Você está na página 1de 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Anestesi blok subaraknoid atau biasa disebut anestesi spinal adalah
tindakan anestesi dengan memasukan obat analgetik ke dalam ruang subaraknoid
di daerah vertebra lumbalis yang kemudian akan terjadi hambatan rangsang
sensoris mulai dari vertebra thorakal 4.
B. INDIKASI
Untuk pembedahan,daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T4 kebawah
(daerah papila mamae kebawah ). Dengan durasi operasi yang tidak terlalu lama,
maksimal 2-3 jam.
C. KONTRA INDIKASI
Kontra indikasi pada teknik anestesi subaraknoid blok terbagi menjadi dua
yaitu kontra indikasi absolut dan relatif.
Kontra indikasi absolut :
1. Infeksi pada tempat suntikan. : Infeksi pada sekitar tempat suntikan bisa
menyebabkan penyebaran kuman ke dalam rongga subdural.
2. Hipovolemia berat karena dehidrasi, perdarahan, muntah ataupun diare. :
Karena pada anestesi spinal bisa memicu terjadinya hipovolemia.
3. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan.
4. Tekanan intrakranial meningkat. : dengan memasukkan obat kedalam rongga
subaraknoid, maka bisa makin menambah tinggi tekanan intracranial, dan
bisa menimbulkan komplikasi neurologis
5. Fasilitas resusitasi dan obat-obatan yang minim : pada anestesi spinal bisa
terjadi komplikasi seperti blok total, reaksi alergi dan lain-lain, maka harus
dipersiapkan fasilitas dan obat emergensi lainnya
6. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi. : Hal ini dapat
menyebabkan kesalahan seperti misalnya cedera pada medulla spinalis,
keterampilan dokter anestesi sangat penting.
1

7. Pasien menolak.
Kontra indikasi relatif :
1. Infeksi sistemik : jika terjadi infeksi sistemik, perlu diperhatikan apakah
diperlukan pemberian antibiotic. Perlu dipikirkan kemungkinan penyebaran
infeksi.
2. Infeksi sekitar tempat suntikan : bila ada infeksi di sekitar tempat suntikan
bisa dipilih lokasi yang lebih kranial atau lebih kaudal.
3. Kelainan neurologis : perlu dinilai kelainan neurologis sebelumnya agar
tidak membingungkan antara efek anestesi dan deficit neurologis yang sudah
ada pada pasien sebelumnya.
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama : Masa kerja obat anestesi local adalah kurang lebih 90-120
menit, bisa ditambah dengan memberi adjuvant dan durasi bisa bertahan
hingga 150 menit.
6. Penyakit jantung : perlu dipertimbangkan jika terjadi komplikasi kea rah
jantung akibat efek obat anestesi local.
7. Hipovolemia ringan : sesuai prinsip obat anestesi, memantau terjadinya
hipovolemia bisa diatasi dengan pemberian obat-obatan atau cairan
8. Nyeri punggung kronik : kemungkinan pasien akan sulit saat diposisikan.
Hal ini berakibat sulitnya proses penusukan dan apabila dilakukan berulangulang, dapat membuat pasien tidak nyaman

D. STRUKTUR ANATOMI VERTEBRA


Tulang vertebra terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah
tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sakral. Tulang servikal,
torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang
sakral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang
sakum dan koksigeus.
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan anestesi subaraknoid
adalah lokasi medulla spinalis didalam kolumna vertebralis. Medulla spinalis

