Analisis Kelembagaan dalam Agribisnis
Jagung di Indonesia
Tri Pranadji dan Effendi Pasandaran
Kee kelembagaan agribisnis jagung yang balk akan berdampak positif
terhadap pengembangan ekonomi jagung di pedesaan. Oleh karena itu,
kinerja sistem agribisnis jagung di pedesaan harus efisien serta memiliki daya
ssaing yang relatif tinggi, terutama terhadap negara-negara produsen jagung
lainnya. Daya saing yang tinggi antara lain dapat diciptakan melalui pengem-
bangan tatanan kelembagaan ekonomi pedesaan yang kondusif ke arah itu
Kelembagaan bersifat dinamis sehingga dalam menganalisis kelem-
bagaan diperlukan ketajaman pemahaman dan daya empati penelititerhadap
makna ("isi") dari aspek kelembagaan dimaksud di samping gambaran luar
dari fakta empiris yang terkumpul. Aspek ini banyak mengandung unsur yang
sifatnya kualitatif.. Dengan demikian, yang diperlukan bukan sekedar melihat
fakta empiris, melainkan juga perlu dilkuti dengan memperhatikan secara
lebih cermat dan mendalam makna yang tersembunyi di balik fakta empiris
tersebut Lauer, 1973; Eisner, 1991). Penajaman tentang hal ini penting, karena
makalah ini bertujuan pula merumuskan kebijakan kelembagaan ekonomi
Pedesaan untuk pengembangan agribisnis jagung yang lebih kompetitifdi masa
datang,
Dalam mendukung pengembangan daya saing ekonomi atau agribisnis,
fokus bahasan kelembagaan agribisnis jagung tidak bisa diletakkan begitu
‘saja pada bingkai swasembada pangan nasional, melainkan perlu ditempat-
kan pada kerangka transformasi ke arah industrialisasi subsektor tanaman
pangan. Kesan bahwa perhatian terhadap ekonomi jagung, seperti halnya
‘ekonomi padi, masih dalam bingkai ketahanan pangan nasional masih sulit
ditinggalkan, terutama dari kalangan pemerintah, seperti tampak pada tulisan
‘Abbas (1997) dalam membahas swasembada padi dan jagung. Pandangan
ke depan perlu lebih diarahkan pada visi pengembangan ekonomi jagung
dalam kerangka industrialisasi dan ekonomi pasar terbuka. Dengan pandangan
seperti itu, aspek kelembagaan jagung pun harus dibahas dalam kerangka
pengembangan organisasi dan kelembagaan ekonomi untuk menghadapi
ekonomi pasar bebas.
Ekonomi Jagung indonesia 289Tulisan ini membahas dua topik. Topik pertama adalah hubungan
kelembagaan antara kegiatan agribisnis jagung dan pengembangan ekonomi
desa. Dalam topik inidibahas pula masih adanyakerancuan pandangan bahwa
dalam pengembangan ekonomi desa, komoditas jagung diletakkan dalam
“bayangan” padi sawah. Juga masih adanya semacam kekeliruan pandangan
bahwa sistem kelembagaan usahatani jagung telah menjadi bagian dari sistem
‘ekonomi desa. Pendapat ini akan dikoreksi secara serius.
Topik kedua adalah kelembagaan agribisnis jagung dikaitkan dengan
pandangan atau antisipasi ke depan, yang mencakup kelembagaan alih tek-
rnologi, keuangan dan permodalan usaha, serta jaringan kemitraan usaha yang
terbentuk. Bahasan mengenai hal ini belum tampak pada bahasan Timmer
(1987) dalam bukunya yang berjudul The Corn Economy of Indonesia.
Sepertinya Timmer dan kawan-kawannya belum menganggap penting aspek
kelembagaan ini, karena pada dekade 1980-an, aspek tersebut belum populer
untuk dibahas dalam menganalisis suatu komoditas pertanian. Buku tersebut
lebih banyak membahas aspek efisiensi ekonomi dan produksi jagung secara
fisik, padahal dengan menganalisis kelembagaannya, sistem ekonomi dan
agribisnis jagung di Indonesia bisa dikembangkan untuk menghadapi per-
saingan bebas ditingkat dunia.
AGRIBISNIS JAGUNG DAN EKONOMI DESA
Jagung dalam Subordinasi Padi
‘Sejak zaman Pemerintah Hindia Belanda, perhatian pemerintah terhadap
ekonomi jagung relatif kurang bila dibandingkan dengan padi. Penggambaran
ekonomi desa agraris di Jawa umumnya diidentikkan dengan ekonomi padi
sawah. Sajogyo (1973) dan Tjondronegoro (1990), yang dikenal sebagai ahli
modernisasi dan kelembagaan ekonomi desa, lebin banyak menempatkan
padi sebagai dinamisator perubahan ekonomi (dan sosial) di pedesaan.
