Você está na página 1de 17

Analisis Kinerja Industri Tekstil di Indonesia

Ulufun Naimah
Mahasiswa FEBI, UIN SUNAN KALIJAGA
Email : ulufunnaimah@ymail.com
Abstraksi
Paper ini bertujuan untuk menganalisis struktur dan kinerja industri
tekstil di Indonesia. Metode yang digunakan lebih bersifat deskriptif
dengan menghitung indikator struktur dan kinerja sektor industri
tekstil dari tahun 2005 sampai 2009. Data yang digunakan bersumber
dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan publikasi Bank Indonesia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa struktur industri tekstil cenderung
oligopoli ketat. Adapun kinerja industri cenderung efisien secara
alokatif. Hal ini mengindikasikan bahwa persaingan harga di antara
perusahaan tekstil cukup tinggi.
Kata kunci : industri tekstil, struktur, kinerja.
A. Latar Belakang
Industri adalah kumpulan produsen yang menjual produk sejenis
atau hampir homogen. Industri merupakan sektor yang penting dalam
perekonomian nasional suatu negara. Pada negara maju, industri
adalah sektor yang dominan. Sedangkan di Indonesia sendiri, sektor
industri terus dikembangkan oleh pemerintah. Penyerapan tenaga
kerja Indonesia di sektor industri masih rendah, di bawah pertanian,
perdagangan, pengangkutan dan jasa. Berdasarkan Outlook Ekonomi
Indonesia 2008 2013, pertanian menyerap tenaga kerja sebesar 41
persen, perdagangan sebesar 21 persen, pengangkutan sebesar 6
persen

dan jasa-jasa lain sebesar 12 persen. Di antara berbagai

macam industri, industri tekstil termasuk yang menyerap tenaga


kerja yang besar.
Dilihat dari komposisinya, industri tekstil termasuk industri
yang mendominasi di Indonesia. Lebih dari 50% dari industri besar

dan sedang adalah industri yang bergerak di Industri Makanan dan


Minuman, Tekstil, Pakaian Jadi, dan Furnitur. Jumlah industri tekstil
sebesar 2.809 pada tahun 2006 dan menurun menjadi 2.601 pada
tahun 2009. Dengan peningkatan jumlah industri tersebut,

maka

secara otomatis jumlah tenaga kerja yang diserap pun juga semakin
menurun. Jumlah tenaga kerja menurun dari 544.142 orang pada
tahun 2006 menjadi 498.005 pada tahun 2009. (Kemenperin.go.id.)
Penurunan di sektor industri dapat dipengaruhi atau mungkin
berpengaruh pada struktur dan kinerja pasar di sektor tersebut. Oleh
karena itu, paper ini dibuat untuk menganalisis struktur dan kinerja
pasar dalam industri tekstil. Struktur suatu sektor dapat ditunjukkan
oleh Concentration Ratio (CR), dalam karya ilmiah ini, yang dipakai
adalah CR2, CR4, dan CR 8. Sedangkan untuk mengetahui kinerjanya,
dapat dilihat dari PCM-nya(Price Cost Margin).
B. TINJAUAN PUSTAKA
Aliran SCP (Structure-Conduct-Performance) dikemukakan oleh
Mason (1939) dan Joe S. Bain (1943). Bain melakukan penelitian
tentang struktur dan kinerja pasar pada tahun 1956 dan menuangkan
hasil penelitiannya dalam bukunya yang berjudul Barriers to New
Competition.

Penelitiannya

bertujuan

menguji

hipotesis

teori

oligopoli. Hasil penelitiannya adalah kekuatan pasar meningkat saat


konsentrasi pasar meningkat dan hambatan masuk tinggi. Karena
penelitiannya ini, Bain dianggap sebagai Bapak Aliran SCP, namun
Bain sendiri menganggap bahwa Mason-lah yang pantas dianggap
sebagai Bapak Aliran SCP karena pemikiran-pemikirannya banyak
dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Mason.
Gambar 1 menjelaskan bahwa struktur mempengaruhi perilaku
pasar. Struktur pasar sendiri dapat dilihat dari jumlah penjual dan
pembeli,

diferensiasi

produk,

hambatan

keluar-masuk,

integrai

vertikal, diversifikasi, dan struktur biaya. sedangkan perilaku pasar


dapat dilihat dari strategi harga, kolusi, merger, advertising, investasi

pabrik, strategi produk, strategi hukum, dan R&D. Kemudian perilaku


pasar mempengaruhi kinerja pasar. Kinerja pasar dapat dilihat dari
efisiensi alokatif, efisiensi produksi, tingkat pengembangan teknologi,
kualitas

dan

pelayanan,

serta

keadilan.

