Você está na página 1de 12

PENGERTIAN MASAIDDAH.

Masa iddah adalah istilah yang diambil dari bahasa Arab dari kata (
(
) yang bermakna perhitungan (
) . Dinamakan demikian karena

seorang menghitung masa suci atau bulan secara umum dalam
menentukan selesainya masa iddah.
Menurut istilah para ulama, masa iddah ialah sebutan atau nama suatu
masa di mana seorang wanita menanti atau menangguhkan perkawinan
setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik
dengan menunggu kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru,
atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan.
Ada yang menyatakan, masa iddah adalah istilah untuk masa tunggu
seorang wanita untuk memastikan bahwa dia tidak hamil atau karena
taabbud atau untuk menghilangkan rasa sedih atas sang suami.

HIKMAH 'IDDAH
Para ulama memberikan keterangan tentang hikmah pensyariatan
masa iddah, diantaranya:
1. Untuk memastikan apakah wanita tersebut sedang hamil atau tidak.
2. Syariat Islam telah mensyariatkan masa 'iddah untuk menghindari
ketidakjelasan garis
keturunan yang muncul jika seorang wanita
ditekan untuk segera menikah.
3. Masa 'iddah disyari'atkan untuk menunjukkan betapa agung dan
mulianya sebuah akad pernikahan.
4. Masa 'iddah disyari'atkan agar kaum pria dan wanita berpikir ulang jika
hendak
memutuskan tali kekeluargaan, terutama dalam kasus
perceraian.
5. Masa 'iddah disyari'atkan untuk menjaga hak janin berupa nafkah dan
lainnya apabila wanita yang dicerai sedang hamil.

DASAR PENSYARIATANNYA.
Masa iddah sebenarnya sudah dikenal dimasa jahiliyah. Ketika Islam
datang, masalah ini tetap diakui dan dipertahankan. Oleh karena itu para
Ulama sepakat bahwa iddah itu wajib, berdasarkan al-Qur`n dan
Sunnah.
Dalil dari al-Qur`n yaitu firman Allh Azza wa Jalla :











Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru' [al-Baqarah/2:228]
Sedangkan dalil dari sunnah banyak sekali, diantaranya :












Dari Ummu Salamah istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bahwasanya
seorang wanita dari Aslam bernama Subaiah ditinggal mati oleh
suaminya dalam keadaan hamil. Lalu Abu Sanbil bin Bakak melamarnya,
namun ia menolak menikah dengannya. Ada yang berkata, "Demi Allah,
dia tidak boleh menikah dengannya hingga menjalani masa iddah yang
paling panjang dari dua masa iddah. Setelah sepuluh malam berlalu, ia
mendatangi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan Nabi Shallallahu alaihi
wa sallam bersabda, "Menikahlah!" [HR al-Bukhri no. 4906].

ATURAN-ATURAN DALAM `IDDAH


Masa iddah diwajibkan pada semua wanita yang berpisah dari suaminya
dengan sebab talak, khulu (gugat cerai), faskh (penggagalan akad
pernikahan) atau ditinggal mati, dengan syarat sang suami telah
melakukan hubungan suami istri dengannya atau telah diberikan
kesempatan dan kemampuan yang cukup untuk melakukannya.
Berdasarkan ini, berarti wanita yang dicerai atau ditinggal mati oleh
suaminya sebelum digauli atau belum ada kesempatan untuk itu, maka
dia tidak memiliki masa iddah. Allh Azza wa Jalla berfirman :




(








Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuanperempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum
kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah
bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. [al-Ahzb/33:49]

MACAM-MACAM IDDAH
1. Wanita Yang Ditinggal Mati Oleh Suaminya
Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya memiliki dua keadaan :
a. Wanita yang ditinggal mati suaminya ketika sedang hamil.
Wanita ini maka masa menunggunya ('iddah) berakhir setelah ia
melahirkan bayinya, berdasarkan firman Allh Azza wa Jalla,

Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah


sampai mereka melahirkan kandungannya. [ath-Thalaq/65:4].

Keumuman ayat ini di kuatkan dengan hadits al-Miswar bin Makhramah


Radhiyallahu anhu yang berbunyi :

Subaiah al-Aslamiyah Radhiyallahu anhuma melahirkan dan bernifas


setelah kematian suaminya. Lalu ia, mendatangi Nabi Shallallahu alaihi
wa sallam lantas meminta idzin kepada beliau untuk menikah (lagi).
Kemudian beliau mengizinkannya, lalu ia segera menikah (lagi). [alBukhri no. 5320 dan Muslim no.1485].

b. Wanita tersebut tidak hamil.


