Você está na página 1de 20

1.

2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Partai Politik?
2. Bagaimana Fungsi Partai Politik?
3. Bagaimana Akuntansi Partai Politik?
4. Bagaimana Penyusunan Laporan Keuangan dalam Partai Politik?
5. Bagaimana Akuntabilitas Dana Kampanye?
6. Kemana Dana Kampanye Politik Dilaporkan?
7. Bagaimana Audit Atas Laporan Keuangan Partai Politik?
8. Bagaimana Tinjauan PSAK dan Kebutuhan Standar Akuntansi untuk Partai Politik.
9. Darimanakah Sumber Dana Partai Politik?
10. Bagaimana Peran KPU dalam Keuangan Partai Politik?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian partai politik.
2. Untuk mengetahui tentang Fungsi Partai Politik.
3. Untuk mengetahui tentang Akuntansi Partai Politik.
4. Untuk mengetahui tentang Penyusunan Laporan Keuangan dalam Partai Politik.
5. Untuk mengetahui tentang Akuntabilitas Dana Kampanye.
6. Untuk mengetahui tentang Dana Kampanye Politik Dilaporkan.

7. Untuk mengetahui tentang Atas Laporan Keuangan Partai Politik.


8. Untuk mengetahui tentang Tinjauan PSAK dan Kebutuhan Standar Akuntansi untuk
Partai Politik.
9. Untuk mengetahui tentang Sumber Dana Partai Politik.
10. Untuk

mengetahui

tentang

Peran

KPU

dalam

Keuangan

Partai

Politik.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Partai Politik
Pengertian partai politik disebutkan secara khusus dalam UU RI No 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik, partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh
sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita
untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan
negara serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.

Pertanggungjawaban keuangan yang transparan oleh partai politik merupakan bentuk


kepatuhan terhadap undang-undang partai politik dan undang-undang pemilu. Partai politik harus
mampu dan melaksanakan pertanggungjawaban terhadar seluruh sumber daya keuangan yang
digunakan kepada para konstituennya. Bentuk pertanggungjawaban pengelola keuangan partai
politik serta pemilu adalah penyampaian Laporan Dana Kampanye (semua peserta pemilu),serta
Laporan Keuangan (khusus untuk partai politik), yang harus diaudit oleh Kantor Akuntan Publik,
ke KPU serta terbuka untuk diakses publik.
Akuntabilitas yang tinggi dapat menciptakan good political party governance sehingga
dapat meminimalisasi kecurangan penyalahgunaan dana dan mengantisipasi munculnya konflik.
Penerapan kewajiban tata administrasi keuangan dan system pelaporan dana kampanye secara
transparan, akuntabel, dan independen akan sangat menunjang perwujudan pelaksanaan pemilu
yang bersih dalam rangka membengun demokrasi yang berkredibilitas dan dapat menciptakan
kepercayaan publik kepada pemerintah dan pertanggungjawaban peserta pemilu kepada publik.
Realitas yang ada masih menunjukkan lemahnya kesadaran dan kepatuhan partai politik untuk
membuat laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dananya. Faktanya pada nopember
2010, masih ada 11 parpol kontestan pemilu 2009 yang belum menyerahkan laporan
pertanggungjawaban dana kampanyenya kepada KPU. Hal ini tentunya dapat menghambat
pembangunan demokrasi yang berkredibilitas. Di sisi lain, standar akuntansi yang ada, yaitu
PSAK 45, merupakan standar akuntansi keuangan yang dibuat IAI untuk organisasi nirlaba yang
juga digunakan untuk partai politik. PSAK 45 ini tidak cukup mengakomodir karakteristik partai
politik yang berbeda dengan organisasi nirlaba.
Oleh karena itu, perlu standar akuntansi keuangan khusus yang mengatur pelaporan
keuangan partai politik. Dengan demikian laporan keuangan partai politik dapat lebih mudah
dipahami, memiliki relevansi, dapat diandalkan, dan memiliki daya banding yang tinggi.
Laporan yang baik dapat digunakan semaksimal mungkin oleh para pengurus partai, anggota
partai, pemerintah, donator, kreditur, dan publik dalam membantu menilai, memonitor, dan
mengevaluasi kinerja partai, serta merencanakan gerak langkah partai selanjutnya. Secara
khusus, tujuan utama pembuatan laporan adalah menginformasikan posisi keuangan, kinerja,
serta perubahan posisi keuangan partai politik.

2.2. Fungsi Partai Politik


Dalam Negara demokrasi,Partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi:
1

Partai Politik Sebagai Komunikasi Politik:Menyalurkan aneka ragam pendapat dan


aspirasi masyarakat serta mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran
pendapat dalam masyarakat masyakat menjadi berkurang.

