Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
A. Gambaran umum dan permasalahan
Kelompok remaja, yaitu penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, di Indonesia
memiliki proporsi kurang lebih 1/5 dari jumlah seluruh penduduk. Ini sesuai dengan proporsi
remaja di dunia dimana jumlah remaja diperkirakan 1,2 miliar atau sekitar 1/5 dari jumlah
pendudukdunia (WHO, 2003).
Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat
baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini
menyebabkan remaja dimanapun ia menetap, mempunyai sifat khas yang sama yaitu
mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta
cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan
yang matang. Sifat tersebut dihadapkan pada ketersediaan sarana di sekitarnya yang dapat
memenuhi keingintahuan tersebut. Keadaan ini sering kali mendatangkan konflik batin dalam
diriya. Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan
jatuh ke dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat lanjutnya dalam
bentuk berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial, yang bahkan mungkin harus
ditanggung seumur hidupnya.
Data tentang perilaku hubungan seks pranikah pada pelajar terutama di kota besar
beberapa tahun terakhir ini cukup signifikan. Survei kecil yang dilakukan Yayasan Pelita Ilmu
di Plaza dan Mall Jakarta menemukan bahwa 42% dari 117 remaja 13-20 tahun pernah
berhubungan seks dan lebih dari separuh diantaranya masih aktif berhubungan seks dalam 13 bulan terakhir (Conrad,2000). Sebuah survei terhadap pelajar SMA di Manado
mendapatkan persentase 20% pada remaja laki-laki melakukan seks pranikah dan 6% pada
pada remaja perempuan (Utomo dkk, 1998). Tingginya infeksi HIV/AIDS di kalangan remaja
dapat dilihat pada angka kejadian HIV/AIDS sampai dengan bulan September 2004
dilaporkan sebanyak 5701 kasus dimana persentase tertinggi kasus AIDS 51, 7 % diderita
oleh sekelompok umur 20-29 tahun (laporan triwulan Subdit. AIDS dan PMS Depkes,
Oktober 2004). Selain itu beberapa rumah sakit di Jakarta, misalnya RSKO mencatat tentang
tingginya komplikasi berupa HIV AIDS selain Hepatitis B dan C akibat penggunaan jarum
suntik yang bergantian/tidak steril pada pencandu NAPZA di kalangan remaja. Sementara itu
dari hasil beberapa survei dapat disimpulkan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan
1
reproduksi masih rendah. Salah satu contoh: 46,2% remaja masih menganggap bahwa
perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan
persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan dengan
remaja putri (42,3%) (LDUI & BKKBN,1999) Dari survei yang sama juga terungkap bahwa
hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular Infeksi Menular
Seksual (IMS) bila memiliki pasangan lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan
berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial. Tingginya
perilaku berisiko pada remaja yang ditunjukkan dalam data-data diatas merupakan resultante
dari sifat khas remaja, pengetahuan remaja tentang kesehatan, nilai moral yang dianut serta
ada tidaknya kondisi lingkungan yang kondusif. Faktor lingkungan yang menyebabkan
perilaku berisiko pada remaja adalah kondisi lingkungan yang permisif terhadap perilaku
berisiko (ketersediaan fasilitas/sarana yang mendukung perilaku berisiko, ketiadaan
penegakan hukum terkait kesehatan) atau bahkan mendorong perilaku berisiko (melalui
informasi yang salah, iklan). Secara rinci, terjadinya faktor lingkungan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Informasi yang merugikan mudah diakses.
Hal ini terjadi seiring dengan pesatnya arus informasi melalui berbagai media cetak
dan elektronik. Meskipun banyak informasi bersifat positif, namun sering kali pula
informasi yang diberikan tidak dapat dipertanggungjawabkan misalnya karena tidak
tepat, kurang lengkap, tidak benar dan bahkan menjerumuskan.
2. Substansi merugikan mudah didapat.
Contoh substansi tersebut adalah video porno. pengedar buku dan audio visual porno,
mengakibatkan mudahnya remaja terpapar bahan-bahan yang merugikan tersebut.
3. Turunnya nilai-nilai sosial dalam masyarakat.
Globalisasi, menyebabkan budaya barat yang cenderung bebas, misalnya kebebasan
dalam pergaulan laki-perempuan ditiru oleh sebagian remaja, sementara perlindungan
terhadap akibat dari pergaulan bebas tersebut, tidak mudah didapatkan. Hal ini
diperburuk dengan lemahnya pengawasan orang tua.
4. Kemiskinan.
Kemiskinan dalam keluarga menyebabkan remaja tidak dapat melanjutkan sekolah
dan terpaksa harus bekerja dalam suasana penuh persaingan hingga mudah terpapar
berbagai tindak kekerasan, dan terjun ke dalam perilaku berisiko. Perilaku berisiko
yang mereka lakukan dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan tak diinginkan,
terinfeksinya penyakit menular seksual. Semua keadaan yang disebutkan di atas
menunjukkan besarnya masalah kesehatan pada remaja saat ini, dan mengisyaratkan
perlunya penanganan dengan segera secara lebih bersungguh-sungguh.
2
1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mencegah penularan infeksi TB melalui Rumah Sehat sehingga penyakit TB tidak
lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan
pengetahuan
masyarakat
tentang
Rumah
Sehat
dalam
1.4 MANFAAT
1. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru terutama
faktor kesehatan lingkungan rumah apa saja yang berhubungan dalam pencegahan
infeksi TB.
