Você está na página 1de 7

ALERGI MAKANAN

Telah dievaluasi seorang anak laki-laki berusia 3 tahun dengan riwayat penyakit sekarang
gatal-gatal dan mengi setelah makan coklat. Pada usia 18 bulan, berkembang kontak urtikaria
setelah di menaruh tangannya kedalan adonan kue yang mengandung telur. Dia juga memiliki
riwayat rhinitis kronis, batuk pada malam hari, eksim berat, dan sebelumnya dirawat karena
mengi yang berulang. Bagaimana anak ini seharusnya di evaluasi dan dirawat?

Masalah Klinik
Alergi makanan yang diperantarai IgE mempengaruhi sekitar 6-8% anak-anak di Inggris
dan Amerika. Walaupun sampai 25% orang dewasa melaporkan gejala yang mungkin
berhubungan dengan makanan tertentu, prevalensi alergi makanan pada orang dewasa dibawah
3%. Mayoritas Alergen makanan adalah glikoprotein yang larut dalam air yang berasal dari
hewan dan tumbuhan; glikoprotein ini cenderung untuk tetap stabil selama pengobatan dengan
panas, asam, dan protease. Makanan yang berbeda mempengaruhi kelompok usia yang berbeda
(Tabel 1). Susu sapi, telur ayam, kacang tanah, tanaman kacang-kacangan dan biji wijen
terhitung sebagai reaksi alergi yang diinduksi makanan pada anak-anak, dan alergi kiwi telah
dilaporkan semakin meningkat. Alergi gandum dan kedelai, meskipun sering diduga, jarang
dikonfirmasi. Kerang, ikan, kacang, dan tanaman kacang-kacangan adalah penyebab paling
umum dari alergi makanan pada orang dewasa.
Terlepas dari perbedaan geografis dalam prevalensi alergi makanan yang diperantarai IgE
(contoh, alergi sawi yang terutama terdapat di Perancis dan alergi biji wijen yang lebih umum
terdapat di Israel dibanding dimanapun ), telur ayam dan susu sapi nampaknya menjadi penyebab
utama dari alergi makanan pada anak-anak diseluruh dunia. Studi yang berdasarkan populasi
menunjukkan prevalensi alergi putih telur pada anak antara 1.5-3.2%. Riwayat Keluarga alergi
telur atau Atopi adalah faktor risiko untuk alergi telur, meskipun besarnya peningkatan risiko
tidak pasti.
Kebanyakan reaksi alergi makanan timbul pada pajanan oral pertama yang diketahui,
terutama pada kasus telur dan kacang-kacangan; walaupun pembahasan ini fokus kepada alergi
telur, aspek dari alergi makanan lain disebutkan. Ada perbedaan alergen spesifik dalam sejarah
alam mengenai alergi makanan ( tabel 1). Alergi telur biasanya diperkirakan membaik pada 66%
anak usia 5 tahun dan 75% anak 7 tahun, walaupun studi terbaru dari pusat alergi tersier
menunjukkan durasi yang lebih lama dari alergi, menetap di sekitar 33% pasien usia lebih dari 16
tahun. Jarang ada kasus dari onset baru alergi telur pada orang dewasa, dengan karakter klinis
yang berbeda dari alergi telur pada anak ( tabel 2 ). Alergi kacang tanah, tumbuhan kacangkacangan, dan biji wijen jarang melampaui batas.

