkar akar wangi dalam tungku. Sehingga alat
suling hanya mampu melakukan penyulingan maksimal sebanyak dua
kali sehari. Kapasitas tungku per penyulingan sebesar 1,2-2 ton. Minyak
akar wangi yang dihasilkan sebesar 4-8 kg per satu suling dengan
catatan kondisi akar wangi yang digunakan tersebut bagus. Saat ini
rendemen rata-rata yang dihasilkan adalah 0,4-0,5 persen. Hasil minyak
akar wangi kemudian dijual ke pengumpul minyak akar wangi atau
langsung dijual ke eksportir.
Permasalahan yang sering dihadapi oleh penyuling adalah
ketersediaan bahan baku yang tidak konsisten, mutu bahan baku,
penggunaan peralatan yang belum terstandar, rendahnya kualitas bahan
bakar, pola pikir yang tidak mementingkan mutu. Peralatan yang belum
terstandar, sepeti alat pemisah air dan minyak yang masih sederhana,
sehingga menurunkan mutu dan menurunkan jumlah rendemen akibat
tingginya penyusutan. Kualitas bahan bakar juga menjadi permasalahan
yang mempengaruhi mutu, terutama ketika pembakaran dilakukan
dengan menggunakan oli bekas karena terlalu banyak bahan campuran
lain pada oli bekas sehingga proses pembakaran tidak optimal.
Salah satu bentuk pola pikir yang belum berorientasi pada mutu
adalah tidak diterapkannya proses penyulingan berdasarkan ketentuan
yang baku (good manufacturing process). Pencucian akar wangi hanya
dilakukan apabila musim hujan dan terdapat banyak tanah yang
menempel. Penjemuran hanya dilakukan pada pagi hari dan tidak ada
proses perajangan. Semua itu dilakukan untuk mempercepat proses
produksi dan menghemat biaya operasional. Pemisahan air dan minyak
menggunakan kertas saring yang tidak tembus air. Sehingga ketika
disaring air akan berada di atas dan minyak mengalir ke dalam wadah
penampungan. Hal ini mencerminkan kesadaran dan kemauan yang
rendah untuk memproses dengan ketentuan yang baku membuat mutu
dan rendemen minyak tidak optimal dan tidak sesuai standar.

53

Perbandingan mutu hasil penyulingan rakyat dibandingkan dengan


beberapa standar mutu nasional dan internasional dapat dilihat pada
Tabel 14.
Tabel 14. Perbandingan mutu minyak akar wangi penyulingan rakyat
dengan standar mutu Nasional dan Internasional
Parameter

Penyulingan
Rakyat

Warna

Coklat tua/gelap

Bobot
Jenis
20/20C
Indeks Bias pada
20C
Bilangan asam
Kelarutan dalam
etanol 80% pada
20C
Bilangan ester
Vetiverol
total
(asetilasi)
Kadar vetiverol

Standar Mutu
Reunion
Coklat-merah
kecoklatan

Haiti
Coklat-merah
kecoklatan

0.9882-0.9870

Indonesia
Kuning
mudacoklat
kemerahan
0.980-1.003

0.9900-1.1015

0.9860-0.9980

1.5178-15221

1.520-1.530

1.5220-1.5300

1.521-1.526

26.82-51.17
1:1

10-35
1:1

Maks 35
Maks 1 : 2

Maks 14
Maks 1 : 2

3.17-17.82
-

5-26
Min 50

5-16
-

5-16
-

4.44-6.31

Sumber : Tutuarima (2009)


Kasus penjualan produk minyak akar wangi mempunyai
beberapa keragaman. Penyuling dengan modal besar dapat menjual
minyak akar wangi kepada pengumpul atau eksportir yang memberi
harga yang lebih menguntungkan. Hal tersebut tidak berlaku bagi
sebagian besar penyuling yang kesulitan modal. Mereka bergantung
pada pinjaman modal dari pengumpul atau eksportir sehingga harus
mengembalikan pinjaman modal tersebut dengan minyak yang mereka
hasilkan. Dalam perdagangan minyak akar wangi di Garut terdapat
kasus yaitu adanya satu pengumpul minyak yang dominan sehingga
hampir seluruh penyuling memiliki hubungan keterkaitan dengan
pengumpul minyak tersebut. Konsekuensi dari kondisi tersebut adalah
harga beli minyak akar wangi relatif lebih murah dari harga yang
berlaku.
4.3.4 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi
Pengumpul minyak di daerah Garut tidak banyak, salah satu dari
mereka merupakan perwakilan eksportir dari PT. Djasula Wangi

54

Jakarta. Saat panen raya pengumpul minyak mampu mengumpulkan


100 kg 400 kg minyak akar wangi dalam satu minggu, sedangkan saat
musim paceklik hanya mampu mengumpulkan 200 kg dalam waktu 10
hari. Minyak yang telah terkumpul langsung dikirim ke eksportir yang
berada di luar wilayah Garut yaitu Jakarta dan Bogor. Harga ekspor
minyak tidak diketahui secara pasti oleh para pengumpul, mereka hanya
menerima harga yang sudah ditetapkan eksportir. Risiko yang dihadapi
oleh pengumpul minyak sangatlah tinggi apabila mutu minyak tidak
sesuai dengan standar yang ditentukan oleh eksportir. Jika mutu tidak
sesuai standar, maka minyak tidak akan diterima oleh eksportir. Oleh
karena itu, dibutuhkan pengalaman untuk mengetahui mutu minyak
akar wangi sebelum diuji di laboratorium milik eksportir.
4.4. Analisis Faktor Internal dan Eksternal
Penilaian faktor internal dan eksternal dilakukan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh dan respon industri minyak akar wangi terhadap faktor
internal dan eksternal tersebut. Penilaian faktor internal dan eksternal
dilakukan dengan menggunakan analisis Internal Faktor Evaluation (IFE)
dan Eksternal Faktor Evaluation (EFE).
Penilaian faktor internal digunakan untuk mengetahui pengaruh dari
faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh industri
minyak akar wangi terhadap keberlangsungan industri minyak akar wangi.
Penilaian faktor eksternal dilakukan untuk mengetahui bagaimana respon
industri minyak akar wangi terhadap faktor eksternal industri minyak akar
wangi yaitu peluang dan ancaman.
Setelah mengetahui pengaruh dan respon dari industri minyak akar
wangi terhadap faktor internal dan eksternal tersebut penyusunan alternatif
strategi dapat dilakukan dengan lebih baik dan tetap sasaran. Berdasarkan
analisis faktor internal dan eksternal ini maka alternatif strategi yang
dihasilkan akan sesuai dengan keadaan internal dan eksternal industri minyak
akar wangi sehingga diharapkan dapat menghasilkan alternatif-alternatif
strategi rantai pasok yang efektif dan efisien yang mampu meningkatkan daya
saing minyak akar wangi dan membangun sistem rantai pasok yang

55

berkesinambungan. Hasil analisis Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE)


ditunjukan dengan Tabel 15.
Tabel 15. Matriks IFE
Faktor Internal Industri Minyak Akar Wangi
No
1
2
3
4
5

No.
1

2.