2. Bagi Instansi Terkait (Puskesmas Dan Dinas Kesehatan)
Sebagai bahan pertimbangan dan pemikiran bagi program pemberantasan penyakit
tuberkulosis paru terutama untuk menentukan kebijakan dalam perencanaan,
pelaksanaan serta evaluasi program Rumah Sehat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian PKPR
Pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja, menyenangkan,
menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka
akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi
kebutuhan tersebut.Singkatnya, PKPR adalah pelayanan kesehatan kepada remaja yang
mengakses semua golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien.
B. Tujuan PKPR di Puskesmas
Tujuan Umum:
1. Optimalisasi pelayanan kesehatan remaja di Puskesmas.
Tujuan Khusus:
1. Meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas.
2. Meningkatkan pemanfaatan Puskesmas oleh remaja untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah
kesehatan khusus pada remaja.
4. Meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pelayanan kesehatan remaja.
C. Ciri khas atau karakteristik PKPR
4
Berikut ini karakteristik PKPR merujuk WHO (2003) yang menyebutkan agar
Adolescent Friendly Health Services (AFHS) dapat terakses kepada semua golongaN
remaja, layak, dapat diterima, komprehensif, efektif dan efisien, memerlukan:
1. Kebijakan yang peduli remaja.
Kebijakan peduli remaja ini bertujuan untuk:
pelayanan.
Menjamin privasi dan kerahasiaan.
Mempromosikan kemandirian remaja, tidak mensyaratkan persetujuan orang tua, dan
2.
menyenangkan.
Dapat dipercaya, dapat menjaga kerahasiaan.
Mampu dan mau mengorbankan waktu sesuai kebutuhan.
Dapat ditemui pada kunjungan ulang.
Menunjukkan sikap menghargai kepada semua remaja dan tidak membedakannya.
Memberikan informasi dan dukungan cukup hingga remaja dapat memutuskan pilihan
tidak
pelayanan.
Jam pelayanan yang menyesuaikan waktu luang remaja menjadikan konseling dapat
dilaksanakan dengan santai, tidak terburu-buru, dan konsentrasi terhadap pemecahan
tips atau informasi kesehatan remaja. Hal ini selain berguna untuk memberikan
pengetahuan melalui bahan bacaan juga merupakan promosi tentang adanya PKPR
kepada sebayanya yang ikut membaca brosur tersebut.
6. Partisipasi/keterlibatan remaja.
Remaja mendapat informasi yang jelas tentang adanya pelayanan, cara mendapatkan
pelayanan,
kemudian
memanfaatkan
dan
mendukung
pelaksanaannya
serta
menyebarluaskan keberadaannya.
Remaja perlu dilibatkan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
pelayanan. Ide dan tindak nyata mereka akan lebih mengena dalam perencanaan dan
pelaksanaan pelayanan karena mereka mengerti kebutuhan mereka, mengerti
bahasa mereka, serta mengerti bagaimana memotivasi sebaya mereka. Sebagai
contoh ide tentang interior design dari ruang konseling yang sesuai dengan selera
remaja, ide tentang cara penyampaian kegiatan pelayanan luar gedung hingga
diminati remaja, atau cara rujukan praktis yang dikehendaki.
7. Keterlibatan masyarakat.
Perlu dilakukan dialog dengan masyarakat tentang PKPR ini hingga masyarakat:
Mengetahui tentang keberadaan pelayanan tersebut dan menghargai nilainya.
Mendukung kegiatannya dan membantu meningkatkan mutu pelayanannya.
8. Berbasis masyarakat, menjangkau ke luar gedung, serta mengupayakan pelayanan
sebaya.
Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan jangkauan pelayanan. Pelayanan sebaya
adalahKIE untuk konseling remaja dan rujukannya oleh teman sebayanya yang terlatih
menjadi pendidik sebaya (peer educator). atau konselor sebaya (peer counselor).
9. Pelayanan harus sesuai dan komprehensif.
Meliputi kebutuhan tumbuh kembang dan kesehatan fisik, psikologis dan sosial.
Menyediakan paket komprehensif dan rujukan ke pelayanan terkait remaja lainnya.
Harus dijamin kelancaran prosedur rujukan timbal balik. Kurang terinformasikannya
keberadaan PKPR di puskesmas pada institusi yang ada di masyarakat mengakibatkan
rujukan tidak efektif. Sebaliknya kemitraan yang kuat dengan pemberi layanan
kesehatan dan sosial lainnya akan melancarkan proses rujukan timbal balik.
Menyederhanakan proses pelayanan, meniadakan prosedur yang tidak penting.
Dipandu oleh pedoman dan prosedur tetap penatalaksanaan yang sudah teruji.
Memiliki sarana prasarana cukup untuk melaksanakan pelayanan esensial.
Mempunyai sistem jaminan mutu bagi pelayanannya.
menjangkau baik remaja laki-laki maupun perempuan, serta memperkenalkan lebih awal
konsep keadilan dan kesetaraan gender.
4. Penentuan biaya pelayanan serendah mungkin.
Pada awal pelaksanaan diupayakan biaya pelayanan serendah mungkin, bahkan kalau
mungkin gratis.
5. Dilaksanakannya kegiatan minimal.
Pemberian KIE, pelaksanaan konseling serta pelayanan klinis medis termasuk
laboratorium dan rujukan, harus lengkap dilaksanaan secara bersamaan dari sejak awal
dilaksanakannya PKPR. Tanpa konseling, pelayanan tidak akan disebut PKPR, melainkan
pelayanan kesehatan remaja seperti sebelum dikenalnya PKPR.
6. Ketepatan penentuan prioritas sasaran.
Keberhasilan pelayanan ditentukan antara lain oleh ketepatan penetapan sasaran,
sesuai dengan hasil kajian sederhana sebelum pelayanan dimulai. Sasaran ini misalnya remaja
sekolah, anak jalanan, karang taruna, buruh pabrik, pekerja seks komersial remaja dan
sebagainya.
