Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Sindrom renjatan dengue (dengue
shock syndrome) adalah DBD disertai dengan renjatan/shock 2.
Dengue adalah
tertinggi diperoleh pada kelompok umur dewasa muda (25-34 tahun) sebanyak
0,7% dan terendah pada bayi (0,2%) 2.
Semakin tingginya angka kejadian penyakit demam berdarah dengue ini di
Indonesia bahkan di dunia, menjadikan latar belakang penulis mengangkat
penyakit ini untuk dibahas dalam laporan kasus ini.
1.2. Definisi
Demam Dengue dikenal juga dengan break bone fever ditandai dengan
demam onset akut 3-14 hari setelah terinfeksi nyamuk3. Demam Dengue (DD) dan
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah DBD disertai
dengan renjatan/shock 2.
1.3. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk kedalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus yang memiliki diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4x10^6 1.
Terdapat 4 serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabakan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 yang terbanyak.
Terdapat reaksi silang antar serotipe dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever,
Japanese encephalitis, dan West NiLe Virus 1.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar, dan primata. Survei epidemiologi pada
hewan ternak didapatkan antibodi dengue pada kuda, sapi, dan babi. Penelitian
pada arthropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus
Aedes (Stegomyia) dan Toxorhyncites 1.
1.4. Epidemiologi
Setiap tahun, diperikirakan 50-100 juta kasus demam dengue dan 500.000
kasus demam berdarah dengue terjadi di seluruh dunia, dengan
kematian
1.5. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan. Virus dengue diinjeksikan oleh nyamuk Aedes ke aliran darah.
Virus ini secara tidak langsung mengenai sel epidemis dan dermis sehingga
menyebabkan sel Langerhans dan keratinosit terinfeksi. Sel-sel yang terinfeksi
bermigrasi ke nodus limfe, dimana makrofag dan monosit menjadi target
selanjutnya. Selanjutnya akan terjadi amplifikasi infkesi dan virus tersebar
keseluruh tubuh (viremia primer). Viremia primer ini menginfeksi makrofag dan
jaringan beberapa organ seperti limpa, sel hati, sel stromal, sel endotel dan
sumsum tulang. Infeksi makrofag hepatosit, dan sel endotel mempengaruhi
hemostasis dan respon imun sel penjamu terhadap virus dengue. Sel sel yang
terinfeksi kebanyakan mati melalui apoptosis dan hanya sedikit yang melalui
nekrosis. Nekrosis mengaktivasi sistem fibrinolitik dan koagulasi. Bergantung
berapa luasnya infeksi pada sumsum tulang dan kadar IL-6,IL-8, IL-10 dan IL-18,
hemopoiesis ditekan sehingga menyebabkan penurunan trombogenitas darah.
Produk toksik juga menyebabkan peningkatan koagulasi dan konsumsi trombosit
sehingga terjadi trombositopenia2. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti
proses
hematopoiesis
termasuk
megakariopoiesis.
Kadar
Gangguan
Sakit kepala.
Nyeri retro-orbital.
Bercak kemerahan
Anorexia
Sore Throat
Limfadenopati.
Terdapat 3 fase pada penyakit demam berdarah dengue, yaitu :
a. Fase febril pada DBD ditandai dengan naiknya suhu tubuh hingga
40oC, hal ini dikarenakan terjadinya viremia. Pada fase ini DBD
dapat bermanifestasi seperti demam dengue. Manifestasi perdarahan
yang terjadi berupa perdarahan ringan seperti pada demam dengue.
Viremia dengue ini puncaknya pada 3-4 hari pertama setelah onset
demam, tetapi kemudian viremia menghilang sehingga tidak terdeteksi
setelah beberaa hari. Tingkat viremia dan demam biasanya saling
berbanding lurus, dan nilai IgM antibodi dengue meningkat setelah
demam menghilang5.
b. Fase kritis, pada fase demam turun merupakan fase kritis dimana
terjadinya kebocoran plasma dari pembuluh darah ke intersisial
sehingga dapat memunculkan efusi pleura dan asites pada kavitas
abdomen, pada pasien yang sudah terjadi kebocoran plasma, maka
harus di monitor secara ketat untuk menilai keadaan hemodinamik
pasien, karena pada fase ini bisa terjadi syok seperti takikardi, nadi
yang teraba lemah, ekstremitas terasa dingin, dan menyempitnya
selisih antara sistol dan diastol (<20mmHg), memanjangnya waktu
pengisian kapiler (>2 detik) dan menurunnya urin output (oliguria) 5.
Warning sign termasuk nyeri pada abdomen, muntah persisten, dan
perubahan suhu tubuh yang nyata (dari demam ke hipotermia),
10
Grade II
Grade III
Grade IV
: Profound shock
terukur.