Presentasi Klinis
Gejala dari reaksi alergi yang diperantarai makanan dari gatal-gatal lokal sampai shock
anaphilaksis yang mengancam nyawa. Sistem organ sangat umum terlibat meliputi kulit ( contoh,
urtikaria, kemerahan, angioderma, dan eksim yang memburuk ), traktus gastrointestinal ( contoh,
muntah, nyeri abdominal, kram dan diare ), dan traktus respiratorius ( contoh, rhinitis, asthma
dan mengorok ). Jarang alergi telur menyebabkan reaksi fatal pada anak-anak, khususnya anakanak yang lebih muda dari 2 tahun. Kontak urtikari merupakan manifestasi umum alergi telur
pada anak.
Alergi makanan bisa juga bermanifestasi sebagai makanan yang dibenci atau sebagai
perubahan perilaku atau mood pada anak-anak muda. Status asthmatikus bisa juga menjadi
wujud manifestasi saat tanda atau gejala lainnya tidak ada, dan seharusnya menjadi indeks
kecurigaan klinis yang tinggi ketika pasien datang dengan onset tiba-tiba dari mengi yang berat
segera sehabis makan makanan.
Kondisi Penyerta
Eksim, yang secara umum timbul pada 6-12 bulan pertama kehidupan, lazimnya
merupakan manifestasi yang jelas dari atopi, dan hal ini terdapat pada lebih dari 80% anak
dengan alergi telur. Eksim yang lebih berat di hubungkan dengan kemungkinan besar alergi
terhadap telur dan makanan lainnya, dan sensitisasi ke makanan meningkatkan kemungkinan
keparahan, eksim yang persisten. Alergi pernafasan seperti rhinitis dan asthma juga umumnya
dan lazimnya didiagnosis dengan baik setelah penampakkan dari alergi makanan; alergi

pernafasan didiagnosis seutuhnya setelah usia 3 tahun, dimana alergi makanan di diagnosis
antara 6 bulan sampai 2 tahun. Bagaimanapun juga, data menunjukkan bahwa diantara anak-anak
dengan atopi, penyakit pernafasan mungkin timbul pada tahun pertama kehidupan. Alergi telur
atau sensitisasi adalah prediktor terkuat dari alergi pernafasan pada anak dan asthma pada orang
dewasa. Walaupun eksim dan alergi makanan umumnya teratasi saat anak-anak, eksim dan alergi
makanan tetap bertahan pada jumlah besar anak-anak, dan alergi tambahan muncul pada banyak
anak-anak. Pasien dengan penyakit alergi sistemik lazimnya mempunyai banyak alergi makanan,
eksim, rhinosinusitis alergi, asthma, atau kombinasi dari kondisi ini, dimana menyebabkan
penyakit yang parah dan gangguan dalam kualitas hidup. Pasien yang mempunyai kedua alergi
makanan dan asthma berada pada resiko yang meningkat terhadap reaksi anaphylaksis dan reaksi
asthma yang mengancam nyawa.

Strategi dan Bukti


Riwayat kesehatan seharusnya meliputi gejala alami dan waktu terpapar pada dugaan
alergen, konsistensi respon alergi, dan respon pasien terhadap pengobatan ( Tabel 3 ). Rute
pajanan alergen juga penting; pajanan melalui kulit bisa menjadi ke kontak urtikaria, pajanan
saat inhalasi saat memasak bisa menjadi mengi, dan pajanan melalui oral biasanya menyebabkan
gejala perioral, oral, dan gastrointestinal.
Rujukan ke spesialis untuk pengujian Alergi dibenarkan ketika alergi makanan diduga.
Skin prick test mempunyai sensitivitas kira-kira 90% namun spesifisitas hanya sekitar 50%,
walaupun tingkat ini bervariasi dengan alergen yang berbeda dan faktor lainnya, meliputi usia
pasien, ekstrak yang digunakan, dan tempat pengaplikasiannya. Tes IgE spesifik dengan enzimlinked immunosorbent assay juga memiliki sensitivitas tinggi namun spesifisitas yang rendah.
Nilai prediksi positif dan negatif untuk kedua test ini lebih berguna dalam praktek; titik potong
mengindikasikan 95% nilai prediksi positif untuk alergi telur, susu, kacang, gandum, dan ikan
telah di bentuk untuk kedua hasil skin prick test dan nilai spesifik IgE. Bagaimanapun, nilai
prediksi positif bervariasi bergantung pada prevalensi kondisi tersebut di dalam populasi.
Kegunaan rasio kemungkinan untuk skin prick test dan nilai spesifik IgE mengatasi masalah ini,
dan penggunaan kedua nilai ini di kombinasikan dengan riwayat medis mengarahkan ke
diagnosis yang akurat akan alergi makanan pada 70% pasien.

