Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioetanol
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari
sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol saat ini
yang diproduksi umumnya berasal dari etanol generasi pertama, yaitu etanol
yang dibuat dari gula (tebu, molases) atau pati-patian (jagung, singkong, dll).
Bahan-bahan tersebut adalah bahan pangan (Bambang Prastowo, 2007).
Pembuatan bioetanol bukan merupakan suatu hal yang baru. Secara
umum, proses pengolahan bahan berpati/karbohidrat seperti ubi kayu, jagung
dan gandum untuk menghasilkan etanol dilakukan dengan proses hidrolisis,
yakni proses konversi pati menjadi glukosa. Prinsip dari hidrolisis pati pada
dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa
(C6H12O6). Pemutusan rantai polimer tersebut dapat dilakukan dengan
berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi
keduanya. Proses berikutnya adalah proses fermentasi untuk mengkonversi
glukosa (gula) menjadi etanol dan CO2.
Arah pengembangan bioetanol mulai berubah generasi kedua, yaitu
limbah pertanian yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Selulosa merupakan karbohidrat utama yang disintesis oleh tanaman dan
menempati hampir 60% komponen penyusun struktur tanaman. Jumlah
selulosa di alam sangat melimpah sebagai sisa tanaman atau dalam bentuk
4
limbah pertanian seperti jerami padi, tongkol jagung, gandum dan kedelai.
Nilai ekonomi senyawa selulosa pada limbah tersebut sangat rendah karena
tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh manusia. Sulitnya mendegradasi
limbah tersebut menyebabkan petani lebih suka membakar limbah tersebut di
lahan pertanian dari pada memanfaatkannya kembali melalui pengomposan
(Salma & Gunarto, 1999). Untuk mengubah selulosa, hemiselulosa, dan lignin
dari limbah pertanian memerlukan jenis mikroba baru yang mampu
melakukannya (Kompas, 13 Agustus 2007).
menjadi ethanol.
Tabel 2.1 Konversi Bahan Baku Tanaman yang Mengandung Pati atau
Karbohidrat dan Tetes menajdi Bio-etanol
Kandungan gula
Jumlah Hasil
Bahan baku
Perbandingan
dalam Bahan Baku
Konversi
Bahan Baku
Bio-etanol
dan Bioetanol
Jenis
Konsumsi
(kg)
(liter)
Ubi kayu
1000
250-300
166,6
6,5:1
Ubi jalar
1000
150-200
125
8:1
Jagung
1000
600-700
200
5:1
Sagu
1000
120-160
90
12:1
Tetes
1000
500
250
4:1
enzim
O
(C6 H10O5 )n H
N
2
..................(1)
C6 H12O6
selulosa
glukosa
(C6 H12O6 )n Yeast
ethanol
.................(2)
karbondioksida
2.4 Jagung
Jagung termasuk komoditas strategis dalam pembangunan pertanian
dan perekonomian Indonesia, mengingat komoditas ini mempunyai fungsi
multiguna, baik untuk pangan maupun pakan. Penggunaan jagung untuk pakan
telah mencapai 50 % dari total kebutuhan (www.litbang_deptan.go.id). Dalam
kurun waktu tahun 2006-2010, kebutuhan jagung untuk bahan baku bioetanol
meningkat 16-22% per tahun. Perkembangan produksi jagung menurut BPS
selama periode 1990 sampai 2006 dapat dilihat pada table 2.2.
Tabel 2.2 Produksi Jagung Selama Periode 1990 sampai 2006
Tahun
1990
141.80
1991
33.20
1992
149.70
1993
60.80
1994
37.40
1995
79.10
1996
26.80
1997
18.90
1998
632.50
1999
90.60
2000
28.10
2001
90.50
2002
16.30
2003
33.70
2004
28.99
2005
62.75
2006
29.16
Sumber : www.litbang_deptan.go.id
Sebagai bahan pangan yang mengandung 70% pati, 10% protein, dan
5% lemak, jagung mempunyai potensi besar untuk dikembangkan menjadi
beragam macam produk. Produk turunan potensial yang biasa dihasilkan dari
komoditas jagung disajikan pada Gambar 2.1.
