Você está na página 1de 28

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN

SEPTEMBER 2014

UNIVERSITAS HASANUDDIN

KAKI DIABETIK

OLEH:
ST.HARDIYANTI.S.MALIK
C 111 10 257

PEMBIMBING:
dr. M. Saldy

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. M

Umur

: 45 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Alamat

: Jl. Tamangapa Raya

Pekerjaan

: IRT

Nomor RM

: 643139

Tanggal MRS : 23 Desember 2013


Ruangan

: Lontara 1 Bangsal Atas Belakang

B. CATATAN RIWAYAT PENYAKIT


ANAMNESIS

: Autoanamnesis

KELUHAN UTAMA

: luka pada telapak kaki kiri

ANAMNESIS TERPIMPIN :
Dialami sejak 1 bulan SMRS, awalnya luka hanya kecil akibat tertusuk
oleh ujung hecter, lalu luka dibawa ke mantri dan dikeluarkan nanahnya, luka
dijahit dan menjadi infeksi, kemudian luka semakin bertambah melebar, nanah
(+), bau (+), nyeri pada luka (+) hingga tidak bisa jalan. Demam (-). Pasien tidak
mengalami batuk, lender, dan sesak. Pasien tidak mengalami mual, muntah dan
nyeri ulu hati. Penurunan BB 10 kg dalam 1 bulan terakhir. Pasien mengeluh
sering kram, gatal, kebas, dan merasa panas pada kedua kaki dan ujung-ujung jari
tangan, Pasien juga mengaku sering mengalami luka-luka kecil di kaki tanpa
disadari (tidak terasa).
BAK : Lancar, warna kuning, Riwayat BAK berpasir dan keruh (-) pasien merasa
sering-sering BAK pada malam hari 6x dalam 3 bulan terakhir.
BAB : Biasa, konsistensi padat, warna kuning kecoklatan.
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
Riwayat Diabetes sejak 13 tahun yang lalu dengan pengobatan yang tidak
teratur, namun obatnya tidak diktehui. Riwayat DM pada keluarga disangkal.
2

Riwayat tekanan darah tinggi disangkal.


Riwayat batuk lama (-), Riwayat OAT (-)
Riwayat penyakit maag (+) tidak diketahui sejak kapan, membaik dengan obat
maag.
Riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat merokok (-) Riwayat minum minuman beralkohol (-).
Riwayat penyakit rematik dan asam urat (-).
Riwayat penyakit kuning (-).
Riwayat bengkak pada kaki (-)
C. PEMERIKSAAN FISIS
Status Present :

Sakit sedang/ Gizi Cukup/ Composmentis


BB= 54 kg; TB= 156 cm; IMT= 22,189 kg/m2
Tanda Vital :
o Tensi
o Nadi
o Pernapasan
o Suhu
Kepala
o Ekspresi

: 140/80
: 82
: 20
: 36,9

mmHg
kali/menit (regular)
kali/menit
0
C
: Biasa

Simetris muka

: simetris kiri = kanan

o Deformitas
o Rambut

: (-)
: Hitam kusam , alopesia (-)

Mata
o
o
o
o
o
o
o
o

Eksoptalmus/Enoptalmus
Gerakan
Tekanan bola mata
Kelopak Mata
Konjungtiva
Sklera
Kornea
Pupil

: (-)
: ke segala arah
: dalam batas normal
: edema palpebra (-)
: anemis (-)
: ikterus (-)
: jernih
: bulat, isokor 2,5mm/2,5mm
Reflex cahaya +/+

Telinga
o Pendengaran
: dalam batas normal
o Tophi
: (-)
o Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)

Hidung
o Perdarahan
o Sekret

Mulut
o
o
o
o
o

Bibir
Lidah
Tonsil
Faring
Gigi geligi

: (-)
: (-)

: pucat (-), kering (-)


: kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)
: T1 T1, hiperemis (-)
: hiperemis (-),
: caries (-)

o Gusi

:perdarahan

gusi

(-),

hipertrofi

ginggiva (-)

Leher
o Kelenjar getah bening
o Kelenjar gondok
o DVS
o Pembuluh darah
o Kaku kuduk
o Tumor
Thorax
o Inspeksi

: tidak ada pembesaran


: tidak ada pembesaran
: R+1 cm H2O
: tidak ada kelainan
: (-)
: (-)

Bentuk

: normochest, simetris kiri = kanan

Pembuluh darah

: tidak ada kelainan

Buah dada

: simetris kiri = kanan, ginecomasti(-)