Geertz (1983) dalam membahas kemiskinan terbagi (shared poverty) juga
cenderung menempatkan padi sebagai kasus yang (lebih) ditonjolkan (diban-
ding jagung). Hingga akhir abad 20, masin banyak pakar dari luar negeri yang
juga cenderung menonjolkan padi sebagai komoditas strategis dan berperan
besar dalam pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan.
‘Secara kelembagaan (pemerintah) atau budaya pedesaan, keduduk-
‘an padi juga lebih dikedepankan dibanding jagung. Sepertinya ada asumsi
tersembunyi, bahwa jika ekonomi padi di pedesaan maju, maka ekonomi
tanaman pangan lain seperti jagung dengan sendirinya akan ikut maju
‘Sampai seberapajauh asums! ini bisa dibenarkan, perlu dilihat secara cermat di
lapangan. Penulis merasa lebih mudah menjawab pertanyaan, apakah
kemajuan ekonomi jagung di pedesaan dipengaruhi oleh kemajuan ekonomi
padi sawah, daripada membenarkan atau menyalahkan asumsi tersebut.
280 Pranadi dan Pasandaran: Analisis Kelembagaan dalam Agribisnis JagungUntuk kasus di sentra produksi padi, asumsi tersebut mungkin banyak benar-
nya, terutama jika melihat kasus penanaman jagung dilahan sawah. Namun di
sentra produksi jagung, berlakunya asumsitersebut tidak setajam pada sentra
produksi padi
Beberapa hal yang menunjukkan bahwa dari segi perhatian pemerintah,
Jagung berada dalam bayang-bayang atau pada subordinasi padi dapat dilihat
ada Tabel 1. Paling tidak terdapat eam penciri yang membedakan perhatian
pemerintah terhadap jagung dan padi. Untuk harga masukan dan keluaran
dan investasi publik, pethatian (kebijakan) pemerintah terhadap padi lebih
besar daripada terhadap jagung. Hal ini sekaligus menekankan bahwa posisi
jagung berada pada subordinasi padi. Faktor orientasi sosial-budaya-politik
yang relatif tinggi terhadap program pengembangan padi (sawah), menjadikan
relatif kurangnya perhatian pemerintah terhadap ekonomi jagung beberapa
tahun yang lalu. Namun, walaupun tidak terproteksi dengan kuat, misalnya
melalui kebijakan harga seperti halnya pada padi, ekonomi jagung justru
‘menjadi lebih terbuka terhadap pengaruh ekonomi pasar.
‘Secara kelembagaan (ekonomi), pemerintah juga cenderung lebih pro-
tektif dalam pengembangan padi (sawah) dibanding jagung. Bahkan dapat di-
katakan ekonomi padi sudah terlalu banyak dan terlalu lama diasuh peme-
rintah (over-regulated). Posisi ekonomi jagung justru relatif berlawanan dengan
padi, lebih bebas dan kurang mendapat intervensi pemerintah. Walaupun
demikian, belum dapat dikatakan bahwa daya saing ekonomi padi di pedesaan
lebin baik dibanding jagung. Campur tangan pemerintah yang relatif kurang
terhadap ekonomi jagung kemungkinan justru menyebabkan ekonomi jagung
lebih dapat berkembang mengikuti dinamika ekonomi pasar bebas.
‘Tabel 1. Perbedaan perhatian pemerintah antaraterhadap ekonomjagung dan padi
Kegiatan ekonomi
Pencir
jagung adi
Dukungan investasi publik Relatifkurang Relatifkuat
Kebljakan harga (Retatin (Reiatin
‘output Keil Besar
input Keait Besar
Orientasi
konom| pasar Relatitidak ciproteksi Cenderung diproteksi
sosial Rendah Tinagh
polit Rendah Tinagt
budaya Rendah Tag
‘Sebaran agroskosistem Domain terbesarlahan Domain terbesar lahan
ering dan tadahhujan ——_beriigasi
Dukunganbirokrasi pemerintah _Relatifkurangdanleman Relat besar dan kuat
[Ekonomi Jagung Indonesia 291Kelembagaan Usahatani dan Agribisnis Jagung
Berdasarkan uraian sebelumnya, seharusnya kemajuan ekonomi jagung di
pedesaan berjalan lebih lambat dibanding padi, namun hasil pengamatan di
lapangan justru menunjukkan hal yang berbeda. Kemajuan ekonomi jagung
dapat dikatakan relatif lebih cepat dibanding padi, terutama pada agroeko-
sistem lahan kering. Dengan melihat perkembangan terakhir di Lampung,
Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan, ekonomi jagung yang relatif terbelakang
dibanding padi pada 10-15 tahun lalu, saat ini menunjukkan gambaran yang
jauh berbeda
Seperti halnya pada padi, pengembangan jagung pada awalnya lebih
ditekankan pada kegiatan usahatani sedangkan kegiatan pemasaran belum
ditangani dengan baik. Akibatnya, meskipun produksi meningkat, pemasaran
yang relatif kurang baik menyebabkan secara ekonomi petani mengalami
kerugian
Kelembagaan agribisnis jagung di pedesaan dewasa ini menunjukkan
perkembangan yang pesat. Dengan dukungan prasarana ekonomi yang baik
hingga tingkat kabupaten atau kecamatan, perkembangan usahatani jagung
dapat diidentikkan dengan perkembangan agribisnis jagung itu sendiri
Kelembagaan ekonomi jagung yang semula hanya terbatas pada lingkup
kegiatan usahatani setempat, saat ini sudah menjadi lebih terbuka ke arah ter-
bentuknya kelembagaan agribisnis yang kuat dan bernuansa ekonomi pasar.
