Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ANEMIA
Oleh
Preseptor
seluruh dunia, terutama di negara berkembang. Diperkirakan lebih dari 30% jumlah
penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia. Kelainan ini mempunyai
dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi serta kesehatan fisik.
dari berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu penentuan penyakit dasar juga
penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang
megaloblastik, aplastik, hemolitik, dokter umum hanya sampai tahap merujuk serta
mengetahui komplikasi penyakit tersebut. Oleh karena itu, dalam referat ini akan
2
BAB II
ANEMIA
2.1 Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.
2.2 Kriteria
Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit
adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal
hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia,
kehamilan dan ketinggian tempat tinggal.
Kriteria anemia menurut WHO adalah:
NO KELOMPOK KRITERIA ANEMIA
1. Laki-laki dewasa < 13 g/dl
2. Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl
3. Wanita hamil < 11 g/dl
2.3 Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi
morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.
3
kelainan bentuk dan - Anemia Sickle Cell
konsentrasi hemoglobin - Anemia pada penyakit
kronis
2. Gangguan pematangan
4
Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang
“rendah”, gangguan morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks
eritrosit yang abnormal. Gangguan pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2
macam yaitu:
a. Gangguan pematangan inti
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik.
Penyebab dari gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat,
defisiensi vitamin B12, obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme DNA
(seperti metotreksat, alkylating agent), dan myelodisplasia. Alkohol juga dapat
menyebabkan gangguan pematangan inti, namun keadaan ini lebih disebabkan
oleh defisiensi asam folat.
b. Gangguan pematangan sitoplasma
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan
hipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi
besi yang berat, gangguan sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan
gangguan sintesa heme (misalnya pada anemia sideroblastik)
3. Penurunan waktu hidup sel darah merah
Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada
kedua keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan
darah dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan
peningkatan retikulosit yang bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya
peningkatan eritropoietin dan proliferasi sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada
fase kronis gambarannya akan menyerupai anemia defisiensi besi.
Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupun
kronis. Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasien
datang bukan karena keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasi
yang ditimbulkan oleh pemecahan sel darah merah dalam jangka waktu lama,
seperti splenomegali, krisis aplastik, dan batu empedu. Pada keadaan yang
disebabkan karena autoimun, hemolisis dapat terjadi secara episodik (self
limiting).
5
Gambar 1: klasifikasi anemia berdasarkan indeks eritrosit
6
c. Mean Cell Hemoglobin Concentration (MCHC) =
hemoglobin x 10
Hematokrit
(N: 33 + 2%)
C. Leukosit (N : 4500 – 11.000/mm3)
D. Trombosit (N : 150.000 – 450.000/mm3)
2. Sediaan Apus Darah Tepi
a. Ukuran sel
b. Anisositosis
c. Poikolisitosis
d. Polikromasia
3. Hitung Retikulosit ( N: 1-2%)
4. Persediaan Zat Besi
a. Kadar Fe serum ( N: 9-27µmol/liter )
b. Total Iron Binding Capacity ( N: 54-64 µmol/liter)
c. Feritin Serum ( N ♀: 30 µmol/liter ; ♂: 100 µmol/liter)
5. Pemeriksaan Sumsum Tulang
a. Aspirasi
- E/G ratio
- Morfologi sel
- Pewarnaan Fe
b. Biopsi
- Selularitas
- Morfologi
Keterangan: RI < 2-2,5% : produksi atau pematangan eritrosit yang tidak adekuat
RI > 2,5% : penghancuran eritrosit yang berlebihan
8
transferin, terdapat suatu variasi diurnal dengan puncaknya pada pk 09.00 dan pk.
10.00.
Serum feritin digunakan untuk menilai cadangan total besi tubuh. Namun,
feritin juga merupakan suatu reaktan fase akut, dan pada keadaan inflamasi baik
akut maupun kronis, kadarnya dapat meningkat.
BAB III
Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering ditemukan
terutama di negara berkembang. Penyebabnya antara lain:
o Faktor nutrisi: rendahnya asupan besi total dalam makanan atau
bioavailabilitas besi yang dikonsumsi kurang baik (makanan banyak serat,
rendah daging, dan rendah vitamin C).
A. Metabolisme Besi
9
Total besi dalam tubuh manusia dewasa sehat berkisar antara 2 gram (pada
wanita) hingga 6 gram (pada pria) yang tersebar pada 3 kompartemen, yakni 1). Besi
fungsional, seperti hemoglobin, mioglobin, enzim sitokrom, dan katalase, merupakan
80 % dari total besi yang terkandung jaringan tubuh. 2). Besi cadangan, merupakan
15-20% dari total besi dalam tubuh, seperti feritin dan hemosiderin. 3). Besi transport,
yakni besi yang berikatan pada transferin.
o Fase Mukosal: proses penyerapan besi di mukosa usus. Bagian usus yang
berperan penting pada absorpsi besi ialah duodenum dan jejunum proksimal.