1.7. Diagnosis
1.7.1 Diagnosis Berdasarkan Gejala Klinis7,8
Beberapa pasien dengan demam berdarah akan mengembangkan menjadi
demam berdarah dengue (DBD). Apabila demam mulai mereda (biasanya 3-7 hari
setelah gejala onset), pasien dapat mendapatkan gejala warning sign. Tanda-tanda
warning sign adalah sakit perut, muntah terus-menerus, ditandai perubahan suhu
(demam hipotermia), manifestasi perdarahan, atau perubahan mental status
(mudah marah, bingung). Pasien juga mungkin memiliki tanda-tanda awal syok,
termasuk gelisah, berkeringat dingin, denyut nadi lemah dan cepat, dan tekanan
darah menjadi rendah. Pasien dengan demam berdarah harus kembali ke rumah
sakit jika mendapat tanda-tanda berikut.
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
11
>20%
setelah
mendapat
terapi
asites
cairan,
atau
hipoproteinemia.
Perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya
kebocoran plasma.
1.7.2 Diagnosis Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium7,9
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis
relative disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit,
saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue
berupa antibody total, IgM maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma
12
biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat.
Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam.
Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan
Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
13
14
15
nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus
menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam
kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan
perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam
tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus
dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya
kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien
ditangani sesusi dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada
dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi
seperti terapi pemberian cairan awal.
Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD
Dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah :
perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah
diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan
melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria),
perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan
sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan
kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok
lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin
dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht dan trombosis
serta hemostasis harus segera dilakukan dan pemeriksaan hb,Ht dan
trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam. Pemberian heparin diberikan
apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda koagulasi
intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan
sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor
pembekuan (PT dan APTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb
kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD
dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit.
16
17
18
hari
saat
penerangan
menyala.
Untuk
menghindarinya,
dapat
19
waktu dan tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat
kerentanan atau kekebalan insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan
wilayah dan musim untuk pelaksanaan pengendalian vektor. Data tersebut akan
memudahkan pemilihan dan penggunaan sebagian besar peralatan pengendalian
vektor, dan dapat dipakai untuk memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan
yang dilakukan adalah survei jentik. Survei jentik dilakukan dengan cara melihat
atau memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat
berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk
mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan
dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil
jentiknya.
Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes
aegypti adalah :
a. House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan
atau pupa.
HI =
20
Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan
populasi nyamuk Aedes aegypti. Secara garis besar ada 3 cara
pengendalian vektor yaitu :
a. Pengendalian Cara Kimiawi
Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan
pada nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah
dari golongan organoklorin, organofosfor, karbamat, dan pyrethoid.
Bahan-bahan insektisida dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan
(spray) terhadap rumah-rumah penduduk. Insektisida yang dapat
digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari golongan organofosfor
(Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut dalam air di tempat
perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi.
b. Pengendalian Hayati / Biologik
Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian biologis
dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan
mikroorganisme hewan invertebrate atau vertebrata. Sebagai pengendalian
hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit dan pemangsa. Beberapa
jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia affinis)
adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa jenis
golongan
cacing
nematoda
seperti
Romanomarmis
iyengari
dan
21
Surveilans Kasus
Surveilans kasus DBD dapat dilakukan dengan surveilans aktif
maupun pasif. Di beberapa negara pada umumnya dilakukan surveilans
pasif. Meskipun system surveilans pasif tidak sensitif dan memiliki
spesifisitas yang rendah, namun system ini berguna untuk memantau
kecenderungan penyabaran dengue jangka panjang. Pada surveilans pasif
setiap unit pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, poliklinik, balai
pengobatan, dokter praktek swasta, dll) diwajibkan melaporkansetiap
penderita termasuk tersangka DBD ke dinas kesehatan selambatlambatnya dalam waktu 24 jam.
Surveilans aktif adalah yang bertujuan memantau penyebaran dengue
di dalam masyarakat sehingga mampu mengatakan kejadian, dimana
berlangsung penyebaran kelompok serotipe virus yang bersirkulasi, untuk
mencapai tujuan tersebut sistem ini
harus
mendapat
dukungan
22
Dokter
atau
unit
kesehatan
setelah
melakukan
23
Epidemiologi
adalah
kegiatan
pencarian
untuk
membatasi
penularan.
Maksud
penyelidikan
24
25
BAB 2
STATUS ORANG SAKIT
No. Reg. RS : 00.55.93.08 (P)
Nama Lengkap : Herlina Ketaren
Tanggal Lahir : 11-12-1965
Umur :
80 tahun
Jenis Kelamin :
Perempuan
26
No./Telepon : -
Status: -
Pendidikan : -
ANAMNESIS
Autoanamnese
Alloanamnese
bawah.