Perkembangan agribisnis jagung di pedesaan ini lebih banyak didorong
oleh pesatnya perkembangan industri pakan unggas daripada sebagai akibat
atau pengaretriangsung program pemerintah. Untuk mewujudkan interaksi
yang baik dan matang antara lembaga produksi (usahatani) dan lembaga
industri pakan unggas ini, diperlukan waktu yang cukup lama, lebih dari 10
tahun,
Sejak 10-15 tahun lalu, sebenamya petani di Lampung dan Sulawesi
Selatan telah dapat memproduksi jagung dengan balk. Namun, industri
pengolahan belum dapat membeli atau menampung jagung petani dengan
cepat dan harga yang layak. Adanya miss match antara keberhasilan usaha-
tani dan pemasaran ini menimbulkan gejala cultural shock yang cukup berat
bagi petani yang pada gilirannya menurunkan kepercayaan petani terhadap
pemerintah
Gejala cultural shock yang dialami petani saat itu, akibat mengikuti
anjuran (‘paksaan halus") pemerintah, relatif cukup serius. Pada tahun 1985,
banyak petani di Sulawesi Selatan yang “marah-marah” dan menyebar jagung
hrasil panennya di jalan raya karena tidak laku dijual. Hal inidilakukan karena
petanimerasa ‘terlipu’ oleh impian yang disampaikan aparat pemerintah. Impian
yang ditanamkan aparat terhadap petani saat itu adalah bahwa jika produksi
jagung meningkat maka pendapatan petani akan meningkat pula
292 Pranedji dan Pasandaran: Analisis Kelembagaan dalam Agrbisnis JagungVisi pengembangan usahatani jagung dalam perspextif agribisnis di pe-
desaan nampaknya belum dapat dimplementasikan dalam ¢-ogram pemerintah
secara nyata. Dilapangan, sepertinya pemerintah terjebak clam makna bahwa
membangun agribisnis jagung adalah membangun usahateni jagung. Hingga
kini tampaknya pemerintah belum bisa beranjak ke arah pengembangan agribis-
nis yang sebenamya. Dikalangan aparat pemerintah, terutar-a di pusat, seperti-
nya ada semacam anggapan jika usahatani jagung berhesil dikembangkan,
maka agribisnis jagung akan terbentuk dengan sendirinya. Nampaknya cara
berpikir yang digunakan untuk pengembangan padi diterapkan begitu saja pada
pengembangan jagung.
Penyimpangan yang terjadi pada pengembangan jagung, tidak seperti
hhalnya pada padi bisa dimengerti. Pada pengembangan (Bias) padi sawah,
pengembangan usahatani dirangkai dengan pengembangan fasilitas penge-
ringan, pengolahan dengan rice milling unit (RMU) dan pemiasaran (melalui
kebijakan harga dan program pengadaan pangan) dalam satu kesatuan paket
program pemerintah. Oleh karenaitu, bisa dipahami ka agribisnis padi sawah
berkembang sejalan dengan berkembangnya sistem usahatani padi sawah.
Pada jagung yang terjaditidaklah demikian
Matangnya sistem agribisnis jagung justru karena tidak adanya campur
tangan yang intensif dari pemerintah. Evolusi pada sistem agribisnis jagung
berjalan seiring dengan semakin matangnya perkembangan ekonomi pasar
komoditas jagung. Seperti telah diuraikan sebelumnya, pada kurun 10-15
tahun lalu sosok agribisnis jagung belum terbentuk sematang saat ini. Pada
waktu itu, sistem usahatani jagung telah berhasil dikembangkan, namun
sistem agribisnisnya belum langsung bisa mengikuti. Sistem agribisnis jagung
mulai berkembang setelah industri pakan unggas memerlukan pasokan
jJagung dalam jumlah relatif besar dan teratur. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa terbentuknya jaringan kelembagaan agribisnis jagung seperti yang
terlinat sekarang ini bukan karena besarnya peran pemerintah, karena dalam
menyediakan gambaran atau data yang akurat mengenai produksi dan kebu-
tuhan jagung pun sepertinya pemerintah masih sulitmelakukannya. Para pelaku
agribisnis jagung telah “belajar” sendirimembangun kelembagaan agribisnisnya
yang dimulai dengan membina hubungan saling percaya di antara mereka. Ini
dilakukan karena pada diri mereka telah tumbuh kesadaran bersama bahwa
mereka berada pada posisi yang saling membutuhkan melalui lembaga eko-
nomi pasar.