Namun sebagian kecil juga terjadi di gaster, ileum dan kolon. Penyerapan besi
dilakukan oleh sel absorptive yang terdapat pada puncak vili usus. Besi heme
yang telah dicerna oleh asam lambung langsung diserap oleh sel absorptive,
sedangkan untuk besi nonheme mekanisme yang terjadi sangat kompleks.
Setidaknya terdapat 3 protein yang terlibat dalam transport besi non heme dari
lumen usus ke sitoplasma sel absorptif. Luminal mucin berperan untuk
mengikat besi nonheme agar tetap larut dan dapat diserap meskipun dalam
suasana alkalis duodenum. Agar dapat memasuki sel, pada brush border sel
terjadi perubahan besi feri menjadi fero oleh enzim feri reduktase yang
diperantarai oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor
10
melalui membrane difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT-1 atau
Nramp-2). Sesampainya di sitoplasma sel usus, protein sitosol (mobilferrin)
menangkap besi feri. Sebagian besar besi akan disimpan dalam bentuk feritin
dalam mukosa sel usus, sebagian kecil diloloskan ke dalam kapiler usus
melalui basolateral transporter (ferroportin atau IREG 1). Besi yang diloloskan
akan mengalami reduksi dari molekul fero menjadi feri oleh enzim
ferooksidase, kemudian berikatan dengan apotransferin dalam kapiler usus.
o Fase corporeal: meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi
oleh sel yang membutuhkan, dan penyimpanan besi di dalam tubuh.
Dalam sirkulasi, besi tidak pernah berada dalam bentuk logam bebas,
melainkan berikatan dengan suatu glikoprotein (β-globulin) pengikat besi yang
diproduksi oleh hepar (transferin). Besi bebas memiliki sifat seperti radikal bebas dan
dapat merusak jaringan. Transferin berperan mengangkut besi kepada sel yang
membutuhkan terutama sel progenitor eritrosit (normoblas) pada sumsum tulang.
Permukaan normoblas memiliki reseptor transferin yang afinitasnya sangat tinggi
terhadap besi pada transferin. Kemudian besi akan masuk ke dalam sel melalui proses
endositosis menuju mitokondria. Disini besi digunakan sebagai bahan baku
pembentukan hemoglobin.
Kelebihan besi di dalam darah disimpan dalam bentuk feritin (kompleks besi-
apoferitin) dan hemosiderin pada semua sel tubuh terutama hepar, lien, sumsum
tulang, dan otot skelet. Pada hepar feritin terutama berasal dari transferin dan
tersimpan pada sel parenkimnya, sedangkan pada organ yang lain, feritin terutama
terdapat pada sel fagosit mononuklear (makrofag monosit) dan berasal dari
11
pembongkaran eritrosit. Bila jumlah total besi melebihi kemampuan apoferitin untuk
menampungnya maka besi disimpan dalam bentuk yang tidak larut (hemosiderin).
Bila jumlah besi plasma sangat rendah, besi sangat mudah dilepaskan dari feritin,
tidak demikian pada hemosiderin. Feritin dalam jumlah yang sangat kecil terdapat
dalam plasma, bila kadar ini dapat terdeteksi menunjukkan cukupnya cadangan besi
dalam tubuh.
B. Sintesis Hemoglobin
12
molekul heme, oleh karena itu dalam 1 rantai hemoglobin memerlukan 4 atom besi.
Setiap atom besi akan berikatan dengan 1 molekul oksigen (2 atom O2).
Berdasarkan beratnya kekurangan besi dalam tubuh, defisiensi besi dapat dibagi
menjadi 3 tingkatan:
1. Deplesi besi (iron depleted state)
Cadangan besi dalam tubuh kosong, tetapi belum menyebabkan anemia secara
laboratorik karena untuk mencukupi kebutuhan terhadap besi, sumsum tulang
melakukan mekanisme mengurangi sitoplasmanya sehingga normoblas yang
terbentuk menjadi tercabik-cabik, bahkan ditemukan normoblas yang tidak
memiliki sitoplasma (naked nuclei). Selain itu kelainan pertama yang dapat
dijumpai adalah penigkatan kadar free protoporfirin dalam eritrosit, saturasi
transferin menurun, total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Parameter lain
yang sangat spesifik adalah peningkatan reseptor transferin dalam serum.