10
11
Asal
Golongan
Bersari bebas
Umur
Batang
Daun
Tongkol
Biji
Warna Daun
Hijau tua
Warna Biji
Kuning
Warna Janggel
Kebanyakan putih
Kelobot
Baris Biji
Perakaran
Baik
Kerebahan
Tahan rebah
12-18 baris
307 g
Rata-rata hasil
Potensi Hasil
Ketahanan
Penyimpanan
Keterangan
12
Spermatophyta
Sub Divisi
Angiospermae
Kelas
Monocotyledonae
Bangsa
Graminales
Suku
Graminaleae
Marga
Zea
Jenis
Zea mays L.
Irawadi
(1991)
menyatakan
bahwa
tongkol
jagung
b (%)
13
Air
9.6
7.7
Abu
1.5
Protein Kasar
2.5
Lemak Kasar
0.5
Serat Kasar
32.0
39.0
NDF
83.0
Hemiselulosa
36.0
Selulosa
40.0
44.9
Lignin
16.0
23.3
Xilan
30.0
31.8
Pektin
3.0
Pati
0.014
53.5
Richana et al (2004)
14
2.5.1 Lignin
Lignin merupakan salah satu dari tiga komponen dasar dinding
sel tanaman selain selulosa dan hemiselulosa. Lignin merupakan bahan
organik bukan karbohidrat yang berbentuk amorf dan tersusun atas
satuan-satuan fenol (Chang et al., 1981).
Fungsi lignin adalah mengikat sel-sel tanaman satu dengan
lainnya dan pengisi dinding sel, sehingga dinding sel menjadi keras,
teguh dan kaku. Adanya ikatan alkil-alkil dan ester menyebabkan
lignin tahan terhadap hidrolisis. Pada sayur-sayuran terdapat pada
asparagus, wortel dan lobak cina. Sedangkan pada kayu, lignin juga
ditemukan pada pohon-pohon dan semak-semak, pakis, bambu, jerami,
kulit kacang tanah, dan tanaman jagung.
Lignin memiliki sifat kimiawi dan fisik yang berbeda dengan
selulosa. Menurut pasaribu (1987), lignin mudah dioksidasi oleh
15
16
2.5.2 Selulosa
Selulosa merupakan kandungan utama tanaman dan merupakan
polisakarida yang terdiri atas satuan-satuan gula (glukosa) yang terikat
dengan ikatan 1,4--D glikosidik (Fennema, 1985).
Menurut Ward dan Seib (1970) adanya ikatan-ikatan molekul
glukosa dalam bentuk 1,4--D glikosidik yang membentuk rantairantai selulosa yang panjang menyebabkan selulosa sukar larut dalam
air. Sedangkan menurut Nur et al (1984) kekuatan dan kekakuan
selulosa diakibatkan oleh adanya ikatan-ikatan hydrogen pada
molekul-molekul berdampingan.
Selulosa-selulosa dalam dinding sel terkumpul dalam suatu
ikatan mikrofibril. Kumpulan mikrofibril membnetuk serat. Serat yang
satu dengan yang lainnya diikat oleh lignin dalam suatu ikatan yang
17
b
bentuk
ikatannnya kompakk dan tersusu
un rapat padda dinding seel tanaman,
sehingga meemberikan kketeguhan mekanis
m
atauu pengeras dinding
d
sel
taanaman.
Seluloosa pada m
mikrofibril teersusun atass bagian yaang teratur
(daerah habllur atau kriistal) dan bagian
b
yang tidak terattur (daerah
a
amorf).
Padaa daerah Krisstal susunan selulosa adaalah kompakk dan rapat,
sehingga lebiih sukar direeaksikan denngan pereakssi-pereaksi teertentu dan
m
memberikan
sifat keteguuhan yang kuat
k
dan kaaku. Sedangk
kan daerah
a
amorf
dapat memberikan
m
n sifat elastikk yang lebih baik.
Sifat fisik dan kkimiawi seluulosa yang lain menuruut pasaribu
(1987) yaitu tidak larut ddalam air dinngin, larutann asam dan alkali
a
encer
serta pelarut--pelarut organik netral seperti benzzene, alcoho
ol, eter dan
k
kloroform.
Selanjutnya Casey
C
(1980) mengatakaan bahwa sellulosa larut
d
dalam
asam sulfat 72%
%, asam klorrida 44% seerta asam fo
osfat 85%.
