Você está na página 1de 24

BEDIUZZAMAN SAID NURSI

Kelahiran dan Masa Kecil Beduzzaman Said Nursi


Beduzzaman Said Nursi dilahirkan menjelang fajar musim semi di Nurs,
sebuah desa kecil di propinsi Bitlis wilayah Turki Timur pada 1293 H/1877
M. Daerah tempat kelahirannya ini terdapat lereng dan lembah gunung
Taurus,
daerah
danau
Van.
Nama asli Beduzzaman Said Nursi adalah Said bin Mirza. Ia dilahirkan
dalam sebuah keluarga petani yang sederhana dari pasangan Mirza dan
Nuriye (Nuriyyah). Kedua orang tuanya itu adalah dari keturunan suku
Kurdi. Said bin Mirza juga dikenal dengan sebutan Said Nursi yang
merujuk kepada tempat kelahirannya (desa Nurs). Berdasarkan sumber
Sham al-Haqq al-Azzim Abadi yang dikuti Zaidin bahwa nenek moyang
Nursi berasal dari Isbartah (Isparta). Mereka berasal dari keturunan Ahl alBayt. Said bin Nursi merupakan anak keempat dari tujuh orang adik
beradik, yaitu Durriyah, Khanim, Abdullah, Said (Nursi), Muhammad, Abd
al-Majid
dan
Marjan.
Said Nursi di usia keci sudah memperlihatkan tanda-tanda seorang jenius.
Hal ini seperti terlihat kebiasaan beliau banyak bertanya dan gemar
menelaah masalah-masalah yang belum dimengertinya. Ia juga suka
membuat pertanyaan-pertanyaan ilmiah dalam benaknya. Kisah tentang
pengalaman kecil Said Nursi tersebut seperti dituliskan berikut ini:
Saat aku masih kecil, imajinasiku bertanya kepadaku, manakah yang
dianggap lebih baik dari dua masalah? Apakah hidup bahagia selama
seribu tahun dalam kemewahan dunia dan berkuasa, namun berakhir
dengan ketiadaan, atau kehidupan abadi yang ada namun harus dijalani
dengan penuh derita? Kemudian, aku melihat imajinasiku lebih memilih
alternatif kedua daripada yang pertama dengan menyatakan: Aku tidak
menginginkan ketiadaan, bahkan aku menginginkan keabadian meskipun
di dalam neraka Jahanam.
Di usia kecil ini, said Nursi juga gemar menghadiri forum pendidikan yan
diselenggarakan untuk orang orang dewasa dan menyimak diskusidiskusi tentang berbagai kajian, khususnya majeli ilmiah yang dihadiri
oleh para ulama setempat di rumah ayahnya. Selain itu terkenal seorang
anak yang pandai memelihara harga diri dari perbuatan zalim. Sikap dan
sifat-sifat tersebut terus melekat dan bertambah kuat dalam
kepribadiannya.
Melihat pengalaman hidup Said Nursi di masa kecilnya ini, ia dapat
digolongkan sebagai anak yang unik, aktif dan rajin, juga pandai
memanfaatkan waktu untuk kepentingan menimba ilmu pengetahuan.
Dengan pengalaman hidup dan ditunjang oleh perwatakan yang baik
inilah telah memberi bekal yang berharga bagi pengalaman hidup Said
Nursi
selanjutnya.
Nursi hidup pada masa akhir kerajaan Turki Usmani, tepatnya pada masa
kekuasaan Sultan Hamid II. Pada masa ini kerajaan Turki Usmani berupaya
keras memperjuangkan integritas bangsa dan menyadarkan dunia Islam
akan bahaya-bahaya dan arogansi lawan politik Islam. Perjungan tersebut
boleh dikatakan sebgai awal pengalaman buruk bagi umat Islam Turki
dengan membawa mereka ke ambang kehancuran yang begitu dahsyat:

Pada masa ini musuh secara intensif mencabik-cabik bangsa dan negara
Turki, untuk mempercepat kehancurannya, selama tiga puluh tahun Sultan
Abdul Hamid II berkuasa dan memerintah Turki dengan segala daya dan
upaya yang dilakukannya untuk memelihara integritas kekuasaan negara
yang sangat luas tidak membuahkan hasil yang maksimal. Nahkan
upayanya dalam arena percaturan politik, memanfaatkan dana moneter
internasional, dan membangkitkan kesadaran dunia Islam untuk
menghadapi bahaya Eropa, tidak membuahkan hasil, bahkan pasca
perjuangannya itu telah membawa kepada keruntuhan Turki Usmani, dan
dalam media massa ia diklaim buruk, ia mendapat fitnah dan
ketidakpercayaan bangsa lain.
Di awal kehidupannya, Said Nursi benar-benar dihdapkan pada kondisi
yang sulit untuk menjamin masa depan umat Islam, bahkan lebih parah
lagi kondisi tersebut telah membawa pada jatuhnya kerajaan Islam Turki
Usmani. Sebagai implikasinya, keruntuhan daulat Usmani ini telah
membuka kaum liberalis dan musuh-musuh Islam untuk menghancurkan
sisa kekuatan umat Islam. Mereka datang membuat interfensi politik
dengan bebas mencampuri urusan daulat Turki Usmani dan membuka
jalan lebar untuk memecah belah dunia Islam serta membangkitkan
disintegrasi secara internal:
Ketika titik-titik lemah dalam tubuh kerajaan telah diketahui oleh pihak
asing, lalu dimanfaatkan mereka dengan proaktif, mereka berhasil
menggoyang dan mencabut akar dinasti Turki Usmani. Setelahnya,
dengan leluasa mereka berhasil memangkas ranting-rantingnya. Matamata asing dengan bebas keluar masuk untuk mendapatkan rahasia
negara. Sehingga dalam kondisi ini Sultan tidak mampu mempertahankan
kudeta dari Jamiiyyah al-IttihadWa at-Tauraqi (Organisasi Persatuan dan
Kemajuan) yag diusung oleh musuh dari luar.
Kondisi terpuruk ini laksana seperti mimpi buruk bagi kesejarahan Turki
Usmani. Bagi umat Islam sendiri, kondisi tersebut menorehkan sebuah
keresahan dan himpitan psikologis yang sangat merugikan, dan
sebaliknya merupakan angin segar bagi musuh Islam untuk melancarkan
westernisasi serta menghancurkan semua dimensi kehidupan umat Islam,
termasuk di dalamnya Idiologi, politik, ekonomi, agama, dan pendidikan,
hingga akhirnya semua pengaruh-pengaruh negatif dari Barat berhasil
memperdaya Islam. Sisi bahaya pengaruh-pengaruh tersebutmembawa
implikasi pada pengadopsian unsur kehidupan Barat, sekalian juga
mengesampingkan ajaran-ajaran Islam, termasuk sistem pemerintahan
dan tradisi Islam. Bukan hanya pengaruh westernisasi, melainkan
kekuatan sekularisasi sudah mulai merambah ke semua dimensi
kehidupan umat Islam, terkhusus, budaya Islam dari warisan Turki Usmani.
Demikian potret keadaan kehidupan umat Islam pasca keruntuhan Turki
Usmani, mereka mulai memasuki cobaan berat di bawah pengaruh
materialisme yang berada pada titik puncak kejayaannya. Di masa ketika
dunia mengalami krisis, manusia terpesona dan takjub dengan kemajuan
sains dan teknologi Barat itu, kehidupan Islam di Turki semakin mengalami
guncangan berat. Banyak intelektual muslim menyimpang dari jalan
benar dengan hanya manyandarkan intelektualitas mereka pada apa saja

yang datang dari Barat. Namun, bagi Said Nursi masa tersebut bukan
merupakan hal yang harus dijauhi, tetapi adalah awal perjuangan.
Pengalaman Pendidikan Said Nursi
Secara kelembagaan, pendidikan yang pertama kali diterima oleh anak
adlah pendidikan informal, dimana orang tua ketika itu memegang posisi
yang sangat urgen. Di antara beragam jenis materi pendidikan,
pendidikan agamalah yang menjadi basis semua kegiatan pendidikan
yang
ingin
diselenggarakan
dalam
kehidupan
keluarga.
Seperti dialami oleh Said Nursi, pendidikan agama baginya dan saudarasaudarinya begitu diperhatikan oleh kedua orang tua mereka, sehingga
tercipta dalam keluarga mereka suasana religius. Sosok kedua orang tua
Said Nursi begitu baik untuk diteladani oleh anak-anak mereka:
Kedua orang tuanya sangat menekankan kepada pendidikan agama
dengan mengedepankan sifat-sifat baik mereka sebagai panutan atau
uswah. Orang tuanya mengajarkan tentang agama, berikut permasalahanpermasalahan di seputar pengajaran agama, tentang iman dan tauhid.
Pada masa kecilnya Nursi telah menunjukkkan perwatakan yang menarik,
ia suka bertanya dan m,encoba mencari jawabannya sendiri. Memikirkann
persoalan kehidupan dan kematian, persoalan kemasyarakatan. Ia juga
sering menghadiri majlis, perbincangan atar-ulama di kampungnya .
Selama delapan tahun, Said Nursi berada dalam didikan orang tuanya
sebelum merantau menuntut ilmu. Sejak dari kecil, Said Nursi telah
memperlihatkan perwatakan yang menarik. Dia suka bertanya dan
mencoba mendapatkan jawaban bagi setiap persoalan yang menarik
perhatiannya. Suatu ketika, Said Nursi pernah bertanya kepada ibunya
tentang
gerhana
bulan.
Disamping itu, Said Nursi juga pernah memikirkan persoalan-persoalan
yang berkaitan dengan kehidupan dan kematian serta sumbangansumbangan ulama terhadap masyarakat. Said Nursi juga suka menghadiri
majelis perbincangan dan perdebatan orang-orang dewasa. Lebih-lebih
lagi, majelis perbincangan antara ulama sekampungnya sering diadakan
di rumah ayahnya. Ini sudah tentu sangat besar manfaatnya, terutamanya
dalam menyuburkan sifat analisis, kritis serta minat kepada dialog dan
perdebatan. Kejeniusan Said Nursi kecil ini semakin nyata ketika ia
mampu
menghafal
al-Quran
dalm
usia
12
tahun.
Said Nursi mulai berusaha keras mempelajari ilmu-ilmu tradisional melalui
beberapa orang guru, seperti Abdullah (sekaligus abangnya) belajar ilmu
al-Quran, Syeikh Muhammad Amin Afandi, dan Syaikh Sayyid Nur
Muhammad. Untuk pertama kali Nursi belajar di Kuttab (madrasah)
pimpinan Muhammad Afandi di desa Thag pada tahun 1882, sebagaimana
ia juga belajar kepada kakaknya Abdullah, pada setiap liburan akhir
pekan. Namun keberadaan beliau di desa Thag ini hanya berlangsun
sebentar saja, karena kegiatan belajarnya dilanjutkan di madrasah desa
Birmis.
Tidak puas dengan ilmu yang diperoleh dari tiga orang gurunya tersebut,
Said Nursi melanjutkan belajar di Madrasah Mir Hasan Wali di Muks, dan
belajar pula di Madrasah Bayazid di bawah bimbingan Syaikh Muhammad
Al-Jalali. Pelajaran yang diambilnya seputar ilmu al-Quran dan Nahwu