Partai Politik sebagai Sarana Sosialisasi politik:diartikan sebagai proses sikap dan
orientasi seorang terhadap fenomena politik dalam mengikuti kecenderungan
masyarakatnya.

Partai Politik Sebagai Sarana Rekrutmen Politik: Untuk mencari dan mengajak orang
yang terbakar untuk turut aktif dalam kegiatan politik,Rekruitmen anggota partai
merupakan uapaya regenerasi kepemimpinan.

Partai Politik Sebagai Sarana Pengatur Konflik: Persaingan dan perbedaan dalam
masyarakat merupakan hal yang wajar.Jika sampai terjadi konflik partai politik
berusaha untuk mengatasinya.

2.3. Memahami Akuntansi Partai Politik


Adanya standar pelaporan diharapkan laporan keuangan organisasi partai politik dapat
lebih mudah dipahami, memiliki relevensi, dapat diandalkan, dan memiliki daya banding yang
tinggi.
Dalam rangka pesta demokasi di negara ini, tanda tanya besar perlu tidaknya suatu
pertanggungjawaban keuangan dialamatkan ke Parpol maupun peserta pemilu. Idealnya mereka
harus transparan karena sebagai suatu entitas yang menggunakan dana public yang besar
tanggung jawab keuangan merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Mereka harus mempertangungjawabkan sumber daya keuangan yang digunakan kepada
para konstituennya dan juga sebagai bentuk kepatuhan kepada Undang-undang. Bentuk
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan para peserta pemilu, adalah dengan menyampaikan

Laporan Dana kampanye (semua peserta pemilu) serta Laporan Keuangan (khusus untuk Parpol),
yang harus diaudit oleh akuntan Publik dan disampaikan ke KPU serta terbuka untuk diakses
publik.
2.4. Penyusunan Pelaporan Keuangan Dalam Partai Politik
Keuangan Partai Politik bersumber dari iuran anggota, sumbangan yang sah menurut
hukum, dan bantuan dari anggaran negara. Sumbangan yang sah menurut hukum dapat berupa
uang, barang, fasilitas, peralatan, dan/atau jasa. Bantuan dari anggaran negara (yang diatur dalam
peraturan pemerintah) diberikan secara proporsional kepada Partai Politik yang mendapat kursi
di lembaga perwakilan rakyat. Sumbangan dari anggota dan bukan anggota yang sah menurut
hukum paling banyak senilai Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dalam waktu 1 (satu) tahun.
Dan sumbangan dari perusahaan dan/atau badan usaha yang sah menurut hukum paling banyak
senilai Rp800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) dalam waktu 1 (satu) tahun.
Laporan keuangan yang dibuat oleh Partai Politik adalah laporan keuangan tahunan dan
laporan dana kampanye. Penyusunan Laporan Keuangan Tahunan Partai Politik mengacu pada
PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 45 tentang akuntansi untuk organisasi
nirlaba, yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan terdiri atas laporan berikut ini:
a) Laporan Posisi Keuangan.
b) Laporan Aktivitas.
c) Laporan Perubahan dalam Aktiva Neto/Ekuitas.
d) Laporan Arus Kas.
e) Catatan atas Laporan Keuangan.
Selain mengacu pada PSAK No. 45, penyusunan laporan keuangan Partai Politik juga
terikat pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perundang-undangan RI mengenai
Partai Politik dan Pemilu, seperti UU No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik dan UU No. 12
tahun 2003 tentang Pemilu. Ketentuan teknis tentang pedoman penyusunan laporan keuangan

untuk Partai Politik terdapat dalam SK KPU No. 676 tahun 2003 tentang Tata Administrasi
Keuangan dan Sistem Akuntansi Keuangan Partai Politik, serta Pelaporan Dana Kampanye
Peserta Pemilihan Umum.
2.5. Akuntabilitas Dana Kampanye
Kampanye partai politik untuk promosi dan pembentukan opini publik sudah pasti
memerlukan dana yang besar. Karena itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan
dana yang besar pasti akan menimbulkan kerawanan. Mulai dari rawan kolusi, korupsi, konflik.
Akuntabilitas yang tinggi dapat meminimalisir kecurigaan penyalahgunaan dana dan
mengantisipasi munculnya konflik. Kebutuhan untuk menciptakan good political party
governance dirasakan sangat mendesak, terutama bagi para partai politik peserta pemilu.
Penerapan kewajiban tata administrasi keuangan dan sistem pelaporan dana kampanye
secara transparan, akuntabel, dan independen akan sangat menunjang perwujudan pelaksanaan
pemilu yang bersih dalma rangka membangun kepercayaan publik kepada pemerintah dan
pertanggungjawaban peserta pemilu kepada publik. Pelaporan dana kampanye Parpol
Tipe pelaporan dana kampanye partai politik:
1. Tentukan metode pencatatan yang digunakan (sistem pencatatn tunggal atau sistem
pencatatan berpasangan, basis kas atau akrual)
2. Pisahkan pencatatan pemasukan dan pengeluaran antara keuangan rutin parpol
dengan pendanaan kampanye
3.

