Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pada masa ini musuh secara intensif mencabik-cabik bangsa dan negara
Turki, untuk mempercepat kehancurannya, selama tiga puluh tahun Sultan
Abdul Hamid II berkuasa dan memerintah Turki dengan segala daya dan
upaya yang dilakukannya untuk memelihara integritas kekuasaan negara
yang sangat luas tidak membuahkan hasil yang maksimal. Nahkan
upayanya dalam arena percaturan politik, memanfaatkan dana moneter
internasional, dan membangkitkan kesadaran dunia Islam untuk
menghadapi bahaya Eropa, tidak membuahkan hasil, bahkan pasca
perjuangannya itu telah membawa kepada keruntuhan Turki Usmani, dan
dalam media massa ia diklaim buruk, ia mendapat fitnah dan
ketidakpercayaan bangsa lain.
Di awal kehidupannya, Said Nursi benar-benar dihdapkan pada kondisi
yang sulit untuk menjamin masa depan umat Islam, bahkan lebih parah
lagi kondisi tersebut telah membawa pada jatuhnya kerajaan Islam Turki
Usmani. Sebagai implikasinya, keruntuhan daulat Usmani ini telah
membuka kaum liberalis dan musuh-musuh Islam untuk menghancurkan
sisa kekuatan umat Islam. Mereka datang membuat interfensi politik
dengan bebas mencampuri urusan daulat Turki Usmani dan membuka
jalan lebar untuk memecah belah dunia Islam serta membangkitkan
disintegrasi secara internal:
Ketika titik-titik lemah dalam tubuh kerajaan telah diketahui oleh pihak
asing, lalu dimanfaatkan mereka dengan proaktif, mereka berhasil
menggoyang dan mencabut akar dinasti Turki Usmani. Setelahnya,
dengan leluasa mereka berhasil memangkas ranting-rantingnya. Matamata asing dengan bebas keluar masuk untuk mendapatkan rahasia
negara. Sehingga dalam kondisi ini Sultan tidak mampu mempertahankan
kudeta dari Jamiiyyah al-IttihadWa at-Tauraqi (Organisasi Persatuan dan
Kemajuan) yag diusung oleh musuh dari luar.
Kondisi terpuruk ini laksana seperti mimpi buruk bagi kesejarahan Turki
Usmani. Bagi umat Islam sendiri, kondisi tersebut menorehkan sebuah
keresahan dan himpitan psikologis yang sangat merugikan, dan
sebaliknya merupakan angin segar bagi musuh Islam untuk melancarkan
westernisasi serta menghancurkan semua dimensi kehidupan umat Islam,
termasuk di dalamnya Idiologi, politik, ekonomi, agama, dan pendidikan,
hingga akhirnya semua pengaruh-pengaruh negatif dari Barat berhasil
memperdaya Islam. Sisi bahaya pengaruh-pengaruh tersebutmembawa
implikasi pada pengadopsian unsur kehidupan Barat, sekalian juga
mengesampingkan ajaran-ajaran Islam, termasuk sistem pemerintahan
dan tradisi Islam. Bukan hanya pengaruh westernisasi, melainkan
kekuatan sekularisasi sudah mulai merambah ke semua dimensi
kehidupan umat Islam, terkhusus, budaya Islam dari warisan Turki Usmani.
Demikian potret keadaan kehidupan umat Islam pasca keruntuhan Turki
Usmani, mereka mulai memasuki cobaan berat di bawah pengaruh
materialisme yang berada pada titik puncak kejayaannya. Di masa ketika
dunia mengalami krisis, manusia terpesona dan takjub dengan kemajuan
sains dan teknologi Barat itu, kehidupan Islam di Turki semakin mengalami
guncangan berat. Banyak intelektual muslim menyimpang dari jalan
benar dengan hanya manyandarkan intelektualitas mereka pada apa saja
yang datang dari Barat. Namun, bagi Said Nursi masa tersebut bukan
merupakan hal yang harus dijauhi, tetapi adalah awal perjuangan.
Pengalaman Pendidikan Said Nursi
Secara kelembagaan, pendidikan yang pertama kali diterima oleh anak
adlah pendidikan informal, dimana orang tua ketika itu memegang posisi
yang sangat urgen. Di antara beragam jenis materi pendidikan,
pendidikan agamalah yang menjadi basis semua kegiatan pendidikan
yang
ingin
diselenggarakan
dalam
kehidupan
keluarga.
