Você está na página 1de 27

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
PENDAHULUAN
Gagal jantung menurut Braundwald adalah suatu keadaan patofisiologis
adanya kelainan fungsi jantung berakibat terjadinya kegagalan jantung memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. Sedangkan
menurut Packer, gagal jantung kongestif merupakan suatu sindrom klinis yang
rumit yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan kelainan
regulasi neurohormonal, disertai dengan intoleransi kemampuan kerja fisis (effort
intolerance), retensi cairan, dan memendeknya umur hidup (reduced longevity).
Secara singkat menurut Sonnebick, gagal jantung terjadi apabila jantung tidak lagi
mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic
tubuh pada tekanan pengisian yang normal, padahal aliran balik vena (venous
return) ke jantung dalam keadaan normal.
Gagal jantung adalah keadaan (kelainan) patofisiologis berupa sindroma
klinik, diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output
(CO) yang cukup untuk melayani kebutuhan jaringan tubuh akan O 2 dan nutrisi
lain meskipun tekanan pengisian (filling pressure atau volume diastolik) telah
meningkat.
Setelah mengalami evolusi beberapa kali, dengan diketahuinya peran
sistem R-A-A dan adanya aktivasi neuroadrenergik pada gagal jantung, maka
secara garis besar gagal jantung didefinisikan sebagai suatu sindrom klinis dimana
terjadi perubahan struktural dan fungsi dari jantung sehingga menimbulkan
gangguan kemampuan ventrikel untuk memompa/atau mengisi darah pada
tekanan fisiologik, yang menyebabkan limitasi kemampuan penderita untuk
melakukan exercise atau menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa gejala sesak
nafas dan rasa lelah.
24

Dalam keadaan normal jantung dapat memenuhi curah jantung yang cukup
setiap waktu, pada gagal jantung ringan keluhan baru timbul pada beban fisik
yang meningkat. Pada gagal jantung berat keluhan sudah timbul pada keadaan
istirahat.
EPIDEMIOLOGI
Gagal jantung saat ini merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskular
yang terus meningkat prevalensi dan insidennya. Di negara-negara industri
prevalensi gagal jantung diperkirakan 1,5% setahun, sedangkan insidennya sekitar
0,15% kasus baru setiap tahun. Sekitar 10% penderita gagal jantung keadaan
penyakitnya sudah kronik dan berat. Peningkatan prevalensi dan insiden gagal
jantung terutama disebabkan 2 faktor utama, yaitu:
1. Keberhasilan dalam penatalaksanaan penyakit jantung koroner terutama
keadaan klinik yang disebut sebagai acute coronary syndrome (ACS).
2. Makin meningkatnya jumlah orang tua di seluruh dunia, baik yang pernah
menderita penyakit jantung koroner atau komorbiditas penyakit lain yang
merupakan faktor resiko gagal jantung yaitu hipertensi, diabetes mellitus,
obesitas dan lainnya.
ETIOLOGI
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit
jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan
gagal jantung meliputi keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban
akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel.
Dan beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan
hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark
miokardium dan kardiomiopati.
Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung,
terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
bekerja sebagai pompa. Keadaan-keadaan seperti stenosis katup atrioventrikularis,
25

perikarditis restriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung


melalui beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi
ventrikel.
I. Myocardial damage (kerusakan otot jantung)
a. Miokarditis
b. Kardiomiopati (kardiomiopati dilatasi)
c. Penyakit jantung koroner
II. Beban ventrikel yang bertambah
o Kelebihan beban tekanan (pressure overload)
- Hipertensi sistemik
- Koarktasio aorta
- Stenosis aorta
- Stenosis pulmonal
- Hipertensi pulmonal pada PPOK atau hipertensi pulmonal primer
o Kelebihan beban volume (volume overload)
- Regurgitasi mitral
- Regurgitasi aorta
- Ventricular septal defect (VSD)
- Atrial septal defect (ASD)
- Patent ductus arteriousus (PDA)
III. Restriksi dan Obstruksi pengisian ventrikel
o Stenosis mitral
o Stenosis tricuspid
o Tamponade jantung
o Kardiomiopati restriktif
o Perikarditis konstriktif

GEJALA DAN TANDA


Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan relative

terhadap

derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Berdasarkan keluhan


terdapat klasifikasi fungsional dari New York Heart Association (NYHA) biasanya
digunakan untuk hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik:
NYHA Kelas 1

