Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
LAPORAN KASUS
UJIAN
Konsulen:
dr Deni Wirhana S., Sp.OG
BAB I
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas
Nama
: Ny. E (pasien)
Umur
: 35 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
Status Perkawinan
: Kawin
Pekerjaan
Alamat
MRS
Nama
Umur
: 40 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Hubungan
: Suami
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
Status Perkawinan
: Kawin
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
3.2. Anamnesis
3.2.1.
Keluhan Utama
Keluar cairan banyak dari jalan lahir
3.2.2.
keluhan keluar air-air dari jalan lahir dirasakan sejak jam 23.00 pada
tanggal 30-11-2015 WIB, air-air keluar secara mendadak tidak dapat
ditahan, tampak berwarna jernih, dan berbau amis dan dirasakan banyak.
Keluhan mules-mules dirasakan sejak pukul 05.00 WIB pada tanggal 1-122015 dan disertai keluar sedikit lendir dan darah. Keluhan lain seperti
demam, jantung berdebar debar, sesak nafas, kaki bengkak dan keputihan
gatal berbau disangkal. Gerak janin masih dirasakan pasien. Riwayat
benturan disangkal. Buang air kecil lancar dan tidak sakit. Buang air besar
lancar dan tidak sakit
3.2.3.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit seperti darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung,
dan asma disangkal.
3.2.4.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku di dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
seperti darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, dan asma.
3.2.5.
Riwayat Fungsi Reproduksi
Hari pertama haid terakhir ( HPHT) : 1 Maret 2015
Taksiran partus
: 8 Desember 2015
Menarche
: 13 tahun
Siklus
: 28 hari
Lamanya haid
: 5-7 hari
Banyaknya
: 2-3x ganti pembalut
3.2.6.
Riwayat Perkawinan
Perempuan
: Pasien menikah selama 2 tahun, merupakan pernikahan
pertama, usia saat menikah 33 tahun
Laki-laki
: Pasien menikah selama 2 tahun, merupakan pernikahan
pertama, usia saat menikah 38 tahun
3.2.7.
Riwayat Obstetri
G1P0A0
: G1 hamil sekarang
Riwayat ANC
: di bidan sebanyak >8x
Riwayat Imunisasi TT : 2x
Riwayat Abortus
:Riwayat Kuretase
:Riwayat Infeksi Nifas : USG
: 1x (tidak ada kelainan) bulan ke 7
3.2.8.
Riwayat Ginekologi
Riwayat penyakit pada saluran reproduksi : Riwayat operasi ginekologi
:3.2.9.
Riwayat Kontrasepsi
Pasien mengaku tidak menggunakan KB
Tanda Vital
Berat badan
: 60 kg
: +/+
Status General
Kepala
: Normocephal
Mata
Leher
Thorax
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Status Obstetrik
a. Pemeriksaan luar
Inspeksi
Palpasi
3.3.3.
Pemeriksaan Lain
Kertas nitrazin
3.4. Resume
: v/v : tak
P
: tebal, lunak
: 2 cm
Ket : Kep/H: 1
G1P0A0 wanita 35 tahun part aterm kala I fase laten dengan ketuban pecah
dini
Janin intrauterinn tunggal hidup letak kepala Hodge 1
3.7. Tatalaksana
Admission Test (AT)
Rencana persalinan pervaginam
Cefotaxime 2x1 gr IV (skin test terlebih dahulu)
Augmentasi persalinan dengan drip oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5%
-
20-60 tetes
Observasi his, DJJ, tanda-tanda vital, dan kemajuan persalinan
3.8. Prognosis
Ibu
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad fungsionam
: ad bonam
Qua ad sanationam
: ad bonam
Anak
Ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau spontaneus/early/premature rupture of
membrans (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu
didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang
menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks), atau bila satu jam
kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan, atau secara klinis bila
ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari
5 cm pada multigravida.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada
kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm
prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi
sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm /
preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari
12 jam maka disebut prolonged PROM. 1,4,5
3.2. Epidemiologi
Dari seluruh kehamilan prevalensi KPD berkisar antara 3-18%. Saat
aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus
KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh
kehamilan.5
KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, menurut
Naeye 1982 memperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain
yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga
berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin.
Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari
kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi
pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus
KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi
meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5%
dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD
preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan
kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi
dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.4,5
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai
31 Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD adalah sebanyak
12,92%. Sedangkan proporsi kasus KPD preterm dari 328 kasus ketuban
pecah dini baik yang melakukan persalinan maupun dirawat secara
konservatif sebanyak 16,77% sedangkan sisanya adalah KPD dengan
kehamilan aterm. Kontribusi KPD ini lebih besar pada sosial ekonomi
rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas.4
3.3. Kimia Faal Likuor Amnii
10
Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari
lapisan amnion dan korion terdapat likuor amnii (air ketuban). Volume
likuor amnii pada hamil cukup bulan sebanyak 1000-1500 ml, berwarna
putih agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, agak manis dan amis.
Kadang-kadang pada partus air ketuban berwarna kehijau-hijauan karena
tercampur mekonium.
Cairan ini dengan berat jenis 1,008, terdiri atas 98% air. Sisanya
terdiri atas garam anorganik serta bahan organik, dan bila diteliti dengan
benar terdapat lanugo (rambut halus yang berasal dari bayi), sel-sel epitel,
dan verniks kaseosa (lemak yang menyelimuti kulit bayi). Protein
ditemukan rata-rata 2,6% gram per liter, sebagian besar sebagai albumin.
Berat jenis likuor menurun dengan tuanya kehamilan
Sumber asal likuor ini belum diketahui dengan pasti, masih
dibutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Telah banyak teori dikemukakan
mengenai hal ini, antara lain bahwa air ketuban berasal dari lapisan amnion,
terutama dari bagian pada plasenta. Teori lain mengatakan kemungkinan
berasal dari plasenta. Ada juga teori yang menyebutkan bahwa air ketuban
berasal dari gabungan fetal urin, transudasi darah ibu, dan sekresi dari epitel
amnion.
Fungsi air ketuban adalah melindungi janin terhadap trauma dari luar,
memungkinkan janin bergerak dengan bebas, melindungi suhu tubuh janin,
meratakan tekanan di dalam uterus pada partus, sehingga serviks membuka,
dan membersihkan jalan lahir dan mempengaruhi keadaan di dalam vagina
sehingga bayi kurang mengalami infeksi.
3.4
Faktor Risiko
Faktor Maternal
Ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya (risiko
kekambuhan adalah 16% -32% dibandingkan pada 4% wanita
11
3.5 Etiologi
Membran fetus yang normal adalah sangat kuat pada awal kehamilan.
Kombinasi akibat peregangan membran dengan pertumbuhan uterus,
seringnya kontraksi uterus dan gerakan janin memegang peranan dalam
melemahnya membran amnion. KPD pada kehamilan aterm merupakan
variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm melemahnya membran
merupakan proses yang patologis. KPD sebelum kehamilan preterm sering
diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease
yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan
bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat
dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi. 2,4,5
12
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya
ketuban pecah dini antara lain adalah: 1,3,5
3.4.1.
Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal)
protease
yang
menyebabkan
melemahnya
membran.
Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan
13
3.4.4.
3.4.6.
Faktor-faktor lain
1) Inkompetensi serviks
atau
serviks
yang
terbuka
akan
14
15
bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang
tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks
ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut
dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas
kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban
pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang
meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.3
Terjadinya gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi
adanya gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam
ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan
kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam
pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya
didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada
wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.
3.6.1
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang
akan
menyebabkan
terjadinya
degradasi
membran
dan
akhirnya
16
dan
ketuban
pecah
dini
belum
diketahui,
namun
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya
konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase
pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi
kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur
pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan
plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek
inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas
MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat
sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm. Peran
hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban
belum dapat sepenuhnya dijelaskan.
3.6.3
17
3.6.4
18
19
Catatan: Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada ketuban pecah dini
adalah:
1. Saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis diketahui pasti
kapan ketuban pecah.
2. Bila anamnesis tidak dapat memastikan kapan ketuban pecah, maka saat
ketuban pecah adalah saat penderita masuk rumah sakit.
Bila berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban sudah pecah > 12
jam, maka dikamar bersalin dilakukan observasi selama dua jam. Bila
setelah dua jam tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi
kehamilan.7,9
3.8 Diagnosis
Mendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara.
Pertama, dengan melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai
keluar air, jumlahnya, merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya encer
atau kental dan baunya.
