Você está na página 1de 42

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
A. Gambaran umum dan permasalahan
Kelompok remaja, yaitu penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, di Indonesia
memiliki proporsi kurang lebih 1/5 dari jumlah seluruh penduduk. Ini sesuai dengan proporsi
remaja di dunia dimana jumlah remaja diperkirakan 1,2 miliar atau sekitar 1/5 dari jumlah
pendudukdunia (WHO, 2003).
Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat
baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini
menyebabkan remaja dimanapun ia menetap, mempunyai sifat khas yang sama yaitu
mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta
cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan
yang matang. Sifat tersebut dihadapkan pada ketersediaan sarana di sekitarnya yang dapat
memenuhi keingintahuan tersebut. Keadaan ini sering kali mendatangkan konflik batin dalam
diriya. Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan
jatuh ke dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat lanjutnya dalam
bentuk berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial, yang bahkan mungkin harus
ditanggung seumur hidupnya.
Data tentang perilaku hubungan seks pranikah pada pelajar terutama di kota besar
beberapa tahun terakhir ini cukup signifikan. Survei kecil yang dilakukan Yayasan Pelita Ilmu
di Plaza dan Mall Jakarta menemukan bahwa 42% dari 117 remaja 13-20 tahun pernah
berhubungan seks dan lebih dari separuh diantaranya masih aktif berhubungan seks dalam 13 bulan terakhir (Conrad,2000). Sebuah survei terhadap pelajar SMA di Manado
mendapatkan persentase 20% pada remaja laki-laki melakukan seks pranikah dan 6% pada
pada remaja perempuan (Utomo dkk, 1998). Tingginya infeksi HIV/AIDS di kalangan remaja
dapat dilihat pada angka kejadian HIV/AIDS sampai dengan bulan September 2004
dilaporkan sebanyak 5701 kasus dimana persentase tertinggi kasus AIDS 51, 7 % diderita
oleh sekelompok umur 20-29 tahun (laporan triwulan Subdit. AIDS dan PMS Depkes,
Oktober 2004). Selain itu beberapa rumah sakit di Jakarta, misalnya RSKO mencatat tentang
tingginya komplikasi berupa HIV AIDS selain Hepatitis B dan C akibat penggunaan jarum
suntik yang bergantian/tidak steril pada pencandu NAPZA di kalangan remaja. Sementara itu
dari hasil beberapa survei dapat disimpulkan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan
1

reproduksi masih rendah. Salah satu contoh: 46,2% remaja masih menganggap bahwa
perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan
persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan dengan
remaja putri (42,3%) (LDUI & BKKBN,1999) Dari survei yang sama juga terungkap bahwa
hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular Infeksi Menular
Seksual (IMS) bila memiliki pasangan lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan
berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial. Tingginya
perilaku berisiko pada remaja yang ditunjukkan dalam data-data diatas merupakan resultante
dari sifat khas remaja, pengetahuan remaja tentang kesehatan, nilai moral yang dianut serta
ada tidaknya kondisi lingkungan yang kondusif. Faktor lingkungan yang menyebabkan
perilaku berisiko pada remaja adalah kondisi lingkungan yang permisif terhadap perilaku
berisiko (ketersediaan fasilitas/sarana yang mendukung perilaku berisiko, ketiadaan
penegakan hukum terkait kesehatan) atau bahkan mendorong perilaku berisiko (melalui
informasi yang salah, iklan). Secara rinci, terjadinya faktor lingkungan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Informasi yang merugikan mudah diakses.
Hal ini terjadi seiring dengan pesatnya arus informasi melalui berbagai media cetak
dan elektronik. Meskipun banyak informasi bersifat positif, namun sering kali pula
informasi yang diberikan tidak dapat dipertanggungjawabkan misalnya karena tidak
tepat, kurang lengkap, tidak benar dan bahkan menjerumuskan.
2. Substansi merugikan mudah didapat.
Contoh substansi tersebut adalah video porno. pengedar buku dan audio visual porno,
mengakibatkan mudahnya remaja terpapar bahan-bahan yang merugikan tersebut.
3. Turunnya nilai-nilai sosial dalam masyarakat.
Globalisasi, menyebabkan budaya barat yang cenderung bebas, misalnya kebebasan
dalam pergaulan laki-perempuan ditiru oleh sebagian remaja, sementara perlindungan
terhadap akibat dari pergaulan bebas tersebut, tidak mudah didapatkan. Hal ini
diperburuk dengan lemahnya pengawasan orang tua.
4. Kemiskinan.
Kemiskinan dalam keluarga menyebabkan remaja tidak dapat melanjutkan sekolah
dan terpaksa harus bekerja dalam suasana penuh persaingan hingga mudah terpapar
berbagai tindak kekerasan, dan terjun ke dalam perilaku berisiko. Perilaku berisiko
yang mereka lakukan dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan tak diinginkan,
terinfeksinya penyakit menular seksual. Semua keadaan yang disebutkan di atas
menunjukkan besarnya masalah kesehatan pada remaja saat ini, dan mengisyaratkan
perlunya penanganan dengan segera secara lebih bersungguh-sungguh.
2

B. Situasi pelayanan kesehatan remaja di Indonesia


Program Kesehatan Remaja sudah mulai diperkenalkan di puskesmas sejak awal
dekade yang lalu. Selama lebih sepuluh tahun, program ini lebih banyak bergerak dalam
pemberian informasi, berupa ceramah, tanya jawab dengan remaja tentang masalah kesehatan
melalui wadah Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Karang Taruna, atau organisasi pemuda
lainnya dan kader remaja lainnya yang dibentuk oleh Puskesmas. Staf puskesmas berperan
sebagai fasilitator dan narasumber. Pemberian pelayanan khusus kepada remaja melalui
perlakuan khusus yang disesuaikan dengan keinginan, selera dan kebutuhan remaja belum
dilaksanakan. Dengan demikian, remaja, bila menjadi salah satu pengunjung puskesmas
masih diperlakukan selayaknya pasien lain sesuai dengan keluhan atau penyakitnya.
Melihat kebutuhan remaja dan memperhitungkan tugas puskesmas sebagai barisan
terdepan pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat, seharusnya Puskesmas memberikan
pelayanan yang layak kepada remaja sebagai salah satu kelompok masyarakat yang
dilayaninya. Pelayanan kesehatan remaja di puskesmas amat strategis dan dapat dilaksanakan
dengan efektif dan efisien mengingat ketersediaan tenaga kesehatan dan kesanggupan
jangkauan Puskesmas ke segenap penjuru Indonesia seperti halnya keberadaan remaja
sendiri, dari daerah perkotaan hingga terpencil perdesaan.
1.2 PERNYATAAN MASALAH
Kurangnya wawasan Masyarakan tentang TB di Desa Benculuk tentang pentingnya
Rumah Sehat dalam pencegahan penularan infeksi TB.

1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mencegah penularan infeksi TB melalui Rumah Sehat sehingga penyakit TB tidak
lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan

pengetahuan

masyarakat

tentang

Rumah

Sehat

dalam

penanggulangan penularan infeksi TB.


b. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penanggulangan penyakit TB.
c. Meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan dan perumahan melalui Rumah
Sehat.
3

1.4 MANFAAT
1. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru terutama
faktor kesehatan lingkungan rumah apa saja yang berhubungan dalam pencegahan
infeksi TB.
2. Bagi Instansi Terkait (Puskesmas Dan Dinas Kesehatan)
Sebagai bahan pertimbangan dan pemikiran bagi program pemberantasan penyakit
tuberkulosis paru terutama untuk menentukan kebijakan dalam perencanaan,
pelaksanaan serta evaluasi program Rumah Sehat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian PKPR
Pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja, menyenangkan,
menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka
akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi
kebutuhan tersebut.Singkatnya, PKPR adalah pelayanan kesehatan kepada remaja yang
mengakses semua golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien.
B. Tujuan PKPR di Puskesmas
Tujuan Umum:
1. Optimalisasi pelayanan kesehatan remaja di Puskesmas.
Tujuan Khusus:
1. Meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas.
2. Meningkatkan pemanfaatan Puskesmas oleh remaja untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah
kesehatan khusus pada remaja.
4. Meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pelayanan kesehatan remaja.
C. Ciri khas atau karakteristik PKPR
4

Berikut ini karakteristik PKPR merujuk WHO (2003) yang menyebutkan agar
Adolescent Friendly Health Services (AFHS) dapat terakses kepada semua golongaN
remaja, layak, dapat diterima, komprehensif, efektif dan efisien, memerlukan:
1. Kebijakan yang peduli remaja.
Kebijakan peduli remaja ini bertujuan untuk:

Memenuhi hak remaja sesuai kesepakatan internasional.


Mengakomodasi segmen populasi remaja yang beragam, termasuk kelompok yang

rapuh dan rawan.


Tidak membatasi pelayanan karena kecacatan, etnik, rentang usia dan status.
Memberikan perhatian pada keadilan dan kesetaraan gender dalam menyediakan

pelayanan.
Menjamin privasi dan kerahasiaan.
Mempromosikan kemandirian remaja, tidak mensyaratkan persetujuan orang tua, dan

memberikan kebebasan berkunjung.


Menjamin biaya yang terjangkau/gratis. Perlu kebijakan pemerintah daerah misalnya
pembebasan biaya untuk kunjungan remaja.