Penderita
tanpa

dengan

pembatasan

kelainan
aktivitas

jantung
fisik.
26

Aktivitas

fisik

menyebabkan

sehari-hari
kelelahan,

tidak

palpitasi,

dispnea atau angina


Penderita dengan kelainan jantung yang

NYHA Kelas II

berakibat pembatasan ringan aktivitas


fisik. Merasa enak dengan istirahat.
Aktivitas

sehari-hari

menyebabkan

kelelahan, palpitasi, dispnea atau angina


Penderita dengan kelainan jantung yang

NYHA Kelas III

berakibat pembatasan berat aktivitas


fisik. Merasa enak dengan istirahat.
Aktivitas yang kurang dari aktivitas
sehari-hari

menimbulkan

kelelahan,

palpitasi, dispnea atau angina


Penderita dengan kelainan

NYHA Kelas IV

jantung

dengan akibat tidak mampu melakukan


fisik apapun. Keluhan timbul meskipun
saat istirahat

PATOFISIOLOGI
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung sebagai pompa untuk
memenuhi kebutuhan jaringan sehingga terjadi penurunan curah jantung (CO).
Keadaan ini menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi dengan tujuan
mempertahankan

fungsi jantung menghadapi

beban hemodinamik yang

bertambah, baik volume maupun pressure overload.


Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel
yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun akan mengurangi volume
sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya
volume akhir diastolic ventrikel (EDV) terjadi peningkatan tekanan akhir diastolic
ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan
ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, akan terjadi peningkatan tekanan atrium
kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastole.
27

Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru,


meningkatakan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik
anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan
terjadi transudasi cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan
melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema intertisial. Peningkatan
tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan
terjadilah edema paru.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat
diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup tricuspid atau mitral secara
bergantian. Regurgitasi fungsional ini dapat disebabkan oleh dilatasi annulus
katup atrioventrikularis atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda
tendianae akibat dilatasi ruang.
Sebagai respon kompensatorik terhadap gagal jantung, ada tiga
mekanisme

primer

yaitu

meningkatnya

aktivitas

adrenergic

simpatis,

meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin-angiontensin-aldosteron,


dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha
untuk mempertahankan curah jantung.
Aktivasi Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS)
Akibat CO yang menurun pada gagal jantung akan terjadi peningkatan
sekresi renin yang merangsang angiotensin II. Aktivitas sistem RAA untuk
mempertahankan cairan, keseimbangan elektrolit dan tekanan darah cukup.
Aktivasi sistem RAA dimaksudkan untuk mempertahankan keseimbangan cairan
atau balans elektrolit dan tekanan darah cukup.
Mekanisme pasti yang menyebabkan aktivasi sistem RAA pada gagal
jantung masih belum jelas. Namun, diperkirakan terdapat sejumlah faktor seperti
rangsangan simpatis adrenergik pada reseptor beta di dalam apparatus
jukstaglomerulus, respon reseptor macula densa terhadap perubahan pelepasan
natrium ke tubulus distal (penurunan natrium merangsang pelepasan renin),
respon baroresptor terhadap perubahan volume dan tekanan dalam sirkulasi
(mekanisme baroreseptor pada aferen arteriola. Penurunan tekanan dalam arteriole
akan merangsang terbentuknya dan keluarnya renin dari JGA).
28

Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis


Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan merangsang
respon simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis akan
merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan
medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk
menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk
menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi
aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah (misal kulit dan ginjal)
untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan
meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya
menambah kekuatan kontraksi.
Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung,
terutama saat latihan. Jantung akan semakin bergantung dengan katekolamin yang
beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada
akhirnya respon miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun,
katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.
Pada permulaan gagal jantung (ringan) aktivitas sistem adrenergic dapat
mempertahankan CO dengan cara kontraktilitas yang meningkat dan kenaikan
29

denyut jantung. Pada gagal jantung lebih berat terjadi vasokonstriksi akibat sistem
simpatis dan pengaruh angiotensin II dengan maksud mempertahankan tekanan
darah dan redistribusi CO. Pada gagal jantung yang makin berat (NYHA kelas IV)
terjadi peningkatan afterload yang berlebihan akibat vasokonstriksi dengan akibat
penurunan curah jantung.

Hipertrofi Ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi
miokardium atau bertambah tebal dinding. Hipertrofi meningkatakan jumlah
sarkomer dalam sel-sel miokardium, sarkomer dapat bertambah secara parallel
atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal
jantung. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta
akan disertai dengan meningkatnya ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran
ruang dalam. Respon miokardium terhadap beban volume seperti pada regurgitasi
aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi
ini diduga terjadi akibat bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara
30

serial. Kedua pola hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris akibat beban
tekanan dan eksentris akibat beban volume. Apapun susunan pasti sarkomernya,
hipertrofi miokardium akan meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium.