2.
20
3.
4.
Lakukan vaginal swab tingkat tinggi. Jika curiga terjadi infeksi, periksa
darah lengkap, cRP, MSU dan kultur darah. Berikan antibiotika spektrum
luas.
5.
a.
b.
c.
d.
e.
6.
a.
adanya
3.9 Penatalaksanaan
21
22
23
antibiotik
dan
transportasi
maternal,
pemberian
terdapat
tanda-tanda
kortikosteroid
KPD pada kehamilan > 37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah
>6 jam) berikan ampisillin 21 gr IV dan penisillin G 42 juta IU,
lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak
induksi
persalinan
dengan
oksitosin,
jika
tidak
memungkinkan lakukan SC
3.10
Komplikasi
KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. jarak antara
pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag
period = LP). Makin muda umur kehamilan makin memanjang LP-nya.
24
2.
a.Infeksi intrauterin
b. Tali pusat menumbung
c.Kelahiran prematur
d. Amniotic Band Syndrome
Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal,
apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai
infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis, septikemia, dan dry-labor. Ibu
akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi
lam, maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala
infeksi. Hal-hal tersebut dapat meninggikan angka kematian dan
morbiditas pada ibu.
3.11. Prognosis
Ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi
yang mungkin timbul serta umur kehamilan.
25
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien wanita, umur 35 th, G1P0A0, hamil gravida 39-40 minggu, datang
dengan keluhan keluar cairan banyak dari jalan lahir sejak 10 jam sebelum masuk
rumah sakit. Diagnosis G1P0A0 wanita 35 tahun part aterm kala I fase laten
dengan ketuban pecah dini, janin intrauterin tunggal hidup letak kepala hodge 1
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesa didapatkan pasien 35 tahun, G1P0A0,hamil gravida 39-40
minggu, datang dengan keluhan keluar cairan banyak dari jalan lahir sejak 10 jam
sebelum masuk rumah sakit. Cairan berwarna jernih, tidak berbau. Pasien juga
merasakan keluhan mules-mules dari jam 05.00 Keluhan lain seperti demam,
jantung berdebar debar, sesak nafas, kaki bengkak dan keputihan gatal berbau
disangkal. Buang air kecil lancar dan tidak sakit. Gerak janin masih dirasakan
pasien. Riwayat benturan disangkal.
26
27
penggunaan
antibiotika
profilaksis
ini
dimaksudkan
untuk
28
BAB IV
RINGKASAN
Telah ditemukan suatu kasus dengan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm
pada wanita umur 35 tahun. Diagnosis G1P0A0 part aterm kala I fase laten
dengan Ketuban Pecah Dini, janin Intrauterin tunggal hidup letak kepala hodge 1
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Dikelola dengan Admission Test (AT) untuk menilai kondisi janin,
pemberian Cefotaxim 2 x 1gr. Drip oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% 20-60 tetes
diberikan karena usia kehamilan >28 minggu dan dilakukan observasi his, DJJ,
vital sign, dan kemajuan persalinan. Prognosis pada ibu dan anak pada pasien ini
ad bonam.
29
TUGAS
1. Jelaskan Patologi Ketuban Pecah Dini ?
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan
antara sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks. Perubahan struktur, jumlah
sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah.
Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang
dikelilingi amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut
melebar dan amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body
stalk kemudian dengan korion yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang
berisi cairan amnion. Cairan amnion , normalnya berwarna putih , agak keruh
serta mempunyai bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini mempunyai
30
berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuannya kehamilan akan menurun dari
1,025 menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan
masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan
amnion sementara teori lain menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam
didapatkan perputaran cairan lebih kurang 500 ml
Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang
membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan.
Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan
mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada plasenta sampai pada insertio
tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus
hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran eksternal
berwarna putih dan terbentuk dari vili vili sel telur yang berhubungan dengan
desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada
lapisan uterus.
31
terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel sel epitel
dan sirkulasi sekitar 500cc/jam
Minggu
Janin
Plasenta
gestasi
Cairan
Persen Cairan
amnion
16
100
100
200
50
28
1000
200
1000
45
36
2500
400
900
24
40
3300
500
800
17
Fungsi air ketuban adalah melindungi janin terhadap trauma dari luar,
memungkinkan janin bergerak dengan bebas, melindungi suhu tubuh janin,
meratakan tekanan di dalam uterus pada partus, sehingga serviks membuka, dan
membersihkan jalan lahir dan mempengaruhi keadaan di dalam vagina sehingga
bayi kurang mengalami infeksi.