Sela iga

: dalam batas normal

Lain lain

: (-)

o Palpasi
Fremitus raba
Nyeri tekan

: vocal fremitus kiri=kanan,


: (-)

o Perkusi
Paru kiri
Paru kanan
Batas paru-hepar
Batas paru belakang kanan
Batas paru belakang kiri

: sonor
: sonor
: ICS VI dextra anterior,
: CV Th. IX dextra
: CV Th. X sinistra

o Auskultasi :

Bunyi pernapasan

: Vesikuler kiri = kanan

Bunyi tambahan

: Rh -/-, Wh -/-

Jantung:
o Inspeksi
o Palpasi
o Perkusi
batas atas jantung

: Ictus cordis tidak tampak


: Ictus cordis tidak teraba
: Pekak
: ICS II sinistra

batas kanan jantung

: ICS III-IV linea parasternalis dextra

batas kiri jantung

: ICS V linea midclavicularis sinistra

o Auskultasi

: Bunyi jantung I/II murni regular, bunyi

tambahan (-)

Abdomen
o Inspeksi : Datar , ikut gerak nafas
o Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
o Palpasi
: Perut distended (-), Massa tumor (-), Nyeri tekan (-)
o Perkusi : Timpani (+)

Alat Kelamin

Tidak dilakukan pemeriksaan

Anus dan Rektum

Tidak dilakukan pemeriksaan

Punggung
o Palpasi
o Nyeri ketok
o Auskultasi

: NT (-), MT (-)
: (-)
: BP : Vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/- Wh -/-

o Gerakan
o Lain lain

: dalam batas normal


: (-)

Ekstremitas
o Pitting edema (-)/(-), Clubbing Finger (-), CRT <2 detik
o Pedis sinistra : luka di region apneurosis plantaris, tuber calcanei,
ukuran 10x5 cm disertai pus (+), bau (+), darah (+).

D. DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Kaki diabetik (S)
2. DM tipe 2 Non Obese
3. HT grade I

E. PENATALAKSANAAN AWAL:
1. Diet DM 1700 kkal/ hari
2. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
3. Ceftriaxone 2gr/12j/drips
4. Ciprofloxacin 0,2gr/12j/iv
5. Metronidazole 0,5gr/8j/iv
6. Amlodipin 5mg 0-0-1
7. Novorapid 6-6-6 IU/sc
8. Levemir 0-0-10 IU/sc
9. Paracetamol tab 500 mg (k/p)
10. Ketorolac 1amp/12j/iv (k/p)
11. Rawat luka pagi & siang
F. RENCANA PEMERIKSAAN:

Apusan darah tepi


GDS pre-meal (siang dan malam)
GDP / hari
GD2PP
HbA1c
Urinalisa

G. FOLLOW UP
TANGGAL

PERJALANAN PENYAKIT

INSTRUKSI DOKTER

24/12/2013

Perawatan Hari I:
S: luka pada telapak kaki kiri, nanah
(+), bau (+), nyeri pada luka (+),
mual (+), muntah (-).
BAK: lancar, sering terbangun
pada malam hari.
BAB: biasa, konsistensi padat,
warna kuning kecoklatan

R/

T:140/80mmHg
N: 82x/i
P: 20x/i
S: 36,9 0C

Diet DM 1700 kkal/hr


IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Ceftriaxone 2gr/12j/drips
Ciprofloxacin 0,2gr/12j/iv
Metronidazole 0,5gr/8j/iv
Amlodipin 5mg 0-0-1
Novorapid 6-6-6 IU/sc
Levemir 0-0-10 IU/sc
Paracetamol tab 500 mg
(k/p)
Ketorolac
1amp/12j/iv
(k/p)
Perawatan luka

O: SS/GC/CM
anemis (+) ikterus (-)
BP bronkovesikuler, BT -/BJ I/II murni, regular
peristaltik (+) kesan N
H/L tidak teraba
Ext : pitting edema (-/-), ulkus
pada region apneurosis plantaris,
tubercalcanei, pus (+), hiperemis Periksa:
(+), nyeri tekan (+).
Urinalisis
GDP/hari , GDS pre-meal

A: Kaki diabetik (S)


DM tipe 2 Non Obese
HT grade I

25/12/2013

Perawatan Hari II
S: nyeri pada luka (+)
Mual (+), nafsu makan baik.

