Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
SKRIPSI
DIAN APRIANDINI
ABSTRACT
Citric Acid Adding in the Making of the Albumen Powder to Physical
and Organoleptycal Characteristic of Angel Food Cake
Apriandini, D., N. Ulupi, and Rukmiasih
This research was conducted to investigate physical and organoleptycal
characteristic of angel food cake from duck albumen powder with different
concentration of citric acid adding in the making of the albumen powder. The
different concentration of citric acid was 0; 6.1 and 9.6%. The observed variables
were porosity, developing ratio, specific volume, tenderness, and hedonic. The
experimental design was randomized complete block design. Developing ratio,
specific volume, and tenderness was analyzed using analysis of variance which was
followed by the Duncans test for any significant result. Porosity and hedonic test
was analyzed using descriptive analysis. The result showed that citric acid adding in
making of duck albumen powder very significantly (P<0,01) affect developing ratio,
specific volume, and tenderness. Panellist test result porosity of angel food cake with
citric acid adding 6.1 and 9.6% in the making of the albumen powder were bigger
than 0%. Colour, taste, texture, and appearance of angel food cake with citric acid
adding 6.1 and 9.6% in the making of the albumen powder were liked by panellists.
Aroma angel food cake with citric acid adding 9.6% in the making of the albumen
powder were preference by panellists.
Keywords: citric acid, duck albumen powder, angel food cake
RINGKASAN
DIAN APRIANDINI. D14202050. 2007. Penambahan Asam Sitrat pada
Pembuatan Tepung Putih Telur Itik terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik
Angel Food Cake. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS
Pembimbing Anggota : Ir. Rukmiasih, MS
Telur itik adalah telur yang lazim dikonsumsi selain telur ayam. Telur
merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak. Berbagai upaya dapat
dilakukan untuk mencegah penurunan kualitas, salah satunya adalah pengawetan.
Bentuk pengawetan pada telur itik yang sudah dikenal masyarakat adalah dengan
membuat olahan dalam bentuk telur asin. Bentuk pengawetan lain pada telur itik
masih belum banyak dilakukan. Pengeringan adalah salah satu metode pengawetan
yang dapat memperpanjang masa simpan produk yang dikeringkan, namun
diharapkan tidak menurunkan daya gunanya. Pemanasan yang berlebihan dan
penghilangan air dapat menurunkan daya guna protein putih telur, antara lain daya
buih putih telur. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa asam sitrat sebesar 0,8%
dapat meningkatkan daya buih putih telur itik, oleh karena itu penelitian ini
menggunakan asam sitrat sebagai perlakuan. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi mengenai pengaruh penambahan asam sitrat pada pembuatan
tepung putih telur itik terhadap sifat fisik dan organoleptik angel food cake. Angel
food cake adalah cake yang umum digunakan untuk menilai daya buih putih telur.
Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2006. Penelitian diawali dengan
pengeringan putih telur itik dengan metode pengeringan lapis. Putih telur melalui
proses pasteurisasi dan desugarisasi kemudian dikeringkan dalam oven. Tepung
putih telur yang dihasilkan menjadi bahan dasar pada pembuatan angel food cake.
Rancangan percobaan yang yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan tiga perlakuan penambahan asam sitrat (0; 6,1 dan 9,6%) dan tiga
kelompok periode pembuatan tepung putih telur itik. Peubah yang diamati adalah
sifat fisik yang meliputi porositas, nisbah pengembangan, volume spesifik dan
keempukan serta tingkat kesukaan. Data nisbah pengembangan, volume spesifik dan
keempukan dianalisis ragam dan Uji Duncan. Data porositas dan tingkat kesukaan
diolah secara deskriptif.
Hasil menunjukkan penambahan asam sitrat pada pembuatan tepung putih
telur itik sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi nisbah pengembangan, volume
spesifik dan keempukan angel food cake. Penilaian porositas angel food cake hasil
skoring 16 panelis agak terlatih dengan penambahan asam sitrat 0; 6,1 dan 9,6% pada
pembuatan tepung putih telurnya adalah 3,250,66 (sedang); 3,770,26 (agak besar)
dan 4,150,69 (agak besar). Tingkat kesukaan angel food cake yang terbuat dari
tepung putih telur yang ditambahi asam sitrat 9,6% disukai oleh panelis pada semua
kriteria penilaian yaitu penampakan umum, warna, rasa, aroma dan tekstur.
.