Sharaf. Sebagai apresiasi dari kerja keras belajarnya, Said Nursi mampu
menguasai kitab-kitab utama ketika itu dan memdapat gelar Mulla Said.
Selanjutnya Said Nursi menjelajahi kemungkinan masih tersisa ulama,
Syeikh atau guru yang handal, untuk menguras habis keilmuan mereka,
seperti Syeikh Fathullah, hingga beliau mendapatkan ilmu baru yang
semakin memantapkan dirinya untuk mengdakan debat, diskusi dan
pengajaran bagi masyarakat bawah. Karena kemampuan intelektual yang
menakjubkan itu, Nursi digelari gurunya Badi al-Zaman (keunggulan
zaman). Nursi begitu ingin mendapatkan ilmu, hingga suatu ketika
melanjutkan belajarnya ke Khizan, di sini ia bermimpi bertemu dengan
Rasulullah SAW. saat yang paling berharga tersebut ia pergunakan untuk
meminta ilmu kepada Rasulullah SAW. Ketika itu Rasulullah SAW berkata
kepadanya: Akan dikaruniakan kepadamu ilmual-Quran dengan syarat
kamu tidak bertanya kepada siapapun . Pada fase berikutnya, atas
kehendak Allah SWT menjadikan beliau begitu cepat menguasai berbagai
ilmu keagamaan, termasuk ilmu al-Quran, Hadist, Fiqh, dan ilmu lainnya.
Said Nursi pergi ke Bitlis pada tahun 1888 dan mendaftarkan diri di
sekolah Syeikh Amin Afandi. Tetapi ia belajar di sekolah tersebut hanya
sebentar, sebab Syaikh tersebut menolaknya dengan alasan faktor usia
yang belum memadai. Selanjutnya ia belajar lagi di sekolah Mir Hasan
Wali di Mukus dan di Waston (Kawasy), hingga ke sekolah di Bayazid,
salah satu daerah yang termasuk ke dalam wilayah Agra. Di sinilah Said
Ursi mempelajari ilmu-ilmu agama dasar, karena sebelum itu beliau hanya
belajar Nahwu dan Sharaf saja. Di Bitlis Nursi tinggal serumah dengan wali
kota Bitlis dan belilau berkesempatan untuk menelaah sejumlah besar
buku ilmiah dan menghafal sebagian daripadanya. Begitu juga beliau pun
berkesempatan menelaah sejumlah besar kitab tentang ilmu kalam,
,mantiq (logika), nahwu, tafsir, hadist, dan fiqh. Kemudian lebih dari
delapan puluh kitab induk tentang ilmu-ilmu keislaman berhasil di hafal.
Adapun usaha Said Nursi untuk mendalami Sains Modern terjadi pada
tahun 1897:
Said Nursi meninggalkan Bitlis dan menuju ke Wan setelah mendapat
undangan dari Hasan Basha, Gubernur Wan ketika itu. Undangan tersebut
diterimanya mengingat di Wan tidak ada lagi tokoh ulama, sedangkan di
Bitlis golongan ini sudah ramai. Setelah beberapa ketika tinggal di
kediaman Tahir Basha, Said Nursi kemudian dijemput untuk tinggal di
kediamannya Tahir Basha, Gubernur Wan yang baru. Said Nursi menerima
undangan ini beberapa sebab, diantaranya: gubernur ini terkenal seorang
yang mencintai ilmu dan para ulama. Disamping itu juga, dikediamannya
terdapat perpustakaan yang besar yang memuatkan kitab-kitab agama
dan juga kitab-kitab sains modern seperti fisika, geologi, matematika dan
sebagainya. Tahir Basha juga telah menjadikan kediamannya sebagai
tempat pertemuan dan perbincangan alim-ulama.
Ketika berada di sini, Said Nursi telah bertemu dan berdialog dengan
beberapa orang guru dalam bidang ilmu-ilmu modern. Kelemahan beliau
dalam bidang tersebut telah mendorongnya membaca dan mempelajari
buku-buku sains modern yang terdapat dalam perpustakaan Tahir Basha.
Akhirnya denga inisiatifnya sendiri dan dalam masa singkat beliau telah
berhasil menguasai ilmu-ilmu modern seperti sejarah, geografi,

matematika, fisika, kimia, astronomi, filsafat modern, ilmu hayat dan ilmu
bumi.
Said Nursi juga pernah menulis beberapa buku dalam bidang yang
berkaitan, misalnya berkenaan algebra. Malangnya, buku tersebut telah
musnah dalam satu kebakaran besar yang terjadi di Wan Dalam
perdebatan ilmiah, Said Nursi dengan penguasaannya dalam bidang
agama dan sains modern menjadi perhatian banyak orang. Kemashyuran
beliau makin tersebar. Akhirnya Said Nursi diberi gelar Bediuzzaman.
Sejak itu, gelar tersebut telah menjadi sebagian dari namanya. Beliau
sendiri menggunakan gelar Bediuzzaman dalam tulisan-tulisannya.
Menurut Said Nursi, beliau menggunakan gelar tersebut bukannya untuk
bermega, tetapi untuk menggambarkan perwatakannya yang berbeda
dengan orang lain.
Perjuangan dan Pemikiran Said Nursi
Kehidupan said Nursi dapat dilihat dalam dua periode. Periode pertama
(Said al-Qadim), yaitu periode di mana Said Nursi sendiri menamainya
Said al-Qadim (Said Lama). Periode ini berlangsung sampai beliau
diasingkan ke Perla tahun 1926. Periode kedua (Said al-Jadid), yaitu
dimana Said Nursi sediri menamainya Said al-Jadid (Sadid Baru). Periode
ini berlangsung sejak beliau memulai kehidupannya di pengasingan Perla
tahun 1926 sampai beliau wafat tahun 1960. Tentu saja selama masa Said
Lama dan Said Baru Said Nursi telah banyak melakukan perjuangan dan
menyumbangkan pemikirannya kepada masyarakat. Dari aktifitas yang
banyak tersebut, di sini akan dibahas sebagian saja terkait dengan
perjuangan
dan
pemikiran
Saud
Nursi.
Perjuangan Said Nursi antara lain terjadi pada 1899 menghadapi
Negarawan Britain Inggris yang bermaksud menghancurkan kekuatan
umat Islam dengan menjalankan al-Quran dari mereka. Said Nursi dengan
sangat reaksioner dan emosi melawan gagasan gagasan tersebut degnan
pernyataannya yang terkenal, bahwa Akan aku buktikan bahwa al-Quran
ini memiliki sinar yang tak pernah pudar menerangi kehidupan umat
manusia. Kemudian dilanjutkan pada 1907, Said Nursi mengajukan
usulan mendirikan Madrasah al-Zahra pada masa Sultan Hamid II ;
suatu perjuangan yang ia usahakan dalam bidang pendidikan.
Perjuangannya berlanjut pula di zaman pergolakan pada 1908-1912.
Ketika itu Said Nursi berjuang keras menegakkan satu sistem
kelembagaan yang berteraskan Syariat Islam dan menentang gerakan
pemberontakan. Memandang pengaruh Said Nursi serta ketokohannya,
para pimpinan gerakan pemberontakan mencoba membujuk dan
mempengaruhinya untuk ikut serta dalam gerakan mereka. Antara
mereka yang datang menemuinya adalah Emanuel Carasso, seorang yang
Yahudi berkebangsaan Itali. Tetapi apa yang dilakukan adalah sebaliknya,
sehingga dia berkata: lelaki ajaib inihampir-hampir menyebabkan aku
memeluk Islam dengan kata-kataya. Di sini Said Nursi ingin menunjukkan
sikap
Istoqomah
dan
pembelaan
yang
kuat
pada
Islam.
Dalam tahun 1908, meletus gerakan pemberontakan yang bernama
Revolusi Turki Muda (The young Turk Revolution) yang didalangi oleh
Pertumbuhan Perpaduan dan Kemajuan telah berhasil memaksa Sultan

mengaktifkan semua kelembagaan. Walaupun Said Nursi menyokong


usaha untuk mengembalikan kelembagaan dalam negara, tetapi Revolusi
Muda Turki tidak disetujuinya. Ini jelas dari sikap Said Nursi yang
berpegang kepada prinsip kesederhanaan (menolak kekerasan) dalam
menuntut sesuatu keadilan atau kebaikan. Lebih-lebih lagi, Pertumbuhan
dan Kemajuan yang menjadi penggerak utama ke arah tercetusnya
revolusi tersebut bergerak di atas prinsip perjuangan yang menyimpang
dari
ajaran
Islam.
Said Nursi terus menyampaikan idenya kepada masyarakat tanpa dapat
dipengaruhi oleh pihak manapun. Beliau melihat hanya kekuatan Islam
yang mampu mengembalikan kekuatan dan kemakmuran dakwah. Ini
jelas dari pidato yang diisampaikannya di Salanik selepas pengisytiharan
kelembagaan tersebut. Di antara ucapannya : Berhati-hatilah saudarasaudaraku, jangan kamu hancurkan kebebasan ini dengan kematian
kedua kalinya dengan tindakan-tindakan yang bodoh dan pengabaian
dalam urusan agama. Sesungguhnya undang-undagn asas yang
berfraksikan pada undang-undang Islam (Syariat) adalah malaikat maut
yang akan menyantap semua ruh isme-isme yang merusakkan, akhlak
buruk, tipu daya setan, dan penyelewengan yang hina. Sekali lagi Said
Nursi menunjukkan sikap yang tegasya membela Islam. Ia telah
memperlihatkan lanhkah-langkah konkret untuk berjuang demi tegaknya
syiar
Islam.
Pada 5 Oktober 1908 (9 Ramadhan 1326 H), Austria telah mengumumkan
telah memasuki Bosnia dan Hersegovina ke dalam negara tersebut.
Sebagai tindak balasan, kerajaan Turki Usmani telah menyatakan
memboikot semua barang Austria dan gedung-gedung jualannya. Aktifitas
perniagaan dan perdagangan di Istanbul mulai terhambat. Keadaan ini
berimbas juga pada kehidupan hampir dua puluh ribu masyarakat boroh
dari bangsa Kurdi. akhirnya mereka melancarkan mogok dan tidak lagi
mematuhi arahan ketua-ketua mereka. Suatu hari, kumpulan boroh yang
berada di Khan Ashirah mulai bertindak liar. Nursi yang mendengar berita
tersebut terus bergegas ke sana dan memberikan nasihat kepada mereka.
Antara lain kata-katanya ialah:
Musuh kita adalah kejahilan, keperluan dan perselisihan. Kita akan
memerangi ketiga musuh-musuh ini dengan senjata kemajuan,
pengetahuan dan penyatuan. Oleh karena itu kita perlu bantu membantu
dan berganding bahu dengan orang-orang Turki. Mereka adalah saudara
kita.......mereka telah menyadarkan kita dari kealpaan dan mendorong
kita dari ke arah ketamadunan. Ya, kita akan bersatu dengan mereka
(orang Turki) dan mereka yang berjiran dengan kita karena permusuhan
dan perseteruan adalah kebinasaan. Kita sebenarnya tidak mempunyai
waktu untuk bermusuhan (sesama sendiri).....
Said Nursi menginginkan tetap terpelihara rasa persaudaraan di antara
sesama umat Islam Turki, jangan sampai terpancing dengan persoalanpersoalan remeh yang justru akan menghancurkan kekuatan ketika itu.
Dengan kemajuan pengetahuan dan semangat persatuan akan
melahirkan
kekuatan
ukhuwah
al-islamiyah,
serangan-serangan
dekonstruktif dari pihak non-Islam akan mudah disingkirkan. Melihat
peranan Said Nursi di masa pergolakan ini, perjuangannya bersifat