(siang-malam), HbA1c
Profil lipid, asam urat
Foto thorax PA
Foto pedis sinistra AP/lat

R/

T:140/70mmHg

N: 80x/i

P: 20x/i
O: : SS/GC/CM

S: 36,7 0C
anemis (-) ikterus (-)

BP bronkovesikuler, BT -/
GDS
BJ I/II murni, regular

- S: 218 mg/dl
peristaltik (+) kesan N
- M:149 mg/dl
H/L tidak teraba

Ext : pitting edema (-/-), ulkus


GDP: 155 mg/dl
pada region apneurosis plantaris,
tubercalcanei, pus (+), hiperemis
(+), nyeri tekan (+).
A: Kaki diabetik (S) Wagner IV
DM tipe 2 Non Obese
HT grade I

26/12/2013
T:150/70mmHg
N: 80x/i
P: 20x/i
S: 36,5 0C

Perawatan Hari III


S: nyeri pada luka (+)
Mual (-), demam (-), nafsu
makan baik.

O: SS/GC/CM
anemis (-) ikterus (-)
GDS
BP bronkovesikuler, BT -/- S: 161 mg/dl
BJ I/II murni, regular
- M: 124 mg/dl
peristaltik (+) kesan N
H/L tidak teraba
GDP: 112 mg/dl
Ext : pitting edema (-/-), ulkus
pada region apneurosis plantaris,
tubercalcanei, pus (+), hiperemis
(+), nyeri tekan (+).
A: Kaki diabetik (S) Wagner IV

Diet DM 1700 kkal/hr


IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Ceftriaxone 2gr/12j/drips
Ciprofloxacin 0,2gr/12j/iv
Metronidazole 0,5gr/8j/iv
Amlodipin 5mg 0-0-1
Novorapid 6-6-6 IU/sc
Levemir 0-0-10 IU/sc
Paracetamol tab 500 mg
(k/p)
Ketorolac
1amp/12j/iv
(k/p)
Perawatan luka

Periksa:
GDP, GDS pre-meal (siangmalam), HbA1c
Tunggu hasil urin rutin
Tunggu hasil profil lipid
Tunggu hasil foto thorax &
foto pedis
Kultur & sensitivitas
R/
Diet DM 1700 kkal/hr
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Ceftriaxone 2gr/12j/drips
Ciprofloxacin 0,2gr/12j/iv
Metronidazole 0,5gr/8j/iv
Amlodipin 5mg 0-0-1
Novorapid 6-6-6 IU/sc
Levemir 0-0-10 IU/sc
Paracetamol tab 500 mg
(k/p)
Ketorolac
1amp/12j/iv
(k/p)
Perawatan luka
Periksa:

DM tipe 2 Non Obese


HT grade I

GDP/hari, GDS pre-meal


(siang-malam)
Kultur pus & sensitivitas
AB

27/12/2013

Perawatan Hari IV
R/
S: nyeri pada luka (+)
Diet DM 1700 kkal/hr
T:150/70mmHg
Mual (-), demam (-), nafsu IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
N: 80x/i
makan baik.
Ceftriaxone 2gr/12j/drips
P: 20x/i
Ciprofloxacin 0,2gr/12j/iv
S: 36,7 0C
O: SS/GC/CM
Metronidazole 0,5gr/8j/iv
anemis (-) ikterus (-)
Amlodipin 5mg 0-0-1
GDS
BP bronkovesikuler, BT / Novorapid 6-6-6 IU/sc
- S: 263 mg/dl
BJ I/II murni, regular
- M: 192 mg/dl
peristaltik (+) kesan N
Levemir 0-0-10 IU/sc
H/L tidak teraba
Paracetamol tab 500 mg
GDP: 125 mg/dl
Ext : pitting edema (-/-), ulkus
(k/p)
pada region apneurosis plantaris, Ketorolac
1amp/12j/iv
tubercalcanei, pus (+), hiperemis
(k/p)
(+), nyeri tekan (+).
Perawatan luka
A: Kaki diabetik (S) Wagner IV
DM tipe 2 Non Obese
HT grade I

Periksa:
GDP/hari, GDS pre-meal
(siang-malam)
Darah rutin
Elektrolit
BT, CT, PT, APTT
Tunggu hasil kultur pus &
sensitivitas AB

28/12/2013

Perawatan Hari V
R/
S: nyeri pada luka (+)

T:150/80mmHg
Mual (-), demam (-), nafsu
N: 82x/i
makan baik.