Seperti dialami oleh Said Nursi, pendidikan agama baginya dan saudarasaudarinya begitu diperhatikan oleh kedua orang tua mereka, sehingga
tercipta dalam keluarga mereka suasana religius. Sosok kedua orang tua
Said Nursi begitu baik untuk diteladani oleh anak-anak mereka:
Kedua orang tuanya sangat menekankan kepada pendidikan agama
dengan mengedepankan sifat-sifat baik mereka sebagai panutan atau
uswah. Orang tuanya mengajarkan tentang agama, berikut permasalahanpermasalahan di seputar pengajaran agama, tentang iman dan tauhid.
Pada masa kecilnya Nursi telah menunjukkkan perwatakan yang menarik,
ia suka bertanya dan m,encoba mencari jawabannya sendiri. Memikirkann
persoalan kehidupan dan kematian, persoalan kemasyarakatan. Ia juga
sering menghadiri majlis, perbincangan atar-ulama di kampungnya .
Selama delapan tahun, Said Nursi berada dalam didikan orang tuanya
sebelum merantau menuntut ilmu. Sejak dari kecil, Said Nursi telah
memperlihatkan perwatakan yang menarik. Dia suka bertanya dan
mencoba mendapatkan jawaban bagi setiap persoalan yang menarik
perhatiannya. Suatu ketika, Said Nursi pernah bertanya kepada ibunya
tentang
gerhana
bulan.
Disamping itu, Said Nursi juga pernah memikirkan persoalan-persoalan
yang berkaitan dengan kehidupan dan kematian serta sumbangansumbangan ulama terhadap masyarakat. Said Nursi juga suka menghadiri
majelis perbincangan dan perdebatan orang-orang dewasa. Lebih-lebih
lagi, majelis perbincangan antara ulama sekampungnya sering diadakan
di rumah ayahnya. Ini sudah tentu sangat besar manfaatnya, terutamanya
dalam menyuburkan sifat analisis, kritis serta minat kepada dialog dan
perdebatan. Kejeniusan Said Nursi kecil ini semakin nyata ketika ia
mampu
menghafal
al-Quran
dalm
usia
12
tahun.
Said Nursi mulai berusaha keras mempelajari ilmu-ilmu tradisional melalui
beberapa orang guru, seperti Abdullah (sekaligus abangnya) belajar ilmu
al-Quran, Syeikh Muhammad Amin Afandi, dan Syaikh Sayyid Nur
Muhammad. Untuk pertama kali Nursi belajar di Kuttab (madrasah)
pimpinan Muhammad Afandi di desa Thag pada tahun 1882, sebagaimana
ia juga belajar kepada kakaknya Abdullah, pada setiap liburan akhir
pekan. Namun keberadaan beliau di desa Thag ini hanya berlangsun
sebentar saja, karena kegiatan belajarnya dilanjutkan di madrasah desa
Birmis.
Tidak puas dengan ilmu yang diperoleh dari tiga orang gurunya tersebut,
Said Nursi melanjutkan belajar di Madrasah Mir Hasan Wali di Muks, dan
belajar pula di Madrasah Bayazid di bawah bimbingan Syaikh Muhammad
Al-Jalali. Pelajaran yang diambilnya seputar ilmu al-Quran dan Nahwu
Sharaf. Sebagai apresiasi dari kerja keras belajarnya, Said Nursi mampu
menguasai kitab-kitab utama ketika itu dan memdapat gelar Mulla Said.
Selanjutnya Said Nursi menjelajahi kemungkinan masih tersisa ulama,
Syeikh atau guru yang handal, untuk menguras habis keilmuan mereka,
seperti Syeikh Fathullah, hingga beliau mendapatkan ilmu baru yang
semakin memantapkan dirinya untuk mengdakan debat, diskusi dan
pengajaran bagi masyarakat bawah. Karena kemampuan intelektual yang
menakjubkan itu, Nursi digelari gurunya Badi al-Zaman (keunggulan
zaman). Nursi begitu ingin mendapatkan ilmu, hingga suatu ketika
melanjutkan belajarnya ke Khizan, di sini ia bermimpi bertemu dengan
Rasulullah SAW. saat yang paling berharga tersebut ia pergunakan untuk
meminta ilmu kepada Rasulullah SAW. Ketika itu Rasulullah SAW berkata
kepadanya: Akan dikaruniakan kepadamu ilmual-Quran dengan syarat
kamu tidak bertanya kepada siapapun . Pada fase berikutnya, atas
kehendak Allah SWT menjadikan beliau begitu cepat menguasai berbagai
ilmu keagamaan, termasuk ilmu al-Quran, Hadist, Fiqh, dan ilmu lainnya.