2.

Prosedur pelayanan yang peduli remaja.


Pendaftaran dan pengambilan kartu yang mudah dan dijamin kerahasiaannya.
Waktu tunggu yang pendek.
Dapat berkunjung sewaktu-waktu dengan atau tanpa perjanjian terlebih dahulu. Bila
petugas PKPR masih merangkap tugas lain, berkunjung dengan perjanjian akan lebih
baik, mencegah kekecewaan remaja yang datang tanpa bisa bertemu dengan petugas
yang dikehendaki.

3. Petugas khusus yang peduli remaja.


Mempunyai perhatian dan peduli, baik budi dan penuh pengertian, bersahabat,
memiliki kompetensi teknis dalam memberikan pelayanan khusus kepada remaja,

mempunyai keterampilan komunikasai interpersonal dan konseling.


Termotivasi bekerja-sama dengan remaja.
Tidak menghakimi, merendahkan, tidak bersikap dan berkomentar

menyenangkan.
Dapat dipercaya, dapat menjaga kerahasiaan.
Mampu dan mau mengorbankan waktu sesuai kebutuhan.
Dapat ditemui pada kunjungan ulang.
Menunjukkan sikap menghargai kepada semua remaja dan tidak membedakannya.
Memberikan informasi dan dukungan cukup hingga remaja dapat memutuskan pilihan

tidak

tepat untuk mengatasi masalahnya atau memenuhi kebutuhannya.


5

4. Petugas pendukung yang peduli remaja.


Bagi petugas lain yang berhubungan pula dengan remaja, misalnya petugas loket,
laboratorium dan unit pelayanan lain juga perlu menunjukkan sikap menghargai

kepada semua remaja dan tidak membedakannya.


Mempunyai kompetensi sesuai bidangnya masing-masing.
Mempunyai motivasi untuk menolong dan memberikan dukungan pada remaja.

5. Fasilitas kesehatan yang peduli remaja.


Lingkungan yang aman. Lingkungan aman disini berarti bebas dari ancaman dan
tekanan dari orang lain terhadap kunjungannya sehingga menimbulkan rasa tenang

dan membuat remaja tidak segan berkunjung kembali.


Lokasi pelayanan yang nyaman dan mudah dicapai. Lokasi ruang konseling tersendiri,
mudah dicapai tanpa perlu melalui ruang tunggu umum atau ruang-ruang lain
sehingga menghilangkan kekhawatiran akan bertemu seseorang yang mungkin

beranggapan buruk tentang kunjungannya (stigma).


Fasilitas yang baik, menjamin privasi dan kerahasiaan. Suasana semarak berselera
muda dan bukan muram, dari depan gedung sampai ke lingkungan ruang pelayanan,
merupakan daya tarik tersendiri bagi remaja agar berkunjung. Hal lain adalah adanya
kebebasan pribadi (privasi) di ruang pemeriksaan, ruang konsultasi dan ruang tunggu,
di pintu masuk dan keluar, serta jaminan kerahasiaan. Pintu dalam keadaan tertutup
pada waktu pelayanan dan tidak ada orang lain bebas keluar masuk ruangan.
Kerahasiaan dijamin pula melalui penyimpanan kartu status dan catatan konseling di
lemari yang terkunci, ruangan yang kedap suara, pintu masuk keluar tersendiri, ruang
tunggu tersendiri, petugas tidak berteriak memanggil namanya atau menanyakan
identitas dengan suara keras. Jam kerja yang nyaman. Umumnya waktu pelayanan
yang sama dengan jam sekolah menjadi salah satu faktor penghambat terhadap akses

pelayanan.
Jam pelayanan yang menyesuaikan waktu luang remaja menjadikan konseling dapat
dilaksanakan dengan santai, tidak terburu-buru, dan konsentrasi terhadap pemecahan

masalah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.


Tidak adanya stigma. Pemberian informasi kepada semua pihak akan meniadakan
stigma misalnya tentang kedatangan remaja ke puskesmas yang semula dianggap pasti

mempunyai masalah seksual atau penyalahgunaan NAPZA.


Tersedia materi KIE. Materi KIE perlu disediakan baik di ruang tunggu maupun di
ruang konseling. Perlu disediakan leaflet yang boleh dibawa pulang tentang berbagai
6

tips atau informasi kesehatan remaja. Hal ini selain berguna untuk memberikan
pengetahuan melalui bahan bacaan juga merupakan promosi tentang adanya PKPR
kepada sebayanya yang ikut membaca brosur tersebut.
6. Partisipasi/keterlibatan remaja.
Remaja mendapat informasi yang jelas tentang adanya pelayanan, cara mendapatkan
pelayanan,

kemudian

memanfaatkan

dan

mendukung

pelaksanaannya

serta

menyebarluaskan keberadaannya.
Remaja perlu dilibatkan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
pelayanan. Ide dan tindak nyata mereka akan lebih mengena dalam perencanaan dan
pelaksanaan pelayanan karena mereka mengerti kebutuhan mereka, mengerti
bahasa mereka, serta mengerti bagaimana memotivasi sebaya mereka. Sebagai
contoh ide tentang interior design dari ruang konseling yang sesuai dengan selera
remaja, ide tentang cara penyampaian kegiatan pelayanan luar gedung hingga
diminati remaja, atau cara rujukan praktis yang dikehendaki.

7. Keterlibatan masyarakat.
Perlu dilakukan dialog dengan masyarakat tentang PKPR ini hingga masyarakat:
Mengetahui tentang keberadaan pelayanan tersebut dan menghargai nilainya.
Mendukung kegiatannya dan membantu meningkatkan mutu pelayanannya.
8. Berbasis masyarakat, menjangkau ke luar gedung, serta mengupayakan pelayanan
sebaya.
Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan jangkauan pelayanan. Pelayanan sebaya
adalahKIE untuk konseling remaja dan rujukannya oleh teman sebayanya yang terlatih
menjadi pendidik sebaya (peer educator). atau konselor sebaya (peer counselor).
9. Pelayanan harus sesuai dan komprehensif.
Meliputi kebutuhan tumbuh kembang dan kesehatan fisik, psikologis dan sosial.
Menyediakan paket komprehensif dan rujukan ke pelayanan terkait remaja lainnya.
Harus dijamin kelancaran prosedur rujukan timbal balik. Kurang terinformasikannya
keberadaan PKPR di puskesmas pada institusi yang ada di masyarakat mengakibatkan
rujukan tidak efektif. Sebaliknya kemitraan yang kuat dengan pemberi layanan

kesehatan dan sosial lainnya akan melancarkan proses rujukan timbal balik.
Menyederhanakan proses pelayanan, meniadakan prosedur yang tidak penting.

10. Pelayanan yang efektif


7

Dipandu oleh pedoman dan prosedur tetap penatalaksanaan yang sudah teruji.
Memiliki sarana prasarana cukup untuk melaksanakan pelayanan esensial.
Mempunyai sistem jaminan mutu bagi pelayanannya.

11. Pelayanan yang efisien


Mempunyai SIM (Sistem Informasi Manajemen) termasuk informasi tentang biaya
dan mempunyai sistem agar informasi tersebut dapat dimanfaatkan.
D. Strategi pelaksanaan dan pengembangan PKPR di Puskesmas.
Mempertimbangkan berbagai keterbatasan Puskesmas dalam menghadapi hambatan
untuk dapat memenuhi elemen karakteristik tersebut diatas, maka perlu digunakan strategi
demi keberhasilan dalam pengembangan PKPR di puskesmas, sebagai berikut:
1. Penggalangan kemitraan, dengan membangun kerjasama atau jejaring kerja.
Meskipun keempat aspek upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif) menjadi tugas keseharian Puskesmas, namun melihat kompleks dan luasnya
masalah kesehatan remaja, kemitraan merupakan suatu hal yang esensial khususnya untuk
upaya promotif dan preventif. Penggalangan kemitraan didahului dengan advokasi kebijakan
publik, sehingga adanya PKPR di puskesmas dapat pula dipromosikan oleh pihak lain, dan
selanjutnya dikenal dan didukung oleh masyarakat. Selain itu, kegiatan di luar gedung, yang
menjadi bagian dari kegiatan PKPR, amat memerlukan kemitraan dengan pihak di luar
kesehatan. Kegiatan berupa KIE, serta Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat/PKHS (life
Skills Education/LSE) seperti ceramah, diskusi, role play, seperti halnya konseling, dapat
dilakukan oleh petugas terlatih di luar sektor kesehatan dan LSM.
2. Pemenuhan sarana dan prasarana dilaksanakan secara bertahap.
Strategi penahapan ini penting, memperhatikan urgensi dilaksanakannya PKPR dan
keterbatasan kemampuan pemerintah, hingga PKPR dapat segera dilaksanakan, sambil
dilakukan penyempurnaan dalam memenuhi kelengkapan sarana dan prasarana.
3. Penyertaan remaja secara aktif.
Dalam semua aspek pelayanan mulai perencanaan, pelaksanaan pelayanan dan
evaluasi, remaja secara aktif diikut-sertakan. Dalam menyertakan remaja dianjurkan dipilih
kelompok remaja laki-laki dan perempuan yang dapat bersuara mewakili Puskesmas untuk
informasi penyediaan pelayanan kepada sebayanya dan sebaliknya mewakili sebayanya
meneruskan keinginan, kebutuhan, dan harapannya berkaitan dengan penyediaan pelayanan.
Selain itu dengan keterlibatan remaja ini, informasi pelayanan dapat cepat meluas,
8

