Você está na página 1de 15

PENGERTIAN AUDIT

Menurut DJBC, Auditing adalah suatu proses sistematika untuk memperoleh


dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kegiatan dan
kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menerapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian
hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.

Atau bisa juga disimpulkan bahwa Auditing adalah proses pengumpulan dan
pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu satuan
usaha yang dilakukan seorang yang kompeten dan independent untuk dapat menentukan
dan melaporkan kesesuaian informasi di maksud dengan kriterian-kriteria yang telah
ditetapkan.

SATUAN
Setiap kali audit di lakukan lingkup tanggungjawab auditor harus jelas, terutama
mengenai penetapan satuan usaha dan periode waktu yang diaudit. Satuan usaha
dimaksud sering kali merupakan suatu yang legal.

PENGUMPULAN DAN PENGEVALUASIAN BAHAN BUKTI


Bahan Bukti diartikan sebagai segala merupakan informasi yang digunakan
auditor dapat menentukan kesesuaian informasi yang sedang diaudit dengan kriteria yang
ditetapkan. Bahan bukti tediri dari bermacam bentuk yang berbeda, termasuk pernyatan
lisan dari pihak audit (klien), komunikasi tertulis dengan pihak ketiga dan hasil
pengamatan auditor. Adalah penting untuk memperoleh bahan vbukti dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi tujuan audit. Proses penentuan jumlah bahan bukti yang
diperlukan dan penilaian kelaikan informasi sesuai dengan kriteria merupakan bagian
penting dari audit. Hal inilah yang menjadi subjek utama buku ini.
ORANG YANG KOMPETEN DAN INDEPENDEN
Seorang auditor harus mempunyai kemampuan memahami kriteria yang
digunakan serta mampu menentukan jumlah bahan bukti yang dibutuhkan untuk
mendukung kesimpulan yang akan diambilnya. Auditor harus pula mempunyai sikap
mental yang independen sekalipun ia ahli, apabila tidak mempunyai sikap independen
dalam mengumpulkan informasi akan tidak berguna, sebab informasi yang digunakan
untuk mengambil keputusan haruslah tidak bias.
Independensi merupakan tujuan yang harus selalu di upayakan, dan itu dapat
dicapai sampai tingkat tertentu. Misalkan, sekalipun auditor dibayar oleh perusahaan, ia
harus tetap memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan audit yang andal. Auditor
barangkali akan menjadi tidak sepenuhnya independen jika ia merupakan karyawan
perusahaan yang bersangkutan.

*) PERBEDAAN AUDITING DENGAN AKUNTANSI


Banyak pemakaian laporan keuangan dan orang awam mengacaukan pengertian
audit dengan akuntansi. Ini disebabkan karena sebagian besar auditing berkaitan dengan
informasi akuntansi, seperti juga halnya para pelakunya yang memiliki keahlian dibidang
akuntansi. Lebih dari itu adalah karena gelar yang di berikan kepada para pelaksana audit
adalah akuntan publik terdaftar (certified public accountants dan registered public
accountants).
Akuntansi merupakan proses pencatatan pengelompokan dan pengikhtisaran
kejadian-kejadian ekonomi dalam bentuk yang teratur dan logis dengan tujuan
menyajikan informasi keuangan yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan. Fungsi
akuntansi bagi satuan usaha dan masyarakat adalah menyajikan informasi kuantitatif
tertentu yang dapat digunakan oleh pimpinan usaha maupun pihak lainnya untuk
mengambil keputusan. Agar penyajian informasi tepat, maka seorang akuntsan harus
memiliki pengetahuan yang baik mengenai prinsip2 dan aturan2 dalam penyusunan
informasi akuntansi. Disamping itu, seorang akuntan harus mengembangkan sistem yang
dapat menjamin bahwa semua peristiwa ekonomi yang terjadi dalam organisasinya dapat
tervata dengan mencukupi pada saat yang tepat dengan biaya yang pantas.
Dalam mengaudit data akuntansi, yang menjadi pokok adalah menetukan apakah
informasi yang tercatat telah mencerminkan dengan benar kejadian ekonomi pada periode
akuntansi. Oleh karena kriterianya adalah aturan-aturan akuntansi, maka seorang auditor
harus memahami aturan-aturan dimaksud dengan baik. Dalam audit laporan keuangan,
aturan-aturan dimaksud adalah standar akuntansi yang bersifat umum (PAI).
Disamping pemahaman mengenai akuntansi, auditor juga harus memiliki keahlian
dalam pengumpulan dan menafsirkan bahan bukti audit. Keahlian seperti inilah yang
membedakan auditor dengan akuntan. Masalah – masalah spesifik yang dihadapi auditor
dalam melakukan audit adalah penentuan prosedur audit yang tepat, penentuan sampel,
penentuan pos-pos tertentu yang diperiksa, saat pengujian dan pengevaluasian hasilnya.