Said Nursi pergi ke Bitlis pada tahun 1888 dan mendaftarkan diri di
sekolah Syeikh Amin Afandi. Tetapi ia belajar di sekolah tersebut hanya
sebentar, sebab Syaikh tersebut menolaknya dengan alasan faktor usia
yang belum memadai. Selanjutnya ia belajar lagi di sekolah Mir Hasan
Wali di Mukus dan di Waston (Kawasy), hingga ke sekolah di Bayazid,
salah satu daerah yang termasuk ke dalam wilayah Agra. Di sinilah Said
Ursi mempelajari ilmu-ilmu agama dasar, karena sebelum itu beliau hanya
belajar Nahwu dan Sharaf saja. Di Bitlis Nursi tinggal serumah dengan wali
kota Bitlis dan belilau berkesempatan untuk menelaah sejumlah besar
buku ilmiah dan menghafal sebagian daripadanya. Begitu juga beliau pun
berkesempatan menelaah sejumlah besar kitab tentang ilmu kalam,
,mantiq (logika), nahwu, tafsir, hadist, dan fiqh. Kemudian lebih dari
delapan puluh kitab induk tentang ilmu-ilmu keislaman berhasil di hafal.
Adapun usaha Said Nursi untuk mendalami Sains Modern terjadi pada
tahun 1897:
Said Nursi meninggalkan Bitlis dan menuju ke Wan setelah mendapat
undangan dari Hasan Basha, Gubernur Wan ketika itu. Undangan tersebut
diterimanya mengingat di Wan tidak ada lagi tokoh ulama, sedangkan di
Bitlis golongan ini sudah ramai. Setelah beberapa ketika tinggal di
kediaman Tahir Basha, Said Nursi kemudian dijemput untuk tinggal di
kediamannya Tahir Basha, Gubernur Wan yang baru. Said Nursi menerima
undangan ini beberapa sebab, diantaranya: gubernur ini terkenal seorang
yang mencintai ilmu dan para ulama. Disamping itu juga, dikediamannya
terdapat perpustakaan yang besar yang memuatkan kitab-kitab agama
dan juga kitab-kitab sains modern seperti fisika, geologi, matematika dan
sebagainya. Tahir Basha juga telah menjadikan kediamannya sebagai
tempat pertemuan dan perbincangan alim-ulama.
Ketika berada di sini, Said Nursi telah bertemu dan berdialog dengan
beberapa orang guru dalam bidang ilmu-ilmu modern. Kelemahan beliau
dalam bidang tersebut telah mendorongnya membaca dan mempelajari
buku-buku sains modern yang terdapat dalam perpustakaan Tahir Basha.
Akhirnya denga inisiatifnya sendiri dan dalam masa singkat beliau telah
berhasil menguasai ilmu-ilmu modern seperti sejarah, geografi,
matematika, fisika, kimia, astronomi, filsafat modern, ilmu hayat dan ilmu
bumi.
Said Nursi juga pernah menulis beberapa buku dalam bidang yang
berkaitan, misalnya berkenaan algebra. Malangnya, buku tersebut telah
musnah dalam satu kebakaran besar yang terjadi di Wan Dalam
perdebatan ilmiah, Said Nursi dengan penguasaannya dalam bidang
agama dan sains modern menjadi perhatian banyak orang. Kemashyuran
beliau makin tersebar. Akhirnya Said Nursi diberi gelar Bediuzzaman.
Sejak itu, gelar tersebut telah menjadi sebagian dari namanya. Beliau
sendiri menggunakan gelar Bediuzzaman dalam tulisan-tulisannya.
Menurut Said Nursi, beliau menggunakan gelar tersebut bukannya untuk
bermega, tetapi untuk menggambarkan perwatakannya yang berbeda
dengan orang lain.
Perjuangan dan Pemikiran Said Nursi
Kehidupan said Nursi dapat dilihat dalam dua periode. Periode pertama
(Said al-Qadim), yaitu periode di mana Said Nursi sendiri menamainya
Said al-Qadim (Said Lama). Periode ini berlangsung sampai beliau
diasingkan ke Perla tahun 1926. Periode kedua (Said al-Jadid), yaitu
dimana Said Nursi sediri menamainya Said al-Jadid (Sadid Baru). Periode
ini berlangsung sejak beliau memulai kehidupannya di pengasingan Perla
tahun 1926 sampai beliau wafat tahun 1960. Tentu saja selama masa Said
Lama dan Said Baru Said Nursi telah banyak melakukan perjuangan dan
menyumbangkan pemikirannya kepada masyarakat. Dari aktifitas yang
banyak tersebut, di sini akan dibahas sebagian saja terkait dengan
perjuangan
dan
pemikiran
Saud
Nursi.