DERAJAT GAGAL JANTUNG KONGESTIF

31

PEMBAGIAN GAGAL JANTUNG SECARA DESKRIPTIF

1. Gagal Jantung Kongestif (CHF)


32

Komplikasi utama dari semua penyakit jantung adalah gagal jantung, yaitu
kelainan patofisiologis dimana fungsi jantung yang abnormal merupakan
penyebab jantung gagal memenuhi kebutuhan metabolism jaringan meskipun
tekanan pengisian ventrikel sudah bertambah. Gagal jantung kongestif merupakan
sindroma klinis ditandai oleh adanya keluhan dan penemuan kilinis akibat fungsi
ventrikel kiri yang abnormal, regulasi neurohormonal disertai intoleransi terhadap
beban fisik, retensi cairan dan menyebabkan umur pendek. Suatu diagnosis yang
pasti dari gagal jantung kongestif memerlukan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria
mayor + 2 minor yang terjadi bersamaan. Dibawah ini adalah criteria diagnosis
CHF kiri dan kanan menurut Framingham :

2. Forward vs backward failure


backward failure, bahwa ventrikel gagal memompa darah sehingga darah
terkumpul dan tekanan atrium naik, tekanan sistem vena yang bermuara ke
dalam atrium juga naik, sehingga volume akhir siastolic meningkat. Teori
backward failure merupakan reaksi mekanisme kompensasi pada gagal
jantung yaitu hukum jantung starling dimana distensi ventrikel membantu
mempertahankan CO. menurut konsep ini, tekanan diastolic ventrikel kiri,
atrium kiri, vena-vena pulmonalis berakibat backward transmission of
pressure dan menyebabkan hipertensi pulmonal yang pada akhirnya
berakibat gagal jantung kanan. Seringkali vasokonstriksi pulmonal merupakan
33

salah satu penyebab hipertensi pulomonal. Tanda khas backward failure


adalah kongesti paru dan edema yang menunjukan aliran balik darah akibat
gagal ventrikel.
Forward failure, terjadi secara stimultan sewaktu jantung gagal memompa
darah dalam jumlah adekuat ke jaringan karena volume sekuncup semakin
lama semakin sedikit. Manifestasi dari forward failure adalah akibat perfusi
organ-organ vital menurun : otak (mental confusion), otot skeletal
(kelemahan), ginjal (retensi Na dan H2O).
3. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik
Gagal jantung dapat diakibatkan

oleh

fungsi

sistolik

yaitu

ketidakmampuan ventrikel untuk kontraksi secara normal dan memompakan


darah atau akibat fungsi diastolic dimana kemampuan ventrikel untuk
menerima darah dari atrium berkurang disebabkan kemampuan relaksasi
berkurang.
Manifestasi dari gagal jantung sistolik berhubungan dengan CO yang tidak
adekuat dengan lemah, letih, pengurangan toleransi latihan dan gejala lain dari
hipoperfusi. Gagal jantung sistolik ditandai oleh bertambahnya volume akhir
diastolic yang mula-mula dapat mencukupi stroke volume, tetapi kemudian
disusul dengan ejection fraction yang menurun.
Gagal jantung diastolic ditandai oleh meningkatnya tekanan pengisian
pada ventrikel kanan atau kiri. Gagal jantung diastolic biasanya ditemukan
pada pasien gagal jantung dengan ejeksi fraksinya >50 %. Gagal jantung
diastolic dapat disebabkan oleh meningkatnya resistensi aliran ventrikel dan
pengurangan kapasitas diastolic ventrikel (perikarditis konstriktif dan
restriktif, hipertensi, dan kardiomiopati hipertrofi), gangguan relaksasi
ventrikel (iskemia miokard akut) dan fibrosis miokard dan infiltrate
(kardiomiopati restrifktif). Gagal jantung diastolic biasanya terjadi lebih
sering pada perempuan, terutama wanita tua dengan hipertensi.

34

4. Gagal Jantung low-output dan high-output


Gagal jantung output rendah terjadi sekunder dari penyakit jantung
iskemik, hipertensi, kardiomiopati dilatasi, penyakit pericardial dan valvular.
Gagal jantung output tinggi terjadi pada pasien dengan pengurangan resistensi
vaskular sistemik seperti anemia, kehamilan, fistula AV, beri-beri dan
hipertiroid. Pada praktisi klinik, gagal jantung output rendah atau tinggi selalu
tidak dapat dibedakan.
5. Gagal Jantung akut vs kronik
Manifestasi klinis tergantung dari perjalanan penyakit dari gagal jantung
tersebut.
Gagal jantung akut :
Seorang individu normal yang tiba-tiba (secara akut) terjadi kelainan anatomi
atau fungsi jantung.
- MCI massif akut
- Blok jantung dengan rata-rata ventrikel lambat (<35/menit)
- Takiaritmia dengan rata ventrikel sangat cepat (>180/menit)
- Rupture katup akibat endokarditis infektif
- Embolus paru
Gagal jantung kronik khas pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi atau
penyakit jantung multivalvular. Kongesti vaskular biasanya pada gagal
jantung kronik.
6. Gagal Jantung Kanan vs Kiri
35