sederhana dan tidak dengan kekerasan. Sementara objek yang


diperjuangkannya adalah orang-orang yang seakidah dengannya.
Pada 5 April 1909, Partai al-Ittihad al-Muhammadi telah didirikan di
Istanbul. Ia diresmikan oleh Darwish Wihdati. Pertumbuhan politik Islam ini
secara umum adalah tindak reaksi terhadap masyarakat Islam yang
merasa bimbang dengna perkembangan yang berlaku dalam negara di
bawah pemerintahan Partai Perpaduan dan Kemajuan. Mereka menuntut
supaya Syariat Islam ditegakkan semula dalam negara. Hasil dari protes
mereka terhadap kerajaan ialah berlakunya penutupan kedai minuman
keras dan pusat teater. Mereka juga menuntut supaya kerajaan membuat
pembendung
bagi
Gerakan
Kebebasan
Wanita.
Meskipun Said Nursi menyokong Partai al-Ittihad al-Muhammadi, sokongan
ini sedikitpun tidak membuat beliau berhenti dari menyatakan kebenaran,
maupun mengkritik pihak-pihak mana yang dilihatnya tidak bertindak
sewajarnya. Ini terbukti apabila sebagian kritikannya juga ditujukan
kepada golongan pengarang, termasuklah Darwish Wihdati sendiri, yang
tidak memperlihatkan adab-adab penulisan yang Islami. Antara
kritikannya, Sasterawan seharusnya beradab, terutamanya dengan adabadab Islam supaya (kekuatan) agama itu dapat menjadi pengawal dalam
bidang
penulisan.
Dalam tahun 1910, Said Nursi meninggalkan Istanbul dan kembali ke Wan
melalui Batum. Dalam perjalanan, Said Nursi singgah di Tiflis untuk
melihat suasana bandaraya tersebut. Untuk itu, Nursi pun mendaki bukit
Shaykh Sanan dan untuk sesaat Nursi memandang ke arah bumi yang
berada di bawah jajahan Rusia. Seorang polisi Rusia datang
menghampirinya. Setelah sampai ke Wan, Said Nursi mulai
menyampaikan kuliah-kuliah agama kepada masyarakat. Himpunan
tanya-jawaban yang diberikan dalam kuliah itu dimasukkan oleh Said
Nursi dalam kitabnya al-Munazarat. Kitab ini dicetak di Istanbul dalam
tahun
1913.
Pada 1911, ia pergi ke Damaskus untuk menyampaikan khutbah di Masjid
Umayyah di depan ribuan jamaah tentang kondisi umat Islam yang sakit
parah dan dalam dominasi Barat. Said Nursi dalam kesempatan ini
menawarkan pemikirannya untuk mengatasi masalah-masalah tersebut
dengan selalu memperkuat kesadaran kolektifitas, memegang teguh
ajaran Islam, disamping juga mempelajari ilmu dan peradaban Barat yang
maju. Di tahun yang sama ini Said Nursi pernah pergi ke Bayrut (Beirut)
dan kemudiannya kembali ke Istanbul melalui jalan laut pada Juni 1911.
Disana Said Nursi telah dipilih sebagai wakil dari Timur Turki untuk
mengiringi Sultan Rashad dalam satu lawatan ke Rumayli, sebuah
kawasan Eropa di bawah kekuasaan Turki. Rombongan Di-Raja ini
berangkat dengan menaiki kapal perang Barbarossa dan mereka sampai
ke Salanik pada 7 Juni 1911. Pada 11 Juni 1911, rombongan tersebut
sampai ke Uskup (Skopje), sebuah bandaraya bersejarah, yang juga
merupakan ibukota Qusuwa (Kosovo). Dalam perjalanan ini, dua orang
pengikut Sultan yang berpendidikan sekolah modern berbual dengan Said
Nursi.
Di masa itu, sebuah universitas sedang dibina di Qusuwa. Nursi
mengambil kesempatan ini dengan menjelaskan kepada Sultan Abdul

Hamid II dan beberapa orang pemimpin Partai Perpaduan dan Kemajuan


tentang betapa perlunya dibina sebuah universitas di Timur Turki, sebagai
usulan awalnya. Rencana tersebut telah disambut baik oleh Sultan.
Setelah Qusuwa jatuh ketangan Rusia dalam perang Balkan, peruntukan
sejumlah 19.000 lira yang disediakan bagi penubuhan universitas di Timur
Turki atas permintaan Said Nursi sendiri. Setelah kembali ke Wan, Said
Nursi terus meletakkan batu pertama pendirian universitas tersebut di
Irtamit (Edremit), berhampiran dengan Tasik Wan. Kendati proyek tersebut
tidak membuahkan hasil yang membanggakan disebabkan meletusnya
Perang Dunia I. Usaha Said Nursi ini cukup bergengsi dengan maksud
ingin mendirikan madrasah az-Zahrah sebagai upaya menegakkan syiar
Islam dan ilmu pengetahuan melalui jalur pendidikan formal.
Selanjutnya Said Nursi melibatkan diri berjuang dalam Perang Dunia I
(1912-1923) menentang tentara Rusia dan Armenia. Corak perjuangannya
yang sederhana (tanpa senjata dan kekerasan) telah diubah menjadi
perjuangan bersenjata apabila berhadapan dengan musuh-musuh luar
(bukan Islam). Pada tahun 1912-1923, Said Nursi menggunakan segala
ruang yang ada untuk menyedarkan umat Islam dan membangkitkan
semangat
mereka
supaya
berjihad
menentang
penjajah.
Dalam tesis Zaidin, dituliskan pula tentang penugasan Said Nursi untuk
memimpin perang. Ini terjadi pada 1912, dalam minggu-minggu pertama
tercetusnya Perang Balkan, Said Nursi telah ditetapkan memimpin
pasukan sukarelawan dari selatan Anadul (Anatola). Said Nursi
kemudiannya di saat-saat hampir tercetusnya Perang Dunia I diberi
kepercayaan untuk menganggotai al-Tashkilat al-Maksusah. Kerajaan telah
membuat keputusan untuk menyebarkan Fatwa Jihad ke seluruh dunia
Islam. Beliau telah ditugaskan melaksanakan misi tersebut ke Lybya
(Afrika Utara). Dengan menaiki kapal selam Jerman, Nursi dan pasukannya
berangkat ke sana. Misinya ini adalah untuk menghubungi Sayyid
Muhammad Idris al-Sanusi yang ketika itu sedang berjuang menentang
tentara tentara Itali. Perjuangan keras Said Nursi pada masa ini jelas
bertujuan
mengusir
kaum
kolonial.
Setelah dua tahun Said Nursi pulang ke Istanbul pada tahun 1918.
Kemudian Said Nursi diangkat menjadi anggota Darul Hikmah al-Islamiyah
tanpa sepengetahuannyasebagai penghargaan baginya. Ketika ia
berada di lembaga tersebut, ia pernah mengalami transformasi spiritual
sebagai berikut:
Sadar diriku berada di dalam rawa aku mencari bantuan, mencari jalan
keluar dan panduan. Aku melihat ada berbagai jalan, dan saat ragu jalan
mana yang harus ikuti, aku mencari penjelasan pada kitab Futuh al-Gaib,
tulisan Syaih Abdul Qadir Jailani. Muncul kalimat berikut di hadapanku:
Kamu berada di Darul Hikam (Rumah Kebijaksanaan); mencari dokter
(rohani) yang akan menyembuhkan hatimu. Anehnya, aku memang
anggota Darul Hikam (lembaga para ilmuwan tersebut). Aku dianggap
sebagai dokter, seorang pembimbing rohani, yang diharapkan dapat
menyembuhkan penyakit-penyakit rohani umat Islam; sementara sayalah
yang secara rohani sakit yang lebih parah daripada orang lain, dan aku
harus mengobati diriku sendiri sebagai pasien. Setelah itu, aku membaca
kitab Maktubat (surat-surat) karya Imam Rabbani juga dengan tandas

memberikan nasihatnya di banyak surat yagn lain, Menyatukan arah


yang akan engkau tuju, yakni ambil satu saja pemimpin atau satu jalan
ke arah kebenaran. Tetapi, nasihat beliau yang paling penting ini tidak
sesuai dengan watak dan perangaiku. Kadang-kadang pikiranku tidak bisa
memutuskan mana yang harus diikuti. Karena setiap jalan memiliki daya
tarik sendiri-sendiri, maka sulit bagiku untuk menyenangi salah satu jalan
dan mengikutinya. Asat aku dalam kebingungan, dengan kasih sayang
Allah SWT aku menjadi tahu bahwa ujung semua jalan tersebut, sumber
dari semua saluran tersebut, matahari yang dikelilingi oleh semua
planet tersebut, tak lain adalah a-Quran yang penuh hikmah, yang bisa
menyatukan semua arah.
Setelah mengalami transformasi spiritual itu, Said Nursi semakin mantap
dengan pendirian dan pemikirannya. Kekuatan yang diilhami dari
perenungannya itu menambah keberaniannya berjuang, baik dalam
menasehati orang Islam di sekitarnya, maupun berhadapan dengan
musuh
dalam
peperangan.
Setelah kerajaan Turki Usmani mengalami keruntuhan pada tahun 1922,
dan diikuti dengan berdirinya Republik Turki, corak perjuangan Said Nursi
bertambah berat, yakni harus berhadapan dengan orang Islam sendiri.
Pada masa pemerintahan Kemal Ataturk ini, Said Nursi banyak
menghadapi kekerasan penguasa dengan keluar-masuk penjara, yang
oleh Said Nursi sendiri disebutnya Madrasah Yusufiyah. Di penjara Said
Nursi ditempatkan di sel sendirian dengan sejumlah interogasi yang
menyudutkan. Langkah ini sebagai upaya pihak berwajib agar mentalnya
melemah. Tetapi Said Nursi tetap berlanjut dengan perjuangannya,
bahkan ia bertekad menyusun Risale-i Nur, sekalipun mendapat berbagai
tekanan.
Di dalam sel penjara ini beliau berhasil menyusun al-Lamaat yang kedua
puluh delapan, kedua puluh sembilan, dan ketiga puluh. Begitu juga
selama berada di sel rutan ini, beliau juga sukses mengajak narapidana
untuk bertobat kepada Allah SWT dan menjadi pengikut jalan yang lurus.
Penyidik sedikitpun tidak berhasil membuktikan bahwa beliau bersama
para murid terbukti melakukan apa yang dituduhkan memusuhi
pemerintah. Namun demikian, pengadilan tetap memvonis kurungan
sebelas bulan kepada beliau sebagai hukuman atas karyanya Risalah alHijab,
yakni
al-Lamaat
yang
kedua
puluh
empat.
Pada 1925 pecah pemberontakan di Turki bagian tenggara dan diikuti di
daerah-daerah lain, Nursi dikirim ke pengasingan dalam negeri dan
menjalani sisa kehidupannya, hingga wafat pada tahun 1960, dalam
pengawasan ketat, di penjara,atau di kamp penyiksaan. Nursi semula
dipaksa tinggal di Barla (Perla), sebuah desa berbukit-bukit di barat daya
Turki. Di sana dia menjalani kehidupan yang sulit dan terpisah dari hampir
setiap orang. Tetapi dia berhasil mendapatkan hiburan, pelipur sejati,
dengan mendekatkan diri kepada Allah yang Maha Besar dan lewat
penyerahan
diri
seutuhnya
pada-Nya.
Bagian-bagian pokok dari Risale-i Nur, The Words (Kumpulan Kata) dan
The Letters (Kumpulan Surat), ditulisnya di Barla kala dia dalam keadaan
sulit. Salinan karya-karya tersebut ditulis tangan dan mulai menyebar ke
seluruh Turki. Metode perjuangan Islam ini mengundang reaksi dan