3
4

5
6
7
8
9

Kekuatan
Indonesia merupakan pemasok utama dalam
perdagangan minyak akar wangi dunia.
Minyak akar wangi Indonesia sudah dikenal di
pasar dunia karena aromanya yang khas atau sudah
memiliki brand image "java vetiver oil".
Potensi wilayah penanaman masih cukup luas
Adanya industri yang sudah mampu memproduksi
produk turunan minyak akar wangi dengan niai
tambah yang lebih tinggi.
Kesadaran dan tekad bersama para pemangku
kepentingan untuk memajukan dan meningkatkan
daya saing produk minyak akar wangi.
Kelemahan
Sistem produksi belum rapi dimana integrasi
seluruh elemen belum terjadi secara optimal.
Kontinuitas rendah dan margin keuntungan belum
terbagi secara merata. Kegiatan produksi masih
belum berorientasi pada mutu. Selain itu belum
ada nilai tambah karena hanya mampu
menghasilkan minyak akar wangi kasar.
Kepemilikan lahan usaha tani yang masih kecil
sehingga tidak memungkinkan menjalankan skala
usaha yang mampu menghasilkan produktivitas
dan efisiensi yang memadai
Usaha budidaya yang sebagian besar merupakan
usaha sampingan, lokasi yang sangat tersebar dan
dengan skala usaha yang yang relative kecil
Terjadi degradasi kualitas tanah, serta penurunan
areal penanaman karena masalah ketidaksesuaian
biaya budidaya dan biaya pasca panen dengan
harga jual termal.
Alat penyulingan sederhana
Sebagian besar petani, penyuling maupun
pedagang memiliki modal kerja yang sangat
terbatas.
Pada aspek pasar, pola pemasaran dicirikan oleh
rantai pemasaran yang relatif cukup panjang.
Tidak adanya insentif harga yang memadai
terhadap mutu produk yang lebih baik, sehingga
menghambat peningkatan mutu.
Fungsi supporting institution yang belum optimal

Bobot

Rating

Skor
Bobot x
Rating

0,233

3,40

0,794

0,227

3,40

0,772

0,279

3,28

0,917

0,057

2,63

0,150

0,204

3,53

0,718

Bobot

Rating

Skor
Bobot x
Rating

0,289

1,036

0,300

0,070

1,509

0,105

0,080

1,260

0,101

0,036

1,630

0,059

0,109

1,264

0,138

0,185

1,148

0,213

0,087

1,136

0,099

0,049

1,381

0,068

0,093

1,262

0,118

Dari Tabel 15. dapat diketahui bahwa kekuatan utama industri minyak
akar wangi adalah potensi wilayah penanaman yang cukup luas dengan skor

56

0.917. Kelemahan utama industri minyak akar wangi yaitu sistem produksi
belum rapi dimana integrasi seluruh elemen belum terjadi secara optimal,
kontinuitas rendah dan margin keuntungan belum terbagi secara merata.
Kegiatan produksi masih belum berorientasi pada mutu. Selain itu belum ada
nilai tambah karena hanya mampu menghasilkan minyak akar wangi kasar
(0,300). Sehingga hendaklah stakeholder yang ada mampu memanfaatkan
potensi wilayah penanaman ini dengan maksimal dan mengintergrasikan
kegiatan produksi agar mampu meningkatkan kualitas dan kualitas minyak
akar wangi.
Tabel 16. menunjukan analisis faktor eksternal melalui matriks
Eksternal Faktor Evaluation (EFE).
Tabel 16. Matriks EFE
Faktor Eksternal Industri Minyak Akar Wangi
No.
1
2

3
4
No.
1
2

3
4
5
6

Peluang
Permintan akan minyak akar wangi yang lebih
besar dari pasokan
Tumbuhnya industri pangan, kosmetik dan lainlain yang menggunakan produk minyak akar
wangi dan turunannya yang selama ini masih di
impor.
Kemampuan sumber daya manusia dan IPTEK
untuk menghasilkan produk minyak akar wangi
dengan nilai tambah yang lebih tinggi.
Dukungan pemerintah dalam memajukan dan
meningkatkan daya saing minyak akar wangi
Indonesia.
Ancaman
Globalisasi perdagangan dunia, serta isu-isu non
tariff barier, seperti isu lingkungan.
Tumbuhnya negara pesaing yang mampu
memproduksi tanaman penghasil minyak akar
wangi dengan produktivitas, mutu dan efisiensi
yang lebih baik.
Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap valuta asing
Kesadaran sebagai eksportir yang tidak
profesional dalam melaksanakan usahanya
Program yang dilakukan oleh berbagai instansi
pemerintah dalam mengembangkan IKM minyak
akar wangi yang masih belum optimal
Munculnya produk substitusi sintetik

Bobot

Rating

Skor Bobot
x Rating

0,285

2,911

0,830

0,245

2,531

0,619

0,213

3,027

0,645

0,257

2,907

0,748

Bobot

Rating

Skor Bobot
x Rating

0,281

2,660

0,749

0,282

2,910

0,822

0,058

2,507

0,144

0,110

2,389

0,262

0,213

3,027

0,643

0,056

1,882

0,106

57

Dari Tabel 16. dapat diketahui bahwa peluang utama industri minyak
akar wangi adalah permintan akan minyak akar wangi yang lebih besar dari
pasokan dengan skor 0.830. Ancaman utama industri minyak akar wangi
adalah tumbuhnya negara pesaing yang mampu memproduksi tanaman
penghasil minyak akar wangi dengan produktivitas, mutu dan efisiensi yang
lebih baik dengan skor 0.822. Peluang dan ancaman ini menunjukan bahwa
ketika Indonesia mampu menghasilkan minyak dengan mutu yang diterima
pasar dunia, maka industri minyak akar wangi nasional akan berkembang
dengan baik, namun jika mutunya rendah, maka akan sulit bersaing dengan
negara-negara pesaing yang mampu menghasilkan minyak dengan mutu yang
lebih baik.
4.5. Pemilihan Faktor Internal dan Eksternal
Formulasi strategi dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT,
namun sebelum masuk pada tahap tersebut, faktor internal dan eksternal yang
ada dipilih lima skor teratas. Hal ini dilakukan untuk mempersempit
kemungkinan terbentuknya strategi yang tidak sesuai dengan keadaan internal
dan eksternal. Tabel 17 menunjukan faktor internal dan eksternal yang telah
dipilih dan kemudian dimasukan kedalam matriks SWOT.

58

Tabel 17. Faktor Internal dan Eksternal dengan Skor Tertinggi


No
1
2
3
4
5

No.
1

2
3
4
5

No.
1
2
3
4

No.
1
2
3
4
5

Kekuatan
Indonesia merupakan pemasok utama dalam perdagangan
minyak akar wangi dunia.
Minyak akar wangi Indonesia sudah dikenal di pasar dunia
karena aromanya yang khas atau sudah memiliki brand
image "java vetiver oil".
Potensi wilayah penanaman masih cukup luas
Adanya industri yang sudah mampu memproduksi produk
turunan minyak akar wangi dengan niai tambah yang lebih
tinggi.
Kesadaran dan tekad bersama para pemangku kepentingan
untuk memajukan dan meningkatkan daya saing produk
minyak akar wangi.
Kelemahan
Sistem produksi belum rapi dimana integrasi seluruh
elemen belum terjadi secara optimal. Kontinuitas rendah
dan margin keuntungan belum terbagi secara merata.
Kegiatan produksi masih belum berorientasi pada mutu.
Selain itu belum ada nilai tambah karena hanya mampu
menghasilkan minyak akar wangi kasar.
Alat penyulingan sederhana
Sebagian besar petani, penyuling maupun pedagang
memiliki modal kerja yang sangat terbatas.
Fungsi supporting institution yang belum optimal
Kepemilikan lahan usaha tani yang masih kecil sehingga
tidak memungkinkan menjalankan skala usaha yang
mampu menghasilkan produktivitas dan efisiensi yang
memadai
Peluang

Bobot

Rating

Skor Bobot
x Rating

0,233

3,40

0,794

0,227

3,40

0,772

0,279

3,28

0,917

0,057

2,63

0,150

0,204

3,53

0,718

Bobot

Rating

Skor Bobot
x Rating

0,289

1,036

0,300

0,109

1,264

0,138

0,185

1,148

0,213

0,093

1,262

0,118

0,070

1,509

0,105

Bobot

Rating

Skor Bobot
x Rating

Permintan akan minyak akar wangi yang lebih besar dari


pasokan
Kemampuan sumber daya manusia dan IPTEK untuk
menghasilkan produk minyak akar wangi dengan nilai
tambah yang lebih tinggi.
Dukungan pemerintah dalam memajukan dan
meningkatkan daya saing minyak akar wangi Indonesia.