Pada beberapa pasien, food challenges diperlukan untuk menentukan alergi atau toleran.
Standarnya adalah double-blind, placebo-controlled food chalenges, dimana dosis bertahap dari
alergen makanan dan placebo diberikan dengan interval 20 menit dan pasien di observasi untuk
tanda-tanda objektif alergi makanan. Pasien yang bertahan pada dosis final dari food challenge,
seharusnya menjalani sebuah tantangan terbuka (unblinded), dimana porsi ukuran reguler
makanan diberikan, untuk menetapkan tahan atau tidak dari alergi itu. Double-blind challenge,
digunakan secara rutin dalam penelitian, direkomendasikan dalam penerapan klinis dimana
pasien mengeluhkan gejala subjektif, dimana tantangan bertahap tanpa placebo biasa digunakan
dalam penilaian pasien dengan bukti objektif alergi. Food challenges membawa sedikit resiko
dari anfilaksis dan seharusnya dilakukan dalam pengawasan pengaturan medis dimana peralatan
resusitasi tersedia. Tantangan ini seharusnya di lakukan hanya pada pasien dengan gejala alergi,
meliputi asthma, yang terkontrol baik sebelum test.
Pada anak dengan alergi telur, direkomendasikan serial skin prick test dan pengukuran
IgE, biasanya pada dasar tahunan, untuk menilai apakah sudah terjadi pengembangan toleransi.
Penurunan 50% dalam titer antibody spesifik IgE pada putih telur selama periode 12 bulan,
dihubungkan dengan 50% kemungkinan resolusi dari alergi; kemungkinan ini umumnya
diperhitungkan cukup tinggi untuk menjamin penilaian ulang dengan food challenges. Toleransi
terhadap telur yang sudah matang mungkin sudah berkembang sebelum perkembangan toleransi
terhadap telur mentah, dan jika nantinya tidak di nilai, kesimpulan dini bahwa pasien telah tahan
terhadap telur bisa menempatkan pasien pada resiko anafilaksis.
Alergi makanan lain seperti kacang, pohon kacang, dan wijen berkembang sekitar 30%
pada anak dengan alergi telur. Oleh karena itu anak dengan alergi telur seharusnya dievaluasi
untuk alergi-alergi ini.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Jangka Pendek
Reaksi anafilaksis membutuhkan perawatan memadai dari gejala dengan antihistamin
kerja cepat dan epinephrine i.m.; seringkali, inhalasi beta-agonis dan kortiko steroid diperlukan.
Pasien seharusnya secepat mungkin dibawa ke rumah sakit, dan didukung dengan pemberian
oksigen dan cairan intravena.
I.m. epinephrine harus dimasukkan dalam beberapa menit setelah reaksi alergi. Paha
samping merupkan rute optimal untuk memasukkannya. Epinephrine subkutan atau inhalasi
memberikan hasil suboptimal dari obat tersebut.
Keterlambatan pemberian epinephrine berhubungan dengan resiko reaksi yang fatal dan
peningkatan reaksi bifasik dikarenakan keterlambatan penyerapan alergen melalui saluran
pencernaan atau karena fase lambat respon alergi. Reaksi bifasik dilaporkan muncul pada 6%
kasus anafilaksis; separuhnya berat, dan 90% muncul antara 4-12 jam setelah tanda pertama.
Oleh karena itu, pasien yang mengalami reaksi berat memerlukan epinephrine dan harus
dimonitor dalam rumah sakit. Umumnya direkomendasikan bahwa pasien yang menunjukkan
gejala respirasi dimonitor secara dekat paling tidak selama 8jam, karena kebanyakan reaksi
bifasik timbul dalam periode tersebut. Pasien dengan hipotensi dan hilang kesadaran harus
dimonitor paling tidak selama 24 jam. Penggunaan prednisone oral direkomendasikan untuk
mencegah fase lambat dari reaksi.