Semua transaksi yang dilakukan harus memiliki bukti tertulis seperti surat
perjanjian/kontrak tertulis, kwitansi, faktur

4. Semua kegiatan yang berkaitan dengan kampanye harus dilengkapi dengan


dokumentasi kegiatan seperti foto kegiatan atau rekaman video.
2.6. Pelaporan Dana Kampanye Organisasi Partai Politik

Dalam pasal 79 UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu disebutkan bahwa seluruh laporan
dana kampanye peserta Pemilu, baik penerimaan maupun pengeluaran, wajib diserahkan ke
akuntan publik terdaftar selambat-lambatnya 60 hari sesudah hari pemungutan suara. Sementara
itu, akuntan publik wajib menyelesaikan audit selambat-lambatnya 30 hari kemudian dan
hasilnya dilaporkan ke KPU selambatnya tujuh hari sesudah diaudit.
Ketentuan tersebut dimaksudkan agar terwujud akuntabilitas mengenai Pengelolaan Dana
Kampanye Pemilu sehingga dapat menepis tuduhan akan adanya praktik-praktik politik uang
(money politics). Tapi pada kenyataannya, berdasarkan data dan catatan di KPU hingga batas
waktu yang ditetapkan 12 Juli 2004, baru tujuh Partai Politik yang menyerahkan hasil audit dana
kampanye Pemilu legistalif. Ini artinya masih ada tujuh belas Partai Politik yang belum
menyerahkan audit dana kampanyenya ke KPU. Akibatnya, Komisi Pemilihan Umum
memperpanjang batas waktu penyerahan hasil audit dana kampanye Partai Politik hingga tanggal
27 Juli 2004. Untuk itu KPU mengirimkan surat peringatan lagi kepada Partai Politik yang
belum menyerahkan laporan.
Partai Politik enggan untuk menyerahkan laporan dana kampanye terutama Partai Politik
yang tidak memperoleh kursi legislatif. Di samping itu, keengganan Partai Politik melaporkan
audit dana kampanye adalah karena tidak adanya sanksi bagi legislatif. Meskipun tidak ada
sanksi hukum, sebenarnya Partai Politik yang tidak menyerahkan bisa dikenai sanksi moral yang
akan menurunkan kredibilitas Partai Politik kepada publik. KPU juga akan memberikan
rekomendasi kepada pemerintah, Partai Politik mana saja yang tidak memenuhi ketentuan UU
Pemilu dan UU Partai Politik.
2.7. Audit Atas Laporan Keuangan Partai
2.7.1 Aturan yang mengatur Audit Partai Politik
Peraturan mengenai partai politik telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 2
tahun 2011, sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai
Politik. Keuangan partai politik bersumber dari iuran anggota, sumbangan, maupun
bantuan keuangan dari APBN/APBD. Dalam pasal 34A ayat 1 menyebutkan bahwa
partai politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan

pengeluaran yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) secara berkala 1 (satu) tahun sekali untuk diaudit paling
lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Tujuan audit oleh BPK tersebut
adalah untuk menilai kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan
bantuan pemerintah dan efektivitas dan operasi penggunaan dana bantuan pemerintah.
Audit dilaksanakan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Dalam pasal 38 UU No 2 th 2011 dijelaskan bahwa hasil pemeriksaan laporan
pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan partai politik terbuka
untuk diketahui masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa seharusnya masyarakat
dapat mengetahui dan mengakses atas pelaporan keuangan partai. Namun kenyataannya
masih sangat sulit untuk menerapkan transaparansi atas keuangan partai politik. Pasal
39 dari undang-undang ini menyatakan bahwa:
1. Pengelolaan keuangan Partai Politik dilakukan secara transparan dan akuntabel
2. Pengelolaan keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit
oleh akuntan publik setiap 1 (satu) tahun dan diumumkan secara periodik
3. Partai Politik wajib membuat laporan keuangan untuk keperluan audit dana yang
meliputi:
laporan realisasi anggaran Partai Politik
laporan neraca; dan
laporan arus kas.
Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2002 tentang partai politik, pasal 9
sebagai dasar hukum penyelenggaraan akuntansi bagi partai politik yang menjelaskan
bahwa:
a. Partai politik diwajibkan untuk membuat pembukuan, memelihara daftar
penyumbang dan jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka untuk diketahui
oleh masyarakat dan pemerintah.