Perjuangan Said Nursi antara lain terjadi pada 1899 menghadapi
Negarawan Britain Inggris yang bermaksud menghancurkan kekuatan
umat Islam dengan menjalankan al-Quran dari mereka. Said Nursi dengan
sangat reaksioner dan emosi melawan gagasan gagasan tersebut degnan
pernyataannya yang terkenal, bahwa Akan aku buktikan bahwa al-Quran
ini memiliki sinar yang tak pernah pudar menerangi kehidupan umat
manusia. Kemudian dilanjutkan pada 1907, Said Nursi mengajukan
usulan mendirikan Madrasah al-Zahra pada masa Sultan Hamid II ;
suatu perjuangan yang ia usahakan dalam bidang pendidikan.
Perjuangannya berlanjut pula di zaman pergolakan pada 1908-1912.
Ketika itu Said Nursi berjuang keras menegakkan satu sistem
kelembagaan yang berteraskan Syariat Islam dan menentang gerakan
pemberontakan. Memandang pengaruh Said Nursi serta ketokohannya,
para pimpinan gerakan pemberontakan mencoba membujuk dan
mempengaruhinya untuk ikut serta dalam gerakan mereka. Antara
mereka yang datang menemuinya adalah Emanuel Carasso, seorang yang
Yahudi berkebangsaan Itali. Tetapi apa yang dilakukan adalah sebaliknya,
sehingga dia berkata: lelaki ajaib inihampir-hampir menyebabkan aku
memeluk Islam dengan kata-kataya. Di sini Said Nursi ingin menunjukkan
sikap
Istoqomah
dan
pembelaan
yang
kuat
pada
Islam.
Dalam tahun 1908, meletus gerakan pemberontakan yang bernama
Revolusi Turki Muda (The young Turk Revolution) yang didalangi oleh
Pertumbuhan Perpaduan dan Kemajuan telah berhasil memaksa Sultan
jadi batang korek api bisa membakar rumah. Tetapi kemungkinan ini tidak
berarti sebagai biang segala tindakan kriminal. Aktifitasku yang hanya
terfokus menggeluti ilmu-ilmu keislaman hanya dijadikan sarana untuk
memperoleh ridha Allahm jauh bumi dari langit untuk dipergunakan selain
dari itu. Bapak-bapak telah bertanya: Apakah saya yang termasuk orangorang yang aktif dalam kegiatan seperti yang dilakukan para pengikut
thariqat sufisme? Pertanyaan ini saya jawab: sesungguhnya era kita
sekarang adalah era memelihara iman bukan era mempertahankan
thariqah sufisme. Kelak di akhirat pasti akan banyak masuk syurga tanpa
melalui Thariqah sufisme. Tetapi seorang pun tidak akan ada yang masuk
ke sana tanpa iman (Salih 2003, hal. 67).
Berkali-kali tuduhan diarahkan kepada said Nursi dan muridmuridnya, tetapi semua tuduhan-tuduhan tersebut tidak pernah terbukti
dalam sidang pengadilan yang terjadi pada 1952 di Istanbul, pada 1953 di
Samson, pada 1956 di Afiyun, hingga ia wafat pada 1960 di Urfah (baca
Salih 2003, hal. 97-118). Sebagai akhir perjuangannya Said Nursi
memberikan peninggalan sejati yang tak ternilai dari pahlawan Islam dan
kemanusiaan ini, yang pada saat meninggalnya hanya berbobot 40
kilogram, adalah kumpulan Risale-i Nur setebal 6000 halaman, yang telah
diperkarakan di berbagai persidangan sebanyak sekitar 2000 kali hingga
sekarang, dan prinsip-prinsip mulianya yang merupakan dimensi yang
tidak akan bisa dicatat dalam catatan penyelengara jenazah (Nursi 2003b,
hal. XV-XVI).