JENIS AUDIT
• Audit Laporan Keuangan
• Audit Kepatuhan
• Audit Operasional

1. Audit Laporan Keuangan tujuan umum dari audit laporan keuangan adalah
menyatakan pendapat tentang apakah laporan keuangan apakah laporan keuangan
klien telah menyajikan secara wajar. Dan untuk menentukan apakah laporan
keuangan secara keseluruhan yang merupakan informasi terukur yang adan di
verivikasi, telah sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu. Umumnya ukuran untuk
standarisai atau kriteria-kriteria tersebut adalah prinsip atau standar akuntansi
yang berlaku umum/SAK. Tetapi seringkali juga dilakukan audit atas laporan
keuangan yang disususn berdasarkan basis kas atau basis akuntansi lainnya yang
sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersangkutan. Laporan keuangan
dimaksud, umumnya meliputi neraca, perhitungan rugi laba, dan arus kas,
termasuk catatan kaki lainnya. Asumsi dasar dari suatu audit laporan keuangan
tersebut akan dimanfaatkan kelompok-kelompok berbeda untuk maksud berbeda.

2. Audit kepatuhan adalah untuk mempertimbangkan apakah audit (klien) telah


mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Suatu audit kepatuhan atas
perusahaan swasta, dapat temasuk penentuan apakah para pelaksana akuntansi
telah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan perusahaan, penelaahan tingkat
upah untuk menentukan kesesuaian dengan pengaturan upah mininmum, atau
memeriksa surat perjanjian dengan bank atau kreditor lain untuk memastikan
bahwa perusahaan tersebut telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam audit atas Badan-Badan Pemerintah makin banyak audit ketaatan yang
dilakukan oleh karena banyaknya peraturan yang dibuat oleh pihak yang
berwenang. Hasil audit kepatuhan biasanyan tidak dilaporkan kepada pihak luar,
tetapi kepada pihak tertentu dalam organisasi.

3. Audit Operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan
metode operasi suatu organisasi untuk menilai efesien dan efektifitasnya.
Umumnya, pada saat selesainya audit opersional, auditor akan memberikan
sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi
perusahaan. Karena lingkup evaluasi efektifitasnya operasi begitu luas, maka
tidak mungkin untuk menentukan ciri pelaksanaan audit operasional dengan pasti.
Di dalam suatu organisasi, bisa jadi auditor mengevaluasi apakah manajemen
telah menggunakan informasi yang relevan dan mencukupi pengambilan
keputusan pengambilan aktiva tetap yang baru, sedang dalam organisasi yang
berbeda barangkali ia akan mengevaluai efesiensi administrasi penjualan. Dalam
audit operasional, tinjauan yang dilakukan tidak terbatas pada masalah-masalah
akuntansi, tetapi juga meliputi evaluasi terhadap struktur organisasi, pemanfaatan
komputer, metode produksi, pemasaran, dan bidang-bidang lain sesuai dengan
keahlian auditor.

AUDITOR
1. Internal Auditor Bekerja di suatu perusahaan untuk melakukan audit bagi
kepentingan manajemen perusahaan, seperti halnya auditor pemerintah bagi
pemerintah. Bagian audit dari suatu audit bisa beranggotakan lebih dari seratus
orang dan biasanya bertanggungjawab langsung kepada presiden direktur,
direktur esekutif, atau kepada komite audit dari dewan atau komisaris.
Audit Internal bisa melakukan audit kepatuhan atau audit operasional tergantung
pada atasannya. Ada bagian audit yang hanya terdiri dari satu atau dua orang,
yang sebagian besar tugasnya melakukan audit kepatuhan secara rutin. Bagian
audit lainnya barangkali berjumlah bebebrapa staf yang mepunyai tugas yang
berbeda-beda, termasuk juga hal-hal di dalam akuntansi. Pada tahun-tahun
terakhir, banyak auditor intern yang terlibat dalam kegiatan audit operasional atau
juga ahli evaluasi sistem komputerisasi.