b. Partai politik diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan dan laporan


dana kampanye pemilihan umum kepada Komisi Pemilihan Umum.
c. Partai politik diwajibkan membuat laporan keuangan secara berkala 1 (satu) tahun
sekali dan memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum serta
menyerahkan laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik kepada Komisi
pemilihan Umum paling lambat 6 (enam) bulan setelah hari pemungutan suara.
2.7.2. Persiapan menghadapai proses Audit
Dalam setiap proses audit yang dilaksanakan baik oleh KAP maupun oleh BPK
maka beberapa hal yang perlu disiapkan adalah:
1. Kelengkapan laporan keuangan
2. Tersedianya tenaga pendamping
3. Tersedianya ruangan/tempat bagi staf auditor.
4. Tersedianya surat penugasan dari KAP atau BPK
5. Memfasilitasi kebutuhan konfirmasi kepada pihak ketiga sesuai kebutuhan
dari auditor
6. Menyediakan dokumen-dokumen yang relevan dengan partai politik dan
dokumen keuangan seperti catatan akuntansi, bukti transaksi, kontrakkontrak, dokumen ketenagakerjaan, rekening Koran, akta pendirian partai
dan pengesahan oleh pemerintah serta dokumen relevan lainnya.
7. Memastikan keamanan dan kerahasiaan dokumen pada saat proses audit
yaitu dengan meminta KAP atau BPK menandatangani formulir
kesepakatan kerahasiaan. Meskipun kode etik KAP dan BPK rnengatur
mengenai kerahasiaan namun lebih baik jika partai membuat kesepakatan
ini.

2.7.3. Audit atas Laporan Keuangan Tahunan


Audit atas laporan keuangan tahunan partai politik dilakukan oleh auditor
independen yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP). Dalam hal ini partai politik
melakukan seleksi dan penetapan KAP sesuai dengan prosedur internal Partai. Dalam
menentukan KAP, partai politik harus memperhatikan validitas KAP mengingat banyak
terjadi praktik pemalsuan terhadap KAP. Karena itu sebelum menunjuk KAP, partai
dapat melakukan konsultasi kepada asosiasi profesi akuntan publik yaitu Institut
Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengenai tata cara dan validitas KAP. Dalam setiap
audit, KAP harus melakukan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan lAPI.
Dalam

setiap

audit

KAP dengan

partai

politik

harus

dilengkapi

dengan

perikatan/kontrak yang mengatur tentang audit tersebut. KAP akan menyediakan


proposal

perikatan

sekaligus

dapat

digunakan

sebagai

perikatan/kontrak.

Dalam melaksanakan audit KAP akan menjalankan serangkaian prosedur yang


diperlukan seperti melakukan wawancara, inspeksi dokumen dan catatan, pengujian
fisik, dan konfirmasi kepada pihak ketiga serta surat representasi dari partai politik.
Pekerjaan KAP dituangkan dalam kertas pemeriksaan dimana kertas kerja tersebut akan
disimpan KAP. Produk dari audit oleh KAP adalah laporan auditor independen yang
memuat pendapat auditor atas laporan keuangan yang disajikan oleh partai politik.
Partai politik dapat meminta KAP untuk melakukan jenis audit lain yang relevan yang
diperlukan oleh partai politik terkait dengan pelaporan keuangan.
2.7.4. Audit atas laporan pertanggungjawaban dana bantuan keuangan partai
politik dari pemerintah
Audit atas laporan pertanggungjawaban bantuan keuangan pemerintah
dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sehubungan dengan bantuan yang
diterima merupakan lingkup keuangan Negara. Tujuan audit tersebut adalah untuk
menilai kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan bantuan
pemerintah dan efektivitas dan operasi penggunaan dana bantuan. Audit oleh BPK
dilaksanakan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yaitu suatu
standar pemeriksaan yang diterbitkan oleh BPK yang harus dijalankan dan ditaati oleh