Sedangkan

kebijakan

pemerintah mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja dalam pasar.

Gambar 1
Pola Struktur-Perilaku-Kinerja

Sumber : Diana Yoseva, 2009. Peranan Pesaing Asing dalam


Persaingan

pada

Pasar

Industri

Manufaktur

Domestik.

Jurnal

Persaingan Usaha : Jurnal Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Edisi 1


Tahun 2009. Indonesia
Saat ini, hubungan struktur-perilaku-kinerja tidak hanya
sebatas hubungan linier. Yang terjadi adalah struktur dan perilaku

saling mempengaruhi. Struktur dan perilaku akan berpengaruh pada


kinerja yang kemudian akan mempengaruhi laba yang diperoleh.

Gambar 2
Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja yang Saling Mempengaruhi
Perkembangan
Laba

Teknologi
Struktur
Permintaan
Sumber : Martin(1999)
Strategi

Kinerja

1. Struktur Pasar
Perilaku
Pengertian struktur adalah susunan bagian-bagian suatu
Usaha Penjualan
bangunan. Dalam kajian ekonomi, struktur diartikan sebagai sifat
permintaan dan penawaran barang dan jasa. Pengertian struktur
pasar menurut Mason dalam paper Dicky Ade Alfarisi (2009), Market
structure

is

relatively

permanent

strategic

element

for

the

environment of a firm that influence and are influenced by the


conduct and performance of the firm in the market in which it
operates. Jadi, struktur pasar adalah susunan bagian-bagian dalam
suatu pasar yang dapat mempengaruhi perilaku pasar dan kinerja
pasar. Struktur pasar merupakan elemen strategis yang relatif
permanen dari lingkungan perusahaan yang mempengaruhi

dan

dipengaruhi oleh perilaku dan kinerja di dalam pasar (Koch, 1997).


Elemen

struktur

pasar

adalah

pangsa

pasar

(market

share),

konsentrasi (concentration), dan hambatan (barrier) (Jaya,2001).


Struktur pasar secara umum dibagi menjadi empat yaitu :
a. Struktur Pasar Persaingan Sempurna

Pasar persaingan sempurna adalah pasar di mana produsen dan


penjualnya banyak serta barang yang dijual homogen. Karakteristik
pasar persaingan sempurna yaitu (Permono, 1990; Baye, 2000; Blair
dan Kaserman,1985) :
1) Produknya homogen. Hal itu disebabkan tidak adanya preferensi
oleh konsumen terhadap produk di persaingan sempurna.
2) Jumlah penjual dan pembeli banyak. Pembeli dan penjual tidak
dapat

mempengaruhi

merupakan

bagian

harga
kecil

karena

barang

keseluruhan

yang

dijual

komoditas

yang

diperjualbelikan.
3) Informasi sempurna. Informasi sempurna menyebabkan pelaku
ekonomi tidak perlu melakukan pengorbanan untuk mendapat
informasi sehingga harga tunggal di suatu pasar dapat terjadi.
4) Tidak ada halangan masuk pasar. Semua sumber daya dapat
dengan mudah keluar-masuk pasar.
Harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar
sehingga untuk mendapatkan laba maksimum, digunakan rumus
MR=MC. Tidak adanya hambatan masuk mengakibatkan tidak ada
tingkat konsentrasi pada pasar persaingan sempurna. Hal itu karena
setiap perusahaan pada persaingan sempurna tidak memiliki peluang
untuk menguasai pasar.
b. Struktur Pasar Persaingan Monopolistik
Pasar persaingan monopolistik adalah pasar yang sebagian
besar perusahaan menjual produk yang terdeferensiasi. Hal itu
menyebabkan perusahaan dapat mengendalikan harga. Struktur
pasar ini sedikit berbeda dengan pasar persaingan sempurna.
Perbedaannya terletak pada diferensiasi produk. Struktur pasar
monopolistik

di

dalamnya

terdapat

banyak

penjual

konsentrasinya rendah.
Syarat-syarat struktur pasar monopolistik (Baye, 2000) :
1) Ada banyak penjual dan pembeli.