kebencian pemerintah. Dengan tuduhan membangun masyarakat rahasia


dan berupaya melawan pemerintah, Said Nursi dituntut hukuman mati
dan 120 santrinya diadili di pengadilan Pidana Eskisehir pada tahun 1935.
Meskipun
sepanjang
hidupnya
dia
selalu
menentang
segala
pemberontakan dan gerakan yang bermaksud memecah ketentraman dan
keteraturan masyarakat, dan selalu menandaskan bahwa hak-hak setiap
orang tidak boleh dilanggar meskipun demi kepentingan seluruh
masyarakat, dia dituduh membangun organisasi-organisasi rahasia yang
bertujuan menghancurkan ketentraman masyarakat. Perjuangan dan
pemikiran
Said
Nursi
selalu
salah
diartikan.
Ketika dalam persidangan dia ditanya pendapatnya tentang negara
Republik Turki, dia menjawab: Biografi saya yang kalian pegang itu
membuktikan bahwa saya ini warga negara Turki yang religius bahkan
sebelum kalian lahir ke dunia demikian saya adanya. Dia ditahan selama
11 bulan di penjara sebelum akhirnya diputuskan tidak bersalah. Seteah
dibebaskan, dia dipaksa tinggal di Kastamonu. Semula dia tinggal di
kamar teratas kantor polisi itu, kemudian dipindahkan ke sebelah rumah
tepat di seberangnya. Dia menetap di Kastamonu selama tujuh tahun, dan
beberapa bagian penting dari Risale-i Nur ditulisnya di sana. Selama masa
ini, baik dia maupun para santrinya (dari Kastamonu dan daerah-daerah
lain) terus menerus mendapatkan tekanan dari Pemerintah. Tekanan
tersebut kian lama kian meningkat dan berpuncak dengan penangkapan
besar-besaran dan pengadilan serta pemenjaraan di Denizli pada 19431944.
Said Nursi dituduh membentuk tariqah Sufi dan mengorganisir
masyarakat politis. Meskipun tuduhan itu kemudian gugur, tetapi Nursi
dikurung selama 9 bulan dalam sebuah sel yang kecil sekali, gelap dan
pengap dalam kondisi yag sangat menyedihkan sampai ia dibebaskan
pada 1944. Setelah dibebaskan, Said Nursi dikirim ke kota Emirdag,
propinsi Afiyunagar menetap di sana. Pada tahun 1948 sebuah perkara
baru dibuka di pengadilan Pidana Afyon. Pengadilan memvonis dia dengan
semena-mena, tetapi vonis tersebut dibatalkan melalui banding, dan Said
Nursi beserta murid-muridnya dinyatakan tidak bersalah. Setelah itu dia
berpindah-pindah tempat tinggal seperti ke Emirfag, Isparta, Afyun, dan
Istanbul. Pada tahun 1953 dia diadili sekali lagi, kali ini dengan tuduhan
menerbitkan A Guide for Youth (Pentunjuk bagi Para Pemuda), dan kembali
dinyatakan tidak bersalah. Pada saat wafatnya di Urfah, 23 Maret 1960,
yang mungkin bertepatan dengan Lailatul Qadar, penyelenggara
pemakaman menemukan peninggalannya berupa surban, sepotong kain,
dan uang dua puluh lira.
Said Nursi di depan pengadilan pernah menyampaikan pembelaan
yang sangat terkenal. Berikut ini akan kita kutip sebagian daripadanya:
Bapak-bapak hakim yang terhormat: Saya telah dihadapkan ke
persidangan ini dengan tuduhan bahwa saya seorang yang telah
menjadikan agama sebagai jalan untuk membuat kekacauan dan merusak
keamanan umum. Pada kesempatan ini, izinkan saya untuk
menyampaikan pernyataan kepada Bapak-bapak sekalian: Dampak suatu
perbuatan tidak bisa dituduh sebagai faktor penyebab suatu kasus sampai
terjadi dan tidak dapat dituduh sebagai biang keladinya. Memang, bisa

jadi batang korek api bisa membakar rumah. Tetapi kemungkinan ini tidak
berarti sebagai biang segala tindakan kriminal. Aktifitasku yang hanya
terfokus menggeluti ilmu-ilmu keislaman hanya dijadikan sarana untuk
memperoleh ridha Allahm jauh bumi dari langit untuk dipergunakan selain
dari itu. Bapak-bapak telah bertanya: Apakah saya yang termasuk orangorang yang aktif dalam kegiatan seperti yang dilakukan para pengikut
thariqat sufisme? Pertanyaan ini saya jawab: sesungguhnya era kita
sekarang adalah era memelihara iman bukan era mempertahankan
thariqah sufisme. Kelak di akhirat pasti akan banyak masuk syurga tanpa
melalui Thariqah sufisme. Tetapi seorang pun tidak akan ada yang masuk
ke sana tanpa iman (Salih 2003, hal. 67).
Berkali-kali tuduhan diarahkan kepada said Nursi dan muridmuridnya, tetapi semua tuduhan-tuduhan tersebut tidak pernah terbukti
dalam sidang pengadilan yang terjadi pada 1952 di Istanbul, pada 1953 di
Samson, pada 1956 di Afiyun, hingga ia wafat pada 1960 di Urfah (baca
Salih 2003, hal. 97-118). Sebagai akhir perjuangannya Said Nursi
memberikan peninggalan sejati yang tak ternilai dari pahlawan Islam dan
kemanusiaan ini, yang pada saat meninggalnya hanya berbobot 40
kilogram, adalah kumpulan Risale-i Nur setebal 6000 halaman, yang telah
diperkarakan di berbagai persidangan sebanyak sekitar 2000 kali hingga
sekarang, dan prinsip-prinsip mulianya yang merupakan dimensi yang
tidak akan bisa dicatat dalam catatan penyelengara jenazah (Nursi 2003b,
hal. XV-XVI).
Perjuangan Said Nursi sangat memberi arti dalam riwayat
kehidupannya. Di samping berjuang juga ia telah menorehkan sebuah
sejarah pemikiran dalam sederetan tokoh Islam lainnya di Turki khususnya
dan Islam pada umumnya. Sebagai tonggak tegaknya pemikiran Nursi
berpijak dengan filosofi yang begitu mendasar, yakni dengan melihat
kekafiran modern berakar dari sains dan filsafat, bukan dari kebodohan
sebagaimana dikemukakan oleh orang-orang sebelum dia. Paradoksnya,
ketidaktahuan umat Islam terhadap sains dan teknologi membuat mereka
tertinggal dari Barat di bidang ekonomi dan militer.
Kini kita melihat dengan mata kepala kita sendiri, sains dan
teknologi yang telah mendatangkan kekuatan bagi Barat untuk mencapai
superiotas ekonomi dan militer di dunia membuat orang-orang Barat
kehilangan keimanan dan moral tradisional mereka serta nilai-nilai rohani,
dan akibatnya mereka jatuh ke dalam pesimisme yang berlebihan, tidak
bahagia dan mengalami krisis rohani. Hal tersebut wajar karena meskipun
hukum alam Ilahiah yang merupakan bidang garapan sains adalah
imbangan dari ajaran Ilahiah atau agama, di Barat keduanya telah
dipisahkan satu dari yang lain. Akibatnya, moralitas sekuler dan
kepentingan diri sendiri menggusur nilai-nilai agama dan nilai-nilai
tradional lainnya. Terhadap wacana ini Said Nursi berpendapat bahwa
alam adalah kumpulan tanda-tanda Ilahi dan karena itu sains dan agama
bukanlah dua bidang yang berseberangan. Keduanya adalah ekspresi
yang (tampak) berbeda dari satu kebenaran yang sama. Pikiran harus
dicerahkan dengan sains, sedangkan hati harus diterangi dengan agama.