13
Gambar 7: Gambaran apus sumsum tulang penderita anemia defisiensi besi
Bila besi terus berkurang eritropoiesis akan semakin terganggu, sehingga kadar
hemoglobin menurun diikuti penurunan jumlah eritrosit. Akibatnya terjadi anemia
hipokrom mikrositer. Pada saat ini terjadi pula kekurangan besi di epitel, kuku, dan
beberapa enzim sehingga menimbulkan berbagai gejala.
Beberapa dampak negatif defisiensi besi, disamping terjadi anemia, antara lain:
1. Sistem neuromuskuler
14
1. Gejala Umum anemia (anemic syndrome)
Dijumpai bila kadar hemoglobin turun dibawah 7 gr/dl. Berupa badan lemah,
lesu, cepat lelah, dan mata berkunang-berkunang. Pada anemia defisiensi besi
penurunan Hb terjadi secara bertahap sehingga sindrom ini tidak terlalu
mencolok.
E. Pemeriksaan Laboratorium
• MCHC menurun pada anemia defisiensi besi yang lebih berat dan berlangsung
lama
15
• Pada anemia hipokrom mikrositer yang ekstrim terdapat poikilositosis (sel
cincin, sel pensil, sel target)
Konsentrasi besi serum memiliki siklus diurnal, yakni mencapai kadar puncak
pada pukul 8-10 pagi.
5. Peningkatan reseptor transferin dalam serum (normal 4-9 µg/dl), dipakai untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan anemia pada penyakit kronis.
F. Diagnosis
16
Tiga tahap mendiagnosa suatu anemia defisiensi besi: 1). Menentukan adanya
anemia 2). Memastikan adanya defisiensi besi 3). Menentukan penyebab defisiensi.
Secara laboratoris dipakai kriteria modifikasi Kerlin untuk menegakkan diagnosa:
→ anemia hipokrom mikrositer pada SADT ATAU MCV <80 fl dan MCH < 31%
dengan satu atau lebih kriteria berikut:
G. Terapi
1. Terapi kausal, untuk mencari penyebab kekurangan besi yang diderita. Bila
tidak dapat menyebabkan kekambuhan.
17
• Parenteral,misal preparat ferric gluconate atau iron sucrose (IV pelan
atau IM). Pemberian secara IM menimbulkan nyeri dan warna hitam
pada lokasi suntikan. Indikasi pemberian parenteral:
BAB IV
18
ANEMIA MEGALOBLASTIK)
A. Definisi
Anemia megaloblastik adalah anaemia yang disebabkan abnormalitas hematopoesis
dengan karakteristik dismaturasi nukleus dan sitoplasma sel mieloid dan eritroid
sebagai akibat gangguan sintesis DNA.1
B. Etilogi
1. Defisiensi asam folat
a. Asupan Kurang
- Gangguan Nutrisi : Alkoholisme, bayi prematur, orang tua,
hemodialisis, anoreksia nervosa. 1
- Malabsorbsi : Alkoholisme, celiac dan tropical sprue,
gastrektomi parsial, reseksi usus halus, Crohn’s disease,
skleroderma, obat anti konvulsan (fenitoin, fenobarbital,
karbamazepin), sulfasalazine, kolestiramin, limfoma intestinal,
hipotiroidisme. 1,2
b. Peningkatan kebutuhan : Kehamilan, anemia hemolitik, keganasan,
hipertiroidisme, dermatitis eksfoliativa, eritropoesis yang tidak efektif
(anemia pernisisosa, anemia sideroblastik, leukemia, anemia hemolitik,
mielofibrosis). 1,2
c. Gangguan metabolisme folat : penghambat dihidrofolat reduktase
(metotreksat, pirimetamin, triamteren, pentamidin, trimetoprin),
akohol, defisiensi enzim.1,2
d. Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkohol,
hepatoma.1
e. Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA : antagonis purin (6
merkaptopurin, azatioprin, dll), antagonis pirimidin (5 flourourasil,
sitosin arabinose, dll), prokarbazin, hidroksiurea, acyclovir, zidovudin.
2
19
b. Malabsorbsi
- Dewasa : Anemia pernisiosa, gastrektomi total/prsial, gastritis
atropikan, tropikal sprue, blind loop syndrome (operasi
striktur, divertikel, reseksi ileum), Crohn's disease, parasit
(Diphyllobothrium latum), limfoma intestinal, skleroderma,
obat-obatan (asam para amino salisilat, kolkisin, neomisin,
etanol, KCl).