menjangkau baik remaja laki-laki maupun perempuan, serta memperkenalkan lebih awal
konsep keadilan dan kesetaraan gender.
4. Penentuan biaya pelayanan serendah mungkin.
Pada awal pelaksanaan diupayakan biaya pelayanan serendah mungkin, bahkan kalau
mungkin gratis.
5. Dilaksanakannya kegiatan minimal.
Pemberian KIE, pelaksanaan konseling serta pelayanan klinis medis termasuk
laboratorium dan rujukan, harus lengkap dilaksanaan secara bersamaan dari sejak awal
dilaksanakannya PKPR. Tanpa konseling, pelayanan tidak akan disebut PKPR, melainkan
pelayanan kesehatan remaja seperti sebelum dikenalnya PKPR.
6. Ketepatan penentuan prioritas sasaran.
Keberhasilan pelayanan ditentukan antara lain oleh ketepatan penetapan sasaran,
sesuai dengan hasil kajian sederhana sebelum pelayanan dimulai. Sasaran ini misalnya remaja
sekolah, anak jalanan, karang taruna, buruh pabrik, pekerja seks komersial remaja dan
sebagainya.
7. Ketepatan pengembangan jenis kegiatan.
Perluasan kegiatan minimal PKPR ditentukan sesuai dengan masalah dan kebutuhanm
setempat serta sesuai dengan kemampuan Puskesmas, misalnya pelaksanaan PKHS dengan
pilihan kegiatan mengadakan FGD (Focus Group Discussion/diskusi kelompok terarah
diantara remaja tentang seks pra-nikah didukung dengan penyebarluasan mslogan dan
keterampilan bagaimana bilang tidak untuk seks- pranikah.
8. Pelembagaan monitoring dan evaluasi internal.
Monitoring dan evaluasi secara periodik yang dilakukan oleh tim Jaminan Mutu
Puskesmas merupakan bagian dari upaya peningkatan akses dan kualitas PKPR.
E. Langkah langkah pembentukan dan pelaksanaan PKPR di Puskesmas
1.
a.

b.

Identifikasi masalah melalui kajian sederhana:


Gambaran remaja di wilayah kerja :
Jumlah remaja, pendidikan, pekerjaan.
Perilaku berisiko: Seks pranikah, rokok, tawuran dan kekerasan lainnya.
Masalah kesehatan: kehamilan remaja, gizi, HIV/AIDS, penyalah-gunaan NAPZA.
Identifikasi sudut pandang remaja tentang sikap dan tata-nilai berhubungan dengan
perilaku berisiko, masalah kesehatan yang ingin diketahui, dan pelayanan apa yang

dikehendaki.
c. Jenis upaya kesehatan remaja yang ada.
9

d. Identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana termasuk buku-buku pedoman tentang


kesehatan remaja.
Metoda kajian adalah dengan mengambil data sekunder dari berbagai sumber, pemerintah
dan swasta, dan wawancara dengan sasaran langsung (remaja) atau tidak langsung (orang
tua, guru, pengurus asrama remaja dan sebagainya).
Hasil kajian ini diperlukan sebagai bahan perencanaan lanjutan untuk menentukan:
a. Materi KIE yang digunakan untuk remaja sesuai dengan tingkat pendidikan dan
permasalahan yang dihadapi.
b. Penekanan materi dalam pelatihan petugas sesuai besaran masalah remaja di wilayah
c.
d.
e.
f.
g.

kerja.jenis pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan remaja di wilayahnya


Kelompok sasaran prioritas yang akan diintervensi.
Terobosan dan inovasi kegiatan.
Strategi advokasi sebelum dilaksanakannya PKPR.
Strategi menjalin kemitraan.
Data dasar untuk menilai dampak keberhasilan PKPR di kemudian hari.

2. Advokasi Kebijakan Publik.


Kegiatan ini merupakan upaya untuk mempengaruhi kebijakan publik melaui berbagai
bentuk komunikasi persuasif. Yang dimaksud kebijakan publik adalah pernyataan,
kebijakan dari penguasa (praktek yang diberlakukan akibat dorongan/kesan yang
ditimbulkan penguasa) dengan tujuan mengarahkan dan mengendalikan institusi,
masyarakat, atau individu.
Dengan advokasi ini diharapkan akan menghasilkan tim atau jejaring kerjasama di
wilayah kerja untuk mendapatkan dukungan semua pihak hingga dapat mempercepat
keberhasilan pembentukan dan pelaksanaan PKPR.
Contoh praktis bentuk dukungan dimaksud misalnya:
a. Dukungan dari pemerintah daerah setempat dan pengadaan dana untuk pelaksanaan
PKPR (antara lain pengadakan poster, pengadaan ruang konseling, biaya rujukan,
kegiatan di rumah singgah dan lain-lain)
b. Penggalian potensi masyarakat dalam pendanaan misalnya untuk:
Pengadaan ruangan konseling
Biaya rujukan
Pembebasan retribusi atau pelayanan gratis untuk remaja di Puskesmas.
c. Pembentukan jaringan khusus melalui peran politis untuk memperkuat sistem rujukan,
berupa:
10

rujukan sosial, antara lain penyaluran pelatihan keterampilan remaja pasca rehabilitasi

NAPZA, atau mempersiapkan remaja pranikah.


rujukan medis, untuk kelanjutan bantuan medis bagi remaja yang memerlukannya.
rujukan pranata hukum, diperlukan untuk kasus tindak kekerasan.

3. Persiapan pelaksanaan PKPR di Puskesmas.


Kegiatan pada persiapan ini bertujuan untuk membentuk Puskesmas Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR), berdasarkan urut berikut:
a. Sosialisasi internal.
Bertujuan untuk mendapatkan

kesepakatan

semua

staf

Puskesmas

untuk

menyelenggarakan PKPR di Puskesmasnya.


b. Penunjukan petugas peduli remaja.
Syarat utama petugas PKPR harus mempunyai minat untuk membantu remaja, yang tentu
diikuti dengan minat untuk mempelajari teknik berkomunikasi, teknik konseling dan
materi penunjang lain dalam melaksanakan PKPR. Sedapat mungkin dipilih petugas yang
masih akan bekerja di Puskesmas selama 3 tahun mendatang.
c. Pembentukan Tim.
Tim terdiri dari dokter Puskesmas, paramedis (bidan dan perawat), petugas UKS, petugas
penyuluhan, petugas Gizi, dan petugas lain yang dibutuhkan.
d. Pelatihan formal petugas PKPR.
Agar dapat melaksanakan PKPR dengan baik perlu ditunjuk petugas tambahan yang
bekerja dalam tim, atau sebagai petugas pengganti. Petugas ini dapat dilatih tersendiri
oleh dokter Puskesmas terlatih, sebelum mendapat kesempatan diikutsertakan dalam
pelatihan resmi.
e. Penentuan jenis kegiatan dan pelayanan serta sasaran.
Selain ketiga kegiatan yang dipersyaratkan yaitu KIE, konseling dan pelayanan klinis
medis termasuk laboratorium dan rujukannya. Puskesmas dapat memutuskan untuk
memperluas jenis kegiatannya baik di dalam atau di luar gedung serta menentukan
sasaran berdasarkan kondisi dan situasi wilayah serta kebutuhan remaja setempat.
Kegiatan ini strategis untuk meningkatkan akses di kemudian hari.
Beberapa contoh perluasan kegiatan, adalah:

Penyediaan pelayanan hot-line di Puskesmas.


Kegiatan ini selain menjawab kebutuhan remaja juga akan menjadi sarana promosi
PKPR. Penyebaran informasi tentang adanya layanan hot-line tersebut dilakukan
11

melalui media cetak dan elektronik atau juga dilakukan oleh klien yang puas atas

layanan hot-line tersebut.


Penanganan anak jalanan di wilayah Puskesmas.
Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang tinggi pada sasaran anak jalanan.
Melalui kegiatan ini jejaring kerja terkait masalah remaja akan lebih terbina sehingga
mengungkit dukungan dari institusi atau sektor lain seminat dan pada akhirnya

mempermudah tercapainya peningkatkan kualitas dan akses PKPR.