Gagal Jantung Kiri


Dispnea on Effort (DOE)
Sering kali terjadi dan merupakan keluhan dini dari gagal jantung kiri.
Pada sebagian penderita terdapat kongesti pulmonum, tetapi tidak
mengeluh DOE, hal ini disebabkan mereka secara gradual tanpa disadari
banyak berdiam diri di tempat tidur.
Orthopnea
Penderita dengan ortopnea mengeluh sesak napas pada posisi tiduran
dan berkurang pada posisi tegak. Menghilangnya/berkurangnya sesak
napas pada posisi tegak akibat dari venous return yang menurun dan
menurunnya tekanan hidrostatik pada bagian atas paru sehinggamenambah
kapasitas vital paru. Orthopnea tidak saja hanya pada gagal jantung, tetapi
juga pada penyakit paru kronik.
Paroksismal Nocturnal Dispnea (PND)
Penderita dengan PND mengeluh mendadak bangun tidurnya setelah
beberapa jam tidur. Serangan PND biasanya terjadi pada malam hari.
Bronco spasme akibat kongesti pada mukosa dan udema interstisial
menekan bronkus, menambah kesukaran ventilasi dan napas. Adanya
wheezing maka hilang segera setelah duduk, PND memerlukan sekitar 30
menit sebelum sesak hilang. Episode PND biasanya sangat mengejutkan
penderita sehingga takut untuk kembali meskipun keluhan hilang.

Patofisiologi PND
1. Pada posisi baring terjadi resorpsi cairan intertisial pada tempat
bagian bawah tubuh (ekstremitas bawah).
2. Venous return meningkat pada LV failure, menyebabkan tekanan
kapiler paru meningkat dan terjadi udema alveoli.

36

3. Menurunnya pengaruh adrenergic terhadap fungsi ventrikel selama


tidur.
4. Depresi pusat napas selama tidur memegang peranan.
Udema Pulmonum Akut
Adalah bentuk yang berat dari asma kardiale akibat peningkatan yang
berat tekanan kapiler paru diikuti transudasi, udema alveoli (di dalam
alveoli terdapat cairan) diikuti oleh sesak napas yang berat, ronki basah
kasar seluruh paru, mungkin terjadi pecahnya kapiler alveoli dan terjadi
frothy sputum. Apabila tidak mendapat pertolongan segera, udema
pulmonum akut dapat berakibat fatal.
Fatique & Weakness
Keluhan ini tidak spesifik tetapi merupakan keluhan umum pada gagal
jantung karena kekurangan perfusi pada otot skeletal. Kapasitas latihan
menurun akibat jantung tidak mampu menaikkan CO sesuai kebutuhan
sehingga otot skeletal kekurangan O2 . Penyebab lain kelelahan
hipokaliemia akibat diuretika, intoksikasi digitalis atau gagal jantung
menjadi progress. Mungkin terjadi hipotensi postural akibat dieresis yang
terlalu banyak.
Keluhan Gastrointestinal
Penderita dengan gagal jantung mungkin mengeluh anoreksia, nausea,
muntah, distensi abdomen, rasa penuh sesudah makan, sakit perut.
Keluhan ini mungkin akibat melebarnya vena akibat kongesti pada
mukosa gastro intestinal atau akibat intoksikasi digitalis.
Keluhan Serebral
Pada gagal jantung berat terutama pada usia lanjut yang biasa disertai
arterio sklerosis serebral, terjadi penurunan perfusi serebral, hipoksemia,
kemungkinan confusion, daya ingat berkurang, kurang konsentrasi, sakit
kepala, insomnia, ansietas. Nocturia merupakan salah satu penyebab
insomnia.
37

Nocturia
Merupakan ekskresi ginjal yang bertambah pada posisi baring, berawal
dari udema yang terjadi pada siang hari. Cairan udema masuk ke
intravaskuler, menambah venous return, CO dan dieresis pada malam hari.
Tanda klinis Gagal Jantung Kiri
Keadaan fisik secara keseluruhan harus dievaluasi, penderita mungkin
Nampak letih akibat CO rendah yang kronik. Sesak napas / napas cepat
mungkin karena kongesti paru. Dapat terjadi pada penderita yang sudah
dikenal dengan gagl jantung yang kemudian menjadi berat (MCI, iskemia,
penyakit jantung katup berat, hipertensi, rupture korda tendinae,
takiaritmia dapat mendasari timbulnya udema paru akut tanpa diketahui
gagal jantung sebelumnya). Orthopnea, rasa takut, gelisah, pucat dan
berkeringat.
Kulit menjadi sianosis, dingin, lembab dan basah. Frekuensi napas 3040x/menit dapat dalam atau dangkal, otot bantu napas terpakai, retraksi
daerah supraclavicular, dilatasi alae nasi. Batuk, wheezing, sputum berbuih
dan kemerahan akibat kapiler paru pecah. Nadi cepat, apabila lambat harus
dicurigai block jantung.
EKG
Menunjukkan keadaan yang mendasari gagal jantung kiri antara lain
AF dengan QRS rate yang cepat, pembesaran ruang jantung : LAH dan
LVH. Biasanya EKG lebih sensitif dibanding foto toraks, tetapi disbanding
ekokardiografi 2 dimensi, kurang sensitive dalam hal menunjukkkan
hipertrofi. Kadang-kadang EKG normal dan menunjukkan kelainan
minimal, tetapi pada ekogramnya menunjukkan concentric hypertrophy
pada LV misalnya pada hipertensi dan AS. Apabila dilatasi lebih dominan
terhadap hipertrofi, foto toraks menunjukkan kardiomegali, EKG mungkin
menunjukkan sedikit kelainan.