- Anak-anak: Anemi pernisiosa, ganguan sekresi faktor
intrinsik lambung, Imerslund-Grasbeck syndrome.
c. Gangguan metabolisme seluler : defisiensi enzim, abnormalitas protein
pembawa kobalamin (defisiensi transkobalamin II), paparan NO yang
berlangsung lama
C. Patofisiologi
Absorbsi kobalamin di ileum memerlukan faktor intrinsik (FI) yaitu
glikoprotein yang disekresi lambung1. Faktor intrinsik akan mengikat 2 melekul
kobalamin1. Proses Absorbsi kobalamin adalah sebagai berikut3 :
- Pada ileum, kobalamin berikatan dengan FI, membetuk IF-Cbl complex
- Kemudian IF-Cbl complex berikatan dengan cubilin, reseptor lokal pada
membarana apikal sel epitel ileum, kemudian berikatan dengan megalin.
- Kobalamin masuk ke dalam sel ileum secara endositosis diikuti degradasi IF
- Kobalamin berikatan dengan transkobalamin (TC II) membentuk, TC II-Cbl
complex, untuk disekresikan ke vena porta
- Kemudian TC II-Cbl complex diuptake oleh sel, pada sel hepatosit dan sel
epitel pada tubulus proksimal ginjal, berikatan dengan TC II receptor dan
kobalamin dilepaskan ke dalam sel
- Dalam sel ini, kobalamin dirubah menjadi bentuk koenzim, koenzim inilah
yang berperan dalm sintesin DNA, methyl-Cbl dan 5'-deoxyadenosyl-Cbl
berperan dalam mengkonversi homosistein ke metionin, dan metilmalonil
CoA ke suksinil CoA.
20
Gambar 2 : Proses absorbsi dan transpor kobalamin
Pada orang dewasa, faktor intrinsik dapat berkurang karena adanya atropi
lambung (gastritis atropikan), gangguan imunologis (antibodi terhadap faktor intrinsik
lambung) yang mengakibatkan defisiensi kobalamin. Defisiensi kobalamin
menyebabkan defisiensi metionin intraseluler, kemudian menghambat pembentukan
folat tereduksi dalam sel. Folat intrasel yang berkurang akan menurunkan prekursor
tidimilat yang selanjutnya akan menggangu sintesis DNA. Model ini disebut
methylfolate trap hypothesis karena defisiensi kobalamin mengakibatkan penumpukan
5-metil tetrahidrofolat1.
Defisiensi kobalamin yang berlangsung lama mengganggu perubahan
propionat menjadi suksinil CoA yang mengakibatkan gangguan sintesis myelin pada
susunan saraf pusat. Proses demyelinisasi ini menyebabkan kelainan medula spinalis
dan gangguan neurologis. Sebelum diabsorbsi asam folat (pteroylglutamic acid) harus
diubah menjadi monoglutamat. Bentuk folat tereduksi (tetrahidrofolat, FH4)
merupakan koenzim aktif. Defisiensi folat mengakibatkan penurunan FH4 intrasel
yang akan mengganggu sintesis tidimilat yang selanjutnya akan menggangu sintesis
DNA1.
21
Disamping defisiensi kobalamin dan asam folat, obat-obatan juga dapat
mengganggu sintesis DNA. Metotreksat menghambat kerja eznim dihirofolat
reduktase, yang mereduksi dihidrofilat menjadi tetrahidrofolat, sedangkan 5-
flourourasil menhambat kerja timidilat sintetase yang berperan dalam sintesis
pirimidin5.
E. Diagnosis
Guna menegakkan diagnosis anemia megalobalstik, perlu menelusuri
pemeriksaan fisik, laboratorium darah juga sumsusm tulang 2. Bisanya penderita
datang berobat karena keluhan neuropsikiatri, keluhan epigastrik, diare dan biukan
oleh keluhan aneminya. penyakit biasanya terjadi perlahan-lahan. Keluhan lain berupa
rambut cepat memutih, lemah badan, penurunan berat badan. Pada defisiensi B12,
diagnosis ditegakkan rata-rata setelah 15 bulan dari onset gejala, biasanya didapatkan
triad : lemah badan, sore tongue, parestesi sampai gangguan berjalan1. Pada Anemia
megaloblastik ditemukan :
- Gejala : Anemia, ikterus ringan, glositis, stomatitis, purpura, neuropati.
- SADT : eritrosit yang besar berbentuk lonjong, trombosit dan lekosit aga
menurun, hipersegmentasi netrofil, Giant stab-cell, retikulosit menurun.
- Sumsum tulang hiperseluler dengan sel-sel eritroblast yang besar
(megaloblast), Giant steb-cell.
- Pada anemia pernisiosa, schilling test positif.
