Você está na página 1de 16

Artikel Ilmiah

ANALISIS KESERAGAMAN TETESAN PADA SUSUNAN


PIPA PARALEL PADA SISTEM IRIGASI TETES
Analysis of Droplets Uniformity On Parallel Pipes Arrangement
On Trickle Irrigation System

Tugas Akhir
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik Sipil

Oleh :
SUPRIAWAN
F1A 109 086

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
OKTOBER 2015

Artikel Ilmiah

ii

Artikel Ilmiah

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat
dan hidayat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini
dengan judul Analisis Keseragaman Tetesan Pada Susunan Pipa Paralel Pada
Sistem Irigasi Tetes tugas akhir ini merupakan salah satu prasyarat wajib akademis
yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Mataram
sebagai syarat ke tahap selanjutnya untuk memperoleh gelar sarjana.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai
pihak sangat diharapkan demi perbaikan dan penyempurnaan penyusunan selanjutnya.
Semoga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan sebagaimana mestinya.
Sehingga nantinya diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pihak-pihak yang
membutuhkan, Amin.

Mataram,

Oktober 2015

Penulis

iv

ANALISIS KESERAGAMAN TETESAN PADA SUSUNAN PIPA PARALEL


PADA SISTEM IRIGASI TETES
Analysis Of Droplets Uniformity On Parallel Pipes Arrangement
On Trickle Irrigation System
1

Supriawan1, Humairo Saidah2, I Wayan Yasa2


Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram
2
Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram
INTISARI

Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi mahluk hidup, seiring perkembangan zaman,
kebutuhan akan air juga semakin meningkat khususnya dalam pemanfaatan air dalam bidang Irigasi.
Pemanfaatan air dalam memenuhi kebutuhan air tanaman sangat berpengaruh terhadap hasil yang
diperoleh petani. Salah satu sistem yang cocok untuk diterapkan dalam mengatasi permasalahan diatas
adalah sistem irigasi tetes. Sistem irigasi tetes ini memanfaatkan tekanan gravitasi untuk menghasilkan
tetesan air melalui lubang emitter yang langsung membasahi perakaran. Volume dan keseragaman tetesan
merupakan suatu tujuan utama yang penting dalam perancangan sistem irigasi ini, Sehingga penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah pipa dalam skala panjang yang sama namun disusun secara parallel
(2x8 m dan 4x4 m) akan memperoleh keseragaman tetesan yang berbeda.
Madel fisik irigasi tetes dibuat dengan tinggi penyangga tandon 3 meter dan dihubungkan dengan
susunan pipa parallel 2x8 meter dan 4x4 meter kemudian diberikan lubang penetes (emitter). Diameter
lubang emitter yang digunakan 0.5 mm dengan jarak antar lubang 50 cm. Selanjutnya dilakukan analisis
tingkat keseragaman tetesan dan aspek hidrolis dalam kondisi ujung pipa tertutup, dengan
membandingkan dua variabel yaitu variasi kemiringan pipa (0%, 0.2%, 0.3%) dan waktu penetesan (15
menit, 30 menit, 60 menit, 90 menit dan 120 menit).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi kemiringan pipa, waktu penetesan dan model susunan
pipa dengan tinggi head 3.8 meter berpengaruh terhadap keseragaman tetesan dan aspek hidrolis.
Keseragaman tetesan rata-rata tertinggi diperoleh pada susunan pipa 2x8 meter yaitu sebesar 96.914%.
Sedangkan pada susunan pipa paralel 4x4 meter keseragaman tetesan rata-rata diperoleh sebesar
91.612%. Dapat disimpulkan bahwa dari hasil analisis data, susunan pipa paralel 2x8 meter memiliki
keseragaman tetesan yang lebih baik daripada pipa yang disusun paralel 4x4 meter. Pada perhitungan
aspek hidrolis kehilangan tenaga terbesar terjadi pada susunan panjang pipa 4x4 meter sebesar 0.0295
meter. Untuk tinggi tekanan dipengaruhi oleh kemiringan dan panjang pipa. Tinggi tekanan terbesar terjadi
pada kemiringan 0.3% dengan susunan panjang pipa 2x8 meter sebesar 3295.902 kgf/m.
Kata kunci : Koefisien keseragaman, Kemiringan pipa, Susunan pipa.
1. PENDAHULUAN
Air merupakan salah satu kebutuhan yang
sangat penting bagi seluruh mahluk hidup.
Seiring dengan perkembangan pembangunan
dan pertambahan penduduk, jumlah air yang
dibutuhkan
akan
semakin
meningkat
sedangkan ketersediaan air terbatas. Dengan
demikian pentingnya pemanfaatan dan
pengelolaan air yang baik merupakan salah
satu cara yang bisa diterapkan dalam hal
tersebut.
Pemanfaatan air irigasi merupakan salah
satu hal yang sangat penting mengingat bahwa
kebutuhan air tanaman harus terpenuhi untuk

mendapatkan hasil yang maksimal. Untuk


menjawab persoalan di atas, sistem irigasi
tetes (Drip Irrigation) merupakan salah satu
solusi yang efektif digunakan sebagai
pemberian air tanaman secara efisien, selain
pemanfaatan air yang baik, hasil yang optimal
akan didapatkan karena kebutuhan air
tanaman terpenuhi.
Prinsip kerja irigasi tetes adalah
pemberian air ke tanah untuk memenuhi
kebutuhan air tanaman dengan cara
meneteskan air melalui lubang tetes (emitter)
tepat berada pada tanaman yang mengarah
langsung ke akar tanaman. Irigasi tetes