38

Foto Toraks
Foto PA dan lateral dapat memberikan informasi akan adanya gagal
jantung.
A. Bayangan jantung (heart shadow)
Biasanya abnormal, terjadi pembesaran bayangan jantung akibat
hipertrofi atau dilatasi temapat ruang-ruang jantung yang sakit.
B. Kongesti pulmonal
Pada gagal jantung kiri atau meningkatnya tekanan LA, misalnya
pada MS, terdapat kongesti V.pulmonalis, gambaran tersebut
tampak pada tekanan LA 20-25 mmHg. Hal yang sama juga terjadi
pada cabang-cabang A.pulmonaris, pada gagal jantung kiri
resistensi cabang-cabang A.pulmonalis pada lobus atas paru
dimana resistensi lebih rendah.
C. Efusi pleura
Pada gagal jantung kronik disertai tekanan vena yang meningkat
mungkin akan tampak efusi pleuramkecil/sedikit pada kanan
maupun kiri. Efusi pleura yang besar biasanya disebabkan oleh
gagal jantung kanan.
D. Kalsifikasi
Kalsifikasi mungkin pada katup mitral, aorta atau pericardium.
E. Aorta
Apabila aorta dilatasi, kemungkinan akibat hipertensi, AS (post
stenotic dilatation), AR dan aneurisma aorta.

Ekokardiografi
Spesifik dan sensitif untuk menilai meningkatnya massa ventrikel
-

(hipertrofi ventrikel)
Menetapkan adanya dilatasi dan hipokinetik menyeluruh atau

segmental, biasanya terlihat pada gagal jantung sistolik.


Menetapkan gagal jantung diastolic yang biasanya terdapat pada
-

hipertrofi ventrikel.
Menentukan regurgitasi maupun stenosis dengan Doppler.

Gagal Jantung Kanan


Gagal jantung kanan biasanya sekunder akibat gagal jantung kiri yang
kronik. Tetapi gagal jantung kanan dapat berdiri sendiri. penyebab lain dari
gagal jantung kanan adalah stenosis mitral berat disertai hipertensi
39

pulmonal, stenosis pulmonal, kor pulmonal kronik, hipertensi pulmonal


primer, regurgitasi tricuspid, stenosis tricuspid.
Keluhan Gagal Jantung Kanan
- Keluhan dominan pada gagal jantung kanan adalah akibat kongesti
vena sistemik, berbeda dengan gagal jantung kiri dimana keluhan
-

akibat kongesti vena pulmonal.


Fatigue akibat CO yang menurun
Edema. Edema pada pergelangan kaki apabila penderita masih berjalan

ke sana kemari. Edema pada sacral bila penderita dalam posisi baring.
Hepatomegali kongestif. Hepatomegali peregangan kapsula hepatic

penyebab rasa sakit pada kuadran kanan atas seperti kolesistitis.


Anoreksia. Bendungan hepar dan kenaikan tekanan vena menyebabkan
anoreksia, kembung, dan keluhan non spesifik lain.

Tanda Klinis Gagal Jantung Kanan


-

Ditemukan penyebab atau penyakit yang mendasari gagal jantung

kanan, misalnya stenosis mitral.


RVH dapat ditemukan berdasarkan adanya kuat angkat pada
parasternal kiri bawah pada palpasi. Terdengar S3 atau S4 gallop yang

berasal dari RV akibat gagal jantung kanan.


Murmur, dilatasi ventrikel kanan disertai regurgitasi pulmonal dan

regurgitasi ventrikel.
Terdapat tanda-tanda penyakit paru kronik sebagai penyebab gagal
jantung kanan, terdengar ronki, wheezing kronik, ekspirasi yang

memanjang, tanda-tanda bronchitis kronik.


JVP yang meningkat
Refluks hepatojugular
Tekanan vena akan meningkat apabila kuadran kanan atas abdomen
ditekan, venous return meningkat, tekanan atrium kanan meningkat,

dapat dilihat pada permukaan darah dalam v.jugalaris yang meningkat.