7. Ketepatan pengembangan jenis kegiatan.
Perluasan kegiatan minimal PKPR ditentukan sesuai dengan masalah dan kebutuhanm
setempat serta sesuai dengan kemampuan Puskesmas, misalnya pelaksanaan PKHS dengan
pilihan kegiatan mengadakan FGD (Focus Group Discussion/diskusi kelompok terarah
diantara remaja tentang seks pra-nikah didukung dengan penyebarluasan mslogan dan
keterampilan bagaimana bilang tidak untuk seks- pranikah.
8. Pelembagaan monitoring dan evaluasi internal.
Monitoring dan evaluasi secara periodik yang dilakukan oleh tim Jaminan Mutu
Puskesmas merupakan bagian dari upaya peningkatan akses dan kualitas PKPR.
E. Langkah langkah pembentukan dan pelaksanaan PKPR di Puskesmas
1.
a.
b.
dikehendaki.
c. Jenis upaya kesehatan remaja yang ada.
9
rujukan sosial, antara lain penyaluran pelatihan keterampilan remaja pasca rehabilitasi
kesepakatan
semua
staf
Puskesmas
untuk
melalui media cetak dan elektronik atau juga dilakukan oleh klien yang puas atas
bervariasi dan dapat menjadi terobosan untuk meningkatkan PKPR di kemudian hari.
f. Pemenuhan sarana dan prasarana.
Pemenuhan sarana dan prasarana ini selain memberikan kenyamanan, menjaga privasi
serta menjamin kerahasiaan bagi klien, juga mempermudah bagi pemberi layanan.
Melihat rata-rata kondisi dan kemampuan Puskesmas saat ini, pemenuhan sarana ini
memerlukan upaya khusus. Privasi, kenyamanan, suasana yang menarik dan fasilitas yang
baik saling terkait satu sama lain.
Menunggu hal tersebut terealisasi, (misalnya untuk menjaga privasi dan kerahasiaan
harus ada ruang konseling tersendiri yang nyaman, mempunyai pintu masuk dan keluar
tersendiri), PKPR mulai dilaksanakan dengan fasilitas yang ada namun diusahakan
dimanfaatkan semaksimal mungkin mendekati kriteria PKPR. Untuk Puskesmas dimana
seringkali tidak lagi mempunyai ruang tersisa, upaya pengadaan ruang khusus ini dapat
diusahakan bertahap.
Ruang konseling dapat disiasati dengan memanfaatkan ruang dokter, ruang KIA atau
ruang lain seusai jam kerja, atau membuat sekat tersendiri/merubah tata letak ruangan dan
menyisihkan ruang untuk konsultasi dengan memilih lokasi yang kira-kira diminati
remaja: tidak mencolok, dan ada kesan privasi serta bernuansa remaja.
Bila kerjasama forum yang dibina oleh Camat berjalan dengan baik, diharapkan
masyarakat dapat aktif berpartisipasi dan membantu pengadaan sarana dan prasarana
PKPR ini.
g. Penentuan prosedur pelayanan.
12
Termasuk di dalamnya penentuan biaya pelayanan, jam buka, penentuan desain, proses
pemberian dan penyimpanan kartu, register dan catatan (status) medis/konseling, serta
penentuan alur pelayanan. Pertimbangan kerahasiaan dan efisiensi juga merupakan bagian
penting. Prosedur pelayanan menjadi bagian kritis dan menjadi salah satu penentu apakah
remaja tersebut akan datang atau tertarik untuk kembali, serta mempromosikan PKPR
kepada teman-temannya. Remaja yang puas terhadap pelayanan akan menjadi pelanggan
yang puas dan dengan sukarela membantu mempromosikan keberadaan PKPR tersebut.
4. Sosialisasi eksternal.
Sosialisasi eksternal dapat dilakukan di setiap kesempatan tempat dan waktu, baik
dalam forum resmi ataupun tidak resmi. Pelibatan pers setempat dari media cetak
ataupun elektronik dapat membantu mempercepat sosialisasi. Sosialisasi dapat pula
dilakukan di tempat remaja berada antara lain di sekolah, komunitas/organisasi remaja:
karang taruna, sanggar seni atau gelanggang remaja dalam bentuk pampangan poster,
selebaran, leaflet atau informasi verbal di sela-sela ceramah / KIE berkaitan dengan
masalah remaja.
5. Pelaksanaan PKPR.
Perlu dipahami, penyelenggaraan PKPR di Puskesmas ini penting segera dilaksanakan,
meskipun pemenuhan sarana dan prasarana belum sempurna. Penyempurnaan dilakukan
secara bertahap dan berkesinambungan. Kegiatan KIE di dalam dan di luar gedung perlu
ditingkatkan dengan tidak melupakan pelayanan medis dan konseling
F. Alur dan langkah pelaksanaan PKPR pada klien
Dalam melayani remaja, pemberian pelayanan secara komprehensif hendaknya selalu
melekat pada pemikiran dan tindakan dari petugas. Tahapan pelayanan pada klien
digambarkan pada bagan di bawah ini:
Klien datang ( kiriman, sendiri)
Melalui loket umum / loket khusus / langsung diregister di ruang konseling
Anamnesa
Identitas
Apa yang sudah diketahui:
Tentang KRR
Fisik, Psikis
Kekerasan,
Pergaulan antara laki-laki dan perempuan,
Pemeriksaan Fisik
Pelayanan Konseling
Tidak perlu pelayanan klinis medis pulang
Konseling lanjutan bila perlu
Perlu pelayanan klinis medis/lab
Berkaitan dengan alur pemikiran komprehensif yang telah disebutkan terdahulu, dalam
memberikan pelayanan, petugas perlu selalu menganalisa tentang keterkaitan perilaku,
gangguan fisik yang diakibatkannya, serta mengacu kepada standar penanganan
masingmasing kasus.