merupakan pengembangan dari irigasi yang


sudah ada sebelumnya seperti irigasi
permukaan maupun irigasi pancar. Irigasi tetes
(Drip Irrigation) ini di harapkan mampu
mengatasi masalah penggunaan air pada
berbagai musim khususnya pada musim
kemarau, sehingga dapat di manfaatkan pada
daerah pertanian yang memiliki ketersediaan
air terbatas.
Volume dan keseragaman tetesan
merupakan suatu yang penting dalam
perancangan sistem irigasi, baik yang bersifat
terbuka dengan mengandalkan gaya gravitasi
maupun yang bersifat tertutup dengan sistem
perpipaan yang dilengkapi dengan tandon
untuk memberikan tekanan yang cukup bagi
pengaliran air.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui apakah pipa dalam skala panjang
yang sama namun disusun secara lateral
(memanjang) akan memperoleh keseragaman
tetesan yang berbeda dengan pipa yang
disusun secara paralel. Kemiringan pipa yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah
kemiringan pipa terbaik yang diperoleh dari
penelitian sebelumnya yakni 0.3% (Herdiyanti
R., 2012). Dan kemiringan pipa 0.2%
(Hamzanwadi R., 2015).
2. TINJAUAN PUSTAKA
pengembangan pertanian lahan kering
merupakan alternatif yang sangat penting, salah
satu pontesi yang perlu diperhatikan adalah
wilayah lahan kering NTB. Wilayah lahan kering
NTB merupakan lahan kering berpasir dengan
topografi berlereng dan bergelombang, namun
berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan
lahan pertanian produktif karena di dukung oleh
sumber daya air tanah (groundwatter) yang sangat
besar. Melalui irigasi tetes diharapkan dapat
memberikan alternatif dalam rangka optimalisasi
pengelolaan air tanah atau pemberian air secara
efisien pada lahan kering (Setianingwulan,I.S.dkk,
2012).
Irigasi Tetes (Trickle Irrigation)
Pengairan efisien dapat diartikan sebagai
pengairan yang memberikan air paling efisien
dengan menerapkan jumlah air yang tepat sesuai
dengan kebutuhan optimal tanaman dan pada
akar tanaman. Pengairan tetes (drip atau trickle
irrigation) merupakan metode pengairan yang
efisien saat ini untuk lahan kering dan teknologi ini
sudah dibuktikan keunggulannya sehingga telah
diterapkan di negara maju khusunya untuk
pengembangan tanaman sayuran dan buah-

buahan (horticultural) (Setianingwulan,I.S.dkk,


2012).
Keuntungan utama dari irigasi tetes adalah
hebatnya pengendalian, karena air dapat dipakai
dengan laju yang mendekati laju konsumsi
tanaman. Penguapan dari permukaan tanah
sangat kecil dan perkolasi hampir seluruhnya
terhindarkan. Selain itu bahan gizi dapat langsung
diberikan ke akar-akar tanaman dengan
menambahkan pupuk cair ke dalam air. Masalah
ke garaman sangat kecil karena garam-garam
bergerak ke ujung luar dari daerah basah, jauh
dari perakaran. Biaya investasi tinggi akan tetapi
sekali sistem jadi, selanjutnya biaya operasional
akan rendah (Linsley dkk, 1990)
Sasaran utama dari perancangan dan
pengelolaan sistem irigasi yang baik adalah
memperoleh kapasitas sistem yang bisa
mencukupi kebutuhan air seluruh tanaman.
Hubungan antara debit penetes minimum dan
rata-rata merupakan faktor terpenting dalam
pemakaian
sistem
irigasi
ini.
Tingkat
keseragaman sistem irigasi tetes dinyatakan
sebagai keseragan tetesan (Emission Uniformity,
EU).
Menurut Christiansen, (1942) dalam
Rai,I.B., (2010) Tingkat keseragaman sistem
irigasi tetes dinyatakan sebagai keseragaman
tetesan (Emission Uniformity, EU) dapat dihitung
dengan persamaan :
Cu = 100% (1
D=

(
)
 

) .(1)

..(2)

dengan :
Cu = Koefisien keseragaman (%),
D
= deviasi standar,

= harga rata-rata observasi,


yi
= nilai tiap-tiap observasi,
n
= jumlah titik observasi.
Desain yang tepat dari sistem irigasi harus
mendapat keseragaman pemberian air pada
tanah, sehingga mampu memberikan air yang
tepat selama selang waktu yang tepat. Desain
sistem irigasi tetes ideal akan mencapai 100%
keseragaman
distribusi
tetesan
(emitter),
sehingga setiap tanaman dapat menerima jumlah
air yang sama untuk pertumbuhan. Namun, pada
kenyataan di lapangan, keseragaman distribusi
tetesan tidak mungkin mencapai 100% karena
banyak factor yang mempengaruhi. Menurut
ASAE dalam Prabowo, A dkk, (2004) tingkat
keseragaman distribusi tetesan diklasifikasikan
seperti Tabel 1. kriteria tingkat keseragaman

tetesan sistem irigasi tetes menurut ASAE


dibawah ini:
Kriteria

Statitical Uniformity (SU) Coefficient of Uniformity (CU)

Sangat baik
Baik
Cukup baik
Jelek
Tidak layak

95% - 100%
85 % - 90%
75% - 80%
65% - 70%
< 60%

94% - 100%
81% - 87%
68% - 75%
56% - 62%
< 50%

Sumber : ASAE dalam Prabowo, A., dkk, 2004


Jaringan Pipa
Berikut adalah beberapa faktor penting
dalam perhitungan hidrolika antara lain:
Persamaan Kekekalan Energi
Prinsip energi kekekalan ini lebih dikenal
dengan Theorema Benoulli dan dengan
persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:


Z+




= Z +




(3)

+  ..(4)

Persamaan ini berlaku untuk zat cair ideal.


Dalam suatu sistem yang mengalirkan zat cair
selalu diikuti dengan kehilangan energi atau
tenaga. Dengan memperhatikan kehilangan
tenaga ini, maka persamaan menjadi:


Z+




= Z +





dengan :
Z = energi statis batas (m),

= energi tekanan (m),



= energi kecepatan (m),

h ! = kehilangan tenaga selama pengaliran


dalam sistem (m).
Kecepatan Aliran
persamaan kontinuitas (Triatmodjo B,
1993) sebagai berikut:
"
V=
... (5)
#
dengan :
V = kecepatan aliran (m/det),
Q = debit aliran (m/det),
A = luas penampang pipa (m).
Kehilangan Tenaga (Friction loss)
Besar kecilnya kehilangan tenaga di pengaruhi
oleh faktor-faktor berikut:
1. Panjang pipa/jarak yang perlu di tempuh.
Semakin panjang pipa maka kehilangan
tenaga yang terjadi semakin besar,
2. Jumlah zat yang dipindahkan. Semakin besar
debit air maka friction loss yang terjadi semakin
besar,

3. Ukuran pipa/diameter pipa, friction loss yang


terjadi semakin besar apabila ukuran pipa
semakin kecil,
4. Jenis bahan pipa/kekasaran permukaan pipa,
5. Jenis cairan yang dipindahkan, dalam hal ini
hubungannya adalah dengan kekentalan zat
(viscocity).
Kehilangan Tenaga Primer
Kehilangan tenaga primer merupakan
kehilangan tenaga akibat gesekan di dalam pipa.
Untuk mengetahui besarnya kehilangan tenaga
primer dianalisa dengan Darcy- Weisbach
(Triatmodjo B, 2003) sebagai berikut:

$ =

%'
(

(6)

dengan :
$
= kehilangan tenaga (m),
$
= koefisien gesekan pipa,
L
= panjang pipa (m),
V
= kecepatan aliran (m/det),
D
= diameter pipa (m).
Dimana koefisien gesekan ( f ) pipa di dapatkan
dari persamaan (Triatmodjo B, 2003) berikut ini:
Rumus empiris untuk pipa halus adalah:
a. Apabila aliran pada pipa bersifat laminer
(Re<2000) maka koefisien gesekan dapat
dicari menggunakan persamaan :