Pitting edema pada tungkai bawah atau pergelangan kaki dan sacral
Asites, selain terdapat pada gagal jantung kanan, juga terdapat pada
perikarditis konstriktif dan tamponade jantung.
Hidrotoraks (efusi pleura dan pericardial)
Biasanya didapatkan pada CHF. Lebih sering terdapat pada gagal
jantung biventricular daripada gagal jantung kiri saja, lebih sering

40

terjadi pada kavum pleura kanan daripada kiri. Cairan juga mungkin
-

terdapat pada kavum perikard.


EKG :
o RVH : menunjukan hipertensi pulmonal pada stenosis mitral
o RAD (right axis deviation) : terdapat pada RVH
o Gelombang P : gelombang P runcing dan tinggi menunjukan
RAH pada PPOK dan atau kor pulmonal kronik.

GAGAL JANTUNG KIRI


Dyspneu on Effort

GAGAL JANTUNG KANAN


Oedem perifer (tungkai)

Orthopnoe

Ascites

Dyspnoe nocturnal paroksismal

Hepatomegali

Fatique

Anoreksia

Batuk kering pada malam hari


Kardiomegali
Gallop
Ventricular heaving
Pernapasan cheyne stokes

Mual atau rasa penuh


Nokturia
JVP meningkat
Bunyi P2 mengeras

Takikardia

Murmur

Pulsus alternanas

Hipertrofi jantung kanan

Ronchi basah

Hidrothorax

Hemoptisis

Tanda-tanda penyakit paru kronik

kongesti vena Pulmonalis

DIAGNOSIS
Spektrum pasien yang dapat dicurigai memiliki gagal jantung dari
asimptomatik tetapi resiko tinggi untuk gagal jantung (misalnya pasien
dengan penyalahgunaan alkohol atau penyakit arteri koroner, hipertensi,
DM, terpapar obat kardiotoksik, atau riwayat keluarga dari kardiomiopati).

41

Riwayat penyakit yang lengkap dan pemeriksaan fisik merupakan


langkah pertama pada evaluasi abnormalitas struktural atau penyebab dari
perkembangan gagal jantung. Meskipun riwayat dan pemeriksaan fisik
dapat menjadi tanda yang penting tentang abnormalitas jantung.
Identifikasi dari abnormalitas struktural yang memicu untuk gagal jantung
umumnya membutuhkan pencitraan invasif maupun non-invasif dari
struktur jantung.
EKG
Gambaran EKG pada penderita gagal jantung kongestif tergantung
pada penyakit dasar. Akan tetapi pada gagal jantung kongestif akut, karena
selalu terjadi iskemik dan gangguan fungsi konduksi ventrikel maka
hampir semua EKG dapat ditemukan gambaran takikardia, left-bundlebranch-block dan perubahan segmen ST dan gelombang T.
FOTO TORAKS
Pada foto toraks, sering ditemukan pembesaran jantung, dan tandatanda bendungan paru. Kardiomegali biasanya adanya peningkatan dari
cardiothoracic ratio (CTR) lebih dari 50% pada gambaran posteroanterior.
Pasien dengan predominan disfungsi diastolic dapat mempunyai ukuran
jantung yang normal, salah satu menjadi petanda untuk membedakan
disfungsi sistolik vs diastolic. Apabila telah terjadi edema paru, dapat
ditemukan gambaran kabut di daerah perihiller, penebalan interlobar
fissure (kerleys line). Sedangkan pada kasus yang berat dapat ditemukan
efusi pleura.

42

LABORATORIUM
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk gagal jantung
kongestif.Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium tergantung dari
penyakit dasar dan komplikasi yang terjadi. Terjadi perubahan-perubahan
khas pada kimia darah, misalnya perubahan cairan dan elektrolit dalam
serum. Yang khas adalah adanya hiponatremia, kadar kalium dapat normal
atau menurun akibat terapi diuretic. Hiperkalemia dapat terjadi pada tahap
lanjut dari gagal jantung karena gangguan ginjal. Ketika adanya kongesti
hati, serum transminase dan bilirubin dapat menjadi meningkat dan adanya
43