G. Diannosis Banding
- Leukemia akut
23
- Anemia hemolitik (pada krisi hemolitik)
- Eritroleukemia
- Penyakit hati yang berat
- Hipotiroidisme
- Nefritis kronis
H. Terapi
1. Suportif : - transfusi bila ada hipoksia
- suspensi trombosit bila trombositopenia mengancam jiwa
2. Defisiensi B12 : Pemberian sianokobalamin atau hidroksokobalamin.
3. Defisiensi asam folat : Pemberian asam folat 1mg/hari selama 2-3 minggu,
kemudian dosis pemeliharaan 0,25-0,5 mg/hari
4. Terapi penyakit dasar
5. Menghentikan obat-obat penyebab anemia megaloblastik.
BAB V
Anemia Aplastik
A. Definisi
Anemia anaplastik merupakan anemia yang ditandai dengan pansitopenia (penurunan
jumlah sel-sel darah yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit) dan hiposelularitas dari
sumsum tulang. Anemia aplastik merupakan kegagalan hemopoiesis yang jarang
ditemukan namun berpotensi membahayakan jiwa
B. Epidemiologi
Insidesi anemia aplastik didapatkan bervariasi di seluruh dunia dan berkisar antara 2
sampai 6 kasus per satu juta penduduk per tahun. Anemia aplastik yang didapat
umumnya uncul pada usia 15 sampai 25 tahun dan puncak insiden kedua yaitu setelah
usia 60 tahun. Pada umumnya resiko bagi pria dan wanita untuk menderita anemia
aplastik adalah sama.
C. Etiologi
24
Penyebab anemia aplastik pada umumnya adalah idiopatik (kurang lebih pada 75%
kasus), namun selain itu anemia aplastik juga dapat disebabkan oleh:
a. Didapat
1. Radiasi
2. Bahan Kimia : benzen, arsen
3. Obat-obatan : klorampenikol, obat-obat kemoterapi (6-merkaptopurin,
vinkristin, busulfan), fenilbutazon, antikonvulsan, senyawa sulfur, emas.
4. Infeksi: virus hepatitis (non-A, non-B, non-C), Epstein Barr Virus,
Parvovirus B19, HIV, sitomegalovirus
5. Kelainan Imunologis : eosinophillic fascitis
6. Kehamilan
d. Kelainan Kongenital atau Bawaan
1. Sindroma Fanconi
2. Sindroma Shwachman- Diamond
3. Kongenital Diskeratosis
D. Klasifikasi
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Klasifikasi Kriteria
Anemia aplastik berat
1. selularitas sumsum tulang < 25%
2. sitopenia sedikitnya 2 dari 3 seri sel 3. hitung neutrofil <500/µL
darah 4. hitung trombosit <20.000/ µL
5. hitung retikulosit absolut <60.000/
µL
Anemia aplastik sangat berat Idem, kecuali hitung neutrofil <2000/ µL
Anemia aplastik tidak berat Sumsum tulang hiposelularitas namun
sitopenia tidak memenuhi kriteria berat
E. Patofisiologi
Karakteristik dari anemia aplastik adalah hiposelular dari sumsum tulang yang
digantikan oleh jaringan lemak. Anemia aplastik dihipotesiskan sebagai suatu
penyakit autoimun terhadap sel benih hematopoietik. Menurut penelitian, supresi dari
sel-sel hemopoiesis disebabkan oleh sel T sitotoksik yang teraktivasi. Sel T ini akan
25
menghasilkan interferon gamma (IFN-γ) dan tumor necrosis factor (TNF) yang
bersifat menginhibisi langsung sel- sel hemopoietik.
Supresi hematopoietik oleh IFN-γ dan TNF juga merangsang reseptor Fas
pada sel hemopoietik CD34 sehingga menghasilkan tiga proses. Pertama,
perangsangan reseptor Fas akan menginduksi terjadinya apoptosis. Kedua, akan
terjadi induksi produksi dari nitric oxide synthetase dan nitrit oksida oleh sumsum
tulang sehingga terjadilah sitotoksisitas yang diperantarai oleh sistem imun. Ketiga,
perangsang reseptor Fas akan mengaktivasi jalur intraseluler yang menyebabkan
penghentian siklus sel.
Selain itu, sel T sitotoksik juga menghasilkan interleukin-2 (IL-2) yang
beeerfungsi mengaktifkan klon-klon sel T yang kemudian juga akan mengeluarkan
TNF dan IFN- γ dan menginhibisi sel-sel hemopoietik.