Perjuangan Said Nursi sangat memberi arti dalam riwayat
kehidupannya. Di samping berjuang juga ia telah menorehkan sebuah
sejarah pemikiran dalam sederetan tokoh Islam lainnya di Turki khususnya
dan Islam pada umumnya. Sebagai tonggak tegaknya pemikiran Nursi
berpijak dengan filosofi yang begitu mendasar, yakni dengan melihat
kekafiran modern berakar dari sains dan filsafat, bukan dari kebodohan
sebagaimana dikemukakan oleh orang-orang sebelum dia. Paradoksnya,
ketidaktahuan umat Islam terhadap sains dan teknologi membuat mereka
tertinggal dari Barat di bidang ekonomi dan militer.
Kini kita melihat dengan mata kepala kita sendiri, sains dan
teknologi yang telah mendatangkan kekuatan bagi Barat untuk mencapai
superiotas ekonomi dan militer di dunia membuat orang-orang Barat
kehilangan keimanan dan moral tradisional mereka serta nilai-nilai rohani,
dan akibatnya mereka jatuh ke dalam pesimisme yang berlebihan, tidak
bahagia dan mengalami krisis rohani. Hal tersebut wajar karena meskipun
hukum alam Ilahiah yang merupakan bidang garapan sains adalah
imbangan dari ajaran Ilahiah atau agama, di Barat keduanya telah
dipisahkan satu dari yang lain. Akibatnya, moralitas sekuler dan
kepentingan diri sendiri menggusur nilai-nilai agama dan nilai-nilai
tradional lainnya. Terhadap wacana ini Said Nursi berpendapat bahwa
alam adalah kumpulan tanda-tanda Ilahi dan karena itu sains dan agama
bukanlah dua bidang yang berseberangan. Keduanya adalah ekspresi
yang (tampak) berbeda dari satu kebenaran yang sama. Pikiran harus
dicerahkan dengan sains, sedangkan hati harus diterangi dengan agama.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Dimensi Abadi Kehidupan. Buku ini mengupas cukup luas tentang hari
kebangkitan dan akhirat.
10. Dari Cermin Keesaan Allah. Buku ini mengulas lebih banyak tentang
manifestasi keesaan Allah SWT pada alam semesta dan manusia.
Demikian buku-buku dari koleksi Risale-i Nur yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia telah memberi kontribusi bagi pembaca dan
peneliti yang ingin memperdalam wawasan dan mengkaji pemikiran Said
Nursi.
Melalui Risale-i Nur, Nursi menafsirkan Laa ilaaha illa Allah lebih jauh
lagi. Pemahaman yang dikupasnya adalah kausalitas, yang merupakan
titik tolak materialisme dan pilar yang menjadi dasar bangunan sains
modern. Keyakinan pada kausalitas melahirkan pernyataan-pernyataan
seperti: Itu alami, Alam menciptakannya, itu terjadi begitu saja, dan lainlain melahirkan materialisme, naturalisme, komunisme, bahkan
atheisme, naudzubillah min dzalik.
Risale-i Nur membongkar mitos kausalitas ini dan menunjukkan
bahwa mereka yang mengikuti keyakinan ini sebenarnya tidak melihat
dunia sebagaimana mestinya, atau bagaimana dunia itu tampak, tetapi
bagaimana dunia itu menurut pikiran mereka. Risale-i Nur menunjukkan
hakikat kejadian alam, manusia, dan peristiwa-peristiwa lainnya yang
berada di bawah kendali Dzat Yang Maha Mengendalikan, Dzat Yang
Berkuasa atas segala sesuatu.
Usaha-Usaha Said Nursi di Bidang Pendidikan
Kondisi sosial-politik menjelang keruntuhan kerjaan Turki Usmani ketika
Said Nursi sedang aktif melakukan pembinaan religius terhadap Said
Nursi. Pengaruh tersebut sangat dirasakan oleh Said Nursi, terutama
dengan semakin melemahnya kekuatan Islam dengan ditandai
kemerosotan moral para penguasa, sehingga menimbulkan kekhawatiran
Said Nursi terhadap masa depan umat Islam. Ketika itu bahaya yang
mengancam kekuatan dinasti Turki Usmani sudah semakin tidak bisa
dielakkan. Hal ini seperti dituliskan oleh Hitty (1974, hal. 717); Pada
paruh kedua abad 18 orang Eropa sudah memiliki kesadaran renaissance
yang tinggi, sedangkan Turki Usmani sedang mengalami kemunduran
karena kemerosotan moral dan korupsi melanda mereka, sehingga
negara-negara Barat seperti Rusia, Austria, Perancis, dan Inggris mulai
melirik daerah jajahan Usmani. Pada masa itu mereka disebut The Sick
Man of Europe (orang Eropa yang menderita sakit). Masa dimana
meletusnya Perang Dunia I yang diakhiri dengan lenyapnya kerajaan
Usmani dan ditandai dengan kemunculan negara Turki sebagai negeri
yang independen (Rahim, dkk. 1998, hal. 95).