dan

2) Setiap perusahaan di industri menghasilkan produk yang


terdiferensiasi.
3) Adanya kebebasan keluar-masuk industri.
c. Struktur Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli adalah struktur pasar yang hanya ada beberapa
perusahaan yang menguasai pasar. Joe S Bain membagi oligopoli
menjadi beberapa tipe, yaitu :

Tipe I atau tipe oligopoli penuh , karakteristiknya yaitu tingkat


konsentrasi yang sangat tinggi. Tiga perusahaan terbesar
memiliki tingkat konsentrasi sekitar 87% atau 8 perusahaan

terbesar memiliki tingkat konsentrasi 99% .


Tipe II. Tipe ini juga memiliki tingkat konsentrasi tinggi. Empat
perusahaan terbesar memiliki tingkat konsentrasi 65%-75%,
delapan perusahaan terbesar memiliki tingkat konsentrasi 85%90% atau 20 perusahaan terbesar memiliki tingkat konsentrasi

95%.
Tipe III, atau tipe oligopoli dengan tingkat konsentrasi moderat
tinggi. Empat perusahaan terbesar memiliki tingkat konsentrasi
sekitar 50%-65% atau 20 perusahaan terbesar memiliki tingkat

konsentrasi 95%.
Tipe IV. Tipe ini memiliki tingkat konsentrasi moderat rendah.
Empat perusahaan terbesar memiliki tingkat konsentrasi sekitar
38%-50%,

delapan

perusahaan

terbesar

memiliki

tingkat

konsentrasi sekitar 65% atau 20 perusaahaan terbesar memiliki


tingkat konsentrasi sekitar 70%.
Menurut McAfee, oligopoli dibagi menjadi dua, oligopoli ketat
dan oligopoli longgar. Karakteristik oligopoli ketat adalah perusahaan
yang ada di pasar memiliki kemiripan yang sangat kecil. Struktur ini
memungkinkan

terjadinya

persaingan

yang

sehat

di

antara

perusahaan, mereka melakukan iklan yang mengunggulkan produk


mereka dan tidak mengurangi perang harga. Sedangkan strategi
yang dilakukan

dalam oligopoli longgar yaitu diferensiasi produk

dan membuat inovasi.


Tabel 1

Tipe-tipe Struktur Pasar Oligopoli


N
o.
1.
2.

CR
(%)
> 85
84-70

Tipe Struktur Pasar

Oligopoli Konsentrasi Tinggi


Oligopoli Konsentrasi
Sedang
3. 69-45
Oligopoli Konsentrasi
Rendah
4. 44-30
Oligopoli Rendah
5. < 30
Poli-poli/Atomistik
Sumber: Nurimansjah Hasibuan, 1994
Struktur poli-poli masih dibagi lagi menjadi :
1) Rasio konsentrasi antara 17%-29%: polipoli konsentrasi tinggi
2) Rasio konsentrasi antara 4%-16%: polipoli konsentrasi sedang
3) Rasio konsentrasi kurang dari 3%: polipoli konsentrasi rendah
d. Struktur Pasar Monopoli
Pasar monopoli adalah suatu pasar yang hanya ada perusahaan
tunggal yang menjual suatu produk dan tidak ada barang substitusi
yang dekat. Karakteristiknya yaitu hanya ada satu penjual, adanya
hambatan yang besar,dan tingkat konsentrasi tinggi,.
Menurut Hasibuan (1993), penyebab terjadinya pasar monopoli
yaitu :
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Terjadinya merjer.
Skala ekonomi yang besar dan ditunjang efisiensi.
Efisiensi dan inovasi.
Fasilitas pemerintah.
Persaingan yang tidak sehat.
Perusahaan mendapat hak-hak istimewa dalam mengelola
input yang sulit didapat perusahaan lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar diantaranya


