Você está na página 1de 13

MAKALAH

EKSPLORASI SUMBER DAYA LAUT


Teknologi Penangkapan Ikan di Laut Dalam

OLEH :

Wahyu Intan Sari

(08051381320002)

Muhammad Fadli

(08051181320015)

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas karuniaNya kami dapat menyelesaiakan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, adapun judul makalah kami yaitu: Teknologi Penangkapan Ikan di
Laut Dalam.
Tidak lupa juga kami sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing
kami yaitu ibu Dr. Fauziyah S.Pi sebagai dosen mata kuliah Eksplorasi Sumber
Daya Laut yang telah memberikan tugas dalam pembelajaran kami. Kami juga
banyak berharap dengan adanya makalah ini bisa menambah wawasan serta
pengetahuan tentang teknologi penangkapan ikan di laut dalam.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya makalah ini. Kami juga sangat berharap dengan
adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya bagi khalayak umum.
Indralaya, 22 Januari 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
1.2 Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
BAB III PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . 12
3.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sumber daya alam terbesar
yaitu pada bidang kelautannya, terutama hasil dari sektor perikanan lautnya.
Sumber

daya

alam

tersebut

merupakan

sebuah

potensi

yang

sangat

menguntungkan apabila dikelola secara baik dan benar. Di lain sisi kita juga harus
menjaga kelestarian dari laut yang ada di Indonesia.
Penangkapan ikan dengan menggunakan berbagai alat tangkap merupakan
salah satu cara untuk mendapatkan ikan yang menjadi salah satu tumpuan untuk
mendapatkan sumber daya ikan. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber
daya ikan, kebanyakan perikanan diklasifikasikan menurut produk yang
ditangkap, yakni spesies yang menjadi target bagi keperluan manusia. Oleh sebab
itu dikenal perikanan tuna dan cakalang, perikanan udang, perikanan paus, dan
lain-lain. Juga dikenal pengelompokan perikanan lain seperti perikanan pelagis
kecil (layang, kembung, selar, dan lain-lain), perikanan demersal (kakap, bawal,
layar, kerapu), perikanan karang, dan lain-lain.
Sedangkan kegiatan penangkapannya biasa dilakukan oleh berbagai jenis
usaha perikanan, baik perikanan skala kecil yang biasanya terbatas dekat tempat
pendaratan atau pelabuhan basis mereka, sampai perikanan skala besar seperti
perikanan trawl (pukat harimau) yang menangkap ikan. Teknologi penangkapan
ikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan nelayan. Teknikteknik penangkapan atau peralatan yang digunakan (teknologi) bergantung kepada
sumber daya yang akan ditangkap.
Teknologi nelayan juga menentukan tingkat eksploitasi mereka. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa semakin modern alat tangkap yang digunakan,
maka semakin tinggi pula jumlah tangkapan yang diperoleh nelayan tersebut.
Dengan demikian, tingkat teknologi yang digunakan oleh nelayan akan sangat
mempengaruhi tingkat penghasilan nelayan. Timbulnya banyak jenis alat tangkap
tersebut karena lautan Indonesia yang beriklim tropis, kondisi dan topografi dasar
perairan daerah satu dengan yang lainnya berbeda-beda.

Banyak teknologi yang digunakan tidak memperhatikan kelestarian


lingkungan termasuk didalamnya lingkungan perairan. Lingkungan perairan ini
menjadi korban dari ulah kegiatan manusia. Kegiatan dibidang perikanan seperti
penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak, racun dan alat-alat tangkap
lainnya yang membahayakan kelestarian sumberdaya ikan juga merupakan salah
satu faktor yang merusak lingkungan perairan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah Teknologi Penangkapan Ikan di Laut
Dalam, yakni:
1. Mengetahui Alat yang digunakan untuk menangkap ikan yang ada di dasar
laut.
2. Mengetahui kelemahan dari alat yang digunakan untuk menangkap ikan
yang ada di dasar laut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Ikan termasuk sumber daya alam yang dapat diperbarui selama
penangkapan ikan itu mematuhi aturan yang berlaku. Hasil sungai dan laut
termasuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui walaupun setiap hari ikan
dan hewan sungai atau laut diambil. Sumber daya alam tersebut tidak akan habis
karena hewan-hewan sungai dan laut setiap saat berkembang biak. Hewan-hewan
laut dan sungai dapat habis apabila nelayan mengambil ikan tanpa mematuhi
peraturan yang berlaku, misalnya menangkap ikan menggunakan bom, pukat
harimau, atau menggunakan racun, serta listrik.
Penangkapan ikan dengan pukat harimau dapat memusnahkan ikan.
Dengan pukat harimau hampir semua isi sungai atau laut akan tertangkap, sampai
ikan yang terkecil sekalipun sehingga suatu saat hasil sungai dan laut dapat habis
karena tidak ada lagi ikan sebagai pengganti ikan yang telah tertangkap oleh pukat
harimau. Penangkapan ikan sungai dan laut dengan bom, pukat harimau, dan
racun dapat menghabiskan hewan-hewan sungai dan laut. Sehingga cara-cara
tersebut dilarang oleh pemerintah. Penangkapan hasil sungai dan laut yang
diizinkan adalah yang dilakukan sesuai dengan peraturan (Jaka, 2008).
Trawl atau pukat harimau merupakan alat tangkap ikan modern yang
telah digunakan beberapa puluh tahun yang silam. Namun tidak diketahui dengan
pasti asal-usul tentang alat tangkap ini. Beberapa para ahli memprediksi trawl
berasal dari Eropa Barat dan banyak digunakan di daerah pantai dan lepas pantai
pada abad ke-16 dan ke-17 di sepanjang perairan prancis.
Kata trawl berasal dari bahasa prancis troler dari kata trailing
mempunyai arti tarik. Dari kata trawl ada juga penyebutan untuk kata
trawling