berjalan mulai dari foramen magnum kebawah hingga menuju ke konus


medularis (segmen akhir medulla spinalis sebelum terpecah menjadi kauda
equina). Penting diperhatikan bahwa lokasi konus medularis bervariasi antara
vertebra T12 hingga L1.
Berikut adalah susunan anatomis pada bagian yang akan dilakukan anestesi
spinal.
1. Kutis
2. Subkutis : Ketebalannya berbeda-beda, akan lebih mudah mereba ruang
intervertebralis pada pasien yang memiliki lapisan subkutis yang tipis.
3. Ligamentum Supraspinosum: Ligamen yang menghubungkan ujung
procesus spinosus.
4. Ligamentum interspinosum
5. Ligamentum flavum : Ligamentum flavum cukup tebal, sampai sekitar 1 cm.
Sebagian besar terdiri dari jaringan elastis. Ligamen ini berjalan vertikal dari
lamina ke lamina. Ketika jarum berada dalam ligamen ini, akan terasa
sensasi mencengkeram dan berbeda. Sering kali bisa kita rasakan saat
melewati ligamentum dan masuk keruang epidural.
6. Epidural : Ruang epidural berisi pembuluh darah dan lemak. Jika darah yang
keluardari jarum spinal bukan CSF, kemungkinan vena epidural telah
tertusuk. Jarum spinal harus maju sedikit lebih jauh.
7. Duramater : Sensasi yang sama mungkin akan kita rasakan saat menembus
duramater seperti saat menembus epidural.
8. Subarachnoid : merupakan tempat kita akan menyuntikkan obat anestesi
spinal. Pada ruangan ini akan dijumpai likuor sereberospinalis (LCS) pada
penusukan.

Gambar Susunan Anatomi ligament vertebra


Pembuluh darah pada daerah tusukan juga perlu diperhatikan, terdapat
arteri dan vena yang lokasinya berada di sekitar tempat tusukan. Terdapat arteri
Spinalis posterior yang memperdarahi 1/3 bagian posterior medulla. Arteri
spinalis anterior memperdarahi 2/3 bagian anterior medulla. Terdapat juga adreti
radikularis yang memperdarahi medulla, berjalan di foramen intervertebralis
memperdarahi radiks. Sistem vena yang terdapat di medulla ada 2 yaitu vena
medularis anterior dan posterior.
E. PERSIAPAN ANESTESI SPINAL
Persiapan yang diperlukan untuk melakukan anestesi spinal lebih sederhana
dibanding melakukan anestesi umum, namun selama operasi wajib diperhatikan
karena terkadang jika operator menghadapi penyulit dalam operasi dan operasi
menjadi lama, maka sewaktu-waktu prosedur secara darurat dapat diubah
menjadi anestesi umum.
Persiapan yang dibutuhkan untuk melakukan anestesi spinal adalah ;

1. Informed consent : Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini


(informed consent) meliputi tindakan anestesi, kemungkinan yang akan
terjadi selama operasi tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.
2. Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat
penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi.
Perhatikan juga adanya gangguan anatomis seperti scoliosis atau kifosis,atau
pasien terlalu gemuk sehingga tonjolan processus spinosus tidak teraba.
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran: Pemeriksaan laboratorium yang perlu
dilakukan adalah penilaian hematokrit, Hb , masa protrombin (PT) dan masa
tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan
pembekuan darah.
Persiapan yang dibutuhkan setelah persiapan pasien adalah persiapan alat
dan obat-obatan. Peralatan dan obat yang digunakan adalah :
1. Satu set monitor untuk memantau tekanan darah, Pulse oximetri, EKG.
2. Peralatan resusitasi / anestesia umum.
3. Jarum spinal. Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing,
quincke bacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point
4.
5.
6.
7.
8.

whitecare), dipersiapkan dua ukuran. Dewasa 26G atau 27G


Betadine, alkohol untuk antiseptic.
Kapas/ kasa steril dan plester.
Obat-obatan anestetik lokal.
Spuit 3 ml dan 5 ml.
Infus set.