PATOGENESIS
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya
regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi
komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan
jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh
matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat
memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi
dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple
helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2
32
dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga
diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase
(TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2
menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang
sama dengan TIMP-1.
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.
Terjadinya gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi
adanya gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban
pecah dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian
ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan
struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah
pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar
asam askorbat yang rendah.
a. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus
aureus, dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan
terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban.
Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi
sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1
33
dan tumor nekrosis faktor yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan
aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion.
Infeksi
bakteri
dan
respon
inflamasi
juga
merangsang
produksi
34
kolegenase.
Hal-hal
tersebut
akan
menyebabkan
terganggunya
35
c. Hormon
Progesteron
dan
estradiol
menekan
proses
remodeling
matriks
36
Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia
saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput
ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.
d. Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami
kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar
robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis telihat sel yang mengalami
apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis
mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi
setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa
apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun
mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.
37
38
b. Infeksi
Baik ibu ataupun janin memiliki resiko infeksi saat terjadi KPD. Infeksi
pada ibu diantaranya adalah korioamnionitis. Ibu dapat mengalami endometriasis
jika infeksi mencapai endometrium, penurunan aktivitas miometrium (distonia,
atonia).
Infeksi janin dapat berupa pneumonia, infeksi saluran kencing, infeksi
lokal seperti omphalitis atau konjungtivitis. Biasanya korioamnionitis mengawali
terjadinya infeksi janin. Tetapi sepsis pada janin dapat terjadi sebelum
korioamnionitis secara klinis terbukti pada ibu. Hal ini dijelaskan dengan adanya
infeksi preklinis, yang terjadi saat selaput amnion menjadi tempat kolonisasi
bakteri virulen, tetapi pada saat itu tidak terlihat infeksi ibu secara klinis. Beratnya
infeksi meningkat sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Infeksi dapat
terjadi secara ascending, dimana pecahnya ketuban menyebabkan adanya
hubungan langsung antara ruang intra amnion dan dunia luar. Infeksi terjadi
ascenden dari vagina ke intra uterin. Semakin lama terjadinya KPD maka invasi
bakteri pun semakin meningkat. Infeksi dapat berkembang menjadi infeksi
sistemik saat infeksi uterin menjalar melalui sirkulasi fetomaternal, sehingga
terjadi sepsis hingga septik syok yang dapat mengakibatkan kematian ibu.
Korioamnionitis menyebabkan bertambahnya resiko sepsis pada janin.
Organisme yang paling sering menyebabkan korioamnionitis adalah bakteri yang
berasal dari vagina seperti streptococcus B dan D, bakteri anaerob yang masuk
secara ascenden. Untuk membuktikan amnionitis perlu dilakukan amniosentesis,
kita dapat memeriksa leukosit, pewarnaan gram ataupun kultur bakteri.
Sindroma respon peradangan janin menggambarkan infeksi janin dengan
adanya korioamnionitis secara klinis dan mengakibatkan kerusakan system saraf
pusat janin. Manifestasinya adalah lesi pada substansi putih periventrikular
(leukomalasia) diperantarai respon peradangan SSP janin dengan dikeluarkannya
sitokin. Lesi yang terjadi menyebabkan cerebral palsy, berhubungan dengan
meningkatnya konsentrasi leukosit dan kadar IL-6.
39
2.
3.
Fundus lunak
4.
5.
6.
40
membuat tali pusat dapat terkena antara bagian terendah janin dan dinding
panggul yang akhirnya menimbulkan asfiksia pada janin. Bahaya terbesar adalah
pada presentasi kepala, karena setiap saat tali pusat dapat menjepit antara bagian
terendah janin dengan jalan lahir sehingga mengakibatkan gangguan oksigenasi
janin. Pada tali pusat terkemuka, sebelum ketuban pecah, ancaman terhadap janin
tidak seberapa besar, tetapi setelah ketuban pecah bahaya kematian janin sangat
besar
Selain itu, kompresi tali pusat, meskipun tanpa prolaps, lebih sering
sekunder karena oligohidramnion. Hal ini bisa terjadi sebelum atau saat persalinan
dan mengakibatkan gawat janin. Ketuban pecah menyebabkan berkurangnya
jumlah air ketuban, terjadilah partus kering karena air ketuban habis.