Kata-kata kunci : telur itik, tepung telur, angel food cake, asam sitrat
Oleh
DIAN APRIANDINI
D14202050
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Rukmiasih, MS
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 8 April 1984 di Bogor, Jawa Barat. Penulis
adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Udjang Surachman
Nw. dan Ibu Yurefnizal.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN Batutulis 2 Bogor,
pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SMPN 4
Bogor dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di
SMUN 1 Bogor.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil
Ternak, Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2002.
Beasiswa yang pernah diterima oleh penulis adalah PPA (Peningkatan Prestasi
Akademik) dan BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa). Penulis pernah menjadi asisten
dosen pada mata kuliah Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan sehingga
skripsi yang berjudul Penambahan Asam Sitrat pada Pembuatan Tepung Putih Telur
Itik terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Angel Food Cake dapat terselesaikan
dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan organoleptik angel
food cake yang dibuat dari tepung putih telur itik. Proses pengeringan diharapkan
dapat menjadi pilihan metode pengawetan telur, namun pengeringan dapat
menurunkan sifat fungsional putih telur. Hal yang diamati dalam penelitian ini
adalah seberapa besar pengaruh manipulasi pH sebelum pengeringan terhadap sifat
fungsional putih telur khususnya daya dan kestabilan buih. Sifat ini dapat terlihat
pada produk angel food cake.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing dan semua
pihak yang telah membantu
bermanfaat.
Bogor, Juli 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ........................................................................................
ABSTRACT ...........................................................................................
ii
iii
iv
vii
viii
ix
PENDAHULUAN .................................................................................
1
2
3
3
5
6
6
6
7
8
8
9
10
11
METODE ...............................................................................................
12
12
12
12
13
13
13
13
16
21
21
22
22
23
24
25
26
29
Kesimpulan ................................................................................
Saran ..........................................................................................
29
29
30
31
LAMPIRAN ...........................................................................................
34
vi
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
2.
16
3.
21
4.
Daya Buih dan Persentase Kestabilan Buih Tepung Putih Telur Itik
21
5.
22
6.
23
7.
8.
9.
26
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
15
2.
17
3.
20
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
35
2.
36
3.
36
4.
37
5.
37
6.
37
7.
37
8.
37
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telur itik adalah telur yang telah lazim dikonsumsi selain telur ayam.
Produksi telur itik di Indonesia meningkat dari tahun 2004 sampai dengan tahun
2005 sebesar 4,07% (Badan Statistik Pertanian, 2006). Peningkatan produksi telur
itik menunjukkan bahwa telur tersebut sebagai pangan sumber protein dibutuhkan
oleh masyarakat Indonesia selain telur ayam. Telur, termasuk telur itik merupakan
salah satu bahan pangan yang mudah rusak. Upaya mencegah penurunan kualitas
pada telur itik, yang sudah dikenal masyarakat adalah dengan membuat olahan dalam
bentuk telur asin.
Bentuk pengawetan lain pada telur itik masih belum banyak dilakukan.
Prinsip pengawetan selain memperpanjang masa simpan, juga diharapkan tidak
menurunkan daya gunanya. Salah satu daya guna putih telur adalah daya buih
sedangkan kuning telur sebagai emulsifier. Pengawetan dengan cara pengeringan
dapat menurunkan daya guna tersebut karena proses pemanasan yang berlebihan dan
penghilangan air. Meskipun demikian, produk tepung putih telur dan tepung kuning
telur sangat menguntungkan bagi industri pangan karena lebih mudah dalam
disribusi, penanganan dan penyimpanan dibanding telur segar.
Berdasarkan hasil penelitian Rahmawati (2006), Septiyandi (2006) dan
Suryono (2006) daya buih putih telur itik segar hanya mencapai kisaran 451,79
457,29%. Nilai ini lebih rendah dari daya buih yang disarankan oleh Egg Commision
yaitu sebesar 600-800%. Penambahan asam sitrat sebesar 0,8% pada telur itik segar
ternyata mampu meningkatkan daya buih hingga mencapai 683,33% (Rahmawati,
2006). Penambahan asam asetat tidak mampu meningkatkan daya buihnya (Suryono,
2006) sedangkan cream of tartar hanya mampu meningkatkan daya buih menjadi
sebesar 485% (Septiyandi, 2006). Oleh karena itu penelitian ini menggunakan asam
sitrat untuk meningkatkan daya buih tepung putih telur itik.