jaundice. Jika hepatomegali kongestif kronik, sirosis jantung dapat terjadi


dan menyebabkan hipoalbunemia, hipoglikemia dan peningkatan waktu
protrombin.
EKOKARDIOGRAFI
Ekokardiografi dua-dimensi dengan Doppler adalah rekomendasi
tinggi untuk semua pasien dengan gagal jantung. Pemeriksaan ini
membantu penilaian dari ukuran ventrikel kiri, massa dan fungsi. Karena
tidak biasanya pasien memiliki lebih dari satu abnormalitas jantung yang
mempengaruhi perkembangan dari gagal jantung, echocardiography
memberikan nilai tambahan dengan penilaian kuantitatif dari dimensi,
geometry, ketebalan dan pergerakan dari ventrikel kanan dan kiri. Serta
penilaian kualitatif dari atria, pericardium, struktup katup dan vaskular.
PENATALAKSANAAN
Usaha pertama dalam penanggulangan gagal jantung kongestif ialah
mengatasi sindrom gagal jantung. Kemudian mengobati factor presipitasi
seperti aritmia, anemia, tiroksikosis, stress, infeksi, infeksi, dan lain-lain,
dan memperbaiki penyakit penyebab serta mencegah komplikasi seperti
trombo-emboli.
Pengobatan nonfarmakologik seperti : memperbaiki oksigenasi
jaringan, membatasi kegiatan fisik sesuai beratnya keluhan, dan diet
rendah garam, cukup kalori dan protein. Kesemuanya ini memegang
peranan penting dalam penanggulangan gagal jantung kongestif kronis.
Berdasarkan patofisiologis yang telah diuraikan di atas, konsep terapi
farmakologis saat ini ditujukan terutama pada :
1. Menurunkan afterload dengan ACE-inhibitor, atau antagonis
kalsium.
2. Meningkatkan kontraktilitas jantung melalui pemberian digitalis
atau ibopamin.
3. Menurunkan preload melalui pemberian nitrat atau diuretik.
Diuretik juga dipakai sebagai obat untuk mengatasi retensi cairan
badan.
44

A. ACE inhibitor
Efek dari ACE inhibitor :
1. Dilatasi arteriol
2. Mengurangi aktivitas simpatis dan produksi noradrenalin
3. Penurunan aldosteron
4. Anti hipertrofi dan anti remodeling pada miokard
Kontraindikasi ACE-inhibitor : renal stenosis, aorta stenosis yang berat,
kardiomiopati hipertrofi dan restriktif, carotid stenosis yang berat, gagal ginjal
yang berat, angina, anemia berat, kehamilan dan laktasi.
B. Angiotensin II receptor blocker
Pada penderita dengan intoleran dengan ACE-inh dapat digunakan sebagai
pengganti dengan akibat blockade pada RAAS.
C. Digoksin
Mekanisme kerja digoksin : menambah kontraktilitas miokard baik baik
kecepatan pada gagal jantung maupun pada jantung normal, efek
elektrofisiologi dan vasokonstriksi.
Pada pemakaian digoksin sensitivitas digoksin dapat meningkat sehingga
diperlukan penyesuaian dosis, gagal ginjal, usia lanjut, hipokalemia,
hipoksemia, asidosis, MCI akut, hipomagnesemia, hipercalsemia.
Indikasi penggunaan digoksin :
1. AF dengan rapid respon dan tidak terkontrol pada gagal jantung
2. Gagal jantung dengan kemampuan kontraksi yang menurun, S3, ronkhi
basah pada basal dan kemudian menyeluruh.
3. Kegagalan pengobatan dengan diuretika dan vasodilator akibat
hipotensi
4. Gagal jantung sistolik NYHA kelas II, III, IV.
Pemakaian digoksin terbatas pada :
1. IMA kecuali gagal jantung tidak dapat terkontrol dengan diuretika, nitrat
2.
3.
4.
5.
6.

dan dopamine.
AV block
MS dengan irama sinus
Hipertrofi obstruktif kardiomiopati
SSS (sick sinus sindrom)
Kor pulmonal kecuali disertai AF rapid respon

45

Dosis digitalis:
- Digoksin oral untuk digitalis cepat 0,5-2 mg dalm 4-6 dosis selama 24
-

jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4hari.


Digoksin iv 0,75 mg dalam 4 dosis selam 24jam
Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24jam
Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari. Untuk

pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.


Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
Digitalis cepat diberikan cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal
akut yang berat : digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan lahan, cedilanid 0,4-0,8
mg iv perlahan lahan
D. Simpatomimetikamin
1. Dopamin
Merupakan precursor dari norepinefrin alamiah. Dopamine dapat
meningkatkan SVR sedangkan CO mungkin tidak bertambah
meskipun terdapat efek inotropik. Oleh karena itu penderita dengan
prefer vascular disease harus diwaspadai kemungkinan pada pemberian
dopamine. Pada pasien dengan hipotensi yang berat peningkatan LV
filling

pressure

(LVFP)

ringan

sedang

dopamine

bersifat

vasokonstriktor, mungkin lebih superior dibanding dobutamin.