2. Eksternal Auditor atau disebut juga dengan auditor independen yang dilakukan
oleh akuntan pubik terdaftar, bertanggung jawab atas audit bagi perusahaan
publik dan perusahaan besar lainnya. Penggunaan laporan keuangan yang diaudit
di Indonesia semakin banyak dilakukan sejalan dengan semakin berkembangnya
dunia usaha dan pasar modal. Auditor eksternal ini dapat melakukan semua jenis
audit seperti audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional.

3. Auditor Pemerintah adalah auditor yang bekerja untuk pemerintah, auditor ini
juga mempunyai wewenang untuk melakukan ketiga jenis audit. Di Indonesia
terdapat beberapa lembaga atau badan yang bertanggung jawab secara fungsional
atas pengawasan terhadap kekayaan atau keuangan negara. Seperti misalnya
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Inspektorat Jendral (Itjen) pada
departemen-departemen Pemerintah. Di Amerika Serikat sendiri terdapat General
Accountan Offie (GAO).
Tugas BPK tidak jauh berbeda dengan tugas kantor akuntansi publik. Sebagian
besar informasi keungan yang dibuat oleh berbagai pemerintah telah di audit oleh
BPK.
Di samping audit atas laporan keuangan, pada masa sekarang BPK melakukan
evaluasi efesiensi dan efektivitas operasi berbagai program pemerintah dan
BUMN. Salah satu contoh adalah evaluasi pelaksanaan komputerisasi suatu
badan pemerintah. Dalam hal ini para auditor dapat meninjau dan menganalisa
segala aspek sistem komputerisasi tersebut, tetapi penekenan utamanya adakah
pada penilaian terhadap kelayakan peralatan, efesiensi operasi, kecukupan dan
kegunaan keluaran, serta hal-hal lainnya guna melihat kemungkinan perolehan
layanan yang sama dengan biaya yang lebih rendah.

TUJUAN AUDIT
 Keterpaksaan karena adanya ketentuan
 Adanya beda kepentingan
 Keterpaksaan pihak luar dalam mendapatkan dana.

STANDAR AUDIT
Standar auditing berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja audit, dan
berkaitan dengan tujuan yang hendak di capai dengan menggunakan prosedur yang ada.
Standar auditing terdiri dari 10 kelompok yang dikelompokan ke dalam 3 baguan,
diantaranya Standar Umum, Standar Pekerja Lapangan, Standar Pelaporan. Dalam banyaj
hal, standar-standar tersebut saling berhubungan dan saling bergantung satu dengan
lainnya. “materialitas” dan “resiko audit” melandasi penerapan semua standar auditing
terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.

A. STANDAR UMUM.
Standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu
pekerjaannya. Standar umum ini mencangkup tiga bagian yaitu :
1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian
dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
Dalam melaksanakan audit sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor harus
senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan bidang
auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dari pendidikan formal ditambah
dengan pengalaman-pengalaman dalam praktik audit dan menjalankan pelatihan
teknis yang cukup. Pendidikan formal misalnya : S1 Akuntansi, Ujian Negara
Akuntansi (UNA), dan Bersertifikat (BAP).
Asisten junior yang baru masuk dalam karir auditing harus memperoleh
pengalaman dengan mendapatkan supervisi yang memadai dan review atas
pekerjaan dari atasannnya yang lebih berpengalaman. Pelatihan yang dimaksud
disini, mencangkup pula pelatihan kesadaran untuk secara terus-menerus
mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bidang bisnis dan profesinya. Ia
harus mempelajari, memahami, dan menerapkan ketentuan-ketentuan baru dalam
prinsip akuntansi dan standar auditing yang ditetapkan oleh ikatan Akuntan
Indonesia.

2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dan


sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
Standar ini mengharuskan seorang auditor bersikap independen, yang artinya
seorang auditor tidak mudah dipengaruhi, karena pekerjaanya untuk kepentingan
umum. Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditir
independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntansi publik. Untuk
menjadi independen, seorang auditor harus secara intelektual, jujur. Profesi
akuntansi publik telah menetapkan dalam kode etik Akuntansi Indonesia, agar
anggota profesi menjaga dirinya dan kehilangan profesi menjaga dirinya dari
kehilangan presepsi independensi diri masyarakat. Independensi secara intrinsik
merupakan masalah pribadi bukan merupakan suatu aturan yang dirumuskan
untuk dapat diuji secara objektif. BAPEPAM juga dapat menetpkan persyaratan
independensi bagi auditor yang melaporkan tentang informasi keuangan yang
akan diserahkan, yang mungkin berbeda dengan Ikatan akuntan Indonesia (IAI).