$=

)*

+,

... (7)

Kehilangan Tenaga Sekunder


Kehilangan tenaga sekunder adalah kehilangan
tenaga yang diakibatkan oleh perubahan
penampang, sambungan, belokan dan katub.
Pada pengguanaan pipa panjang biasanya
kehilangan tenaga primer lebih besar dari pada
kehilangan tenaga sekunder, sehingga kehilangan
tenaga sekunder dapat diabaikan, apabila
kehilangan tenaga sekunder kurang dari 5 % dari
kehilangan tenaga primer maka kehilangan
tenaga sekunder dapat diabaikan (Triatmodjo B.,
2003).
Kehilangan tenaga akibat lubang pengeluaran
(outlet)
Persamaan yang digunakan untuk menghitung
kehilangan tekanan pada lubang pemasukan pipa
(Triatmodjo B., 2003) sebagai berikut:
- = K



.. (8)

dengan nilai K pada outlet = 1


dengan :
he = kehilangan tekanan (m),
g = gravitasi bumi (m/det),
K = koefisien,

V = kecepatan aliran pada pipa (m/det).


Belokan Pipa
Tenaga yang terjadi pada belokan pipa
tergantung dari sudut belokan pipa. Rumus
kehilangan pada belokan adalah serupa rumus
pada perubahan penampang (Tritmodjo B., 2003).


- = Kb  ...(9)

dengan :
he
= kehilangan tekanan (m),
g
= gravitasi bumi (m/det),
Kb
= koefisien,
V
= kecepatan aliran pada pipa (m/det).
Nilai dari koefisien (Kb) adalah koefisien
kehilangan tenaga pada belokan yang dapat
dilihat pada Table 2 sudut yang terjadi pada
belokan dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini:

Gambar 3 Perencanaan Model Sistem Irigasi


Tetes susunan pipa 4x4 m
Keterangan :
1. Penyangga tandon,
2. Tandon air/drum,
3. Kran pengatur air,
4. Sambungan L,
5. Pipa paralon/PVC,
6. Tiang penyangga,
7. Lubang penetes/emitter,
8. Katup pipa/DOP,
9. Tanah dasar.

Gambar 1 Belokan pipa


Tabel 2 Koefisien Kb fungsi sudut belokan

Kb

20
0,05

40
0,14

60
0,36

80
0,74

90
0,98

3. METODE PENELITIAN
Tahap Perencanaan Model Fisik Irigasi Tetes
Pada tahap ini dilakukan perencanaan
model alat uji irigasi tetes. Tinggi penyangga
tandon/bak penampang direncanakan 3 m. Bak
penampung berupa tangki/drum dengan kapasitas
200 liter. Pipa-pipa lateral sebagai saluran
distribusi menggunakan pipa paralon/PVC 1.27
cm () dengan susunan pipa parelal 2x8 m dan
4x4 m. Pipa-pipa tersebut diberi lubang-lubang
penetes/emitter dengan jarak masing-masing
penetes/emitter adalah 500 mm, diameter emitter
yang direncanakan adalah 0,5 mm.

Gambar 2 Perencanaan Model Sistem Irigasi


Tetes susunan pipa 2x8 m

Gambar 4 Potongan Memanjang dan Melintang


Pipa
Tahap Pengujian dan Pengukuran
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
adalah:
Pengukuran Volume Tetesan Pada Tiap
Kemiringan dan Waktu Penetesan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh variasi kemiringan dan waktu penetesan
terhadap kesesagaman dan volume tetesan.
Untuk memperoleh hubungan antara variable
tersebut, perlu diketahui data volume tetesan ratarata penetes/emitter pada tiap kemiringan dan
panjang pipa lateral.
Langkah-langkah yang dilakukan pada
kegiatan ini adalah:
1. Menyiapkan pipa dengan kemiringan serta
panjang yang sesuai dengan rencana dan
memastikan ketinggian air di tandon tetap
selama periode pengaliran,
2. Menyiapkan gelas-gelas plastik pada tiap-tiap
penetes untuk menampung air tetesan,
3. Kemudian alat di running selama periode
pengaliran 15 menit, 30 menit, 60 menit, 90
menit dan 120 menit, pada saat alat sudah

stabil dengan indikasinya adalah tetesan air


pada tiap penetes sudah teratur,
4. Mengukur volume air yang tertampung pada
gelas-gelas kolektor dengan menggunakan
gelas ukur.
Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali
hasil pengukuran dicatat pada form berikut:
Tabel 3 Format pengambilan data
pengukuran volume tetesan L = .m
Kemiringan 0%
No

V1
(ml)

V2
(ml)

Kemiringan 0.2%

V3
(ml)

V1
(ml)

V2
(ml)

V3
(ml)

V2
(ml)

V3
(ml)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Z2
(m)

Panjang Pipa
(m)

Hf
(m)

He
(m)

Htot
(m)

P2
(m)

1
2
3
4
5

32

Keterangan :
Z1
= Energi statis batas 1 (m),
Z2
= Energi statis batas 2 (m),
hf
= Kehilangan tenaga primer (m),
htot = Total kehilangan tenaga (m),
P
= Tekanan (m).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

32

Rata-rata

Pengukuran Waktu Pemenuh Wadah


Langkah-langkah yang dilakukan yaitu:
1. Mengisi air dalam drum/tangki hingga penuh,
2. Menyiapkan ember/wadah dan stop watch
untuk menghitung debit,
3. Mengatur wadah yang digunakan, hal ini
untuk mengetahui volume wadah,
4. Membuka kran pengatur air menjadi
bukaan,
5. Menghitung debit air yang keluar dari
tangki/drum pada bagian bukaan kran dengan
cara menampung air yang keluar tersebut ke
dalam wadah, kemudian mencatat waktu yang
diperlukan air untuk memenuhi wadah dengan
menggunakan stop watch dan volume wadah
diukur, pengukuran waktu pemenuhan wadah
dilakuakan sebanyak 5 kali kemudian dihitung
nilai rata-ratanya. Ini dilakukan karena
ketetapan waktu pengukuran sangat sulit
diperoleh.
Tabel 4 Form pengukuran debit
No

Z1
(m)

No

hasil

Kemiringan 0.3%
V1
(ml)

Tabel 5. Form data perhitungan garis tenaga dan


tekanan L = .m dan =.%

Volume
(m)

Waktu Pengisian
(Detik)
2
3 4

1. Debit Pipa
Analisis debit pipa dimaksudkan untuk
mengetahui debit air yang dikeluarkan oleh pipa.
Debit pipa digunakan untuk menganalisis
kecepatan air pada pipa dan analisis kehilangan
tenaga (tenaga primer dan tenaga sekunder).
Dari hasil penelitian waktu rata-rata = 54.04 detik,
maka besarnya debit ditentukan dengan
persamaan :
Q=
Q=