Agribisnis Jagung dan Ekonomi Desa
Bisa dimengert jika tumbuh anggapan umum bahwa perkembangan agri-
bisnis jagung akan berdampak positif terhadap perekonomian desa. Namun
perlu disadari bahwa agribisnis jagung yang berkembang saat ini umumnya
bukaniah bagian dari ekonomi desa. Cabang kegiatan agribisnis yang hampir
pasti menjadi bagian dari ekonomi desa adalah usahatani jagung dan peda-
gang pengumpul. Kegiatan pengeringan dan pengolahan sebagian besar me-
Ekonomi Jagung indonesia 293rupakan bagian darijaringan industri pakan yang kebanyakan berada di daerah
perkotaan. Jaditerlalu berlebihan jika perkembangan agribisnis jagung dianggap
‘sebagai perkembangan ekonomi desa itu sendir
‘Sebagian besar sistem usahatani jagung di pedesaan sangat tergantung
pada industri pakan, namun tidak berlaku sebaliknya. Industripakan besar, yang
‘menjadi penggerak agribisnis jagung nasional, biasanyamembelijagung secara
bebas. Tidak ada keharusan bagi mereka untuk membeli jagung dari dalam
neger (petani), kecuali harga jagung dalam negeri kompettifdibanding harga di
pasar dunia, Pada saat harga jagung di pasar dunia relat rendah, industri pakan
memberlakukan hal yang sama pada jagung petani. Dalam kondisi pasar yang
cenderung oligopsonis, maka tekanan harga jagung di pasar dunia akan itrans-
misikan secara langsung pada harga jagung di tingkat petani. Jika petani tidak
mau menjual jagungnya dengan harga pasar dunia, industri pakan akan cen-
derung membeli jagung di pasar bebas.
Sistem usahatani jagung saat ini masih belum optimal dan masih terbuka
peluang untuk membuatnya menjadilebih efisien. Satuhal yang menyebabkan
sistem usahatani jagung belum efisien adalah bahwa hubungan saling
ketergantungan antara petani jagung dan industri pakan cenderung bersifat
asimetris. Posisi petani relatif lemah dan posisi industri pakan relatif Kuat.
Dengan demikian, surplus darinilai tambah kegiatan industripengolahan (bahan
pakan) lebih banyak dinikmati leh pelaku agribisnis diluardesa. Dalam kondisi
demikian, ekonomi desa berada pada posisi seakan-akan mendapat “belas
kasihan" dan sangat tergantung darijaringan industri pakan yang dikendalikan di
kota.
Investasilangsung masyarakat pedesaan dalam kegiatan industri pakan
sangat rendah. Investasi petanijagung yang bersifatlangsung sebagian besar
hanya pada kegiatan usahatani, Dengan demikian, dalam jaringan kelembagaan
investasi agribisnis jagung, kedudukan petani relatif lemah meskipun hal itu
belum berakibat buruk pada perekonomian petani dan desa. Pilihan yang
dipunyai petani bukan hanya kepada siapa ia akan menjval jagungnya, melain-
kan juga apakah dengan menanam jagung (bukan tanaman lain) ekonomi rumah
tangganyamenjadilebih terjamin. Dalam kondisi agribisnis jagung yang sehat,
‘ekonomi desa setempat dinarapkan ikut lebih baik. Namun, sistem agribisnis,
jagung yang efisien tidak akan membawa manfaat yang signifikan bagi per-
‘ekonomian desa secara berkesinambungan jika struktur jaringan agribisnis
jagung tidak sehat.
KELEMBAGAAN AGRIBISNIS JAGUNG
Pada pertengahan dekade 1980-an, Indonesia mengalami kekurangan pasokan
jagung sehingga menimbulkan protes dari peternak dan industri pakan ung-
gas. Kondisi tersebut muncul Karena pemerintah bersifat protektif terhadap
jagung dalam negeri, namun kurang diimbangi dengan upaya peningkatan
produksi. Setelzh kejadian itu pemerintah, melalui Bulog, mengijinkan impor
——_—_—— $e
294 Pranadji can Pasandaran: Analisis Kelemagaan dalam Agrbisnis Jagungjagung. Hingga saat ini Indonesia setiap tahun mengimpor jagung lebih dari 1
juta ton. Selain tu, harga jagung petani umumnya masin lebih tinggi dari harga
pasar dunia. Kedua hal ini menunjukkan bahwa sistem produksi dan daya
saing jagung dalam negeri belum bisa diandalkan untuk membangun jaringan
agribisnis jagung yang kuat, apalagi untuk menghadapi pasar global. Keadaan
ini juga menunjukkan bahwa dukungan kelembagaan dalam pengembangan
agribisnis jagung dalam negeri belum memadai sehingga diperlukan upaya
untuk memperbaikinya.