P: 20x/i

S: 36,8 0C
O: SS/GC/CM

anemis (-) ikterus (-)

GDS
BP bronkovesikuler, BT -/
- S: 186 mg/dl
BJ I/II murni, regular
- M: 197 mg/dl
peristaltik (+) kesan N

H/L tidak teraba

GDP: 102 mg/dl


Ext : pitting edema (-/-), ulkus
pada region apneurosis plantaris,
tubercalcanei, pus (+), hiperemis
(+), nyeri tekan (+).

Diet DM 1700 kkal/hr


IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Ceftriaxone 2gr/12j/drips
Ciprofloxacin 0,2gr/12j/iv
Metronidazole 0,5gr/8j/iv
Amlodipin 5mg 0-0-1
Novorapid 6-6-6 IU/sc
Levemir 0-0-10 IU/sc
Paracetamol tab 500 mg
(k/p)
Ketorolac
1amp/12j/iv
(k/p)
Perawatan luka

10

A: Kaki diabetik (S) Wagner IV


DM tipe 2 Non Obese
HT grade I

Periksa:
GDP/hari, GDS pre-meal
(siang-malam)
Tunggu hasil kultur pus &
sensitivitas AB
Konsul BTKV

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
23 Desember 2013
Jenis Pemerikaan
SGOT
SGPT
KIMIA Ureum
DARAH Kreatinin

Hasil
20 U/L
17 U/L
32 mg/dL
1,00 mg/dL

Nilai Rujukan
< 38 U/L
< 41 U/L
10 50 mg/dL
< 1,1 mg/dL

Protein total

5,1 g/dL

6,6 ~ 8,7 g/dL

Albumin

3,1 g/dL

3,5 ~ 5.0 d/dL

27 Desember 2013
Jenis Pemerikaan
Warna
pH
Berat jenis
Protein

URINE
RUTIN

Hasil
Kuning
6.0
1.010
++/100 mg/dL

Nilai Rujukan
Kuning muda
4.5 ~ 8.0
1.005 ~ 1.035
Negatif

Glukosa

Negatif

Negatif

Bilirubin

Negatif

Negatif

Urobilinogen

Normal

Normal

Keton

Negatif

Negatif

Nitrit

Negatif

Negatif

Blood

Negatif

Negatif

Lekosit

+- 15 sel/uL

Negatif

Vit. C

Negatif

Negatif

Sedimen lekosit

12 /lpb

< 5/lpb

Sedimen eritrosit

>100

<5/lpb

11

Sedimen torak

Sedimen kristal

Sedimen epitel

Lain lain

Bakteri +

I. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
o Pemeriksaan Foto Pedis AP + Obliq (24 Deesember 2013)
Kesan : Fascitis plantaris dan tendinitis os. Calcaneus sinistra disertai
soft tissue swelling dengan gas gangren. Tidak tampak tanda-tanda
osteomyelitis.
J. PROGNOSIS
o Ad Functionam
o Ad Sanationam
o Ad Vitam

: Dubia
: Dubia
: Dubia

BAB II
PEMBAHASAN

RESUME
Seorang perempuan, 45 tahun masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan luka
pada telapak kaki kiri, dialami sejak 1 bulan SMRS, awalnya luka hanya kecil
akibat tertusuk oleh ujung hecter, lalu luka dibawa ke mantri dan dikeluarkan
nanahnya, luka dijahit dan menjadi infeksi, kemudian luka semakin bertambah
melebar, nanah (+), bau (+), nyeri pada luka (+) hingga tidak bisa jalan. Demam
(-). Pasien tidak mengalami batuk, lender, dan sesak. Pasien tidak mengalami
mual, muntah dan nyeri ulu hati. Pasien tidak mengeluhkan pengelihatan kabur.
Nafsu makan biasa, pasien sering merasa lapar meski baru makan beberapa jam
yang lalu, pasien sering merasa lemah dan merasa cepat haus. Penurunan BB 10
kg dalam 1 bulan terakhir. BAK : Lancar, warna kuning, Riwayat BAK berpasir
dan keruh (-) pasien merasa sering-sering BAK pada malam hari 6x dalam 3
bulan terakhir. BAB : Biasa, konsistensi padat, warna kuning kecoklatan. Riwayat
12