Debit

(Detik)

(m/Detik)

Tahap Pengolahan Data


Data waktu pemenuhan wadah yang
diperoleh digunakan untuk perhitungan debit pipa
dan selanjutnya untuk menganalisis kecepatan
aliran pada pipa, kehilangan tenaga primer, serta
kehilangan tenaga sekunder. Untuk perhitungan
garis tenaga dan tinggi tekanan diperoleh dengan
perhitungan sesuai dengan Tabel 5 berikut:


1.*3* 4 156

= 8.031 x 10 ) m/detik

7*.1*

Berdasarkan hasil perhitungan di atas selanjutnya


dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:
No

Volume Wadah
(m)

0.434 x 10

Waktu Pengisian
(Detik)
54.1

54.5

53.4

54.2

Waktu Rata-rata
(Detik)

Debit
(m/detik)

54.04

8.031 x 10

54

Tabel 7 Data volume tetesan rata-rata (Vr) tiap


variasi kemiringan pipa dengan susunan pipa 2x8
meter dan waktu penetesan 15 menit
No

Waktu Rata-rata

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kemiringan 0%
Pipa B

Pipa A
V1
(ml)

V2
(ml)

V3
(ml)

49
76
40
30
30
32
35
46
58
57
73
48
52
44
38
66

52
77
56
42
46
47
48
41
55
52
76
34
50
42
46
76

64
66
48
85
60
56
66
44
48
42
67
46
74
91
52
68

Rata2

Vr l
(ml)

55.000
73.000
48.000
52.333
45.333
45.000
49.667
43.667
53.667
50.333
72.000
42.667
58.667
59.000
45.333
70.000
863.667
53.979

V1
(ml)

V2
(ml)

V3
(ml)

69
64
54
38
42
40
38
56
50
63
41
46
58
40
58
64

70
60
48
51
50
56
40
48
59
64
68
49
56
40
68
80

60
58
48
54
66
54
64
46
42
53
56
54
52
58
48
66

Vr l
(ml)
66.333
60.667
50.000
47.667
52.667
50.000
47.333
50.000
50.333
60.000
55.000
49.667
55.333
46.000
58.000
70.000
869.000
54.313

Pipa A
V1
(ml)

V2
(ml)

V3
(ml)

88
85
72
67
58
54
70
60
82
64
70
54
53
68
60
50

83
88
79
54
66
50
69
58
77
58
65
53
55
68
59
56

78
72
66
49
62
56
66
56
75
53
64
46
58
52
61
58

Kemiringan 0.2%
Pipa B
Vr 2
(ml)
83.000
81.667
72.333
56.667
62.000
53.333
68.333
58.000
78.000
58.333
66.333
51.000
55.333
62.667
60.000
54.667
1021.667
63.854

V1
(ml)

V2
(ml)

V3
(ml)

92
62
68
60
64
84
58
65
70
72
60
64
62
64
60
54

78
69
64
60
58
88
65
67
74
76
56
58
64
65
62
62

84
58
58
58
54
76
60
62
66
69
54
50
64
52
60
54

Vr 2
(ml)
84.667
63.000
63.333
59.333
58.667
82.667
61.000
64.667
70.000
72.333
56.667
57.333
63.333
60.333
60.667
56.667
1034.667
64.667

Pipa A
V1
(ml)

V2
(ml)

V3
(ml)

84
88
76
78
86
80
84
84
80
80
76
82
79
78
85
92

88
93
82
73
80
80
87
82
83
86
87
84
81
78
80
90

80
86
85
76
82
76
84
81
78
85
82
84
84
78
86
88

Kemiringan 0.3%
Pipa B
V2
(ml) V1

Vr 3

84.000
89.000
81.000
75.667
82.667
78.667
85.000
82.333
80.333
83.667
81.667
83.333
81.333
78.000
83.667
90.000
1320.333
82.521

(ml)

(ml)

V3
(ml)

84
88
74
82
86
87
85
76
84
80
93
82
80
92
95
96

90
90
78
84
86
90
73
77
88
80
98
90
84
82
94
88

88
96
82
84
82
90
70
78
86
80
90
90
90
84
94
82

Vr 3
(ml)
87.333
91.333
78.000
83.333
84.667
89.000
76.000
77.000
86.000
80.000
93.667
87.333
84.667
86.000
94.333
88.667
1367.333
85.458

Gambar 5a. Grafik volume tetesan pada masingmasing penetes pada kemiringan pipa 0% pada
pipa A.

Gambar 5b. Grafik volume tetesan pada masingmasing penetes pada kemiringan pipa 0% pada
pipa B.

Gambar 7b Grafik hubungan waktu penetesan


terhadap volume tetesan rata-rata pada variasi
kemiringan pipa pada pipa B.

Gambar 6 Grafik hubungan waktu penetesan


terhadap volume tetesan rata-rata pada masingmasing kemiringan pada pipa A dan B.

Uji keseragaman tetesan pada setiap


kemiringan pipa dan waktu penetesan.
Jumlah data volume tampungan air dari titik 1
sampai titik 16 pada pipa A = 863.667 ml.
Rata-rata dari volume tampungan air =
=

9)3.)):
)

= 53.979 ml

(;< - ) titik 1 = (Volume air tampungan tiap titik


rata-rata jumlah air)
= (55.000 53.979)
= 1.042 ml

Tabel 7. Rekapitulasi volume tetesan rerata setiap


waktu penetesan terhadap kemiringan pipa pada
susunan pipa paralel 2x8 meter.
Vr
15 menit
30 menit
60 menit
90 menit
120 menit

Pipa
Pipa A
Pipa B
Pipa A
Pipa B
Pipa A
Pipa B
Pipa A
Pipa B
Pipa A
Pipa B

0.0%
53.979
54.313
105.563
106.104
208.771
211.563
313.417
315.854
413.979
417.250

Kemiringan Pipa
0.2%
63.854
64.667
126.938
128.125
238.750
246.417
349.000
359.354
456.292
468.771

0.3%
82.521
85.458
164.500
167.979
329.375
340.396
489.333
505.917
643.750
663.375

Vr rerata (ml)
66.785
68.146
132.333
134.069
258.965
266.125
383.917
393.708
504.674
516.465

Gambar 7a Grafik hubungan waktu penetesan


terhadap volume tetesan rata-rata pada variasi
kemiringan pipa pada pipa A.