0,285

2,911

0,830

0,213

3,027

0,645

0,257

2,907

0,748

Tumbuhnya industri pangan, kosmetik dan lain-lain


yang menggunakan produk minyak akar wangi dan
turunannya yang selama ini masih di impor.

0,245

2,531

0,619

Bobot

Rating

Skor Bobot
x Rating

0,281

2,660

0,749

0,282

2,910

0,822

0,213

3,027

0,643

0,058

2,507

0,144

0,110

2,389

0,262

Ancaman
Globalisasi perdagangan dunia, serta isu-asu non tariff
barier, seperti isu lingkungan.
Tumbuhnya negara pesaing yang mampu memproduksi
tanaman penghasil minyak akar wangi dengan
produktivitas, mutu dan efisiensi yang lebih baik.
Program yang dilakukan oleh berbagai instansi
pemerintah dalam mengembangkan IKM minyak akar
wangi yang masih belum optimal
Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap valuta asing
Kesadaran sebagai eksportir yang tidak profesional
dalam melaksanakan usahanya

59

4.6. Perumusan Alternatif Strategi


Tabel 18 menyajikan matriks SWOT yang digunakan.
Tabel 18. Matriks SWOT

MATRIKS
SWOT

Peluang (O)
1. Permintaan lebih besar dari pasokan
industri
yang
2. Tumbuhnya
membutuhkan pasokan minyak akar
wangi
3. Tersedianya SDM dan IPTEK untuk
mengembangkan industri minyak
akar wangi
4. Dukungan
pemerintah
untuk
mengembangkan industri minyak
akar wangi
Ancaman (T)
1. Globalisasi perdagangan dunia
2. Pertumbuhan negara pesaing
3. Fluktuasi nilai tukar rupiah
4. Eksportir yang tidak profesional
(moral hazard)
5. Program pemerintah belum optimal

Kekuatan (S)
1. Pemasok utama minyak akar wangi dunia
2. Minyak akar wangi Indonesia sudah
dikenal di dunia dengan nama java vetiver
oil
3. Potensi wilayah penanaman masih cukup
luas
4. Ada industri yang mampu memproduksi
produk turunan minyak akar wangi
5. Tekad bersama untuk meningkatkan daya
saing
Strategi S-O
1. Meningkatkan produktivitas minyak
akar wangi dengan peralatan dan
teknologi baru (S3-O1,O3)
2. Fasilitasi pemerintah (S5-O4)

Kelemahan (W)
1. Sistem produksi belum rapi dan
belum berorientasi pada mutu
2. Kepemilikan lahan terbatas, sulit
menigkatkan produktivitas
3. Alat penyulingan masih sederhana
4. Modal kerja terbatas
5. Fungsi supporting institution
(koperasi) belum optimal

Strategi S-T
Peningkatan kualitas SDM pada level
operasional (S1-T2,T4)

Strategi W-T
1. Peningkatan
kemitraan
diantara stakeholder (W5-T5)
2. Peningkatan
mutu minyak
akar wangi (W1-T1, T2)

Strategi W-O
Penguatan aspek finansial (W4O4)

Setelah dilakukan penilaian pengaruh dan respon industri minyak akar


wangi terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman industri minyak
akar wangi, langkah selanjutnya adalah tahap perumusan alternatif strategi
rantai pasok minyak akar wangi.
Kerangka kerja matriks SWOT berfungsi untuk memetakan berbagai
kemungkinan/alternatif strategi dengan membandingkan kekuatan dengan
peluang (S-O), kekuatan dengan ancaman (S-T), kelemahan dengan peluang
(W-T) serta kelemahan dengan ancaman (W-O), sehingga akan didapatkan
empat tipe strategi.
Berikut adalah rumusan alternatif strategi yang telah dibangkitkan dari
matriks SWOT.

60

1. Strategi S-O
Strategi S-O merupakan strategi yang menggunakan kekuatan industri
minyak akar wangi dengan memanfaatkan peluang yang ada. Strategi S-O
terdiri dari:
a) Strategi Meningkatkan Produktivitas Minyak Akar Wangi
dengan Peralatan dan Teknologi Baru
Strategi tersebut merupakan formulasi dari faktor kekuatan
yaitu potensi wilayah penanaman yang masih sangat luas dan
faktor peluang yaitu tersedianya SDM dan IPTEK untuk
mengembangkan industri minyak akar wangi. Kabupaten
Garut merupakan daerah dengan karakteristik yang sangat
cocok untuk melakukan budidaya akar wangi, dengan luas
total wilayah yang diizinkan untuk membudidayakan tanaman
akar wangi adalah seluas 2.400 Ha yang tersebar di empat
kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Cilawu, Leles, dan
Boyongbong. Dalam satu tahun tercatat 2.318 Ha luas lahan
mampu menghasilkan minyak akar wangi sebanyak 75 ton.
Lembaga penelitian seperti Badan Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat (Balitro) dan IPB melakukan penelitian
untuk meningkatkan produktivitas dan mutu minyak akar
wangi baik melalui aspek manajerial maupun aspek teknis
budidaya, pengolahan maupun teknologi.
Berdasarkan

faktor

tersebut maka

dirumuskan

strategi

meningkatkan produktivitas minyak akar wangi dengan


peralatan dan teknologi baru. Dengan demikian industri
minyak akar wangi akan mampu memanfaatkan SDM dan
IPTEK yang tersedia untuk meningkatkan produktivitas
minyak akar wangi. Pihak Pemerintah Daerah dapat menjalin
kerjasama dengan pihak Balitro maupun IPB untuk melakukan
penelitian-penelitan yang berkaitan dengan minyak akar wangi
terutama penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas produksi seperti penelitian untuk menemukan

61

bibit unggul yang mampu menghasilkan kuantitas maupun


kualitas minyak yang lebih baik dari bibit yang ada sekarang
ini, menemukan alat atau sistem yang mampu meningkatkan
kualitas dan kualitas rendemen minyak akar wangi selain itu
menyelenggarakan pendampingan maupun pelatihan budidaya
dan pengolahan akar wangi kepada seluruh anggota rantai
pasok minyak akar wangi.
b) Strategi Fasilitasi Pemerintah.
Strategi tersebut merupakan formulasi dari faktor kekuatan
yaitu tekad bersama untuk meningkatkan daya saing dan
peluang yaitu dukungan pemerintah untuk mengembangkan
industri minyak akar wangi. Adanya kesadaran dan tekad
bersama

dari

para

pemangku

kepentingan

untuk

mengembangkan dan meningkatkan daya saing minyak akar


wangi merupakan modal yang sangat berharga untuk
pengembangan industri minyak akar wangi, ditambah lagi
dengan dukungan penuh dari pemerintah yang membuat
kebijakan-kebijakan

untuk

mendukung

berkembangnya

industri minyak akar wangi.