Secara teoritis kelembagaan agribisnis jagung mencakup berbagai
aspek. Tiga aspek kelembagaan yang berperan besar dalam pengembangan
daya saing agribisnis jagung adalah kelembagaan alih teknologi, kelembaga-
‘an keuangan dan permodalan, serta kelembagaan kemitraan usaha. Dalam
rangka mendorong produksi jagung dalam negeri, ketiga aspek kelembagaan
tersebut perlu mendapat perhatian yang serius.
Hubungan ketiga aspek kelembagaan agribisnis jagung disajikan pada
‘Gambar 1. Ketiga aspek kelembagaan tersebut berhubunganan secara inter-
aktif dan sirkuler. Dikatakan interaktif karena satu sama lain saling mempe-
ngaruhi. Dikatakan sirkuler, Karena pengaruh pada satu aspek akan diterus-
kan ke aspek yang lain, dan begitu seterusnya. Walaupun demikian, peran in-
dustri pakan yang relatif besar dalam jaringan kelembagaan agibisnis jagung
menyebabkan permodalan menjadi salah satu kunci strategis untuk mendina~
misasi jaringan kelembagaan agribisnis jagung di Indonesia.
Pengembangan dan
L alin teknologi ]
Sistem kemitraan Permodelan
‘usaha xr usaha
|
CGambar 1. Hubungan segitiga kelembagaan agribisnisjagung,
Ekonomi Jagung Indonesia 295~ Kelembagaan Alih Teknologi
Kecualidi Nusa Tenggara Timur dan sebagian Jawa Timur, khususnya Madura,
hampir semua kegiatan. ekonomi jagung telah masuk dan terintegrasi dalam
konomi pasar global, Kebutuhjan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah
Jagung dafam beberapa tahun teral semakin kuat. Pada industri
pengolahan, teknologi yang ah felatif maju, bahkan industri
pakan di pedesaan pun telah menggunakan mesin berbahan bakar minyak
atau listrik. Pada industri skala besar, seperti PT Charoen Pokphan, teknologi
yang digunakan sudah sangatkompleks dan modern:
_ , «= Tektolggi pengoiahan modern tersebut relatif sult dikuasal oleh masya-
rakat desa,. yang menunjukkan adanya kesenjangan teknologi dan kompe-
tensi surpber daya.manusia yang elatif besar antara yang ada di pedesaan
dan yang dibutuhkan oleh industri pakan unggas. Oleh karena itu, teknologi
pengolahan jagung di tingkat filir tersebut masih dikuasai oleh para pelaku
bisnis:di'perkotaan:. Jika’kondisi'seperticitu:terus berlangsung maka akan
ssangat sllt-bagimasyarakat pedesaan untuk bisa menikmati hasil dari rial
tambamjagung 6
“Brose ali stingkat fr Industri hil (pakan) hampir berimpit
dengan aliran kkapital,tingkat tinggi... Dampak penggunaan, teknologi peng-
olatian techadap perkembangan, ekonomi jaguna di pedesdan, terutama di
tingkat usahatani, dalam beberapa tahun tetakhir memang sangat signifikan.
Tingkat ketersediaan teknologi pengolatian ini relatif tinggi, dalam arti sejaun
kapital dikuasai maka teknologi bisa dibeli, Namun masalahnya bukan pada
ketersediaan teknologi, melainkan. pada. manfaat penggunaan teknologi
terhadap nilai tambatr(keuntungan):ekonomi. Dengan demikian, aliran teh
nologi sangat erat kaitannya dengan aliran kapital dan nilai tambah ekonor
‘Mengingat tingginya tingkat kapital dan kompetensi SDM yang dibutuh-
kan dalam industri pengolahan jagung, dalam jangka pendek industri tersebut
sulit dilakukan di pedesaan. Urituk mengalihkan teknologi ini ke pedesaan
dipertukan waktu relatif lama dan biaya yang besar. Keadaan ini bisa dime-
ngerti, karena teknologi pada industri hilrinilah yang memungkinkan jaringan
teknologi lain dipedesaan, terutama di tingkat usahatani, berkembang relatif
mantap. Mungkin yang dirasakan masyarakat pedesaan bukaniah adanya
aliran teknologi dari kota ke desa, melainkan adanya aliran manfaat teknologi
yang bisa dirasakan petani untuk mengembangkan ekonomi pedesaan
(Gambar 2)
Kegiatan ekonomi jagung dilihat dari sumber teknologi, tingkat tekno-
logi, aliran fisik (teknologi), alan manfaat untuk ekonomi désa, dukungan
‘SDM yang dibutuhkan dan dukungan lembaga ekonomi modern yang dibutuh-
kan disajikan pada Tabel 2. Kegiatan ekonomi untuk mendukung ekonomi
jagung yang sumber teknologinya murni berasal dari pedesaan setempat,
hampir tidak terliat lagi. Di sebagian Nusa Teriggara Barat (NTB) masin dapat
dijumpai kegiatan ekonomi jagung yang teknologinya sebagian besar bersum-
ber dari masyarakat pedesaan setempat. Namun, sistem agribisnis jagung di
296 Pranadii dan Pasandaran: Analisis Kelembagaan dalam Agribisnis Jagung‘Alan kepital —Aliran manfaat Aran kapital
rendah teknologi tingat
1 J |
Ekonomi Ekonomi
Dukungan jagung di jagung di | pukungan
lembaga pedesaan Perkotaan | lembaga
ekonomi 4e— ekonomi
modern Usahatani Tdustd modem
rendah akan tinggi
a |
Kompetisi _Aliranfisik Kompetisi
SDM rendah —_teknologi SDM tinggi
Gambar 2. Bagan aliran mantaat dan fiskteknologi tinggi dari perkotaan dan pedesaan dalam
sistem ekonomi jagung.
