Você está na página 1de 2

Amanah

Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai


pertanggungjawabannya atas apa yang dipimpinya. Penguasa adalah
pemimpin, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Suami adalah pemimpin keluarga, maka akan dimintai maka akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin (rumah
tangga suaminya), maka akan dimintai pertanggungjawabannya. Pelayan
adalah pemimpin (harta tuannya), maka akan dimintai pertanggungjawaban
pengelolaannya. Oleh karena kalian adalah pemimpin, maka kalian akan
dimintai pertanggungjawabannya (HR. Bukhori Muslim).
Pejelasan :
Inti dari hadits ini adalah amanat. Nilai-nilai yang terkandung didalamnya tidak
hanya berlaku untuk segelintir orang, tapi berlaku pula bagi semua orang entah itu kaya
atau miskin, pengusa atau rakyat jelata.
Berbicara tentang amanah, kita akan teringat dengan sebuah ayat Al-Quran. Ayat itu
berbunyi, kami telah tawarkan amanat itu kepada langit, bumi dan gunung,, tetapi
mereka enggan memikulnya dan takut daripadanya. Sedang manusia mau memikulnya
(QS. Al-Ahzab: 72).
Ibnu katsir menafsirkan kata amanah dalam ayat ini sebagai sebuah taklif atau
pembebanan hukum atau undang-undang, serta pengaturan dan pelaksanaanya. Amanah
berarti menerima taklif tersebut dengan jalan melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan dengan segala konsekwensinya. Jika ia dilaksanakan maka akan mendapatkan
pahala, tapi bila ditinggalkan akan berbuah siksa.
***
Pada hakikatnya, semuanya yang ada dimuka bumi ini adalah amanah yang
diberikan Allah SWT kepada manusia, baik itu dalam skala luas maupun skala sempit.
Dalam skala luas, manusia adalah kholifah; pempin yang menjadi wakil Allah di
bumi. Ia diwajibkan mengolah bumi beserta isinya secara baik dan sesuai dengan aturan
dari yang memberi tugas kepemimpinan tersebut.
Dalam skala yang lebih kecil, setiap manusia memiliki amanat yang beragam.
Bila seorang pemimpin, maka ia harus dapat mempertanggungjawabkan amanah
kepemimpinan tersebut dihadapan Allah dan orang-orang yang memilihnya. Begitu pula
bila ia seorang suami, istri ataupun seorang pembantu. Mau tidak mau ia harus bisa
mempertanggungjawabkan apa-apa yang telah diamanahkan kepadanya.
Diri kita beserta segenap entitas yang membentuknya termasuk pula amanah yang
harus dijaga sebaik mungkin. Semiskin apapun kita, kalau berbicara masalah amanat
dan kepemimpinan, kita masih dianggap seorang pemimpin. Kita adalah pemimpin kita
sendiri. Kita akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang kita pimpin. Mata
kita gunakan untuk melihat apa ? telinga kita gunakan untuk mendengar apa ? lisan kita
gunakan untuk berkata apa ? begitu pula dengan akal, pikiran, hati dan organ-organ

tubuh lainnya, semuanya adalah anak buah yang harus kita pimpin dan kita gunakan
sesuai dengan fungsi penciptaannya.
Jelas, ketidak mampuan kita menjaga dan memelihara amanah tersebut akan
berbuah penyesalan. Menyia-nyiakan sama artinya menentang perintah Allah (Liat QS.
2: 283; 4: 57; 8: 27). Bahkan Rosulullah akan mencap orang yang tidak mampu menjaga
amanah sebagai orang yang kurang iman, bahkan tidak beriman. Dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu umar, beliau mengatakan, tidak sempurna iman
seseorang yang tidak memegang amanah. Sebaliknya, bila kita mampu memimpin dan
menjaganya dengan baik, maka Allah mangangkat kita menjadi pewaris surga firdaus.
Allah SWT berfirman, Mereka yang suka menjaga dan memelihara amanat dan janjinya,
mereka itulah yang menjadi pewaris surga Firdaus. Mereka kekal didalamnya (QS, AiMuminun: 8-11)

Você também pode gostar