setiap pemeriksa keuangan Negara. Karena itu termasuk audit laporan ini, BPK harus
menjalankan audit berdasarkan SPKN.
Dua hal utama yang selalu menjadi temuan BPK atas audit laporan
pertanggungjawaban dana bantuan partai politik adalah penggunaan dana bantuan yang
tidak sesuai ketentuan dan tidak adanya bukti-bukti transaksi yang lengkap dan sah
2.7.5. Audit Dana Kampanye Partai Politik
Sebagaimana diatur dalam Pasal 9 huruf (j) UU No. 31 tahun 2002, setiap Partai
Politik wajib memiliki rekening khusus dana kampanye, yang secara khusus
menampung dana kampanye Pemilu yang dipisahkan dari rekening untuk keperluan
lain. Menurut SK KPU No. 676 tahun 2003, setiap Partai Politik peserta pemilu wajib
melaporkan rekening khusus, seperti nomor rekening khusus dana kampanye Pemilu,
nama, serta alamat bank. Kemudian laporan besarnya saldo awal serta sumber
penerimaan saldo awal tersebut yang berasal dari partai, sumbangan perorangan, dan
swasta dan masih banyak lagi. Untuk donasi, wajib disebutkan bentuknya, identitas
donatur, maupun penerimanya.
Dalam pasal 78 ayat (4) UU No. 12 tahun 2003 dijelaskan bahwa jumlah
sumbangan lebih dari Rp 5 juta wajib dilaporkan kepada KPU, termasuk identitas
lengkap pemberi sumbangan juga pada penjabaran pasal 9 UU No.31 tahun 2002,
bahwa semua Partai Politik wajib menyampaikan laporan keuangan tahun anggaran per
31 Desember 2003 kepada Kantor Akuntan Publik paling lambat 31 Maret 2003.
Setelah itu, akuntan publik memiliki waktu dua bulan untuk mengaudit laporan partai
dan menyerahkan ke KPU paling lambat awal Juli 2004.
Prosedur audit adalah sebagai berikut:
1. Penerapan Prosedur atas pembukaan Rekening khusus Dana Kampanye.
2. Penerapan Prosedur atas saldo awal penerimaan Kas

3. Penerapan Prosedur atas Sumbang dari dana pasangan Calon Presiden dan Wakil
presiden.
4. Penerapan Prosedur atas penerimaan sumbangan partai politik dan Gabungan
Partai politik.
5. Penerapan

Prosedur

atas

penerimaan

sumbangan

Perorangan.

partai.
6.

Penerapan Prosedur atas penerimaan sumbangan Perusahaan/badan usaha.

7. Penerapan Prosedur atas Penghasilan lain-lain.


8. Penerapan prosedur atas penerimaan Nonkas Saldo awal.
9.

Penerapan prosedur atas penerimaan Nonkas dari pasangan calon presiden dan
wakil presiden.

10. Penerapan Prosedur atas penerimaan sumbangan partai politik dan Gabungan
partai politik.
11. Penerapan Prosedur atas penerimaan sumbangan non kas dari perorangan.
12. Penerapan Prosedur atas sumbangan non kas dari perusahaan/badan usaha.
13. Penerapan Prosedur atas penerimaan Nonkas dari penghasilan lain-lain.
14. Penerapan prosedur atas pengeluaran kas saldo awal.
15. Penerapan Prosedur atas pengeluran kas operasi.
16. Penerapan Prosedur atas pengeluaran Kas-Modal (aktiva tetap)
17. Penerapan Prosedur atas pengeluaran kas lain-lain
18. Penerapan prosedur atas pengeluaran nonkas saldo awal.

19. Penerapan Prosedur atas saldo dana kampanye.

2.8. Tinjauan Terhadap Psak 45 dan Kebutuhan Standar Akuntansi Untuk Partai Politik
Dengan adanya standar pelaporan diharapkan laporan keuangan organisasi Partai
Politik dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevensi, dapat diandalkan, dan memiliki
daya banding yang tinggi. Pertanyaan utamanya adalah: Apakah PSAK 45 dapat dipakai
sebagai standar pelaporan keuangan partai politik? Untuk menjawabnya, harus dibedakan
dahulu apa itu PSAK 45 dan kemudian dikonfrontasikan dengan karakter Partai Politik.
PSAK adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 45 yang dikeluarkan oleh IAI
untuk organisasi nirlaba. Dalam audit yang dikoordinir oleh IAI untuk dana kampanye pada
tahun 1999 dan laporan keuangan, maka PSAK 45 ini yang sekiranya sesuai untuk
digunakan.
Ada tiga pendapat dalam hal ini untuk pemakaian PSAK, yaitu
1. Pendapat pertama mengatakan PSAK 45 masih bisa dipakai sebagai standar akuntansi
keuangan Partai Politik, karena karakter Partai Politik mirip dengan karakter
organisasi nirlaba. Yang perlu dibuat adalah pedoman pembuatan laporan
keungan/pedoman audit keuangan Partai Politik untuk melengkapi PSAK 45 tersebut.
2. Pendapat kedua menyatakan bahwa tidak perlu membuat standar akuntansi keuangan
khusus Partai Politik tetapi memodifikasi PSAK 45 sehingga memenuhi kebutuhan
transparansi dana akuntabilitas keuangan Partai Politik. Modifikasi lalu dilengkapi
dengan pedoman pembuatan dan pencatatan laporan keuangan.
3. Pendapat ketiga menyatakan perlu dibuat suatu standar laporan keuangan khusus
untuk Partai Politik. Karena karakter Partai Politik tidak sama dengan karakter
organsiasi nirlaba.
Beberapa karakteristik khusus Partai Politik tersebut antara lain:

