Você está na página 1de 15

RANCANG BANGUN MESIN PEMOTONG KACA BENTUK

SILINDER DENGAN MEKANISME ENGINE LATHE


Abdul azis musyifik 1) Muhammad Anang Fachrudin 2) Ir.Nur Husodo, M.Sc 3)
1

(Program Studi D3 Teknik Mesin Produksi Kerjasama FTI-ITS Surabaya Disnakertransduk Prov. Jawa
Timur
Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111)

Abstrak : Selama ini proses permesinan kaca hanya terbatas pada skala micro saja, terutama untuk proses
manufakturing. Sebagai material yang getas, sifat ketermesinan (machinability) kaca sangat rendah karena nilai
fracture toughnessnya yang rendah Itu sebabnya maka proses pemesinan jarang diterapkan pada kaca. Namun
demikian proses permesinan dilakukan sehingga dapat memotong kaca yang berbentuk silinder (botol) untuk
sebuah komponen filtrasi biogas, gelas laboratorium.
Mesin pemotong kaca silinder dirancang dengan dasar perhitungan gaya awal potong dan menentukan
putaran spindle. Akan diperlukan juga perhitungan besar gaya yang terjadi dan daya yang dibutuhkan untuk
menggerakkan mesin ini : belt, pulley, gigi, poros, spindle, bearing. Kemudian dilakukan pengujian pada proses
menggunakan heat treatment untuk mengetahui besar kapasitas mesin.
Dari hasil perhitungan, dibutuhkan putaran 22 rpm untuk menggerakkan spindlel, gaya potong 8,75 N dan
kapasitas mesin sebesar 24 botol/jam pemotongan menggunakan heat treatment.
Kata kunci: Kaca silinder (Botol kaca), belt, pulley, roda gigi, poros, spindle, bearing, dan rangka utama.

Abstrack : During the machining process the glass is confined to only the micro scale, especially for the
manufacturing process. As the material is brittle, ketermesinan properties (machinability) glass is very low due to
the low value of fracture toughnessnya That's why the machining process is rarely applied to the glass. So it can be
a process of cutting a cylindrical glass (bottle) for a biogas filtration components, laboratory glasswar, etc.
Cylindrical glass cutting machine is designed with the basic use of force calculations and determine the
initial piece spindle rotation. So it will be necessary also large calculations occur style and power needed to drive
these machines: belt, pulleys, gears, shafts, spindles, bearings.
From the calculation, it takes round 22 to move spindlel rpm, cutting force of 8.75 N and the engine capacity
of 24 bottles / hour for cutting using heat treatment
Keywords:Cylinder glass (Glass bottle), belt, pulley, gears, shafts, spindles, bearings, and main frame.

I.PENDAHULUAN
Kaca banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari terutama untuk peralatan optik dan biochips akan
tetapi proses fabrikasi kaca sangat terbatas, terutama untuk proses-proses manufaktur seperti proses permesinan hal
ini dikarenakan sifat kaca yang getas yang menjadi penyebabnya. Selama ini proses untuk manufaktur kaca
menggunakan proses chemical etching, namun prosesnya berlangsung cukup lama dan zat kimia yang digunakan
perlu penanganan yang khusus agar tidak mencemari lingkungan ketika dibuang. Sehingga butuh biaya lebih untuk
hal tersebut. Belum lagi bahaya laten yang ditimbulkan oleh zat kimia tersebut bagi kesehatan operator (Kauppinen,
2002).
Kaca silinder sangat mempunyai banyak kegunaan. Diantaranya yaitu biasanya digunakan sebagai bahan
baku serat optik dan lampu berbahan serat optik. Hasil lampu yang dibuat dari material kaca ini ternyata sangat
bagus, karena jenis kaca ini memiliki permukaan yang transparan sehingga pemancaran cahaya dapat terjadi dengan
baik. Kaca ini juga sering dipakai untuk keperluan alat-alat di laboratorium kimia. Sebagai material yang getas, sifat
ketermesinan (machinability) kaca sangat rendah karena nilai fracture toughnessnya yang rendah. Kekuatan fracture
(fracture strength) kaca lebih rendah dari kekuatan luluhnya (yield strenghth). Ketika kaca diberi beban tarik atau
tekuk pada suhu kamar, maka kaca akan hancur sebelum terjadi deformasi plastis. Itu sebabnya maka proses
pemesinan jarang diterapkan pada kaca, khususnya kaca berbentuk silinder seperti botol.
Pada penelitian sebelumnya, Setiadi, Dika Fajar Pratama (2012) telah melakukan penelitian tentang proses
permesinan bubut pada kaca, mereka menyimpulkan bahwa selama ini proses permesinan kaca juga hanya terbatas
pada skala micro saja, sangat jarang proses permesinan kaca dilakukan pada skala macro, hal ini juga tak bisa

dipungkiri karena anggapan masyarakat yang tidak yakin bahwa pada kaca bisa dilakukan proses permesinan pada
skala macromachining, mereka beranggapan bahwa hasil yang diperoleh dengan menggunakan proses permesinan
pada skala macro akan menghasilkan kekasaran permukaan yang tidak bagus.
Berdasarkan hal tersebut, akan dirancang dan diwujudkan sebuah alat pemotong kaca silinder dengan
sistem penggerak motor yang nantinya akan menggunakan perhitungan gerak makan dan gerak potong, serta dapat
menentukan variasi ukuran botol yang akan dipotong oleh mesin ini. Perancangan ini diharapkan mampu
memperbaiki kekurangan yang ada pada penelitian proses permesinan bubut pada kaca yang selama ini dirasa masih
memiliki kelemahan pada proses perautannya serta dapat meningkatkan nilai tambah dari sebuah kaca silinder
seperti botol kaca bekas.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1