Jika tidak hamil, maka masa 'iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman :











Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan
isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah)
empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka
tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri
mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
[al-Baqarah/2: 234]

2. Wanita Yang Diceraikan


Wanita yang dicerai juga ada dua macam yaitu wanita yang dicerai
dengan thalak raji (thalak yang bisa ruju) dan wanita yang ditalak
dengan thalak bain (thalak tiga).
a. Wanita yang dicerai dengan talak raji terbagi menjadi beberapa :
1. Wanita yang masih haidh
Masa iddah wanita jenis ini adalah tiga kali haidh, berdasarkan
firman Allh Azza wa Jalla :











Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru' [al-Baqarah/2: 228]
Menurut pendapat yang rajih, quru artinya haidh, berdasarkan hadits
Aisyah Radhiyallahu anhuma yang berbunyi :




(



Sesungguhnya ummu Habibah pernah mengalami pendarahan
(istihadhah/darah penyakit), lalu dia bertanya kepada Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam dan Nabi memerintahkannya untuk meninggalkan shalat
pada hari-hari qurunya (haidhnya). [HR Abu Dud no. 252 dan
dishahihkan syaikh al-Albani dalam Shahih Abi Dud]
Oleh karena itu Ibnul Qayyim rahimahullah merajihkan pendapat ini
dan mengatakan, Lafazh quru tidak digunakan dalam syariat kecuali
untuk pengertian haidh dan tidak ada satu pun digunakan untuk
pengertian suci (thuhr), sehingga memahami pengertian quru dalam ayat
ini dengan pengertian yang sudah dikenal dalam bahasa syariat lebih
baik. Karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada orang yang
kena darah istihdlah :


Tinggalkan shalat selama masa-masa haidhmu.

2. Wanita yang tidak haidh, baik karena belum pernah haidh atau sudah
manopause .
Bagi wanita yang seperti ini masa 'iddahnya adalah tiga bulan,
seperti dijelaskan Allh Azza wa Jalla dalam firman-Nya:





Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya),
maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula)
perempuan-perempuan yang tidak haid. [at-Thalaq/65:4]
3. Wanita Hamil.
Wanita yang hamil bila dicerai memiliki masa iddah yang berakhir
dengan melahirkan, berdasarkan firman Allh Azza wa Jalla :

Dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan


perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya. [ath-Thalaq/65:4]
4. Wanita yang terkena darah istihadhah.
Wanita yang terkena darah istihadhah memiliki masa iddah sama
dengan wanita haidh. Kemudian bila ia memiliki kebiasaan haidh yang
teratur maka wajib baginya untuk memperhatikan kebiasannya dalam
hadih dan suci. Apabila telah berlalu tiga kali haidh maka selesailah
iddahnya.
b. Wanita yang ditalak tiga (talak baain).
Wanita yang telah di talak tiga hanya menunggu sekali haidh saja
untuk memastikan dia tidak sedang hamil. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah menyatakan, Wanita yang dicerai dengan tiga kali talak,
masa iddahnya sekali haidh.
Dengan haidh sekali berarti sudah terbukti bahwa rahim kosong dari
janin dan setelah itu ia boleh menikah lagi dengan lelaki lain .

3. Wanita Yang Melakukan Gugat Cerai (Khulu).


Wanita yang berpisah dengan sebab gugat cerai, masa iddahnya
sekali haidh, sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa hadits dibawah ini:

















Dari Ibnu Abbs Radhiyallahu anhu bahwa istri Tsabit bin Qais menggugat
cerai dari suaminya pada zaman Nabi Shallallahu alaihi wa sallam lalu
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menunggu
sekali haidh. [HR Abu Daud dan at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh syaikh alAlbni dalam Shahh Sunan Abu Dud no.1 950].
Juga hadits yang berbunyi :







Dari ar-Rubayyi bintu Muawwidz bin Afra bahwa beliau mengajukan
gugat cerai di zaman Nabi Shallallahu alaihi wa sallam lalu Raslullh
Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menunggu
iddahnya satu kali haidh. [HR at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albni dalm
Shahh Sunan at-Tirmidzi no. 945].