Fasilitasi dari pemerintah dinilai sangat penting untuk
mempercepat berkembangnya industri minyak akar wangi di
Kabupaten Garut. Salah satu bentuk kongkrit dari fasilitasi
pemerintah

yaitu

dibuatnya

kebijakan-kebijakan

yang

mendorong berkembangnya industri akar wangi di Kabupaten


Garut

seperti

diperbolehkan

kebijakan

mengenai

untuk budidaya

akar

luas

lahan

yang

wangi, percepatan

birokrasi perizinan pendirian badan hukum kelompok tani,


perizinan penggunaan bahan bakar murah untuk proses
produksi,

insentif

investasi

bagi

para

investor

dan

penganggaran dana untuk kegiatan pengembangan industri


minyak akar wangi.

62

2. Strategi W-O
Strategi W-O adalah untuk mengatasi kelemahan industri minyak
akar wangi dengan memanfaatkan peluang yang dimiliki. Berikut
adalah strategi W-O yang berhasil dipetakan dari matriks SWOT:
penguatan aspek finansial.
Strategi ini merupakan formulasi dari modal kerja yang terbatas
dan dukungan pemerintah untuk mengembangkan industri minyak
akar wangi. Kebanyakan petani minyak akar wangi di Kabupaten
Garut merupakan petani miskin yang sulit mengembangkan
usahanya karena terbentur faktor modal. Banyak pihak yang sudah
menawarkan bantuan modal namun dirasakan kurang menarik
pihak petani karena mekanisme pengembalian yang rumit dan
persyaratan seperti sistem agunan dan jaminan yang dianggap
memberatkan.
Pemerintah diharapkan mampu melobi dan membuat kebijakan
sehingga membuat pihak investor maupun pihak bank tertarik
meminjamkan dana dengan mekanisme yang memudahkan dan
menarik petani untuk bergabung. Bentuk lain dari penguatan aspek
finansial adalah melakukan pelatihan manajemen keuangan bagi
para petani agar para petani mampu mengelola keuangan mereka
dengan baik sehingga dana yang dipinjamkan dapat digunakan
untuk mengembangkan usaha akar wangi mereka.
3. Strategi S-T
Strategi S-T merupakan strategi yang memanfaatkan kekuatan yang
dimiliki industri minyak akar wangi untuk menghindari ancaman
eksternal. Strategi S-T yang berhasil dipetakan dari matriks SWOT
adalah peningkatan kualitas SDM pada level operasional.
Strategi peningkatan kualitas SDM pada level operasional
merupakan formulasi dari kekuatan industri minyak akar wangi
yaitu merupakan salah satu pemasok utama minyak akar wangi
dunia, tumbuhnya negara pesaing

dan eksportir yang

tidak

profesional (moral hazard). SDM merupakan aset utama sebuah

63

perusahaan, begitu pula dalam industri minyak akar wangi, SDM


merupakan pelaku semua kegiatan industri minyak akar wangi.
SDM yang berkualitas akan menghasilkan output yang berkualitas
pula, begitu juga sebaliknya. Praktik moral hazard yang dilakukan
oleh eksportir maupun pengumpul minyak akar wangi yang
mencampur minyak akar wangi murni dengan bahan lain akan
merusak "nama baik" minyak akar wangi Indonesia di pasar
internasional. Praktik budidaya yang tidak mengikuti good
agricultural process (GAP) dan good manufactural process (GMP)
menunjukan masih rendahnya kesadaran pelaku rantai pasok akan
pentingnya mutu minyak akar wangi di pasar internasional. Bentuk
nyata dari strategi peningkatan kualitas SDM pada level
operasional adalah pelatihan berkesinambungan dan monitoring
bagi seluruh pelaku industri minyak akar wangi. Hal ini dilakukan
agar petani merasa diawasi sehingga menerapkan GAP dan GMP
dengan benar.
Good agricultural process (GAP) adalah serangkaian prosedur
budidaya tanaman minyak akar wangi yang baik dan benar
sehingga panen yang dihasilkan memiliki kualitas dan kuantitas
yang baik. Akar wangi tumbuh pada ketinggian 500 1.500 m dpl,
curah hujan 1.500 2.500 mm per tahun, suhu udara lingkungan 17
27o C . Membutuhkan sinar matahari yang cukup dan lahan
terbuka atau tidak terlindung oleh tanaman lain. Kondisi lahan
terbaik adalah tanah berpasir atau daerah aliran abu gunung berapi
pada lereng-lereng bukit karena akar tanaman akan mudah dicabut
pada saat panen sehingga akar tidak ada yang tertinggal. Bibit yang
ditanam (bonggolnya) adalah akar yang berasal dari tanaman yang
tidak berbunga dengan jarak tanaman antara 0,5m x 0,75m
sehingga untuk 1 Ha lahan diperlukan bibit sebanyak 10.000
rumpun.
Pada bulan pertama setelah penanaman, tanah di pupuk dengan
menggunakan pupuk kompos, kemudian pada bulan ke tiga

64

dilakukan penggemburan tanah dan pemupukan kembali. Pupuk


yang digunakan adalah jenis pupuk urea, TSP, dan ZA dengan
dosis masingmasing adalah 200 kg /Ha. Penyiangan dilakukan
minimal dua kali pada bulan ke lima dan ke delapan. Pemanenan
dapat dilakukan pada bulan ke dua belas setelah akar wangi benarbenar matang.
Good manufacturing process (GMP) adalah serangkaian prosedur
pengolahan akar wangi menjadi minyak akar wangi yang baik dan
benar sehingga dihasilkan minyak yang berkualitas. Untuk
memperoleh hasil minyak akar wangi dapat ditempuh dengan
melelui 3 (tiga) cara penyulingan (destilasi) yakni destilasi dengan
air, dengan uap langsung dan destilasi dengan air dan uap
(dikukus). Cara yang sering digunakan yaitu dengan destilasi uap
(dikukus). Kebutuhan air umpan ketel untuk awal operasi
dibutuhkan sebanyak 3,5 m3 yang secara langsung dimasukan
kedalam ketel untuk selanjutnya air umpan ketel akan ditambah
setiap 2 jam sekali sebanyak kurang lebih 0,4 m3 secara otomatis,
dimana tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan air ke ketel
diperoleh dari tekanan yang dihasilkan dari ketel. Akar yang akan
disuling terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran tanah yang
menempel pada akar dengan cara dikibaskan,pembersihan tersebut
biasanya di lakukan pada saat terjadi transaksi jual beli. Kemudian
akar tersebut dilakukan pembersihan ulang pada saat setiap kali
operasi.
Adapun tahapantahapan operasi dalam proses penyulingan adalah
sebagai berikut :
1. Masukan air umpan ketel kedalam ketel, tutup bagian tengah
ketel dengan flat besi yang berlubanglubang,tingginya 0,2 m
dari permukaan air dalam ketel ;
2. Nyalakan oven dengan laju aliran minyak tanah sebanyak
2528 liter/jam ;

