Você está na página 1de 10

4

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Sidat


2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi ikan sidat menurut Deelder (1984) adalah sebagai berikut:
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Vertebrata
: Teleostomi
: Anguilliformos
: Anguillidae
: Anguilla
: Anguilla sp.

2.1.2 Morfologi
Ikan sidat berbentuk menyerupai belut (eel-like) (Haryono dkk., 2008).
Ikan sidat memiliki sirip punggung, sirip ekor, sirip dubur dan sirip dada. Ikan
sidat tidak memiliki sirip perut. Sirip punggung dan sirip dubur ikan sidat
memanjang dan menyatu dengan sirip ekor (Sasongko dkk., 2007). Bagian tubuh
ikan sidat yang membedakan dari belut yaitu sirip dada yang relatif kecil dan
terletak tepat di belakang kepala (Haryono dkk., 2008). Warna kulit ikan sidat
yaitu coklat kehitaman dan sedikit memutih pada bagian perut (Sarwono, 2001).
Panjang tubuh ikan sidat dewasa (yellow eel) mencapai 30 cm (Tesch, 2003).

Gambar 1. Ikan Sidat


(Sumber: McCosker et al, 2003)

Larva ikan sidat (leptocephalus) memiliki bentuk tubuh pipih seperti daun
dan transparan. Panjang tubuh leptocephalus adalah lima milimeter (Haryono,
2004). Bentuk tubuh leptocephalus bermetamorfosis menjadi silinder namun
masih tembus pandang disebut sebagai glass eel. Glass eel berubah menjadi elver
dengan panjang tubuh lima centimeter (Napitupulu dkk., 2011). Larva ikan sidat
akan mengalami pigmentasi seiring dengan pertumbuhannya (Haryono, 2004).

2.1.3 Habitat dan Penyebaran Ikan Sidat (Anguilla sp.)


Ikan sidat merupakan ikan katadromus (Rusmaedi dkk., 2010). Ikan
katadromus adalah ikan yang tumbuh hingga dewasa di perairan tawar dan payau
kemudian memijah di lautan (Effendie, 1997). Pertumbuhan ikan sidat berada di
perairan tawar dan melakukan migrasi ke laut untuk melakukan pemijahan (Chino
and Arai, 2010). Ikan sidat memiliki habitat di bawah batu, celah dan gua serta
dalam sedimen berlumpur (Methling, 2013). Ikan sidat terdiri dari 18 spesies dan
penyebarannya sangat luas di dunia termasuk di wilayah tropis (Aoyama, 2009).

Gambar 2. Wilayah Penyebaran Ikan Sidat


(Sumber: Aoyama, 2009)

Ikan sidat tersebar di perairan barat Sumatera, selatan Pulau Jawa, Bali,
Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi, pantai timur
Kalimantan, Maluku dan Papua (Rusmaedi dkk., 2010). Beberapa spesies ikan
sidat yang terdapat di Indonesia diantaranya A. ancertralis, A. bicolor bicolor, A.
pacifica, A. borneoensis, A. celebesensis, A. mauritiana, dan A. marmorata
(Afandi, 2013).

2.1.4 Siklus Hidup Ikan Sidat


Ikan sidat tumbuh dan berkembang di perairan tawar kemudian melakukan
ruaya ke laut untuk memijah (Napitupulu dkk., 2011). Telur ikan sidat menetas
dalam waktu empat hingga lima hari (Haryono dkk., 2008). Telur menetas
menjadi larva disebut sebagai leptocephalus (Pusat Penyuluhan Kelautan dan
Perikanan, 2011). Leptocephalus berkembang menjadi glass eel (Haryono dkk.,
2008). Glass eel berbentuk silindris dan transparan (Methling, 2013). Glass eel
melakukan ruaya (migrasi) menuju muara (Aoyama, 2009). Larva ikan sidat
melakukan ruaya secara pasif mengikuti arus permukaan laut (Budiharjo, 2010).