Karya Risale-i Nur


Bediuzzaman Said Nursi sampai di pembuangannya, Perla, pada musim
dingin tahun 1926. Perla adalah salah sebuah desa yang terletak di
Asbarithah di wilayah barat Anatolia, daerah yang kecil dan kumuh. Tujuan
dari pembuangannya ini adalah agar ia larut dalam zikir, agar
pengaruhnya pudar dan terlupakan, juga agar ajarannya tidak tersiar.
Pada masa-masa pembuangannya ini, lembaran sejarah Turki
sangat kelam. Suatu masa yang penuh diwarnai kediktatoran,
permusuhan secara terbuka terhadap agama, juga masa yang sarat
diwarnai upaya penghapusan sinar Islam dan serangan terhadap
syariatnya yang dilancarkan atas nama peradaban dan kebudayaan. Masa
ini terus berlanjut selama seperempat abad, yakni sampai tahun 1950
(Salih 2003, hal. 50).
Selanjutnya pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah dihapuskan, huruf
Arab diubah dengan huruf latin. Turki diproklamirkan sebagai negara
sekuler, dan pengadilan-pengadilan yang menyeramkan di seluruh negeri
didirikan untuk menjatuhkan vonis bersalah kepada para ulama dan setiap
orang yang menyatakan diri bersikap kontradiktif terhadap penguasa,
sehingga banyak di antara mereka yang harus menyudahi hidupnya di
tiang gantungan. Dengan dipasungnya aktifitas Said Nursi, pemerintah
ingin membendung pengaruh ajaran-ajaran Islam yang dibawanya kepada
masyarakat. Namun kehendak Allah SWT lain, ternyata dia berkehendak
agad desa kecil (Perla) menjadi sumber pancaran sinar Islam yang
kemudian hari menerangi seluruh penjuru Turki (Salih 2003, hal. 51).
Aktifitas Said Nursi terus terus berlanjut bahkan ia semakin kuat
dalam kondisi pengasingan di penjara. Pembuangan Said Nursi ke Perla
dalam tempat terisolir dan kumuh yang dimaksudkan pemerintah agar
aktifitas dakwah dan pendidikan Islamnya lumpuh total, hanya larut dalam
zikir, tidak berpengaruh lagi, dan mengikis ajarannya dalam masyarakat
luas (Salih 2003, hal. 53). Said Nursi ingin tetap menyinari kehidupan
umat Islam dengan sinar al-Quran yang abadi dan pasti membawa
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Di sinilah awal Said Nursi
kemunculan Master Pisece-nya Risale-i Nur.
Di tahun-tahun kelam yang mewarnai lembaran sejarah Turki, Islam
di sana pun mengalami goncangan dahsyat, seranga terhadap Islam
terjadi di bawah komando pemerintah dengan segala sarana dan
prasarananya, dengan segala media massa yang dimilikinya, juga dengan
pena seluruh orang munafik dan orang tergelincir dalam budaya Barat
serta para musuh Islam yang berprofesi sebagai penulis dan wartawan.
Bersamaan dengan itu, mulut para dai disumbat dan pertahanan aqidah
mereka direkayasa sedemikian rupa (Salih 2003, hal. 56). Dengan
demikian, dasar-dasar ajaran Islam dihadapkan pada pengingkaran dari
pihak generasi muda yang tidak mendapat bimbingan agama
sebagaimana lazimnya.
Menyaksikan situasi ini, Said Nursi berketetapan hati untuk memikul
beban dakwah seberat apa pun. Beliau bangkit untuk menyelamatkan
iman. Said Nursi mengingatkan, bahwa tugas pokok dan utama yang tidka
boleh ditempuh dengan sikap tergesa-gesa dan emosi yang tidak
terkendali, adalah menyelamatkan iman. Berdasarkan pandangannya

tersebut, langkah yang ditempuh beliau adalah meluruskan penilaian para


pengunjungnya yang memandang bahwa dia seorang Syaikh tarekat sufi.
Said Nursi berkata kepada mereka: Aku bukan seorang syaikh tarekat dan
saat ini bukan waktunya untk mengikuti tata cara seperti yang diajarkan
para syaikh tarekat sufi. Saat ini tidak lain merupakan waktu untuk
menyelamatkan iman (lihat Salih, hal. 61).
Karya Risale-i Nur yang populer sekarang mengandung beberapa
tema. Misalnya pada sebagian tafsir manawy yang telah diterjemahkan
ke dalam Bahasa Indonesia ini, terdapat 33 cahaya (al-lamaat) dalam
buku Menikmati Takdir Langit, 29 Surat (al-Maktubat) dalam buku
Menjawab yang Tak Terjawab, Menjelaskan yang Tak Terjelaskan, dan 12
Risalah (ar-Risalah) terdapat dalam buku Sinar Yang Mengungkap Sang
Cahaya (Epitomes of Light). Secara gobal isi pokok dalam karya tersebut
mengupas tentang aqidah dan keimanan yang diindikasikan dengan
marifat Allah, marifat Rasulullah, manhaj as-Sunnah; penguatan aspek
ibadah, dan akhlak atau adab-adab Islami. Dari sejumlah besar isi pokok
karya Said Nursi tersebut terdapat pula secara garis besar mengenai nilainilai, materi, dan metodologi pendidikan Islam.
Dari berbagai tinjauan yang telah penulis lakukan terhadap
kandungan Risale-i Nur dan metode penyajiannya memperoleh suatu
temuan, yaitu Risale-i Nur memuat 6 (enam) pembahasan utama:
Pertama, bahasan tentang upaya memahami agama melalui ilmu
pengetahuan modern serta menyelidiki dasar-dasar kepercayaan menurut
pembahasannya yang sesuai dengan pemikiran modern. Ridalah ini juga
bukan saja untuk memberi napas dan tafsiran baru kepada agama kaum
muslimin, malah untuk mencerdaskan semua masyarakat untuk
menggalakkan iman dan menghapuskan sikap memecah belah
masyarakat yang cenderung atheisme, naturalisme, kominisme, dan
materialisme. Kedua, memuat tentang eksistensi dan ketunggalan Allah
SWT, malaikat, kitab suci, kerasulan, takdir ilahi dan keadilan dalam hidup
manusia, dan posisi serta kewajiban manusia diantara makhluk-makhluk
lainnya. Ketiga, berisi tentang hikmah wahyu dan pemikiran manusia,
tentang kefasihan al-Quran dan ilmu pengetahuan, dan al-Quran yan
menajubkan sebagai Mukjijat Rasulullah dan beberapa jenis mujijat
lainnya. Keempat, menyajikan hakikat hikmah, dan nilai miraj yang
dialami Raulullah SAW. Kelima, menyuguhkan tentang aspek-aspek
ketunggalan Ilahi, manifestasi keesaan Allah pada alam semesta dan
manusia, dan iman dalam hubungannya dengan kebahagiaan dan
pendeitaan. Keenam, menawarkan pembahasan tentang hari kebangkitan
dan akhirat.
Dalam penulisan Risale-i Nur, Said Nursi tidak menggunakan
sumber-sumber lain kecuali al-Quran al-Karim, dia meminta petunjuk dan
ilham dari ayat-ayat yang mulia itu. Ia hidup dalam suasana hati dan jiwa
yang tulus mendalami ayat-ayat tersebut. Ia mendiktekan kepada orangorang tertentu dari pelajar-pelajar untuk menulis dengan cara yang amat
cepat dan tepat yang merupakan futuh (pencerahan) dari Allah SWT atas
dirinya. Hatinya tidak akan pernah menolak akan makna ayat-ayat alQuran yang mulia. Bahkan kemudahan-kemudahan dan futuhat itu
tidaklah hanya pada tertentu atau tempat tertentu (Salih 2003, hal. 130).

Risale-i Nur dan penerbitannya merupkan sesuatu yang sangat


istimewa dalam sejarah dakwah Islam modern. Hal ini berdasarkan
asumsi, bahwa risalah Said Nursi tidak banyak yang ditulis secara
langsung oleh dirinya, karena dalam keterampilan menulis beliau adalah
seorang yang boleh disebut setengah ummi. Oleh karena itu,
kebanyakan dari risalah-risalah beliau selalu didiktekan kepada sebagian
para muridnya. Kemudian naskah asli dari risalah-risalah tersebut beredar
dan tersimpan di antara mereka yang selama ini bertugas menyalin dan
mencatatnya. Selanjutnya seluruh naskah tersebut diserahkan kepadanya
untuk dikoreksi ulang satu persatu. Dari seluruh risalah karyanya ii beliau
hanya menjadikan al-Quran sebagai satu-satunya sumber rujukan (Salih
2003, hal. 131).
Oleh karena itu banyak pelajar atau muridnya yang berdatangan
kepadanya, baik siang maupun malam dan beliau tidak pernah
meninggalkan satu keistimewaan rabbani yang terdapat hatinya atau satu
buah pikiran pun yang melainkan ia berikan kepada murid-muridnya dan
mengharapkan dapat menerimanya. Kesemua itu adalah karena ia telah
menulisnya sendiri sebagian dari rislaah-risalahnya, terlebih-lebih ketika
ia masih berada dalam penjara (Salih, 2003, hal. 131).
Risale-i Nur ditulis oleh Said Nursi dalam bahasa Turki dan Arab.
Dalam bahasa Turki memuat beberapa bagian, Yaitu Maktubat (kumpulan
surat-surat), Sualar (kumpulan pertanyaan-pertanyaan), Sozler (kumpulan
kata), Lemalar (kumpulan cahaya), Mesnevi Nuriye (ringkasan-ringkasan
isi Risale-i Nur), Asa-yi Musa (Tongkat nabi Musa), Iman ve Kufur
Nuvazeneleri (pembahasan tentang iman dan kufur), Sikke-i Tasdiki Gaybi
(mengungkap kebenaran alam gaib), Kastamonu Lahikasi (berisi tentang
surat-surat Nursi kepada para muridnya dan jawaban untuk surat dari
muridnya), Barla Lahikasi (perjuangan dan pemikirannya di Barla), dan
Emirdag Lahikasi (perjuangannya di Emirdag); dan dua buku dalam
bahasa Arab berjudul alIjaz (tanda-tanda kemukjijatan) dan Masnawi
al-Araby an-Nuriy.
Dengan cara bertahap, akhirnya pengajaran yang diselenggarakan
oleh Said Nursi mendapat banyak pengunjung, Risale-i Nur mulai
merambah ke desa-desa dan kampung-kampung yang berdekatan dengan
Perla. Dengan secara sembunyi-sembunyi risalah ini dibaca dan dipelajari,
bahkan sampai di bawa ke kota-kota yang jauh dari Perla. Risale-i Nur
mendapat respon positif dari para pembaca yang haus oleh siraman
rohani dan ingin memperoleh cahaya hidayah di saat-saat mereka hidup
berada di Sahara tandus yang membakar dan di lorong gelap.
Sebagai karya, Risale-i Nur sedang mengalami sosialisasi dan
transliterasi. Sekarang Risale-i Nur sudah diterjemahkan lebih kurang 40
bahasa. Dua terjemahan yang paling banyak tersebar adalah terjemahan
Sukran Vahide (edisi berbahasa Inggris) dan Ihsan Kasim Salih (edisi
bahasa Arab). Dalam edisi bahasa Inggris karya Risale-i Nur terbagi
dalam: Bediuzzaman Said Nursi, Letters 1928-1932, The Words (On The
Nature and Purpose of Man Life, and All Things), The Flashes Collection,
dan The Rays Collection. Sedangkan dalam bahasa Arab adalah: AlKalimat, Al-Lamaat, Asy-Syulamat, Al-Maktubat, Isyarat al-Ijaz, Al-

1.

2.

3.

4.

5.
6.
7.
8.