Contoh dibawah ini alur pemikiran akibat lanjut remaja seksual aktif dan penanganannya,
menggambarkan pelayanan yang terintegratif dari paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Esensial (PKRE) yang terdiri dari komponen KB, KIA, Pencegahan dan Penanggulangan
Infeksi Menular Seksual serta Kesehatan Reproduksi Remaja, tetap terpelihara.
Remaja seksual aktif
Kemungkinan terjadi
14
remaja perlu diingat untuk bersikap tidak menggurui serta perlu bersikap santai.
2. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang berkunjung ke Puskesmas
adalah:
a. Bagi klien yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan mengacu pada
prosedur tetap penanganan penyakit tersebut.
b. Petugas dari BP umum, BP Gigi, KIA dll dalam menghadapi klien remaja yang
datang, diharapkan dapat menggali masalah psikososial atau yang berpotensi menjadi
masalah khusus remaja, untuk kemudian bila ada, menyalurkannya ke ruang
konseling bila diperlukan.
c. Petugas yang menjaring remaja dari ruang lain tersebut dan juga petugas penunjang
seperti loket dan laboratorium seperti halnya petugas khusus PKPS juga harus
menjaga kerahasiaan klien remaja, dan memenuhi kriteria peduli remaja.
d. Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil rujukan
kasus per kasus.
3. Konseling
Konseling adalah hubungan yang saling membantu antara konselor dan klien hingga
tercapai komunikasi yang baik, dan pada saatnya konselor dapat menawarkan
dukungan, keahlian dan pengetahuan secara berkesinambungan hingga klien dapat
mengerti dan mengenali dirinya sendiri serta permasalahan yang dihadapinya dengan
lebih baik dan selanjutnya menolong dirinya sendiri dengan bantuan beberapa aspek
dari kehidupannya.
Tujuan konseling dalam PKPR adalah:
a. Membantu klien untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya agar dapat
mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus dilakukannya untuk
mengatasi masalah tersebut.
b. Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber daya secara
memerlukan keterampilan dan sarana khusus, dan hanya dilakukan oleh petugas
terlatih khusus untuk penanggulangan HIV/AIDS.
4. Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)
Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme bahwa bila
remaja dibekali dengan keterampilan hidup sehat maka remaja akan sanggup
menangkal pengaruh yang merugikan bagi kesehatannya. PKHS merupakan adaptasi
dari Life Skills Education(LSE). Life skilsl atau keterampilan hidup adalah
kemampuan psikososial seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi
masalah dalam kehidupan se-hari-hari secara efektif. Keterampilan ini mempunyai
peran penting dalam promosi kesehatan dalam lingkup yang luas yaitu kesehatan
fisik, mental dan sosial.
Contoh yang jelas bahwa peningkatan keterampilan psikososial ini dapat memberi
kontribusi yang berarti dalam kehidupan keseharian adalah keterampilan mengatasi
masalah perilaku yang berkaitan dengan ketidak sanggupan mengatasi stres dan
tekanan dalam hidup dengan baik. Keterampilan psikososial di bidang kesehatan
dikenal dengan istilah PKHS. PKHS dapat diberikan secara berkelompok di mana
saja, di sekolah, Puskesmas, sanggar, rumah singgah dan sebagainya.
Kompetensi psikososial tersebut meliputi 10 aspek keterampilan, yaitu:
a. Pengambilan keputusan
Pada remaja keterampilan pengambilan keputusan ini berperan konstruktif dalam
menyelesaikan masalah berkaitan dengan hidupnya. Keputusan yang salah tak jarang
mengakibatkan masa depan menjadi suram.
b. Pemecahan masalah
Masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya keterampilan
pengambilan keputusan akan menyebabkan stres dan ketegangan fisik.
c. Berpikir kreatif
Membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Berpikir kreatif
terealisasi karena adanya kesanggupan untuk menggali alternatif yang ada dan
mempertimbangkan sisi baik dan buruk dari tindakan yang akan diambil. Meski tanpa
ada keputusan, berpikir kreatif akan membantu cara merespons segala situasi dalam
keseharian hidup secara fleksibel.
d. Berpikir kritis
Merupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan pengalaman secara
objektif, dengan demikian akan membantu mengenali dan menilai faktor yang
18
mempengaruhi sikap dan perilaku misalnya tata-nilai, tekanan teman sebaya, dan
media.
e. Komunikasi efektif
Membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik secara verbal maupun
nonverbal, sesuai dengan budaya dan situasi dalam cara menyampaikan keinginan,
pendapat, kebutuhan dan kekhawatirannya. Hal ini akan mempermudah remaja untuk
meminta nasihat atau pertolongan bilamana membutuhkan.
f. Hubungan interpersonal.
Membantu berhubungan dengan cara positif dengan orang lain, sehingga dapat
meciptakan persahabatan dan mempertahankan hubungan, hal yang penting untuk
kesejahteraan mental. Dapat meningkatkan hubungan baik sesama anggota keluarga,
untuk mendapatkan dukungan sosial. Keahlian ini diperlukan juga agar terampil
dalam mengakhiri hubungan yang tidak sehat dengan cara yang positif.
g. Kesadaran diri
Merupakan keterampilan pengenalan terhadap diri, sifat, kekuatan dan kelemahan,
pengenalan akan hal yang disukai dan dibenci. Kesadaran diri akan mengembangkan
kepekaan pengenalan dini akan adanya stres dan tekanan yang harus dihadapi.