‘abel. Jenis kegiatan (ekonomi jagung) menurut sumber teknologl,tingkatteknologi,alran
fisk,aican manfeat, ukungan SDM dan lemibaga ekonomi modern
Jenis kegiatan Sumber Tingkat_ Allan lian Dukungan Dukungan
‘ekonomi jagung feknologit teknolog? fis tek- manfaat SDM? lembaga
nolog teknologi ekonomi?
Prasaranaekonomi = OD,LD.«S,T SB. SB CBB, SB
Perbenihan ft 7 CBSB SB SB CB,SB
‘Saprodi ain DD.LD S,T CBSB «SB KL,CB_ CB,SB
Usahatani 0,LD CB.SB SB KL.CBKLCB
Pemipiian 0,0 CB.SB 08,SB KLCB CB
Pengeringan to KL CBB CB,SB SB
Penyimpanan rr) KL CBSB CBSB OSB
Pengolahan lanjut wb cs 88 CBB SB
Keterangan: 'LD= Luar desa, DD = Dalamdesa,
2 =Tinggi, S= Sedang, R= Rendah,
2B = Sangatbesar, CB = Cukup besar, KL=Kecl
wilayah ini relatif tertutup dan sederhana atau tidak sekompleks misainya
Jawa Timur. Ekonomi jagung di NTB umumnya belum terintegrasi atau
dipengaruhi oleh situasi pasar dunia, Karena jagung di wilayah ini merupakan
‘makanan pokok penduduk.
[Ekonomi Jagung indonesia 297Terdapat hubungan yang erat antara tingkat teknologi yang dibutuhkan
dan kegiatan ekonomi yang bisa dijalankan di pedesaan. Kegiatan usahatani,
panen, dan pascapanen (peripilan) jagung merupakan kegiatan kelembaga-
an ekonomi yang tidak selalu membutuhkan dukungan teknologi tinggi sehing-
ga bisa dilakukan oleh masyarakat pedesaan. Lain halnya, misalnya, kegiatan
penyimpanan dan pengolahan hasil, akan sulit dilakukan oleh petani di pede-
saan secara individu. Di samping teknologi yang dibutuhkan relat tinggi, ke-
giatan ekonomi ini membutuhkan dukungan kompetensi SDM dan lembaga
‘ekonomi modern yang relatif tinggi pula. Dilihat dari sistem teknologinya, ke-
giatan ekonomi jagung di perkotaan (industri pakan) dan di pedesaan (usa-
hatani) menunjukkan perbedaan yang mencolok yang dinilai kurang menun-
jang peningkatan daya saing ekonomi jagung Indonesia di pasar dunia.
Kasus di Jawa Timur dan Lampung memberikan gambaran bahwa ke-
giatan agribisnis jagung yang mendatangkan stabiltas niai tambah ekonomi
yang relatif tinggi kebanyakan dilakukan oleh jaringan kelembagaan industri
pakan unggas. Kegiatan pengeringan, penyimpanan, dan pengolahan ter-
‘masuk kegiatan ekonomi yang masih banyak dilakukan oleh jaringan lembaga
ini Teknologi yang dibutuhkan untuk kegiatan ini memang relatif tinggi, dan
dalam waktu dekat masih sulit dialihkan ke desa.