Riwayat perdarahan spontan seperti mimisan, gusi berdarah,
BAK merah dan BAB hitam disangkal. Mual (-) dan muntah (-).
Os mngeluh kan nyeri kepala dan nyeri di seluruh sendi badan.
BAK (+) normal dengan volume 1500cc/hari dengan warna
kuning jernih. Riwayat BAK merah (-), nyeri saat BAK (-),
BAK berpasir (-). BAB (+) normal, namun terkadang os
mengeluhkan kesulitan BAB. Dilaporkan tetangga os menderita
demam berdarah 2 minggu yang lalu.
RPT
RPO
27
Kulit:
Tidak ada keluhan
Alat kelamin:
Tidak ada keluhan
Umum :
Keadaan umum sedang
Abdomen :
Tidak ada keluhan
Mata:
Tidak ada keluhan
Hematologi:
Tidak ada keluhan
Telinga:
Tidak ada keluhan
Endokrin/metabolik:
Tidak ada keluhan
Hidung:
Tidak ada keluhan
Muskuloskeletal :
Tidak ada keluhan
Sistem saraf:
Tidak ada keluhan
Pernapasan :
Tidak ada keluhan
Emosi :
Terkontrol
Jantung :
Tidak ada keluhan
Vaskuler :
Tidak ada keluhan
DESKRIPSI UMUM
Kesan Sakit
Gizi
BB
Ringan =
TB
=
IMT
= 27,34
160
Sedang
169
Kesan
kg
Berat
cm
=
Obese class I
TANDA VITAL
CM
Deskripsi:
Komunikasi Baik
Frekuensi 100x/i
Temperatur
Aksila : 38 oC
Rektal : tdp
Pernafasan
Frekuensi: 24 x/menit
Kesadaran
Nadi
Tekanan darah
Penilaian Nyeri :
Intensitas Nyeri : -
28
Lokasi Nyeri
:-
KEPALA :
MATA
isokor, ki=ka 3mm, refleks cahaya direk (+), indirek (+), kesan normal.
TELINGA
: Dalam batas normal
HIDUNG
: Dalam batas normal
MULUT DAN TENGGOROKAN : Dalam batas normal
LEHER : Struma tidak membesar, pembesaran KGB (-), Trakea medial, TVJ R-2
cm H2O
THORAX :
Depan
Belakang
Inspeksi
Simetris fusiformis
Simetris fusiformis
Palpasi
Sf ka=ki
Perkusi
medial LMCS
Batas paru hati R: ICR V LMCD.
Sonor
A: ICR VI LMCD.
Peranjakan: 1cm
Batas atas jantung: ICR III LMCS
Batas kiri jantung: ICR V 1cm
lateral LMCS
Batas kanan jantung: ICR I linea
Auskultasi
parasternal dextra
SP: vesikuler
ST: (-)
SP: vesikuler
ST: (-)
JANTUNG :
Batas Jantung Relatif: Atas : ICS III LMCS
Kanan : ICS IV 1 cm latral LMCS
Kiri : ICR IV linea parasternal dextra
HR: 100 x/menit, reguler, M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (+),
tingkat : 3/6, desah diatolis (-).
ABDOMEN
Inspeksi
: Simetris
Palpasi
: Soepel, H/L/R tidak teraba
Perkusi
: Timpani
29
Auskultasi
: Normoperistaltik
PINGGANG :
Tapping pain (-), ballotement (-)
INGUINAL :
Tidak dilakukan pemeriksaan
EKSTREMITAS :
Superior : edema (-), pucat (-)
Inferior : edema (-)
GENITALIA :
Dalam batas normal
NEUROLOGI :
Refleks fisiologis (+) Normal
Refleks Patologis (-)
BICARA :
Komunikasi baik
HASIL LAB
Darah
Kemih
Tinja
30
Kepala :
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, ki=ka 3mm,
Thorax :
Palpasi : Sf ka=ki
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : vesikuler , ST : (-)
Urin Rutin
BAB 3
FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN
Tanggal
P
Terapi
28/05/2
015
29/05/2
015
Demam
(-),
Sakit
kepala
(+),
Nyeri
seluruh
sendisendi
tubuh
(+)
Sens : CM
TD : 110/70
mmHg
HR : 100 x/i
RR : 28 x/i
Temp : 37,1
o
C
PD :
Mata: anemis
(-/-) ikterus
(-/-)
H/T/M : t.a.k
Leher : TVJ
R-2cmH2O,
pem KGB (-)
Thorax : SP :
vesikuler ST:
(-)
Jantung :
auskultasi :
desah sistolik
(+) Katup
Aorta,
Trikuspid
Abdomen:
simetris,
soepel, H/L/R
ttb, timpani,
peristaltik (+)
N
Eks :
sup : ptechie
(+/+), oedem
(-/-)
inf : ptechie
(+/+), oedem
(-/-)
Lab :
Hb
:
13.10 g %
Eritrosit :
4.34 x
106/mm3
Leukosit :
2.88 x
103/mm3
Trombosit : 51
x 103/mm3
Ht
:
37.40 %
Kesan :
Leukopenia +
Trombositope
nia
KGD sewaktu
: 244 mg/dL
Imunoserologi
DHF
grade II
CHF fc I
ec MR
mild +
AS
severe +
AR
mildmoderat
e + TR
mild
Ti
rah
Baring
D
iet MM
rendah
garam
I
VFD
NaCl
0,9% 20
gtt/i
In
j.