Matsnawy al-Araby an-Nuriyah, Al-Malahiq fi Fiqhi Dawah an-Nur, Sirah


ad-Dzatiyah, Shaiqal al-Islam, dan Fahaaris.
Di Indonesia, karya Said Nursi ini dikenal tahun 2000, sejak
diselenggarakan Simposium Internasional di Kampus IAIN Yogyakarta
bertema Pemikiran Islam Modern. Kemudian simposium internasional
kedua mengupas tentang pemikiran Said Nursi, dilaksanakan oleh
Program Pascasarjana IAIN Raden Fatah Palembang tahun 2001.
Nampaknya sosialisasi pemikiran Nursi yang dimotori oleh pihak Indonesia
bekerjasama dengan Nesil Foundation telah membawa karya beliau
dikenal secara berangsur oleh masyarakat Indonesia, khususnya dalam
memperkaya khazanah literatur keislaman.
Pada perkembangan selanjutnya di Indonesia, kehadiran karya Said
Nursi menjadi lebih bermakna dikarenakan buku-buku tersebut telah
dialihbahasakan dan diterbitkan atas kerjasama Sozler Foundation di Turki
dengan penerbit di Jakarta, hingga buku-buku tersebut dapat menjadi
bacaan khalayak ramai.diantara koleksi Risale-i Nur yang telah
dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
Menjawab yang Tak Terjawab, Menjelaskan yang Tak Terjelaskan. Buku
ini memuat tentang tingkat kehidupan, rahmat dalam kematian dan
kemalangan, Asma Allah SWT. Mukjijat Rasulullah SAW., makna mimpi,
hikmah penciptaan syetan, mengapa harus ada mukjijat dan lain
sebagainya. Penyajian buku ini menjawab dan menjelaskan pertanyaanpertanyaan dengan dalil naqli dan argumentasi serta pendekatan analogi
yang aktual dan relevan.
Sinar Yang Mengungkap Sang Cahaya: Epitomes Of Light. Buku ini
berisi tentang tafsir kalimat Laa Ilaha Illallah yang menjadikan segala
sesuatu yang ada di jagad ini bagaikan rangkaian keping-kepingan
bermakna yang memantulkan ke Esaan Allah rabb al-alamin.
Menikmati Takdir Langit: Lamaat. Buku ini mengandung 33 Cahaya,
membahas peristiwa yang menimpa para Nabi Allah SWT, mengenai
kemukjijatan Rasulullah, keutamaan munajat (doa), tentang kabar ghaib
dari ayat al-Quran, Minhaj as-Sunnah, Marifat terhadap Allah dan
Rasulullah, pembahasan tentang akhlak, dan lain-lainnya.
Alegori Kebenaran Ilahi. Buku ini memuat tentang adalah eksistensi
dan ketunggalan Tuhan, hari kiamat, kitab suci, kerasulan takdir ilahi dan
keadilan dalam hidup manusia, dan posisi serta kewajiban manusia
diantara makhluk-makhluk lainnya.
Dari Balik Lembaran Suci. Dalam buku ini berisi tentang hikmah wahyu
dan pemikiran manusia, Al-Quran: kefasihan dan ilmu pengetahuan, dan
Al-Quran yang menakjubkan.
Episode Mistis Kehidupan Rasulullah. Dalam buku ini berisi
pembahasan mengenai al-Quran sebagai mukjijat Rasulullah SAW dan
beberapa jenis mukjijat lainnya.
Miraj Menembus Konstelasi Langit. Dalam buku ini dipaparkan
mengenai hakikat, dan hikmah miraj yang dialami Rasulullah SAW.
Al-Ahad: Menikmati Ekstase Spiritual Cinta Ilahi. Dalam buku ini
membahas tentang aspek-aspek ketunggalan Ilahi, dan iman dalam
hubungannya dengan kebahagiaan dan penderitaan.

9.

Dimensi Abadi Kehidupan. Buku ini mengupas cukup luas tentang hari
kebangkitan dan akhirat.
10. Dari Cermin Keesaan Allah. Buku ini mengulas lebih banyak tentang
manifestasi keesaan Allah SWT pada alam semesta dan manusia.
Demikian buku-buku dari koleksi Risale-i Nur yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia telah memberi kontribusi bagi pembaca dan
peneliti yang ingin memperdalam wawasan dan mengkaji pemikiran Said
Nursi.
Melalui Risale-i Nur, Nursi menafsirkan Laa ilaaha illa Allah lebih jauh
lagi. Pemahaman yang dikupasnya adalah kausalitas, yang merupakan
titik tolak materialisme dan pilar yang menjadi dasar bangunan sains
modern. Keyakinan pada kausalitas melahirkan pernyataan-pernyataan
seperti: Itu alami, Alam menciptakannya, itu terjadi begitu saja, dan lainlain melahirkan materialisme, naturalisme, komunisme, bahkan
atheisme, naudzubillah min dzalik.
Risale-i Nur membongkar mitos kausalitas ini dan menunjukkan
bahwa mereka yang mengikuti keyakinan ini sebenarnya tidak melihat
dunia sebagaimana mestinya, atau bagaimana dunia itu tampak, tetapi
bagaimana dunia itu menurut pikiran mereka. Risale-i Nur menunjukkan
hakikat kejadian alam, manusia, dan peristiwa-peristiwa lainnya yang
berada di bawah kendali Dzat Yang Maha Mengendalikan, Dzat Yang
Berkuasa atas segala sesuatu.
Usaha-Usaha Said Nursi di Bidang Pendidikan
Kondisi sosial-politik menjelang keruntuhan kerjaan Turki Usmani ketika
Said Nursi sedang aktif melakukan pembinaan religius terhadap Said
Nursi. Pengaruh tersebut sangat dirasakan oleh Said Nursi, terutama
dengan semakin melemahnya kekuatan Islam dengan ditandai
kemerosotan moral para penguasa, sehingga menimbulkan kekhawatiran
Said Nursi terhadap masa depan umat Islam. Ketika itu bahaya yang
mengancam kekuatan dinasti Turki Usmani sudah semakin tidak bisa
dielakkan. Hal ini seperti dituliskan oleh Hitty (1974, hal. 717); Pada
paruh kedua abad 18 orang Eropa sudah memiliki kesadaran renaissance
yang tinggi, sedangkan Turki Usmani sedang mengalami kemunduran
karena kemerosotan moral dan korupsi melanda mereka, sehingga
negara-negara Barat seperti Rusia, Austria, Perancis, dan Inggris mulai
melirik daerah jajahan Usmani. Pada masa itu mereka disebut The Sick
Man of Europe (orang Eropa yang menderita sakit). Masa dimana
meletusnya Perang Dunia I yang diakhiri dengan lenyapnya kerajaan
Usmani dan ditandai dengan kemunculan negara Turki sebagai negeri
yang independen (Rahim, dkk. 1998, hal. 95).
Sesudah keruntuhan kerajaan Turki Usmani, pendidikan Islam
berada dalam kondisi yang tertinggal. Membaca situasi ini, ada keinginan
kuat Said Nursi merekontruksi kejayaan pendidikan Islam, terutama yang
berkembang di lingkungannya, demi kepentingan Islam dan kemaslahatan
umat. Keinginannya ini didasarkan sebuah pandangan, bahwa pendidikan
Islam adalah milik umat Islam dimana pun berada, di Turki ataupun negeri

Islam lainnya. Karena menyangkut kebutuhan umat, maka usaha baik itu
perlu segera diatasi.
Namun, setting sosial-politik yang demikian justru membuat Said
Nursi mampu mewarisi suatu aktifitas yang berharga dalam sejarah. Sejak
kecil ia aktif mengikuti majelis ilmiah untuk mendapatkan ilmu, sampai
memasuki remaja ia pun sangat berambisi menimba berbagai ilmu
pengetahuan. Hingga memasuki usia dewasa ia sudah memiliki
keberanian berjuang menegakkan ajaran Islam dengan proaktif, dan
menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat. Bagi Said Nursi keadaan
demikian menjadi babak baru dalam menyalurkan gagasan-gagasan
pendidikannya.
Kegiatan Nursi dalam pendidikan Islam, seperti di catat oleh (Salih
2003, hal. 11-12): Pada tahun 1892 Nursi berangkat menuju Mardinn
untuk menyampaikan pengajian di Masjid Raya kota tersebut dan
menjawab berbagai pertanyaan yang disampaikan oleh para pesertanya.
Ketika itu wali kota setempat, Nadir Bek, karena termakan hasutan
sebagian para pegawainya merasa bahwa Nursi seorang berbahaya dan
telah membuat kekacauan di kota wilayah kekuasaannya.
Karena itulah, beliau divonis agar keluar dari kota Mardin.
Pengusiran ini dilaksanakan oleh seorang polisi dengan kedua tangan
beliau diborgol, sampai Said Nursi kembali berada di kota Bitlis. Tidak
lama kemudian Umar Pasyah, wali kota Bitlis, mengenal siapa dan
bagaimana kedudukan Said Nursi, sebagai seorang ulama yang masih
muda belia. Ia pun menyenangi dan meminta dengan sangat kesediannya
untuk tinggal serumah dengannya. Semula permintaan itu ditolak, tetapi
oleh karena permintaan ini terus disampaikan oleh Umar Pasyah, akhirnya
beliau pun bersedia memenuhi permintaan tersebut. Untuk itu, ia
disediakan kamar khusus di rumahnya.
Karena kemashyuran dan kehebatan Sang Bediuzzaman di Timur
Turki telah tersebar ke Istanbul, menjadikan beliau didatangi oleh orangorang awam, pelajar-pelajar institusi dan juga golongan ulama. Menurut
Hasan Fahmi Pasha Ughlu (kemudiannya menjadi anggota Lembaga
Perundingan Hal-Ihwal Agama di Turki):
Ketika aku masih menuntut di Madrasah Fatih di zaman Mashrutiyyah,
aku telah mendengar kedatangan seorang pemuda ke Istanbul yang
digelar Badi al-Zaman, yang menggantungkan dibiliknya sebuah iklan: Di
sini diselesaikan setiap permasalahan yang rumit dan setiap soalan akan
dijawab, tanpa mengemukakan sebarang soalan kepada orang lain.
(Nursi dalam tulisan Zaidin 2001, hal. 20).
Sisi lain perlu dilihat adalah sosok Nursi sebagai Guru. Ia begitu
menitikberatkan soal perkembangan ilmu dan pendidikan. Pengalamannya
ketika menuntut ilmu menyadarkan dirinya tentang perlunya dibuat satu
perubahan dalam sistem pendidikan. Untuk itu, beliau telah menggunakan
satu pendekatan baru yang menggabungkan dua aliran ilmu yang
sebelumnya dipisah-pisahkan yaitu ilmu agama dan ilmu sains modern.
Pendekatan inilah yang dilakukannya di madrasahnya, Madrasah KhurKhur. Usaha ini memberi kesan yang positif ke arah memantapkan
kefahaman dan keintelektualan pelajar. Nursi ingin membuang persepsi

