Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pars tensa
Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang tegang
dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus
bagian tulang dari tulang temporal.
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dinamakan sulkus
timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian ini disebut insisura
timpanika (Rivini).
Permukaan luar dari membrana timpani disarafi oleh cabang n. aurikulotemporalis dari
nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh n. timpani cabang dari
nervus glosofaringeal.
Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluhpembuluh epidermal berasal dari aurikula yang dalam cabang dari arteri maksilaris interna.
Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh timpani anterior cabang dari arteri maksilaris
interna dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.
memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. Bagian ini juga
dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura
petroskuama. Dinding ini hanya dibatasi oleh tulang yang tipis atau ada kalanya tidak ada tulang
sama sekali (dehisensi).
Pada anak-anak, penulangan dari sutura petroskuamosa belum terbentuk pada daerah
tegmen timpani, sehingga memungkinkan terjadinya penyebaran infeksi dari kavum timpani ke
meningen dari fosa kranial media. Pada orang dewasa bahkan vena-vena dari telinga tengah
menembus sutura ini dan berakhir pada sinus petroskuamosa dan sinus petrosal superior dimana
hal ini dapat menyebabkan penyebaran infeksi dari telinga tengah secara langsung ke sinus-sinus
venosus kranial.
b Lantai kavum timpani
Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus jugularis,
atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus
vena jugularis.
c
Dinding medial.
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga merupakan
dinding lateral dari telinga dalam. Dinding ini pada mesotimpanum menonjol kearah kavum
timpani, yang disebut promontorium Tonjolan ini oleh karena didalamnya terdapat koklea.
Didalam promontorium terdapat beberapa saluran-saluran yang berisi saraf-saraf yang
membentuk pleksus timpanikus.
Dibelakang dan atas promontorium terdapat fenestra vestibuli atau foramen ovale (oval
windows), bentuknya seperti ginjal dan berhubungan pada kavum timpani dengan vestibulum,
dan ditutupi oleh telapak kaki stapes dan diperkuat oleh ligamentum anularis. Foramen ovale
berukuran 3,25 mm x 1,75 mm. Diatas fenestra vestibuli, sebagai tempat jalannya nervus fasialis.
Kanalis ini didalam kavum timpani tipis sekali atau tidak ada tulang sama sekali (dehisensi).
Fenestra koklea atau foramen rotundum (round windows), ditutupi oleh suatu membran yang
tipis yaitu membran timpani sekunder, terletak dibelakang bawah. Foramen rotundum ini
berukuran 1,5 mm x 1,3 mm pada bagian anterior dan posterior 1,6 mm.
Kedua lekukan dari foramen ovale dan rotundum berhubungan satu sama lain pada batas
posterior mesotimpanum melalui suatu fosa yang dalam yaitu sinus timpanikus. Suatu ruang
secara klinis sangat penting ialah sinus posterior atau resesus fasial yang didapat disebelah lateral
kanalis fasial dan prosesus piramidal.
Dibatasi sebelah lateral oleh anulus timpanikus posterosuperior, sebelah superior oleh
prosesus brevis inkus yang melekat kefosa inkudis. Lebar resesus fasialis 4,01 mm dan tidak
bertambah semenjak lahir. Resesus fasialis penting karena sebagai pembatas antara kavum
timpani dengan kavum mastoid sehingga bila aditus asantrum tertutup karena suatu sebab maka
resesus fasialis bisa dibuka untuk menghubungkan kavum timpani dengan kavum mastoid.
d Dinding posterior
Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang
menghubungkan kavum timpani dengan atrum mastoid melalui epitimpanum. Dibawah aditus
terdapat lekukan kecil yang disebut fosa inkudis yang merupakan suatu tempat prosesus brevis
dari inkus dan melekat pada serat-serat ligamen. Dibawah fosa inkudis dan dimedial dari korda
timpani adalah piramid, tempat terdapatnya tendon muskulus stapedius, tendon yang berjalan
keatas dan masuk ke dalam stapes. Diantara piramid dan anulus timpanikus adalah resesus
fasialis.
Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus
sigmoid. Disebelah dalam dari piramid dan nervus fasialis merupakan perluasan kearah posterior
dari mesotimpani adalah sinus timpani. Perluasan sel-sel udara kearah dinding posterior dapat
meluas seperti yang dilaporkan Anson dan Donaldson (1981), bahwa apabila diukur dari ujung
piramid, sinus dapat meluas sepanjang 9 mm kearah tulang mastoid. Dinding medial dari sinus
timpani kemudian berlanjut ke bagian posterior dari dinding medial kavum timpani dimana
berhubungan dengan dua fenestra dan promontorium.
e
Dinding anterior
Dinding anterior kavum timpani agak sempit tempat bertemunya dinding medial dan
dinding lateral kavum timpani. Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan
terdiri dari lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang
tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior.
Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan inferior yang membawa
serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari
arteri karotis interna.
Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius. Tuba ini
berhubungan dengan nasofaring dan mempunyai dua fungsi. Pertama menyeimbangkan tekanan
membran timpani pada sisi sebelah dalam, kedua sebagai drainase sekresi dari telinga tengah,
termasuk sel-sel udara mastoid. Diatas tuba terdapat sebeuah saluran yang berisi otot tensor
timpani. Dibawah tuba, dinding anterior biasanya tipis dimana ini merupakan dinding posterior
dari saluran karotis.
f
Dinding lateral
Dinding lateral kavum timpani adalah bagian tulang dan membran. Bagian tulang berada
Epitimpanum.
Berada dibagian atas membran timpani. Merupakan bagian superior kavum timpani,
disebut juga atik karena terletak diatas membran timpani. Sebagian besar atik diisi oleh maleus
inkus. Dibagian superior epitimpanum dibatasi oleh suatu penonjolan tipis os posterior. Dinding
medial atik dibentuk oleh kapsul atik yang ditandai oleh penonjolan kanalis semisirkularis
lateral.
Pada bagian anterior terdapat ampula kanalis superior, dan lebih anterior ada ganglion
genikulatum, yang merupakan tanda ujung anterior ruang atik. Dinding anterior terpisah dari
maleus oleh suatu ruang yang sempit, disini dapat dijumpai muara sel-sel udara yang membuat
pneumatisasi pangkal tulang pipi (zygoma). Dinding lateral atik dibentuk oleh os skuama yang
berlanjut kearah lateral sebagai dinding liang telinga luar bagian tulang sebelah atas. Diposterior,
atik menyempit menjadi jalan masuk ke antrum mastoid, yaitu aditus ad antrum.
2
Mesotimpanum
Terletak kearah medial dari membran timpani. Disebelah medial dibatasi oleh kapsul otik,
yang terletaknya lebih rendah dari pada nervus fasialis pars timpani. Dinding anterior
mesotimpani terdapat orifisium timpani tuba eustachius pada bagian superior dan membentuk
bagian tulang dinding saluran karotis asendens pada bagian inferior. Dinding ini biasanya
mengalami pneumatisasi yang baik dan dapat dijumpai bagian-bagian tulang lemah.
3
Tulang-tulang pendengaran
a Malleus (hammer/martil).
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang
pendengaran dan terletak paling lateral, lehe r, prosesus brevis (lateral), prosesus anterior,
lengan (manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm. kepala terletak pada
epitimpanum atau didalam rongga atik, sedangkan leher terletak dibelakang pars flaksida
membran timpani. Manubrium terdapat didalam membrane timpani, bertindak sebagai
tempat perlekatan serabut-serabut tunika propria. Ruang antara kepala dari maleus dan
membran Shrapnell dinamakan Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus
anterior yang melekat ke tegmen dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara
basis prosesus brevis dan pinggir lekuk Rivinus.
Gambar os malleus
b Inkus (anvil/landasan)
Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis dan
prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih kurang
100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus
panjangnya 4,3 mm-5,5 mm.
Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum,
prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium dan menuju ke bawah. Ujung
prosesus longus membengkok kemedial merupakan suatu prosesus yaitu prosesus
lentikularis. Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes.
Maleus dan inkus bekerja sebagai satu unit, memberikan respon rotasi terhadap
gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang merupakan suatu garis antara
ligamentum maleus anterior dan ligamentum inkus pada ujung prosesus brevis. Gerakangerakan tersebut tetap dipelihara berkesinambungan oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi
tersebut
diubah
inkudostapedius.
menjadi
gerakan
seperti
piston
pada
stapes
melalui
sendi
Gambar os incus
c
Stapes (stirrup/pelana)
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi
beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura
anterior dan posterior dan telapak kaki ( foot plate), yang melekat pada foramen ovale
dengan perantara ligamentum anulare.
Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan
posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian leher bawah yang lebar dan
krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari pada posterior.
Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya mempunyai tepi superior
yang melengkung, hampir lurus pada tepi posterior dan melengkung di anterior dan ujung
posterior. panjang foot plat e 3 mm dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada fenestra
vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul labirin oleh ligamentum anulare
Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm.
Gambar os stapes
Dua otot.
Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
( muskulus stapedius)
Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm diatas tuba
eustachius. Otot ini melekat pada dinding semikanal tensor timpani. Kanal ini terletak
diatas liang telinga bagian tulang dan terbuka kearah liang telinga sehingga disebut
semikanal. Serabut -serabut otot bergabung dan menjadi tendon pada ujung
timpanisemikanal yang ditandai oleh prosesus kohleoform. Prosesus ini membuat tendon
tersebut membelok kearah lateral kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi pada bagian
atas leher maleus. Muskulus tensor timpani disarafi oleh cabang saraf kranial ke 5. kerja
otot ini menyebabkan membran timpani tertarik kearah dalam sehingga menjadi lebih
tegang dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem penghantar suara serta melemahkan
suara dengan freksuensi rendah.
Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam kanalnya
didalam eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke perios kanal tersebut.
Serabut-serabutnya bergabung membentuk tendon stapedius yang berinsersi pada apek
posterior leher stapes. M. Stapedius disarafi oleh salah satu cabang saraf kranial ke 7
yang timbul ketika saraf tersebut melewati m. stapedius tersebut pada perputarannya yang
kedua. Kerja m.stapedius menarik stapes ke posterior mengelilingi suatu pasak pada tepi
posterior basis stapes. Keadaan ini stapes kaku, memperlemah transmisi suara dan
meningkatkan frekuensi resonansi tulang-tulang pendengaran.
parasimpatis dari N. IX. Saraf ini meninggalkan telinga tengah melalui suatu saluran
yang kecil dibawah m. tensor timpani kemudian menerima serabut saraf parasimpatik
dari N. VII dengan melalui cabang dari ganglion genikulatum. Secara sempurna saraf
berjalan melalui tulang temporal, dilateral sampai nervus petrosus superfisial mayor,
diatas dasar fosa kranial media, diluar durameter.
Kemudian berjalan melalui foramen ovale dengan nervus mandibula dan arteri
meningeal assesori sampai ganglion otik. Kadang-kadang saraf ini tidak berjalan pada
foramen ovale tetapi melalui foramen yang kecil sampai foramen spinosum. Serabut post
ganglion dari ganglion otik menyuplai serabut-serabut sekremotor pada kelenjar parotis
melalui nervus aurikulotemporalis.
Saraf fasial
Meninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui meatus
akustikus internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri dari dua komponen
yang berbeda, yaitu :
1
Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua (faringeal) yaitu
Saraf kranial VII mencapai dinding medial kavum timpani melalui auditori meatus diatas
vestibula labirin tulang. Kemudian membelok kearah posterior dalam tulang diatas feromen
ovale terus ke dinding posterior kavum timpani. Belokan kedua terjadi dinding posterior
mengarah ke tulang petrosa melewati kanal fasial keluar dari dasar tengkorak melewati foramen
stilomastoidea.
Pada belokan pertama di dinding medial dari kavum timpani terdapat ganglion
genikulatum, yang mengandung sel unipolar palsu. Sel ini adalah bagian dari jaringan perasa dari
2/3 lidah dan palatum. Saraf petrosa superfisial yang besar bercabang dari saraf cranial VII pada
ganglion genikulatum, masuk ke dinding anterior kavum timpani, terus ke fosa kranial tengah.
Saraf ini mengandung jaringan perasa dari palatum dan jaringan sekremotor dari glandula atap
rongga mulut, kavum nasi dan orbita.
Bagian lain dari saraf kranial VII membentuk percabangan motor ke otot stapedius dan
korda timpani. Korda timpani keluar ke fosa intra temporal melalui handle malleus, bergerak
secara vertikal ke inkus dan terus ke fisura petrotimpanik. Korda timpani mengandung jaringan
perasa dari 2/3 anterior lidah dan jaringan sekretorimotor dari ganglion submandibula. Sel
jaringan perasanya terdapat di ganglion genikulatum.
Pembuluh getah bening kavum timpani masuk ke dalam pembuluh getah bening
retrofaring atau ke nodulus limfatikus parotis.
Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani, dan bagian
tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini berjalan kearah posterior,
superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu
dengan bagian tulang atau timpani.
Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut ismus. Bagian tulang
tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup dan berakhir pada dinding lateral
nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba pada bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih
tinggi dibanding dengan ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar dan letaknya
mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga tengah. Tuba dilapisi oleh
mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan kelenjar mucus dan memiliki lapisan epitel
bersilia didasarnya. Epitel tuba terdiri dari epitel selinder berlapis dengan sel selinder. Disini
terdapat silia dengan pergerakannya ke arah faring. Sekitar ostium tuba terdapat jaringan limfosit
yang dinamakan tonsil tuba.
Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :
1. M. tensor veli palatini
2. M. elevator veli palatini
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan keseimbangan
tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari kavum
timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.
trigonum suprameatal ( Macewens) pada permukaan luar tengkorak. Lantai antrum mastoid
berhubungan dengan otot digastrik dilateral dan sinus sigmoid di medial, meskipun pada aerasi
tulang mastoid yang jelek, struktur ini bisa berjarak 1 cm dari dinding antrum inferior. Dinding
anterior antrum memiliki aditus pada bagian atas, sedangkan bagian bawah dilalui n.fasialis
dalam perjalanan menuju ke foramen stilomastoid.
yang berpneumatisasi terbatas pada daerah sekitar antrum. Prosesus mastoid berkembang setelah
lahir sebagai tuberositas kecil yang berpneumatisasi secara sinkron dengan pertumbuhan antrum
mastoid. Pada tahun pertama kehidupan prosesus ini terdiri dari tulang-tulang seperti spon
sehingga mastoiditis murni tidak dapat terjadi. Diantara usia 2 dan 5 tahun pada saat terjad i
pneumatisasi prosesus terdiri atas campuran tulang-tulang spon dan pneumatik. Pneumatisasi
sempurna terjadi antara usia 6 12 tahun. Luasnya pneumatisasi tergantung faktor herediter
konstitusional dan faktor peradangan pada waktu umur muda. Bila ada sifat biologis mukosa
tidak baik maka daya pneumatisasi hilang atau kurang. Ini juga terjadi bila ada radang pada
telinga yang tidak menyembuh. Maka nanti dapat dilihat pneumatisasi yang terhenti atau
pneumatisasi yang tidak ada sama sekali (teori dari Wittmack).
Menurut derajatnya, pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :
1. Proesesus Mastoideus Kompakta (sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.
2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar.
Sellulae mastoideus seluruhnya berhubungan dengan kavum timpani. Dekat antrum selselnya kecil tambah keperifer sel-selnya bertambah besar. Oleh karena itu bila ada radang pada
sel-sel mastoid, drainase tidak begitu baik hingga mudah terjadi radang pada mastoid
(mastoiditis).
Menurut tempatnya sel-sel ini dapat dibedakan :
1
2
3
4
5
6
7
8
Terminal
Zygomatic
Perisinus
Facial
Sudut petrosal
Periantral
Sub dural
Perilabirinter
II.2.
II.2.1. Definisi
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan suatu radang
kronis
telinga
tengah
dengan perforasi
membran
timpani dan
riwayat
keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.
II.2.2. Epidemiologi
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosio-ekonomi. Misalnya, OMSK lebih
sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin
Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban
dunia akibat OMSK i n i d i p i k u l o l e h n e g a r a - n e g a r a d i As i a Ten g g a r a , d a e r a h
P a s i f i k B a r a t , Af r i k a , d a n beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial
ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek
merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara
yang sedang berkembang.
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban
dunia akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di
antaranya (39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara
umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan
25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
II.2.3. Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis,
rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang
abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan
Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan
faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden
OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit)
dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain:
Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memi liki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini
berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel
udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer
atau sekunder.
Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari
otitis
media
akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan
satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah hampir tidak bervariasi
pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang digunakan adalah
tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa
organisme lainnya.
Staphylococcus,
Pseudomonas
aeruginosa,
B.proteus,
B.coli
dan
Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis
media kronis.
Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga
yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan
umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal.
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi
epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis
tengah.
Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan
5
6
oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanosklerosis.
Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.
II.2.4. Patogenesis
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan
bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan
lebih
mudah
menjalar
ke
telinga
tengah
sehingga
lebih
sering
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring
melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari
telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada
telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, d a n
leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses
infeksi
tersebut
akan
menambah
permiabilitas
pembuluh
darah
dan
mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta
pembuluh darah. Penyembuhan Otitis Media ditandai dengan hilangnya sel-sel
tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.
II.2.5 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
1
sekunder
dari
epitel
skuamous.
Sekret
mukoid
kronis
yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan. Kongenital kolesteatom lebih
sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks
petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan
keseimbangan.
B Didapat.
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong
retraksi. Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi
dengan komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk mengalami perbaikan
bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali normal : mereka menjadi area kolaps
pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa membrane timpani.
Epitel skuamosa pada membrane timpani normalnya membuang lapisan sel-sel
mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi d a n p r o s e s
p e m b e r s i h a n i n i g a g a l , d e b r i s k e r a t i n a k a n t e r k u m p u l d a n p a d a akhirnya
membentuk kolesteatoma.
Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat sulit dan lesi
tersebut membesar. Membran timpani tidak mengalami perforasi dalam arti kata yang
sebenarnya : lubang yang terlihat sangat kecil, merupakan suatu lubang sempit yang
tampak seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti botol, botol itu sendiri penuh
dengan debris epitel yang menyerupai lilin.
Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia skuamosa
pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik atau
adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir perforasi,
terutama pada perforasi marginal.
mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga
dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret
yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2
Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah
yang sakit ataupun k o l e s t e a t o m , d a p a t m e n g h a m b a t b u n yi d e n g a n e f e k t i f
k e f e n e s t r a o v a l i s . B i l a t i d a k dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang
dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan
dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih
dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli k o n d u k t i f b e r a t
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom
bertindak
sebagai
penghantar
suara
sehingga
ambang
rotundum)
atau
fistel
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat,
hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.
sinus lateralis.
Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udarayang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani
yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan
temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga
tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana
mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus
OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif
dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga
telinga tengah.
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas sistim penghantaran s u a r a d i t e l i n g a t e n g a h .
Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita
OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk
toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga
menyebabkan
penurunan
ambang
hantaran
tulang
secara
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi koklea.
Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara
dan
tulang
serta
pendengaran
dapat
penilaian
tutur,
diperkirakan,
dan
biasanya
bisa
kerusakan
ditentukan
tulang-tulang
manfaat
operasi
Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50
audiologi
pada
OMSK
harus
dimulai
oleh
penilaian
pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan
maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.
Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak
sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid
yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi
kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
kasus
terlihat
fistula
pada
kanalis
semisirkularis
masuk
ke
kavum
timpani
melalui
II.2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebab
dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah dievaluasi faktor-faktor
yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang
menghalangi penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang
terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi
obat-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas:
1
2
Konservatif
Operasi
kemudian dengan k a p a s
lidi
steril
dan
diberi
serbuk
antibiotik.
operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan
pengangkatan mukosa yangberproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat
dihilangkan. Akibatnya terjadi d r a i n a s e y a n g b a i k d a n r e s o r b s i m u k o s a .
P a d a o r a n g d e w a s a y a n g k o p e r a t i f c a r a i n i dilakukan tanpa anastesi
tetapi pada anak-anak diperlukan anastesi. Pencucian telinga d e n g a n H 2 O 2
3% akan mencapai sasarann ya bila dilakukan dengan displacement
methode seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2. Pemberian antibiotika :
a. Antibiotika/antimikroba topikal
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika
topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan secret
yang
banyak tanpa
dibersihkan
dulu,
adalah
tidak
efektif.
Bila
sekret
berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan
kortikosteroid. Dianjurkan irigasi d e n g a n g a r a m f a a l a g a r l i n g k u n g a n b e r s i f a t
karena
meningkatnya
aeruginosa dan b e b e r a p a
organisme
gram
positif.
resistensi.
gram
Polimiksin
negatif
Seperti
tetapi
efektif
tidak
aminoglikosida
melawan
efektif
yang
lain,
Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negative. Tidak ada satu pun
aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.
Sebagai catatan, terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik.
Tujuannya untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi. Pilihan
antibiotik yang memilikiaktifitas terhadap bakterigram negatif, terutama pseudomonas, dan
gram positifterutamaStaphylococcus aureus. Pemberian antibiotik seringkali gagal, hal
ini dapat disebabkanadanya debris selain juga akibat resistensi kuman. Terapi sistemik
diberikan pada pasienyang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus infeksi di mastoid,
tentunya tidak dapathanya dengan terapi topikal saja, pemberian antibiotik sistemik
(seringkali IV) dapatmembantu mengeliminasi infeksi. Pada kondisi ini sebaiknya pasien di
rawat di RS untuk m e n d a p a t k a n a u r a l t o i l e t y a n g l e b i h i n t e n s i f .
d i l a n j u t k a n h i n g g a 3 - 4 m i n g g u setelah otore hilang.
Ter a p i
Antibiotika sistemik
Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus
disertaipembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan
faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya bunuh antimikrobaterhadap
masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman
penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing-masing jaringan tubuh dan toksisitas
obat terhadap kondisi tubuh. Berdasarkan konsentrasi obat dan daya bunuh t e r h a d a p
mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama
antimikroba dengan daya bunuh yang tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat,
makin
banyak
kuman
terbunuh,
misalnya
golongan
aminoglikosida
dan kuinolon.
dengan
yang
tepat
untuk
medikamentosa
OMSK
hanyalah
maligna
merupakan
adalah
terapi
operasi.
Pengobatan
sementara sebelum