Glass eel menuju ke muara sungai dan mulai menunjukkan pigmentasi


yang disebut sebagai elver (Methling, 2013). Ikan sidat stadia elver berada di
pantai atau muara sungai (Napitupulu dkk., 2011). Elver berkembang menjadi
ikan sidat dewasa di perairan tawar (Ikenoue dan Kafuku, 1983 dalam Mulyana,
2004). Ikan sidat dewasa disebut sebagai yellow eel berkembang menjadi silver
eel (matang gonad) dan beruaya ke laut untuk memijah (Napitupulu dkk., 2011).
Siklus hidup ikan sidat digambarkan oleh Dekker (2000) dalam Methling (2013)
pada Gambar 2.

Gambar 3. Siklus Hidup Ikan Sidat


(Sumber: Dekker, 2000 dalam Methling, 2013)

2.2 Teknik Budidaya Ikan Sidat (Anguilla sp.)


Budidaya ikan sidat hanya dilakukan dalam dua tahap yakni pendederan
dan pembesaran (Sasongko dkk., 2007). Hal tersebut dikarenakan benih ikan sidat
masih tergantung dari hasil penangkapan di alam (Sutrisno, 2008).

2.2.1 Pemilihan Lokasi Budidaya


Pemilihan lokasi ikan sidat, antara lain tidak berada di daerah banjir,
tekstur tanah liat berpasir atau tanah yang tidak porus. Lokasi yang paling tepat
untuk pemeliharaan sidat adalah daerah di sepanjang pantai (Sarwono, 2001).

2.2.2 Penangkapan Benih Ikan Sidat


Benih ikan sidat berasal dari penangkapan di alam (Sasongko dkk., 2007).
Penangkapan benih ikan sidat dilakukan pada malam hari dengan penerangan
lampu petromax (Haryono dkk., 2008). Daerah yang menjadi sumber
penangkapan benih ikan sidat di Indonesia diantaranya Pelabuhan RatuSukabumi, Segara Anakan-Cilacap, Padang dan Poso. Benih ikan sidat dapat
ditemukan dari bulan Oktober hingga Maret di Pelabuhan Ratu (Sasongko dkk.,
2007).

2.2.3 Pakan dan Kebiasaan Makan


Pakan akan menghasilkan energi untuk ikan sidat (Sutrisno, 2008). Ikan
sidat bersifat karnivora (Sasongko dkk., 2007). Benih ikan sidat menggunakan
hasil konsumsi pakannya untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
selanjutnya untuk pertumbuhan. Pakan alami berpengaruh terhadap pertumbuhan
benih ikan sidat (Sutrisno, 2008). Cacing sutera (Tubifex sp.) mudah untuk ditelan
dan ditangkap oleh benih ikan sidat sebagai makanannya. Intensitas makan pada
benih ikan sidat lebih tinggi di malam hari (Dou and Tsukamoto, 2003). Ikan sidat
merupakan ikan nokturnal (Fahmi, 2010).

Pemberian pakan bertujuan untuk menyediakan kebutuhan gizi ikan


(Herry, 2011). Pemberian pakan juga bertujuan untuk tercapainya pertumbuhan
ikan (Handajani dan Widodo, 2010). Pemberian pakan yang bermutu akan
membantu kecepatan pertumbuhan ikan (Sarwono, 2001).
Pemberian pakan disarankan menggunakan pakan alami berupa cacing
sutera atau pakan buatan bentuk pasta tanpa campuran pakan alami untuk
menghasilkan laju pertumbuhan tinggi (Arief dkk., 2011). Pakan buatan untuk
ikan sidat harus memiliki kadar protein tinggi yaitu kurang lebih 45 % (Affandi,
2005).