1. Jika pada organisasi nirlaba pada umumnya terdapat kejelasan jenis barang dan/atau
jasa yang dihasilkannya, maka tujuan utama Partai Politik adalah dalam rangka
meraih kekuasaan politik
2. Perjuangan utama Partai Politik dilakukan melalui Pemilihan Umum Kepentingan
publik yang lebih besar
3. Adanya

kegiatan

besar

lima

tahunan

yaitu

kegiatan

kampanye.

Di samping itu, beberapa peraturan yang secara khusus mengatur Partai Politik
sehingga

menyebabkan

kekhususan

pada

keuangan

Partai

Politik.

Undang-undang ini berbeda dengan undang-undang yang mengatur Partai Politik.


Karena faktor kekuasaan yang dimiliki Partai Politik, maka aturan- aturan keuangan
Partai Politik harus lebih ketat untuk mencegah korupsi politik dan dominasi
kelompok-kelompok kepentingan. Dari hasil penelitian ini, kami cenderung pada
posisi mendukung pendapat ketiga, yaitu bahwa Partai Politik memerlukan suatu
Standar Akuntansi Khusus Partai Politik. Perbedaan karakteristik ini mengakibatkan
perbedaan transaksi keuangan, bentuk laporan keuangan dan pengukuran-pengukuran
tertentu terhadap pos-pos dalam laporan keuangan. Ada pun alasan-alasannya
dijelaskan di bawah ini.
2.9. Sumber Dana Partai Politik
PP No. 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Parpol. Juga dijelaskan
Permendagri No. 24 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan, Penganggaran
dalam APBD, Pengajuan dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan
Keuangan Parpol.
Perhitungan harusnya sesuai dengan Permendagri . Untuk nilai bantuan persuara,
digunakan perhitungan, jumlah anggota DPR dikali bantuan keuangan, kemudian dibagi
jumlah perolehan suara pemilu. Lalu untuk jumlah bantuan keuangan, dihitung dengan
mengalikan antara jumlah perolehan suara parpol danan nilai bantuan persuara.

Secara rinci perbandingan mengenai aturan-aturan keuangan partai politik dapat


dilihat di bawah ini:
1. Iuran Anggota
2. Sumbangan Perusahaan
3.

Subsidi Dana Publik

4. Fasilitas Publik
5. Sumbangan Individual
6. Sumbangan Organisasi Buruh dan Sejenis.
7. Sumbangan dari Pihak Asing
2.10. Peran KPU Dalam Keuangan Partai Politik
Sebagai imbas Reformasi 1998, kebebasan bersuara dan berpendapat menjadi suatu
fenomena yang tidak asing ditemui di Indonesia, bahkan bermunculan beraneka ragam
PARPOL dan LSM seperti PSASP (Pusat Studi Akuntansi Sektor Publik) yang berfokus
pada program perbaikan sistem manajemen administrasi publik untuk institusi
publik.Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus bisa membuat regulasi mengenai laporan
keuangan konsolidasi partai politik saat melakukan kampanye pemilihan umum.
Laporan keuangan ini bukan hanya menyangkut penerimaan dan pengeluaran dana
kampanye parpol, melainkan dana yang dikelola pengurus parpol dan calon legislatif. Jika
tidak diatur, publik tidak pernah tahu dari mana parpol maupun mendapatkan dana
kampanye. Regulasi ini sekaligus bisa mengurangi peran uang berbicara dalam Pemilu.
Sistem proporsional yang tercantum dalam UU Pemilu, pertarungan saat kampanye tidak
hanya melibatkan caleg antar parpol. Sesama caleg di dalam parpol pun juga harus
bertarung untuk meraih suara maupun nomor urut. Dan kecenderungannya, dalam hal ini
uang lah yang berbicara. Ini sudah terbukti di Pemilu 2009.regulasi mengenai pembatasan