26
Pemeriksaan fisik
5. Petekie, ekimosis
6. Perdarahan retina
7. Perdarahan serviks
8. Darah pada feses
9. Pucat pada kulit dan mukosa membran
10. Cafe au lait spot dan perawakan yang pendek (Fanconi syndrome)
G. Pemeriksaan Laboratorium
1. Sediaan apus darah tepi
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Jenia anemia
adalah normokrom normositer. Kadang-kadang ditemukan pula adanya
makrositosis, anisositosis dan poikilositosis. Persentase retikulosit umumnya
normal atau rendah. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis
relatif terdapat lebih dari 75% kasus.
2. Sumsum tulang
Diharuskan dilakukan biopsi sumsum tulang pada setiap tersangka kasus anemia
aplastik. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan keadaan hiposelularitas dan
peningkatan jaringan lemak.
27
H. Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria dibawah ini:
1. jumlah granulosit < 500/ µL
2. Jumlah platelet <20.000/ µL
3. Hitung retikulosit < 40 x 109/L
4. Selularitas sumsum tulang <25%
I. Terapi
1. Menghindari kontak dengan toksin/ obat penyebab
2. Umum: menghindari kontak dengan penderita infeksi, isolasi, menggunakan
sabun antiseptik, sikat gigi lunak, obat pelunak buang air besar, pencegahan
menstruasi: obat anovulatoir
3. Transfusi:
1. PRC
2. Trombosit: profilaksis pada penderita dengan trombosit <10.000-
20.000/mm3. Bila terdapat infeksi, perdarahan, demam, maka diperlukan
transfusi pada kadar trombosit yang lebih tinggi.
3. Granulosit : tidak bermanfaat sebagai profilaksis. Dapat
dipertimbangkan pemberian 1 x 1010 neutrofil selama 4-7 hari pada infeksi
bakterial yang tidak berespon dengan pemberian antibiotik
4. Penanganan infeksi
5. Transplantasi sumsum tulang
Merupakan terapi terpilih untuk usia muda 9-40 tahun dengan anemi aplastik berat
dan HLA cocok
6. Imunosupresif
a. ATG (Anti Thymocyte Globulin)
Dosis : 10-20 mg/kgBB/hari, diberikan selama 4-6 jam dalam larutan NaCl
dengan filter selama 8-14 hari, lakukan skin test terlebih dahulu. Untuk
mencegah serum sickness, diberikan Prednison 40mg/m2/hari selama 2
minggu, kemudian dilakukan tappering off.
Efek samping: demam, menggigil, rash, trombositopenia, serum sickness,
hipotensi.
Catatan :
28
4. jika trombosit <50.000/mm3 sebelum dan sesudah ATG, perlu transfusi
suspensi trombosit
5. Jika ada serum sickness : metilprednisolon 10/mg/kgBB/hari IV atau
kortikosteroid yang setara
b. Cyclosporin A
Dosis : 3-7mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, penyesuaian dosis dilakukan setiap
minggu untuk mempertahankan kadar dalam darah 400-800 mg/ml.
Pengobatan diberikan minimal selama 3 bulan, bila ada respon, diteruskan
sampai respon maksimal, kemudian dosis diturunkan dalam beberapa bulan.
c. Kombinasi ATG dan Cyclosporin A
7. Stimulasi hematopoiesis dan regenerasi sumsum tulang
– rh GM-CSF (rekombinan Human Granulocyte-Macrophage Colony
Stimulating Factor)
– Androgen : testosteron/ metil testosteron ; 1-2 mg/kgBB/ hari
– Kortikosteroid : prednison 1-2 mg/kgBB/hari diberikan maksimum 3 bulan
J. Prognosis
Tergantung pada tingkatan hipoplasia, makin berat prognosis makin jelek.
Pada umumnya penderita meninggal karena infeksi, perdarahan atau akibat dari
komplikasi transfusi.
Prognosa dari anemia aplastik akan menjadi buruk bila ditemukan 2 dari 3
kriteria berupa jumlah neutrofil <500/uL, jumlah platelet <20,000/uL, and corrected
reticulocyte count <1% (atau absolute reticulocyte count <60,000/uL).
Perjalanan penyakit bervariasi, 25% penderita bertahan hidup selama 4 bulan,
25% selama 4-12 bulan, 35% selama lebih dari 1 tahun, 10-20% mengalami perbaikan
spontan (parsial/komplit)
BAB VI
Anemia Hemolitik
B. Patofisiologi
Defisiensi isozim piruvat kinase yang ditemukan dalam sel darah merah
menimbulkan anemia hemolitik. Piruvat kinase adalah enzim kunci dalam glikolisis.