Kenaikan renal blood flow tidak terjadi pada dosis tinggi dengan
maksud untuk menaikkan tekanan darah karena vasokonstriktif perifer.
2. Dobutamin
Suatu katekolamin sintetik. Bekerja terhadap reseptor beta-1, beta-2,
dan alfa. Menurunkan perifer vascular resistensi, CO dapat meningkat
pada gagal jantung berat mungkin / diharapkan tidak menyebabkan
penurunan atrial.
3. Ibopamin
Merupakan agonis dopamine, diberikan secara oral, mempunyai efek
baik terhadap neurohumoral dan memperbaiki hemodinamik.
E. Diuretika
Salah satu cara menanggulangi gagal jantung adalah mengurangi
resisten garam dan air yaitu dengan diet rendah lemak dan pemberian

46

diuretika. Sebaiknya dengan pemberian diuretika yang berlebihan dapat


menyebabkan CO menurun, hipotensi ortostatik, kemunduran fungsi ginjal

Source: Hunt SA et al. ACC/AHA 2005 guideline update for the diagnosis
and treatment of chronic heart failure in the adult. Circulation. 2005 Sep
20;112(12):e154235.

PROGNOSIS
Mortalitas pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan
berkaitan dengan derajat keparahannya. Data Firmingham yang dikumpulkan
sebelum penggunaan vasodilator untuk gagal jantung dikelompokkan bersama,
dan lebih dari 60% pada NYHA kelas IV. Kematian terjadi karena gagal jantung
47

progresif atau secara mendadak (diduga karena aritmia) dengan frekuensi kurang
lebih sama. Sejumlah faktor yang berkaitan dengan prognosis gagal jantung :

Klinis : semakin buruk gejala pasein, kapasitas aktivitas dan

gambaran klinis, maka prognosisnya semakin buruk.


Hemodinamika : semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup

dan fraksi ejeksi, prognosisnya semakin buruk.


Biokimia : terdapat hubungan terbalik yang kuat antara
norepinefrin, renin, vasopressin dan peptide natriuretik. Hiponatremnia

dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk.


Aritmia : fokus ektopi ventrikel yang sering atau takikardia
ventrikel pada pengawasan EKG menandakan prognosis yang buruk atau
apakah aritmia merupakan penyebab kematian.

48

DAFTAR PUSTAKA
1. Braunwald, Eugene.Heart Failure in Harrison's Principles of Internal
Medicine.16th ed. 2005.pg 1376-1378.
2. Kumar, Abbas, Fausto. Pathologic Basis Of Disease. Seven edition.
Philadelphia. Elseviers Saunders. 2005.
3. Karim, sukri. EKG dan penanggulangan beberapa penyakit jantung untuk
dokter umum. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006.
4. Wilson, Lorrain, dkk. Pathophysiology : Clinical Concepts of Disease
Process. Edition 6 Volume 2. Michigan : 2002.
5. Hunt SA et al. ACC/AHA Guidelines for the evaluation and management
of chronic heart failure in the adult: executive summary. A report of the
American College of Cardiology/American Heart Association Task Force
on Practice Guidelines (Committee to Revise the 1995 Guidelines for the
Evaluation and Management of Heart Failure). J Am Coll Cardiol. 2001
Dec;38(7): 210113. [PMID: 11738322]
6. Swedberg K et al. Guidelines for the diagnosis and treatment of chronic
heart failure: executive summary (update 2005): The Task Force for the
Diagnosis and Treatment of Chronic Heart Failure of the European Society
of Cardiology. Eur Heart J. 2005 Jun;26(11):111540. [PMID: 15901669]
7. Masud, ibnu. Dasar-dasar fisiologi kardiovascular.Jakarta: EGC.1989.hal
25-7
8. Fuster V. Alexabder R.W. Heart Failure.11 ed. 2004. Suryadipraja RM,
Gagal jantung dan penatalaksanaannya. Dalam : Noer HMS, Waspaji S,
Rachman AM, Lesmana LA, Widodo D, et al. editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam, jilid 1, edisi 3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta; 1996.
9. Palupi SE. Kumpulan Kuliah Kardiologi. Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti. Jakarta; 2007.
10. Manurung D, Patofisiologi terkini gagal jantung kronik. Dalam : Alwi I,
Nasution SA. editor. Pendekatan holistic penyakit kardiovaskular III dan
49

karimun III. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.


Jakarta; 2004.
11. Suryadipraja RM. Tatalaksana terkini gagal jantung kronik focus pada
pengobatan dengan AIIRA. Dalam : Alwi I, Nasution SA. editor.
Pendekatan holistic penyakit kardiovaskular III dan karimun III. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta 2004.
12. Gumiwang I. Hipertensi ke gagal jantung. Dalam : Dalam : Alwi I,
Nasution SA. editor. Pendekatan holistic penyakit kardiovaskular III dan
karimun III. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Jakarta 2004.
13. Suryadipraja RM. Penatalaksanaan gagal jantung kongestif. Dalam :
Prosiding symposium penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu
penyakit dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Jakarta 2000.
14. http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/2005

50

Você também pode gostar