3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib


menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menekankan
tanggung jawab setiap profesional yang bekerja dalam organisasi auditor. Selain
itu juga menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan
pekerjaan tersebut. Seorang auditor harus memiliki keterampilan yang umumnya
dimiliki oleh auditor pada umunya dan harus menggunakan keterampilan tersebut
dengan “kecermatan dan keseksamaan yang wajar”. Unutk itu auditor dituntut
untuk memiliki skeptisme profesional dan keyakinan yang memadai dalam
mengevaluasi bukti audit.
B. STANDAR PEKERJAAN LAPANGAN

Standar pekerjaan lapangan terdiri dari tiga, yaitu:

1. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika


digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.Poin ini menjelaskan
bahwa, penunjukan auditor independen secara dini akan memberikan banyak
manfaat bagi auditor maupun klien. Penunjukan secara dini memungkinkan
auditor merencanakan pekerjaannya sedemikian rupa sehingga pekerjaan tersebut
dapat dilaksanakan dengan cepat dan efisien serta dapat menentukan seberapa
jauh pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan sebelum tanggal neraca.
2. Pemahaman memadaai atas pengendalian interen harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup
pengujian yang akan dilakukan. Untuk semua auditor harus memperoleh
pemahaman tentang pengendalian internal yang memadai untuk merencanakan
audit dengan melaksanakan prosedur untuk memahami desain pengendalian yang
relevan dengan audit atas laporan keuangan, dan apakah pengendalian interen
tersebut dioperasikan. Setelah memperoleh pemahaman tersebut, auditor menaksir
resiko pengendalian untuk asersi yang terdapat dalam saldo akun, golongan
transaksi, dan komponen pengungkapan dalam laporan keuangan. Kemudian,
auditor dapat mencari pengurangan lebih lanjut resiko pengendalian taksiran
untuk asersi tertentu. Auditor menggunakan pengetahuan yang dihasilkan dari
pemahaman atas pengendalian interen dan tingkat resiko pengendalian taksiran
dalam menentikan sifat, saat dan luas pengujian substantive untuk asersi laporan
keuangan.
3. Bahan Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
memahami untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat
atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi
bukti audit. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesmpulan yang
ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan
keuangan auditan. Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti
lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi
bukti.

STANDAR PELAPORAN

Standar pelaporan terdiri dari empat item, diantaranya:

1. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun


sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau sesuai dengan
SAK

Standar pelaporan pertama ini tidak mengharuskan untuk menyatakan tentang


fakta (statement of fact), namun standar tersebut mengharuskan auditor untuk
menyatakan suatu pendapat mengenai apakah laporan keuangan telah disajikan
sesuai dengan prinsip akuntansi tersebut. Prinsip akuntansi berlaku umum atau
“generally accepted accounting principles” mencakup konvensi, aturan dan
prosedur yang diperlukan untuk membatasi praktik akuntansi yang berlaku umum
diwilayah tertentu dan pada waktu tertentu.

2. Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada ketidakkonsistenan


penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode
berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam
periode sebelumnya. Standar ini juga disebut dengan standar konsistensi.
Standar konsistensi menuntut auditor independen untuk memahami hubungan
antara konsistensi dengan daya banding laporan keuangan. Kurangnya konsistensi
penerapan prinsip akuntansi dapat menyebabkan kurangnya daya banding laporan
keuangan.
Standar ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa jika daya banding
laporan keuangan diantara kedua periode dipengaruhi secara material oleh
perubahan prinsip akuntansi, auditor akan mengungkapkan perubahan tersebut
dalam laporannya. Caranya, dengan menambahkan paragraf penjelasn yang
disajikan setelah paragraf pendapat.