65

3. Masukan bahan baku akar ke dalam ketel sampai penuh di atas


plat besi yang berlubang lubang
4. Tutup bagian atas ketel dengan tutup yang tersedia, tutup ketel
dilengkapi dengan pipa stainless steel 2 inci untuk mengelirkan
uap destilat ;
5. Uap destilat yang dihasilkan mengalir melalui pipa dan
didinginkan dalam bak pendingin, minyak akar wangi yang
dihasilkan ditampung didalam bak penampung ;
6. Empat (4) jam pertama tambahkan air umpan ketel melalui
sarana yang tersedia, alirkan air umpan ketel yang diperoleh
dari tekenan uap air yang dihasilkan pada ketel. Untuk
selanjutnya dilakukan setiap 2 jam sekali
7. Lamanya pengukusan antara 1215 jam dengan tekanan sekitar
5 bar. Minyak akar wangi yang dihasilkan antara 612 kg
untuk setiap 1.600 kg akar wangi.
4. Strategi W-T
Strategi W-T merupakan strategi yang dirumuskan berdasarkan
perbandingan kelemahan dan ancaman. Berikut adalah strategi
W-T yang berhasil dipetakan dari matriks SWOT:
a) Strategi Peningkatan Kemitraan Diantara Stakeholder.
Strategi tersebut merupakan formulasi dari faktor internal yaitu
Fungsi supporting institution (koperasi) belum optimal dan
faktor eksternal yaitu program pemerintah yang belum
terintegrasi dengan baik. Sistem rantai pasok minyak akar
wangi di Kabupaten Garut belum terintegrasi dengan baik, hal
ini terbukti dari adanya salah satu pelaku, eksportir, usaha
yang terlalu mendominasi rantai pasok dan mendapat share
yang terlalu tinggi dibanding palaku yang lain. Oleh karena itu
perlu

ditingkatkannya

kemitraan

diantara

stakeholder,

pemerintah dan pelaku usaha agar industri minyak akar wangi


bisa berkembang dan setiap pelaku usaha di dalam sitem rantai
pasok minyak akar wangi berkembang secara bersama-sama.

66

Bentuk kongkrit dari strategi ini adalah pelatihan dan


pembimbingan juga penyediaan sarana dan modal yang
diberikan tidak hanya dari pemerintah tapi juga oleh eksportir
maupun penyuling kepada petani sehingga petani bisa
menghasilkan produk dengan kualitas dan kuantitas yang lebih
baik sehingga terjadi hubungan yang saling menguntungkan
diantara seluruh pelaku rantai pasok dan pihak pemerintah.
b) Strategi Peningkatan Mutu Minyak Akar Wangi
Strategi tersebut merupakan formulasi dari faktor kelemahan
yaitu sistem produksi yang masih belum berorientasi kepada
mutu dan faktor eksternal yaitu globalisasi perdagangan dunia
dan munculnya negara pesaing. Mutu merupakan modal utama
minyak akar wangi suatu negara diterima pasar dunia, jika
mutu minyak akar wangi Indonesia rendah, maka harga jual
menjadi rendah, oleh karena itu mutu merupakan hal yang
mutlak harus diperhatikan. Tumbuhnya negara pesaing yang
mampu menghasilkan minyak akar wangi dengan kualitas
lebih baik dari Indonesia akan menjadi tandingan di pasar
internasional. Kegitan kongkrit dari strategi ini adalah
pelatihan dari pemerintah, lembaga riset dan perguruan tinggi
maupun kelompok

tani agar pola fikir petani berorientasi

mutu, tidak hanya berorientasi pada pengembalian modal saja.


4.7. Prioritas Strategi Pengembangan Minyak Akar Wangi
Pemilihan strategi merupakan tahap terakhir dari proses pengolahan
data dalam penelitian ini. Alat analisis yang digunakan untuk memilih strategi
dari beberapa alternatif strategi yang berhasil dibangkitkan yaitu dengan
menggunakan Analitycal Hierarchy Process (AHP). Penggunaan AHP
sebagai alat untuk pemilihan strategi karena AHP memiliki fleksibelitas yang
tinggi, kemampuan untuk mengakomodasi kompleksitas permasalahan yang
ada kedalam sebuah hierarki dan keandalannya mengakomodasi konflik
diantara para pakar yang memberikan pendapat.

67

Identifikasi untuk tiap masing-masing elemen dalam hierarki AHP


dilakukan oleh tujuh orang ahli. Tujuh orang ahli ini mewakili masing-masing
elemen yang terdapat dalam sistem rantai pasok minyak akar wangi meliputi
elemen pelaku usaha yaitu petani akar wangi, penyuling akar wangi dan
pengumpul minyak akar wangi. Elemen pemerintahan diwakili oleh Dinas
Perkebunan Kabupaten Garut dan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan
Koperasi. Elemen akademisi diwakili oleh dosen IPB.
4.7.1 Ultimate Goal (UG)
Ultimate goal dari struktur hierarki ini adalah "meningkatkan
daya saing minyak akar wangi melalui rantai pasokan yang
berkeseinambungan". Daya saing minyak akar wangi dan rantai pasok
yang berkesinambungan dianggap penting karena persaingan yang
terjadi bukan lagi persaingan pada tingkat lokal maupun nasional,
namun pada tingkat internasional sehingga dibutuhkan daya saing yang
tinggi dalam hal ini adalah kualitas yang baik dan kuantitas yang stabil
agar minyak akar wangi Indonesia bisa bertahan dalam persaingan
pasar internasional.
4.7.2 Faktor
Faktor-faktor utama yang berpengaruh signifikan dalam industri
minyak akar wangi adalah sebagai berukut:
a. Kualitas Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan motor dari kegiatan
produksi minyak akar wangi, karena SDM merupak penggerak
utama kegiatan produksi, sehingga untuk menghasilkan minyak akar
wangi yang memiliki kualitas dan kuantitas yang tinggi maka
kegiatan produksi harus dilakukan oleh SDM yang berkualitas.
b. Modal
Modal diperlukan untuk menjalankan kegiatan produksi
minyak akar wangi. Modal merupakan masalah yang sering muncul
ketika suatu usaha ingin berkembang, karena dibutuhkan sejumlah
modal untuk melakukan kegiatan investasi. Demikian pula dalam

68

usaha minyak akar wangi, modal merupakan hal yang sangat


dibutuhkan dalam kegiatan produksi, karena digunakan untuk
membiayai kegiatan operasional. Untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas, dibutuhkan modal yang tidak sedikit, karena alat
penyulingan yang mampu menghasilkan rendemen yang berkualitas
memiliki harga yang mahal.
c. Good agricultural and good manufacturing practice
Good agricultural processi (GAP) merupakan serangkaian
prosedur budidaya suatu komoditas dalam hal ini adalah akar wangi
yang sengaja disusun untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
hasil panen. Good manufacturing process (GMP) merupakan
serangkaian prosedur kegiatan pengolahan komoditas dalam hal ini
adalah akar wangi mentah menjadi lebih bernilai yang disusun untuk
meningkatkan nilai tambah dari komoditas yang diolah.
d. Potensi pasar
Potensi pasar merupakan kemampuan pasar untuk menyerap
minyak akar wangi yang dihasilkan oleh pengrajin minyak akar
wangi. Makin tinggi potensi pasar maka akan makin mendorong
berkembangnya industri minyak akar wangi, karena banyak petani
yang tertarik untuk bergabung membudidayakan akar wangi.
e. Kualitas dan ketersediaan bahan baku
kualitas dan ketersediaan bahan baku merupakan faktor
penting yang mempengaruhi keberlangsungan industri minyak akar
wangi. Ketersediaan bahan baku merupakan faktor yang penting bagi
para eksportir, ketersediaan bahan baku yang tinggi akan
meningkatkan kerjasama antara petani/penyuling dan pengumpul
minyak/eksportir.
4.7.3 Aktor
Aktor-aktor utama yang mempengaruhi industri minyak akar
wangi adalah sebagai berikut:
a. Pemerintah (Pemda)