Botol
Pengertian Kaca
Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia, arti botol merupakan sebuah wadah untuk benda cair yang
berleher sempit dan biasanya dibuat dari kaca atau plastik. Secara khusus botol kaca berasal dari SiO2 sebesar 73%,
Na2O 14%, CaO 11%, dan Al 2O3 1%. Bahan-bahan tersebut dicampur dan mengalami proses peleburan dengan T =
1500, kemudian proses yang terakhir adalah proses pembentukan wadah botol kaca sehingga menjadi botol kaca
yang digunakan untuk wadah oleh masyarakat saat ini. Botol kaca mempunyai keunggulan dibandingkan botol
dengan bahan yang lainnya yaitu, dapat tahan terhadap kelembapan, gas, dan miroorganisme, tidak bereaksi dan
bermigrasi ke dalam produk makanan, cocok untuk proses pemanasan ketika ditutup secara sistematik, dan dapat
digunakan kembali dan saat di daur ulang. Selain mempunyai keunggulan botol kaca memilik kelemahan yaitu,
lebih berat, memiliki ketahanan retak dan thermal shock yang lebih rendah dibandingkan dengan material lain,
meiliki dimensi lebih besar dan berpotensi menimbulkan bahaya seirus akibat serpihan botol kaca.
2.1.2
Sejarah Botol
Tidak dapat dipungkiri di seluruh dunia, setiap rumah tangga memerlukan botol gelas dan botol kaca
sebagai wadah untuk benda cair. Kaca pertama kali muncul sekitar 7000 SM Manik yang terbuat dari kaca alami
seperti obsidian, batu kristal, batu akik, atau onyx. Botol gelas pertama diproduksi sekitar 1500 SM. Botol kaca
Amerika dan industri kaca lahir pada tahun 1600-an ketika pemukiman di Jamestown yang membangun tungku
peleburan kaca pertama. Botol kaca yang mahal sebagai industri mengandalkan peniupan kaca individu. Penemuan
mesin botol peniup kaca otomatis pada tahun 1903 berubah menjadi produk komoditas itu yang digunakan sampai
hari ini. Sekarang sudah mungkin untuk memproduksi botol kaca secara massal dan botol kaca yang merupakan
ketinggian seragam, berat, dan kapasitas. Garis produksi sangat otomatis dari era modern mampu menghasilkan
lebih dari 1.000.000 botol sehari..
2.2
2.2.1

Rumus Perhitungan Gaya


Gaya Potong
Gaya potong untuk memotong sebuah kaca berbentuk silinder (misalnya botol kaca bekas) tidak seperti
gaya potong pada sebuah baja, untuk memotong sebuah kaca hanya diperlukan goressan pada permukaan kaca
secara melingkar. Kaarena sifat kaca yang getas dan mudah pecah sehingga tidak diperlukan gaya potong yang
besar. Nilai kuat tekan kaca hanya sebatas 70 Mpa bisa dilihat pada tabel 2.1

Fc b.h.w

dimana:
h
w

= kedalaman potong (mm)


= lebar pahat (mm)

b = nilai kuat tekan kaca

2.2.2

2.2.3

Torsi
Untuk mengetahui torsi yang dibutuhkan digunakan rumus berikut :
T = Fc . r
Dimana :
r = jari-jari pahat
Daya Pemotongan Botol
Untuk mengetahui besar daya pemotongan botol dihitung menggunakan rumus:

2.2.4

T.n
7, 620

Dimana:
T = Torsi
n = putaran
Daya Motor Yang Dibutuhkan
Daya motor yang dibutuhkan agar motor bekerja sesuai keinginan dipergunakan rumus:
P
Pd
k.b. g
Dimana :

effisiensi kopling
effisiensi bearing

effisiensi gearbox
Perencanaan Belt dan Pulley
Belt termasuk alat pemindah daya yang cukup sederhana dibandingkan dengan rantai dan roda gigi. Belt
terpasang pada dua buah pulley atau lebih, pulley pertama sebagai penggerak sedangkan pulley kedua sebagai pulley
yang digerakkan.
Bila dilihat dari bentuk penampangnya, secara umum belt dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : Belt datar
atau Flat belt dan Belt-V atau V-belt, namun ada juga jenis belt yang berpenampang lingkaran misalnya starrope dan
superstarrope, juga ada yang permukaannya bergerigi atau gilir, misalnya timing belt.
Sebagian besar belt yang digunakan adalah V-belt karena mudah penanganannya dan harganya murah.
Kecepatan belt dapat direncanakan 10 s/d 20 m/s (pada umumnya), dan maksimum bisa 25 m/s. Daya maksimum
yang dapat ditransmisikan bisa mencapai 500 kW atau 670 HP.
2.3.1
Komponen-Komponen Transmisi dengan Belt
2.3.1.1 Belt
Transmisi dengan belt mempunyai beberapa kelebihan antara lain adalah : jangkauan atau cakupan dayanya
yang baik dari daya kecil sampai besar, mempunyai umur-pakai yang layak, mudah pemasangannya, mampu
terhadap fatique strength dan harganya yang murah.
Belt dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk penampangnya, perencanaan, bahan dan cara
pembuatannya. Bentuk penampang belt sangat berpengaruh terhadap perencanaan pule dan peralatan lainnya,
macam-macam bentuk penampang belt adalah :
1. Bentuk tali
Terbuat dari kulit dan cotton, secara luas dipakai untuk pemindahan daya yang besar dan jarak yang jauh.
Kekurangan dari bentuk ini adalah diperlukan unit pressure yang tinggi pada pule-nya dan cepat sekali aus balik
pada talinya maupun pada alur pulenya.
2. Bentuk datar (Flat Belt)
Dipakai secara luas untuk transmisi mesin-mesin industri, dan dibuat dengan macam-macam tingkat
ketebalan (15-500) mm, dan juga dibuat dengan berbagai macam ukuran dan bahan. Empat tipe bahan yang sudah
distandarkan adalah : kulit, karet, cotton yang dianyam dan wool yang dianyam.
3. Bentuk V (V-belt)
Banyak dipakai, terutama pada mesin mobil, pada pompa, kompresor dan sebagainya. Bentuk ini lebih
mampu memindahkan daya dari pada flat belt karena slip yang terjadi lebih kecil, karena mempunyai bidang gesek
pada bagian sisi-sisinya.
4. Bentuk-bentuk lain
Selain bentuk penampang lingkaran, datar dan V, juga ada bentuk lain, misalnya bergerigi atau bentukbentuk lainnya.
2.3

Setiap busur dari V-belt mampu memindahkan daya sebesar 3 kali kemampuan belt datar, ini adalah
keuntungan utama dari V-belt. Keuntungan ini diikuti oleh kelemahan, yaitu bertambahnya unit pressure (tekanan
per satuan luas) dengan bertambahnya unit pressure ini akan menyebabkan gesekan bertambah besar sehingga lebih
cepat aus.
2.3.1.2 Pule
Pule untuk belt mempunyai beberapa bagian, yaitu rim roda tempat belt, spokes ruji-ruji atau bentuk
lempengan, rimnya. Bentuk rim disesuaikan dengan tipe belt dan kondisi operasional.
Pule untuk V-belt
Bentuk dan jumlah alur berdasarkan ukuran dan jumlah belt. Ukuran groovenya diharapkan menjaga agar
belt pada bagian bawahnya tidak saling bersentuhan atau terlalu berjulur keluar.
2.3.1.3 Daya yang Ditransmisikan
Belt berputar dengan kecepatan keliling v (m/s), sambil memindahkan beban sebesar Fe (kgf), maka daya
yang ditransmisikan dalam satuan kW sebesar:
Dengan melihat adanya kehilangan daya sebesar LT, maka efisiensi transmisi sistem belt (tanpa
memperhatikan tahanan udara dan gesekan pada bantalannya adalah :

Fe . v

F e . v + LT

dimana :
= 0,96 untuk V-belt
2.3.2
Perencanaan Sistem transmisi dengan V-Belt
2.3.2.1 Daya dan Momen Perencanaan
Supaya hasil perencanaan aman, maka besarnya daya dan momen untuk perencanaan dinaikkan sedikit dari
daya yang ditransmisikan (P), yang disebut dengan daya perencanaan atau daya desain (Pd) yang dapat dinyatakan
dengan persamaan :
Pd = fc.P
(2-11)
Dimana : fc = faktor koreksi (Tabel)
Hubungan antara daya dan torsi rumusnya dapat dilihat dibawah ini : (Sularso, 2000 : 7)
T = 9,74.105

Pd
n

(2-10)

Dimana : T = Torsi , kg.mm


Pd = Daya, kW
2.3.2.2 Pemilihan Belt
Belt dipilih berdasarkan daya desain (Pd) dan putaran pule yang kecil (nmin), dengan menggunakan Gambar
2.4 maka jenis belt yang sesuai akan diperoleh.
Misalnya digunakan cara pertama yaitu dengan menggunakan gambar 2.4, maka setelah diperoleh jenis
beltnya, tulis data-data belt tersebut, misalnya lebar (b), tebal (h) dan luas (A), data-data ini akan dipakai untuk
perhitungan selanjutnya. Panjang belt belum bisa dihitung, karena harus menunggu perhitungan/pemilihan diameter
pule.
Untuk memilih atau menghitung besarnya diameter pule, dapat menggunakan rumus perbandingan putaran
(i). Bila rangkakan diabaikan, maka rumus yang dipakai adalah persamaan (2-6a), sedangkan bila rangkakan tidak
diabaikan maka persamaan yang dipakai adalah persamaan (2-6b).
i=

n1
n2

D2
D1

i=

n1
n2

D2
D1

(1+)

Dimana : D = diameter pule


= koefisien rangkaan (1 s/d 2) , (Sularso, 2004:186)
2.3.3
Perhitungan Tarikan pada Belt
Ketika belt sedang bekerja, belt mengalami tarikan, yang paling besar terjadi pada posisi belt yang sedang
melingkar pada pulley penggerak. Distribusi tarikannya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Hubungan antara F1, F2, koefisien gesek (f) dan sudut-kontak () secara analitis fleksibilitas belt yang
melingkar pada pulley, dapat dinyatakan dengan persamaan dibawah ini (Dobrovolsky, 1985 : 204)

F1
F2

= ef. = m

(2-12)

Fe = F1 F2
Dimana : Fe
f

(2-13)

= Gaya efektif, selisih antara F1 dan F2


= koefisien gesek, nilainya dipengaruhi oleh
temperatur kerja dan creep, diasumsikan
konstan.

m
F1

= hanya sebagai lambang saja untuk menyingkat.


= Gaya tarik belt pada bagian yang kencang
(besar)
F2 = Gaya tarik belt pada bagian yang kendor (kecil)
Dari persamaan tersebut terlihat bahwa tegangan untuk memindahkan beban ( d) akan bertambah
sebanding dengan tegangan awal ( 0). Bila tegangan awal bertambah melebihi harga yang diinginkan menyebabkan
belt lebih cepat kendur sehingga kemampuan tariknya akan turun, dapat menyebabkan putusnya belt.
Tarikan pada belt juga dipengaruhi oleh tegangan dan tekanan persatuan luas (unit pressure) belt pada
pulenya. Efek ini dapat dirumuskan :
do = a w

h
D

(2-14)

Dimana : a dan w adalah konstanta yang dapat dicari secara eksperimen dapat dilihat pada tabel 2.3 dan tabel 2.4
Setelah mendapatkan harga do dengan persamaan (2-17) dan harga d dengan persamaan (2-16) maka akan
dapat dihitumg harga lebar belt (b) dengan rumus bahwa tegangan untuk mentransmisikan daya sama dengan gaya
efektif dibagi dengan luas penampang yang sudah dibahas didepan. Harga lebar belt yang didapat dari rumus ini
tidak menyimpang jauh dengan harga dari tabel.
d =

Fe
A

Fe
b .h

(2-18)

Dalam perencanaan belt, secara praktis biasanya terlebih dahulu ditentukan dulu tipe dari belt, sehingga
didapatkan harga a dan w dari tabel, kemudian menghitung harga do dan d.
Besarnya kecepatan linier atau kecepatan keliling pule pertama dan pule kedua dapat dinyatakan dengan
rumus :
v1 =

( D 1 +h ) . n2
60.100

dan v2 =

( D 2 +h ) . n2
60.100

Dimana : v = kecepatan linier (keliling), m/s


h = tebal belt, cm
D = diameter pule, cm
n = putaran pule, rpm
2.3.4

Perhitungan Beban pada Poros Pule


Gaya yang diterima oleh poros dari pule, sesuai dengan besarnya tarikan dan arahnya berimpit dengan belt
pada kedua sisi pule.

Besarnya gaya resultan R atau FR yang bekerja pada poros.


FR =

( F ) +(F )
2

(2-15)

2.3.5

Perhitungan Umur Belt (Calculating Belt Service Life)


Dalam operasional yang normal pemeriksaan terhadap belt ditunjukkan pada pemeriksaan keausan pada
serat-serat beltnya, yang timbul akibat adanya beban yang bervariasi, panas atau akibat kerugian daya (belt losses).
Sebenarnya banyak faktor yang dapat mempengaruhi umur belt, namun yang terpenting adalah tegangan berulang
(cycles stress) dan timbulnya panas.
Perubahan tegangan yang terbesar terjadi pada saat belt mulai memasuki pule penggerak. Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa bila belt bekerja dalam satu putaran akan terjadi perubahan beberapa kali, setiap kali terjadi
perubahan tegangan, inilah yang dapat mempengaruhi umur belt. Oleh karena itu sebagai dasar perhitungannya,
dipakai basis endurance limit (fatique limit) atau tegangan kelelahan. (Dobrovolsky, 1985;238)
Umur belt dapat dihitung dengan rumus umum sebagai berikut :
mmax.3600.u.X.H = mfat.Nbase

H=

N base
3600. u . X

fat
max

( )

(2-16)

Dimana :
H
= umur belt (jam)
Nbase
= basis dari fatique test, yaitu 107 cycle
fat
= fatique limit atau endurance limit yang
berhubungan dengan Nbase dapat dicari dari
fatique curve
max
u

= tegangan maksimum yang timbul


= jumlah putaran per detik, atau sama dengan v/L
(v = kecepatan, m/s dan L = panjang belt, m)
= jumlah pule yang berputar

X
Poros
Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin. Hampir semua mesin meneruskan
tenaga bersama-sama dengan putaran. Peranan utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros. Pada
penelitihan sebelumnya Setiadi, Dika Fajar Pratama (2012) mengatakan bahwa hasil penelitian ini menunjukan
kondisi permukaan yang terbaik diperoleh ketika proses permesinan kaca dengan radius nose pahat 5 mm, pada
kecepatan spindle 30 rpm, kedalaman potong 0,5 mm dan kondisi permesinan menggunakan dromus.
2.4.1
Hal - Hal Penting Dalam Perencanaan Poros
Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan :
1. Kekuatan Poros
Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau gabungan antara puntir dan
lentur seperti telah diutarakan di atas. Juga ada poros yang mendapat beban tarik atau tekan seperti poros
baling-baling kapal atau turbin, dan lain-lain.
Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros diperkecil (poros
bertangga) atau bila poros mempunyai alur pasak, harus diperhatikan.
2. Kekakuan Poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup tetapi jika lenturan atau defleksi puntirnya
terlalu besar akan mengakibatkan ketidak-telitian (pada mesin perkakas) atau getaran dan suara (misalnya,
pada turbin dan kotak roda gigi).
3. Putaran Kritis
Bila putaran mesin dinaikkan, maka pada suatu harga tertentu akan timbul getaran yang cukup besar.
Putaran yang menghasilkan getaran yang besar tersebut disebut putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada:
2.4

turbin, motor bakar, motor listrik dan sebagainya. Jika mungkin poros harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga putaran kerja poros lebih rendah dari putaran kritisnya.
4. Korosi
Bahan-bahan tahan korosi harus dipilih untuk propeler, pompa bila terjadi kontak dengan media yang
korosif. Demikian pula untuk poros yang terjadi kavitasi dan poros mesin yang sering berhenti lama.
2.4.2
Poros Dengan Beban Puntir dan Lentur
Poros pada umumnya meneruskan daya melalui belt, roda gigi, rantai dan sebagainya. Dengan demikian
poros tersebut mendapatkan beban puntir dan lentur, sehingga pada permukaan poros terjadi tegangan geser karena
momen puntir dan tegangan tarik karena momen lentur.
Poros dengan beban puntir
Hal-hal yang perlu diperhatikan akan diuraikan seperti di bawah ini.
Pertama kali, ambillah suatu kasus dimana daya P (kW) harus ditransmisikan dan putaran poros n1 (rpm)
diberikan. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan terhadap gaya P tersebut. Jika P adalah daya rata-ratayang
perlu dilakukan, maka harus dibagi dengan efisiensi mekanis dari sistem transmisi untuk mendapatkan daya
penggerak mula yang diperlukan. Daya yang besar mungkin diperlukan pada saat start, atau mungkin beban yang
besar terus bekerja setelah start. Dengan demikian sering kali diperlukan koreksi pada daya rata-rata yang
diperlukan dengan menggunakan faktor pada perencanaan.
Jika daya yang diberikan dalam daya kuda (HP), maka harus dikalikan dengan 0,735 untuk mendapatkan
daya dalam kW. Jika momen puntir sebagai momen rencana adalah T (kg.mm), maka untuk mencari momen torsi,
persamaan diatas menjadi :

105

T = 9,74x

Pd
n1

(2-17)

Dimana :
T
= Momen puntir perencanaan (kg.mm)
Pd
= Daya perencanaan (kW)
n1
= Putaran (rpm)
Dengan memasukkan persamaan momen bending dan momen lentur, tegangan maksimum untuk poros
pejal :

max =

16. Mb 2 16. Mt 2
(
) +(
)
. d3
. d3

(2-18)

Syarat perencanaan adalah tegangan maksimum yang terjadi harus lebih kecil daripada tegangan ijin,
sehingga :

16. Mb 2 16. Mt 2
(
) +(
)
3
3
.d
.d

S yp
AK

16. AK 2
(
) .( Mb2 + Mt 2)
. S yp

(2-19)

Keterangan :
Syp = Kekuatan bahan terhadap tegangan geser
AK = Angka keamanan
2.5
Bearing (Bantalan)
Bearing merupakan elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolakbaliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan panjang umur. Seperti pada gambar 2.7. Bearing harus cukup
kokoh agar poros serta elemen-elemen mesin dapat bekerja dengan baik. Jika bearing tidak berfungsi dengan baik,
maka kemampuan seluruh sistem akan menurun atau tidak bekerja dengan semestinya. Jadi, bearing dalam
pemesinan dapat disamakan peranannya dengan pondasi pada gedung.
2.5.1
Klasifikasi Bearing

Bearing dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


1. Atas dasar gerakan bearing terhadap poros
a. Bearing luncur
Pada bearing ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bearing karena permukaan poros ditumpu
oleh permukaan bearing dengan perantaraan lapisan pelumas.
b. Bearing gelinding
Pada bearing ini terjadi gesekan gelinding antara bagian-bagian yang berputar dengan yang diam
melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau jarum, dan rol bulat.
2. Atas dasar arah beban terhadap poros
a. Bearing radial
Arah beban yang ditumpu bearing ini adalah tegak lurus dengan sumbu poros.
b. Bearing axial
Arah beban bearing ini sejajar dengan sumbu poros.
c. Bearing radial-axial
Bearing ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus sumbu poros.
Oleh karena pembebanan bearing yang tidak ringan maka bahan bearing harus tahan karat, kuat,
mempunyai koefisien gesek rendah dan mampu bekerja pada temperatur tinggi. Proses pemilihan bearing
dipengaruhi oleh pemakaian, lokasi dan macam.
Dalam pemilihan bantalan perlu mempertimbangkan gaya atau beban yang bekerja pada bearing dimana
kekuatan bahan bearing harus lebih besar daripada beban yang mengenai bearing tersebut. Beban yang diterima oleh
bearing biasanya adalah beban aksial dan radial yang konstan yang bekerja pada bearing dengan ring dalam yang
berputar dan ring luar tetap (diam).
2.5.2
Perencanaan Bearing
Dalam perencanaan ini akan digunakan jenis bearing gelinding (rolling bearing) karena bearing ini mampu
menerima beban aksial maupun radial relatif besar. Bearing gelinding umumnya lebih cocok untuk beban kecil
daripada bearing luncur. Tergantung dari pada bentuk elemen gelindingnya. Putaran pada bearing ini dibatasi oleh
gaya sentrifugal yang timbul pada elemen gelinding tersebut. Karena konstruksinya yang sukar dan ketelitiannya
yang tinggi, maka bearing gelinding hanya dibuat di pabrik-pabrik tertentu.
Keunggulan bearing ini adalah gaya geseknya yang sangat rendah, pelumasnya sangat sederhana, cukup
dengan gemuk (steand pead), bahkan pada jenis yang memakai sil sendiri tidak perlu memakai pelumas lagi. Pada
waktu memilih bearing ciri masing-masing harus dipertimbangkan sesuai dengan pemakaiannya, lokasi dan macam
beban yang dialami.
2.5.3
Beban Ekivalen pada Bearing
Beban ekivalen adalah beban radial yang konstan yang bekerja pada bantalan dengan ring dalam yang
berputar dan ring luar yang tetap, dan akan memberikan umur yang sama, seperti bila bearing bekerja dengan
kondisi nyata untuk beban dan putaran yang sama.
Beban ekivalen pada bearing adalah :
P = V. Fr
Dimana :
P
Fr
V

(2-20)

= Beban ekivalen (kgf)


= Beban Radial (kgf)
= Faktor putaran konstanta
= 1,0 untuk ring dalam yang berputar
= 1,2 untuk ring luar yang berputar
2.5.4
Prediksi Umur Bearing
Dalam memilih bearing gelinding, umur bearing sangat perlu diperhatikan. Ada beberapa definisi
mengenai umur bearing, yaitu :
1. Umur (Life)
Didefinisikan sebagai jumlah perputaran yang dapat dicapai dari bearing sebelum mengalami
kerusakan atau kegagalan yang pertama pada masing-masing elemennya seperti roll atau bola atau
ring.
2. Umur berdasarkan kepercayaan (Rating Life)

Didefinisikan sebagai umur yang dicapai berdasarkan kepercayaan (reliability) 90% berarti dianggap
10% kegagalan dari jumlah perputaran. Umur ini disimbolkan denga L10 dalam jumlah perputaran atau
L10h dengan satuan jam dengan anggapan putarannya konstan.
Basis kemampuan menerima beban (Basic Load Rating)
Disebut juga dengan basic load rating (beban dinamik) diartikan sebagai beban yang mampu diterima
dalam keadaan dinamis berputar dengan jumlah putaran konstan 10 6 putaran dengan ring luar tetap dan
ring dalam yang berputar.
Kemampuan menerima beban statis (Basic Static Load Rating)
Didefinisikan sebagai jumlah beban radial yang mempunyai hubungan dengan defleksi total yang
terjadi secara permanen pada elemen-elemen bearingnya, yang diberikan tekanan, disimbolkan dengan
C0.

3.

4.

Umur dari bearing dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini:

C
106
B
L10 = ( P )
60. n
Dimana :
L10
P
C
B

(2-21)

= Umur bearing (jam kerja)


= Beban ekivalen (kgf)
= Beban dinamis (kgf)
= Konstanta tergantung tipe bearing
= 3,0 untuk bearing bola
= 10/3 untuk bearing roll
n
= Jumlah putaran (rpm)
2.6
Perencanaan pasak
Pasak adalah bagian elemen mesin yang berfungsi untuk menyambung dan juga untuk menjaga hubungan
putaran relatif antara poros dengan peralatan mesin yang lain.
Distribusi tegangannya dapat terjadi, sehingga dalam perhitungan tegangan disarankan menggunakan faktor
keamanan sebagai berikut :
a. N = 1 untuk torsi yang tetap atau konstan
b. N = 2,5 untuk beban kejut kecil atau rendah
c. N = 4,5untuk beban kejut yang besar terutama dengan bolak balik.
Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya antara 25% sampai 30 % dari diameter poros, dan panjang
pasak jangan terlalu panjang dibandingkan dengan diameter poros, yaitu antara 0,75 s/d 1,5 kali dameternya. Pasak
mempunyai standardisasi yang sesuai dengan desain yang dibutuhkan.
2.7.1
Gaya yang bekerja pada pasak
Pada perencanaan alat ini, pasak yang digunakan adalah pasak datar segi empat. Pasak tipe ini umumnya
mempunyai domensi lebar (W) dan tinggi (H) yang besarnya sama dan kira-kira sama dengan 0,25 diameter poros.
Dari tinggi sebesar H tersebut setengahnya masuk kedalam hub. Bila pasak berputar dengan torsi sebesar T, maka
akan menghasilkan gaya yang bekerja pada diameter luar poros dan gaya inilah yang akan bekerja pada pasak.

D
2

T
r

2 T
D

(kgf)......(2.34)

Dimana :
F
= Gaya pada pasak
T
= Torsi

(kgf)
(kgf. mm)

D
r
2.7.2

= Diameter
(mm)
= Jari-jari
(mm)
Perhitungan berdasarkan tegangan geser
Perhitungan tegangan geser dihitung menggunakan rumus berikut:

F
AS

F
W L

2 T
D W L

Dimana :
s
= Tegangan geser
F
= Gaya pada pasak
W
= Lebar pasak
L
= Panjang pasak
D
= Diameter poros
Tegangan ijin pada pasak

(Pa)
(N)
(mm)
(mm)
(mm)

| S |

K s Syp
N

Dengan alasan keamanan maka nilai tegangan geser pada pasak harus lebih kecil satu sama dengan nilai
tegangan ijin geser pada pasak.

| S | S
K s Syp
2 T

N
D W L

2 T N
Ks Syp W D

(mm)(2.35)
Dimana : N adalah nilai keamanan pasak dan nilai Syp pasak
(diketahui dengan melihat tabel properti bahan)
2.7.3
Perhitungan berdasarkan tegangan kompresi
Tegangan kompresi dihitung menggunakan rumus berikut:

F
AC

F
0,5 H L

4 T
DH L

(pa)(2.36)
Dimana :
c
= Tegangan kompresi
Alatpada pasak
F Pengujian
= Gaya
H
= Tinggi pasak
L
= Panjang pasak
D
= Diameter poros

Pemilihan komponen

(Pa)
(N)
(mm)

Pembuatan Mesin

(mm)
(mm)