3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang


memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. Penyajian laporan
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia mencakup
dimuatnya pengungkapan informatif yang memadai atas hal-hal material,
diantaranya bentuk, susunan, dan isi laporan keuangan serta catatan atas laporan
keuangan. Auditor harus selalu mempertimbangkan apakah masih terdapat hal-hal
tertentu yang harus diungkapkan sehubungan dengan keadaan dan fakta yang
diketahuinya pada saat audit.
Dalam mempertimbangkan cukup atau tidaknya pengungkapan, auditor
menggunakan informasi yang diterima dari kliennya atas dasar kepercayaan
bahwa auditor akan merahasiakan informasi tersebut. Tanpa kepercayaan, auditor
akan sulit untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menanyatakan
pendapat atas laporan keuangannya.

4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai


laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan
demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak
dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama
auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus
memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang
dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh
auditor.
Tujuan standar pelaporan ini adalah untuk mencegah salah tafsir tentang tingkat
tanggung jawab yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan dengan laporan
keuangan. Seorang akuntan dikaitkan dengan laporan keungan jika ia
mengizinkan namanya dalam suatu laporan, dokumen, atau komunikasi tertulis
yang berisi laporan tersebut. Bila seorang akuntan menyerahkan kepada kliennya
atau pihak lain suatu laporan keuangan yang disusunnya atau dibantu
penyusunannya, maka ia juga dianggap berkaitan dengan laporan keuangan
tersebut, meskipun ia tak mencantumkan namanya dalam laporan tersebut.

Kondisi Dalam Pemberian Opini


Dalam pemberian opini ada beberapa kondisi yang harus diperhatikan diantaranya :
 Pembatasan ruang lingkup pemeriksaan
 Tidak diperkenankan untuk memeriksa secara fisik
 Harus sesuai dengan PABU (Prinsip Akuntansi Bersifat Umum)
 Harus Independent.

Menurut Munawir (1995) Opini auditor terhadap hasil audit memberikan beberapa
pendapat sepotong-sepotong auditor, antara lain:

• Pendapat Wajar Tanpa Bersyarat. Pendapat ini hanya dapat diberikan bila auditor
berpendapat bahwa berdasarkan audit yang sesuai dengan standar auditing,
penyajian laporan keuangan adalah sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima
Umum (PABU), tidak terjadi perubahan dalam penerapan prinsip akuntansi
(konsisten) dan mengandung penjelasan atau pengungkapan yang memadai
sehingga tidak menyesatkan pemakainya, serta tidak terdapat ketidakpastian yang
luar biasa (material).
• Pendapat Wajar Dengan Pengecualian. Pendapat ini diberikan apabila auditor
menaruh keberatan atau pengecualian bersangkutan dengan kewajaran penyajian
laporan keuangan, atau dalam keadaan bahwa laporan keuangan tersebut secara
keseluruhan adalah wajar tanpa kecuali untuk hal-hal tertentu akibat faktor
tertentu yuang menyebabkan kualifikasi pendapat (satu atau lebih rekening yang
tidak wajar).
• Pendapat Tidak Setuju. Adalah suatu pendapat bahwa laporan keuangan tidak
menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil operasi seperti yang
disyaratkan dalam Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Hal ini diberikan
auditor karena pengecualian atau kualifikasi terhadap kewajaran penyajian
bersifat materialnya (terdapat banyak rekening yang tidak wajar).
• Penolakan Memberikan Pendapat. Penolakan memberikan pendapat berarti bahwa
laporan audit tidak memuat pendapat auditr. Hal ini bisa diterbitkan apabila:
auditor tidak meyakini diri atau ragu akan kewajaran laporan keuangan, auditor
hanya mengkompilasi pelaporan keuangan dan bukannya melakukan audit
laporan keuangan, auditor berkedudukan tidak independent terhadap pihak yang
diauditnya dan adanya kepastian luar biasa yang sangat mempengaruhi kewajaran
laporan keuangan.
• Pendapat Sepotong-sepotong. Auditor tidak dapat memberikan pendapat
sepotong-sepotong. Hasil auditnya hanya akan memberikan kesimpulan bahwa
laporan keuangan yang diaudit secara keseluruhan.
MATERIALITAS, RISIKO DAN STRATEGI AUDIT PENDAHULUAN

MATERIALITAS
Materialitas mendasari penerapan standar-standar auditing yang berlaku umum, terutama
standar pekerjaan lapangan dan pelaporan. Oleh karena itu materialitas memiliki dampak
yang mendalam pada audit laporan keuangan.