2.2.4 Kualitas Air


Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ikan.
Kualitas air yang diukur meliputi suhu, pH, oksigen terlarut dan amoniak yang
masih memenuhi persyaratan untuk budidaya ikan sidat (Arief dkk., 2011).
Lingkungan perairan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap keseimbangan
fisiologis ikan dan diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Perubahan atau
ketidak seimbangan lingkungan akan menimbulkan penyakit (Rovara, 2010).
Suhu dapat mempengaruhi perilaku dari ikan sidat (Bruijs and Durif,
2009). Suhu air mempengaruhi ikan sidat terhadap aktivitas makannya. Ikan sidat
tidak aktif, tidak nafsu makan dan tidak terjadi pertumbuhan pada suhu kurang
dari 12C. Suhu 23-30oC dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan nafsu
makan tinggi pada ikan sidat (Sarwono, 2001). Suhu 29-30 oC adalah suhu yang
tepat untuk memacu pertumbuhan benih ikan sidat (Rusmaedi dkk., 2010).

10

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) untuk budidaya ikan sidat yang


baik yaitu bernilai minimal empat miligram per liter (Sasongko dkk., 2007). DO
pada kisaran 5-6 mg/L dapat memacu pertumbuhan benih ikan sidat (Affandi dan
Suhenda, 2003 dalam Rusmaedi dkk., 2010). Nilai pH untuk budidaya ikan sidat
yaitu berkisar antara 7-7,5 (PPKP, 2011).
Salinitas di wilayah penangkapan glass eel yaitu 0 ppt (Ndobe, 2010).
Glass eel lebih cenderung untuk mencari perairan tawar (Tesch, 2003). Glass eel
ikan sidat (A. anguilla) dapat hidup pada salinitas 0 ppt selama 60 hari tanpa
makan dan hidup selama 37 hari pada salinitas 10 ppt (Fahmi, 2010). Ikan sidat
(Anguilla sp.) merupakan ikan katadromus (Budiharjo, 2010). Silver eel akan
mencari toleransi salinitas yang tepat di perairan tawar ketika sudah matang gonad
(Bruijs and Durif, 2009).
Tingginya kadar amoniak di perairan dapat menghambat pertumbuhan
ikan. Salah satu sumber amoniak di perairan dapat berasal dari sisa pakan atau
kotoran ikan (Sholeh, 2004). Kadar amoniak optimal untuk budidaya ikan sidat
maksimal bernilai 0,1 mg/l (Sasongko dkk., 2007).

2.2.5 Hama dan Penyakit


Hama yang sering menyerang ikan sidat dari stadia elver hingga dewasa
yaitu larva cybister (ucrit), linsang, ular sawah, dan tikus. Ucrit (larva cybister)
dapat menyerang stadia elver, linsang merupakan hewan nokturnal dan ular sawah
umumnya menyerang benih ikan sidat (Sasongko dkk., 2007).
Penyakit dapat disebabkan adanya tiga faktor yaitu kondisi tubuh ikan,
lingkungan kehidupan ikan dan pathogen (Sasongko dkk., 2007). Menurut

11

KEPMEN RI Nomor Kep./03/Men/2010 (2010), bakteri yang dapat menyerang


ikan sidat antara lain Edwardsiella tarda, E. ictaluri, Yersinia ruckeri,
Pseudomonas anguilliseptica dan Streptococcus iniae, serta parasit yang dapat
menyerang adalah Heterosphoris anguillarum.
Menurut Tesch (2003), jamur, bakteri dan parasit yang dapat menyebabkan
penyakit di ikan sidat antara lain Aeromonas sp., Argulus sp., Goezia sp.,
Ichthyophthirius

multifilis,

Myxidium

matsui,

Pseudodactylogyrus

sp.,

Pseudomonas sp. dan Saprolegnia parasitica.