69

b. Koperasi/asosiasi petani penyuling minyak akar wangi


c. Eksportir
d. Lembaga riset dan perguruan tinggi
e. Perbankan
4.7.4 Tujuan
Tujuan keberlangsungan industri minyak akar wangi adalah:
a. Keberlangsungan usaha
b. Pemerataan pendapat
c. Memenuhi permintaan ekspor
4.7.5 Alternatif Strategi
Alternatif strategi rantai pasok minyak akar wangi yang
diperoleh dari analisis SWOT adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan produktivitas akar wangi dengan peralatan dan
teknologi baru
b. Penguatan aspek finansial
c. Peningkatan mutu minyak akar wangi
d. Peningkatan Kualitas SDM
e. Peningkatan kemitraan diantara stakeholder
f. Fasilitasi pemerintah
Struktur hierarki AHP yang digunakan dapat dilihat pada
Gambar 11. dibawah ini.

70
Meningkatkan daya saing minyak
akar wangi melalui rantai pasokan
yang berkesinambungan

Ultimate Goal

Faktor

GoodAgricultural&Good
ManufacturingProcess
0,125

Modal

Kualitas SDM
0,341

0,138

Potensi Pasar
0,167

Ketersediaan dan
kualitas bahan
baku
0,229

Aktor

Keberlangsungan
Usaha
0,499

Tujuan

Alternatif
Strategi

Koperasi
/Asosiasi Petani
dan Penyuling
0.313

Pemerintah
0.236

Meningkatkan
produktivitas akar wangi
dengan peralatan dan
teknologi baru
0,123

Pemerataan
Pendapatan
0,222

Penguatan aspek
finansial
0,174

Eskportir
0,133

Peningkatan mutu
minyak akar wangi
0,285

Lembaga Riset
dan Perguruan
Tinggi
0,228

Perbankan
0,091

Memenuhi
Permintaan Ekspor
0,279

Peningkatan
kualitas SDM
0,189

Gambar 11. Struktur Hierarki AHP

Peningkatan
kemitraan diantara
stakeholder
0,138

Fasilitasi pemerintah
0,087

71

4.8. Analisis Hubungan Antar Elemen Hierarki.


a. Hubungan Faktor dan Ultimate Goal
Tabel 11. menunjukan hubungan antara faktor dan UG dalam struktur
hierarki AHP. Faktor yang paling dianggap penting terhadap
daya

saing

minyak

akar

wangi

melalui

rantai

peningkatan
pasokan

yang

berkeseinambungan adalah kualitas SDM dengan bobot 0,341. Hal ini karena
SDM merupakan motor sebuah organisasi, sehingga kualitasnya akan sangat
mempengaruhi output dari kegiatan produksi.
Tabel 19. Hubungan Faktor dan Ultimete Goal
Faktor/UG

Meningkatkan daya saing minyak akar wangi


melalui rantai pasokan yang
berkeseinambungan

Kualitas SDM

0,341

Ketersediaan dan
Kualitas bahan Baku

0,138

Potensi Pasar

0,125

Modal

0,167

GAP dan GMP

0,229

b. Hubungan Faktor dan Aktor


Tabel 20. menunjukan hubungan antara faktor dan aktor dalam
struktur hierarki. Aktor yang paling mempengaruhi Kualitas SDM adalah
lembaga riset dan perguruan tinggi dengan bobot 0,359. Hal ini terjadi karena
Lembaga riset dan perguruan tinggi merupakan institusi yang melakukan
penelitian dan penemuan metode-metode budidaya terbaru, sehingga dinilai
sangat mempengaruhi kualitas SDM pengrajin minyak akar wangi.
Aktor yang paling mempengaruhi faktor modal adalah perbankan
dengan bobot 0,334. Perbankan dianggap sebagai investor yang mampu
membantu penguatan finansial di kalangan pengrajin minyak akar wangi.
Aktor yang paling mempengaruhi good agricultural and good manufacturing
process adalah lembaga riset dan perguruan tinggi dengan bobot 0,375.
Lembaga riset dan perguruan tinggi dianggap sebagai institusi yang paling
mengerti teknologi dan prosedur budidaya dan pengolahan terbaik sehingga
dianggap paling mempengaruhi good agricultural and good manufacturing
process.

72

Aktor yang paling mempengaruhi faktor potensi pasar adalah eksportir


dengan bobot 0,359. Eksportir merupakan penghubung utama produsen minyak
akar wangi dalam negeri kepada konsumen internasional, sehingga dianggap
sebagai aktor yang paling mempengaruhi potensi pasar. Aktor yang
mempengaruhi

faktor

ketersediaan

dan

kualitas bahan

baku

adalah

koperasi/asosiasi petani dan penyuling dengan bobot 0,514. Ketersediaan dan


kualitas bahan baku dianggap paling dipengaruhi oleh koperasi/asosiasi petani
penyuling karena koperasi/asosiasi merupakan wadah yang paling dekat
kepada pengrajin minyak akar wangi, dan kebanyakan berfungsi sebagai
pengumpul akar maupun minyak akar wangi untuk disalurkan kepada
pengumpul minyak maupun eksportir.
Tabel 20. Hubungan faktor dan aktor
Aktor/Faktor
Pemerintah
Koperasi/Asosiasi
Petani Penyuling
Eksportir
Lembaga Riset dan
Perguruan Tinggi
Perbankan

Kualitas
SDM

Modal

GAP dan
GMP

Potensi Pasar

0,234

0,265

0,205

0,265

Ketersediaan
dan Kualitas
bahan baku
0,215

0,269

0,260

0,268

0,202

0,514

0,087

0,097

0,095

0,359

0,079

0,359

0,044

0,372

0,114

0,146

0,050

0,334

0,059

0,060

0,045

c. Hubungan Aktor dan Tujuan


Tabel 21. menunjukan hubungan antara aktor dan tujuan dalam
hierarki. Bagi aktor pemerintah, koperasi/asosiasi petani penyuling, lembaga
riset dan perguruan tinggi dan perbankan. Tujuan yang paling dianggap penting
adalah keberlangsungan usaha dengan bobot berturut-turut 0,597, 0,433, 0,502
dan 0,661. Eksportir menganggap memenuhi permintaan ekspor merupakan
tujuan yang paling dianggap penting dengan bobot 0,388.
Tabel 21. Hubungan aktor dan tujuan
Tujuan/Aktor
Keberlangsungan
Usaha
Pemerataan
Pendapatan
Memenuhi
Permintaan Ekspor

Lembaga
Riset dan
Perguruan
Tinggi

Pemerintah

Koperasi/Asosiasi
Petani Penyuling

Eksportir

0,597

0,433

0,363

0,502

0,661

0,196

0,280

0,249

0,157

0,212

0,207

0,287

0,388

0,341

0,126

Perbankan

73

d. Hubungan Tujuan dan Alternatif Strategi


Tabel 22. menunjukan hubungan antara tujuan dan alternatif strategi
dalam struktur hierarki AHP. Alternatif peningkatan kualitas SDM dianggap
paling penting untuk mencapai tujuan keberlangsungan usaha yaitu dengan
bobot 0,223. Alternatif peningkatan mutu minyak akar wangi dianggap paling
penting untuk mencapai tujuan pemerataan pendapatan dan memenuhi
permintaan ekspor dengan bobot berturut-turut sebesar 0,282 dan 0, 408.
Tabel 22. Hubungan tujuan dan alternatif strategi
Alternatif