Penatalaksanaan Jangka Panjang


Landasan penatalaksanaan alergi makanan adalah menghindari alergen makanan yang
relevan. Penatalaksanaan alergi makanan multipel lebih kompleks dari alergi makanan yang
hanya satu; lebih besar jumlah alergi makanan, semakin tinggi kemungkinan reaksi alergi lebih
lanjut. Konsultasi dengan ahli gizi sangat penting untuk pengembangan rencana menghindari
alergen makanan yang relevan dan mencegah kekurangan gizi sekunder yang berpotensi
konsekuensi gizi yang merugikan, seperti riketsia, anemia defisiensi besi, dan gangguan
pertumbuhan anak-anak dan osteoporosis karena diet bebas susu pada orang dewasa.
Pendekatan multidisiplin melibatkan dokter spesialis, perawat, dan ahli gizi membuktikan
peningkatan pengetahuan pasien dan keluarga dalam penatalaksanaan alergi makanan, dan
dihubungkan dengan berkurangnya jumlah reaksi alergi lanjutan. Walau dengan nasehat ahli gizi
yang sangat teliti, pasien mempunyai reaksi rata-rata setiap 3 tahun; anggota keluarga dan
perawat lainnya seharusnya dilatih untuk mengenali gejala awal dari alergi makanan dan untuk
memberikan obat-obatan yang diperlukan jika reaksi alergi muncul. Obat-obatan untuk
mengatasi anafilaksis harus tersimpan dan siap sedia. Berdasarkan pengalaman klinis,
direkomendasikan bahwa obat-obatan ini harus meliputi antihistamin kerja cepat dan-khususnya
pada pasien dengan riwayat reaksi asthma berat-alat untuk injeksi epinephrine yang bisa
dilakukan sendiri. Semua pasien dengan alergi makanan dan asthma yang menyertai harus
mempunyai bronkodilator hirup. European Guidelines juga merekomendasikan penggunaan
glukokortikoid pada pasien yang membutuhkan epinephrine atau yang mempunyai bronkospasm.
Mengingat seringnya penyakit alergi multipel menetap, anak-anak dengan alergi telur
harus di tes untuk alergi makanan lainnya dan dievaluasi untuk penyakit atopik lainnya, dan bagi
mereka yang menunjukkan eksim sedang-berat pada usia muda harus menjalani tes untuk alergi
makanan. Identifikasi alergi lainnya akan meminimalisir resiko reaksi alergi berat lanjutan.
Terlebih lagi, penatalaksanaan salah satu alergi akan meningkatkan prognosis alergi lainnya.
Sebagai contoh, beberapa studi telah menunjukkan peningkatan dari eksim semasa kecil setelah
mengeliminasi alergen telur dan makanan lainnya, walaupun diet khusus pada penatalaksanaan
masih tidak jelas. Dalam sebuah review dari diet eliminasi, perbaikan eksim yang paling bagus di
catat pada anak-anak dengan usia kurang dari 2 tahun dengan spesifik diagnosis dari alergi
makanan telah diketahui. Seperti yang dicatat diatas, resiko dari kekurangan nutrisi yang
diberikan, diet eliminasi seharusnya tidak dilakukan tanpa diagnosis yang jelas dari alergi
makanan dan pengawasan oleh ahli gizi.
Imunisasi
Vaksin umumnya dikultur dalam fibroblas telur bisa mengandung sejumlah kecil dari
alergen protein telur, dan imunisasi dengan menggunakan vaksin ini bisa menyebabkan reaksi
anafilaksis. Oleh karena itu, American Academy of Pediatrics merekomendasikan vaksin
influenza yang di produksi dalam biakan telur itu tidak untuk digunakan pada pasien dengan
reaksi alergi sistemik yang berat terhadap telur. Grup ini juga merekomendasikan bahwa sebelum
vaksin, anak-anak dengan alergi telur dan asma menjalani skin prick test menggunakan vaksin
influenza yang mengandung telur. Jika secara epikutaneus ataupun intradermal test positif,
vaksin seharusnya di berikan secara berulang, dengan dosis bertahap dibawah pengawasan. Skin
prick test tidak diperlukan jika belum mendapatkan vaksin measles-mumps-rubella pada anakanak dengan alergi telur. Reaksi alergi terhadap vaksin mmr tampaknya dikarenakan komponen
lain vaksin, seperti neomycin dan gelatin.