negatif masyarakat yang melihat agama da sains teknologi tidak boleh


bersatu (lihat Zaidin 1999, hal. 35). Dengan ini Bediuzzaman Said Nursi
berpendirian umat Islam perlu menguasai kedua-dua bidang ilmu itu agar
bertambah eksis di masa mendatang.
Seperti yang disebutkan Gozutok, Nursi sebagai seorang guru dan
pembimbing umat dalam periode kekuasaan Republik Turki walaupun
banyak mengalami rintangannamun beliau tetap gigih mengusahakan
terbentuknya format pengajaran ilmu secara terpadu pada madrasahnya,
hingga batas akhir yang membuatnya menyerah untuk mendirikan
universitas az-Zahra dan memfokusnya pengajaran dengan metode
Risale-i Nur:
As a true teacher and guide, Bediuzzaman always made his presense felt
in the republican period. He appears as a teacher who recalls a shaykh
and guide. However, contrarily to usual practice, he did not hold out his
hand to be kissed, but directed all attention to the Risale-i Nur. He invited
people to be educated in the truly Quranic school known as the
Medresetiz-Zehra. It has to be said that is educational programme, which
benefits from the principles and methods of modern education, described
above, has been very successful. Both the Risale-i Nur students in Turkey
are proof of this, and numberous Muslims throughout the Islamic world
who constantly benefit from it (Gozutok 2002, hal. 412).
Di samping mengajar di madrasahnya di Wan, Said Nursi juga
bergerak menuju ke kawasan-kawasan yang berhampiran dengan
menyeru kabilah-kabilah dan masyarakat setempat mematuhi ajaran
agama. Hasilnya, beliau telah mampu menyelesaikan banyak
pertentangan suku-suku di sana. Said Nursi pernah mendamaikan
pertentangan yang berlaku antara Shakir Agan dan Mustafa Pasha.
Permusuhan antara kedua-dua pemimpin suku ini sebenarnya telah
diselesaikan oleh pihak kerajaan tetapi tidak berhasil (Zaidin 2001, hal.
46). Dari kejadian tersebut, Said Nursi telah menunjukkan kontribusi
terhadap kekuatan dan keberlangsungan daulat Utsmaniyah di kala itu.
Tidak cukup itu, Said Nursi juga memperhatikan dengan serius
kemajuan pendidikan. Gagasan Nursi atas perubahan bidang pendidikan
adalah bersifat inovatif dan berjangkauan luas. Inti gagasan tersebut
terletak pada pendamaian (rekonsiliasi) ketiga cabang utama sistem
pendidikan, yaitu medrese atau sekolah agama, mektebs atau sekolah
umum, dan teks atau Tarekat Sufi, serta disiplin ilmu yang mewakilinya.
Perwujudan dari gagasan ini adalah Medresetuz-Zehra: The embodiment
of this reprochement was the Medresetuz-Zehra, which has been
mentioned earlier. Bediuzzaman attached the Greatest importance to
establishing this univercity were the religious sciences and modern
sciences would be thaugt side by side and comined, and pursued it till
the end of his day (Vahide 2000, hal. 43).
Arean utama dari proposal said Nursi yang kedua dengan
sepenuhnya terletak pada upaya merestrukturisasi pendidikan madrasah
dan pendidikan modern sebagai pendekatannya. Ini terdiri dari
demokratisasi sistem madrasah, dan aneka ragam aturan pembagian
kerja, sehingga bisa diimplementasikan: The second main area of

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Bediuzzamans proposals lay in completely restrukturing medrese


education and an were extremely modern in their approach. These
cosistedof what might be described as the democratization of the
medrese system, and its diversification so that the rule of the division of
labour could be applied (Vahide 2000, hal. 43).
Dari gagasannya itu, intinya Nursi menghendaki pendidikan di
Medresetuz-Zehra harus dikenal oleh madrasah umum yang dikenal dan
dikenal pula oleh para siswa yang potensial dan berminat untuk itu.
Dalam Munazarat, Bediuzzaman menyatakan bahwa penyajian pendidikan
tersebut harus ditopang dengan tri-lingual, yakni bagi orang Arab
diwajibkan, orang kurdi diperintahkan dan orang Turki diharuskan.
Antara mereka harus memiliki kesempatan yang sama, dalam
melaksanakan tugas-tugas kependidikan.
Bahkan menurutnya, bagaimanapun basis dari sistem yang
diusulkan Bediuzzaman telah menjadi pengajaran agama dan sains
modern yang terkombinasikan: The basis of the system Bediuzzaman
was proposing, however, was the combined teaching of the religious and
the modern sciences (Nursi dalam Vahide 2000, hal. 43).
Konkretnya, Said Nursi menawarkan 13 poin yang dijadikan basis
efistemologi penegakkan sistem pengajaran, yaitu:
Pendidikan berdasarkan pada sumber dasar Islam yaitu al-Quran
dan as-Sunnah
Kehidupan dunia dan akhirat dianggap sebagai satu kesatuan
(dipandang dalam suatu pandangan).
Ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum (sciece) diajarkan
bersama-sama.
Chauvinisme dan nasionalisme (rasa kebangsaan) tidak harus
dikobarkan, tetapi justru nasional Islamlah yang dikedepankan/menjadi
dasar.
pendidikan berdasarkan persaudaraan, persatuan dan kesatuan.
pendidikan yang diajarkan harus mencerminkan al-Quran
para siswanya harus memiliki jiwa semangat, syukur dan harapan.
pendidikan Islam harus dimulai dari individu itu sendiri dan nafsny
bakat/kemampuan dan keinginan manusia harus diperhatikan.
pendidikan bersifat bebas, terbuka dan bermanfaat bagi masyarakat
umum (society).
pendidikan melalui pergerakan yang positif.
para sisiwa dan sekolah tidak terlibat dalam gerakan politik.
pendidikan harus memiliki target dan tujuan yang tinngi dan murni.
(Ilim 2002 Tripped. com).
Dengan gagasan tersebut, Said Nursi menghendaki sebuah lembaga
pendidikan yang menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan modern
dan
pendidikan
religius
dalam
kondisi
berdampingan
dan
berkombinasi. Lembaga islam hendaknya menyelenggarakan seatu
formasi pengajaran yang unggul di abad ini, melalui integralitas ilmu
penegtahuan dalam corak ragam penyelenggaraan pendidikan.
Sebagai guru dan pembimbing, Bediuzzaman selalu mengarahkan
semua perhatian kepada Risale-i Nur. Ia mengundang orang-orang untuk

dididik di dalam sekolah yang mengkaji ajaran Quran yang dikenal


sebagai Medretiz-Zehra. Pada sekolah rancangannya ini memuat program
pendidikan yang bermanfaat bagi metode dan prinsip pendidikan modern.
Paling tidak usaha ini telah menjadi pemicu bagi perubahan di bidang
pendidikan di Turki ketika itu: He invite people to be educated in the truly
Quranic School known as the Medresetiz-Zehra. It has to be said that is
educational programme, which benefits from the principles and methods
of modern education described above (Gozutok 2002, hal. 412).
Untuk lebih menegaskan serta memantapkan gagasan pendidikan
Said Nursi ini, sekali-kali ia tidak pernah menolak tradisi sufi yang berlaku
ketika itu, namun perombakan sistem pendidikan dengan menguatkan
kembali sisi aqidah (iman) manusia itu, karena kebutuhan zaman
sekarang menuntut itu: Bediuzzaman did not reject the Islamic tradition
and benefit from aspect of former educational systems. One of the
clearest exzamples of this is his attitude toward sufism: although he
aknowledge it to be an elevated human mystery and one of mankinds
attainment and perfections, he said that the present was not the time of
tariqat, indicating the error following their methods exactly (Gozutok
2002, hal. 414).
Said Nursi mendukung usaha perubahan madrasah dalam dekade
akhir peride Utmani, dan ia percaya bahwa sekalipun hany secara parsial,
kebahagiaan dan kemakmuran di dalam dunia ini adalah berdiri di atas
ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh peradaban zaman ini. Ilham
Yilmiz (2002, hal. 415), memahami ide Said Nursi tersebut sebagai cara
yang bijak dan responsible terhadap kebutuhan ilmu pengetahuan abad
ini, apalagi jika Said Nursi begitu mengharapkan bagaimana pendidikan di
madrasah dapat menerapkan pengajaran terpadu antara ilmu-ilmu agama
dan sains modern, tidak hanya itu sumber daya manusia (guru-guru)
diharapkan mengembangkan wawasan keilmuannya:
Said Nursi supported the efforts at medrese reform in the final decades
of the Ottoman period, and believe that even if only partially, prosperity
and happiness in this world were dependenton the sciences developed by
contemporary civilization. They should therefore be taught in the
medrese, and the teacher and ulama should learn the fundamentals of
the sciences and go to their rots, ang the essential sciences should be
stripped of all the accretions of the centuries, Materialis philosophy was
prevalent at the time, and the Quranic principles could not be defendef
by the old methods. Both Kalam, and logic, and philosophy should be
rewritten acording to the conditions of the age, and taught acordingly
(Ilham Yiliz 2002, hal. 415).
Usaha-usaha pendidikan Said Nursi diletakkannya pada dasar
filosofis untuk menggagas penyatupaduan ilmu religius dan sains modern.
Bediuzzaman Said Nursi telah menyaksikan bahwakekafiran modern
berasal dari sains dan filsafat, bukan dari ketdakpedulian seperti halnya
masa-masa sebelumnya. Menurut pahmnya, yang merupakan objek kajian
sains modern sama dengan kajian ilmu agama, yaitu alam sebagai
kumpulan tanda-tanda kebesaran Allah SWT, sehingga sains dan agama
tidak dapat dibenturkan. Sebaliknya, sains dan agama nyata sekali

merupakan ungkapan yang berbeda dari kebenaran yang sama. Pikiran


seharusnya dicerahkan oleh sains, sementara hati kita perlu penerangan
agama. Said Nursi menginginkan keterpaduan dalam memahami ilmu
religius dan sains modern. Perumpamaannya, seperti kedua sayap
burung, yang sama-sama memiliki fungsi besar dalam kehidupan burung:
The sciences of religion are the light of the consciences, and the
modern sciences are the light of the mind. The truth is manifested
through of the combining of the two. The student endeavor will take fight
on those two wings. When they are separated, its leads to bigotry in the
one, and doubts and skepticism in the other (Nursi dalam Tatli 1992,
hal. 6).
Said Nursi berkeyakinan agar integralisasi ilmu pengetahuan agama
dan modern bukan hanya sebagai diskursus perlu dirintis metodologi yang
kuat. Untuk itu ia begitu menititkberatkan soal perkembangan ilmu dan
pendidikan. Pengalamnnya belajar telah menyadarkan dirinya tentang
perlunya dibuat satu perubahan dalam sistem pendidikan. Untuk itu,
beliau telah menggunakan satu pendekatan baru yang menggabungkan
dua aliran ilmu yang sebelumnya dipisah-pisahkan yaitu ilmu agama dan
ilmu sains modern. Lebih konkretnya pendekatan ini dilakukan di
madrasahnya, Madrasah Khur-Khur dan telah memberi kesan yang positif
ke arah memantapkan kefahaman keintelektualan pelajar. Nursi ingin
membuang persepsi negatif masyarakat yang melihat agama dan sains
teknologi tidak boleh bersatu (Zaidin 2001, hal. 20).
Said Nursi berupay menunjukkan sikap konsisten mengimami alQuran dengan mempertahankannya dari usaha keras musuh-musuh Islam
yang ingin menjauhkan al-Quran dari umat islam. Ketika Said Nursi masih
menetap di Wan, beliau telah mendengar satu peristiwa yang telah
meninggalkan kesan yang cukup mendalam pada dirinya. Tahir Basha
telah memberitahukan kepadanya ucapan Gladestone (menteri Tanah
Jajahan Britain) dalam suatu perhimpunan resmi kerajaan Britain, sambil
memegang sebuah mushaf al-Quran dan berkata:
Inggliz meclis-i mebusaninda mustemlekat naziri elinde Kurani kerim
gostererek soyledigi bir nutukta: Bu kuran islamilarin elinde bulun dukca
biz onlara hakim olamayiz Ne yapip yapmaliyiz bu kurani onlarin elinden
kaldirmaliyiz; yahut muslumanlari kurandan sogutmaliyiz diye hitabed
bulunmus. (Nursi 1999e, hal. 47).
Maksud perkataan di atas; Selagi al-Quran ini berada di tangan
orang-orang Islam (menjadi pegangan mereka), selagi itulah, kita tidak
akan mampu menguasai mereka. Oleh karena itu kita perlu menjauhkan
al-Quran dari mereka.
Selepas mendengar berita tersebut Nursi terus bangkit dan berkata;
Bediuzzaman in bu havadis uzerine: kuranin sonmez ce sondurulnez
manevi bir gunes hukmunde oldugunu ben dunyanya ispat edecegim ve
gosterecegim! Diye bir niyet ruhunda uyanir ve bu saikle calisir (Nursi
1999e, hal. 47-48). Said Nursi berkata; Aku akan buktikan kepada dunia,
bahwa al-Quran adalah mentari maknawi yang tidak akan luntur sinarnya
dan tidak akan dapat dipadamkan cahayanya.