Vitalisasi/revitalisasi pembinaan dan pelaksanaan UKS di Sekolah Lanjutan.
Mendidik kader kesehatan sekolah (Pendidik/Konselor sebaya), serta pengenalan
PKHS melalui UKS di sekolah yang belum terpapar PKHS. Kegiatan-kegiatan ini
menyebabkan jangkauan pelayanan PKPR akan meningkat secara berantai dan
berkesinambungan, sesuai sifat kelompok remaja, yaitu senang menyebarkan
informasi berantai dan menggulirkan keahlian kepada adik kelasnya.
Dengan demikian kegiatan yang dipilih masing-masing Puskesmas dapat amat

bervariasi dan dapat menjadi terobosan untuk meningkatkan PKPR di kemudian hari.
f. Pemenuhan sarana dan prasarana.
Pemenuhan sarana dan prasarana ini selain memberikan kenyamanan, menjaga privasi
serta menjamin kerahasiaan bagi klien, juga mempermudah bagi pemberi layanan.
Melihat rata-rata kondisi dan kemampuan Puskesmas saat ini, pemenuhan sarana ini
memerlukan upaya khusus. Privasi, kenyamanan, suasana yang menarik dan fasilitas yang
baik saling terkait satu sama lain.
Menunggu hal tersebut terealisasi, (misalnya untuk menjaga privasi dan kerahasiaan
harus ada ruang konseling tersendiri yang nyaman, mempunyai pintu masuk dan keluar
tersendiri), PKPR mulai dilaksanakan dengan fasilitas yang ada namun diusahakan
dimanfaatkan semaksimal mungkin mendekati kriteria PKPR. Untuk Puskesmas dimana
seringkali tidak lagi mempunyai ruang tersisa, upaya pengadaan ruang khusus ini dapat
diusahakan bertahap.
Ruang konseling dapat disiasati dengan memanfaatkan ruang dokter, ruang KIA atau
ruang lain seusai jam kerja, atau membuat sekat tersendiri/merubah tata letak ruangan dan
menyisihkan ruang untuk konsultasi dengan memilih lokasi yang kira-kira diminati
remaja: tidak mencolok, dan ada kesan privasi serta bernuansa remaja.
Bila kerjasama forum yang dibina oleh Camat berjalan dengan baik, diharapkan
masyarakat dapat aktif berpartisipasi dan membantu pengadaan sarana dan prasarana
PKPR ini.
g. Penentuan prosedur pelayanan.
12

Termasuk di dalamnya penentuan biaya pelayanan, jam buka, penentuan desain, proses
pemberian dan penyimpanan kartu, register dan catatan (status) medis/konseling, serta
penentuan alur pelayanan. Pertimbangan kerahasiaan dan efisiensi juga merupakan bagian
penting. Prosedur pelayanan menjadi bagian kritis dan menjadi salah satu penentu apakah
remaja tersebut akan datang atau tertarik untuk kembali, serta mempromosikan PKPR
kepada teman-temannya. Remaja yang puas terhadap pelayanan akan menjadi pelanggan
yang puas dan dengan sukarela membantu mempromosikan keberadaan PKPR tersebut.
4. Sosialisasi eksternal.
Sosialisasi eksternal dapat dilakukan di setiap kesempatan tempat dan waktu, baik
dalam forum resmi ataupun tidak resmi. Pelibatan pers setempat dari media cetak
ataupun elektronik dapat membantu mempercepat sosialisasi. Sosialisasi dapat pula
dilakukan di tempat remaja berada antara lain di sekolah, komunitas/organisasi remaja:
karang taruna, sanggar seni atau gelanggang remaja dalam bentuk pampangan poster,
selebaran, leaflet atau informasi verbal di sela-sela ceramah / KIE berkaitan dengan
masalah remaja.
5. Pelaksanaan PKPR.
Perlu dipahami, penyelenggaraan PKPR di Puskesmas ini penting segera dilaksanakan,
meskipun pemenuhan sarana dan prasarana belum sempurna. Penyempurnaan dilakukan
secara bertahap dan berkesinambungan. Kegiatan KIE di dalam dan di luar gedung perlu
ditingkatkan dengan tidak melupakan pelayanan medis dan konseling
F. Alur dan langkah pelaksanaan PKPR pada klien
Dalam melayani remaja, pemberian pelayanan secara komprehensif hendaknya selalu
melekat pada pemikiran dan tindakan dari petugas. Tahapan pelayanan pada klien
digambarkan pada bagan di bawah ini:
Klien datang ( kiriman, sendiri)
Melalui loket umum / loket khusus / langsung diregister di ruang konseling
Anamnesa

Identitas
Apa yang sudah diketahui:

Tentang KRR

Perubahan fisik dan psikis


Masalah yang mungkin timbul dan cara menghadapinya

Tentang perilaku hidup sehat pada remaja

Pemeliharaan kesehatan (gizi, personal hygiene)


13

Hal-hal yang perlu dihindari (Napza, Seks bebas)


Pergaulan sehat antara laki-laki dan perempuan

Tentang persiapan berkeluarga

Kehamilan, KB, IMS, HIV/AIDS

Masalah yang dihadapi antara lain

Fisik, Psikis
Kekerasan,
Pergaulan antara laki-laki dan perempuan,

Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda anemi, KEK


Tanda-tanda kekerasan terhadap perempuan/KtP

Pelayanan Konseling
Tidak perlu pelayanan klinis medis pulang
Konseling lanjutan bila perlu
Perlu pelayanan klinis medis/lab

Pemeriksaan Infeksi Saluran Reproduksi


Kehamilan, perkosaan
Pasca Keguguran, kontrasepsi
Konseling lanjutan bila perlu
Konseling Lanjutan bila perlu

Berkaitan dengan alur pemikiran komprehensif yang telah disebutkan terdahulu, dalam
memberikan pelayanan, petugas perlu selalu menganalisa tentang keterkaitan perilaku,
gangguan fisik yang diakibatkannya, serta mengacu kepada standar penanganan
masingmasing kasus.
Contoh dibawah ini alur pemikiran akibat lanjut remaja seksual aktif dan penanganannya,
menggambarkan pelayanan yang terintegratif dari paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Esensial (PKRE) yang terdiri dari komponen KB, KIA, Pencegahan dan Penanggulangan
Infeksi Menular Seksual serta Kesehatan Reproduksi Remaja, tetap terpelihara.
Remaja seksual aktif
Kemungkinan terjadi
14

atau akibat lanjutan


Penanganan
KTD
Anamnesa
Pemeriks. fisik
Konseling untuk
mempertahankan kehamilan
Hamil dgn IMS.
sembuh
cacat
mati infertil
Konseling Penanganan klinis
Tidak hamil tidak IMS.
Konseling
KIE Seks aman
Tak hamil dengan IMS.
Konseling
Terapi
KIE Seks
Aman
Klien melakukan terminasi kehamilan: perdarahan
infeksi, infertil, eklamsi
Penanganan klinis
Bila perlu rujuk (SOP)
Konseling
KIE Seks aman
Kehamilan diteruskan
Konseling
15

KIE Seks aman


Pre-natal Care
Bila perlu rujuk(SOP)
Pertolongan persalinan
Bila perlu rujuk (SOP)
Ibu:
Selamat/meninggal
Persalinan macet
Eklamsi
Perdarahan
Bayi:
Selamat
BBLR
Prematur
Cacat
G. Jenis kegiatan dalam PKPR
Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dilaksanakan di
dalam gedung atau di luar gedung, untuk sasaran perorangan atau kelompok, dilaksanakan
oleh petugas Puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat, berdasarkan
kemitraan. Jenis kegiatan meliputi :
1. Pemberian Informasi dan edukasi.
a. Dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung, secara perorangan atau
berkelompok.
b. Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah atau dari
lintas sektor terkait dengan menggunakan materi dari (atau sepengetahuan)
Puskesmas..
c. Menggunakan metoda ceramah tanya jawab, FGD (Focus Group Discussion), diskusi
interaktif, yang dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau media elektronik
(radio, email, dan telepon/hotline, SMS).
d. Menggunakan sarana KIE yang lengkap, dengan bahasa yang sesuai dengan
bahasa sasaran (remaja, orang tua, guru ) dan mudah dimengerti. Khusus untuk
16

remaja perlu diingat untuk bersikap tidak menggurui serta perlu bersikap santai.
2. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang berkunjung ke Puskesmas
adalah:
a. Bagi klien yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan mengacu pada
prosedur tetap penanganan penyakit tersebut.
b. Petugas dari BP umum, BP Gigi, KIA dll dalam menghadapi klien remaja yang
datang, diharapkan dapat menggali masalah psikososial atau yang berpotensi menjadi
masalah khusus remaja, untuk kemudian bila ada, menyalurkannya ke ruang
konseling bila diperlukan.
c. Petugas yang menjaring remaja dari ruang lain tersebut dan juga petugas penunjang
seperti loket dan laboratorium seperti halnya petugas khusus PKPS juga harus
menjaga kerahasiaan klien remaja, dan memenuhi kriteria peduli remaja.
d. Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil rujukan
kasus per kasus.
3. Konseling
Konseling adalah hubungan yang saling membantu antara konselor dan klien hingga
tercapai komunikasi yang baik, dan pada saatnya konselor dapat menawarkan
dukungan, keahlian dan pengetahuan secara berkesinambungan hingga klien dapat
mengerti dan mengenali dirinya sendiri serta permasalahan yang dihadapinya dengan
lebih baik dan selanjutnya menolong dirinya sendiri dengan bantuan beberapa aspek
dari kehidupannya.
Tujuan konseling dalam PKPR adalah:
a. Membantu klien untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya agar dapat
mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus dilakukannya untuk
mengatasi masalah tersebut.
b. Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber daya secara

berkesinambungan hingga dapat membantu klien dalam:


Mengatasi kecemasan, depresi atau masalah kesehatan mental lain.
Meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi pada dirinya.
Mempunyai motivasi untuk mancari bantuan bila menghadapi masalah.
Konseling merupakan kegiatan yang dapat mewakili PKPR. Sebab itu langkah
pelaksanaannya perlu dijadikan standar dalam menilai kualitas pelaksanaan PKPR.
VCT (Voluntary Counseling and Testing for HIV/AIDS) adalah konseling khusus
diikuti oleh pemeriksaan laboratoriun untuk HIV/AIDS atas dasar sukarela. VCT
17

memerlukan keterampilan dan sarana khusus, dan hanya dilakukan oleh petugas
terlatih khusus untuk penanggulangan HIV/AIDS.
4. Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)
Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme bahwa bila
remaja dibekali dengan keterampilan hidup sehat maka remaja akan sanggup
menangkal pengaruh yang merugikan bagi kesehatannya. PKHS merupakan adaptasi
dari Life Skills Education(LSE). Life skilsl atau keterampilan hidup adalah
kemampuan psikososial seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi
masalah dalam kehidupan se-hari-hari secara efektif. Keterampilan ini mempunyai
peran penting dalam promosi kesehatan dalam lingkup yang luas yaitu kesehatan
fisik, mental dan sosial.
Contoh yang jelas bahwa peningkatan keterampilan psikososial ini dapat memberi
kontribusi yang berarti dalam kehidupan keseharian adalah keterampilan mengatasi
masalah perilaku yang berkaitan dengan ketidak sanggupan mengatasi stres dan
tekanan dalam hidup dengan baik. Keterampilan psikososial di bidang kesehatan
dikenal dengan istilah PKHS. PKHS dapat diberikan secara berkelompok di mana
saja, di sekolah, Puskesmas, sanggar, rumah singgah dan sebagainya.
Kompetensi psikososial tersebut meliputi 10 aspek keterampilan, yaitu:
a. Pengambilan keputusan
Pada remaja keterampilan pengambilan keputusan ini berperan konstruktif dalam
menyelesaikan masalah berkaitan dengan hidupnya. Keputusan yang salah tak jarang
mengakibatkan masa depan menjadi suram.
b. Pemecahan masalah
Masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya keterampilan
pengambilan keputusan akan menyebabkan stres dan ketegangan fisik.
c. Berpikir kreatif
Membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Berpikir kreatif
terealisasi karena adanya kesanggupan untuk menggali alternatif yang ada dan
mempertimbangkan sisi baik dan buruk dari tindakan yang akan diambil. Meski tanpa
ada keputusan, berpikir kreatif akan membantu cara merespons segala situasi dalam
keseharian hidup secara fleksibel.
d. Berpikir kritis
Merupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan pengalaman secara
objektif, dengan demikian akan membantu mengenali dan menilai faktor yang
18

mempengaruhi sikap dan perilaku misalnya tata-nilai, tekanan teman sebaya, dan
media.
e. Komunikasi efektif
Membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik secara verbal maupun
nonverbal, sesuai dengan budaya dan situasi dalam cara menyampaikan keinginan,
pendapat, kebutuhan dan kekhawatirannya. Hal ini akan mempermudah remaja untuk
meminta nasihat atau pertolongan bilamana membutuhkan.
f. Hubungan interpersonal.
Membantu berhubungan dengan cara positif dengan orang lain, sehingga dapat
meciptakan persahabatan dan mempertahankan hubungan, hal yang penting untuk
kesejahteraan mental. Dapat meningkatkan hubungan baik sesama anggota keluarga,
untuk mendapatkan dukungan sosial. Keahlian ini diperlukan juga agar terampil
dalam mengakhiri hubungan yang tidak sehat dengan cara yang positif.
g. Kesadaran diri
Merupakan keterampilan pengenalan terhadap diri, sifat, kekuatan dan kelemahan,
pengenalan akan hal yang disukai dan dibenci. Kesadaran diri akan mengembangkan
kepekaan pengenalan dini akan adanya stres dan tekanan yang harus dihadapi.
Kesadaran diri ini harus dipunyai untuk menciptakan komunikasi yang efektif dan
hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan empati terhadap orang lain.
h. Empati
Dengan empati, meskipun dalam situasi yang tidak di kenal dengan baik, remaja
mampu membayangkan bagaimana kehidupan orang lain. Empati melatih remaja
untuk mengerti dan menerima orang lain yang mungkin berbeda dengan dirinya, dan
juga membantu menimbulkan perilaku positif terhadap sesama yang menderita.
i. Mengendalikan emosi
Keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana
emosi dapat mempengaruhi perilaku, memudahkan menggali kemampuan merespons
emosi dengan benar. Mengendalikan dan mengatasi emosi diperlukan karena luapan
emosi kemarahan atau kesedihan dapat merugikan kesehatan bila tidak disikapi secara
benar.
j. Mengatasi stres
Pengenalan stres dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh membantu
mengontrol stres dan mengurangi sumber penyebabnya. Misalnya membuat
perubahan di lingkungan sekitar atau merubah cara hidup (lifestyle). Disini diajarkan
19

pula bagaimana bersikap santai sehingga tekanan yang terjadi oleh stres yang tak
terhindarkan tidak berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius.
PKHS dapat dilaksanakan dalam bentuk drama, main-peran (role play), diskusi dll.
Contoh aplikasi keterampilan ini dalam kehidupan sehari-hari adalah cara menolak
ajakan atau tekanan teman sebaya untuk melakukan perbuatan berisiko, dan menolak
ajakan melakukan hubungan seksual di luar nikah.
Dengan menerapkan ajaran PKHS, remaja dapat mengambil keputusan segera untuk
menolak ajakan tersebut, merasa yakin akan kemampuannya menolak ajakan tersebut,
berpikir kreatif untuk mencari cara penolakan agar tidak menyakiti hati temannya dan
mengerahkan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan mengendalikan emosi,
sehingga penolakan akan berhasil dilaksanakan dengan mulus.
Pelaksanaan PKHS di Puskesmas disamping meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan hidup sehat dapat juga menimbulkan rasa gembira bagi remaja sehingga
dapat menjadi daya tarik untuk berkunjung kali berikut, serta mendorong melakukan
promosi tentang adanya PKPR di Puskesmas kepada temannya dan menjadi sumber
penular pengetahuan dan keterampilan hidup sehat kepada teman-temannya
5. Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya.
Pelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja sebagai
salah satu syarat keberhasilan PKPR. Dengan melatih remaja menjadi kader kesehatan
remaja yang lazim disebut pendidik sebaya, beberapa keuntungan diperoleh yaitu
pendidik sebaya ini akan berperan sebagai agen pengubah sebayanya untuk
berperilaku sehat, sebagai agen promotor keberadaan PKPR, dan sebagai kelompok
yang siap membantu dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR. Pendidik
sebaya yang berminat, berbakat, dan sering menjadi tempat curhat bagi teman yang
membutuhkannya dapat diberikan pelatihan tambahan untuk memperdalam
keterampilan interpersonal relationship dan konseling, sehingga dapat berperan
sebagai konselor remaja.
6. Pelayanan rujukan.
Sesuai kebutuhan, Puskesmas sebagai bagian dari pelayanan klinis medis,
melaksanakan rujukan kasus ke pelayanan medis yang lebih tinggi. Rujukan sosial
juga diperlukan dalam PKPR, sebagai contoh penyaluran kepada lembaga
keterampilan kerja untuk remaja pasca penyalah-guna napza, atau penyaluran kepada
lembaga tertentu agar mendapatkan program pendampingan dalam upaya rehabilitasi
20

mental korban perkosaan. Sedangkan rujukan pranata hukum kadang diperlukan


untuk memberi kekuatan hukum bagi kasus tertentu atau dukungan dalam
menindaklanjuti suatu kasus. Tentu saja kerjasama ini harus diawali dengan komitmen
antar institusi terkait, yang dibangun pada tahap awal sebelum PKPR dimulai.
H. Monitoring dan Evaluasi.
Monitoring PKPR di puskesmas selain dilakukan oleh pihak lain di luar puskesmas
perlu dilakukan oleh puskesmas sendiri. Melalui monitoring, petugas akan dibantu
menemukan masalah secara dini hingga koreksi yang akan dilakukan tidak memerlukan biaya
dan waktu yang banyak, dan mempercepat tecapainya PKPR yang berkualitas.
Monitoring oleh tatanan administrasi yang lebih tinggi dilakukan melalui analisa
laporan rutin yang dikirimkan oleh Puskesmas dikombinasikan dengan pengamatan langsung
di lapangan.
Sistem monitoring adalah proses pengumpulan dan analisa secara teratur dari
seperangkat indikator. Sistem akan menyuguhkan data yang dapat digunakan untuk menilai:

Apakah program berjalan dengan benar, dan bagaimana kemajuannya, adakah

penyimpangan atau masalah.


Apakah input dan proses yang dilakukan menghasilkan perbaikan ke arah target yang

direncanakan.
Apakah umpan balik tentang output dan proses dikaitkan dengan input.
Adakah faktor lingkungan atau eksternal (masyarakat, geografis, kebijakan setempat,
dll) dan faktor internal (provider, saran, dll) yang mempengaruhi pelaksanaan PKPR.
Dengan demikian tahapan melakukan monitoring adalah:

Memutuskan informasi apa yang akan dikumpulkan.