41
Drainase
ketuban
menyebabkan
oligohidramnion
yang
42
benar, yakni dari depan ke belakang, terutama setelah berkemih atau buang air
besar untuk menghindari terjadinya infeksi ascending, dianjurkan bagi ibu hamil
untuk mengurangi aktivitas pada akhir trimester kedua dan awal trimester ke tiga,
serta tidak melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan selama
kehamilan. Ibu hamil juga harus dinasihatkan supaya berhenti merokok dan
banyak mengkonsumsi vitamin C selama kehamilan, vitamin C merupakan
diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen. Selaput
ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang
baik. Beberapa penelitian menyatakan bahwa mengkonsumsi vitamin C selama
kehamilan penting untuk pemeliharaan membran chorioamniotic. Kekurangan
asam askorbat selama kehamilan ternyata merupakan faktor risiko pecahnya
ketuban yang terlalau dini (PROM). Dan konsumsi harian suplementasi dengan
vitamin C 100 mg setelah umur kehamilan 20 minggu ternyata efektif mengurangi
kejadian PROM. Dari hasil penelitian National Institute of Perinatology di
Meksiko City, pada 120 wanita hamil yang secara acak diberikan 100 mg vitamin
C, pada saat kehamilan memasuki usia 20 minggu. Vitamin C diketahui berperan
penting dalam mempertahankan keutuhan membran (lapisan) yang menyelimuti
janin dan cairan ketuban. Walaupun penelitian sebelumnya telah menghubungkan
kadar yang rendah dari vitamin C pada ibu dengan meningkatnya resiko
terjadinya pecahnya membran secara dini atau yang disebut dengan ketuban pecah
dini (Premature Rupture of Membranes,PROM), tapi penelitian itu tidak
menjelaskan tentang penggunaan suplemen vitamin C dalam menurunkan resiko
terjadinya ketuban pecah dini. Selain itu, pasangan juga dinasihatkan supaya
menghentikan koitus pada trimester akhir kehamilan bila ada faktor predisposisi.
43
ancaman persalinan preterm yang erat hubungannya dengan hasil akhir suatu
kehamilan. Peranan PIBF dalam kelangsungan kehamilan dalam mekanisme
imunologi yaitu perubahan keseimbangan imunologi dengan ditekannya aktivitas
sel Natural Killer. Mekanisme imunologis ini diawali dari sel limfosit perifer ibu
hamil yang menghasilkan PIBF yang merupakan suatu protein 34 kDA dan
diproduksi oleh sel desidua setelah aktifasi reseptor progesteron oleh progesteron.
Stamatelou dkk (2009), menemukan rerata konsentrasi progesteron yang
lebih rendah 30% pada wanita dengan persalinan preterm dengan usia kehamilan
28-34 minggu jika dibandingkan wanita yang melahirkan aterm. Mereka juga
menemukan bahwa wanita dengan persalinan preterm memiliki kadar progesteron
yang lebih rendah saat fase aktif jika dibandingkan wanita dengan persalinan
aterm. Csapo, pada teori see-saw, yang menyatakan bahwa progesteron
memiliki implikasi dalam mekanisme persalinan pada manusia (aterm dan
preterm) dengan keluaran yang berbeda-beda. Konsentrasi progesteron yang
adekuat di miometrium dapat mengimbangi aktivitas stimulasi prostaglandin
bersama dengan kemampuan oksitosin untuk meningkatkan aktivitas agonis
44
histamin.
Progesteron
akan
mengurangi
konsentrasi
reseptor
oksitosin
produksi
prostaglandin
oleh
amnionchoriondecidua
serta
meningkatkan ikatan antara progesteron dan membran janin pada saat aterm, yang
dapat menjelaskan efek predominan estrogen dalam meningkatkan produksi
prostaglandin dan memicu terjadinya proses persalinan. Pemberian progesteron
dosis tinggi telah diajukan sebagai salah satu agen tokolitik yang dimungkinkan,
tetapi kerjanya lambat dan penggunaannya telah ditinggalkan untuk tokolisis akut
terkecuali jika digunakan bersama dengan h-agonis. Kombinasi dua obat-obatan
tersebut menunjukkan yang efek sinergis dengan mengurangi kebutuhan h-agonis
dalam konsentrasi tinggi. Penggunaan progesteron profilaktik dengan dosis tinggi
diajukan untuk digunakan pada wanita dengan resiko tinggi kelahiran preterm
(riwayat satu atau lebih kelahiran preterm sebelum usia kehamilan 32 minggu).