yaitu tingkat penguasaan teknologi, elastisitas permintaan terhadap
suatu produk, lokasi, ada tidaknya hambatan masuk pasar (entry
barrier), tingkat efisiensi dan lainnya.Variabel yang digunakan untuk
mengukur

struktur

pasar

diantaranya

yaitu

konsentrasi

rasio(Concentration Raiio-CR) dan MES (Minimum Efficient Scale).

a. Konsentrasi rasio(Concentration Ratio-CR)


Rasio konsentrasi (Concentration Ratio - CR) adalah
jumlah pangsa pasar (market share) yang dikuasai oleh
sejumlah perusahaan terbesar. Konsentrasi rasio diukur minimal
dari 2 perusahaan dan maksimal 8 perusahaan terbesar (CR2,
CR4,

CR8).

Konsentrasi

yang

tinggi

menunjukkan

bahwa

persaingan dalam pasar tersebut mengarah ke monopoli atau


oligopoli. Menurut Endy Dwi Tjahjono, konsentrasi di atas 75%
sudah

menunjukkan

pasar

yang

bersifat

monopoli

atau

oligopoli.
b. MES (Minimum Efficient Scale)
MES (Minimum Efficient Scale) merupakan indikator yang
digunakan untuk menggambarkan hambatan masuk pasar
(entry

barriers).

MES

didapatkan

dari

rata-rata

output

perusahaan terbesar (yang menghasilkan 50% output industri)


dibagi output industri.
MES

ini

adalah

interval

tingkat

produksi

di

mana

penambahan output akan menurunkan biaya produksi jangka


panjang per unit. Dalam penelitian Maioli, MES didekati dengan
rasio antara rata-rata nilai tambah 4 perusahaan terbesar (yang
menghasilkan 50% atau lebih output industri) dengan nilai
tambah industri tersebut.( Diana Yoseva,2009)
Hubungan MES dan PCM adalah berbanding lurus. Jika
MES

meningkat,

maka

PCM

juga

meningkat.

MES

ini

memungkinkan perusahaan berproduksi dengan struktur biaya


yang rendah. Hal itu menjadikan penghalang bagi masuknya
saingan baru di pasar sehingga PCM pun ikut meningkat.
Terdapat beberapa ukuran yang dapat digunakan sebagai proksi dari
MES yaitu:

Output dari pabrik terbesar

Ukuran rata-rata dari seluruh pabrik yang berada pada kelas

distribusi tertinggi
Ukuran rata-rata dari seluruh pabrik yang ada di suatu industri
Titik tengah dari industri pabrik-pabrik yang ada di pasar
Ukuran rata-rata dari pabrik-pabrik terbesar yang menguasai
50% output industri. (Alfarisi, 2009)
2. Perilaku Pasar
Menurut Hasibuan (1993), perilaku didefinisikan sebagai pola

tanggapan dan penyesuaian suatu industri dalam pasar untuk


mencapai tujuannya. Perilaku perusahaan dalam suatu industri akan
menarik diamati apabila perusahaan berada dalam suatu industri
yang mempunyai struktur tidak sempurna. Struktur persaingan
sempurna menyebabkan perusahaan tidak memiliki kekuasaan untuk
menentukan harga pasar (Martin,1994).
Struktur pasar dapat mempengaruhi perilaku pasar dalam hal
mempengaruhi organisasi internal perusahaan (kebijakan-kebijakan
tenaga kerja, kondisi kerja, faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi
sumber

daya

perusahaan

dan

produk

yang

diproduksi

untuk

kemudian ditawarkan oleh perusahaan). Perilaku pasar dapat dilihat


dari desain dan diferensiasi produk yang dimiliki, cara menentukan
harga, dan strategi-strategi.
3. Kinerja Pasar
Kinerja dipengaruhi oleh struktur dan perilaku dalam pasar.
Kinerja

cnderung

identik

dengan

seberapa

besar

perusahaan

menguasai pasar dan jumlah keuntungan yang didapatkan. Indikator


yang digunakan untuk mengukur kinerja pasar yaitu PCM (Price Cost
Margin). Semakin besar PCM menunjukkan harga jual yang lebih
tinggi dari biaya sehingga kinerjanya semakin buruk. Variabel-variabel
dalam PCM yaitu tingkat kompetisi perusahaan domestik, barriers to
entry, dan kelangkaan input (input scarcity).

