Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
FRAKTUR TIBIA
A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusya kontinuitas jaringan tulang dan
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner and Suddarth,
2001).
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki. (E.
Oswari, 2011).
Fraktur Tibia adalah patah atau gangguan kontinuitas pada tulang tibia.
B. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur ada empat yang utama adalah :
1. Incomplit
Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang.
2. Complit
Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan
fragmen tulang biasanya berubah tempat atau bergeser (bergeser dari posisi
normal).
3. Tertutup (simple)
Fraktur tidak meluas dan tidak menyebabkan robekan pada kulit.
4. Terbuka (compound)
Fragmen tulang meluas melewati otot dan adanya perlukaan di kulit yang
terbagi menjadi 3 derajad :
Derajad 1 : luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak
ada tanda remuk, fraktur sederhana atau kominutif ringan dan
kontaminasi minimal.
Derajad 2 : laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak, tidak luas,
fraktur kominutif sedang, dan kontaminasi sedang.
Derajad 3 : terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas(struktur kulit, otot,
dan neurovaskuler) serta kontaminasi derajad tinggi.
C. Etiologi
imperfecta
(gangguan
congenital
yang
mempengaruhi
G. Penatalaksanaan
Konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu :
rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi /Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Yaitu upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Metode reduksi terbagi atas ;
Reduksi Tertutup ; dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang
ke posisinya
(ujung-ujungnya
saling
berhubungan).
traksi,
memutuskan
pins
(kawat)
kedalam tulang.
o Maintenance traksi merupakan lanjutan dari traksi,
kekuatan lanjutan dapat diberikan secara langsung pada
dengan
fiksasi
internal
dimana
tulang
di
terjaga
posisinya,
kemudian
dikaitkan
pada
menghindari
memungkinkan,harus
atropi
segera
atau
kontraktur.
dimulai
Bila
latihan-latihan
keadaan
untuk
sedemikian
tinggi
sehingga
menyumbat
arteri
di
pasif. Kalau hal ini berlangsung cukup lama dapat terjadi paralyse pada otototot ekstensor hallusis longus, ekstensor digitorum longus dan tibial anterior.
2. Komplikasi dalam waktu lama :
Malunion : Dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas).
Delayed Union : adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.
Non Union : merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Non union di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
J. Konsep Asuhan Keperawatan
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur ada berbagai
macam meliputi:
a. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris,
pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah
tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma lutut
berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya trauma angulasi akan
menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma
rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah
kecelakaan lalu lintas darat.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung.
Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami
osteomielitis akut dan kronik serta
penyembuhan tulang.
c Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik.
d. Pola kesehatan fungsional
1) Aktifitas/ Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena (mungkin
segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan
jaringan, nyeri)
2) Sirkulasi
a. Hipertensi ( kadang kadang terlihat sebagai respon nyeri atau
ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
b. Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
c. Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,pengisian
kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.
d. Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
3) Neurosensori
a. Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
b. Kebas/ kesemutan (parestesia)
c. Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit) Spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
d. Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
4) Nyeri / kenyamanan
a. Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada nyeri akibat
kerusakan syaraf .
b. Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
5) Keamanan
a. Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
b. Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba- tiba).
e) Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual,
aktivitas dipersional)
R/ : Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol
terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.
f) Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.
R/ :Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
g) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
R/ :Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri
baik secara sentral maupun perifer.
2) Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah
(cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
Tujuan
: Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik
Kriteria
: Akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara
aktif.
Intervensi :
a) Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan
jari/sendi distal cedera.
R/ : Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.
b) Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu
ketat.
R/ : Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian
keketatan bebat/spalk
c) Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada
kontraindikasi adanya sindroma kompartemen
R/ : Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada
adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan
perfusi.
d) Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.
R/ : Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan
trombus vena.
e) Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan
kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.
R/ : Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi
sesuai keadaan klien.
3) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,
perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi
Kriteria : Tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas
normal
Intervensi :
telah
menunjukkan
keberhasilan
untuk
penyembuhan
sesuai
indikasi,
mencapai
DAFTAR PUSTAKA
E. Oswari, 2011, Bedah dan Perawatannya, cetakan VI, Jakarta.
Keliat Anna Budi, SKp, MSC,2010, Proses Keperawatan, penerbit EGC, Jakarta.
Mariylnn E. Doenges, at all 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi III, penerbit EGC,
Jakarta.
Priharjo Rasional, 2009, Perawatan Nyeri Untuk Paramedis, edisi revisi penerbit EGC,
Jakarta.
Rasjad Chaeruddin, Ph. D. Prof, 2009, Ilmu Bedah Orthopedi, cetakan IV, penerbit Bintang
Lamumpatue, Makassar