PERUBAHAN STANDAR MASA IDDAH DARI HAIDH KE


HITUNGAN BULAN
Pada asalnya masa iddah seorang itu menggunakan satu standar dari
sejak mulai sampai akhir. Namun terkadang karena suatu sebab terjadi
perubahan standar. Misalnya, apabila seorang suami mentalak istrinya
yang masih aktif haidh, kemudian sebelum masa iddahnya selesai, sang
suami meninggal dunia. Wanita seperti ini memiliki dua keadaan :
a. Apabila talak tersebut masih talak raji (talak satu dan dua), maka masa
iddah yang wajib
diselesaikan oleh wanita ini bukan lagi dengan
hitungan tiga kali haidh tapi sudah berpindah ke iddah wanita yang
ditinggal mati oleh suaminya yaitu empat bulan sepuluh
hari. Karena
statusnya masih tetap sebagai istri. Talak raji tidak menghilangkan status
istri pada seorang wanita. Oleh karena itu, wanita yang ditalak dengan
talak raji masih saling mewarisi dengan suaminya, jika salah satunya
meninggal sementara sang istri
masih dalam masa iddah.
b. Apabila talak tersebut talak tiga (talak ba`in), maka ia tetap hanya
menyempurnakan
sekali haidh saja dan tidak berubah ke iddah
wanita yang ditinggal mati suaminya.
Karena hubungan sebagai suami
istri telah terputus sejak talak tiga itu sah. Talak tiga menyebabkan status
istri pada seorang wanita hilang. Sehingga pada kejadian di atas
kematian sang suami terjadi setelah si wanita bukan sebagai istrinya
lagi.

PERUBAHAN STANDAR MASA IDDAH DARI HITUNGAN


BULAN KE HITUNGAN HAIDH
Apabila seorang wanita memulai iddahnya dengan hitungan bulan
karena tidak haidh, baik karena masih kecil atau telah memasuki masa
menopause, namun jika disaat menjalani masa 'iddah ini mengeluarkan
haidh, maka wajib baginya untuk pindah dari hitungan bulan ke hitungan
haidh. Karena hitungan bulan adalah pengganti dari haidh. Oleh karena
itu, menghitung dengan bulan tidak boleh dipakai selama masih ada haidh
yang merupakan standar pokok.
Apabila masa 'iddah dengan hitungan bulan tersebut telah tuntas,
kemudian baru mengalami haidh , maka tidak wajib memulai masa iddah
dari awal lagi dengan hitungan haidh. Karena haidh ada setelah selesai
masa iddahnya berlalu.
Apabila seorang wanita memulai hitungan masa 'iddahnya dengan
haidh atau bulan kemudian ternyata dia hamil dari suaminya tersebut,
9

maka 'iddahnya berubah menjadi 'iddah wanita hamil yaitu sampai


melahirkan.[12]

10

PENUTUP
Perlu diketahui bersama bahwa selama masa 'iddah, hendaknya
wanita atau isteri yang ditalak raji tetap berada di rumah suaminya, tidak
boleh keluar tanpa izin dari suami tersebut. Allh Azza wa Jalla berfirman :










Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) 'iddahnya (yang
wajar) dan hitunglah waktu 'iddah itu serta bertakwalah kepada Allh
Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan
janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan
perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allh, maka
sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu
tidak mengetahui barangkali Allh Mengadakan sesudah itu sesuatu hal
yang baru. [at-Thalaq/65:1].
Imam asy-Syaukani rahimahullah berkata, "Mengapa demikian,
karena status istri padanya belum hilang, sehingga masih menyisakan
sebagian status dari sisi wanita dan sebagian status dari sisi suami. Hal ini
akan lengkap kembali bila saling rujuk. Sudah dimaklumi apabila wanita
tersebut berada dalam status tidak diceraikan, maka tidak boleh keluar
kecuali dengan izin suaminya, karena kadang suami membutuhkannya
sementara istri sedang berada di luar rumah. Kadang ketidaksukaan
suami terhadap istri muncul dengan sebab istri keluar rumah atau
menimbulkan kecemburuan.
Oleh karena itu dalam hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dalam
shahihain dan yang lainnya bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda :


Seorang wanita tidak boleh berpuasa (sunat) sedangkan suaminya ada di
rumah kecuali dengan izinnya.

11

12

Você também pode gostar