Hasil perhitungan nilai (;< - ) selanjutnya dapat


dilihat pada Tabel 8.
No Gelas
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

(y-)

y
55.000
73.000
48.000
52.333
45.333
45.000
49.667
43.667
53.667
50.333
72.000
42.667
58.667
59.000
45.333
70.000
863.667
53.979

Kemiringan 0%
Pipa A
(y-)
1.021
19.021
-5.979
-1.646
-8.646
-8.979
-4.313
-10.313
-0.313
-3.646
18.021
-11.313
4.687
5.021
-8.646
16.021

(y-)
1.042
361.792
35.750
2.709
74.750
80.625
18.598
106.348
0.098
13.292
324.750
127.973
21.973
25.209
74.750
256.667

1526.326

(;< - ) = Jumlah (;< - )

Perhitungan Kehilangan Tenaga pada Pipa A


Contoh peperhitungan diambil dari
volume terbesar yaitu jumlah volume tertampung
pada pipa paralel 2x8 meter dengan kemiringan
0.3% dan waktu penetesan 120 menit pada pipa A
dan pipa B.
Diketahui :

= 1526.326 ml
Deviasi = 

7).3)
) 

CU = 100% (1 = 100% (1 -

= 7.017 ml

:.1:

Volume tertampung/keluar
= 10300.00 ml + 10614.00 ml
= 20914.00 ml
= 20.914 x 10 3 m
Volume masuk (pada Tabel 6) = 0.434 x 10 3 m
selama 54.04 detik,

73.>:>

= 87.001 %

Pada hasil berikutnya dengan kemiringan dan


waktu penetesan masing-masing disajikan dalam
Tabel 9.
Waktu
Penetesan
(menit)
15

30

60

90

120

Kemiringan
Pipa
(%)
0.0
0.2
0.3
0.0
0.2
0.3
0.0
0.2
0.3
0.0
0.2
0.3
0.0
0.2
0.3

Persentase Keseragaman
Pipa A
Pipa B
(%)
(%)
87.001
91.027
88.922
90.738
96.914
95.476
89.766
90.521
89.389
91.271
96.548
96.488
89.520
91.035
90.356
91.685
96.504
95.743
90.441
91.237
91.470
91.756
96.438
95.538
90.824
91.423
92.427
91.958
96.425
95.406

Dengan cara perhitungan yang sama


diperoleh persentase keseragaman tetesan
pada susunan pipa 4x4 meter disajikan pada
Tabel 10.
Waktu
Penetesan
(menit)
15

30

60

90

120

Kemiringan
Pipa
(%)
0.0
0.2
0.3
0.0
0.2
0.3
0.0
0.2
0.3
0.0
0.2
0.3
0.0
0.2
0.3

Pipa A
(%)
85.968
93.234
87.858
86.482
92.952
87.720
87.621
93.175
87.906
87.640
93.262
88.084
87.220
93.612
88.371

Persentase Keseragaman
Pipa B
Pipa C
(%)
(%)
92.309
90.229
94.088
93.723
91.347
89.533
92.799
94.371
94.811
94.498
93.895
91.658
91.996
92.431
94.107
93.997
92.861
90.463
91.299
90.864
93.847
93.791
92.295
89.821
90.949
91.449
93.584
93.539
91.839
89.237

Pipa D
(%)
89.985
94.194
86.841
95.880
95.937
93.223
93.051
95.396
89.969
91.815
95.136
88.611
90.794
95.108
88.016

Volume masuk selama penetesan 120 menit


= (7200/54.04) x 0.434 x 10 3
= 133.235 x 0.434 x 10 3
= 0.0578238342 m
Jadi volume sisa
= Vol in 120 menit Volume keluar
= 0.0578238342 - 20.914 x 10 3
= 0.0369098342 m
A. Analisis Kecepatan Aliran Pada Pipa A

A = D
*


= x 3.14 x (0.0127) = 1.267 x 10 * m


*
Untuk mendapatkan kecepatan aliran pada pipa A
digunakan persamaan berikut ini :
G
V=
H

dengan, Q =

=
V=
=

1311.111 IJ
1 IKL
1.11311 I
:11 N O

= 1.431 x 10-6 m3/dt

.*3 4 15P
.): 4 15Q

= 0.0113 m/detik

B. Kehilangan Tenaga Primer


Untuk mendapatkan koefisien gesekan
terlebih dahulu mencari angka Reynolds.
Perhatikan angka Reynolds (Re) dan koefisien
gesekan (f)
- Diameter Pipa (D)
= 0.0127 m
- Kecepatan air pada pipa= 0.0113 m/detik
- Viskositas kinematik air = 0.7754 x 10 )
m/detik
Viskositas kinematik yang digunakan adalah
viskositas air pada suhu 32C. Maka perhitungan
angka Reynolds (Re) adalah sebagai berikut :

Re =
=

4(

0
1.13 4 1.1:
1.::7* 4 15P

= 185.079

Jadi aliran pipa yang berdiameter 1.27 cm memiliki


sifat aliran Laminer karena nilai Re < 2000 yaitu
185.079 < 2000.
Karena aliran pada pipa bersifat Laminer maka
koefisien gesekan dapat dicari menggunakan
Persamaan 7 . Dari perhitungan angka Reynolds
di atas maka koefisien gesekannya adalah :
64
$=
Re
)*
=
97.1:>

= 0.346

Perhitungan panjang pipa 2x8 meter


untuk kehilangan tenaga primer pada pipa A,
sebagai berikut :
L = 0.6 m + 2.5 m + 0.25 m + 8 m = 11.35 m
Selanjutnya, kehilangan tenaga primer
dapat dicari karena koefisien gesekan dan
panjang pipa telah diketahui.
Perhitungan kehilangan tenaga primer pada
susunan pipa 2x8 meter adalah sebagai berikut:
- Koefisien gesekan (f) = 0.346
- Kecepatan aliran (V)
= 0.0113 m/detik
- Diameter Pipa (D)
= 0.0127 m
- Gaya Gravitasi (g)
= 9.81 m/detik
Dalam perhitungan kehilangan tenaga primer
digunakan persamaan Darcy Weisbach berikut :
hf =
=

% 4 ' 4 
( 4 

1.3*) 4 .37 4 1.13


1.1: 4  4 >.9

= 3.175 cm, dengan debit pipa sebesar 8.031 x


10 T m/detik.
A = x x 0.03175 = 7.917 x 10 * m
G

V=H=

.*3 4 15T

= 1.808 x10-3 m/detik

:.>: 4 15Q
.919

he = 0.5 x

 4 >.9

= 0.0833 m

2. Kehilangan tenaga akibat adanya stop valve


pada pipa utama
Kehilangan
akibat
stop
valve/katup
menggunakan persamaan :
he akibat valve = (

U 4 ()V.W

C = 0.90 x V
= 0.90 x (0.0113) 1.3
= 1.562
1.3

1.13

he = (

.7) 4 ( 4 >.9)V.W

) = 2.667 x10 )

he total valve = 2.667 x10 ) x 2


= 5.3349 x10 ) m

3. Kehilangan tenaga akibat adanya belokan


Kehilangan tenaga yang terjadi pada
belokan tergantung dari sudut belokan pipa
dan pada penelitian ini digunakan belokan
pipa dengan sudut 90. Persamaan yang
digunakan dalam perhitungannya adalah
persamaan.
he = Kb




Karena sudut belokan yang digunakan adalah


90 maka nilai Kb = 0.98
he = 0.98 x

1.13
 4 >.9

= 6.3780 x 10 ) m
he total akibat belokan = 6.3780 x10 ) x 3
= 1.9134 x10 7 m.