III. METODOLOGI
3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Mesin Pemotong Botol

3.2 Tahapan Proses Pembuatan Mesin Pemotong Botol


Tahap identifikasi masalah diawali dari perumusan masalah, pengamatan lapangan dan studi pustaka
(literatur), adapun uraian untuk lebih jelasnya, sebagai berikut:
Observasi
Observasi atau studi lapangan ini dilakukan dengan survei langsung, untuk mengumpulkan data
lapangan.Hal ini dilakukan dalam rangka pencarian data yang nantinya dapat menunjang penyelesaian tugas akhir
ini.
Studi literatur
Melakukan studi pustaka melalui internet dan literatur yang ada di perpustakaan ITS dengan tujuan untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan mesin-mesin terdahulu sebagai bahan referensi perancangan mesin yang lebih
baik dan mudah dioperasikan. Selainitu untuk mengetahui literatur yang sesuai dalam perhitungan dan perencanaan
komponen yang digunakan dalam pembuatan mesin-mesin pemotong botol kaca.
Data lapangan

Bahwasanya data yang diamati dari lapangan untuk memotong sebuah botol kaca masih relatif
menggunakan metode manual, yaitu dengan menggunakan pemotong kaca yang dilakukan dengan tangan dan tidak
safety.
Perencanaan dan Perhitungan
Perencanaan dan perhitungan ini bertujuan untuk mendapatkan desain dan mekanisme yang optimal dengan
memperhatikan data yang telah didapat dari studi literatur dan observasi langsung. Rencana mesin yang akan di
rancang ini adalah mesin pemotong botol kaca untuk tabung filtrasi biogas.
Pemilihan Komponen
Komponen yang dibutuhkan meliputi beberapa alat antara lain: motor, elemen mesin (bantalan, poros,
pulley, belt), kerangka mesin, cutting tool, dsb.
Pembuatan Rancangan Mesin Pemotong Botol (Solidworks)
Perencanaan pembuatan mesin pemotong botol ini diperlukan desain gambar yang jelas dan sistematis
untuk mempermudah proses pembuatan alat

Gambar 3.4 Mesin pemotong kaca


Komponen :
1. Frame
2. Motor HP
3. Gear Box 1:60
4. Chuck
5. Ragum X,Y
6. Pulley (2 buah)
7. Belt
8. Center putar (centralizer)
9. Stud
10. Plat Plandes
11. Plat plendes lecil
12. Poros utama
13. Dudukan botol
14. Plat dudukan motor
15. Roda (4buah)
Uji peralatan
Setelah alat selesai dibuat dilakukan pengujian alat dengan mengoperasikan alat tersebut.Dalam pengujian
ini nantinya akan di catat dan dibandingan waktunya, hasil dari benda yang dihasilkan oleh manual dengan mesin.
Pembuatan Laporan
Tahap ini adalah tahap terakhir dari pembuatan mesin pemotong botol kaca, dengan membuat kesimpulan
yang diperoleh dari hasil pengujian alat yang telah dilakukan
3.3 Mekanisme Kerja Mesin Pemotong Botol
a) Prinsip kerja mesin ini adalah pertama benda kerja berupa sebuah botol kaca yang akan di potong di
cekam menggunakan chuk, agar tidak licin permukaan chuck di beri karet seperti gambar 3.4
b) Setelah botol tercekam, kemudian setting dudukan pahat pada ragum X,Y. Untuk mendapatkan settingan
pahat bisa diatur ke kanan ke kiri serta ke depan maupun ke belakang
c) Menggunakan push button ketika motor PK dinyalakan putaran motor ditransmisikan ke reducer 1/60
sehingga menghasilkan 23,3 rpm, kemudian dari reduce di transmisikan lagi ke pulley penggerak yang
dihubungkan oleh sebuah V-belt, ketika pulley yang digerakkan pada poros bergerak chuck pun
bergerak memutar botol ke arah yang berlawanan dengan arah jarum jam, kemudian pahat digerakkan

maju sampai menggores botol seperti gambar 3.5 maka terjadilah proses gerak makan dan gerak potong
yang diinginkan.
) Setelah pahat di gerakkan maju menggores permukaan botol hingga melingkar, motor dimatikan
sejenak. Maka dengan dengan sedikit gaya pukul yang diberikan ke botol dengan sendirinya botol akan
otomatis terpotong dan jatuh pada penampang yang sudah di sediakan seperti gambar 3.6
) Botol berdiameter 85mm di potong dari bentuk awal seperti gambar 3.7 menjadi gambar 3.8 menjadi
bentuk silindris
.4 Diskripsi mesin
adapun langkah kerja dalam mengoprasikan mesin ini sangat mudah, pertama yang kita lakukan adalah
pemilihan botol dengan diameter yang diinginkan, kemudian dimulai dengan menyalakan mesin. Motor listrik (2)
yang terletak pada dudukan motor (14) terlebih dahulu di reducer menggunakan gear box perbandingan 1:60 (3)
akan bekerja menggerakkan pulley penggerak (6) oleh belt (7), kemudian poros utama (12) akan berputar 22 rpm
sesuai yang diinginkan. Pada poros yang berputar terdapat beberapa komponen untuk mendukung agar titik berat
yang terdapat pada spindle dapat diseimbangkan diantara lain plat plandes kecil (11) plat plandes besar (12)
kemudian dihubungkan keduanya dengan 4 buah stud (9). Proses pencekaman digunakan chuck 6inch (4) dan saat
proses pemotongan botol dilakukan diperlukan cetralizer (8) guna mendapatkan hasil potongan yang baik, selain itu
komponen utama dalam proses pemotongan adalah ragum X,Y (5) dan untuk menghindari jatuhnya botol pada saat
setelah botol terpotong maka ada dudukan botol berbentuk V-Groove (13). Semua pemasangan komponen berada
dalam rangka utama (1) dan untuk memudahkan pemindahan alat pemotong kaca silinder (botol) ini digunakan 4
buah roda (15) pada kaki rangka.