yang

berarti

melakukan

operasi

penangkapan

ikan

dengan

menggunakan trawl, dan kata trawler yang berarti kapal yang melakukan
trawling dengan cara jaring kantong yang ditarik di belakang kapal (kapal dalam
keadaan berjalan) menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan,
udang, dan jenis demersal lainnya. Jaring ini juga ada yang menyangkut sebagai
jaring tarik dasar (Iftifishing, 2016).
Pukat harimau merupakan salah satu alat yang digunakan untuk
menjaring ikan. Pukat harimau merupakan jaring ikan yang memiliki lubang yang

sangat kecil sehingga akan memungkinkan mendapatkan hasil tangkapan yang


banyak. Namun hal ini membawa dampak buruk bagi ekosistem laut karena ikanikan kecil pun ikut terjaring. Akibatnya kelestarian ekosistem laut terancam
(Neti et,al., 2003).
Pukat harimau merusak terumbu karang, karena biasanya digunakan di
dasar (substrat) yang lunak untuk menjaring udang. Pukat harimau dilarang
digunakan di Indonesia karena jaring/pukat ini dapat merusak hamparan laut dan
menangkap organisme yang bukan sasaran penangkapan (by-catch). Namun
demikian, meskipun kini penangkap ikan dengan Pukat Harimau jarang dijumpai,
kegiatan ini masih ditemukan, terutama di wilayah perbatasan.
Pukat Harimau memberikan pengaruh yang luar biasa buruk terhadap
sumberdaya laut khususnya terumbu karang, karena kemampuannya mengeruk
sumberdaya perikanan tersebut. Sebagai contoh, Pukat Harimau dengan model
yang baru, yang dioperasikan di Selat Lembeh pada tahun 1996 hingga 1997
selama 11 bulan. Pukat ini menggunakan jerat-jaring yang sangat besar dan
menangkap 1,400 Ikan Pari (Manta), 750 Marlin, 550 Paus, 300 Ikan Hiu
(termasuk Hiu Paus), dan 250 Lumba-lumba. Dampak penangkapan ikan dengan
menggunakan pukat tersebut terhadap kegiatan ekowisata mulai terasa, karena
berkurangnya kelimpahan organisme laut yang menjadi modal utama industri
ekowisata ini (Bina, 2006).
Meluasnya penggunaan teknologi modern ini menyebabkan hasil
tangkapan ikan meningkat dengan sangat tajam salah satunya dengan
menggunakan purse-seine atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pukat Harimau.
Ketidak-tergantungan alat ini dengan pola musim ikan, karena jenis jaringnya
memiliki kemampuan yang hebat, dapat menangkap hampir semua jenis ikan,
baik besar maupun kecil, dan kemampuan mesin penggerak kapal/perahunya yang
mendukung untuk melakukan perburuan ikan sampai ke tengah laut.
Jaring

dengan

kemampuannya

yang

demikian

menimbulkan

kekhawatiran pemerintah akan kelestarian lingkungan hidup laut. Oleh karena itu
untuk mencegah kemungkinan yang ditimbulkan menjadi semakin buruk, maka
pemerintah mengeluarkan Keppres No. 39 Tahun 1980 Tentang penghapusan
Jaring Trawl (Pukat Harimau) di Perairan Jawa, Sumatera dan Bali. Guna menjaga

kesehatan habitat serta produktivitas penangkapan nelayan tradisional. Sejak itu


trawl (Pukat Harimau) hanya boleh di operasikan oleh kapal-kapal peneliti,
dengan melakukan modifikasi pada kantong yang dipasang Alat Pemisah Ikan
(API), dan dapat di operasikan di beberapa perairan seperti laut Arafuru,
khususnya untuk penangkapan udang yang dikenal dengan nama Trawl Udang.
Alat penangkapan ikan jenis trawl telah berkembang pesat dalam bentuk
serta nama yang beragam, dan semuanya mengacu pada sifat penangkapannya
yang tidak ramah lingkungan. Penggunaan trawl dengan mengeruk dasar perairan
merusak habitat serta penggunaan mata jaring yang kecil juga menyebabkan
tertangkapnya berbagai jenis biota yang masih anakan atau belum matang.
Dengan adanya Penerbitan Peraturan Menteri No.2 tahun 2015 Tentang Larangan
Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine
Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Merupakan
langkah yang tepat untuk melindungi habitat yang ada di laut (WWF, 2015).
Berdasarkan letak jaring dalam air selama melakukan operasi
penangkapan ikan, Ayodhyua (1981) membagi trawl sebagai berikut:
1.