Konsep Materialitas
Dari definisi yang di keluarkan oleh Financial Accounting Standard Board, mensyaratkan
auditor untuk mempertimbangkan, (1) situasi yang berkenaan dengan entitas, dan (2)
informasi yang dibutuhkan oleh mereka yang akan bergantung pada laporan keuangan
yang diaudit.
Sebagai contoh, suatu jumlah yang material bagi laporan keuangan sebuah entitas,
mungkin tidak material bagi laporan keuangn entitas lainnya yang memiliki ukuran atau
sifat yang berbeda. Juga, apa yang material bagi laporan keuangan entitas tertentu akan
berubah dari period eke periode lainnya.

Pertimbangan Pendahuluan Mengenai Materialitas


Auditor membuat pertimbangan pendahuluan mengenai tingkat materialitas dalam
merencanakan audit. Penilaian ini, seringkali disebut dengan materialitas perencanaan.
Terkadang tingkat materialitas yang digunakan dalam mengevaluasi temuan audit akan
lebih tinggi dari pada materialitas perencanaan.
Dalam merencanakan audit, auditor harus menilai materialitas pada dua tingkat sebagai
berikut:

1. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor mengenai kewajaran meluas


sampai laporan keuangan secara keseluruhan.

2. Tingkat saldo akun karena auditor menguji saldo akun dalam memperoleh
kesimpulan keseluruhan atas kewajaran laporan keuangan.
Hubungan Antara Materialitas dan Bukti Audit
Materialitas merupakan salah satu factor yang mempengaruhi pertimbangan auditor
mengenai kecukupan bahan bukti. Dapat dikatakan bahwa semakin rendah tingkat
maaterialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan (hubungan terbalik). Selain itu
pula, semakin besar atau semakin signifikan suatu saldo akun, maka semakin besar
jumlah bukti yang diperlukan (hubungan langsung).

RISIKO AUDIT
Konsep Risiko Audit dan Komponen-komponen individual
Risiko audit adalah (audit risk) adalah risiko bahwa auditor mungkin tanpa sengaja telah
gagal untuk memodifikasi pendapat secara tepat mengenai laporan keuangan yang
mengandung unsure salah saji material. Konsep keseluruhan mengenai risiko audit
merupakan kebalikan dari keyakinan yang memadai. Semakin tinggi kepastian yang
ingin diperoleh auditor dalam dalam menyatakan pendapat yang benar, semakin rendah
risiko audit yang diterima.
Ada tiga komponen risiko audit, yaitu risiko bawaaan, risiko deteksi dan risiko
pengendalian. Hubungan antara ketiga komponen risiko ini dapat digambarkan dengan
rumus;
AR = IR x CR x DR

Hubungan Antara Risiko Audit dan Bukti Audit


Hubungan antara risiko audit dan jumlah bukti yang diperlukan untuk mendukung
pendapat auditor atas laporan keuangan adalah berbanding terbaalik. Dimana semakin
rendah tingkat risiko audit yang ingin dicapaai semakin besar jumlah bukti yang
diperlukan.

STRATEGI AUDIT PENDAHULUAN


Strategi Audit Pendahuluan Alternatif
Strategi audit pendahuluaan merepresentasikan pertimbangan pendahuluan auditor
mengenai suatu pendekatan audit dan didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu mengenai
pelaksanaan audit. Ada empat strategi audit pendahuluan umum:

1. Pendekatan substantif utama yang menekankan pengujian terinci

2. Tingkat risiko pengendalian yang dinilai lebih rendah

3. Pendekatan substantif utama yang menekankan prosedur analitis

4. Penekanan pada risiko bawaan dan prosedur analitis

Komponen Strategi Audit Pendahuluan


Dalam mengembangkan strategi audit pendahuluan untuk asersi-asersi, auditor
menspesifikasikan empat komponen sebagai berikut:

1) Tingkat risiko bawaan yang dinilai


2) Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai dengan
mempertimbangkan:
a. Luas pemahaman mengenai pengendalian interen yang diperoleh.
b. Pengujian pengendalian yang dilaksanakan dalam mengukur risiko
pengendalian.
3) Tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan untuk dinilai dengan
mempertimbangkan:
a. Luas pemahaman tentang bisnis dan industri yang diperoleh
b. Prosedur analitis yang akan dilaksanakan yang menyediakan bukti
mengenai penyajian wajar suatu asersi.
4) Tingkat pengujian rinci yang direncanakan, apabila dikombinasikan dengan
prosedur lain, mengurangi resiko hingga tingkat rendah yang sesuai.

Você também pode gostar