Kinerja pasar mengukur kepuasan ekonomi terhadap tujuantujuan yang ingin dicapai perusahaan. Diantaranya yaitu tingkat
keuntungan, tingkat efisiensi dan tingkat progesivitas pasar.
a. Tingkat keuntungan (profitability)
Perusahaan hanya akan memperoleh keuntungan normal
dalam pasar yang bersifat kompetitif. Tujuan perusahaan adalah
memperoleh keuntungan di atas keuntungan normal sehingga
mereka berusaha mendapatkan dan mempertahankan kekuatan
pasarnya.
b. Efisiensi
Efisiensi adalah perbandingan besaarnya manfaat suatu
variabel yang diambil untuk menghasilkan produk yang sebesarbesarnya. Efisiensi mengacu pada penggunaan teknologi pada
tingkat tertentu agar dapat mengefisienkan alokasi sumber
daya dalam proses produksi. Efisiensi didapat dari input per
output.

Efisiensi

berbanding

lurus

dengan

kinerja

dan

berbanding terbalik dengan PCM (Price Cost Margin).


c. Progesivitas
Berkaitan dengan tingkat perubahan teknologi. Hubungan
progresivitas dengan kinerja adalah berbanding lurus, jika
progresivitas naik, maka kinerjanya pun membaik.
C. METODOLOGI
Ruang lingkup penelitian dibatasi dari tahun 2005 hingga 2009.
Data mengenai tingkat konsentrasi dan efisiensi industri tekstil
berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS). Sedangkan data mengenai
tingkat Minimum Efficient Scale (MES) diambil dari Outlook Ekonomi
Indonesia 2008 2013 (2008).
Untuk mengukur kinerja pasar, digunakan indikator PCM. PCM
dihitung dari selisih output dan biaya marginal dibagi output.
Kemudian diperoleh persamaan satu dikurangi hasil dari input dibagi
output . Atau bisa ditulis sebagai berikut :

PCM=

pMC
pC p c
c
=
= =1
p
p
p p
p

(1)

c = input, p = output

D. Analisis Struktur Pasar di Sektor Industri


Untuk mengetahui struktur pasar di sektor industri tekstil,
indikator yang digunakan adalah konsentrasi rasio (Concentration
Ratio-CR) dan Minimum Efficiency Scale (MES). Dalam kajian ini,
digunakan 3 macam CR, yaitu CR2, CR4, dan CR8. CR2 menunjukkan
nilai

konsentrasi

penjualan

pada

perusahaan

terbesar.

CR4

menunjukkan nilai konsentrasi penjualan 4 perusahaan terbesar. CR 8


menunjukkan nilai konsentrasi penjualan 8 perusahaan terbesar.
Berikut adalah tabel konsentrasi rasio di Indonesia :
Tabel 2
Tingkat Konsentrasi Industri Tekstil Indonesia
Jenis Industri
Benang pintal
Benang jahit
Kain cetak
Batik
Tekstil selain pakaian