Daya buih tepung putih telur itik yang telah ditambahi asam sitrat dalam
proses pembuatannya masih dipertanyakan hasilnya jika diterapkan pada pembuatan
cake. Angel food cake adalah cake yang cocok untuk menilai daya buih suatu putih
telur karena tidak mengandung lemak. Lemak dapat berinteraksi dengan protein
sehingga dapat mencegah terjadinya pembentukan buih. Oleh karena itu keberadaan
lemak tidak diharapkan pada pembuatan angel food cake. Tepung putih telur itik
yang telah mengalami penurunan pH akan dijadikan bahan dasar pembuatan angel
food cake untuk membuktikan apakah penurunan pH berpengaruh terhadap sifat fisik
dan organoleptik angel food cake.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh
penambahan asam sitrat pada pembuatan tepung putih telur itik terhadap sifat fisik
dan organoleptik angel food cake.
TINJAUAN PUSTAKA
Telur Itik
Telur itik didapat dari itik tipe petelur. Itik lokal yang terdapat di Indonesia
merupakan itik tipe petelur diantaranya adalah itik Tegal,
Alabio,
Bali atau
Persentase
dari total
protein*
Suhu
denaturasi
(C)
pH
isoelektrik
40,00
84,5
4,5
pembentuk jel
2,00
61,5
6,1
mengikat logam
Ovomucoid
10,00
70,0
4,1
menghambat enzim
proteinase
Ovomucin
3,00
4,5-5,0
mempengaruhi
kekentalan
Lysozyme
(Ovoglobulin G1)
1,20
Flavoprotein
Ovomacroglobulin
Ovalbumin
Conalbumin
(Ovotransferrin)
Ovoinhibitor
Avidin
75,0
Keterangan
10,7
enzim Nacetylmuramidase
0,30
4,0
mengikat riboflavin
1,00
4,5
belum diketahui
5,1
menghambat enzim
proteinase
0,03
9,5
mengikat biotin
Sumber: Belitz dan Grosch (1999) dan *Whitaker dan Tannenbaum (1977)
Setiap protein telur memiliki kemampuan membentuk buih yang berbedabeda. Ovomucin adalah protein putih telur yang membentuk film yang tidak larut air
dan bersifat menstabilkan buih. Ovomucin dan lysozyme dalam larutan dapat
berinteraksi melalui ikatan elektrostatik untuk membentuk kompleks yang tidak larut
air. Globulin dapat meningkatkan viskositas, memperkuat pengikatan gelembung
udara dan melembutkan tekstur udara yang dihasilkan (Stadelman dan Cotterill,
1995). Ovalbumin dapat membentuk buih yang kuat (Sirait, 1986).
Kestabilan protein terhadap panas dipengaruhi oleh pH. Protein putih telur
yang memiliki pH 7 sebelum pasteurisasi seperti ovalbumin, lysozime, dan
ovomucoid terlindungi dari kerusakan akibat panas (Stadelman dan Cotterill, 1995).
untuk
menggantikan wilayah film yang tidak lagi terdispersi dalam koloid atau
terkoagulasi. Buih akan saling mendekat dan terjadi kontak karena interaksi antar
polipeptida yang meningkat. Kontak antar buih menyebabkan keluarnya air diantara
buih membentuk tirisan. Air yang keluar melemahkan film dan mengakibatkan
udara yang terperangkap dapat keluar dari buih (Wong, 1989).
Kestabilan buih membutuhkan film protein yang kohesif, kental, elastis dan
tahan lama dan tidak dapat dilalui oleh udara. Film protein yang kental didapat dari
ikatan elektrostatik yang kuat diantara molekul protein. Ikatan elektrostatik antara
molekul protein mencapai maksimum pada pH isoelektrik (pI) (Zayas, 1997).
Daya buih putih telur itik dapat diperbaiki dengan menambahkan
asam
lemon. Asam lemon mengandung banyak asam sitrat kira-kira sebanyak 5,97 g
dalam 100 g asam lemon. Asam ini akan mempengaruhi ovomucin, sehingga akan
mengurangi lama pengocokan. Hasil penelitian Rahmawati (2006) menunjukkan
daya buih putih telur itik segar dapat mencapai 683,3314,43% dengan penambahan
asam sitrat 0,8%, sedangkan penambahan asam sitrat 0% menghasilkan daya buih
sebesar 451,83122,18%. Asam dan garam asam dapat meningkatkan kestabilan
dengan cara mengubah konsentrasi protein yang terdenaturasi pada wilayah interfase
cair dan udara dalam buih (Baldwin dan Cotterill, 1979). Protein akan lebih mudah
diadsorbsi ke permukaan karena lebih mudah terdenaturasi (Cherry dan Mcwatters,
1981) saat dikocok. Konsentrasi protein terdenaturasi yang tinggi pada wilayah
interfase cair dan udara membuat buih lebih stabil karena membuat film protein
menjadi tebal (Zayas, 1997).