S
Selulosa
jug
ga tahan terhhadap oksiddasi oleh okksidator sepeerti klorin,
n
natrium
hipoklorit, kallsium hipok
klorit, kloriin-dioksida, hydrogen
p
peroksida,
naatrium perokksida dan okssigen.
Gam
mbar 2.3 Struuktur Selulosa
18
2.5.3 Hemiselulosa
Hemiselulosa didapatkan di alam pada dinding sel semua jenis
kayu, merang padi, buah-buahan dan kulit buah umbi-umbian.
Demikian pula pada alga juga ditemukan hemiselulosa. Hemiselulosa
merupakan karbohidrat dengan bobot molekul lebih rendah dari pada
selulosa dan tersusun atas satuan-satuan gula pentosan dan heksosan.
Menurut Richard dan Whistler (1970) sebagian besar hemiselulosa
terdiri atas dua sampai empat heteroglikan dan jarang yang sampai
lima atau atau enam jumlahnya. Heteroglikan yang umum ditemui
yaitu arabino D-xilan, L-arabino-D-glukurono-D-xilan, D-gluko-Dmannan, D-galakto-D-gluko-D-mannan dan L-arabino-D-galaktan.
Hemiselulosa memiliki derajat polimerisasi yang lebih rendah
daripada selulosa, yaitu maksimum 200. Dengan dasar bahwa rantai
hemiselulosa bercabang, maka umunya struktur hemiselulosa tidah
berbentuk kristal sehingga mudah dimasuki air atau pelarut lain
dibandingkan selulosa. Sedangkan sifat kimiawi hemiselulosa hamper
sama dengan selulosa. Gugus OH hemiselulosa dapat diesterifikasi.
Pengaruh alkalis pada suhu tinggi sekali menyebabkan pemecahan
hidrolitik dari ikatan glukosid. Pada medium asam terjadi perombakan
hidrolitik yang lebih rendah dibandingkan selulosa (Sofyan, 1976).
Dengan melihat struktur serat seperti diuraikan diatas, maka
selulosa sulit dihidrolisis secara langsung dengan asam maupun enzim.
Untuk mengatasi kesulitan ini diperlukan suatu perlakuan bahan
19
2.6 Hidrolisa
Hidrolisa adalah proses peruraian suatu senyawa oleh air. Proses
tersebut dapat terjadi dalam suasana asam, basa, atau netral tergantung pada
senyawa yang bereaksi serta karena enzim. Hidrolisa selulosa merupakan
suatu proses yang dilakukan untuk menghasilkan glukosa. Ada dua cara yang
digunakan untuk hidrolisa selulose yaitu dalam suasana asam dan secara
enzimatis. Dibandingkan dengan hidrolisa asam, hidrolisa menggunakan
enzim mempunyai keuntungan berupa derajad konversi yang tinggi,
pembentukan hasil samping yang minimal, kebutuhan energi yang rendah, dan
kondisi operasi yang mudah dicapai. Enzim selulose merupakan enzim yang
kompleks yang terdiri atas tiga yaitu endoselulase, selobiohidrolase dan
selobiase. Ketiga enzim ini bekerja secara sinergis dalam menghidrolisa
selulosa menjadi glukosa. Selobiohidrolase menyerang struktur kristal selulosa
dan menghasilkan selobiosa (disakarida). Endoselulase menghidrolisa bagian
20
kombinasi
eksoenzim
(selobiohidrolase)
dan
endoenzim
21
22
menggunakan
pelarut
yang
tepat
akan
23
24
25
26
air destilat sebanyak 1550 ml. Tambahkan NaOH secukupnya dan atur
pH-nya menjadi 12, diamkan selama 12 jam, kemudian tambahkan
larutan H2O2 51 ml, tambahkan lagi NaOH secukupnya dan atur pHnya menjadi 11.5 diamkan selama 12 jam, kemudian proses
penyaringan dan pengeringan pada suhu 55oC, didapatkan substrat
dari proses delignifikasi. Gambar 2.5 menampilkan skema proses
tersebut.
27
28
29
2.10
30
31
32
diperoleh 766-1.148 liter bioetanol dengan kadar 60% air dari 10-15
ton/ha jerami.