Semu usaha pendidikan Said Nursi diupayakan berorientasi pad


kepentingan masyarakat, bukan untuk kebaikan dirinya. Said Nursi ingin
saling berbagi ilmu dan mengamalkan apa yang bisa ia amalkan.
Dalam tahun 1907 (1325 H), Said Nursi telah pergi ke Istanbul. Di
sini, Nursi menginap di hotel Shikerji (Khan al-Shikerji), sebuah hotel yang
merupakan tempat pertemuan para cendekiawan negara yang terkenal
seperti penyair Muhammad Akif dan lain-lain lagi. Di pintu biliknya, Nursi
menggantungkan satu kenyataan yang berbunyi: Di sini setiap
permasalahan dan persoalan akan terjawab, dan tidak diajukan sebarang
soalan kepada orang lain. (Nursi dalam Zaidin 2001, hal. 26).
Sudah tentu tindakan ini akan menarik perhatian orang banyak,
terutama golongan cerdik pandai. Dengan relatif singkat kemasyhuran
Said Nurki di Timur Turki tersebar sampai ke Istanbul. Said Nursi di datangi
oleh orang-orang awam, pelajar-pelajar institusi dan juga golongan ulama.
Setelah bertemu dan berhadapan dengan Said Nursi, terbukti apa yang
mereka dengar selama ini tentang kehebatan ulama muda ini adalah
benar.
Said Nursi berkeinginan mendirikan public university yang lebih
tepat dibahasakan sebagai pendidikan bagi masyarakat yang
mengajarkan berbagai ilmu dan prinsip penggunaannya di lapangan
kehidupan bermasyarakat. Said Nursi ingin, bagaimana Islam menjadi
pemersatu umat, pemecah masalah yang ada, dan menjadi lebih
dinikmati karena ajarannya yang rahmatan lil-alamin.
Seperti disebutkan (Nasution 1996, hal. 62-63), bahwa sekularisme
dan pengaruh Barat membawa implikasi nyata bagi umat Islam di Turki, di
mana mereka mengambil segala apa yang datang dari Barat tanpa
melihat dan mempertimbangkan baik buruk yang akan terjadi akibat dari
dampak sekularisasi tersebut. Di Turki, ketika pucuk pimpinan berada di
bawah komando Mustafa Kemal Attaturk terjadilah sejumlah perubahan,
yakni kekhalifahan ditinggalkan, undang-undang Islam diubah menjadi
undang-undang Swiss, huruf Arab diganti dengan latin dan Adzan yang
berbahasa Arab diganti dan dikumandangkan dalam bahasa Turki dan
seluruh yang menentangnya disingkirkan.
Pada masa ini lembaran sejarah Turki sangat kelam, penuh diwarnai
kediktatoran, permusuhan secara terbuka terhadap agama, juga masa
yang sarat diwarnai upaya penghapusan sinar Islam dan serangan
terhadap syariatnya yang dilancarkan atas nama peradaban dan
kebudayaan (Salih 2003, hal. 50). Selama itu upaya memutuskan bangsa
Turki dengan agama Islam gencar dilakukan. Ketika aktifitas di atas
mendapat kesulitan, mereka pun berganti haluan dan strategi, mereka
aktif melancarkan upaya yang diarahkan kepada generasi muda. Setiap
lembaga pengajaran agama Islam dilarang melakukan aktifitasnya,
dengan motif agar par generasi muda tidak lagi mengenal Islam.
Said Nursi -merasakan- dihadapkan dengan pemerintahan Republik
yang terkenal dengan pemerintahan represif anti-Islam dan anti dengan
kebijakan yang agamis. Perjuangannya dilakukan tanpa mengenal lelah
hingga pecah perang dunia kedua, sementara semangat keras juangnya
disebabkan Islam begitu aktif dan dominan dalam masyarakat (Nursi
2000, hal. 7). Said Nursi juga bertindak proaktif terhadap kebijakan

pemerintah Turki yang merintangi gerak-gerik orang Islam. Semakin


kuatnya idiologi sekuler untuk mengubur dalam-dalam aktifitas religius
masyarakat hingga merambat pula ke dalam bidang pendidikan.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan merugikan pendidikan Islam.
Betapa memprihatinkan, pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah
dihapuskan, huruf Arab diganti di ubah dengan huruf latin, Turki
memproklamirkan sebagai negara sekuler, dan pengadilan-pengadilan
yang menyeramkan di seluruh negeri didirikan untuk menjatuhkan vonis
bersalah kepada para ulama dan setiap orang yang menyatakan diri
bersikap kontra terhadap penguasa, sehingga banyak di antara mereka
yang harus menyudahi hidupnyd di tiang gantungan (Salih 2003, hal. 51).
Selanjutnya dapat dilihat kebijaka pemerintah Turki terhadap
pendidikan bagi umat Islam pada sekolah kejuruan dengan menambah
pelajaran tambahan etik (moral) dan keagamaan pada tahun 1949 melalui
kebijakan Kementerian Pendidikan. Pada 1953 agama menjadi pelajaran
wajib di sekolah menengah. Selanjutnya pada 1956 kementerian
pendidikan mengeluarkan maklumat bagi siswa yang berumur 6-7 thun
(jenjang sekolah dasar) boleh mengikuti pelajaran agama dalam seminggu
sekali:
Id addition to these vocational schools, the Ministry of education offers
courses on religion and ethics in all public and private school. In 1949 the
Ministry started to llow voluntary courses on religionin the fourth and fifth
years of primary education, although limited to one lecture a week. In
1953, religion became a mndatory course in the ninth and tenth year of
high school education. In 1953, the Ministry allowed sixth-and-seventhyear students to take courses once a week on religious education (Yavuz
2001, hal. 26).
Sementara itu Said Nursi terpanggil untuk menjembatani
kepentingan pemerintah dan umat islam di turki dengan menentang
pemikiran yang sesat dari Eropa dan menguatkan kembali tradisi
kekuatan diri umat Islam di masa jayanya Usmani:
Nursis keen interest in current events and the media made him aware or
European prejudices againts Islam and the weaknesses of his society in
confronting these prejudices. His ownthought was catalyzed by the
confrontation between European-based critical thinking and the
traditionally more initiative thinking of Ottoman society. This led him to
stress he need for fostering open and critical thinking within the IslamicOttoman tradition. (Yavuz 2001, hal. 27).
Di dalam periode Said Baru dimulai tahun 1926 hingga wafatnya
Said Nursi tahun 1960, usaha-usaha pendidikan Said Nursi lebih
difokuskannya dengan slogan meningkatkan iman. Materi pendidikannya
berkonsentrasi pada peningkatan keimanan. Secara global materi
pendidikan Nursi melingkupi 6 (enam) Rukun Iman, yaitu iman kepada
Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari
kiamat, dan qadha dan qadhar. Dalam koleksi Risale-i Nur yang antara lain
tersiri dari pokok bahasan; Beadiuzzaman Said Nursi, Letters 1928-1932
(kumpulan surat-surat), The Words (On The Nature and Purpose of Man

Life, and All Things) (kumpulan kata dan pertanyaan-pertanyaan), The


Flashes collection (kumpulan Cahaya), dan The Rays Collection (kumpulan
Sinar), Isyarat alI-Jaz (tanda-tanda kemujizatan), dan Al-Matsnawy alAraby an-Nuriyah (ringkasan Risale-i Nur).
Dari uraian di atas, setidaknya terdapat lima hal yang mendasari
gagasan pendidikan Islam Said Nursi dalam perjuangannya memihak
kepentingan Islam dan kemaslahatan umatnya, yaitu; Pertama,
menggagas keterpaduan ilmu religius dan sains modern guna
terwujudnya tujuan pendidikan Islam. Kedua, menjaga al-Quran dari
usaha keras musuh-musuh Islam yang ingin menjauhkannya dari umat
Islam. Ketiga, merealisasikan pendidikan yang memihak pada kepentingan
masyarakat. Keempat, merespon kondisi perkembangan kembaga
pendidikan Islam di Turki pada masanya. Kelima, dan mengokohkan
akidah Islam bagi peserta didik (umat).
Badiuzzaman Said Nursi melalui usaha nyata dan karya Risale-i Nurnya telah menunjukkan kiprahnya dalam pendidikan Islam. Usahausahanya itu bermula dari menegakkan ajaran Islam di tengah-tengah
masyarakat yang sedang mengalami krisis iman dan kediktatoran
penguasa, mendukung usaha perubahan madrasah dalam dekade akhir
periode Usmani, mengajar pada madrasah Khur-Khur, aktif melaksanakan
ceramah dan membuka forum tanya-jawab di mana ia berada, termasuk
ketika di penjara sampai penyebaran Risale-i Nur. Said Nursi percaya
bahwa sekalipun hanya secara parsial, kebahagiaan dan kemakmuran di
dalam dunia ini adalah berdiri di atas ilmu pengetahuan yang
dikembangkan oleh peradaban zaman ini, dengan kunci utamanya adalah
akidah
(keimanan).
Hingga pada akhir bab ini dapat ditulis sebuah simpulan bahwa Said Nursi
lahir karena kebutuhan zaman, Nursi berjuang untuk membela zaman,
dan ia pulang dengan mewariskan sebuah karya keunggulan zaman. Ia
dilahirkan karena panggilan Islam, ia berjuang karena menegakkan panjipanji Islam, dan ia kembali menghadap Allah SWT sebagai muslim sejati.

Você também pode gostar