Ranitidin
e 50
mg/12jam
P
aracetamo
l 3 x 500
mg
C
oncor 1 x
5 mg
F
urosemid
e 1 x 40
mg
S
pironolakt
on 1 x 25
mg
R
amipril 1
x 2.5
Diagnosti
k
DR
serial /
24 jam
Konsul
Kardio
logi
BAB 4
DISKUSI
NO
1.
TEORI
Epidemiologi
Terdapatnya penderita dilingkungan
keluarga, serta mobilisasi sebagai faktor
penjamu.
Manisfestasi Klinis
Demam atau riwayat demam akut,
antara 2-7 hari, yang diikuti oleh fase
kritis selama 2-3 hari.
Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit
kepala, nyeri retro-orbital, mialgia,
antralgia.
3
a.
b.
c.
d.
4.
Diagnosis
Terdapat satu dari manifestasi
perdarahan berikut:
Uji bendung positif
Petekie, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa (tersering
epistaksis atau perdarahan gusi),
atau perdarahan dari tempat lain
Tanda kebocoran plasma lainnya
seperti: efusi pleura, asites, atau
hiponatremia.
Trombosit: umumnya terdapat
trombositopenia pada hari ke 3-8
Hematokrit: kebocoran plasma
dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan Hematokrit 20% dari
hematokrit awal, umumnya dimulai
pada hari ke-3 demam.
Pemeriksaan Penunjang
Imonoserologi dilakukan pemeriksaan
IgM, dan IgG terhadap dengue dan NS1
KASUS
OS tinggal di daerah Pancur Batu
merupakan salah satu daerah endemis
demam berdarah. Anak OS, dan
beberapa tetangga OS juga
mengeluhkan hal yang sama seperti OS.
Demam sudah 5 hari berlangsung, naik
secara tiba-tiba.
Terapi
Penatalaksanaan yaitu berupa pemberian
caiaran isotinik seperti NaCl 0,9%,
ringer lactate, sesuai rumus 1500 + {20
x (BB dalam kg -20}
BAB 5
KESIMPULAN
Pasien perempuan 80 tahun menderita DHF (Dengue Hemorrhagic Fever).
BAB 6
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro,2006. Demam Berdarah Dengue, Dalam: A.W. Sudoyo, et al., eds.
2006 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-3 Jilid III, Jakarta : Interna
Publishing Hal. 1709-1713 Bab 387.
2. Tanto,Chris,2014. Demam Berdarah Dengue, Dalam: Tanto,Chris,et.al.,eds
2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV jilid II, Jakarta : Media
Aesculapius
3. U.S Department Healt and Human Services,2009.Dengue and Dengue
Hemoragic
Fever,
Available
in
http://www.cdc.gov/Dengue/resources/Dengue&DHF%20Information
%20for%20Health%20Care%20Practitioners_2009.pdf [Accessed 02 June
2015]
4. Sheperd,
Suzan
Moore,2014.Dengue.
Available
in
http://emedicine.medscape.com/article/215840-overview#a0101 [acceses 02
june 2015]
5. Center for Disease Control and Prevention,2015, Dengue. Available in :
http://www.cdc.gov/Dengue/clinicalLab/index.html [accesed 02 june 2015]
6. World Health Organization,2015, Dengue and Severe Dengue, Available
in :http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ [accesed 02 june
2015]
7. Dahlan, Zul. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke V jilid III.
Jakarta : Interna Publishing.
8. Kumar & Clarks. 2012. Clinical Medicine. Edisi ke-8. Spain: SAUNDERS
ELSEVIER Publishing. Halaman: 106-107. Bab 4.
9. Nicki, Brian, et al., 2010. Davidsons Principle and Practice of Medicine.
Edisi ke-21. Edinburgh: CHURCHILL LIVINGSTONE Publishing.
Halaman: 318-321. Bab 13.
10. Depkes RI. (2007). Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Jakarta:
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia
Direktorat
Jenderal
Puerto
Rico.
Available
online
http://www.cdc.gov/Dengue/resources/Dengue&DHF%20Information
%20for%20Health%20Care%20Practitioners_2009.pdf
at: