Você está na página 1de 48

PIDANA MATI MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA

1. Pidana Mati dalam Hukum Adat


Pidana mati sudah dikenal oleh hampir semua suku di Indonesia. Berbagai macam
delik yang dilakukan diancam dengan pidana mati. Cara melaksanakan pidana mati juga
bermacam-macam; ditusuk dengan keris, ditenggelamkan, dijemur dibawah matahari hingga
mati, ditumbuk kepalanya dengan alu dan lain-lain.
Di Aceh,

seorang istri yang berzina dibunuh. Di batak, jika pembunuh tidak

membayar denda dan keluarga dari yang terbunuh menyerahkan untuk pidana mati, maka
pidana mati segera dilaksanakan. Kalau di Minangkabau menurut pendapat konservatif dari
Datuk Ketemanggungan dikenal hukum membalas, siapa yang mencurahkan darah juga
dicurahkan darahnya. Sedangkan di Cirebon penculik atau perampok wanita, baik penduduk
asli atau bukan yang menculik atau mengadaikan pada orang Cirebon d anggap kejahatan
yang dapat dipidana mati. Di Kalimantan, orang yang bersumpah palsu dipidana mati dengan
jalan ditenggelamkan. Di sulawesi Selatan pemberontakan terhadap pemerintah kalau yang
bersalah tak mau pergi ke tempat pembuangannya, maka ia boleh dibunuh oleh setiap orang.
Di Sulawesi Tengah, seorang wanita yang berhubungan dengan seorang pria batua
yaitu budak, maka tanpa melihat proses di pidana mati. Di Kepulauan Aru orang yang
membawa dengan senjata mukah, kalau ia tak dapat membayar denda ia dipindana mati.
Di Pulau Bonerate, pencuri dipidana mati dengan jalan tidak diberi makan, pencuri
itu diikat kaki tangannya kemudian ditidurkan di bawah matahari hingga mati. Di Nias, bila
dalam tempo tiga hari belum memberikan uang sebagai harga darah pada keluarga korban,
maka pidana mati diterapkan.

Di Pulau Timor, tiap kerugian dari kesehatan atau milik orang harus dibayar atau
dibalaskan. Balasan itu dapat berupa pidana mati. Sedangkan di Lampung terdapat beberapa
delik yang diancamkan dengan pidana mati yaitu pembunuhan, delik slah putih (zina antara
bapak dan ibu dengan anaknya atau mertua dengan menantunya dsb) dan berzina dengan istri
orang lain.

2.

Pidana Mati menurut Hukum Islam


Ancaman pidana mati

dalam hukum Islam, dikenal dengan istilah Qishash.

Pandangan Islam terhadap pidana mati tercantum dalam Al quran sebagai berikut :
a.

Surat Al Baqarah ayat 178 yang artinya Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atasmu Qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, wanita dengan wanita.
Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudara terbunuh, hendaklah
(yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar diyah kepada pihak yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang
demikian itu adalah satu keringanan hukuman yang telah disyaratkan Tuhanmu,
sementara untukmu adalah menjadi rahmat pula. Siapa yang melanggar sesudah itu akan
memperoleh siksa yang pedih. Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul)
menggugurkan qishash (dengan memaafkan), qishash tidak dilaksanakan. Selanjutnya
mereka

mempunyai

dua

pilihan

lagi,

meminta

diyat

(tebusan),

atau

memaafkan/menyedekahkan.
b.

Surat Al Baqarah ayat 179 artinya: Dalam hukum Qishash itu ada (jaminan)
kelangsungan hidup, hai oran-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.

c.

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk


membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS Al-Anaam : 151)

d.

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk


membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (alasan) yang benar. (QS Al-Israa: 33)

e.

Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha


Penyayang kepadamu. (QS An-Nisaa` : 29).

f.

Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain),
kecuali karena tersalah (tidak sengaja) (QS An-Nisaa` : 92)

g.

dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa..... (QS Yunus: 40).
Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di

antaranya dalam keadaan bunting, berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki,
1990: 111). Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak), maka
diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 4,25 gram emas), atau
12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram perak (1 dirham = 2,975 gram perak).
Sesungguhnya pidana mati diundangkan Alloh SWT dalam hukumnya yang
bertujuan untuk menjamin keamanan dan kelangsungan hidup manusia secara umum. Dalam
hukum qishash terdapat jaminan yang cukup besar bagi perlindungan terhadap Hak Azasi
Manusia. Adapun dalam keadaan di mana hukum syariat tidak dijalannkan, maka nyawa
manusia lebih murah dari nyawa seekor ayam. Kemudian hokum harus sesuai dengan rasa
keadilan. Rasa keadilan di sini yang dijadikan sebagai parameter adalah rasa keadilan Tuhan.
Dalam pandangan Islam, menghilangkan nyawa orang lain hanya boleh karena
dua faktor : 1) Kehendak Alloh SWT, 2) Konsekuensi penegakan hukumnya (eksekusi atas
putusan hakim). Sedangkan Ancaman pidana mati dalam pidana islam menackup empat

kejahatan : 1) perbuatan zina, 2) perampokan, 3) pembunuhan dan subversi, 4)


pengkhianatan terhadap agama (murtad). Dengan demikian sasaran yang ingin di capai
dibalik penerapan hukum islam adalah terwujudnya keamanan, ketenteraman dan
kebahagiaan dalam kehidupan manusia di dunia dan di akhirat

( Rudy Satrio M, 2004)

3. Pidana Mati dalam Perundang-undangan di Indonesia


Roeslan Saleh dalam Syahruddin Husein (2003) mengatakan bahwa KUHP
Indonesia membatasi kemungkingan dijatuhkannya pidana mati atas beberapa kajhatan yang
berat-berat saja. Yang dimaksudkan dengan kejahatan yang berat itu adalah :
a.

Pasal 104 yaitu makar terhadap Presiden dan Wakil Presiden

b.

Pasal 111 ayat 2 yaitu membujuk negara asing untuk bermusuhan atau
berperang, jika permusuhan itu dilakukan atau jadi perang

c.

Pasal 124 ayat 3 yaitu membantu musuh waktu perang

d.

Pasal 140 ayat 3 yaitu makar terhadap raja atau kepala negara-negara sahabat
yang direncanakan dan berakibat maut

e.

Pasal 340 yaitu pembunuhan berencana

f.

Pasal 365 ayat 4 yaitu pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan luka
berat atau mati

g.

Pasal 368 ayat 2 yaitu pemerasan dengan kekerasan yang mengakibatkan luka
berat atau mati

h.

Pasal 444 yaitu pembajakan di laut, pesisir dan sungai yang mengakibatkan
kematian
Beberapa peraturan di luar KUHP juga mengancamkan pidana mati bagi

pelanggarnya, antara lain:

a. Pasal 2 Undang-undang No. 5 Tahun 1959 tentang wewenang Jaksa Agung/Jaksa Tentara
Agung dan tentang memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana yang
membahayakan pelaksanaan perlengkapan sandang pangan
b. Pasal 2 Undang-undang No. 21 Tahun 1959 tentang memperberat ancaman hukuman
terhadap tindak pidana ekonomi
c. Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Darurat No.12 tahun 1951 tentang senjata api, amunisi
atau sesuatu bahan peledak
d. Pasal 36 ayat 4 Sub b Undang-undang No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika, j.o UU No 22
Tahun 1997 tentang Narkotika
e. Undang-undang No. 4 tahun 1976 tentang kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap
sarana/prasarana penerbangan

4. Pidana Mati dalam Rancangan KUHP


Konsep rancangan KUHP mengeluarkan pidana mati dari stelsel pidana pokok dan
mencantumkannya sebagai pidana pokok yang bersifat khusus atau sebagai pidana
eksepsional. Penempatan pidana mati terlepas dari pidana pokok dipandang penting.
Dalam konsep Rancangan KUHP 1991/1992 terdapat beberapa macam tindak
pidana yang dinacm dengan pidana mati, antara lain:
a. Pasal 164 tentang menentang ideologi negara Pancasila : barang siapa secara melawan
hukum dimuka umum melakukan perbuatan menentang ideologi negara Pancasila atau
Undang-undang Dasar 1945 dengan maksud mengubah bentuk negara atau susunan
pemerintahan sehingga berakibat terjadinya keonaran dalam masyarakat, dipidana dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama dua puluh
tahun dan paling rendah lima tahun

b. Pasal 167 tentang makar untuk membunuh Presiden dam Wakil Presiden
c. Pasal 186 tentang pemberian bantuan kepada musuh
d. Pasal 269 tentang Terorisme :
1) ayat 1 : Dipidana karena melakukan terorisme, dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun dan paling rendah tiga tahun, barang siapa menggunakan maksud
menimbulkan suatu suasana teror atau ketakutan yang besar dan mengadakan
intimidasi pada masyarakat, dengan tujuan akhir melakukan perubahan dalam sistem
politik yang berlaku
2) ayat 2 : Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
lama dua puluh tahun dan paling rendah lima tahun, jika perbuatan terorisme tersebut
menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain
3) Dipidana mati atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun dan paling rendah
lima tahun, jika perbuatan terorisme tersebut menimbulkan bahaya bagi nyawa orang
lain dan mengakibatkan matinya orang.

TINJAUAN ASPEK NILAI DASAR PANCASILA TERHADAP PIDANA MATI


Dalam suatu negara yang merdeka pasti mempunyai tujuan, bentuk dan dasar negara,
tak terkecuali Indonesia. Tujuan yang ingin di capai dari kemerdekaannya antara lain: ingin
terwujudnya masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, hidup damai diantara bangsa-bangsa
serta bersahabat dengan bangsa-bangsa di dunia, atas dasar kemerdekaan abadi dan keadilan
sosial.
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, terbentuk
melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Secara kausalitas Pancasila
sebelum disyahkan menjadi dasar filsafat negara nilai-nilainya telah ada dan berasal dari bangsa

Indonesia sendiri yang berupa nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai religius.
Kemudian para pendiri negara mengangkat nilai tersebut dirumuskan secara musyawarah
mufakat berdasarkan moral yang luhur, antara lain dalam sidang-sidang BPUPKI danPPKI yang
akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945 dinyatakan syah oleh PPKI sebagai dasar falsafah negara
Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar falsafah negara Republik Indonesia mempunyai fungsi dan
peranan yang antara lain :
1.

Pancasila sebagai Pandangan hidup bangsa


Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terkandung makna bahwa Pancasila
merupakan rangakaian nilai-nilai luhur, yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri
yang berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun
dalam berinteraksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
Dengan Pancasila menjadi pandangan

hidup, maka bangsa Indonesia akan

mengetahui ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya, akan mampu memandang dan
memecahkan segala persoalan yang dihadapinya secara tepat. Pada puncaknya Pancasila
merupakan cita-cita moral bangsa yang memberikan pedoman dan kekuatan rokhaniah bagi
bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.

Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia


Pancasila sebagai dasar negara mempunyai maksud bahwa Pancasila merupakan
suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara /penyelenggara Negara.
Pancasila dalam kedudukan sebagai Dasar Negara sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau
Dasar Falsafah Negara (philosofische Gronslas) dari negara, ideologi negara atau

(staatsidee). Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan negara terutama


segala peraturan perundang-undangan negara dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila.
3.

Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia


Pancasila sebagai ideologi bagi bangsa Indonesia pada hakekatnya Pancasila
diangkat dari pandangan masyarakat Indonesia, ideologi sebagai ajaran/doktrin/theori yang
diyakini kebenarannya, disusun secara sistematis, dan diberi petunjuk pelaksanaannya dalam
menanggapi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

4.

Pancasila sebagai Ideologi Terbuka


Pancasila sebagai ideologi negara bersifat terbuka, aktual, dinamis, antisipatif dan
senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan
teknologi serta dinamika perkembangan masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan
berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya, akan tetapi dalam
aplikasinya ideologi Pancasila yang bersifat terbuka, dikenal ada 3 tingkatan nilai yaitu nilai
dasar yang tidak berubah yaitu Pembukaan UUD 1945 yang merupakan pencerminan dari
Pancasila, kemudian nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang
senantiasa sesuai dengan keadaan, dan nilai praktis berupa nilai pelaksanaan secara nyata
yang sesungguhnya dalam kehidupan yaitu Undang-undang dan peraturan pelaksana lainnya,
yang sewaktu-waktu dapat berubah seiring dengan perkembangan jaman (Ali Mansyur,
2007 : 146-148).
Penegakan hukum khususnya penanganan terhadap pelaku kejahatan yang diputus
hukuman mati dalam negara dapat dilakukan secara preventif dan represif. Secara preventif
diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukan pelanggaran hukum oleh warga masyarakat,

sedangkan penegakan hukum represif dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan
ternyata masih juga terdapat pelanggaran hukum (Teguh Prasetyo dkk, 2005: 111-112).
Kemudian beberapa pendapat mengenai pidana mati : Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh
menilai hukuman mati masih relevan diterapkan di Indonesia. Bahkan, pihaknya
mewacanakan perubahan cara eksekusi terhadap terpidana mati dari hukuman tembak
menjadi injeksi (suntik mati). "Eksekusi dengan injeksi itu sudah pernah dibicarakan, namun
belum kita dalami. Rencananya, kita akan meminta pertimbangan pada IDI (Ikatan Dokter
Indonesia) untuk eksekusi dengan injeksi,"
Menurut Jaksa Agung, dasar ide injeksi itu mengacu pada jenis hukuman mati yang
diterapkan di Amerika Serikat. Dia menambahkan, di AS terpidana mati disuntik dua kali
dengan bahan mematikan Suntikan pertama diberikan agar terpidana tersebut pingsan
terlebih dulu. Kemudian, diberikan suntikan kedua yang mengandung racun mematikan.
"Sehingga, meninggalnya terpidana tersebut terlebih dulu diawali dengan pingsan. Untuk
saat ini eksekusi di Indonesia dilakukan oleh regu tembak. Setelah penembakan dilakukan,
eksekutor meminta bantuan dokter untuk memastikan apakah terpidana sudah meninggal.
"Jika ternyata belum meninggal,terpidana tersebut akan ditembak di bagian belakang
(kepala)".
Hukuman Mati masih relevan, pasal pasal dalam UU Narkotika yang menyebutkan
hukuman mati bertentangan dengan Pasal 28i ayat 1 UUD 1945 yang menekankan hak untuk
hidup dan hak untuk tidak disiksa. Pasal 28i ayat 1 UUD 1945 telah dibatasi dengan Pasal
28J ayat 2 UUD 1945. "Dalam Pasal 28j ditegaskan bahwa hak dan kebebasan harus tunduk
pada pembatasan yang ditetapkan undang-undang.

Maka, pembatasan itulah yang telah membuat hukuman mati tetap dilaksanakan.
Dengan adanya Pasal 28j tersebut, hukuman mati masih relevan. Hal senada disampaikan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Hamid Awaluddin. Hamid
mengungkapkan, untuk kejahatan narkoba, hukuman mati masih diterapkan. Alasannya,
penggunaan narkoba memberikan efek yang sangat merugikan. Hamid membeberkan, saat
ini pengguna narkoba sudah mencapai 3,2 juta yang berarti 1,5% dari jumlah penduduk
Indonesia. "Dari 3,2 juta tersebut, 79 persennya adalah pencandu," katanya. Hamid juga
mengungkapkan, biaya ekonomi dan sosial yang dibutuhkan untuk penyalahgunaan narkoba
mencapai Rp23,6 triliun.
Hamid menambahkan, dari 111 ribu terpidana di seluruh Indonesia, 30 persennya
adalah kasus narkoba. Bahkan, untuk kota tertentu prosentase terpidana narkoba lebih dari
30%. Di Jakarta, misalnya, terpidana narkoba mencapai 60%, sedangkan di Samarinda dan
Balikpapan mencapai 80%. Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (BNN)
Komjen Pol I Made Mangku Pastika mengatakan, hukuman mati untuk kasus narkoba masih
diperlukan. Dalam UUD 1945 telah disebutkan bahwa hak hidup adalah hak asasi. "Hak
hidup adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi dengan keadaan apapun,"
Situasi yang berkembang sebagai kasus yang dilematis itu berlangsung dalam
kondisi masyarakat bangsa kita yang sedang cenderung serba sensitif dalam hal-hal yang
menyangkut perikehidupan kita bersama sebagai bangsa yang bermasyarakat majemuk.
Persoalan daerah, suku, ras, serta agama sedang mencair. Perkembangan itu tidak pula lepas
dari berlangsungnya pola dan nilai-nilai reformasi prodemokrasi dan hak-hak asasi dalam
upaya menegakkan dan menghormati martabat manusia yang sekaligus berinteraksi dengan
hak-hak kebutuhan pokok sosial, ekonomi, dan budaya.

Dihadapkan pada kondisi transisi semacam itu, sebaiknya pemikiran, pendekatan,


dan sikap kita bersama, pemerintah, masyarakat madani, dan masyarakat luas, agar pula
mampu bukan sekadar mengambil arus baru dari luar, tetapi menumbuhkan arus baru itu
dalam interaksi serta dalam kerangka referensi dengan jati diri dan sikap bangsa
bermasyarakat majemuk yang komprehensif termasuk dalam memahami paham kemakmuran
dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Tanpa sekaligus menempatkan beragam gerakan dan pembaruan itu dalam realitas
masyarakat bangsa berikut kerangka referensi dasarnya yang telah kita sepakati bersama,
pengalaman kita terbentur-bentur dan proses kita mencair bisa lebih serius pembaruan hukum
pidana nasional dan harmonisasi peraturan, perumusan, penerapan, dan pelaksanaan pidana
mati di Indonesia harus benar-benar memerhatikan bahwa hukuman mati bukan merupakan
pidana pokok.
Hukuman mati bersifat pidana khusus dan alternatif, pidana mati dapat dijatuhkan
dengan masa percobaan selama sepuluh tahun, dan kalau terpidana berkelakuan terpuji, dapat
diubah dengan pidana penjara seumur hidup atau selama 20 tahun. Pidana mati tidak
dijatuhkan kepada anak-anak dan eksekusi pidana mati pada perempuan hamil atau seseorang
yang sakit jiwa ditangguhkan sampai perempuan tersebut melahirkan dan terpidana yang
sakit jiwa itu sembuh. MK meminta eksekusi hukuman mati bisa segera dilaksanakan bagi
terpidana yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap.
Adapun Perspektif HAM yang menolak hukuman mati dapat dilihat di banyak
negara di dunia. Kecenderungan di dunia saat ini adalah penghapusan hukuman mati. Banyak
pula negara yang mendukung penghapusan hukuman mati. Hal itu membuktikan banyaknya
negara yang ingin menjunjung tinggi HAM.

Salah satu persoalan serius yang dihadapi dalam penegakan hukum pidana kita
adalah seputar hukuman mati yang dianggap tidak manusiawi. Di dunia terjadi perbedaan
pemahaman terhadap makna dan hakikat hukuman, terutama para ahli hukum dan praktisi
hak asasi manusia (HAM). Berbagai kritik tajam diarahkan, bahkan ada gerakan menentang
hukuman mati. Konsep hukuman mati seringkali digambarkan sebagai sesuatu yang kejam,
tidak manusiawi, dan sadis. Hal ini semata-mata hanya dilihat dari satu aspek, yaitu
kemanusiaan menurut standar dunia modern, tanpa melihat alasan, maksud, tujuan, dan
keefektifannya.
Setidaknya, ada beberapa implikasi yang menyebabkan banyak para pakar hukum
dan HAM, termasuk di Indonesia, menolak hukuman mati. Pertama, dianggap kejam dan
mengerikan, yang mengingatkan kepada hukum rimba. Kedua, tidak mampu memberantas
tindak pidana atau tidak akan mencegah seseorang untuk melakukan pembunuhan.
Ketiga, eksekusi hukuman mati bersifat abadi, tidak bisa diubah jika di kemudian
hari ternyata tidak memiliki dasar yang kuat. Keempat, berlawanan dengan kebebasan orang
(pribadi), karena hidup manusia adalah milik pribadi yang esensial dan tidak bisa diganggu
oleh orang lain. Jika diteliti secara lebih mendalam, setiap hukuman pada hakikatnya
mengandung unsur kekejaman. Sekiranya hukuman mati dihapuskan, hukuman-hukuman
lain pun harus dihapuskan. Bukankah hukuman penjara seumur hidup dengan kerja paksa
juga mengekang kebebasan dan bersifat kejam? Bagi si terpidana, bisa jadi akan lebih
memilih hukuman mati ketimbang menderita seumur hidup di dalam penjara.

Tujuan

hukuman, sebagaimana kecenderungan pemikiran hukum positif akhir-akhir ini, lebih


berorientasi untuk mendidik dan memperbaiki si terhukum.

Menurut Barda Nawawi Arief (1996) mengatakan bahwa pertimbangan digesernya


kedudukan pidana mati itu didasarkan pada pemikiran, bahwa dilihat dari tujuan pemidanaan
dan tujuan diadakannya/digunakannya hukum pidana sebagai salah satu sarana kebijakan
kriminal dan kebijakan sosial.
Untuk itu bagi orang yang menghilangkan nyawa orang lain tanpa hak,
menunjukkan ia tidak lagi mempertimbangkan akibat-akibat hukumnya. Apalagi, orang yang
terbunuh juga memiliki hak hidup sebagaimana orang yang membunuhnya. Dengan kata
lain, setiap orang juga punya kewajiban untuk tidak menyebabkan orang lain mati. Atau,
setiap orang punya hak untuk tidak dikorbankan sampai mati. Karena itu, adalah wajar jika
orang yang membunuh dengan sengaja, harus dihilangkan nyawanya pula dari kehidupan
masyarakat (dunia).
Di sisi lain, kekeliruan putusan hakim pada dasarnya berlaku juga bagi hukumanhukuman lain. Misalnya, apakah seseorang yang dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara,
kemudian setelah menjalani hukuman tersebut ternyata ditemukan bukti-bukti baru yang
menunjukkan kesalahan pada putusan hakim, maka putusan itu dapat diubah? Yang jelas, jika
ketelitian dan keadilan dapat dijalankan, maka adanya kesalahan dalam menetapkan putusan
hukuman mati kemungkinannya akan sangat kecil. Tentunya, pelaksanaan hukuman mati
setelah melalui proses pemeriksaan dan pembuktian yang sangat ketat dan memenuhi syaratsyarat tertentu yang dapat memberikan keyakinan kepada hakim.
Dengan kata lain, pada tiap-tiap hukuman ada dua tujuan, yaitu memberi pengajaran
terhadap diri pelaku kejahatan dan menjadi pencegahan terhadap orang lain. Apabila
hukuman mati tidak memiliki implikasi atau tidak ada nilainya bagi si terhukum, maka
nilainya terletak pada kesannya terhadap orang lain sebagai pencegahan umum.

Di sinilah, sistem hukum kita hendaknya tidak meninggalkan sama sekali teori
pembalasan. Jika dicermati lebih mendalam, hukum kita ternyata lebih banyak berpihak
kepada pelaku tindak kejahatan ketimbang berorientasi kepada kepentingan umum atau
masyarakat luas, terutama pihak korban dan keluarganya. Padahal, sebagai hukum publik,
hukum pidana di Indonesia seharusnya lebih berorientasi kepada perlindungan masyarakat
banyak dan pihak korban, meski tidak harus mengabaikan nasib atau hak-hak pelaku
kejahatan itu sendiri.
Pidana mati, menurut Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, tidak bertentangan
dengan hak untuk hidup yang dijamin oleh UUD 1945, karena konstitusi Indonesia tidak
menganut azas kemutlakan hak asasi manusia.
Hak azasi yang diberikan oleh konstitusi kepada warga negara mulai dari pasal 28A
hingga 28I Bab XA UUD 1945, menurut MK, dibatasi oleh pasal selanjutnya yang
merupakan pasal kunci yaitu pasal 28J, bahwa hak azasi seseorang digunakan dengan harus
menghargai dan menghormati hak azasi orang lain demi berlangsungnya ketertiban umum
dan keadilan sosial.
Pandangan konstitusi itu, menurut MK, diteruskan dan ditegaskan juga oleh UU No
39 Tahun 1999 tentang HAM yang juga menyatakan pembatasan hak azasi seseorang dengan
adanya hak orang lain demi ketertiban umum.
Dengan menerapkan pidana mati untuk kejahatan serius seperti narkotika,
terorisme, MK berpendapat Indonesia tidak melanggar perjanjian internasional apa pun.
Bahkan, MK menegaskan pasal 6 ayat 2 ICCPR itu sendiri membolehkan masih
diberlakukannya hukuman mati kepada negara peserta, khusus untuk kejahatan yang paling
serius. Sebaliknya, MK menyatakan Indonesia memiliki kewajiban untuk mematuhi konvensi

internasional narkotika dan psikotropika yang telah diratifikasi oleh Indonesia dalam bentuk
UU Narkotika. Konvensi itu justru mengamanatkan kepada negara pesertanya untuk
memaksimalkan penegakan hukum secara efektif terhadap pelaku kejahatan narkotika.
Konvensi juga mengamanatkan negara peserta untuk mencegah serta memberantas
kejahatan-kejahatan narkotika yang dinilai sebagai kejahatan sangat serius, terlebih lagi yang
melibatkan jaringan internasional. Dengan demikian, penerapan pidana mati dalam UU
Narkotika bukan saja tidak bertentangan, Dan hukum-hukum internasional seperti ICCPR,
Rome Statue of International Criminal Court, dan deklarasi HAM Eropa, menurut MK,
masih memungkinkan diterapkannya hukuman mati.
Indonesia sebagai negara Muslim terbesar dan anggota Organisasi Konferensi Islam
(OKI), justru harus menganut Protokol Kairo yang disahkan oleh OKI bahwa hak hidup
adalah karunia dari Tuhan dan harus dilindungi kecuali oleh keputusan syariah, sehingga hak
untuk hidup itu tidak boleh dikurangi, kecuali diputuskan oleh pengadilan
Ancaman pidana mati dalam UU Narkotika dirumuskan secara cermat dan hatihati, tidak diancamkan kepada semua pidana narkotika, seperti kepada para penyalah guna
dan pengguna. Hukuman mati hanya diancamkan kepada produsen dan pengedar secara
gelap dan hanya untuk golongan I, seperti ganja dan heroin.
Pidana mati dalam Undang-undang tersebut juga disertai dengan ancaman pidana
minimum, sehingga pidana mati hanya dapat dijatuhkan apabila terdapat bukti yang sangat
kuat. Dengan demikian, jelaslah ancaman pidana mati tidak boleh sewenang-wenang
dijatuhkan oleh hakim pidana mati hanya dijatuhkan untuk pidana yang sifatnya khusus dan
alternatif. Selain itu, pidana mati dapat diperingan melalui masa percobaan selama 10 tahun

menjadi hukuman seumur hidup atau penjara 20 tahun, serta dapat ditunda untuk ibu hamil
atau orang sakit jiwa.
Dengan demikian implementasi pidana mati yang dijatuhkan dengan pembuktian
dan pemeriksaan yang sangat ketat, dengan berbagai pertimbangan keamanan dan ketertiban
masyarakat umum, maka jelas tidak bertentangan dengan nilai kemanusian yang adil dan
beradab, justru kalau

pidana mati tidak dilaksanakan padahal jelas-jelas telah terbukti

berkekuatan tetap melanggar hukum, maka perwujudan rasa keadilan dan HAM telah
diabaikan.

Metode
Dalam sejarah, dikenal beberapa cara pelaksanaan hukuman mati:

Hukuman pancung: hukuman dengan cara potong kepala

Sengatan listrik: hukuman dengan cara duduk di kursi yang kemudian dialiri
listrik bertegangan tinggi

Hukuman gantung: hukuman dengan cara digantung di tiang gantungan

Suntik mati: hukuman dengan cara disuntik obat yang dapat membunuh

Hukuman tembak: hukuman dengan cara menembak jantung seseorang,


biasanya pada hukuman ini terpidana harus menutup mata untuk tidak melihat.

Rajam: hukuman dengan cara dilempari batu hingga mati

Vonis Mati di Indonesia[sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Hukuman mati di Indonesia

Di Indonesia sudah puluhan orang dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP peninggalan
kolonial Belanda. Bahkan selama Orde Baru korban yang dieksekusi sebagian besar
merupakan narapidana politik.
Walaupun amandemen kedua konstitusi UUD '45, pasal 28I ayat 1, menyebutkan: "Hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun", tapi peraturan
perundang-undangan dibawahnya tetap mencantumkan ancaman hukuman mati.
Kelompok pendukung hukuman mati beranggapan bahwa bukan hanya pembunuh saja
yang punya hak untuk hidup dan tidak disiksa. Masyarakat luas juga punya hak untuk
hidup dan tidak disiksa. Untuk menjaga hak hidup masyarakat, maka pelanggaran
terhadap hak tersebut patut dihukum mati.
Hingga 2006 tercatat ada 11 peraturan perundang-undangan yang masih memiliki
ancaman hukuman mati, seperti: KUHP, UU Narkotika, UU Anti Korupsi, UU Anti
terorisme, dan UU Pengadilan HAM. Daftar ini bisa bertambah panjang dengan adanya
RUU Intelijen dan RUU Rahasia Negara.
Vonis atau hukuman mati mendapat dukungan yang luas dari pemerintah dan
masyarakat Indonesia. Pemungutan suara yang dilakukan media di Indonesia pada
umumnya menunjukkan 75% dukungan untuk adanya vonis mati. [1]
Daftar eksekusi di Indonesia[sunting sumber]
Sepanjang 2008, terdapat 8 hukuman mati yang dijalankan [2], mereka yang dihukum
adalah dua warga Nigeria penyelundup narkoba, dukun Ahmad Saroji yang membunuh
42 orang diSumatera Utara, Tubagus Yusuf Mulyana dukun pengganda uang yang
membunuh delapan orang di Banten, serta Sumiarsih dan Sugeng yang terlibat
pembunuhan satu keluarga di Surabaya.
Eksekusi yang paling terkenal pada tahun 2008 dan mendapat perhatian luas dari
publik adalah eksekusi Imam Samudra dan Ali Ghufron, terpidana Bom Bali 2002.

Setelah tahun 2013, terdapat puluhan orang yang dihukum mati. Berikut adalah namanama orang yang telah dieksekusi setelah tahun 2013 menurut data Kontras[3]:

Tahun

2015

Hukuman Mati yang


dilaksanakan

Kasus

Rani Andriani

Narkoba (Banten)

Namaona Denis (Malawi)

Narkoba (Banten)

Ang Kim Soe (alias Kim Ho alias


Ance Thahir alias Tommi Wijaya)

Narkoba (Banten)

(Belanda)

Marco Archer Cardoso Moreira


(Brazil)

M. Adami Wilson alias Abu


(Malawi)

Tran Thi Bich Hanh (Vietnam)

2014

2013

Narkoba (Banten)

Narkoba (Banten)

Narkoba (Jateng)

Tidak ada

Muhammad Abdul Hafeez


(Pakistan)

Narkoba (Banten)

Vonis Mati yang


dikeluarkan (PN)

Suryadi Swabuana alias Adi

Pembunuhan

Kumis

Berencana (Sumsel)

Jurit bin Abdullah

Ibrahim bin Ujang

Daniel Enemo (Nigeria)

Pembunuhan
Berencana (Sumsel)

Pembunuhan
Berencana (Sumsel)

Narkoba (Banten)

2012

Tidak ada

2011

Tidak ada

2010

Tidak ada

2009

Tidak ada

2008

Amrozi

Terorisme (Jateng)

Imam Samudera

Terorisme (Jateng)

Muklas

Terorisme (Jateng)

Rio Alex Bullo

Usep alias TB Yusuf Maulana

Sumiarsih

Sugeng

Ahmad Suraji alias Dukun AS

Samuel Iwuchukuwu Okoye


(Nigeria)

Hansen Anthony Nwaliosa


(Nigeria)

2007

Ayub Bulubili

2006

Fabianus Tibo

Pembunuhan
Berencana (NTT)

Pembunuhan
Berencana (Banten)

Pembunuhan
Berencana (Jatim)

Pembunuhan
Berencana (Jatim)

Pembunuhan
Berencana (Sumut)

Narkoba (Banten)

Narkoba (Banten)

Pembunuhan
Berencana (Kalteng)

Pembunuhan
Berencana (Sulteng)

16

Marinus Riwu

Dominggus Dasilva

2005

Astini

Turmudi

2004

Ayodya Prasad Chaubey (India)

Saelow Prasad (India)

Namsong Sirilak (Thailand)

Pembunuhan
Berencana (Sulteng)

Pembunuhan
Berencana (Sulteng)

Pembunuhan
Berencana (Jatim)

10

Pembunuhan
Berencana (Jambi)

Narkoba (Sumatera
Utara)

Narkoba (Sumatera
Utara)

Narkoba (Sumatera
Utara)

2003

Tidak ada

2002

Tidak ada

2001

Gerson Pande

Pembunuhan (Nusa

16

Tenggara Timur)

Fredrik Soru

Dance Soru

Pembunuhan (Nusa
Tenggara Timur)

Pembunuhan (Nusa
Tenggara Timur)

2000

Tidak ada

10

1999

Tidak ada

1998

Adi Saputra

1997

Tidak ada

1996

Tidak ada

1995

Chan Tian Chong (?)

Karta Cahyadi

Kacong Laranu

Pembunuhan
(Jatim)

Narkoba (?)

Pembunuhan
(Jateng)

Pembunuhan

(Sulteng)

1994

Tidak ada

1993

Tidak ada

1992

Sersan Adi Saputro

Pembunuhan (?)

1991

Azhar bin Muhammad

Terorisme (?)

1990

Satar Suryanto

Yohannes Surono

Simon Petrus Soleiman

Noor (atau Norbertus) Rohayan

1989

Tohong Harahap

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Mochtar Effendi Sirait

1988

Abdullah Umar

Bambang Sispoyo

Sukarjo

Giyadi Wignyosuharjo

1987

(kasus 1965)

Kejahatan politik
(aktivis Islam)

(aktivis Islam)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Pembunuhan (?)

Tan Tiang Tjoen

Pembunuhan (?)

Maman Kusmayadi

Syam alias Kamaruzaman alias

Kejahatan politik

Liong Wie Tong alias Lazarus

Sukarman

1986

Kejahatan politik

22

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Kejahatan politik
(aktivis Islam)

Kejahatan politik

Achmed Mubaudah

Supono Marsudidjojo alias Pono

Mulyono alias Waluyo alias Bono

Amar Hanefiah

(kasus 1965)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Wirjoatmodjo alias Jono alias Tak Kejahatan politik


Tanti

Kamil

Abdulah Alihamy alias Suparmin

Sudijono

Tamuri Hidayat

(kasus 1965)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

1985

Salman Hafidz

Mohamad Munir

Djoko Untung

Gatot Lestario

Rustomo

Terorisme

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

Kejahatan politik
(kasus 1965)

1984

Tidak ada

1983

Imron bin Mohammed Zein

1982

Tidak ada

1980

Hengky Tupanwael

Pembunuhan (?)

Kusni Kasdut

Pembunuhan (?)

Oesin Batfari

Pembunuhan (?)

1979

Terorisme

<1979

Daftar vonis di Indonesia[sunting sumber]


Berikut data tahun 2015 tentang terpidana yang menunggu hukuman mati,
versi Kontras[3]

Mereka yang Terancam Dieksekusi di Indonesia (Total 137 Orang)

No

Nama

Agus Santoso
(2004)

Proses Hukum

Ditahan di

PN Purwokerto,
Jawa Tengah

Keterangan

Kasusnya terkait
Jateng

(28/02/2005)

dengan Ruslan Abdul


Gani

Putusan PN
2

Ruslan Abdul

Purwokerto

Gani (2004)

Jawa Tengah

Jateng

Kasusnya terkait
dengan Agus Santoso

(28/02/2005)

Kasusnya terkait
3

Taroni Hia

PK? Grasi

(2001)

ditolak (2004)

dengan Irwan Sadawa


Sumatera Barat

Hia. Melarikan diri dari


LP Muaro pada 9
Oktober 2007

Irwan Sadawa

PK? Grasi

Hia (2001)

ditolak (2004)

Sumatera Barat

Kasusnya terkait
dengan Taroni Hia.
Melarikan diri dari LP

Muaro pada 9 Oktober


2007

PN Lubuk
5

Tumini Suradji

Pakam, Sumut

Lubuk Pakam,

(1998)

(1998)

Sumatera Utara

Banding?

PT Jambi.
6

Syargawi (1998) Kasasi ditolak

Harun (1998)

Syofial (1998)

Kasusnya terkait
Jambi

(2006)

Syofial

PT Jambi.

Kasusnya terkait

Kasasi ditolak

Jambi

Syofial

PT Jambi.

Kasusnya terkait

Kasasi ditolak

Jambi

Tasa Ibro (2001) (2002)

dengan Syargawi dan


Harun

PN Kayuagung
Sumatera Selatan

Banding?

10

Agung Widodo

(?) 2002

11

Nurhasan Yogi

PK dan Grasi

Jatim

Mahendra

dengan Syargawi dan

(2006)

(2006)

dengan Harun dan

(2002, 2004,
dan 2005)

ditolak

Kasus berhubungan
dengan Syam Ahmad
Sanusi dan Gunawan
Santosa. Suud
melarikan diri dari
12

Suud Rusli

PK dan Grasi

LP Surabaya,

(2003)

ditolak

Jatim

penjara militer
Cimanggis 2 kali (5 Mei
2005, ditangkap pada
31 Mei 2005, dan
melarikan diri lagi pada
6 November 2005 dan
ditangkap pada 23
November 2005)

Kasus berhubungan
dengan Syam Ahmad
Sanusi dan Suud Rusli.
Melarikan diri dari
13

Gunawan

PK dan Grasi

LP

Santosa (2003)

ditolak

Nusakambangan

penjara di MA pada
2004 namun ditangkap
kembali. Pada Mei
2006, melarikan diri lagi
dari Penjara Cipinang,
Jakarta. Ditangkap lagi
pada Juli 2007

14

Sakak bin

Grasi ditolak

Jamak (?)

(2002)

Riau

Kasusnya terkait
dengan Sahran dan

Sabran bin Jamak

15

16

17

18

Sahran bin

Grasi ditolak

Jamak (?)

(2002)

Sabran bin

Grasi ditolak

Jamak (?)

(2004)

Edi Alharison

PT Sumatera

(2005)

Barat (2006)

Dodi Marsal
(2005)

Kasusnya terkait
Riau

Sabran bin Jamak

Kasusnya terkait
Riau

Padang, Sumbar

Melarikan diri dari LP


Kasasi? (2007)

Padang, Sumbar

Kolonel M. Irfan

Militer Sidoarjo

Djumori (2005)

(2006)

21

Tan Joni (alias

Jatim

(?)

Pakanbaru, Riau

Harnoko

Grasi dan PK

LP Tangerang,

Dewantoro

ditolak

Banten

Aseng)

(alias Oki)

Muaro pada 9 Oktober


2007

Banding?

20

dengan Sahran dan


Sabran bin Jamak

Pengadilan
19

dengan Sahran dan

(1992)

Saridi alias Ridi


22

bin Ratiman

Kasasi ditolak

LP

Purbalingga

(2003) Grasi?

Nusakambangan

(2002)

Ridwansyah bin
23

Atung Daeng

MA menolak

(alias Iwan)

kasasi (?)

Kalimantan Barat

(2002)

Dini Syamsudin
24

alias Andi
Mapasisi bin
Sumedi(?)

2001? MA
menolak kasasi Kalimantan Barat
(?)

PN Lubuk
25

Ronald Sagala

Pakam,

(2006)

Sumatera

Sumatera Utara

Kasusnya terkait
dengan Nasib Purba

Utara (2006)

PN Lubuk
26

Nasib Purba

Pakam,

(2006)

Sumatera

Sumatera Utara

Utara (2006)

27

Nursam bin

PN Sekayu,

Boher (1990)

Sumsel (1990)

Sumsel

Kasusnya terkait
dengan Ronald Sagala

Banding?

Waluyo bin
28

Resosentono
(?)

29

30

31

Heru Lamia
(2002)

Adul bin Syamsi


(2002)

Jufri bin H. Muh


Dahri (?)

PK dan Grasi
ditolak

Lampung

PN Cibinong,
Jabar (2003)
Banding?

PN Martapura
(2002)

Martapura, Kaltim

Banding?

PN Maros
Putusan MA

Sulawesi Selatan

(2002)

Bambang
Ponco Karno
32

alias Popong

PK(?)

bin Sudarto

LP
Nusakambangan

Daud Efendi (?)

Zaenal Arifin
33

alias Ipin bin


Maryono (?)

2001(?)

Melarikan diri dari LP


Maros

34

35

Aswin Siregar
(?)

Imran Sinaga
(?)

2000(?)

LP Pekanbaru

PN Batam
Putusan MA

LP Pekanbaru.

(2001)

Rambe Hadipah PN Batam


36

37

38

Paulus Purba

Putusan MA

LP Pekanbaru.

(?)

(2001)

Mochamad

Putusan MA

Syamsudin (?)

(2000)(?)

Aris Setiawan

PK dan Grasi

LP Surabaya,

(1997)

ditolak

Jatim

Pengadilan
39

Lt. Sanurip

Militer

(1995)

Jayapura,

Papua (1997)

Sugianto alias
40

PK dan Grasi

LP Surabaya,

ditolak

Jatim

Sokikin bin

PN

Abubakar (?)

Lubuklinggau,

Sugih (Sugik)
(1996)

41

Melarikan diri dari LP


Riau

Melarikan diri dari LP


Riau

Sumsel (1994)
Banding?

42

43

44

Koh Kim Chea

PN Batam

(Malaysia,

(1992)

1991)

Banding?

Koptu Soedjono

Putusan MA

(?)

(1988)

La Aja bin La
Feely (?)

Cipinang, Jakarta

PN Ujung
Pandang

(1988)?

PN Bengkalis
45

Burhan bin

(1987) Putusan

Gingan (?)

MA. Grasi

Pekanbaru, Riau

ditolak (1990)

46

47

Yehezkiel
Ginting (2005)

Fatizanolo Laia
alias Ama Yupi

Kasasi ditolak
(2008). PK?

Batam

Grasi?

PN Gunung
Sitoli, Nias,
Sumut (2008)

Sumatera Utara

Andy Tiono
48

alias Abok alias


China

49

Delistian

Very Idham
50

Henyansyah
alias Ryan

51

52

Raja Syahrial
alias Herman

Raja Fadli alias


Deli

PN Medan

Medan, Sumatera

(2008)

Utara

PN Medan

Medan, Sumatera

(2008)

Utara

PK ditolak.
Grasi? (2012)

Jakarta

PN Tanjung
Balai Karimun

Kepulauan Riau

(2010)

PN Tanjung
Balai Karimun

Kepulauan Riau

(2010)

Kasusnya berhubungan
53

Sabirin alias

Putusan MA

Oyon (2008)

(2008)

Banten

dengan Usep alias TB


Yusuf Maulana yang
dieksekusi pada 2008

Baekuni alias
54

Bungkih alias
Babeh

55

Heri Darmawan

LP

alias Sidong

Nusakambangan

56

Fadli Torindatu

57

Ade Saputra

58

59

60

61

62

63

64

66

67

68

69

Rois alias Iwan


Dharmawan
70

Mutho (Bom di

PK dan Grasi

LP

Kasus terkait dengan

Kedutaan

ditolak

Nusakambangan

Ahmad Hasan

Cahyono (Bom

PK dan Grasi

LP

Kasus terkait dengan

di Kedutaan

ditolak

Nusakambangan

Rois

PT Banten

Tangerang,

(2002) Kasasi?

Banten

Ozias Sibanda

Putusan MA

LP

(Zimbabwe)

(2002)

Nusakambangan

Putusan MA

LP

(2002) Grasi?

Nusakambangan

Australia,
Jakarta, 2004)

Ahmad Hasan
alias Agung
71

Australia,
Jakarta, 2004)

72

73

Merri Utami

Okwudili
74

Ayotanze
(Nigeria)

75

76

77

78

79

Okonwo Nonso

Putusan MA

Kingsley

(16/2/2006)

(Nigeria)

Grasi?

Lapas Medan,
Sumatera Utara

PN Tanjung

Lapas Batu

Pinang (Riau)

Nusakambangan,

(12/6/06)

Jateng

PN Tanjung

Lapas Batu

Pinang (Riau)

Nusakambangan,

(1 2/6/06)

Jateng

Jun Hao (alias

PN Tanjung

Lapas Batu

Vans Liem alias

Pinang (Riau)

Nusakambangan,

A Heng)

(12/6/06)

Jateng

Humphrey Ejike

PN Tanjung

(alias Doctor)

Pinang, Riau

(Nigeria)

(12/6/06)

Denny (alias
Kebo)

A Yam

LP
Nusakambangan

Ek Fere Dike
80

Ole Kamala
(alias Samuel)

(?)

Cipinang, Jakarta

(Nigeria)

81

Michael Titus
Igweh (Nigeria)

PT Banten
(12/1/2004)
Kasasi?

Tangerang,
Banten

Kasus terkait dengan A


Yam dan Jun Hao

Kasus terkait dengan


Denny dan Jun Hao

Kasus terkait dengan


Denny dan A Yam

Nonthanam M.
82

Saichon
(Thailand)

Eugene Ape
83

(alias Felixe)
(Nigeria)

84

Obina Nwajagu
(Nigeria)

Stephen
85

Rasheed
Akinyami
(Nigeria)

Sylvester
86

Obiekwe
(Nigeria)

87

88

PT Banten

Tangerang,

(2002)

Banten

PK dan Grasi
ditolak

PN Tangerang
(2002)
Banding?

PN Tangerang
(2004)
Banding?

Nusakambangan

Tangerang,
Banten

LP

(?)

Nusakambangan

PN Tangerang

(alias Vishal)

(Juli 2004)

(India)

Banding?

(Brazil)

LP

PN Tangerang

Gurdip Singh

Rodrigo Gularte

Cipinang, Jakarta

PN Tangerang
(Juli 2004)
Banding?

Tangerang,
Banten

Tangerang,
Banten

89

Zulfikar Ali
(Pakistan)

Martin Anderson
90

(alias Belo)
(Ghana)

PN Tangerang
(Juni 2005)
Banding?

PT DKI Jakarta
(2004) Kasasi?

PN Jakarta
91

Sastra Wijaya

Barat (2005)
Banding?

Tjik Wang alias


92

Akwang alias
Ricky Chandra

93

Yuda (alias
Akang)

Rahem Agbaje
94

Selami (Rep of
Cordova)

PT DKI Jakarta
(2006)

PN Jakarta
Barat (2005)
Banding?

PN Surabaya
(?)

Tangerang,
Banten

Cipinang, Jakarta

LP
Nusakambangan

LP Cipinang

LP
Nusakambangan

LP Madiun, Jatim

Zainal Abidin
95

bin Mgs.
Mahmud
Badaruddin

Kasasi?PK?