CR 2
2008 2009
0,22
0,20
0,50
0,75
0,27
0,51
0,46
0,29

CR4
2008 2009
0,37
0,27
0,66
0,89
0,46
0,64
0,55
0,33

CR8
2008 2009
0,48
0,39
0,86
0,97
0,66
0,82
0,63
0,40

jadi
Tekstil untuk

0,30

0,09

0,36

0,16

0,45

0,29

kesehatan
Tekstil untuk

0,82

0,70

0,85

0,85

0,90

0,93

kosmetika
Bordir
Non women

0,52
0,18
0,77

0,74
0,23
0,61

0,81
0,31
0,91

0,95
0,28
0,84

1,00
0,43
1,00

1,00
0,35
1,00

0,449

0,458

0,587

0,579

0,712

0,683

Rata-rata CR
Sumber : Data BPS

Secara umum, struktur industri tekstil dan pakaian jadi di


Indonesia diwarnai oleh tingkat konsentrasi yang cukup tinggi.
Terdapat sekitar 55 persen dari kelompok industri yang memiliki CR8
tahun 2009 di atas 75%, bahkan ada yang CR8-nya mencapai 100%.
Hal ini menunjukkan bahwa pangsa pasar hanya dikuasai oleh 8
perusahaan.
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa konsentrasi rasio tiaptiap sektor ada yang mengalami peningkatan, penurunan, dan ada
pula yang berfluktuasi. Sektor yang mengalami peningkatan baik itu
CR2, CR4, maupun CR8 yaitu benang jahit, kain cetak, tekstil untuk
kesehatan,tekstil untuk kosmetika. Peningkatan tingkat konsentrasi ini
mengindikasikan bahwa struktur pasarnya semakin bersifat oligopoli.
Sedangkan sektor yang tingkat konsentrasinya mengalami
penurunan yaitu benang pintal, batik, tekstil selain pakaian jadi, non
women. Sisanya adalah kelompok industri yang mengalami fluktuasi.
Penurunan tingkat konsentrasi ini mengindikasikan bahwa struktur
pasarnya semakin bersifat persaingan sempurna. Walaupun semakin
bersifat persaingan sempurna, ada beberapa kelompok industri yang
tingkat konsentrasinya tetap tinggi , seperti non women.
Berdasarkan penggolongan Joe S. Bain, sektor industri tekstil
Indonesia tahun 2008-2009 termasuk oligopoli tipe III atau tipe
oligopoli dengan tingkat konsentrasi moderat tinggi, di mana rata-rata
CR industri tekstil sekitar 50%-65%. Berdasarkan penggolongan
dalam Hasibuan (1994), sektor industri tekstil termasuk jenis oligopoli
konsentrasi rendah, yaitu memiliki rata-rata CR sekitar 45-69%.
Selain dengan mengukur tingkat konsentrasinya, struktur pasar
juga dilihat dari hambatan masuknya (entry barrier). Indikator
hambatan masuk suatu pasar adalah Nilai Minimum Efficiency Scale
(MES). MES dihitung dari ouput perusahaan terbesar / output Total
Industri tersebut. Berikut ini adalah tabel nilai MES industri tekstil di
Indonesia.

Tabel 3
Nilai MES Industri Tekstil Indonesia
Kode
Produk

Industri

2001

2006

0,04
kain
Permadani
0,17
Perajutan
0,37
Kapuk
0,15
Dwi Tjahjono dkk, 2008

0,92

si
171
172
173
174
Sumber : Endy

Benang dan

0,39
0,00
0,08

Grafik 1
Grafik MES Industri Tekstil
1
0.9
0.8
0.7
0.6
2001

0.5

2006

0.4
0.3
0.2
0.1
0
Benang dan kain

Permadani

Perajutan

Kapuk

Hambatan masuk ke industri (entry barrier) untuk industri


tekstil di Indonesia cukup tinggi. Hal itu terlihat dari 50% kelompok

industri yang MES-nya lebih dari 10%, bahkan untuk industri benang
dan kain mencapai 92%. Menurut Alistair dalam karya ilmiah Endy
Dwi Tjahjono dkk, MES yang lebih besar dari 10% menggambarkan
hambatan masuk yang tinggi pada suatu industri, di mana pada skala
ekonomi yang semakin besar akan semakin sulit bagi perusahaan
baru untuk masuk ke industri tersebut.