maupun laporan keuangan konsolidasi dana kampanye belum diatur dalam UU. Akibatnya
pengurus parpol dan caleg bisa seenaknya menggelontorkan dana besar tak terbatas untuk
kepentingan kampanye, baik dirinya maupun parpolnya
Terkait dengan sanksi bagi pelaku politik uang dalam kampanye pemilu ini,
sebenarnya UU Pemilu sudah menyatakan dengan tegas apabila yang dikenai hukuman
bukan hanya pemberi dana kampanye, melainkan juga penerimanya. Namun yang dibatasi
di sini dana perseorangan nonanggota dan noncaleg serta badan usaha.
Laporan keuangan parpol sesuai Undang-undang (UU) Parpol No. 2/2008, bahwa
parpol

wajib

membuat

laporan

keuangan

untuk

diserahkan

ke

Negara.

Sebagaimana dijelaskan, setiap partai politik wajib membuat pembukuan, memelihara


daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka untuk diketahui
oleh masyarakat dan pemerintah. Disamping itu partai politik harus membuat laporan
keuangan secara berkala satu tahun sekali kepada KPU setelah diaudit oleh akuntan public.
Dalam hal dana kampanye, maka setiap partai politik harus memiliki rekening khusus dana
kampanye pemilihan umum dan menyerahkan laporan neraca keuangan hasil audit akuntan
publik kepada Komisi Pemilihan Umum paling lambat 6 (enam) bulan setelah hari
pemungutan suara.

CONTOH KASUS
Masalah Akuntabilitas Keuangan Partai Politik
Sumber : Transparency International Indonesia : 2008
Masalah terbesar dari partai-partai politik di Indonesia pada Pemilu 1999, terutama
partai-partai baru, adalah masalah pembiayaan kegiatan kampanye Pemilu, termasuk biaya untuk
calon anggota legislatif (caleg). Karena kesulitan ini maka banyak sekali caleg dari berbagai
partai politik yang membiayai sendiri kampanyenya. Selain itu, ada beberapa partai yang
mensyaratkan anggotanya yang ingin menjadi caleg untuk mengumpulkan uang dengan jumlah
minimum agar dimasukkan sebagai caleg. Dana-dana ini tidak dilaporkan kepada bendahara
partai sehingga tidak tercatat dalam catatan penerimaan dana.
Masalah lain yang kami temukan adalah bahwa laporan keuangan yang dilaporkan
kepada KPU tidak cukup terbuka (tidak full disclosure) dan tidak cukup mewakili kegiatan partai
tersebut secara nasional. Yang diaudit oleh auditor public adalah hanya DPPnya saja, sedangkan
cabang dan ranting tidak diaudit. Padahal ada banyak dana yang beredar di cabang, di ranting
ataupun di caleg yang tidak dikelola oleh bendahara DPP, yang berarti dana-dana tersebut tidak
tercatat sebagai pemasukan oleh DPP, sehingga tidak diaudit dan tidak dilaporkan ke publik.
Lubang ini dipakai oleh partai untuk mengatasi batasan jumlah dana yang dapat diberikan oleh
individu dan perusahaan.
Persoalan lain adalah bahwa ada banyak sumbangan yang diberikan secara spontan oleh
para pendukung partai politik baik dalam bentuk natura ataupun tunai. Sumbangan ini ada yang
diberikan dalam bentuk menyediakan berbagai fasilitas, dukungan kampanye, atau pengeluaran
uang tunai yang dikelola sendiri, dan sebagainya. Fasilitas yang disediakan misalnya
transportasi, untuk mengangkut masa pada saat rapat akbar atau untuk calon legislatif dan
presiden. Laporan sumbangan natura ini dilaporkan dengan sangat tidak memadai bahkan ada
yang tidak melaporkan sama sekali.