2.2.6 Pemanenan
Pemanenan ikan sidat dibagi menjadi dua jenis yaitu pemanenan benih dan
ikan sidat konsumsi. Benih ikan sidat yang dijual digunakan untuk kegiatan
pembesaran (Napitupulu dkk., 2011). Ikan sidat ukuran konsumsi memiliki berat
tubuh sekitar 250-300 gram (Haryono dkk., 2008). Ikan sidat konsumsi yang laku
di pasar berukuran antara 120-200 gram dan beberapa konsumen lebih menyukai
ikan sidat berukuran lebih dari 500 gram (Sasongko dkk., 2007).

2.3 Kandungan Gizi Ikan Sidat (Anguilla sp.)


Ikan sidat (Anguilla bicolor) merupakan jenis ikan konsumsi yang
mempunyai nilai gizi cukup tinggi dan nilai komersial penting (Rachmawati dan
Susilo, 2011). Ikan sidat sangat digemari di banyak negara khususnya Jepang,
Cina, Jerman dan Perancis. Ikan sidat memiliki rasa yang lezat dan juga kaya
vitamin, protein, Decosahexaenoic Acid (DHA) dan Eicosapentanoic Acid (EPA)

12

(Rovara, 2010). Ikan sidat mengandung DHA sebanyak 1.337 mg/100 gram dan
kandungan EPA sebanyak 742 mg/100 gram (Baedah, 2010).
Kandungan vitamin A ikan sidat tujuh kali lebih banyak dari telur ayam
dan 45 kali dari susu sapi. Ikan sidat memiliki kandungan vitamin B2 lima kali
lebih tinggi dari susu sapi. Hati ikan sidat mengandung vitamin A sebesar 15.000
IU/100 g, lebih tinggi dari mentega yang hanya mencapai 1.900 IU/100 g
(Baedah, 2010).

2.4 Permasalahan dalam Budidaya Ikan Sidat (Anguilla sp.)


Jumlah produksi ikan sidat sangat tergantung dari jumlah benih yang ada
di alam (Sasongko dkk., 2007). Permasalahan di Jepang dan China dalam
pengembangan usaha budidaya terutama dari kurangnya benih ikan sidat yang
selama ini berasal dari alam (Rovara, 2010). Pengembangan budidaya masih
mengalami kendala karena ikan sidat belum dapat dilakukan pemijahan buatan.
Upaya penangkapan benih ikan sidat dikhawatirkan tidak terkendali dan
mengancam kelestariannya (Baedah, 2010).

2.5 Prospek Budidaya Ikan Sidat (Anguilla sp.)


Ikan sidat (Anguilla sp.) merupakan salah satu jenis ikan berekonomis
tinggi di pasar internasional seperti Jepang, Hongkong, Jerman dan Italia sehingga
memiliki potensi sebagai komoditas ekspor (Affandi, 2005). Ikan sidat dapat
menjadi peluang bisnis (Rovara, 2010).
Harga ikan sidat di pasar dapat mencapai Rp. 100.000,- hingga Rp.
300.000,- (DJPBKKP, 2012). Menurut Sasongko dkk. (2007), analisis usaha dapat

13

diperoleh dari pembesaran ikan sidat selama delapan bulan. Ikan sidat dijual
dengan harga Rp. 70.000,- per kilogram. Keuntungan yang diperoleh sejumlah
Rp. 31.752.000,- dari selisih dengan biaya pengeluaran sebanyak Rp. 38.248.000,sehingga didapatkan BEP (Break Even Point) produksi 546,4 kg (Sasongko dkk.,
2007).
Analisis usaha bertujuan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha.
Keuntungan suatu usaha akan diketahui setelah penerimaan hasil penjualan
produk dikurangi dengan harga pokok, biaya pemasaran dan biaya umum.
Keuntungan merupakan biaya pendapatan lebih besar dari total biaya produksi.
BEP (Break Even Point) atau titik impas merupakan suatu titik waktu dengan
value produksi tertentu terdapat keseimbangan antara biaya usaha keseluruhan
dengan penerimaan usaha (Soepranianondo dkk., 2013).

Você também pode gostar