= 2.0125 x 10 m

C. Kehilangan Tenaga Sekunder


Kehilangan tenaga sekunder adalah
kehilangan tenaga yang diakibatkan oleh
perubahan penampang, lubang pemasukan,
belokan dan stop valve/katup.
1. Kehilangan tenaga akibat lubang pemasukan
pipa
he = K





Dengan nilai K = 0.5, diperoleh berdasarkan


Gambar
2.1a.Dengan
diameter
lubang
pemasukan pipa digunakan pipa diameter 1 inch

4. Kehilangan tenaga akibat lubang pengeluaran


(outlet)
Kehilangan tenaga akibat lubang pengeluaran
(outlet) ditentukan dengan persamaan :
he = K



, dengan K = 1


1.13

=1x

 4 >.9

= 6.5082 x10 ) m
he akibat lubang pengeluaran
= 6.5082 x10 ) x 16
= 1.0413 x10 * m
5. Kehilangan
penampang

tenaga

akibat

perubahan

Pada penelitian ini tidak terjadi perubahan


penampang karena pipa paralon seluruhnya
menggunakan diameter pipa yang sama yaitu
inchi (1.27 cm).
Berdasarkan perhitungan kehilangan tenaga
di atas, maka diperoleh kehilangan tenaga total
pada susunan pipa 2x8 meter adalah :
Tabel 11 Rekapitulasi Kehilangan Energi
Sekunder Pipa A
A
Q
V
he
(m)
(m/detik) (m/detik)
(m)
Lubang Pemasukan pipa 7.917 x10 * 1.431 x10 T 1.808 0.0833
Stop Valve
5.3349 x10 )
Belokan Pipa
0.0113 1.9134 x10 7
Lubang Pengeluaran
1.431 x 10 T
1.0413 x10 *
Total tenaga sekunder
0.08343

h ! = (_ - _ +

h ! YJ = hf + he
= 2.0125 x 10 + 0.0834
= 0.0854 m
D. Perhitungan Besar Tekanan (P)
Perhitungan kehilangan tenaga dengan
persamaan Bernoulli digunakan untuk mengetahui
besar tekanan yang terjadi pada jaringan pipa.
Contoh perhitungan kehilangan tenaga dengan
persamaan Bernoulli untuk mengetahui besar
tekanan yang terjadi pada pipa paralon dengan
kemiringan pipa 0% dan susunan pipa 2x8 meter
adalah sebagai berikut :
Diketahui :
- Kehilangan tenaga primer (hf)
= 2.0125 x 10 m
- Kehilangan
tenaga
sekunder
(he)
= 0.0834 m
- Kehilangan tenaga total
= hf + he
= 2.0125 x 10 + 0.0834
= 0.0854 m
- Elevasi 1 (Z1)
= 3.8 m
- Elevasi 2 (Z2)
= 0.5 m
- Berat Jenis Air Z = 1000 kgf/m
Karena penampang konstan maka V1 = V2 untuk
mencari besarnya tekanan yang terjadi digunakan
persamaan:

\

h ! = Z +




 [ 


\

Jadi besar tekanan yang terjadi pada


susunan pipa 2x8 meter dapat dicari dengan
persamaan:
]
h ! = (z + )
\

Sumber : Hasil Perhitungan

[1 

Gambar 8 Gambar jaringan pipa dengan susunan


panjang 2x8 meter




]
\

P1 = 0, karena berada pada tekanan udara bebas



h ! = (3.8 0.5+  )
111


0.0854 = (3.30 +  )
111
- P2 = (0.0854 3.30) x 1000
P2 = 3214.588 kgf/m
Dengan cara perhitungan yang sama,
untuk hasil perhitungan berikutnya dengan variasi
kemiringan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Hasil perhitungan besar tekanan pada
tiap variasi kemiringan pada pipa A.
Kemiringan
Pipa
(%)
0.0%
0.2%
0.3%

Beda
Tinggi
Z1-Z2
(m)
3.300
3.316
3.324

Berat
Kehilangan
Jenis air Tenaga Primer
(kgf/m)
1000
1000
1000

hf
(m)
0.0020
0.0020
0.0020

Kehilangan Kehilangan
Besar
Tenaga
Tenaga
Tekanan
Sekunder
Total
he
htot
P2
(m)
(m)
(kgf/m)
0.0834
0.0854 3214.5875
0.0834
0.0854 3230.5875
0.0834
0.0854 3238.5875

Sumber : Hasil Perhitungan


Dari hasil Tabel 12 dapat dilihat bahwa
semakin besar kemiringan pipa maka besar
tekanan yang diperoleh akan semakin besar pula.
besarnya tekanan tertinggi terjadi pada
kemiringan pipa 0.3% sebesar 3238.5875 kgf/m
sedangkan tekanan terendah terjadi pada
kemiringan pipa 0% sebesar 3214.5875 kgf/m.

 htot

]
^

Berikut gambar jaringan dengan susunan pipa 2x8


meter :

Gambar 9 Grafik hubungan antara


kemiringan pipa dan besar tekanan

variasi

Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat


bahwa semakin besar kemiringan pipa maka
tekanan yang diperoleh akan semakin besar.
Besar tekanan tertinggi diperoleh pada kemiringan
0.3% sebesar 3238.5875 kgf/m2.
Perhitungan Garis Tenaga dan Tinggi Tekanan
1) Garis Tenaga
Untuk perhitungan kehilangan energi di
atas, maka ketinggian kehilangan energi
dapat dihitung dengan menjumlahkan tinggi
kehilangan energi primer dengan energi
sekunder.
Contoh perhitungan kehilangan tinggi energi
primer untuk lubang tetesan nomor 16 pada
kemiringan pipa 0% digunakan persamaan.