Keberlangsungan

Pemerataan

Memenuhi

Strategi/Tujuan

Usaha

Pendapatan

Permintaan Ekspor

0,096

0,124

0,173

0,215

0,167

0,107

0,218

0,282

0,408

0,223

0,182

0,133

0,157

0,137

0,105

0,091

0,093

0,074

Meningkatkan
produktivitas akar
wangi dengan
peralatan dan
teknologi baru
Penguatan aspek
finansial
Peningkatan mutu
minyak akar wangi
Peningkatan kualitas
SDM
Peningkatan
kemitraan diantara
stakeholder
Fasilitasi pemerintah

4.9. Analisis Pemilihan Strategi Rantai Pasok


a. Faktor
Tabel 23. menunjukan bobot faktor terhadap ultimate goal yaitu
meningkatkan daya saing minyak akar wangi melalui rantai pasok yang
berkesinambungan. Kualitas SDM merupakan faktor utama yang paling
dipertimbangkan untuk meningkatkan daya saing minyak akar wangi melalui
rantai pasok yang berkesinambungan dengan bobot sebesar 0,341. Hal ini
menunjukan bahwa penguatan aspek SDM merupakan hal terpenting yang
harus dilakukan pertama kali agar sistem rantai pasok yang ada bisa berjalan
secara efisisen.

74

Tabel 23. Bobot faktor terhadap UG


Faktor

Prioritas

Bobot

Kualitas SDM

0,341

Ketersediaan dan Kualitas

0,229

bahan Baku
Potensi Pasar

0,167

Modal

0,138

GAP dan GMP

0,125

b. Aktor
Tabel 24. menunjukan bobot aktor terhadap ultimate goal yaitu
meningkatkan daya saing minyak akar wangi melalui rantai pasok yang
berkesinambungan. Aktor koperasi/asosiasi petani penyuling merupakan aktor
utama yang mempengaruhi UG dengan bobot 0,313. Hal ini menunjukan
bahwa koperasi/asosiasi petani penyuling merupakan pihak yang harus paling
mendapat perhatian dalam sistem rantai pasok minyak akar wangi untuk
meningkatkan daya saing dan membangun sistem rantai pasok yang
berkesinambungan.

Aktor

kedua

yang

paling

mempengaruhi

setelah

koperasi/asosiasi petani penyuling yaitu pemerintah, karena pemerintah


merupakan pihak yang memiliki wewenanng paling besar, terutama untuk
membuat kebijakan dan program yang mendukung pengembangan industri
minyak akar wangi.
Tabel 24. Bobot aktor terhadap UG
Aktor

Bobot

Koperasi/Asosiasi Petani
Penyuling

0,313

Pemerintah

0,236

Lembaga Riset dan Perguruan


Tinggi

0,228

Eksportir

0,133

Perbankan

0,091

Prioritas
1
2
3
4
5

75

c. Tujuan
Tabel 25. Menunjukan bobot tujuan terhadap ultimate goal yaitu
meningkatkan daya saing minyak akar wangi melalui rantai pasok yang
berkesinambungan. Keberlangsungan usaha merupakan tujuan utama yang
paling mempengaruhi UG dengan bobot 0,499. Hal ini menunjukan bahwa
tujuan utama peningkatan daya saing minyak akar wangi melalui rantai pasok
yang berkesinambungan yaitu untuk mempertahankan keberlangsungan
industri minyak akar wangi. Tujuan dengan prioritas ke dua adalah memenuhi
permintaan ekspor dengan bobot 0,279 dan tujuan dengan bobot terendah
adalah pemerataan pendapatan denganbobot 0,222.
Tabel 25. Bobot tujuan terhadap UG
Tujuan

Bobot

Keberlangsungan Usaha

0,499

Memenuhi Permintaan Ekspor

0,279

Pemerataan Pendapatan

0,222

Prioritas
1
2
3

d. Alternatif Strategi
Tabel 26. Menunjukan bobot alternatif strategi terhadap UG yaitu
meningkatkan daya saing minyak akar wangi melalui rantai pasok yang
berkesinambungan. Peningkatan mutu minyak akar wangi merupakan alternatif
dengan prioritas pertama dengan bobot 0,285, diikuti oleh peningkatan kualitas
SDM pada prioritas kedua dengan besar bobot 0,189. Hal ini menunjukan
bahwa mutu minyak akar wangi merupakan prioritas utama dalam membangun
sistem rantai pasok yang berkesinambungan, sehingga peningkatan mutu
merupakan strategi dengan prioritas paling tinggi.

76

Tabel 26. Bobot alternatif terhadap UG


Alternatif Strrategi

Bobot

Peningkatan mutu minyak akar


0,285

wangi
Peningkatan kualitas SDM

0,189

Penguatan aspek financial

0,174

Peningkatan kemitraan
diantara stakeholder
Meningkatkan produktivitas
akar wangi dengan peralatan
dan teknologi baru

0,138

Fasilitasi pemerintah

0,087

0,123

Prioritas
1
2
3
4
5
6

4.10. Implikasi Manajerial


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, alternatif strategi
yang paling baik untuk diterapkan adalah peningkatan mutu minyak akar
wangi. Peningkatan mutu minyak akar wangi merupakan formulasi dari faktor
kelemahan yaitu sistem produksi yang masih belum berorientasi kepada mutu
dan faktor eksternal yaitu globalisasi perdagangan dunia dan munculnya negara
pesaing. Mutu yang rendah menjadikan harga jual minyak akar wangi di
tingkat pengumpul menjadi rendah, sehingga petani sulit mendapatkan
pendapatan yang lebih baik, oleh karena itu mutu merupakan hal yang harus
diperhatikan, ditambah lagi telah munculnya dengan adanya globalisasi dan
bermunculannya negara pesaing yang menjadi kompetitor Indonesia di pasar
internasional.
Kegitan kongkrit dari strategi ini adalah kegiatan penyuluhan dan
pembimbingan dari kelompok tani yang disokong oleh pemerintah agar pola
fikir petani berorientasi mutu, tidak hanya berorientasi pada pengembalian
modal saja. Pemerintah juga hendaknya mengagendakan kegiatan yang
mendukung peningkatan mutu minyak akar wangi seperti pelatihan GAP dan
GMP yang berkesinambungan. Hal ini dilakukan agar petani memahami
dengan baik manfaat dari penerapan GAP dan GMP dan menerapkan GAP dan
GMP secara benar dan konsisten. Pada akhirnya petani akan merasakan

77

manfaatnya yaitu hasil panen yang bermutu dengan harga jual yang lebih
tinggi.
Agar pelaksanaan strategi berjalan dengan efektif dan efisien,
hendaknya dilakukan pola planning, organizing, actuating dan controlling
(POAC). Planning yaitu merencanakan rumusan strategi dengan baik sesuai
kebutuhan di lapanga, selanjutnya diikuti pengorganisasian yang baik. Siapa
saja pihak yang akan terlibat dalam strategi ini, kemudian strategi yang telah
direncanakan dilaksanakan. Dalam proses pelaksanaannya harus ada kegiatan
controlling untuk menjaga agar strategi yang dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang telah disusun.
Rantai pasok minyak akar wangi dapat diperpendek dengan cara
melewati mata rantai pengumpul akar. Hal ini dilakukan agar petani bisa
langsung menjual minyak yang diperoleh kepada penyuling atau menyuling
sendiri akar yang telah ditanam kemudian dijual kepada pengumpul akar.
Pemotongan mata rantai pasok ini akan membantu menghilangkan pembelian
akar dengan sistem ijon yang sering dilakukan oleh pengumpul akar. Sistem
ijon ini adalah penyebab utama kenapa petani sulit mendapatkan pendapatan
yang lebih baik, sehingga pada akhirnya ketika sistem ijon dihapuskan akan
membantu meningkatkan kesejahteraan petani.