Diabetes sejak 13 tahun yang lalu dengan pengobatan yang tidak teratur namun
obat yang dikonsumsi tidak diketahui. Riwayat DM pada keluarga disangkal.
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan SP: SS/GC/CM, tanda vital T: 140/80
mmHg, N: 82 x/menit, P: 20 x/menit, S: 36,9 0C. Tampak luka pada region
apneurosis plantaris, tuber calcanei, ukuran 10x5 cm disertai pus (+), bau (+),
darah (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan lekosit tanda-tanda
infeksi. Selain itu terdapat penurunan konsentrasi hemoglobin dan hematokrit
yang menandakan pasien anemia meskipun secara fisik (pemeriksaan fisik) tidak
didapatkan pasien anemis.
Pada foto thorax tidak ditemukan adanya kelainan sedangkan pada foto pedis
sinistra AP didapatkan kesan fascitis plantaris dan tendinitis os. Calcaneus sinistra
disertai soft tissue swelling dengan gas gangren. Tidak tampak tanda-tanda
osteomyelitis.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang
lainnya, maka pasien ini didiagnosis sebagai kaki diabetik (S) Wagner IV + DM
tipe 2 non obese + HT grade I.

DISKUSI
Pasien Ny.M datang dengan keluhan luka pada telapak kaki kiri yang dialami
sejak kurang lebih satu bulan sebelum masuk rumah sakit, yang akibat tertusuk
ujung hecter. Luka tersebut tidak kunjung sembuh dan bertambah lebar. Pada
anamnesis ditemukan riwayat DM sejak 13 tahun yang lalu, berobat tidak teratur.
Selain itu pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar GDP dan
GDS. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa pasien menderita DM yang tidak
terkontrol dan menunjang diagnosis kaki diabetik.
Adapun pemeriksaan lebih lanjut didapatkan rasa kram, gatal, dan kebas pada
ujung-ujung jari tangan dan kaki, serta proteinuria dari urinalisisnya,
membuktikan bahwa pasien ini telah mengalami berbagai komplikasi DM, baik
makrovaskular maupun mikrovaskular.

13

Foto pedis AP/lateral menunjukkan tanda-tanda gas gangren namun


didapatkan tanda-tanda infeksi sekunder oleh karena itu luka pada kaki Ny. M
diklasifikasikan sebagai kaki diabetik Wagner IV.
Penatalaksanaan awal yang diberikan utamanya bertujuan untuk mencegah
infeksi lebih lanjut pada kaki, mengontrol kadar gula darah, menurunkan tekanan
darah, serta memperbaiki profil lipid. Untuk kaki diabetiknya diberikan triple
drugs

combination

yang

terdiri

atas

Ceftriaxone,

Ciprofloxacin,

dan

Metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik spektrum luas,


yang dapat mencegah berkembangnya bakteri Gram positif, Gram negatif,
maupun bakteri anaerob. Pemberian kombinasi antibiotik ini diberikan sebagai
pengobatan awal sementara menunggu hasil kultur dan sensitivitas antibiotik yang
dilakukan. Terapi ini bersifat agresif sebab pada penderita kaki diabetik terdapat
vaskulopati dan hiperglikemi yang merupakan lingkungan kondusif bagi bakteri
untuk berkembang biak dan memperlambat sembuhnya luka.
Pada pasien ini diberikan terapi insulin yang terdiri atas long-acting insulin
dan rapid-acting insulin, sebab selain terdapat infeksi pada kaki, juga akan
dilakukan tindakan debridement dan penanganan luka sehingga kadar gula darah
perlu diturunkan secara cepat. Selain itu, hal ini juga menyebabkan terapi
antiplatelet seperti aspirin belum dapat diberikan pada pasien, sebab pemberian
antiplatelet akan mengakibatkan pemanjangan LED dan mengganggu proses
penyembuhan luka. Idealnya, pada pasien-pasien DM diberikan terapi antiplatelet
untuk mencegah terjadinya vaskulopati dan memperlancar aliran darah ke seluruh
bagian tubuh.
Edukasi pasien mengenai pemakaian pelindung kaki dan (jika memungkinkan)
pemilihan sepatu khusus untuk mendistribusikan tekanan secara merata pada
seluruh permukaan telapak kaki. Penurunan berat badan dan pengaturan diet
dianjurkan untuk mengurangi risiko timbulnya berbagai komplikasi seperti
penyakit jantung koroner, stroke, dan lain-lain.

14

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik
yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi
komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi
komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik,
nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun makrovaskular
(stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease). Komplikasi lain
dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya
terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian
dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik. 1

15

Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan

oleh

diabetes

mellitus.