Mengumpulkan data dan menganalisanya.
Memberikan umpan balik hasil monitoring.
Monitoring dibedakan dengan evaluasi dari rutinitas pengumpulan data dan lingkup

fokus sasarannya. Evaluasi fokusnya luas namun waktunya terbatas. Monitoring dilakukan
berkesinambungan dengan demikian kesenjangan yang ditemukan pada suatu waktu dapat
dibandingkan dengan hasil yang ditemukan pada kali berikut.
Monitoring terhadap akses dan kualitas PKPR diawali dengan melihat kepatuhan
terhadap standar PKPR yang diwakili oleh pelaksanaan konseling dan kelengkapan sarana,
berlanjut dengan melihat jangkauan pelayanan dari jumlah kunjungan dan kasus yang
ditangani baik di dalam maupun di luar gedung. Meskipun demikian kegiatan PKPR lainnya
seperti PKHS dan pelatihan calon pendidik sebaya harus dicatat, untuk melihat sejauh mana
lingkup kegiatan dilaksanakan.
21

Berikut standar dan indikator terpilih yang diperlukan untuk mengevaluasi kualitas
dan akses PKPR :
a. Kualitas:
Kompetensi petugas: kesesuaian langkah-langkah pelaksanaan konseling dengan

standar.
Sarana institusi: pemenuhan kriteria sarana untuk menjamin kerahasiaan dan

kenyamanan klien.
Kepuasan klien: terhadap kualitas sarana dan kompetensi petugas.
Kelengkapan jaringan pelayanan rujukan.
b. Akses:
Jumlah pelaksanaan KIE dan konseling kasus lama dan kasus baru, jumlah kunjungan

klien, klien lama dan baru, di dalam gedung dan di luar gedung.
Frekuensi petugas Puskesmas berperan menjadi narasumber atau fasilitator kegiatan

remaja. Jumlah kader (pendidik/konselor) sebaya yang dilatih oleh Puskesmas.


Jumlah rujukan masuk dari masyarakat.

Penentuan standar kinerja dari masing-masing komponen (input, proses, output), penentuan
indikator (termasuk numerator dan denominatornya), pengembangan supervisi checklist
(daftar tilik) dalam monitoring/evaluasi dikerjakan oleh propinsi atau kabupaten, beserta
dengan pelaku pelayanan, menggunakan sistem QA yang berlaku di tempat masing-masing .
Instrumen monitoring dapat dipelajari oleh pihak Puskesmas untuk mengingatkan kembali
unsur yang harus diperhatikan dalam meningkatan akses dan kualitas PKPR. Wawancara
pasca pelayanan (exit interview) pada klien yang akan meninggalkan Puskesmas dilakukan
oleh petugas lain, menggambarkan tingkat kepuasan klien remaja tentang pelayanan yang
didapat. Komentar yang lebih jujur, kritik, saran dapat diperoleh melalui kotak saran yang
disediakan, karena diberikan secara anonimus.
Dalam monitoring PKPR, pengumpulan data dilakukan berkaitan dengan input (struktur),
proses (apakah pelayanan sesuai dengan standar) dan output (hasil pelayanan).

Input
Berupa sumber daya meliputi sarana, dana dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan dan
tersedia untuk melakukan PKPR

Proses

22

Berupa data kegiatan yang dilakukan agar tujuan PKPR dapat tercapai. Data yang
dikumpulkan meliputi jenis kegiatan, bagaimana melakukannya, dilakukan oleh siapa,
siapa sasarannya, kapan dan dimana kegiatan dilaksanakan

Output
Merupakan hasil kegiatan

I. Pencatatan dan Pelaporan.


Meskipun kegiatan pencatatan dan pelaporan dalam PKPR ini tidak diwajibkan untuk
dilaporkan ke tingkat Pusat, tetap perlu dilakukan untuk mencatat hal-hal mendasar.
Manfaatnya adalah untuk mendapatkan data kesehatan remaja di wilayah Puskesmas. Selain
itu data juga digunakan untuk kepentingan perencanaan dan menentukan langkahlangkah
perbaikan.
Register kunjungan sebaiknya dicatat dan disimpan khusus di ruang pelayanan
remaja, demikian juga status kesehatan serta catatan konseling, untuk menjaga
kerahasiaannya. Pada tahap awal pelaksanaan PKPR pendaftaran dapat dilakukan di tempat
kunjungan umum namun catatan medis/catatan konseling tetap disimpan tersendiri. Contoh
rekapitulasi catatan konseling terlampir. Buku catatan kegiatan dan kunjungan sebaiknya
dibuat sedemikian rupa sehingga pada saat diperlukan dapat diketahui data kegiatan PKPR
dengan segera. Format standar pencatatan kegiatan PKPR dan kewajiban untuk
melaporkannya sebaiknya perlu disepakati dan disusun setempat secara bersama antara pihak
Dinas Kesehatan Propinsi, dan Kabupaten/Kota serta perwakilan Puskesmas.

23

BAB III
METODE
1.1

Jenis Metode
1.2.
Definisi Paguyuban penyandang Diabetes Melitus
Paguyuban adalah perkumpulan kekeluargaan, didirikan orang - orang yang sepaham

untuk membina persatuan diantara para

anggotanya. Paguyuban diabetes adalah wahana bagi para penderita penyakit Diabetes untuk saling menjalin kebersamaan antar sesama anggota
dan mencegah komplikasi serta meningkatkan kualitas hidup para anggota.5
3. 3 Tujuan
1.
2.
3.
4.

Tempat mendapat informasi yang terpercaya berkaitan dengan diabetes Melitus.


Tempat mendapat pelayanan kesehatan yang bermutu tetapi murah dan terjangkau oleh anggota.
Tempat berbagi rasa saling menyemangati antar sesama anggota.
Tercipta anggota yang dapat hidup sehat dan bahagia bersama Diabetes Melitus.

3. 4 Tahap Pembentukan
1. Sosialisasi dan penentuan visi misi8
Dilakukan sosialisasi baik di internal maupun eksternal melalui suatu pertemuan sehingga petugas puskesmas dan pimpinan /tokoh
masyarakat nantinya paham tentang pentingnya pembentukan paguyuban penyandang DM ini dan menyetujui pembentukan paguyuban ini.
Kemudian dilanjutkan dengan penentuan apa yang menjadi visi, misi dan tujuan paguyuban ini.
2. Pembentukan struktural dan rencana kegiatan paguyuban penyandang DM
Diperlukan adanya pembentukan struktural dalam paguyuban yang terdiri dari petugas puskesmas dan masyarakat yang potensial aktif
dalam paguyuban seperti kader atau tokoh yang berpengaruh dalam masyarakat. Kemudian didalam rencana kegiatan/kerja, yang menjadi
24

pelaksana terdiri dari petugas kesehatan yaitu dokter, ahli gizi, tim laboratorium, tim keperawatan dan tim jasmani. Dimana rencana kegiatan
direncanakan diselenggarakan secara rutin dan countinue.
3. Persiapan Internal Puskesmas
Tujuannya adalah mempersiapkan para petugas sehingga bersedia dan memiliki kemampuan dalam mengelola, melakukan pemetaan dan
membina paguyuban. Untuk itu, perlu dilakukan berbagai pertemuan, pelatihan dengan melibatkan seluruh petugas puskesmas.
4 . Koordinasi dengan Lintas Sektor Terkait
Tujuan koordinasi ini adalah agar terjalin komunikasi, sinergi, serta pengembangan program yang komprehensif dengan melibatkan
stakeholders yang dipandang perlu.
5. Pendekatan kepada Pimpinan /Tokoh masyarakat di wilayah
Tujuan pendekatan ini adalah mempersiapkan masyarakat, khususnya para pimpinan /tokoh berpengaruh, sehingga bersedia mendukung
penyelenggaraan Paguyuban. Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan material, seperti kesepakatan dan persetujuan untuk
pembentukan, dukungan dana, sarana dan tempat penyelenggaraan kegiatan Paguyuban.
6. Peresmian Pembentukan Paguyuban Penyandang DM
Peresmian dilaksanakan dalam suatu acara khusus yang dihadiri oleh pimpinan daerah, petugas kesehatan, tokoh masyarakat, dan
masyarakat di wilayah tersebut. Hal ini bertujuan untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang adanyaa pembentukan paguyuban
penyandang DM ini.

25

Gambar 4. Bagan Struktur Organisasi

Pelindung : drg. Slamet


widodo

Penasehat : dr.M.Fathoni

Ketua : dr.Yuyun Susmiati

Koordinator : poskesdes desa


Rejosari: Anis Qoriah SST

Sekertaris : Aprina
Rosyana Amd.keb

Bendahara : Arien
Maharani Amd.keb
Koordinator
anggota : Ny.
Mujiati

26

Anggota: 1. Paiken.2. Fajriyah 3. Bamisaroh . 4. Girah 5.Mulyani 6.


Tuminah 7. Wontri 8. Hambali 9. Jamiran 10. Syamsi 11.Yuni 12.
Sholihah 13. Hidayah 14. Sri Anita 15. Suaibah 16. Mujiati 17. Lilik
18. Hanafi.

VISI 8
Menjadikan paguyuban sehat Diabetes Melitus ini yang terbaik se kecamatan Cluring dalam hal :
1. Pemberian informasi tentang Diabetes Melitus
2. Pelayanan bermutu tetapi murah dan terjangkau oleh anggota
3. Tempat berbagi rasa antar sesama penderita
MISI
Untuk Mewujudkan visi dari paguyuban tersebut maka :
1. Pengurus paguyuban harus memiliki komitmen yang tinggi dalam memperjuangkan

kesehatan anggota.
27

2. Kerjasama yang harmonis dengan lintas sektor.


3. Pengurus harus memiliki empati dan perasaan senasib antar sesama anggota.

Kurikulum Paguyuban 7.8


Kurikulum yang akan dibahas dalam setiap pertemuan bulanan dalam Paguyuban Sehat Diabetes Melitus antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Pengetahuan tentang diabetes Melitus secara umum dan pilihan terapinya.