Sebuah uji terkontrol acak oleh National Institutes of Health (NIH) menunjukkan
bahwa pemberian 17--hydroxyprogesterone caproate mingguan dengan dosis
300 mg/hari yang diberikan secara IM akan menurunkan hampir 50% insidensi
kelahiran preterm pada kehamilan antara 32 dan 36 minggu, tanpa memandang
etiologinya.
Dua studi besar oleh da Fornseca dkk., (2003, 2007) menggunakan
progesteron suppositoria per vagina. Studi pertama, 142 wanita dengan riwayat
pelahiran kurang bulan sebelumnya, cervical cerclage profilaktik atau malformasi
uterus secara acak dipilih untuk mendapatkan suppositoria progesteron 100 mg
atau plasebo tiap hari. Suppositoria dikaitkan dengan penurunan kelahiran
sebelum 34 minggu secara signifikan. Penelitian kedua, 413 wanita dengan
serviks yang pendek sesuai pemeriksaan sonografi 15 mm yang diidentifikasi
selama perawatan pranatal rutin secara acak yang dipilih untuk menerima
progesteron suppositoria pervagina 200 mg setiap malam atau plasebo sejak usia
kehamilan 24 hingga 34 minggu. Pelahiran spontan sebelum 34 minggu secara
signifikan berkurang dengan terapi progesteron.
5. Jelaskan anatomi panggul ?
45
A. Anatomi Panggul
Pada tiap persalinan harus diperhatikan 3 faktor penting, yaitu jalan lahir,
janin dan kekuatan yang ada pada ibu. Jalan lahir dibagi atas bagian tulang dan
bagian lunak. Bagian tulang terdiri dari tulang-tulang panggul dengan sendisendinya (artikulasio), sedangkan bagian lunak terdiri atas otot-otot, jaringanjaringan dan ligamen-ligamen.
Tulang-tulang panggul terdiri atas 1). os coxae yang terdiri atas os ilium,
os iskium, dan os pubis, 2). os sacrum dan 3) os koksigeus. Tulang-tulang ini satu
dengan yang lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os
pubis kanan dan kiri yang disebut simfisis. Di belakang terdapat artikulasio sakro
iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Diluar kehamilan
artikulasio ini hanya memungkinkan bergeser sedikit, tetapi pada kehamilan dan
waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung os
koksigeus dapat bergerak ke belakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.
46
47
Jenis gynaecoid
48
Panggul paling baik untuk wanita, bentuk pintu atas panggul hampir mirip
lingkaran.Diameter anteroposterior kira-kira sama dengan diameter transversa.
Jenis ini ditemukan pada 45% wanita. Merupakan jenis panggul tipikal wanita
(female type).
2.
Jenis anthropoid
Bentuk pintu atas panggul seperti ellips membujur anteroposterior.
Diameter anteroposterior lebih besar dari diameter transversa. Jenis ini ditemukan
pada 35% wanita.
3.
Jenis android
Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Diameter transversal terbesar
49
50
51
52
7.
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina.Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit,
janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
53
PANGGUL SEMPIT
Batasan panggul sempit menurut Pedoman diagnosis dan Terapi Obstetri
dan Ginekologi RSHS yaitu setiap kelainan pada diameter panggul yang
mengurangi kapasitas panggul, sehingga dapat menimbulkan distosia pada
persalinan.
Pengaruh panggul sempit pada kehamilan :
1. Retroflexi uteri gravidi incarcerate
2. Kepala tidak dapat turun pada bulan terakhir
3. Fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung
4. Abdomen pendulum pada primi gravid
5. Biasanya anak lebih kecil dari ukuran bayi rata-rata
54
ketuban pecah kepala tidak dapat menekan pada serviks karena tertahan pada
pintu atas panggul.
2. Sering terjadi kelainan presentasi atau posisi
3. Ruptur uteri, jika his menjadi telalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan
yang ditimbulkan panggul sempit.