78

KESIMPULAN DAN SARAN


1.

Kesimpulan
a. Rantai pasok minyak akar wangi meliputi petani akar wangi, pengumpul
akar minyak wangi, penyuling, pengumpul minyak akar wangi dan
eksportir. Aliran barang terjadi melalui beberapa cara, ada petani yang
langsung menjual hasil panennya kepada pengumpul akar, ada juga petani
yang melakukan penyulingan terlebih dahulu baru kemudian menjual
minyak hasil penyulingan kepada pengumpul minyak akar wangi. Minyak
akar wangi yang terkumpul di pengumpul minyak akan disalurkan ke
eksportir yang berada di Bogor dan Jakarta.
b. Analisis faktor internal dan eksternal (IFE dan EFE) menunjukan bahwa
faktor kekuatan yang paling dominan adalah potensi wilayah penanaman
masih cukup luas (0,917). Faktor kelemahan yang paling dominan adalah
sistem produksi belum rapi dimana integrasi seluruh elemen belum terjadi
secara optimal. Kontinuitas rendah dan margin keuntungan belum terbagi
secara merata. Kegiatan produksi masih belum berorientasi pada mutu.
Selain itu belum ada nilai tambah karena hanya mampu menghasilkan
minyak akar wangi kasar (0,300). Faktor peluang yang paling dominan
adalah permintan akan minyak akar wangi yang lebih besar dari pasokan
(0,830). Faktor ancaman yang paling dominan adalah tumbuhnya negara
pesaing yang mampu memproduksi tanaman penghasil minyak akar wangi
dengan produktivitas, mutu dan efisiensi yang lebih baik (0,822).
c. Rumusan alternatif strategi rantai pasok minyak akar wangi adalah
meningkatkan produktivitas akar wangi dengan peralatan dan teknologi
baru (0,123), penguatan aspek finansial (0,174), peningkatan mutu minyak
akar wangi (0,285), peningkatan kualitas SDM (0,189), peningkatan
kemitraan diantara stakeholder (0,138) dan fasilitasi pemerintah (0,087).
Alternatif strategi yang direkomendasikan untuk diterapkan adalah
peningkatan mutu minyak akar wangi. Kegiatan kongkritnya bisa berupa
penyuluhan oleh kelompok tani untuk merubah pola fikir petani menjadi
berorientasi mutu. Pemerintah hendaknya mengagendakan kegiatan yang

79

mendukung peningkatan mutu minyak akar wangi seperti pelatihan GAP


dan GMP yang berkesinambungan.
2.

Saran
a. Peningkatkan daya saing minyak akar wangi membutuhkan sistem rantai
pasok yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Semua petani mulai dari proses
budidaya, proses penyulingan harus mengikuti GAP dan GMP secara
sehingga kualitas dan kuantitas minyak akar wangi yang dihasilkan bisa di
tingkatkan secara maksimal. Namun dalam penerapan GAP dan GMP
dibutuhkan modal usaha yang cukup besar, ditambah lagi beberapa
permasalahn seperti penjual akar wangi hasil panen yang masih
menggunakkan sistem ijon yang mengakibatkan pemerataan pendapatan
diantara para pelaku rantai pasok yang rendah. Selain itu bisa melakukan
benchmarking terhadap pola penerapan GAP dan GMP di negara lain
penghasil minyak akar wangi seperti Haiti.
b. Permasalahan-permasalahan yang ada ini tidak bisa diselesaikan oleh
hanya satu pihak semata. Dibutuhkan kerjasama semua pihak baik yang
berkecimpung langsung dalam sistem rantai pasok seperti petani,
pengumpul, penyuling dan asosiasi petani penyuling maupun pihak yang
tidak berkecimpung secara tidak langsung dalam sistem rantai pasok,
seperti pemerintah, lembaga riset dan perguruan tinggi dan perbankan
untuk secara bersama-sama menyelesaikan permasalahan yang ada.
Penguatan kelembagaan seperti koperasi dan Dewan Atsiri Daerah/
Nasional merupakan salah satu alternatif yang bisa diterapkan.
c. Penelitian lanjutan dapat dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas dari
strategi yang diterapkan, sehingga akan ada lebih banyak masukan untuk
menjadikan industri minyak akar wangi berkembang lebih baik.

80
sDAFTAR PUSTAKA
Dinas Perkebunan Kabupaten Garut, Jawa Barat. 2011. Data Lahan Minyak
Akar Wangi. Dinas Perkebunan Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Kopersi Kabupaten Garut, Jawa
Barat. 2011. Data Produksi Minyak Akar Wangi. Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Kopersi Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Anatan, L. dan Ellitan, L. 2008. Supply Chain Management, Teori dan
Aplikasi. Bandung : Alfabeta.
Biro Pusat Statistik. 2009. Statistika Perdagangan Luar Negeri Indonesia.
BPS. Jakarta
David, F. 2003. Strategic Management Concepts and Cases Ninth Edition.
Prentice Hall, New Jersey.
Fewidarto, P.D. 1996. Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy
Process). Materi Kursus Singkat
Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Heizer, J. dan B. Render. 2010. Manajemen Operasi. Salemba Empat,
Jakarta.
Indrajit, R.E, Djokopranoto R. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain. PT
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Kotler P dan K K L. 2007. Manajemen Pemasaran jilid 2. Indeks, Jakarta.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria
Majemuk. PT. Gramedia. Jakarta.
Marimin dan N. Magfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keptusan
dalam Manajemen Rantai Pasok. IPB Press, Bogor.
Mulyadi. 2001. Balanced Scorecard Sebagai Alat Perumusan Strategi. PT.
Indeks, Jakarta.

Mulyati H, M.S. Rusli, Setiawan A. 2009. Rancang Bangun Sistem


Manajemen Rantai Pasokan dan Risiko Minyak Akar Wangi Berbasis
IKM di Indonesia Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IPB.
Porter, M.E. 1995. Strategi Bersaing. Erlangga, Jakarta.
Pujawan, I.N. 2005. Supply Chain Management. Guna Widya, Surabaya.
Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Saaty, T. L. 1991. Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan


dalam Situasi yang Kompleks (Terjemahan). PT Pustaka Binaman
Pressindo. Jakarta.
Siagian Y.M. 2005. Aplikasi Suplply Chain Management Dalam Dunia
Bisnis. Grasindo, Jakarta.
Siagian. 2004. Strategi Memenangkan Persaingan. Bina Rupa Aksara, Jakarta.

81
Tutuarima, T. 2009. Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi
Dengan Peningkatan Tekanan Dan Laju Uap Bertahap. Tesis
Pascasarjana IPB.

Umar, H. 2008. Management Strategic in Action. PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.

Você também pode gostar