Kesadaran diri ini harus dipunyai untuk menciptakan komunikasi yang efektif dan
hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan empati terhadap orang lain.
h. Empati
Dengan empati, meskipun dalam situasi yang tidak di kenal dengan baik, remaja
mampu membayangkan bagaimana kehidupan orang lain. Empati melatih remaja
untuk mengerti dan menerima orang lain yang mungkin berbeda dengan dirinya, dan
juga membantu menimbulkan perilaku positif terhadap sesama yang menderita.
i. Mengendalikan emosi
Keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana
emosi dapat mempengaruhi perilaku, memudahkan menggali kemampuan merespons
emosi dengan benar. Mengendalikan dan mengatasi emosi diperlukan karena luapan
emosi kemarahan atau kesedihan dapat merugikan kesehatan bila tidak disikapi secara
benar.
j. Mengatasi stres
Pengenalan stres dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh membantu
mengontrol stres dan mengurangi sumber penyebabnya. Misalnya membuat
perubahan di lingkungan sekitar atau merubah cara hidup (lifestyle). Disini diajarkan
19
pula bagaimana bersikap santai sehingga tekanan yang terjadi oleh stres yang tak
terhindarkan tidak berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius.
PKHS dapat dilaksanakan dalam bentuk drama, main-peran (role play), diskusi dll.
Contoh aplikasi keterampilan ini dalam kehidupan sehari-hari adalah cara menolak
ajakan atau tekanan teman sebaya untuk melakukan perbuatan berisiko, dan menolak
ajakan melakukan hubungan seksual di luar nikah.
Dengan menerapkan ajaran PKHS, remaja dapat mengambil keputusan segera untuk
menolak ajakan tersebut, merasa yakin akan kemampuannya menolak ajakan tersebut,
berpikir kreatif untuk mencari cara penolakan agar tidak menyakiti hati temannya dan
mengerahkan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan mengendalikan emosi,
sehingga penolakan akan berhasil dilaksanakan dengan mulus.
Pelaksanaan PKHS di Puskesmas disamping meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan hidup sehat dapat juga menimbulkan rasa gembira bagi remaja sehingga
dapat menjadi daya tarik untuk berkunjung kali berikut, serta mendorong melakukan
promosi tentang adanya PKPR di Puskesmas kepada temannya dan menjadi sumber
penular pengetahuan dan keterampilan hidup sehat kepada teman-temannya
5. Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya.
Pelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja sebagai
salah satu syarat keberhasilan PKPR. Dengan melatih remaja menjadi kader kesehatan
remaja yang lazim disebut pendidik sebaya, beberapa keuntungan diperoleh yaitu
pendidik sebaya ini akan berperan sebagai agen pengubah sebayanya untuk
berperilaku sehat, sebagai agen promotor keberadaan PKPR, dan sebagai kelompok
yang siap membantu dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR. Pendidik
sebaya yang berminat, berbakat, dan sering menjadi tempat curhat bagi teman yang
membutuhkannya dapat diberikan pelatihan tambahan untuk memperdalam
keterampilan interpersonal relationship dan konseling, sehingga dapat berperan
sebagai konselor remaja.
6. Pelayanan rujukan.
Sesuai kebutuhan, Puskesmas sebagai bagian dari pelayanan klinis medis,
melaksanakan rujukan kasus ke pelayanan medis yang lebih tinggi. Rujukan sosial
juga diperlukan dalam PKPR, sebagai contoh penyaluran kepada lembaga
keterampilan kerja untuk remaja pasca penyalah-guna napza, atau penyaluran kepada
lembaga tertentu agar mendapatkan program pendampingan dalam upaya rehabilitasi
20
direncanakan.
Apakah umpan balik tentang output dan proses dikaitkan dengan input.
Adakah faktor lingkungan atau eksternal (masyarakat, geografis, kebijakan setempat,
dll) dan faktor internal (provider, saran, dll) yang mempengaruhi pelaksanaan PKPR.
Dengan demikian tahapan melakukan monitoring adalah:
fokus sasarannya. Evaluasi fokusnya luas namun waktunya terbatas. Monitoring dilakukan
berkesinambungan dengan demikian kesenjangan yang ditemukan pada suatu waktu dapat
dibandingkan dengan hasil yang ditemukan pada kali berikut.
Monitoring terhadap akses dan kualitas PKPR diawali dengan melihat kepatuhan
terhadap standar PKPR yang diwakili oleh pelaksanaan konseling dan kelengkapan sarana,
berlanjut dengan melihat jangkauan pelayanan dari jumlah kunjungan dan kasus yang
ditangani baik di dalam maupun di luar gedung. Meskipun demikian kegiatan PKPR lainnya
seperti PKHS dan pelatihan calon pendidik sebaya harus dicatat, untuk melihat sejauh mana
lingkup kegiatan dilaksanakan.
21
Berikut standar dan indikator terpilih yang diperlukan untuk mengevaluasi kualitas
dan akses PKPR :
a. Kualitas:
Kompetensi petugas: kesesuaian langkah-langkah pelaksanaan konseling dengan
standar.
Sarana institusi: pemenuhan kriteria sarana untuk menjamin kerahasiaan dan
kenyamanan klien.
Kepuasan klien: terhadap kualitas sarana dan kompetensi petugas.
Kelengkapan jaringan pelayanan rujukan.
b. Akses:
Jumlah pelaksanaan KIE dan konseling kasus lama dan kasus baru, jumlah kunjungan
klien, klien lama dan baru, di dalam gedung dan di luar gedung.