Beberapa contoh misalnya soal transportasi calon presiden. Hampir semua kandidat
presiden partai-partai besar melakukan perjalanan kampanyenya dengan memakai helikopter.
Kemudian dalam kendaraan sehari-hari memakai mobil mewah, yang tiba-tiba saja muncul dan
dipakai oleh si kandidat padahal publik tahu bahwa mobil itu bukanlah kepunyaan sang kandidat.
Tetapi dalam laporan keuangan, publik tidak dapat melihat secara jelas pos pengeluaran untuk
membayar helicopter dan mobil mewah ini, padahal biayanya pasti sangat besar. Golkar
misalnya hanya melaporkan biaya perjalanan kampanye hanya sebesar Rp 461.933.120. Angka
ini tentu tidak mewakili perjalanan petinggi-petinggi dan caleg-caleg serta calon presiden Golkar
yang sangat ekstensif pada waktu itu.
Sumbangan natura lain yang tidak muncul di dalam laporan keuangan adalah biaya-biaya
rapat raksasa. Biaya-biaya ini antara lain biaya pengerahan massa dalam bentuk pengangkutan
(bus atau truk), membayar artis (penyanyi, pelawak, band, dan sebagainya), panggung, dan
sebagainya. Selain itu, dana pembuatan bendera, poster, spanduk, dan iklan, hanya sedikit yang
dilaporkan dalam laporan keuangan. Kalau dilihat dari intensifnya dan ekstensifnya penyebaran
informasi dari partai-partai besar, maka dana tersebut secara logika awam pasti jauh lebih besar
dari yang dilaporkan, tetapi yang muncul dalam laporan keuangan kampanye jauh lebih sedikit.
Untuk partai yang berkuasa, dalam hal ini Golkar, sangat sulit untuk menemukan dan
membedakan mana biaya yang ditanggung rakyat yang dipakai pejabat pemerintah untuk
kampanye Golkar. Biaya perjalanan presiden, menteri, dan pejabat di bawahnya walaupun secara
teori mereka sudah tidak boleh lagi berkampanye, namun tetap dapat melakukan pertemuan
untuk kepentingan Golkar dalam perjalanan dinasnya. Selain itu, juga sangat sulit untuk
mencegah dipakainya dana publik untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat karitatif. Kasus dana
JPS yang disalurkan lewat partai politik yang berkuasa pada saat itu, yakni Golkar, jelas-jelas
telah melanggar etika dan aturan main kampanye, tetapi sangat sulit untuk dideteksi.
Banyak penyumbang tidak melaporkan nama dan alamatnya secara jelas. Bahkan
menurut para auditor, banyak sumbangan yang hanya menerakan kata-kata Hamba Allah
dalam kolom nama dan alamat penyumbang. Hal ini bisa dijadikan peluang untuk memberikan
sumbangan melewati batas maksimum yang diizinkan undang-undang dengan memberikan
sumbangan lebih dari satu kali dengan nama Hamba Allah tersebut. Tentu petinggi partai tahu
siapa yang memberikan sumbangan ini.

Ada pinjaman dari pribadi yang melebihi batas maksimum sumbangan individu, namun
pinjaman ini tidak dengan akta perjanjian kapan dibayar dan untuk berapa lama. Dugaan kami ini
hanya digunakan sebagai taktik untuk menghindari batas maksimum sumbangan individu.
Tidak ada partai yang melaporkan dana kampanyenya lebih dari batas maksimum dana
kampanye yang ditetapkan KPU, yaitu sebesar Rp 110 milyar. Partai-partai kecil pada umumnya
hanya melaporkan penggunaan keuangan dari jumlah dana kampanye yang diterima dari
pemerintah yaitu sebesar Rp 150 juta saja atau yang Rp 1 milyar saja. Mungkin mereka tidak
berhasil menggalang dana dari publik, namun ada juga yang bersikeras menyatakan bahwa
kewajiban mereka membuat audit hanyalah sebatas audit untuk dana yang mereka terima dari
pemerintah saja.
Hampir semua auditor yang mengaudit dana kampanye Pemilu 1999 tidak dapat
mengeluarkan opini mengenai pengelolaan keuangan partai politik peserta kampanye Pemilu.
Hal ini disebabkan karena partai-partai tidak mempunyai catatan keuangan yang memadai dan
memenuhi standar akuntansi yang dipakai umum, terutama di kantor-kantor cabang dan ranting.
Pencatatan yang baik hanya ada di bendahara DPP. Ini merupakan kelemahan tetapi dapat pula
dipakai sebagai taktik untuk menghindar dari batasan-batasan yang disebutkan di atas.
Partai politik tidak menyampaikan laporan keuangan yang standar, sebagaimana yang
disampaikan ke MA dan KPU, karena:
1. Didalam UU Partai Politik tidak ada kewajiban partai politik menyampaikan laporan
keuangan (dengan kata lain didalam UU Partai Politik tidak ada kewajiban partai politik
menyampaikan laporan keuangan sesuai standar).
2. Standar akuntansi yang ada tidak cukup menjadi pedoman bagi partai politik.

Standar

Akuntansi

Keuangan

Khusus

Partai

http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_politik
http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/pengertian-tujuan-dan-fungsi-partai.html
http://politik.kompasiana.com
http://keuanganlsm.com/akuntabilitas-partai-politik/

Politik

Você também pode gostar