30
Enzim ini mengkatalisis langkah akhir dan merupakan satu dari dua enzim yang
menghasilkan ATP. Defisiensi enzim ini pada sel darah merah menyebabkan
penimbunan zat antara glikolisis, termasuk 2,3-BPG. Peningkatan kadar 2,3-BPG
menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, dan secara parsial
mengkompensasi penurunan kemampuan darah mengangkut oksigen akibat
penurunan jumlah sel darah merah. Jumlah sel darah merah menurun karena
penurunan pembentukan ATP mempengaruhi pompa kation di membran sel. Ca2+
masuk ke dalam sel, sementara K+ dan H2O keluar dari sel. Sel eritrosit mengalami
dehidrasi dan difagositosis oleh sel-sel di limpa. Umur eritrosit jadi lebih memendek.
Seiring dengan penurunan jumlah eritrosit, jumlah retikulosit meningkat. Retikulosit
berkembang menjadi sel darah merah baru.5
Defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase dapat mengakibatkan anemia
hemolitik, hemolisis disebabkan oleh spesies oksigen reaktif. Selengkapnya dapat
dijelaskan pada gambar berikut :
Gambar 9 : Glikolisis
31
glukosa 6-fosfat dehidrogenase, infeksi, obat-obatan tertentu, dan glikosida
purin pada buncis fava.
5. Akibatnya terbentuk badan Heinz (kumpulan hemoglobin yang mengalami
pengikatan silang) pada membran sel dan menyebabkan sel mengalami stres
mekanis sewaktu sel mencoba untuk mengalir melalui kapiler yang sempit.
Kerja ROS pada membran sel serta sters mekanis akibat berkurangnya daya
lentur (deformabilitas) menimbulkan hemolisis.
Pendeknya usia sel darah merah tidak selalu menyebabkan anemia karena
adanya kompensasi dengan peningkatan sel darah merah oleh sumsum tulang. Jika
destruksi sel darah masih dalam kapasitas sumsum tulang untuk meningkatkan output,
maka akan terjadi suatu keadaan hemolitik tanpa anemia. Ini disebut sebagai
compensated haemolytic disease. Sumsum tulang bisa meningkatkan outputnya
sebanyak 6 hingga 8 kali lipat dengan meningkatkan proposi sel untuk eritropoiesis
(erythroid hyperplasia) dan dengan menambah volume untuk aktivitas sumsum
tulang. Ditambah dengan pelepasan prematur sel darah merah immatur (retikulosit).
Sel tersebut lebih besar dari sel yang matur dan mewarnai dengan biru muda pada
apus darah tepi. Hasil tersebut disebut sebagai polychromasia. Retikulosit dapat
dihitung secara akurat sebagai persentase dari semua sel darah merah pada apus darah
dengan menggunakan pewarnaan supravital untuk RNA residual. (cth; methylene
biru)
C. Lokasi Hemolisis
1. Hemolisis Ekstravaskular
Pada kebanyakan kondisi hemolitik, destruksi sel darah merah adalah di
ekstravaskular. Sel darah merah disingkirkan dari sirkulasi oleh makrofag di RES,
khususnya lien.
2. Hemolisis Intravaskular
Apabila sel darah merah terdestruksi dalam sirkulasi, hemoglobin terlepas dan
akan terikat pada haptoglobin plasma tetapi mengalami saturasi. Hb plasma bebas
yang banyak ini akan difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan masuk ke urin, walaupun
sebagian kecil direabsorbsi oleh tubulus renal. Dalam sel tubular renal, Hb pecah dan
terdeposit di sel sebagai haemosiderin. Sebagian Hb plasma yang bebas dioksidasi
menjadi methemoglobin, yang berpecah lagi menjadi globin dan ferrihaem.
32
Hemopexin plasma mengikat ferrihaem namun jika kapasitas pengikatannya melebihi
maka ferrihaem bersatu dengan albumin membentuk methaemalbumin. Hati berperan
penting dalam mengeliminasi Hb yang terikat dengan haptoglobin dan haemopexin
dan sisa Hb bebas.
C. Bukti hemolisis
Peningkatan destruksi sel darah merah menyebabkan;
4. peningkatan bilirubin serum (unconjugated)
5. kelebihan urobilinogen urin ( akibat pemecahan bilirubin di intestinal)
6. penurunan haptoglobin plasma
7. kenaikan LDH serum
Peningkatan produksi sel darah merah menyebabkan ;
1. retikulositosis
2. hiperplasia eritroid dari sumsum tulang
Pada beberapa anemia hemolitik terdapat sel darah merah abnormal seperti ;
1. sferosit
2. sickle sel
3. fragmen sel darah merah
F. Diagnosis Banding
- Anemia pernisiosa
- Anemia defisiensi Fe stadium awal
33
- Anemia pasca perdarahan masif
- Eritroleukemi
- Anemia aplastik
- Myelofibrosis
G. Terapi
1. Tergantung etiologi
a) Anemia Hemolitik autoimun :
- Glukokortikoid : Prednison 40 mg/m2 luas permukaan tubub
(LPT)/hari. Respon biasanya terlihat setelah 7 hari,
retikulosit meningkat, Hb meningkat 2-3 gr %/minggu.