Frekuensi petugas Puskesmas berperan menjadi narasumber atau fasilitator kegiatan
Penentuan standar kinerja dari masing-masing komponen (input, proses, output), penentuan
indikator (termasuk numerator dan denominatornya), pengembangan supervisi checklist
(daftar tilik) dalam monitoring/evaluasi dikerjakan oleh propinsi atau kabupaten, beserta
dengan pelaku pelayanan, menggunakan sistem QA yang berlaku di tempat masing-masing .
Instrumen monitoring dapat dipelajari oleh pihak Puskesmas untuk mengingatkan kembali
unsur yang harus diperhatikan dalam meningkatan akses dan kualitas PKPR. Wawancara
pasca pelayanan (exit interview) pada klien yang akan meninggalkan Puskesmas dilakukan
oleh petugas lain, menggambarkan tingkat kepuasan klien remaja tentang pelayanan yang
didapat. Komentar yang lebih jujur, kritik, saran dapat diperoleh melalui kotak saran yang
disediakan, karena diberikan secara anonimus.
Dalam monitoring PKPR, pengumpulan data dilakukan berkaitan dengan input (struktur),
proses (apakah pelayanan sesuai dengan standar) dan output (hasil pelayanan).
Input
Berupa sumber daya meliputi sarana, dana dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan dan
tersedia untuk melakukan PKPR
Proses
22
Berupa data kegiatan yang dilakukan agar tujuan PKPR dapat tercapai. Data yang
dikumpulkan meliputi jenis kegiatan, bagaimana melakukannya, dilakukan oleh siapa,
siapa sasarannya, kapan dan dimana kegiatan dilaksanakan
Output
Merupakan hasil kegiatan
23
BAB III
METODE
1.1
Jenis Metode
1.2.
Definisi Paguyuban penyandang Diabetes Melitus
Paguyuban adalah perkumpulan kekeluargaan, didirikan orang - orang yang sepaham
anggotanya. Paguyuban diabetes adalah wahana bagi para penderita penyakit Diabetes untuk saling menjalin kebersamaan antar sesama anggota
dan mencegah komplikasi serta meningkatkan kualitas hidup para anggota.5
3. 3 Tujuan
1.
2.
3.
4.
3. 4 Tahap Pembentukan
1. Sosialisasi dan penentuan visi misi8
Dilakukan sosialisasi baik di internal maupun eksternal melalui suatu pertemuan sehingga petugas puskesmas dan pimpinan /tokoh
masyarakat nantinya paham tentang pentingnya pembentukan paguyuban penyandang DM ini dan menyetujui pembentukan paguyuban ini.
Kemudian dilanjutkan dengan penentuan apa yang menjadi visi, misi dan tujuan paguyuban ini.
2. Pembentukan struktural dan rencana kegiatan paguyuban penyandang DM
Diperlukan adanya pembentukan struktural dalam paguyuban yang terdiri dari petugas puskesmas dan masyarakat yang potensial aktif
dalam paguyuban seperti kader atau tokoh yang berpengaruh dalam masyarakat. Kemudian didalam rencana kegiatan/kerja, yang menjadi
24
pelaksana terdiri dari petugas kesehatan yaitu dokter, ahli gizi, tim laboratorium, tim keperawatan dan tim jasmani. Dimana rencana kegiatan
direncanakan diselenggarakan secara rutin dan countinue.
3. Persiapan Internal Puskesmas
Tujuannya adalah mempersiapkan para petugas sehingga bersedia dan memiliki kemampuan dalam mengelola, melakukan pemetaan dan
membina paguyuban. Untuk itu, perlu dilakukan berbagai pertemuan, pelatihan dengan melibatkan seluruh petugas puskesmas.
4 . Koordinasi dengan Lintas Sektor Terkait
Tujuan koordinasi ini adalah agar terjalin komunikasi, sinergi, serta pengembangan program yang komprehensif dengan melibatkan
stakeholders yang dipandang perlu.
5. Pendekatan kepada Pimpinan /Tokoh masyarakat di wilayah
Tujuan pendekatan ini adalah mempersiapkan masyarakat, khususnya para pimpinan /tokoh berpengaruh, sehingga bersedia mendukung
penyelenggaraan Paguyuban. Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan material, seperti kesepakatan dan persetujuan untuk
pembentukan, dukungan dana, sarana dan tempat penyelenggaraan kegiatan Paguyuban.
6. Peresmian Pembentukan Paguyuban Penyandang DM
Peresmian dilaksanakan dalam suatu acara khusus yang dihadiri oleh pimpinan daerah, petugas kesehatan, tokoh masyarakat, dan
masyarakat di wilayah tersebut. Hal ini bertujuan untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang adanyaa pembentukan paguyuban
penyandang DM ini.
25
Penasehat : dr.M.Fathoni
Sekertaris : Aprina
Rosyana Amd.keb
Bendahara : Arien
Maharani Amd.keb
Koordinator
anggota : Ny.
Mujiati
26
VISI 8
Menjadikan paguyuban sehat Diabetes Melitus ini yang terbaik se kecamatan Cluring dalam hal :
1. Pemberian informasi tentang Diabetes Melitus
2. Pelayanan bermutu tetapi murah dan terjangkau oleh anggota
3. Tempat berbagi rasa antar sesama penderita
MISI
Untuk Mewujudkan visi dari paguyuban tersebut maka :
1. Pengurus paguyuban harus memiliki komitmen yang tinggi dalam memperjuangkan
kesehatan anggota.