Sesudah keruntuhan kerajaan Turki Usmani, pendidikan Islam
berada dalam kondisi yang tertinggal. Membaca situasi ini, ada keinginan
kuat Said Nursi merekontruksi kejayaan pendidikan Islam, terutama yang
berkembang di lingkungannya, demi kepentingan Islam dan kemaslahatan
umat. Keinginannya ini didasarkan sebuah pandangan, bahwa pendidikan
Islam adalah milik umat Islam dimana pun berada, di Turki ataupun negeri
Islam lainnya. Karena menyangkut kebutuhan umat, maka usaha baik itu
perlu segera diatasi.
Namun, setting sosial-politik yang demikian justru membuat Said
Nursi mampu mewarisi suatu aktifitas yang berharga dalam sejarah. Sejak
kecil ia aktif mengikuti majelis ilmiah untuk mendapatkan ilmu, sampai
memasuki remaja ia pun sangat berambisi menimba berbagai ilmu
pengetahuan. Hingga memasuki usia dewasa ia sudah memiliki
keberanian berjuang menegakkan ajaran Islam dengan proaktif, dan
menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat. Bagi Said Nursi keadaan
demikian menjadi babak baru dalam menyalurkan gagasan-gagasan
pendidikannya.
Kegiatan Nursi dalam pendidikan Islam, seperti di catat oleh (Salih
2003, hal. 11-12): Pada tahun 1892 Nursi berangkat menuju Mardinn
untuk menyampaikan pengajian di Masjid Raya kota tersebut dan
menjawab berbagai pertanyaan yang disampaikan oleh para pesertanya.
Ketika itu wali kota setempat, Nadir Bek, karena termakan hasutan
sebagian para pegawainya merasa bahwa Nursi seorang berbahaya dan
telah membuat kekacauan di kota wilayah kekuasaannya.
Karena itulah, beliau divonis agar keluar dari kota Mardin.
Pengusiran ini dilaksanakan oleh seorang polisi dengan kedua tangan
beliau diborgol, sampai Said Nursi kembali berada di kota Bitlis. Tidak
lama kemudian Umar Pasyah, wali kota Bitlis, mengenal siapa dan
bagaimana kedudukan Said Nursi, sebagai seorang ulama yang masih
muda belia. Ia pun menyenangi dan meminta dengan sangat kesediannya
untuk tinggal serumah dengannya. Semula permintaan itu ditolak, tetapi
oleh karena permintaan ini terus disampaikan oleh Umar Pasyah, akhirnya
beliau pun bersedia memenuhi permintaan tersebut. Untuk itu, ia
disediakan kamar khusus di rumahnya.
Karena kemashyuran dan kehebatan Sang Bediuzzaman di Timur
Turki telah tersebar ke Istanbul, menjadikan beliau didatangi oleh orangorang awam, pelajar-pelajar institusi dan juga golongan ulama. Menurut
Hasan Fahmi Pasha Ughlu (kemudiannya menjadi anggota Lembaga
Perundingan Hal-Ihwal Agama di Turki):
Ketika aku masih menuntut di Madrasah Fatih di zaman Mashrutiyyah,
aku telah mendengar kedatangan seorang pemuda ke Istanbul yang
digelar Badi al-Zaman, yang menggantungkan dibiliknya sebuah iklan: Di
sini diselesaikan setiap permasalahan yang rumit dan setiap soalan akan
dijawab, tanpa mengemukakan sebarang soalan kepada orang lain.
(Nursi dalam tulisan Zaidin 2001, hal. 20).
Sisi lain perlu dilihat adalah sosok Nursi sebagai Guru. Ia begitu
menitikberatkan soal perkembangan ilmu dan pendidikan. Pengalamannya
ketika menuntut ilmu menyadarkan dirinya tentang perlunya dibuat satu
perubahan dalam sistem pendidikan. Untuk itu, beliau telah menggunakan
satu pendekatan baru yang menggabungkan dua aliran ilmu yang
sebelumnya dipisah-pisahkan yaitu ilmu agama dan ilmu sains modern.
Pendekatan inilah yang dilakukannya di madrasahnya, Madrasah KhurKhur. Usaha ini memberi kesan yang positif ke arah memantapkan
kefahaman dan keintelektualan pelajar. Nursi ingin membuang persepsi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.