Gambar 10 Sketsa garis tinggi tekanan (P2) pada


susunan pipa 2x8 meter.
Untuk hasil perhitungan tinggi tekanan
selanjutnya dengan variasi kemiringan pipa dapat
dilihat pada Tabel 13 sampai dengan 15
Tabel 13 Hasil perhitungan tinggi tekanan pada
masing-masing lubang dengan variasi kemiringan
pipa 0% pada pipa A
No

L = 0.6 m + 2.5 m + 0.25 m + 8 m = 11.35 m


hf =
=

% 4 ' 4 

( 4 
1.3*) 4 .37 4 1.13
1.1: 4  4 >.9

= 2.0124 x 10-3 m

Untuk kehilangan energi sekunder telah


diketahui
hasilnya
pada
perhitungan
sebelumnya yaitu 0.0834 m.
Sehingga didapatkan kehilangan energi total
yaitu :
h ! YJ = hf + he
= 2.0124 x 10-3 + 0.0834
= 0.0854 m
2) Garis Tinggi Tekanan




1.13
 4 >.9

= 6.5082 x10 ) m

Contoh perhitungan tinggi tekanan pada


lubang tetes nomor 16 pada kemiringan pipa
0% sebagai berikut :
L = 11.35 m


\

= Z1 (Z2 +



+h!)

P2 = 3.8 (0.5 + 6.5082 x10 ) + 0.0854 )


= 3.2146 m
Berikut skema garis tinggi tekanan (P2)
pada lubang tetes nomor 16 dengan kemiringan
pipa 0% pada susunan pipa 2x8 meter pada pipa
A.

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Z1
(m)
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8

Z2
(m)
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5

Panjang Pipa
(m)
3.850
4.350
4.850
5.350
5.850
6.350
6.850
7.350
7.850
8.350
8.850
9.350
9.850
10.350
10.850
11.350

hf
(m)
0.0007
0.0008
0.0009
0.0009
0.0010
0.0011
0.0012
0.0013
0.0014
0.0015
0.0016
0.0017
0.0017
0.0018
0.0019
0.0020

he
(m)
0.0833
0.0833
0.0833
0.0833
0.0833
0.0833
0.0833
0.0833
0.0834
0.0834
0.0834
0.0834
0.0834
0.0834
0.0834
0.0834

htot
(m)
0.0840
0.0841
0.0842
0.0843
0.0844
0.0845
0.0846
0.0847
0.0847
0.0848
0.0849
0.0850
0.0851
0.0852
0.0853
0.0854

P2
(m)
3.2160
3.2159
3.2158
3.2157
3.2156
3.2155
3.2154
3.2153
3.2152
3.2152
3.2151
3.2150
3.2149
3.2148
3.2147
3.2146

Tabel 14 Hasil perhitungan tinggi tekanan pada


masing-masing lubang dengan variasi kemiringan
pipa 0.2% pada pipa A
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Z1
(m)
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8

Z2
(m)
0.499
0.498
0.497
0.496
0.495
0.494
0.493
0.492
0.491
0.490
0.489
0.488
0.487
0.486
0.485
0.484

Panjang Pipa
(m)
3.850
4.350
4.850
5.350
5.850
6.350
6.850
7.350
7.850
8.350
8.850
9.350
9.850
10.350
10.850
11.350

hf
(m)
0.0007
0.0008
0.0009
0.0009
0.0010
0.0011
0.0012
0.0013
0.0014
0.0015
0.0016
0.0017
0.0017
0.0018
0.0019
0.0020

he
(m)
0.0833
0.0833
0.0833
0.0833
0.0833
0.0833
0.0833
0.0833
0.0834
0.0834
0.0834
0.0834
0.0834
0.0834
0.0834
0.0834

htot
(m)
0.0840
0.0841
0.0842
0.0843
0.0844
0.0845
0.0846
0.0847
0.0847
0.0848
0.0849
0.0850
0.0851
0.0852
0.0853
0.0854

P2
(m)
3.217
3.218
3.219
3.220
3.221
3.222
3.222
3.223
3.224
3.225
3.226
3.227
3.228
3.229
3.230
3.231

Tabel 15 Hasil perhitungan tinggi tekanan pada


masing-masing lubang dengan variasi kemiringan
pipa 0.3% pada pipa A

10

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Z1
(m)
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8
3.8

Z2
(m)
0.499
0.497
0.496
0.494
0.493
0.491
0.490
0.488
0.487
0.485
0.484
0.482
0.481
0.479
0.478
0.476

Panjang Pipa
(m)
3.850
4.350
4.850
5.350
5.850
6.350
6.850
7.350
7.850
8.350
8.850
9.350
9.850
10.350
10.850
11.350

hf
(m)
0.0007
0.0008
0.0009
0.0009
0.0010
0.0011
0.0012
0.0013
0.0014
0.0015
0.0016
0.0017
0.0017
0.0018
0.0019
0.0020

he
(m)
0.0833
0.0833
0.0833
0.0833
0.0833
0.0833
0.0833
0.0833
0.0834
0.0834
0.0834
0.0834
0.0834
0.0834
0.0834
0.0834

htot
(m)
0.0840
0.0841
0.0842
0.0843
0.0844
0.0845
0.0846
0.0847
0.0847
0.0848
0.0849
0.0850
0.0851
0.0852
0.0853
0.0854

P2
(m)
3.218
3.219
3.220
3.222
3.223
3.225
3.226
3.227
3.229
3.230
3.232
3.233
3.234
3.236
3.237
3.239

DAFTAR PUSTAKA
Gambar 11a. Sketsa garis tenaga dan garis
tekanan pada kemiringan 0%.

susunan pipa dan kehilangan tenaga serta besar


tekanan yang diperoleh..
Tabel 16 Rekapitulasi keseragaman tetesan pada
variasi kemiringan dan panjang pipa pada setiap
waktu penetesan
Waktu Kemiringan
Penetesan
Pipa
(menit)

%
0.0
15
0.2
0.3
0.0
30
0.2
0.3
0.0
0.2
60
0.3
0.0
90
0.2
0.3
0.0
120
0.2
0.3
Rata-rata

Persentase Keseragaman Tetesan (%)


Susunan Pipa (meter)
2 x8
4 x4
A
B
A
B
C
91.027 85.968
92.309 90.229
87.001
88.922 90.738 93.234 94.088 93.723
95.476 87.858 91.347 89.533
96.914
89.766 90.521 86.482 92.799 94.371
89.389 91.271 92.952 94.811 94.498
96.548 96.488 87.720 93.895 91.658
89.520 91.035 87.621 91.996 92.431
90.356 91.685 93.175 94.107 93.997
96.504 95.743 87.906 92.861 90.463
90.441 91.237 87.640 91.299 90.864
91.470 91.756 93.262 93.847 93.791
96.438 95.538 88.084 92.295 89.821
90.824 91.423 87.220 90.949 91.449
92.427 91.958 93.612 93.584 93.539
96.425 95.406 88.371 91.839 89.237
92.475
91.612

Tabel 17 Rekapitulasi perhitungan kehilangan


tenaga dan besar tekanan pada variasi kemiringan
dan panjang pipa.
No

Susunan Pipa

Kemiringan
Pipa

(meter)

(%)
0.0

2 x8

0.2
0.3

Gambar 11b. Sketsa garis tenaga dan garis


tekanan pada kemiringan 0.2%.