27
3. 5. Kegiatan Paguyuban
Kegiatan yang akan di lakukan adalah pertemuan setiap bulan pada hari kamis minggu terakhir. Isi pertemuan tersebut berupa :
1. Pemeriksaan kesehatan secara umum meliputi tekanan darah, penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan serta status gizi
penderita
2. Pemeriksaan gula darah murah
28
Waktu
Februari 2016
Maret 2016
April 2016
Mei 2016
Juni 2016
Pembicara
Dokter Internsip pusk Benculuk
Dokter Internsip pusk Benculuk
Dokter Internsip pusk Benculuk
Dokter Internsip pusk Benculuk
Dokter Internsip pusk Benculuk
Materi
Apa kah Diabetes itu
Perawatan Kaki Diabetes
Olah Raga Diabetes
Nutrisi dan Diet Diabetes
Hasil Laboratorium penyakit
6
7
8
Juli 2016
Agustus 2016
September 2016
Diabetes
Koma Hipoglikemi
Obat - obatan Diabetes
Komplikasi Diabetes pada
9
10
11
12
Oktober 2016
November 2016
Desember 2016
Januari 2016
gigi
Penyegaran Diabetes
Kesehatan mental Diabetes
Kebutaan akibat Diabetes
Diabetes dan Hipertensi
Sumber pendanaan
Sumber pendaan Paguyuban Sehat Kencing Manis :
1. Dana sosial minimal Rp. 2000 perorang
29
Rp. 0
Rp. 180.000
Rp. 90.000
Rp. 108.000
Rp. 378.000
30
BAB III
BENTUK KEGIATAN
N
O
1.
KEGIATAN
TUJUAN
TANGGAL
TEMPAT
KEGIATAN
METODE
PERENCANAAN
1. Evaluasi program UKS.
2. Pemaparan program mini
Petugas
penanggung
project
3. Penyusunan program tindak
2
SASARAN
25/1/2015
sekolah
Diskusi
Benculuk
jawab program
UKS
1. Memberikan info kesehatan
Kader
25/2/2015
kepada peserta.
2. Meningkatkan kemandirian
peserta
1. Memberikan informasi dan
Kader
11/2/2015
Puskesmas
Kader
Sesuai jadwal
SMA negeri 1
Lisan dg
Cluring
presentasi
SMA negeri 1
Lisan dg
Cluring
presentasi
SMA negeri 1
Lisan dg
Cluring
presentasi
31
BAB IV
PROFIL KOMUNITAS UMUM
4.1 Profil Komunitas Umum Benculuk 2012
4.1.1 KEADAAN GEOGRAFI
Keadaan geografi wilayah kerja Puskesmas Benculuk sebagian besar (79,9%)
merupakan tanah pertanian yang subur, sisanya berupa tanah pekarangan (20,1%). Kondisi
letak tanah berupa dataran yang rata tanpa adanya dataran tinggi maupun dataran rendah.
Seluruhnya merupakan wilayah darat, tanpa adanya wilayah laut maupun kepulauan, hanya
ada beberapa sungai besar yang melalui wilayah tersebut. Wilayah kerja Puskesmas Benculuk
berada dalam posisi yang strategis karena dilalui jalan raya propinsi yang merupakan jalur
utama kendaraan umum dari Kabupaten Jember ke Banyuwangi. Sedangkan jalan yang
merupakan jalur dari Puskesmas Benculuk ke seluruh wilayah kerjanya semua dapat dilalui
dengan menggunakan kendaraan baik roda dua maupun roda empat.
4.1.2 BATAS WILAYAH
Puskesmas Benculuk merupakan salah satu Puskesmas Perawatan yang ada di wilayah
Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi dengan batas-batas :
Sebelah Utara : Kecamatan Srono
Sebelah Selatan : Wilayah Puskesmas Tampo
Sebelah Barat : Kecamatan Gambiran
Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Muncar
4) Dusun Trembelang
5) Dusun Karangrejo
Yang terbagi dalam 2RW dan 82 RT
2. Desa Benculuk, terdiri dari 5 Dusun :
1) Dusun Krajan
2) Dusun Purwosari
3) Dusun Kebonsari
4) Dusun Pancursari
5) Dusun Rejosari
Yang terbagi dalam 20 RW dan 97 RT
3. Desa Tamanagung, terdiri dari 4 dusun :
1) Dusun Krajan
2) usun Sumberjeruk
3) Dusun Sumberwaru
4) Dusun Sagad
Yang terbagi dalam 24 RW dan 60 RT
4. Desa Sraten, terdiri dari 3 Dusun :
1) un Karjan
2) Dusun Sukodadi
3) Dusun Tapansari
Yang terbagi dalam 15 RW dan 58 RT
5. Desa Sarimulyo, terdiri dari 4 Dusun :
1) Dusun Sempu
2) Dusun Cempokosari
3) Dusun Rejomulyo
4) Dusun Pandansari
Yan terbagi dalam 11 RW dan 43 RT
Tabel 4.1 JARAK PUSKESMAS DAN WAKTU TEMPUH
No
TUJUAN
JARAK
WAKTU
(km)
(menit)
Keterangan
33
45
Roda empat
33
45
Roda empat
33
33
45
Roda empat
RSUD Genteng
17
30
Roda empat
10
Roda dua
10
Roda dua
Roda dua
10
Roda dua
10
Roda dua
14
Roda dua
Perempuan
Total
: 43.664 jiwa
Jumlah KK
: 12.668 KK
TA
LAH
6138
3972
12133
8035
3592
7182
34
DESA
Cluring
Benculuk
Taman Agung
Sraten
Sarimulyo
JUMLAH
No
1
2
3
4
5
6
7
JENIS PEKERJAAN
Buruh Tani
Petani
PNS/ABNI
Swasta
Pensiunan
Bidang Jasa
Tukang
JUMLAH (%)
13,5%
44,8%
2,8%
5,6%
0,28%
1,5 %
1,6%
AGAMA
Islam
Kristen
Katolik