Dari uraian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa proses alih teknologi
dalam agribisnis jagung lebih banyak dikendalikan oleh lembaga ekonomi di
luar desa, terutama industri pakan. Fakta empiris di lapangan, terutama di
Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara menunjukkan
bahwa peran industri pakan dalam proses ali teknologi hingga tingkat usaha-
tani relatif besar. Secara tidak langsung industri pakan inilah yang memberi
insentif kepada petani untuk meningkatkan teknologinya dalam kegiatan
usahatani jagung,
Dalam pengembangan teknologi agribisnis jagung, peran swasta relatif
unggul dibanding pemerintah karena pengembangan teknologi jagung oleh
swasta langsung diarahkan pada peningkatan nilai tambah ekonomi. Dengan
demikian, hampir tidak terjadi kesenjangan antara kemajuan teknologi dan
peningkatan nitaitambah ekonomi atau pendapatan. Peran pemerintah dalam
pengembangan teknologi usahatanijagung umumnya tidak langsung melekat-
kannya pada peningkatan pendapatan usahatani secara cepat. Oleh karena
itu, antara pemerintah, petani, dan swasta peru menjalin kerja sama yang har-
monis dalam mengembangkan agribisnis jagung di pedesaan. Walaupun
usaha ke arah itu telah dirintis melalui berbagai kebijakan, namun upaya yang
lebih besar masin diperlukan untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Kelembagaan Keuangan dan Permodalan
‘Secara fisik, agribisnis jagung merupakan kegiatan ekonomi yang relatif ma-
tang. Aliran fisik jagung sejak panen hingga sampai di industri pakan unggas
dapat dikatakan cukup efisien. Peran masing-masing pelaku agribisnis dalam
keseluruhan kegiatan agirbisnis jagung juga telah terbagi dengan baik (Tabel
298 Pranadji dan Pasanderan: Analisis Kelembagaan dalam Agriisnis Jagung3). Semua fungsi agribisnis telah ada yang menangani secara agak khusus,
atau tidak terjadi kekosongan peran. Namun, apakah gambaran yang relatit
baik pada aliran dan pembagian kerja secara fisik tadi juga tercermin dalam
dukungan keuangan dan jasa kapital, perlu dicermati lebih lanjut
Tabel 4 menggambarkan hubungan antara cabang kegiatan agribisnis
jagung dan lembaga keuangan. Masing-masing cabang kegiatan agribisnis
jagung mempunyai perbedaan yang tajam dalam memperoleh dukungan per-
modalan. Kegiatan agribisnis seperti usahatani sangat sedikit memperoleh
dukungan lembaga permodaian modem, seperti bank dan koperasi (KUD),
Sebaliknya, kegiatan pengeringan, penyimpanan, dan pengolahan lanjut
memperoleh dukungan yang relatif besar dari lembaga permodalan modern.
Dengan demikian, antara kegiatan usahatani dan nonusahataniterdapat jejak-
jejak ekonomi dualistik seperti yang dikemukakan Boeke (1982).
‘Tabel3. Beberapa kegiatan agribisnis jagung yang djalankan menurut pelaku agribisnis yang
‘melakukannya, 2001
Kegiatan ekonomi jagung
Pelaku agibisnig |||
Uusahatani panen —peron-penge- _penyim- pengolahen
tokan —finganpanan_lanjut
Petani ‘$8 ss 8s. sk SK
Pedagang desa ss 88. SB sk SK D
Pedagang antarkota D sk sk sk SK D
Pengelola gudang D D D ss 8s ss
Pabrikpakan D D D ss 8B 8
Keterangan: SB = Sebagian besar; SK = Sebagian kecil
'SS= Sebagian/setengah; TD = (Hampi) tidak ada hingga idak ada.
‘abel 4. Beberapa kegiatan agribisnisjagung dengan sumer Keuangan dan permodalan
yang mendukungnya.
‘Sumber kevangan dan kapital
Keglatan ageibisnig§ $$ _______
sendii _Kelompok—KUD/Iem-—_pinjaman bank
organisasi bagaeko- informal
etani —nomidesa
lainnya
Usahatani $B ‘sk 1D sk 10
Panen ss sk acy ss. 1D
Perontokan 8s sk sk sk sk
Pengeringan 8K 1D cr) sk 8B
Penyimpanan 8K ac) 0 1D SB
Pengolahan lat, ct acy 1D cc) SB
Pemasaran 8s 1D Sk 8s. ES
[Ekonomi Jagung indonesia 299Dengan memperhatikan kembali Tabel 3 diperoleh beberapa gambaran
yang menarik. Pertama, cabang kegiatan agribisnis yang ditangani petani,
seperti usahatani, panen, dan perontokan kurang memperoleh dukungan per-
modalan yang memadai. Mungkin cabang kegiatan agribisnis ini oleh pihak
lembaga bank atau koperasi dinilai tidak layak dipercaya untuk memperoleh
bantuan modal. Di samping petani enggan meminjam uang dari bank, pihak
bank juga tidak menyediakan program atau skim kredit khusus untuk mem-
bantu usahatani tanaman pangan, terutama jagung.
Kedua, program bantuan modal usahatani yang dilewatkan KUD biasa-
nya ditujukan untuk usahatani padi sawah, bukan untuk jagung. Program ke-
tahanan pangan pada tahun 2000 telah menyalurkan bantuan keuangan pada
beberapa kelompok tani, namun tidak ada yang dikhususkan untuk usahatat
jagung. Program ini kesannya bukan untuk pemberdayaan ekonomi, namun
lebih cenderung pada program caritas (Sudaryanto dan Pranadji 2001).
Umumnya di pedesaan tidak ditemui lembaga keuangan modern yang siap
membantu permodalan untuk kegiatan usahatani jagung.
Ketiga, pemasaran jagung merupakan cabang kegiatan agribisnis yang
‘cukup haus dukungan modal. Pelaku kegiatan pemasaran jagung relatif
beragam, terutama kemampuannya dalam membeli dan menjual kembali
jagung petani, Sumber bantuan modal pada kegiatan pemasaran relatif bera-
‘gam, tergantung tingkat kemampuan masing-masing lembaga pemasaran.