Bila Hb sudah mencapai 10 gr%, dosis steroid dapat
diturunkan dalam 4-6 minggu sampi 20 mg/m2 LPT/bari;
kemudian diturunkan salam 3-4 bulan. Beberapa kasus
memerlukan prednison dosis pemeliharaan 5-10 mg selang
sehari
- Splenoktomi : pada kasus yang tidak berespon dengan
pemberian glukokortikoid
- Imunosupresif : pada kasus gagal steroid dan tidak
memungkinkan splenoktomi
- Azatioprin : 80 mg/m2/hari, atau
- Siklofosfamid : 60-75 mg/m2/hari
- Obat imunosupresif diberikan selama 6 bulan. kemudian
tappering off, biasanya dikombinasikan dengan Prednison 40
mg/m2 LPT/hari. Dosis prednison diturunkan bertahap dalam
waktu 3 bulan
- Obat imunosupresif intravena : 0,4 gr/kgBB/hari sampai 1
gr/kgBB/hari selama 5 hari
- Danazol : 600-800 mg/hari, bila ada respon, dosis diturunkan
menjadi 200-400 mg/hari.
- Diberikan bersama dengan Prednison.
- Plasmaferes’s
b) Obati penyakit dasar : SLE, infeksi, malaria, keganasan
c) Stop obat-obat yang diduga menjadi penyebab
d) Kelainan congenital, misalnya: Talasemia
34
• Transfusi berkala, pertahankan Hb 10 gr %
• Desferal untuk mencegah penumpukan besi :
• Diberikan bila serum Feritin mencapai 1000 μg/dL biasanya setelah
transfusi labu ke 12
• Dosis inisial 20 mg/kgBB, diberikan 8-12 jam infus SC di dinding
anterior abdomen, selama 5 hari/minggu.
• Diberikan bersama dengan 100-200 mg vitamin C per oral untuk
meningkatkan ekskresi Fe
• Pada keadaan pemunpukan Fe bcrat, terutama disertai komplikasi
jantung dan endokrin, deferoxamine diberikan 50 mg/kgBB secara infus
kontinue IV.
• Sferositosis herediter.
• Splenektomi, umur optimal 6-7 thn, Kl limfopeni, hipogamaglobulinemi
2. Bila perlu transfusi darah : washed red cell (pada hemolitik autoimun) atau
packed red cell
3. Pada hemolisis kronik diberikan Asam Folat 0,15-0,3 mg/hari untuk
mencegah krisis megaloblastik
4. HUS (Hemolytic Uremic Syndrome) :
Adanya Triad : Hemolitik mikroangiopati, trombositopeni, GGA
• Terapi suportif, perhatikan kesimbangan cairan, transfusi (pertahankan Hb 9 gr
%), jangan beri suspensi trombosit
• Dialisis
5. TTP (Thrombotic Thrombocytopenic Purpura)
Adanya pentad : gangguan neurologik, anemia hemolitik, trombositopenia.
gangguan fungsi ginjal, demam.
Terapi : Kortikosteroid, prednison 200 mg/hari atau metil prednisolon 0,75
mg/kg IV tiap 12 jam, bila tidak ada respon, dilakukan plasmaferesis denuan
FFP 3-4 L/hari
DAFTAR PUSTAKA
35
Adamson WJ et al, 2005, Anemia and Polycythemia in Harrison’s Principles of
Internal Medicine 16th edition ; NewYork : McGraw Hill.
Bakta I Made, dkk, 2006, Anemia Defisiensi Besi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI.
Cotran et al, 1999, Red Cell and Bleeding Disorders in Robbins Pathologic Basis Of
Disease 6th edition ; USA : Saunders.
Guyton and Hall, 1997, Sel-Sel Darah Merah, Anemia dan Polisitemia dalam Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran edisi IX, Jakarta : EGC.
Supandiman I dan Fadjari H, 2006, Anemia Pada Penyakit Kronis dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI.
Supandiman I dkk, 2003, Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi medik
; Bandung : Q Communication .
Widjanarko A dkk, 2006, Anemia Aplastik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI.
36