Tatalaksana nutrisi atau diet
Latihan jasmani pada penderita diabetes Melitus
Macam - macam pengobatan pada penyakit Diabetes Melitus
Monitoring hasil dan evaluasi hasil laboratorium penderita Diabetes Melitus
Pencegahan, pengenalan, pengobatan komplikasi akut Diabetes Melitus
Pencegahan dan pengurangan faktor resiko , pendeteksian pengobatan komplikasi kronik Diabetes Melitus
Pembuatan goal setting dan pemecahan masalah penderita Diabetes Melitus
Memperbaiki kesehatan psikologis penderita Diabetes Melitus

3. 5. Kegiatan Paguyuban
Kegiatan yang akan di lakukan adalah pertemuan setiap bulan pada hari kamis minggu terakhir. Isi pertemuan tersebut berupa :
1. Pemeriksaan kesehatan secara umum meliputi tekanan darah, penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan serta status gizi
penderita
2. Pemeriksaan gula darah murah
28

3. Penyediaan obat diabetes murah


4. Arisan bersama
5. Membicarakan topik atau materi yang sesuai dengan kurikulum atau yang lagi dibutuhkan oleh masyarakat
Tabel 7. Rencana kegiatan selama satu tahun Paguyuban Diabetes Melitus
No
1
2
3
4
5

Waktu
Februari 2016
Maret 2016
April 2016
Mei 2016
Juni 2016

Pembicara
Dokter Internsip pusk Benculuk
Dokter Internsip pusk Benculuk
Dokter Internsip pusk Benculuk
Dokter Internsip pusk Benculuk
Dokter Internsip pusk Benculuk

Materi
Apa kah Diabetes itu
Perawatan Kaki Diabetes
Olah Raga Diabetes
Nutrisi dan Diet Diabetes
Hasil Laboratorium penyakit

6
7
8

Juli 2016
Agustus 2016
September 2016

Dokter Internsip pusk Benculuk


Dokter Internsip pusk Benculuk
Dokter Internsip pusk Benculuk

Diabetes
Koma Hipoglikemi
Obat - obatan Diabetes
Komplikasi Diabetes pada

9
10
11
12

Oktober 2016
November 2016
Desember 2016
Januari 2016

Dokter Internsip pusk Benculuk


Dokter Internsip pusk Benculuk
Dokter Internsip pusk Benculuk
Dokter Internsip pusk Benculuk

gigi
Penyegaran Diabetes
Kesehatan mental Diabetes
Kebutaan akibat Diabetes
Diabetes dan Hipertensi

Sumber pendanaan
Sumber pendaan Paguyuban Sehat Kencing Manis :
1. Dana sosial minimal Rp. 2000 perorang
29

2. Donatur dari dinas atau pihak terkait


Rencana anggran
Rencana anggaran dana setiap 1 kali kegiatan :
1. Alat pengecekan gula darah
2. Stick gula darah @ Rp 10.000 x 18 orang x
3. Pencetakan buku sehat Diabetes @Rp 5000 x 18 orang
4. Konsumsi @ Rp.6000 x 18 orang
Total

Rp. 0
Rp. 180.000
Rp. 90.000
Rp. 108.000
Rp. 378.000

30

BAB III
BENTUK KEGIATAN

N
O
1.

KEGIATAN

TUJUAN

TANGGAL

TEMPAT
KEGIATAN

METODE

PERENCANAAN
1. Evaluasi program UKS.
2. Pemaparan program mini

Memperoleh data mengenai

Petugas

Pelaksanaan program UKS

penanggung

project
3. Penyusunan program tindak
2

SASARAN

lanjut hasil evaluasi


PELAKSANAAN
1. Penyuluhan dan pemantauan
minat siswa terhadap
program
2. Kunjungan perdana

25/1/2015

sekolah

Diskusi

Benculuk

jawab program
UKS
1. Memberikan info kesehatan

Kader

25/2/2015

kepada peserta.
2. Meningkatkan kemandirian
peserta
1. Memberikan informasi dan

Kader

11/2/2015

pengetahuan lebih lanjut


2. Penampungan masalah siswa
3. Kunjungan berkala ke

Puskesmas

Berbagi pengalaman dan motivasi

Kader

Sesuai jadwal

SMA negeri 1

Lisan dg

Cluring

presentasi

SMA negeri 1

Lisan dg

Cluring

presentasi

SMA negeri 1

Lisan dg

Cluring

presentasi

31

BAB IV
PROFIL KOMUNITAS UMUM
4.1 Profil Komunitas Umum Benculuk 2012
4.1.1 KEADAAN GEOGRAFI
Keadaan geografi wilayah kerja Puskesmas Benculuk sebagian besar (79,9%)
merupakan tanah pertanian yang subur, sisanya berupa tanah pekarangan (20,1%). Kondisi
letak tanah berupa dataran yang rata tanpa adanya dataran tinggi maupun dataran rendah.
Seluruhnya merupakan wilayah darat, tanpa adanya wilayah laut maupun kepulauan, hanya
ada beberapa sungai besar yang melalui wilayah tersebut. Wilayah kerja Puskesmas Benculuk
berada dalam posisi yang strategis karena dilalui jalan raya propinsi yang merupakan jalur
utama kendaraan umum dari Kabupaten Jember ke Banyuwangi. Sedangkan jalan yang
merupakan jalur dari Puskesmas Benculuk ke seluruh wilayah kerjanya semua dapat dilalui
dengan menggunakan kendaraan baik roda dua maupun roda empat.
4.1.2 BATAS WILAYAH
Puskesmas Benculuk merupakan salah satu Puskesmas Perawatan yang ada di wilayah
Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi dengan batas-batas :
Sebelah Utara : Kecamatan Srono
Sebelah Selatan : Wilayah Puskesmas Tampo
Sebelah Barat : Kecamatan Gambiran
Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Muncar

4.1.3 LUAS WILAYAH


Luas Wilayah kerja Puskesmas Benculuk 70,11 km2 yang merupakan 62,5 %
dari seluruh wilayah kecamatan Cluring.

4.1.4 PEMBAGIAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN


Wilayah Puskesmas Benculuk terdisi dari 5 (lima) desa antara lain :
1. Desa Cluring, terdiri dari 5 Dusun :
1) Dusun Krajan
2) Dusun Kepatihan
3) Dusun Cemetuk
32

4) Dusun Trembelang
5) Dusun Karangrejo
Yang terbagi dalam 2RW dan 82 RT
2. Desa Benculuk, terdiri dari 5 Dusun :
1) Dusun Krajan
2) Dusun Purwosari
3) Dusun Kebonsari
4) Dusun Pancursari
5) Dusun Rejosari
Yang terbagi dalam 20 RW dan 97 RT
3. Desa Tamanagung, terdiri dari 4 dusun :
1) Dusun Krajan
2) usun Sumberjeruk
3) Dusun Sumberwaru
4) Dusun Sagad
Yang terbagi dalam 24 RW dan 60 RT
4. Desa Sraten, terdiri dari 3 Dusun :
1) un Karjan
2) Dusun Sukodadi
3) Dusun Tapansari
Yang terbagi dalam 15 RW dan 58 RT
5. Desa Sarimulyo, terdiri dari 4 Dusun :
1) Dusun Sempu
2) Dusun Cempokosari
3) Dusun Rejomulyo
4) Dusun Pandansari
Yan terbagi dalam 11 RW dan 43 RT
Tabel 4.1 JARAK PUSKESMAS DAN WAKTU TEMPUH
No

TUJUAN

JARAK

WAKTU

(km)

(menit)

Keterangan

Dinas Kesehatan Banyuwangi

33

45

Roda empat

RSD Blambangan Banyuwangi

33

45

Roda empat
33

Kantor Pemkab Banyuwangi

33

45

Roda empat

RSUD Genteng

17

30

Roda empat

Kantor Camat Cluring

10

Roda dua

Kantor Desa Cluring

10

Roda dua

Kantor Desa Benculuk

Roda dua

Kantor Desa Tamanagung

10

Roda dua

Kantor Desa Sraten

10

Roda dua

10 Kantor Desa Sarimulyo

14

Roda dua

4.1.5 JUMLAH PENDUDUK


Jumlah Penduduk wilayah kerja tahun 2011 :
Laki-laki

: 21.674 jiwa (48,84%)

Perempuan

: 21.990 jiwa (51,16%)

Total

: 43.664 jiwa

Jumlah KK

: 12.668 KK

Tabel 4.2 JUMLAH PENDUDUK PER DESA

N D E S A PRIA WANI JUM


o
.
1 Benculuk 5995
2 Tamanag 4063
ung
3 Sraten 3590

TA

LAH

6138
3972

12133
8035

3592

7182
34

4 Cluring 5021 5099 10120


5 Sarimuly 3005 3189 6194
o
JUMLAH 21674 21990 43664
Data Keluarga Miskin (Desember 2012)
No
1
2
3
4
5

DESA
Cluring
Benculuk
Taman Agung
Sraten
Sarimulyo
JUMLAH

KELUARGA MISKIN (Jiwa)


3848
2726
2069
2592
1394
12.629

Data Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No
1
2
3
4
5
6
7

JENIS PEKERJAAN
Buruh Tani
Petani
PNS/ABNI
Swasta
Pensiunan
Bidang Jasa
Tukang

JUMLAH (%)
13,5%
44,8%
2,8%
5,6%
0,28%
1,5 %
1,6%

Data Penduduk Menurut Agama


NO
1
2
3
4
5
6
4.5.