0.0

4 x4

0.2

0.3

Gambar 11c. Sketsa garis tenaga dan garis


tekanan pada kemiringan 0.3%.
Perhitungan tenaga pada susunan pipa
2x8 meter dihitung permasing-masing pipa karena
setiap pipa memiliki debit pipa yang berbeda.
Begitupula dengan susunan pipa 4x4 meter
dihitung melalui tahapan yang sama seperti
susunan pipa 2x8 meter. kehilangan tinggi garis
tenaga dan besar tekan. Berikut rekapitulasi hasil
keseragaman tetesan pada masing masing

D
89.985
94.194
86.841
95.880
95.937
93.223
93.051
95.396
89.969
91.815
95.136
88.611
90.794
95.108
88.016

Nama
Pipa
Pipa A
Pipa B
Pipa A
Pipa B
Pipa A
Pipa B
Pipa A
Pipa B
Pipa C
Pipa D
Pipa A
Pipa B
Pipa C
Pipa D
Pipa A
Pipa B
Pipa C
Pipa D

Beda Tinggi Kehilangan


Z1-Z2
Tenaga Total
(meter)
3.300
3.300
3.316
3.316
3.324
3.324
3.300
3.300
3.300
3.300
3.308
3.308
3.308
3.308
3.312
3.312
3.312
3.312

(meter)
0.09057
0.08541
0.09057
0.08541
0.09057
0.08541
1.01694
0.00100
0.00086
0.00104
1.01694
0.00100
0.00086
0.00104
1.01694
0.00100
0.00086
0.00104

Besar
Tekanan
(P)
(Kgf/m)
3209.4344
3214.5875
3225.4344
3230.5875
3233.4344
3238.5875
2283.0591
3298.9951
3299.1420
3298.9607
2291.0591
3306.9951
3307.1420
3306.9607
2295.0591
3310.9951
3311.1420
3310.9607

5. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Dari hasil analisis yang dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Volume tetesan rata-rata yang dihasilkan
pada
masing-masing
lubang
penetes
menunjukkan
bahwa
semakin
besar
kemiringan pipa dan semakin lama waktu
penetesan maka volume yang dihasilkan
semakin banyak. Untuk volume tetesan
terbanyak terjadi pada kemiringan pipa 0.3%
susunan pipa paralel 2x8 meter dengan total
panjang 16 meter pada pipa B sebesar
10614.000 ml.

11

2. Variasi kemiringan, susunan pipa dan waktu


penetesan berpengaruh terhadap koefisien
keseragaman tetesan. Semakin lama waktu
penetesan maka koefisien keseragaman
tetesan akan semakin menurun. Secara
umum dengan ketinggian head 3.8 meter
didapatkan keseragaman tetesan rata-rata
tertinggi pada susunan pipa 2x8 meter
sebesar 96.914%. Sedangkan keseragaman
tetesan rata-rata yang diperoleh pada
susunan pipa 4x4 meter adalah 91.612%.
3. Kehilangan tenaga sangat erat kaitannya
dengan besar tekanan yang diterima. Secara
umum, jika kehilangan tenaga yang dihasilkan
besar, maka besar tekanan (P) yang diperoleh
akan semakin kecil. Kehilangan tenaga
terbesar diperoleh pada susunan pipa paralel
4x4 meter pada pipa A sebesar 1.01694 meter
dan menghasilkan besar tekanan (P) terbesar
pada kemiringan pipa 0.3% dengan nilai
2295.0591 kgf/m2. Sedangkan Kehilangan
tenaga terendah terjadi pada susunan pipa
paralel 2x8 meter diperoleh pada kemiringan
0.3% pada pipa B sebesar 0.08541 meter dan
memperoleh tekanan tertinggi (P) sebesar
3238.5875 kgf/m2.
Saran
Dalam penelitian selanjutnya, diharapkan
untuk
melakukan
penelitian
dengan
menggunakan pipa paralel model sisir, sirip,
maupun zig-zag dengan variabel yang berbeda
sehingga dapat digunakan sebagai pembanding.
Penggunan filter pada outlet tandon akan
mengurangi penghambatan pada lubang emitter
akibat sedimen. Selain itu ketelitian dalam
pengeboran diameter tetesan serta setting
kemiringan pipa benar-benar diperhatikan
termasuk dalam hal mengikat pipa agar tidak
begerak akibat tersenggol setelah disetting.

Keseragaman Tetesan Pada Sistem Irigasi


Tetes, Mataram.
Linsley, R.K, dan Franzini, J.B., 1990 Teknik
Sumber Daya Air. Jilid II. Erlangga,
Jakarta.
Musdalifah, 2010. Analisa Pengaruh Variasi
Ketinggian Air Pada Tandon Terhadap
Volume dan Keseragaman Tetesan Serta
Kehilangan Tenaga Pada Pipa Bambu,
Mataram.
Prabowo, A., dan Hendriadi, A. 2004. Pengolahan
Irigasi Hemat Air Dilahan Kering Aplikasi
Irigasi Tetes dan Curah, Banten.
Prastowo, D.A., 2008. Teknologi Irigasi Tetes,
http://tep.fateta .ipb.ac.id.
Rai, I.B., 2010. Analisis Pencapaian Kelengasan
Tanah Pada Sistem Irigasi Tetes Di
Wilayah
Lahan
Kering
Akar-Akar
Kabupaten Lombok Utara, Mataram.
Setianingwulan, I.S., Ridwan,D, Sofiyuddin,M.A.
2012. Evaluasi Kinerja Modal Jaringan
Irigasi Tetes Dalam Pemanfaatan Air
Tanah Di Lahan Kering (Studi Kasus
Penerapan di Desa Akar-akar, Kab.
Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat),
Bekasi.
Triatmodjo, B., 1993. Hidrolika II, Beta Offset,
Yogyakarta.
Triatmodjo, B., 2003. Hidraulika II, Edisi II , Beta
Offset, Yogyakarta.
Tribowo, R.I., 2008, Analisis Pemanfaatan
photovoltaic Untuk Aplikasi Sistem Irigasi
Hemat Air dan Alternatif Otomatisasi, Subang
Jawa Barat.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2011.
Irigasi
Tetes,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/ 19349/ 4/ Chapter%2011. Pdf,
di unduh pada 10 Februari 2015.
Erizal, 2003. Aplikasi Teknologi Irigasi Sprinkler
dan Drip. Lembaga Penelitian. IPB, Bogor.
Hamzanwadi, R., 2015. Pengaruh Variasi
Kemiringan Dan Waktu Penetesan
Terhadap Keseragaman Tetesan Pada
Sistem Irigasi Tetes. Mataram.
Hardiyanti, E., 2012. Pengaruh Kemiringan dan
Panjang
Pipa
Lateral
Terhadap

12

Você também pode gostar