F. OBAT-OBATAN PADA ANESTESI SPINAL


Obat-obatan pada anestesi spinal pada prinsipmnya merupakan obat
anestesi local. Anestetik local adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila
dikenakan pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Paralisis pada sel saraf akibat
anestesi local bersifat reversible.
Obat anestesi local yang ideal sebaiknya tidak bersifat iritan terhadap
jaringan saraf. Batas keamanan harus lebar, dan onset dari obat harus sesingkat

mungkin dan masa kerja harus cukup lama. Zat anestesi local ini juga harus larut
dalam air.
Terdapat dua golongan besar pada obat anestesi local yaitu golongan amid
dan golongan ester. Keduanya hampir memiliki cara kerja yang sama namun
hanya berbeda pada struktur ikatan kimianya. Mekanisme kerja anestesi local ini
adalah menghambat pembentukan atau penghantaran impuls saraf. Tempat utama
kerja obat anestesi local adalah di membrane sel. Kerjanya adalah mengubah
permeabilitas membrane pada kanal Na+ sehingga tidak terbentuk potensial aksi
yang nantinya akan dihantarkan ke pusat nyeri.
Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.0031.008. Anastetik local dengan berat jenis sama dengan LCS disebut isobaric.
Anastetik local dengan berat jenis lebih besar dari LCS disebut hiperbarik.
Anastetik local dengan berat jenis lebih kecil dari LCS disebut hipobarik.
Anastetik local yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan
mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya
digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.
Berikut adalah beberapa contoh sediaan yang terdapat di Indonesia dan
umum digunakan.
1. Lidokaine 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat hyperbaric, dosis
20-50mg(1-2ml).
2. Bupivakaine 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-20mg.
3. Bupivakaine 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik,dosis 5-15mg(1-3ml).
Obat Anestesi local memiliki efek tertentu di setiap system tubuh manusia.
Berikut adalah beberapa pengaruh pada system tubuh yang nantinya harus
diperhatikan saat melakukan anesthesia spinal.
1. Sistem Saraf : Pada dasarnya sesuai dengan prinsip kerja dari obat anestesi
local, menghambat terjadinya potensial aksi. Maka pada system saraf akan
terjadi paresis sementara akibat obat sampai obat tersebut dimetabolisme.
6

2. Sistem Respirasi : Jika obat anestesi local berinteraksi dengan saraf yang
bertanggung jawab untuk pernafasan seperti nervus frenikus, maka bisa
menyebabkan gangguan nafas karena kelumpuhan otot nafas.
3. Sistem Kardiovaskular : Obat anestesi local dapat menghambat impuls saraf.
Jika impuls pada system saraf otonom terhambat pada dosis tertentu, maka
bisa terjadi henti jantung. Pada dosis kecil dapat menyebabkan bradikardia.
Jika dosis yang masuk pembuluh darah cukup banyak, dapat terjadi aritmia,
hipotensi, hingga henti jantung. Maka sangat penting diperhatikan untuk
melakukan aspirasi saat menyuntikkan obat anestesi local agar tidak masuk
ke pembuluh darah.
4. Sistem Imun : Karena anestesi local memiliki gugus amin, maka
memungkinkan terjadi reaksi alergi. Penting untuk mengetahui riwayat
alergi pasien. Pada reaksi local dapat terjadi reaksi pelepasan histamine
seperti gatal, edema, eritema. Apabila tidak sengaja masuk ke pembuluh
darah, dapat menyebabkan reaksi anafilaktik.
5. Sistem Muskular : obat anestetik local bersifat miotoksik. Apabila
disuntikkan langsung kedalam otot maka dapat menimbulkan kontraksi yang
tidak teratur, bisa menyebabkan nekrosis otot.
6. Sistem Hematologi : obat anestetik dapat menyebabkan gangguan
pembekuan darah. Jika terjadi perdarahan maka membutuhkan penekanan
yang lebih lama saat menggunakan obat anestesi local.
Dalam penggunaan obat anestesi local, dapat ditambahkan dengan zat lain
atau adjuvant. Zat tersebut mempengaruhi kerja dari obat anestesi local
khususnya pada anestesi spinal. Tambahan yang sering dipakai adalah :
1. Vasokonstriktor : Vasokonstriktor sebagai adjuvant pada anestesi spinal
dapat berfungsi sebagai penambah durasi. Hal ini didasari oleh mekanisme
kerja obat anestesi local di ruang subaraknoid. Obat anestesi local
dimetabolisme lambat di dalam rongga subaraknoid. Dan proses
pengeluarannya sangat bergantung kepada pengeluaran oleh vena dan
saluran limfe. Penambahan obat vasokonstriktor bertujuan memperlambat