4. Sebaliknya, jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh pangul sempit,
dapat terjadi infeksi intrapartum.
5. Fistel vesikovaginal dan rektovaginal, akibat tekanan lama pada jaringan yang
dapat menimbulkan iskemi yang menyebabkan nekrosis.
6. Ruptur simfisis (simfisiolisis), pasien merakan nyeri di daerah simfisis dan
tidak dapat mengangkat tungkainya.
7. Paresis kaki ibu akibat tekanan dari kepala pada urat-urat saraf di dalam
rongga panggul. Yang paling sering terjadi adalah kelumpuhan nervus
peroneus.
Pengaruh pada anak :
1. Kematian perinatal meningkat pada partus yang lama.
2. Prolapsus foeniculi
3. Perdarahan otak karena moulage yang kuat, terutama jika diameter biparietal
berkurang lebih dari 0,5 cm.
Tabel 1 . Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang dianjurkan
Penanganan Khusus
55
56
pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul
yang menyempit seluruhnya
KLASIFIKASI PANGGUL SEMPIT
a. Kesempitan pintu atas panggul
b. Kesempitan bidang tengah
c. Kesempitan pintu bawah panggul
Kriteria diagnosis :
a. Kesempitan pintu atas pangul
Panggul sempit relatif
57
58
Kepala dapat ditekan ke dalam panggul, tidak terdapat tumpang tindih dari
tulang parietal, berarti CPD (-).
Kepala dapat ditekan sedikit, terdapat sedikit tumpang tindih dari tulang
parietal, sekitar 0,5 cm, berarti CPD sedang. Pemeriksaan dilanjutkan
dengan perasat Muller.
Kepala anak tidak teraba oleh kedua jari, berarti CPD (+).
59
His
Lancarnya pembukaan
60
badan yang normal tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa
persalinan terdahulu juga dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada
persalinan terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat badan normal,
kemungkinan panggul sempit adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk
memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalama
dengan tangan dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul serta
memberi gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun pelvimetri luar tidak
memiliki banyak arti.
Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan mempunyai
tingkat ketelitian yang tidak dapat dicapai secara klinis. Pemeriksaan ini dapat
memberikan pengukuran yang tepat dua diameter penting yang tidak mungkin
didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter transversal pintu atas dan
diameter antar spina iskhiadika.
Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi terutama bagi
janin sehingga jarang dilakukan.4 Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi
pajanan radiasi, tingkat keakuratan lebih baik dibandingkan radiologis, lebih
mudah, namun biayanya mahal. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan
dengan MRI dengan keuntungan antara lain tidak ada radiasi, pengukuran panggul
akurat, pencitraan janin yang lengkap. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena
biaya yang mahal.
Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran
pangul yang sebenarnya, luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya
akomodasi yaitu volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan
spontan. Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr.
PENATALAKSANAAN
61
62
63
DAFTAR PUSTAKA
64
1. Anonim, Ketuban Pecah Dini. In: Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Denpasar. 2004. p:8-10
2. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban
Pecah Dini terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm.
Cermin Dunia Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17
3. Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In: Maternal-Fetal Medicine
Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, Iams JD;
W.B. Saunders Company Ltd. USA. 2004. p: 723-37.
4. Goepfert AR, Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle for
Practice. Editors: Ling FW, Duff P; McGraw Hill Medical Publishing
Division, USA. 2001. p: 357-67.
5. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture of the Membrans.
In: High Risk Pregnancy Management Options. Editors: James DK, Steer PJ,
Weiner CP, Gonik B; W.B. Saunders Company Ltd. London. 1994. p: 163-70.
6. Parry S, F.Strauss III J. Review Article Mechanism of Disease: Prematur
rupture of the fetal membrans. Editor: Epstein FH. The England Journal of
Medicine.
Massachusetts
Medical
Society.
March
1998.
p:1-20.
http://www.nejm.org.
7. Yale Medical Group The Physicians of Yale University. Prematur Rupture of
Membrans (PROM) / Preterm Prematur Rupture of Membrans (PPROM).
Revised: October 28, 2005. http://www.info.med.yale.edu/ysm/index.html.
8. Sofie Rifayani, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RSHS,
Bagian Pertama (Obstetri). Edisi 2. Bagian Obgin RSHS. 2005.