Hindu
Budha
Kepercayaan
JUMLAH (%)
98,3 %
1,27 %
0,18%
0,02%
0,14 %
0,04%
Data Pendidikan
Sarana Pendidikan
35
NO
1
2
3
4
5
6
JENIS PENDIDIKAN
TK
SD/MI
SLTP/MTS
SLTA/MA
PERGURUAN TINGGI
PONPES
JUMLAH MURID
34
42
10
5
2
8
JENIS PENDIDIKAN
JUMLAH MURID
1155
5181
2968
3550
2445
258
TK
SD/MI
SLTP/MTS
SLTP/MA
PERGURUAN TINGGI
PONPES
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
JENIS TENAGA
Dokter
Dokter gigi
Perawat (S1)
Perawat (D3)
Perawat 4SPK
Bidan (D4)
Bidan (D3)
Bidan P2B
Perawat gigi
Sanitarian (SPPH)
Ahli Gizi (D4)
Analis Lab(SMAK)
JUMLAH
3
1
3
14
4
3
14
1
1
1
1
1
PNS
PTT
2
1
2
5
4
3
8
1
1
1
1
1
THL
8
1
36
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Apoteker
Assisten Apoteker
D3 Farmasi
Fungs,Epidemiologi
Fungs,Penyuluh
Administrasi
Tenaga kebersihan
Penjaga malam
Pegawai dapur
Sopir
JUMLAH
1
1
1
2
1
8
1
1
2
1
65
1
1
1
2
1
6
1
40
1
2
1
18
SARANA
JML
BAIK
RUSAK
KETERANGA
N
KIJANG 1992
(rusak)
RODAEMPAT
(PUSLING)
RODA DUA
SARANA
KOMUNIKASI
Telepon /Faximile
HP
Email
1
2
3
BAIK
1
1
1
RUSAK
KETERANGAN
(0333) 396685
08223163258
benculukpuskesmas@gmail.co
m
NO
STRATA POSYANDU
JUMLAH
37
1
2
3
4
Posyandu Pratama
Posyandu Madya
Posyandu Purnama
Posyandu Mandiri
0
2
48
2
1
2
NO
SARANA KESEHATAN
Puskesmas Induk
Puskesmas Pembantu
Ponkesdes/pos Kesehatan
JUMLAH
1
3
5
RINCIAN
Puskesmas Benculuk
Pustu Cemetuk
Pustu Taman Agung
Pustu Sempu
Posko Karangrejo/
Krajan Cluring
Poskes
Trembelang/Cemetuk
Poskesdes Rejosari
Ponkesdes Sraten
Poskes
Polindes
Cempokosari/Sempu
Polindes Mubarokah
Cemetuk
Polindes Kusuma
Hasada Kr.rejo
Polindes Sartika
Puskesmas Keliling
Cempokosari
Kijang tahun 1992,
Hino 2011
38
BAB V
HASIL KEGIATAN
BAB VI
DISKUSI
39
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6. 1. KESIMPULAN
Penyakit tidak menular (PTM ) merupan masalah yang tengah berkembang di
masyarakat Indonesia. Berdasarkan estimasi terkini dari WHO , penyakit tidak menular
menyebabkan sekitar 52% kematian. Penyakit tidak menular seperti kanker, gangguan
respirasi, penyakit kardiovaskulerm, dan Diabetes Melitus, dapat menimbulkan kerugian
ekonomi, khususnya di negara yang sednag berkembang seperti Indonesia. Diabetes Melitus
menduduki penyakit ke 6 sebagai penyebab kematian penyakit tidak menular, sekitar1,3 juta
orang meninggal akibat DM dan 4 persen meninggal sebelum usia 70 tahun.(Depkes,
2013).
Meningkatnya prevalensi penderita diabetes melitus selain disebabkan karena faktor
genetik, gaya hidup di daerah perkotaan saat ini yang semakin buruk seperti merokok,
alkohol, dan makanan tidak sehatyang dapat menimbulkan obesitasdapat meningkatkan
resiko terkena Diabetes Melitusyang lebih banyak terjadi. Dalam hal kasus baru penderita
diabetes melitus Kebanyakan pasien tidak menyadari telah mengalami diabetes Melitus
karena kurangnya kesadaran sejak dini dan informasi yang tepat sehingga terjadi
peningkatan jumlah dari penderita telah mengalami komplikasi akibat dari tidak menaati
aturan diet (Soegondo, 2008).
40
6. 2.
SARAN
Dukungan keluarga penderita Diabetes melitus merupakan respon prilaku yang
positif dan subsistemnya dalam memecahkan suatu masalah atau mengurangi stress yang
dapat di derita oleh penderita Diabetes Melitus, karena pasien DM harus dapat beradaptasi
terhadap perubahan perubahan yang akan di jalani sepanjang hidup seperti aturan diet, oleh
karena itu dukungan keluarga yang positif dapat membantu pasien menerima stressor
stressor yang muncul tanpa memberi dampak negatif.
Selain dukungan keluarga pengelolaan pasien DM dalam menjalani aktivitas fisik
perlu di tingkatkan karna sangat terkait dengan kualitas hidup pasien DM dalam menurunkan
keluhan, mempertahankan rasa nyaman dengan penyakitnya, mencegah komplikasi lebih
lanjut dan menurunkan angka morbiditas. Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan primer di
masyarakat, berperan dalam peningkatan taraf kesehatan masyarakat di wilayahnya.
41
DAFTAR PUSTAKA
2. Sudoyo W.Aru (ed) dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. Edisi IV. Jilid III. Hal 1857.
3. Tanto Chris (ed) dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. Edisi ke 4. Hal 777.
42