IV. PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN


4.1
Perhitungan Gaya dan Daya yang Dibutuhkan
Dari tabel kekuatan di atas bahwa kekuatan material kaca diperoleh kekuatan sebesar 70 Mpa.
a. Gaya Potong
Gaya potong dihitung dengan melihat tabel 4.1 untuk mengetahui nilai kuat tekan kaca kemudian
digunakan rumus:

Fc b.h.w

70N / mm2 0, 250, 5mm


8, 75N

dimana:
h
w

= kedalaman potong (mm)


= lebar pahat (mm)

b = kekuatan kaca

b.

Torsi
Untuk mengetahui torsi yang dibutuhkan digunakan rumus berikut :

T Fc.r
T 8, 75N 0, 75mm
T 6, 56N.mm

Dimana :
r = jari-jari pahat
c. Daya Pemotongan
Untuk mengetahui besar daya pemotongan botol dihitung menggunakan rumus:

T.n 6, 56.40

7, 620
7, 620
34, 43Hp
0, 028Kw
28W
P

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Dari perencanaan dan perhitungan pada Rancang Bangun Mesin Pemotong Botol Kaca Bekas ini diperoleh
hasil sebagai berikut :
1. Dari analisa, untuk meraut botol dibutuhkan gaya sebesar 8,75N. Dengan daya yang dibutuhkan sebesar 38,40
W maka digunakan motor dengan daya 0,5 HP dan putaran sebesar 1400rpm.
2. System transmisi yang digunakan:
Ukuran diameter pulley adalah :
Diameter pulley penggerak = 99 mm
Diameter pulley yang digerakkan = 99 mm
Belt yang dipakai adalah type A dengan panjang belt 300 mm.
Poros yang digunakan dari bahan baja AISI 1010, dengan diameter 28 mm.
Bearing yang digunakan adalah tipe single cylindrical roll bearing dengan diameter dalam 28 mm
3. Didapatkan hasil potongan bagus dengan menggunakan proses tambahan heat treatment : tampak permukaan
potongan rata dan tidak bergerigi, tidak terdapat retakan, serpihan halus berupa serbuk,
4. Dari pengujian alat dapat diketahui :
a)
Dengan menggunakan heat treatment
Waktu setting benda kerja 27 detik
Waktu setting pahat 22 detik
Waktu proses pemotongan 47 detik
Waktu pemberian heat treatment 40 detik
Jadi siklus total lamanya waktu proses pemotongan dengan memberikan heat reatment terhitung 2 menit 27
detik untuk 1 botol.
b) Tanpa menggunakan heat treantment
Waktu setting benda kerja 27 detik
Waktu setting pahat 22 detik
Waktu proses pemotongan 1 menit
Jadi siklus total lamanya waktu proses pemotongan tanpa pemberian heat treatment terhitung 2 menit detik untuk 1
botol.
5. Kapasitas perencanaan mesin yaitu:
a) 24 botol per jam untuk pemotongan dengan heat treatment
b) 30 botol per jam untuk pemotongan tanpa heat treatment
5.2
Saran
1. Sebaiknya ditambahkan rem untuk meningkatkan tingkat keamanan saat terjadi hal yang tidak terduga
(kecelakaan kerja).
2. Ternyata untuk memotong sebuah kaca berbentuk silindris (botol), diperlukan heat treatment agar
didapatkan potongan yang baik.
3. Karena proses pemotongan menggunakan heat treatment menghasilkan panas pada botol, maka diperlukan
wadah untuk proses quenching supaya aman.

DAFTAR PUSTAKA
Abynk Verbeck pada November 1, 2011 in Mechanical Stuff. London: Wordpress
Setiadi, Dika Fajar Pratama and Rusnaldy, ST, MT, PhD, 2012. PROSES PERMESINAN BUBUT PADA KACA.
Solo: Universitas Diponegoro (UNDIP)
Limbachiya,M.C&Roberts,J.J.(2004).Glass Waste. London: Thomas Telford
McGraw-Hill Concise Encyclopedia of Engineering. 2002 by The McGraw-Hill Companies, Inc. Rusia: McGrawHill Companies
Prajitno. 2001 Elemen Mesin Pokok Bahasan Transmisi sabuk dan Rantai. Jogja: UGM-Press (universitas Gajah
Mada)
Suhariyanto,S. 2011 Elemen Mesin II. Surabaya:Diktat-ITS
Sularso. (TAHUN). Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta:Pradnya Paramita

Suhariyanto,S. 2011 Elemen Mesin II. Surabaya: Diktat-ITS


Sumber Lain:
Sugison Plastic. (2010). Acrylic Tabung dan Rod Polymethylmetacrylate, PMMA. Retrieved June 10, 2014 from
http://www.sugison.com/div-eng/index.php?pg=x_pmma&lg=id
www.thenakedrider.wordpress.com diakses pada 17 juli 2014 (17.08)
www.jonbatama.wordpress.com/study/elemen-mesin-iii diakses pada 12 juli 2014 (02.27)
www.tinyclutch.com/1868-indexing-pulley-clutch/ diakses pada 12 juli 2014 (02.44)

Você também pode gostar