LP
Nusakambangan

Kamjai Khong
96

Thavron
(Thailand)

97

Andrew Chan

PT Bali (2006)

(Australia)

Kasasi?

Myuran
98

Sukumaran
(Australia)

99

10
0

Scott Anthony
Rush (Australia)

PT Bali (2006)
Kasasi?

Bali

Bali

Putusan MA
(2006) Grasi?

Bali

PK?

Emmanuel
Iherjirika (Sierra

Kasasi?

Bali

Leone)

10

Ken Michael

PN Jakarta

(Nigeria)

Barat (2001)

10

Tham Tuck Yen

Putusan MA

(Malaysia)

(1995) Grasi?

10

John Sebastian

PN Cibinong

(Nigeria)

(2002) Grasi?

Jakarta

Cipinang, Jakarta

Jabar

10

Federikk Luttar

(Zimbabwe)

PN Jakarta
Barat (2006)

Jakarta

Banding?

Benny Sudrajat
10

(alias Tandi

PN Tangerang

LP

Winardi alias

(2006)

Nusakambangan

PN Tangerang

LP

(2006)

Nusakambangan

Beny Oei)

10
6

Iming Santoso
(alias Budi
Cipto)

10

Zhang Manquan Putusan MA

LP

(China)

(2007)

Nusakambangan

10

Chen Hongxin

Putusan MA

LP

(China)

(2007)

Nusakambangan

10

Jian Yuxin

Putusan MA

LP

(China)

(2007)

Nusakambangan

Gan Chunyi

Putusan MA

LP

(China)

(2007)

Nusakambangan

Zhu Xuxiong

Putusan MA

LP

(China)

(2007)

Nusakambangan

110

111

Nicolaas
Garnick
112 Josephus
Gerardus alias

Putusan MA

LP

(2007)

Nusakambangan

Putusan MA

LP

(2007)

Nusakambangan

Dick (Belanda)

Serge Areski
113 Atlaoui
(Perancis)

114

115

116

Suryanto alias A PN Batam


Tiong

(2007)

Agus Hadi alias

PN Batam

Oki

(2007)

Pujo Lestari bin

PN Batam

Katemo

(2007)

Jenny Chandra
117 alias Cece alias
Jet Li

118

Lim Jit Wee


(Malaysia)

119 Frank Amado


(Amerika

PT DKI Jakarta
(2008). Kasasi?

LP Batam, Kepri

LP Batam, Kepri

LP Batam, Kepri

Jakarta

Serikat)

12
0

12
1

Gareth Dane
Cashmore
(Inggris)

Leong Kim Ping


alias Away
(Malaysia)

12

Enrizal alias

Buyung

Akbar Chakan
12

Karzae alias

Mohammad
Baluch (Iran)

12

Seck Osmone

(Senegal)

12

Bir Bahadur

Gurung (Nepal)

12
6

Til Bahadur
Bhandari
(Nepal)

12

Bahar Tamang

(Nepal)

12

Indra Bahadur

Tamang (Nepal)

12

Nar Bahadur

Tamang (Nepal)

13
0

Bunyong
Khaosa Ard
(Thailand)

13

Tan Choo Hee

(Malaysia)

13

Syafrudin alias

Kapten

13
3

13
4

Lindsay June
Sandifor
(Inggris)

Mary Jane
Fiesta Veloso
(WN Filipina)

13

Freddy

Budiman

13
6

13
7

Mosavipour bin
Sayed Abdollah
(Iran)

Moradalivand
bin Moradali
(Iran)

Keterangan:

PK = Pengajuan Kembali

Banding = Banding

Kasasi = Kasasi

Grasi = Grasi

PN/PT = Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi

PM = Pengadilan Militer

MA = Mahkamah Agung

Lapas = Lembaga permasyarakatan / Penjara

A. No. 1-69: Kasus Pembunuhan (69 kasus)

B. No. 70-71: Kasus Terorisme (2 kasus)

C. No. 72-137: Kasus Narkoba (66 kasus)

Dari Gantung Hingga Suntik Mati


Hukuman Gantung
Dikutip dari antaranews.com, hukuman ini diterapkan beberapa negara seperti
Afganistan, Bangladesh, Botswana, India, Irak, Jepang, Kuwait, Malaysia, Nigeria, dan
Sudan. Mantan Presiden Irak Saddam Husein dihukum gantung pada 30 Desember
2006.
Tembak Mati
Selain Indonesia, negara yang pernah melakukan hukuman tembak mati antara lain
China, Korea Utara, Somalia, dan Yaman.
Korea Utara pernah menembak mati beberapa orang karena diam-diam menonton
acara televisi Korea Selatan pada 2013.
Hukuman Penggal
Arab Saudi. Negara ini pernah memenggal seorang pria Yaman pada 2010 karena
bersalah menyerang rumah warga lain keturunan Yaman.
Arab Saudi memenggal kepala tahanan di depan umum sesuai hukum syariah untuk
kasus-kasus pembunuhan, pemerkosaan, penyelundupan narkoba, dan perampokan
bersenjata.
Suntik Mati
Eksekusi mati jenis ini diterapkan Vietnam dan Amerika Serikat. Hukuman mati ini
diberikan kepada terpidana melalui injeksi obat-obatan dalam dosis fatal. Vietnam
melakukan injeksi mati pada Nguyen Anh Tuan pada 2013 karena kasus pembunuhan
dan ia merupakan terpidana pertama yang dieksusi dengan cara tersebut di negara itu.
Pada Selasa 29 April 2014, Lembaga Pemasyarakatan Oklahoma, Amerika Serikat,
menyuntik mati narapidana bernama Clayton Lockett (38 tahun). Lockett sempat
meronta-ronta selama sekitar 43 menit hingga menghembuskan napas terakhirnya.
Dikutip dariVOA Indonesia, Kamis 1 Mei 2014, pihak lapas mengatakan, Clayton
Lockett diberi suntikan yang terdiri dari kombinasi 3 bahan mematikan. (Sun/Sss)
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_mati
Ali Mansyur, 2007, Aneka Persoalan Hukum, Semarang, Unissula Press
Barda Nawawi Arief, 1996, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya
Bhakti.
Rudy Satrio M, 2004, Rancangan KUHP Menghindari Hukuman Mati, Jakarta: Departemen
Hukum dan HAM.

Syahruddin Husein, 2003, Pidana Mati Menurut Hukum Pidana Indonesia, Sumatera Utara:
USU Digital Library.
Teguh Prasetyo, dkk., 2005, Politik Hukum Pidana, Yogyakarta: Pustaka Belajar
-----------------, Undang-undang Dasar 1945 Hasil Amandemen.
http://news.liputan6.com/read/2185794/4-jenis-hukuman-mati-yang-berlaku-di-dunia?p=1

Você também pode gostar