Bagian yang Belum Jelas


Pencegahan Alergi Makanan
Alasan bahwa pajanan terlalu awal pada alergen makanan dapat menyebabkan sistem
imun yang belum matang untuk memproduksi IgE mengarahkan rekomendasi untuk penundaan
penyapihan ASI dengan maksud mencegah perkembangan alergi. Walaupun sejumlah data
mengira bahwa ASI eksklusif dan susu formula yang terhidrolisa secara meluas dapat mencegah
perkembangan dari eksema, tidak ada cukup bukti untuk intervensi diet tertentu mencegah
perkembangan alergi makan diperantarai IgE. Randomized, controlled trials dari pengeliminasian
alergen makanan dari diet selama tahun pertama kehidupan atau dari diet ibu saat kehamilan dan
menyusui tidak menunjukkan pengurangan pada resiko alergi makanan yang diperantarai IgE
pada anak usia 7 tahun. Disisi lain, pada model mouse, pajanan dini terhadap antigen makanan
dosis tinggi seperti ovalbumin dan kacang telah menunjukkan hasil pada toleransi oral dan untuk
mencegah perkembangan alergi terhadap makanan ini. Studi baru-baru ini mengira bahwa bayi
yang terpajan terhadap alergen makanan lebih dini melalui rute oral lebih kecil kemungkinan
memiliki alergi makanan daripada bayi tanpa pajanan seperti ini, namun studi kohort
observasional seperti ini subjektif dan membingungkan dan kemungkinan membalikkan sebab
akibat. Randomized trials yang sedang berjalan melibatkan bayi pada resiko tinggi alergi
makanan membandingkan pajanan dini dengan dosis tinggi alergen makanan dengan
menghindari secara total dari alergen ini saat masa bayi.
Beberapa data mengindikasikan bahwa rute pajanan ke alergen bisa mempengaruhi
perkembangan alergi makanan. Dalam model mouse yang menunjukkan toleransi terhadap
alergen makanan setelah pajanan dini oral dengan dosis tinggi, pajanan terhadap protein yang
sama dengan dosis rendah melalui kulit yang terkelupas mengarahkan ke sensitisasi IgE terhadap
makanan ini. Sensitisasi alergi pada manusia bisa juga timbul melalui pajanan transkutaneus
(contoh melalui kulit yang terinflamasi). Eksim berat dini dan pajanan terhadap emolien yang
mengandung minyak kacang telah dilaporkan menjadi faktor resiko mandiri untuk
perkembangan alergi kacang.
Penatalaksanaan Baru Alergi Makanan
Walau immunoterapi subkutan sangat efektif pada pasien dengan alergi terhadap serbuk
sari dan sengatan lebah, terapi ini telah menunjukkan tidak aman pada pasien dengan alergi
makanan. Bagaimanapun juga, desensitisasi oral dengan putih telur dan makanan lain telah
menunjukkan efikasi. Strategi ini nampaknya meningkatkan ambang batas dosis reaktivitas
terhadap makanan, walaupun ini tidak jelas apakah toleransi yang bertahan lama tetap ada
setelah pengobatan dihentikan. Vaksin rekombinan untuk alergi makanan dan strategi
immunomodulator lainnya sedang dalam perkembangan.
Pengobatan dengan monoklonal antibodi anti-IgE menandai peningkatan ambang batas
reaktifitas terhadap kacang pada orang dewasa dengan alergi acang, dan ini juga telah terbukti
efektif untuk mengobati rhinitis alergi dan asthma. Bentuk pengobatan ini mungkin bisa
digunakan untuk alergi makanan lainnya, namun pengobatan tetap berjalan, dan pengobatan
dengan monoklonal antibodi anti-IgE berhubungan dengan biaya yang tinggi. Studi diperlukan
untuk memeriksa efikasi pengobatan dengan antibodi anti-IgE dalam kombinasi dengan spesifik
alergen subkutan immunoterapi dalam desensitisasi pasien dengan dosis tinggi alergen makanan.