Faktor

utama

yang

mempengaruhi

terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati


somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh
penderita. 2
B. EPIDEMIOLOGI
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling
ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter
pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Seringkali kaki diabetik
berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki
diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan
maksimal, karena selain kurangnya minat untuk mendalami masalah kaki
diabetik, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetik juga masih sangat
menyolok. Sebagai tambahan, masalah biaya pengobatan yang besar yang tidak
terjangkau oleh masyarakat pada umumnya juga menambah peliknya masalah
kaki diabetik. 1
Di RSUPN dr. CiptoMangunkusumo, masalah kaki diabetik masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu
menyangkut kaki diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih sangat
besar, masing-masing 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para
penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan
meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3
tahun pasca amputasi. 1
C. ETIOLOGI
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik.
Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi: 2

Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.

16

Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati


motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).

Faktor presipitasi
Perlukaan di kulit (jamur).
Trauma.
Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.

Faktor yang memperlambat penyembuhan luka


Derajat luka.
Perawatan luka.
Pengendalian kadar gula darah.

D. PATOFISIOLOGI
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetik. 1
1. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan
permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen
yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh
lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral tidak cukup, akan
terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. 2
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain
berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama
sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang

17

paling awal mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat
diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri femoralis profunda, arteri
poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal
dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat
berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang
memerlukan amputasi. 2
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana
basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet
aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan
mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau
jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya. 2
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa disfungsi
endotel melalui berbagai mekanisme antara lain: 3

Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan


makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat
antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan

tekanan intravaskular akibat gangguan keseimbangan NO dan prostaglandin.


Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraselular sehingga akan

menyebabkan gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi NO.


Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot

polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.


Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG) melalui jalur
glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik

DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi.


Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan
hiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan
peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol
(oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Di samping itu peningkatan
kadar asam lemak bebas dan keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan

oksidasi fosfolipid dan protein.


Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombotik dan agregasi
platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain
penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat

18

peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu, pada DM tipe 2 terjadi peningkatan


aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti pembentukan
advanced glycosylation end products (AGEs) dan penurunan sintesis heparin

sulfat.
Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan
disfungsi

endotel,

namun

aktivasi

koagulasi

yang

berulang

dapat

menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel sehingga akan


terjadi disfungsi endotel.
Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung secara
kronik hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine dibagi menjadi
stadium sebagai berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio intermitten, III. resting
pain, IV. iskemia/infark dan/atau gangren. 2
2. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan
patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf
halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back,
di mana ada teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka semakin
rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas, ternyata
ekstremitas bawah yang lebih dulu terkena. 2
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan
mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran
darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia dan
bahkan gangren. 2
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa
sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan
mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya
akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan
neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan
proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf

19

perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf


otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal,
keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural,
dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark
miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons katekolamin
terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia. 4
a) Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang
menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat
akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler.
Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan
perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan
menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada
mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya
trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian
berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren. 2
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang
klasik dengan 4 tahap perkembangan: 2
(1)

Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.

(2)

Terjadi

disolusi,

fragmentasi,

dan

fraktur

pada

persendian

tarsometatarsal.
(3)

Terjadi fraktur dan kolaps persendian.

(4)

Timbul ulserasi plantaris pedis.

b) Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang
proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki.
Pada keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan refleks untuk
meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang
menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di
sini sinyal diolah kemudian respon dikirim melalui saraf motorik. 2

20

Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik


(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya
tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul
infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan
keselamatan pasien. 2
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti: 2
(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit
karena lama berbaring, dekubitus).
(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
c) Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya
tonus vasomotor, dan lain-lain. 2
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama
pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering,
dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul
selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati otonom juga
menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan
nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat
viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun
dengan akibat mudah terjadi ulkus. 2
3. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik
pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik
biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di
atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam
dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan

21

kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu


gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi. 2
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk
gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di samping itu,
50% dari kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami infeksi akibat munculnya
lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. 2
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius.
Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin
(seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang
menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga
menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi.
Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan
energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan
insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai
sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang
mengalami kekurangan insulin. 2
KLASIFIKASI
A. Klasifikasi Edmonds (Kings College Hospital, London, 2004-2005) 1
Stage 1: Normal Foot
Stage 2: High Risk Foot
Stage 3: Ulcerated Foot
Stage 4: Infected Foot
Stage 5: Necrotic Foot
Stage 6: Unsalvable Foot.
B. Klasifikasi Liverpool 1
Klasifikasi primer:
Vaskular
Neuropati
Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder:
Tukak sederhana, tanpa komplikasi
Tukak dengan komplikasi.
C. Klasifikasi Wagner 1
22

Wagner 0: Kulit intak/utuh


Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.

PENATALAKSANAAN
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan
terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.
Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para
penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki
diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko terjadinya
dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik
berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu: 1
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya
tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan
dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan
alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik
akan dapat dicegah. 1
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki
yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang
insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai
alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk
kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk

23

memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan dibahas


lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder. 1
B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya
harus dikelola bersama.
1. Mechanical control (pressure control)
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area
pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut
akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan
weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast walker, total
contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric
carts, maupun cradled insoles. 1
Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada
luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi
bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles
tendon lengthening, dan partial calcanectomy). 1
2. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat
mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat.
Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan
nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi
produksi cairan/pus dari ulkus/gangren. 1
Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba
pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa
perak sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridement
non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan
nekrotik luka, seperti preparat enzim. 1
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang
24

dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat
perawatan kaki diabetik. 1
3. Microbiological control (infection control)
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap
daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan
hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004
di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang
polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob
untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram
positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat
yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol). 1
4. Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan
kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui
berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis
pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta
pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas
mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif
maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle
pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi. 1
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu
berupa:
Modifikasi Faktor Risiko 1
Stop merokok
Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia)
Terapi Farmakologis

25

Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada


kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti
aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat
pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai saat ini belum
ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna
memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM. 1
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio
intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum
tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan
gambaran pembuluh darah yang lebih jelas. 1
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk
oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada
keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi. 1
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat
diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, sehingga
kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut
berperan. 1
Selain

itu,

terapi

hiperbarik

dilaporkan

juga

bermanfaat

untuk

memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik


sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk
menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik. 1
5. Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa
darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai
faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi
harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan
luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar
albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. 1
6. Educational control

26

Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik.


Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai
tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. 1
PROGNOSIS
Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada
kaki diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi
jaringan kaki kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif.
Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan
bakteri patogen; dan faktor ketiga ialah karena adanya pintas arteriovenosa di
subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien tidak sampai ke tempat infeksi. 2
Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut
berpengaruh dalam terbentuknya kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa
faktor pendidikan, sosioekonomi, dan gizi juga punya andil cukup besar.
Pendidikan dan sosioekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan yang
kurang mengenai diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya serta
kemampuan finansial akan mempengaruhi pengelolaan diabetes mellitus yang
dideritanya. Status gizi yang rendah memiliki keterkaitan dengan rendahnya
respon imun sehingga mempermudah terjadinya infeksi. 2
Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemantauan
penyakit diabetes mellitus secara berkepanjangan antara lain: 6

Pemantauan kadar glukosa darah secara berfrekuensi (sebaiknya dapat

dilakukan oleh pasien secara mandiri)


Pemeriksaan kadar HbA1c (2-4 kali/tahun)
Edukasi pasien mengenai manajemen diabetes mellitus (setiap tahun)
Edukasi dan terapi gizi medis (setiap tahun)
Pemeriksaan mata (setiap tahun)
Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter, dan setiap hari oleh pasien sendiri)
Tes saring untuk nefropati diabetik (urinalisis setiap tahun)
Pengukuran tekanan darah (setiap tiga bulan)
Pemeriksaan profil lipid dan kreatinin serum (setiap tahun)
Imunisasi influenza/pneumococcus
Pertimbangkan terapi antiplatelet.

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al
(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007:
h. 1911-4.
2. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam: Majalah Kedokteran
Andalas Vol. 22 No. 1. Juni 1998, h. 2-10.
3. Shahab A. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007: h. 1894-7.
4. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus.
Dalam: Price SA & Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC, 2006: h. 1259-74.
5. Rowe, W.L. Diabetic ulcers [online].2011, April 01[citied on 2011, April 24].
Available from : http://emedicine.medscape.com/.
6. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrisons Manual of Medicine 17 th
Edition. New York: McGraw-Hill, 2009: h. 942-7.
7. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Dalam: IPDs CIM: Compendium of Indonesian
Medicine, 1st Edition. Jakarta: IDI, 2009: 13-40.

28

Você também pode gostar