E. ANALISIS KINERJA PASAR INDUSTRI TEKSTIL


Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pasar yaitu
Price Cost Magin (PCM). Untuk menghitung PCM, diperlukan data
efisiensi (input/output). Di bawah ini adalah data efisiensi di industri
tekstil tahun 2005 hingga 2009
Tabel 4
Efisiensi (Input/output) Industri Tekstil Indonesia
Kode
Indust

Tahun
Uraian

ri
171 Benang dan kain
172 Permadani
173 Perajutan
174 Kapuk
Sumber : Data BPS

2005
0,74
0,70
0,59
0,78

2006
0,65
0,62
0,52
0,70

2007
0,61
0,66
0,77
0,60

2008
0,70
0,63
0,70
0,71

Dari rumus (1) dapat diketahui PCM-nya sebagai berikut :


Tabel 5
PCM Industri Tekstil Indonesia

2009
0,63
0,62
0,72
0,68

GKod

PCM

Tahun

Rata-

Uraian

Indus
tri

rata
2005 2006 2007 2008 2009

Benang dan
171
172
173
174

kain
Permadani
Perajutan
Kapuk

0,33
0,26
0,30
0,41
0,22

0,35
0,38
0,48
0,30

0,39
0,34
0,23
0,40

0,30
0,37
0,30
0,29

0,37
0,38
0,28
0,32

0,35
0,34
0,31

Grafik 2
Tingkat PCM Industri Tekstil di Indonesia
2
1.8
1.6
1.4
2009

1.2

2008

2007

0.8

2006

0.6

2005

0.4
0.2
0
Benang dan kain

Permadani

Perajutan

Kapuk

Dari tabel di atas, terlihat bahwa PCM rata-rata (dari tahun


2005-2009)untuk keempat kelompok industri tekstil menunjukkan
perkembangan yang berfluktuasi. PCM rata-rata periode 2005-2009
untuk keempat industri manufaktur berada dalam kisaran 30%,
dengan PCM tertinggi terdapat di industri permadani dan terendah
terdapat di industri kapuk. Kelompok dalam industri tekstil memiliki
PCM rata-rata yang cenderung rendah. Hal ini menunjukkan bahwa
kinerjanya cenderung efisien secara alokatif.
F. Kesimpulan
Struktur pasar industri tekstil semakin bersifat oligopoly ketat,
hal itu dilihat dari tingkat konsentrasi dan nilai MES yang tinggi.
Kinerjanya cenderung baik, hal itu dilihat dari sebagian kelompok
industri yang memiliki PCM rata-rata yang rendah, yaitu sebesar 30%.
Kemungkinan yang masuk akal terhadap kedua pernyataan di atas
yaitu terjadinya persaingan harga yang cukup tinggi di antara
perusahaan-perusahaan dalam industri tekstil sehingga dengan
struktur pasar yang cenderung oligopoli, harga jualnya masih
cenderung rendah. Adapun kinerja industri cenderung efisien secara
alokatif.

Referensi
Alfarisi, Dicky Ade, 2009. Analisa Struktur Dan Kinerja Industri Pulp
Dan Kertas Indonesia. Jurnal Persaingan Usaha : Jurnal Komisi
Pengawas Persaingan Usaha, Edisi 1 Tahun 2009, hal 61-92
Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia, beberapa tahun penerbitan
Hasibuan, N., 1993. Ekonomi Industri : Persaingan, Monopoli dan
Regulasi. LP3ES. Jakarta.
Kemenperin.go.id. Dilihat pada tanggal 3 April 2013.
Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomika Industri Indonesia : Menuju
Negara Industri Baru 2030? Yogyakarta : Penerbit Andi
Martin, S., 1994. Industrial Ecoomics : Economic Analysis and Public
Policy. Edisi Kedua. Prentice-Hall. New Jersey.
Naylah, Maal, 2010. Pengaruh Struktur Pasar Terhadap Kinerja
Industri Perbankan Indonesia.
Tjahjono, Endy Dwi Dkk, 2008. Outlook Ekonomi Indonesia 2008
2013 : Organisasi Industri dan Pembentukan Harga di Tingkat
Produsen , Juli 2008.
Yoseva, Diana, 2009. Peranan Pesaing Asing dalam Persaingan pada
Pasar Industri Manufaktur Domestik. Jurnal Persaingan Usaha :
Jurnal Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Edisi 1 Tahun 2009, hal
39-60.

Você também pode gostar