Pedoman dari Perkumpulan Profesional


American Academy of Allergy, Asthma and Immunology telah mengeluarkan
rekomendasi untuk penatalaksanaan alergi makanan (www.aaaai.org/members/resources/
practice_guidelines/food_allergy.asp), dan European Academy of Allergology and Clinical
Immunology telah mengeluarkan rekomendasi tentang penatalaksanaan anafilaksis.
Rekomendasi yang disediakan disini semuanya konsisten dengan pedoman ini.

Kesimpulan dan Rekomendasi


Anak dalam gambaran ini mempunyai alergi telur dan kondisi penyerta, dan
membutuhkan penatalaksanaan alergi makanannya dan kelainan alergi lainnya. Diagnosis alergi
telur seharusnya dibuat dengan dasar riwayat yang jelas, skin prick test, spesifik IgE test, dan
jika perlu food challenges dengan pengawasan medis. Penatalaksanaan harus meliputi edukasi
dan pemberian resep persediaan untuk penatalaksanaan anafilaksis. Pengobatan ini meliputi
antihistamin kerja cepat, ephineprin i.m. secara mandiri, sebuah peralatan hirup beta-agonis, dan
di Eropa, walaupun tidak rutin di Amerika, kortikosteroid oral. Si anak, orang tua, dan
perawatnya harus di edukasi untuk menggunakan obat-obatan ini dan harus siap sedia. Anak ini
harus menggunakan gelang perhatian medis menjelaskan alergi makanannya. Gelang ini harus
menyatakan bahwa dia membawa epinephrine.
Keterlibatan ahli gizi dibenarkan untuk menilai status gizi pasien dan menyediakan saran
makanan yang seharusnya dihindari dan diet suplemen yang dibutuhkan. Riwayat alergi telur
bukan merupakan kontraindikasi untuk vaksin MMR, tapi skin prick test dibutuhkan sebelum
menggunakan vaksin influenza.
Anak-anak dengan alergi makanan yang diketahui harus dievaluasi rutin untuk alergi
makanan lainnya, dengan test tertentu mengikuti lokasi geografis pasien, karena jenis alergi
berbeda diantara negara-neagara. Anak-anak juga seharusnya di test untuk sensitifitas terhadap
allergen hirup untuk meminimalisir resiko reaksi alergi dan asthma dan kelainan atopik lain yang
berhubungan. Strategi detil untuk penatalaksanaan eksim, rhinitis alergi, dan asthma
dideskripsikan di tempat lain. Saat kontrol gejala adekuat telah dicapai, follow up tahunan di
rekomendasikan untuk menilai resolusi alergi telur dan kegawatdaruratan kelainan alergi yang
menetap itu.
Sumber untuk pasien dengan alergi telur meliputi the American Academy of Allergy
Asthma and Immunology (www.aaaai.org), the Food Allergy and Anaphylaxis Campaign
(www.anaphylaxis.org.uk)

Você também pode gostar