Surface trawl (Floating trawl), yaitu trawl yang dioperasikan pada


permukaan air. Jaring ditarik dekat permukaan air, dan ditujukan pada
ikan-ikan yang beruaya pada permukaan air. Jaring di tarik dengan cepat
dan kecepatan tarik ini harus lebih besar dari kecepatan berenang yang
dipunyai ikan yang akan ditangkap.

2. Mid Water Trawl yaitu trawl yang dioperasikan antara permukaan dan
dasar perairan. Jaring ditarik pada depth tertentu secara horizontal, pada
depth mana diduga merupakan swimming layer dari ikan-ikan yang
menjadi tujuan penangkapan.

3. Bottom Trawl yaitu trawl yang dioperasikan di dasar perairan. Jenis ini
merupakan jenis yang paling umum. Jaring ini ditarik pada dasar/dekat
dasar laut, dengan demikian ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah
ikan-ikan dasar, termasuk juga udang-udangan dan kerang-kerangan
(Tim Penyusun, 2013).

Berdasarkan segi operasinya dibedakan sebagai berikut:


1. Side trawl, yaitu trawl yang pada operasinya ditarik pada sisi kapal.
2. Stern trawl, yaitu trawl yang ditarik pada bagian belakang kapal.
3. Double rig trawl, yaitu trawl yang ditarik melalui dua rigger yang
dipasang pada kedua lambung kapal.
Berdasarkan jumlah kapal yang digunakan untuk menarik trawl:
1. One boat trawl, yaitu trawl yang ditarik menggunakan sebuah kapal.

2. Two boat trawl, yaitu trawl yang ditarik menggunakan dua buah kapal.

Berdasarkan penggunaan alat untuk membuka mulut jaring, dibedakan menjadi


dua, yakni sebagai berikut:
1. Bean trawl, yaitu trawl yang menggunakan bean.
2. Otter trawl, yaitu trawl yang menggunakan otter board untuk membuka
mulut jaring.
Teknik operasi penangkapan dengan menggunakan trawl, yakni sebagai berikut:
1. Menggunakan kapal sebagi alat bantu untuk menarik jaring.
2. Jaring diikat dan dihubungkan dengan kapal.
3. Jaring diatur sedemikian rupa dan diletakkan sesuai tujuan penangkapan,
baik itu dipermukaan atau dasar perairan.
4. Pada umumnya jaring ditarik dengan kecepatan 3-4 knot.
5. Pada umumnya waktu penarikan berkisar antara 3-4 jam.
6. Panjang warp sekitar 3-4 kali depth, pada fishing ground.
Penyebab kegagalan dalam penangkapan yakni sebagai berikut:
1. Warp terlalu panjang ataupun speed terlalu lambat atau juga hal-hal lain,
maka jaring akan mengeruk lumpur.
2. Jaring tersangkut di karang atau bangkai kapal.
3. Jaring ataupun tali temali tergulung pada srew.
4. Warp putus dan lain-lain.
Kelemahan dari menggunakan trawl yakni dapat merusak ekosistem laut
salah satunya terumbu karang yang sebagai tempat perlindungan ikan-ikan. Selain
itu dapat merugikan nelayan kecil karena daerah operasional pada penangkapan
ikan menggunakan trawl biasanya ikan telah habis, sehingga nelayan-nelayan
kecil akan merugi akibatnya minimnya hasil tangkapan. Dan merugikan negara
karena masih ada beberapa oknum pengusaha yang melakukan penangkapan
secara ilegal untuk menghindari pajak.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Trawl (Pukat Harimau) alat tangkap ikan modern yang menggunakan jaring
serta ditarik dengan kapal, baik itu satu kapal atau dua kapal.

2. Penggunaan trawl dapat merusak ekosistem laut dan dapat merugikan


nelayan kecil.
3. Adanya penerbitan Peraturan Menteri No.2 tahun 2015, merupakan langkah
yang tepat untuk melindungi habitat yang ada di laut.

DAFTAR PUSTAKA
Bina MN. 2006. Jenis Jenis Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Jakarta: PT.
Bina Marina Nusantara.
Iftfishing. 2016. Pukat Harimau (Trawl). www.iftfishing.com/blog/mancing/
pemula/pukat-harimau-trawl/. Diakses tanggal 22 Januari 2016.

Jaka WR. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Grasindo.


Neti L, Linda, Yuliari, Fransiska S. 2003. Panduan Belajar dan Evaluasi. Jakarta:
Grasindo.
Tim Penyusun. 2013. Dasar Dasar Teknik Penangkapan Ikan Penanganan dan
Penyimpanan Hasil Tangkap. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan.
WWF. 2015. Alat Tangkap Trawl Ancam Keberlanjutan Sumberdaya Laut.
www.wwf.or.id. Diakses tanggal 22 Januari 2016.

Você também pode gostar