AGAMA
Islam
Kristen
Katolik
Hindu
Budha
Kepercayaan

JUMLAH (%)
98,3 %
1,27 %
0,18%
0,02%
0,14 %
0,04%

Data Pendidikan

Sarana Pendidikan
35

NO
1
2
3
4
5
6

JENIS PENDIDIKAN
TK
SD/MI
SLTP/MTS
SLTA/MA
PERGURUAN TINGGI
PONPES

JUMLAH MURID
34
42
10
5
2
8

Data siswa yang ada


NO
1
2
3
4
5
6

JENIS PENDIDIKAN

JUMLAH MURID
1155
5181
2968
3550
2445
258

TK
SD/MI
SLTP/MTS
SLTP/MA
PERGURUAN TINGGI
PONPES

4. 6. Sumber Daya Kesehatan yang ada


Gedung Puskesmas
Luas Tanah : 4.100 m2
Luas Bangunan Total : 1172 m2
Status Tanah : Milik Negara ( Sertifikat dalam Proses)
Daya Listrik : 10600 VA

Data Tenaga Kesehatan ( sampai dengan Agustus 2014 )

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

JENIS TENAGA
Dokter
Dokter gigi
Perawat (S1)
Perawat (D3)
Perawat 4SPK
Bidan (D4)
Bidan (D3)
Bidan P2B
Perawat gigi
Sanitarian (SPPH)
Ahli Gizi (D4)
Analis Lab(SMAK)

JUMLAH
3
1
3
14
4
3
14
1
1
1
1
1

PNS

PTT
2
1
2
5
4
3
8
1
1
1
1
1

THL

8
1

36

13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Apoteker
Assisten Apoteker
D3 Farmasi
Fungs,Epidemiologi
Fungs,Penyuluh
Administrasi
Tenaga kebersihan
Penjaga malam
Pegawai dapur
Sopir
JUMLAH

1
1
1
2
1
8
1
1
2
1
65

1
1
1
2
1
6
1

40

1
2
1
18

Data Sarana Transportasi Puskesmas


NO

SARANA

JML

BAIK

RUSAK

KETERANGA
N
KIJANG 1992
(rusak)

RODAEMPAT

(PUSLING)
RODA DUA

Data Sarana Komunikasi Puskesmas


NO

SARANA
KOMUNIKASI
Telepon /Faximile
HP
Email

1
2
3

BAIK
1
1
1

RUSAK

KETERANGAN
(0333) 396685
08223163258
benculukpuskesmas@gmail.co
m

Data Peran Serta Masyarakat


1.) Jumlah Dukun Bayi : 15 orang
2.) Jumlah Kader Kesehatan : 194 orang
3.) Jumlah kader aktif : 168 orang
4.) Jumlah Kader Terlatih : 107
5.) Jumlah Kader Tiwisada : 83 orang
6.) Jumlah Guru UKS : 53 orang
7.) Jumlah Kader Usila : 46 orang
8.) Jumlah Kelompok Batra : 66 Orang
9.) Jumlah Posyandu Lansia : 16 buah
10.) Jumlah Posyandu : 52 buah, dengan rincian sebagai berikut :

NO

STRATA POSYANDU

JUMLAH
37

1
2
3
4

Posyandu Pratama
Posyandu Madya
Posyandu Purnama
Posyandu Mandiri

0
2
48
2

9.) Jumlah Desa Siaga : 5 Desa


10) Poskesdes (Permanen) : 2 di desa Sraten dan Dusun Rejosari
4. 7. Sarana Pelayanan Kesehatan yang ada :

1
2

NO

SARANA KESEHATAN
Puskesmas Induk
Puskesmas Pembantu

Ponkesdes/pos Kesehatan

JUMLAH
1
3
5

RINCIAN
Puskesmas Benculuk
Pustu Cemetuk
Pustu Taman Agung
Pustu Sempu
Posko Karangrejo/
Krajan Cluring
Poskes
Trembelang/Cemetuk
Poskesdes Rejosari
Ponkesdes Sraten
Poskes

Polindes

Cempokosari/Sempu
Polindes Mubarokah
Cemetuk
Polindes Kusuma
Hasada Kr.rejo
Polindes Sartika

Puskesmas Keliling

Cempokosari
Kijang tahun 1992,
Hino 2011

38

BAB V
HASIL KEGIATAN

BAB VI
DISKUSI

39

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6. 1. KESIMPULAN
Penyakit tidak menular (PTM ) merupan masalah yang tengah berkembang di
masyarakat Indonesia. Berdasarkan estimasi terkini dari WHO , penyakit tidak menular
menyebabkan sekitar 52% kematian. Penyakit tidak menular seperti kanker, gangguan
respirasi, penyakit kardiovaskulerm, dan Diabetes Melitus, dapat menimbulkan kerugian
ekonomi, khususnya di negara yang sednag berkembang seperti Indonesia. Diabetes Melitus
menduduki penyakit ke 6 sebagai penyebab kematian penyakit tidak menular, sekitar1,3 juta
orang meninggal akibat DM dan 4 persen meninggal sebelum usia 70 tahun.(Depkes,
2013).
Meningkatnya prevalensi penderita diabetes melitus selain disebabkan karena faktor
genetik, gaya hidup di daerah perkotaan saat ini yang semakin buruk seperti merokok,
alkohol, dan makanan tidak sehatyang dapat menimbulkan obesitasdapat meningkatkan
resiko terkena Diabetes Melitusyang lebih banyak terjadi. Dalam hal kasus baru penderita
diabetes melitus Kebanyakan pasien tidak menyadari telah mengalami diabetes Melitus
karena kurangnya kesadaran sejak dini dan informasi yang tepat sehingga terjadi
peningkatan jumlah dari penderita telah mengalami komplikasi akibat dari tidak menaati
aturan diet (Soegondo, 2008).

40

DM merupakan penyakit progresif dengan komplikasi akut maupun kronik, namun


dengan pengelolaan diet yang benar dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
Untuk mencegah timbulnya komplikasi perlu dilakukan tindakan pencegahan seperti
pemeriksaan rutin, menjaga pola asupan nutrisi sesuai aturan, olah raga teratur,
menghentikan kebiasaan buruk merokok, menghindari konsumsi alkohol, serta menjaga
stress dalam batas normal ( Waspadji, 2000).

6. 2.

SARAN
Dukungan keluarga penderita Diabetes melitus merupakan respon prilaku yang

positif dan subsistemnya dalam memecahkan suatu masalah atau mengurangi stress yang
dapat di derita oleh penderita Diabetes Melitus, karena pasien DM harus dapat beradaptasi
terhadap perubahan perubahan yang akan di jalani sepanjang hidup seperti aturan diet, oleh
karena itu dukungan keluarga yang positif dapat membantu pasien menerima stressor
stressor yang muncul tanpa memberi dampak negatif.
Selain dukungan keluarga pengelolaan pasien DM dalam menjalani aktivitas fisik
perlu di tingkatkan karna sangat terkait dengan kualitas hidup pasien DM dalam menurunkan
keluhan, mempertahankan rasa nyaman dengan penyakitnya, mencegah komplikasi lebih
lanjut dan menurunkan angka morbiditas. Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan primer di
masyarakat, berperan dalam peningkatan taraf kesehatan masyarakat di wilayahnya.

41

DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono S. Diabetes melitus di Indonesia, dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4, Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. HLM, 1874-8.
2. American Diabetes Association. Diagnosis And Classification Of Diabetes Melitus.
Diabetes Care 2011.
3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
diabetes Melitus tipe II di Indonesia. 2011. hlm, 4-10, 15-29.
4 . Davey, P. 2005. At a glance medicine. (Penerjemah: Rahmalia, A. & Novianty,
C.R.). Jakarta: Erlangga.
5. Qonitah,dkk. Pengaruh Partisipasi Dalam Paguyuban Sehat Kencing Manis Bagi
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Surabaya : Jurnal Epidemiologi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, 2013. Hlm277 290.
6. Barnes, D.E. 2012. Program olahraga: diabetes. (Penerjemah: Aburiyati). Yogyakarta:
PT Citra Aji Parama. Danim, S., & Darwis. 2003. Metode penelitian kebidanan:
prosedur, kebijakan & etik. Jakarta: EGC.
7. Tjokoprawiro Askandar (ed) (dkk). 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Airlangga
Universiti Press. Surabaya.
1. Paguyuban Sehat Kencing Manis, unit Kesehatan Puskesmas Mojoagung. 2007.

2. Sudoyo W.Aru (ed) dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. Edisi IV. Jilid III. Hal 1857.
3. Tanto Chris (ed) dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. Edisi ke 4. Hal 777.

42

Você também pode gostar