‘Sebagai gambaran, pedagang kecil umumnya lebih mengandalkan sumber
modal sendiri atau dana pinjaman yang bersifat informal. Mereka Kurang
berminat meminjam modal dari bank. Sebaliknya, para pedagang besar
sudah biasa menggunakan jasa keuangan dari perbankan untuk mendukung
kegiatan usahanya
Keempat, seperti dijelaskan sebelurinya bahwa kegiatan pengeringan,
penyimpanan, dan pengolahan lanjut biasanya ditangani leh lembaga agribis-
nis modem, sepertindustri/pabrik pakan unggas atau anak cabang perusaha-
annya. Cabang kegiatan agribisnis ini cukup sarat dengan barang modal
(teknoiogi dan peralatan modern) dan kebutuhan uang tunai. Kegiatan inisudah
memperoleh dukungan atau bantuan modal dari lembaga keuangan modern
seperti bank.
Peran lembaga keuangan pedesaan, seperti kelompok atau organisasi
petani dan KUD dalam perkembangan agribisnis jagung relatif sangat kecil,
bahkan dapat dikatakan nyaris tidak berfungsi. (Sebelum masa Orde Baru
lembaga pedesaan semacam tu relatif hidup). Walaupun ada, lembaga initidak
mempunyaiperan yangjelas dalam membantu perekonomian jagung petanidan
juga perekonom'an pedesaan secara keseluruhan. Apalagi dalam keadaan
seperti sekarang in, tidak ada skim kredit pangan sejenis KUT.
Kelembagaan Kemitraan Usaha
Kelembagaan ke-nitraan usaha tidaklah harus dilhat dari hubungan fisik(aliran)
antarpelaku ag" sisnis jagung, namun yang lebih penting adalah muatan
‘ekonomi yang aca dalam hubungan tadi. Oleh karena itu, batasan kemitraan
300 Pranagji 7 Pasandaran: Analisis Kelembagaan dalam Agriisnis Jagungyang hanya melihat jalinan kerja sama secara fisik dinilal tidak memadai lagi
Djojohadikusumo (1996) menyebutkan bahwa jaringan kemitraan antara
pengusaha besar (pabrik) dan pengusaha kecil (petani) tidak memiliki makna
yang strategis. Jika pengusaha besar memberi bantuan pada petani, hal itu
difbaratkan seperti“ pemberian permen’ saja.
Pranadii (2000) menyatakan bahwa kelembagaan kemitraan agribisnis
Perlu dilihat dari empat aspek, yaitu:
* Secara fisik, sampai seberapa besar antarcabang kegiatan agribisnis dan
‘sumber daya kegiatan agribisnis jagung telah terkonsolidasi dengan baik?
‘+ Secara ekonomi, sampai seberapa jauh antarcabang kegiatan agribisnis
jJagung telah terintegrasi? Perlu diketahui pula pelaku agribisnis yang mem-
punyai peran relatif besar dalam jaringan integrasi tersebut.
+ Bangunan kemitraan agirbisnis jagung berisi interdependensi antarpelaku
agribisnis; bisa bersifat simetris atau (sangat) asimetris. Makna interde-
pendensi ini lebih banyak dilihat dari sisi simetris atau tidak simetrisnya
hubungan yang terjadi pada pelaku agribisnis.
+ Sampai seberapa sehat dukungan lingkungan usaha yang menghidupi
hubungan antarpelaku agribisnis jagung? Dalam menjawab pertanyaan ini
perlu dijelaskan pula sampai seberapa jauh bisa dikembangkan iklim per-
saingan usaha yang sehat (tidak monopolistik), kemudahan memperoleh
Pelayanan usaha (misalnya modal, teknologi, dan informasi pasar), serta
dukungan kepastian hukum.
Di daerah yang relatif maju, seperti Lampung, Jawa Tengah, Sumatera
Utara dan Sulawesi Selatan, jaringan agribisnis jagung umumnya sudah ter-
konsolidasi dengan baik. Konsolidasi yang baik ini terbentuk karena didukung
oleh prasarana ekonomi yang relatif baik hingga tingkat kecamatan, tersedia-
nya alat angkut (misalnya truk) yang biayanya relatif murah, adanya lembaga
yang mampu menampung jagung petani dalam jumiah relatif besar, misainya
gudang pabrik pakan, dan keteraturan hubungan antarlembaga pelaku agri-
bisnis yang terbentuk secara progresif. Di samping konsolidasi yang relatif
baik, hubungan antarpelaku agribisnis jagung yang secara ekonomi saling
membutuhkan dan menguntungkan juga terbentuk
Dalam kerja sama ekonomi yang mewarnai hubungan antarpelaku agri-
bisnis jagung, terdapat dua inti kegiatan bisnis yang harus ada dan terinte-