clearance obat dari rongga subaraknoid sehingga masa kerja obat menjadi
lebih lama.
2. Obat Analgesik Opioid : digunakan sebagai adjuvant untuk mempercepat
onset terjadinya fase anestetik pada anestesi spinal. Analgesic opioid
misalnya fentanyl adalah obat yang sangat cepat larut dalam lemak. Hal ini
sejalan dengan struktur pembentuk saraf adalah lemak. Sehingga penyerapan
obat anestesi local menjadi semakin cepat. Penelitian juga menyatakan
bahwa penambahan analgesic opioid pada anestesi spinal menambah efek
anestesi post-operasi.
3. Klonidin : Pemberian klonidin sebagai adjuvant pada anestesi spinal dapat
menambah durasi pada anestesi. Namun perlu diperhatikan karena klonidin
adalah obat golongan Alfa 2 Agonis, maka harus diwaspadai terjadinya
hipotensi akibat vasodilatasi dan penurunan heart rate.
Dosis obat anestesi regional yang lazim digunakan untuk melakukan
anestesi spinal terdapat pada table dibawah ini.

Tabel Dosis Obat Untuk Anestesi Spinal


G. TEKNIK ANESTESI SPINAL
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas

meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi
pasien.
1. Pasang IV line. Berikan Infus Dextrosa/NaCl/Ringer laktat sebanyak 500 1500 ml (pre-loading).
2. Oksigen diberikan dengan kanul hidung 2-4 L/Menit
3. Setelah dipasang alat monitor, pasien diposisikan dengan baik. Dapat
menggunakan 2 jenis posisi yaitu posisi duduk dan berbaring lateral.
4. Raba krista. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista
iliaka dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-L5.
5. Palpasi di garis tengah akan membantu untuk mengidentifikasi ligamen
interspinous.
6. Cari ruang interspinous cocok. Pada pasien obesitas anda mungkin harus
menekan cukup keras untuk merasakan proses spinosus.
7. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
8. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 23ml
9. Cara tusukan adalah median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar
22G, 23G atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk jarum kecil
27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu
jarum suntik biasa yaitu jarum suntik biasa 10cc. Jarum akan menembus
kutis, subkutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum,
ligamentum flavum, epidural, duramater, subarachnoid. Setelah mandrin
jarum spinal dicabut, cairan serebrospinal akan menetes keluar. Selanjutnya
disuntikkan obat analgesik ke dalam ruang arachnoid tersebut.

Gambar Posisi Lateral pada Spinal Anestesi

Gambar Posisi Duduk pada Spinal Anestesi


Teknik penusukan bisa dilakukan dengan dua pendekatan yaitu median
dan paramedian. Pada teknik medial, penusukan dilakukan tepat di garis

10

tengah dari sumbu tulang belakang. Pada tusukan paramedial, tusukan


dilakukan 1,5cm lateral dari garis tengah dan dilakukan tusukan sedikit
dimiringkan ke kaudal.

Gambar Tusukan Medial dan Paramedial


Setelah melakukan penusukan, tindakan berikutnya adalah melakukan
monitoring. Tinggi anestesi dapat dinilai dengan memberikan rangsang pada
dermatom di kulit. Penilaian berikutnya yang sangat bermakna adalah fungsi
motoric pasien dimana pasien merasa kakinya tidak bisa digerakkan, kaki
terasa hangat, kesemutan, dan tidak terasa saat diberikan rangsang. Hal yang
perlu diperhatikan lagi adalah pernapasan, tekanan darah dan denyut nadi.
Tekanan darah bisa turun drastis akibat spinal anestesi, terutama terjadi pada
orang tua yang belum diberikan loading cairan. Hal itu dapat kita sadari
dengan melihat monitor dan keadaan umum pasien. Tekanan darah pasien
akan turun, kulit menjadi pucat, pusing, mual, berkeringat.
H. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANESTESI SPINAL
Anestesia spinal dipengaruhi oleh beberapa factor. Diantaranya adalah :
1. Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia

11

2. Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia


3. Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas
daerah analgetik.
4. Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang
tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.
5. Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal
dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.
6. Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung
berkumpul ke kaudal (saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung
menyebar ke cranial.
7. Berat jenis larutan: hiperbarik, isobarik atau hipobarik
8. Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas
analgesia yang lebih tinggi.
9. Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar
dosis yang diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat)
10. Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan analgetik
sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan
posisi pasien.
I. Komplikasi Anastesi Spinal
Komplikasi anastesi spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi
delayed.
Komplikasi tindakan :
1. Hipotensi berat: Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa
dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml
sebelum tindakan.
2. Bradikardia : Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi
akibat blok sampai T-2
3. Hipoventilasi : Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali
nafas
4. Trauma pembuluh saraf
12

5.
6.
7.
8.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
1.

Trauma saraf
Mual-muntah
Gangguan pendengaran
Blok spinal tinggi atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan:
Nyeri tempat suntikan
Nyeri punggung
Nyeri kepala karena kebocoran likuor
Retensio urine
Meningitis
Komplikasi intraoperatif:
Komplikasi kardiovaskular
Blok spinal tinggi atau total
Komplikasi respirasi :
Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi paru-

paru normal.
2. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal
tinggi.
3. Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena
hipotensi berat dan iskemia medulla.
4. Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan tandatanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan

1.
2.
3.
4.
5.

pernafasan buatan.
Komplikasi postoperative :
Komplikasi gastrointestinal
Nyeri kepala
Nyeri punggung
Komplikasi neurologik
Retentio urine / Disfungsi kandung kemih

13

DAFTAR PUSATAKA
Medscape Reference [Internet] Subarachnoid Spinal Block [Updated on Aug, 5,
2013] Available at http://emedicine.medscape.com/article/2000841-overview.
Diakses 31 Januari 2016
S, Kristanto, Anestesia Regional; Anestesiologi.- Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta : CV. Infomedika,
2004; 123
S, Kristanto, Anestesia Regional; Anestesiologi.- Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta : CV. Infomedika,
2004; 125-8
Netter, H Franks, Interactive Digital Atlas Anatomy [Digital E-Book], Vertebral
Column, Section. Icon Learning System, Rochester : Section #146.
NYSORA New York School of Regional Anesthesia, [Internet] Subarachnoidal
Block

[Last

Update

Oct

2013],

Available

at

http://www.nysora.com/techniques/neuraxial-and-perineuraxialtechniques/landmark-based/spinal-epidural-cse/3423-spinal-anesthesia.html,
Diakses 31 Januari 2016
University of Pittsburgh Online Reference [Internet] Subarachnoid spinal block
anesthesia.

[Last

Update

Jan

2013].

Available

at

http://www.pitt.edu/~regional/Spinal/Spinal.htm. Diakses 31 Januari 2016


Gan Gunawan, Sulistya et al. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta; Balai Penerbit FKUI, 259-72.
Khangure, Nicole in TOTW Anesthesia.- World Federation of Societies of
Anesthesiologist [Internet Journal] Neuraxial Anesthesia Adjuvant [Last Update

14

on July 4 2011]

Available at .http://totw.anaesthesiologists.org/wp-

content/uploads/2011/07/230-Neuraxial-adjuvants.pdf
Christiansson, Lennart in Periodicum Biologorum; Update on Adjuvant in Regional
Anesthesi; UDC 57:61, CODEN PDBIAD, 2009, VOL. 111, No 2, 16170.
G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail, Michael J. Murray. Clinical
Anesthesiology 4th Edition [Digital E-Book] Section Spinal, Epidural and
Caudal Anesthesia; Appleton and Lange, 2005. California: McGraw-Hill
Publishing.

15

Você também pode gostar