Pengeringan Putih Telur
Pengeringan putih telur terdiri atas beberapa tahap yaitu penambahan asam,
pasteurisasi, desugarisasi dan pengeringan. Perlakuan sebelum pengeringan
dimaksudkan untuk mempertahankan daya guna protein agar tidak banyak
mengalami kerusakan setelah pengeringan.
Penambahan Asam
Penambahan asam dimaksudkan untuk membuat pH putih telur berada pada
nilai 6,8 7,0 karena pada pH tersebut putih telur akan stabil saat pasteurisasi. Putih
telur itik segar memiliki pH 7,8 8,36 (Septiyandi, 2006). Perlakuan pemanasan
pada putih telur itik segar dalam proses pasteurisasi dapat menurunkan sifat
fungsionalnya (Cunningham, 1995).
Hasil penelitian Suryono (2006) menunjukkan bahwa penambahan asam
asetat tidak mampu meningkatkan daya buih putih telur itik segar. Cream of tartar
hanya mampu meningkatkan daya buih dari 457,29% menjadi sebesar 485%
(Septiyandi, 2006). Penambahan asam sitrat sebesar 0,8% pada telur itik segar
mampu meningkatkan daya buih dari 451,83% hingga mencapai 683,33%. Dari
berbagai penambahan asam tersebut, ternyata asam sitrat adalah asam yang mampu
meningkatkan daya buih putih telur itik paling tinggi.
Asam sitrat memiliki rumus kimia C6H8O7. Asam sitrat merupakan asam
organik lemah. Asam sitrat berbentuk serbuk kristal berwarna putih pada suhu kamar
dan bersifat higroskopis (Igoe dan Hui,1996). Penggunaan asam sitrat saat ini adalah
untuk meningkatkan cita rasa dan pengawet makanan dan minuman (Wikipedia,
2006). Larutan asam sitrat 1% pada suhu 25C memiliki pH 2,3 (Igoe dan Hui,1996).
Pasteurisasi
Pasteurisasi pada putih telur bertujuan untuk membunuh bakteri patogen yaitu
Salmonella seftenburg. Suhu yang digunakan adalah 64,4C selama 2,5 menit atau
60C selama 3,5 menit (Fellow, 1992). Menurut Cunningham (1995) pasteurisasi
putih telur dilakukan pada suhu 64-65C selama 3 menit. Lama waktu yang
dibutuhkan untuk pasteurisasi putih telur berbeda dengan susu. Pasteurisasi susu
dilakukan pada suhu 63C selama 30 menit atau 71,5C selama 15 detik. Perbedaan
ini terjadi karena konsistensi susu dan putih telur berbeda. Putih telur lebih kental
daripada susu sehingga pindah panas lebih cepat dibanding susu. Selain itu, putih
telur mudah terkoagulasi sehingga dapat menurunkan sifat fungsionalnya. Putih telur
itik terkoagulasi pada suhu 55C setelah 10 menit pemanasan (Winarno dan
Koswara, 2002).
Desugarisasi
Desugarisasi adalah penghilangan gula pada proses pengeringan telur untuk
mencegah reaksi antara komponen amino dan gula pereduksi (glukosa). Hal ini
dilakukan untuk menghindari perubahan warna menjadi coklat dan bau yang
menyimpang. Gula dihilangkan dari albumen dengan cara fermentasi mikrobiologis
pada suhu 30-33C dengan mikroorganisme berupa bakteri atau khamir. Fermentasi
diartikan sebagai proses pengubahan senyawa substrat (yang merupakan sumber
energi bagi organisme) secara anaerobik yang disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme menjadi senyawa-senyawa yang tingkat energinya lebih rendah,
sedemikian rupa hingga energi dibebaskan dalam proses ini (Said, 1987).
Khamir yang biasa digunakan untuk desugarisasi adalah Saccharomyces sp.
Sel khamir dapat tumbuh menjadi dua sel dalam waktu 1-2 jam, tetapi setelah
terbentuk banyak tunas, waktu generasi menjadi lebih lama sampai kira-kira 6 jam
(Fardiaz, 2002). Hasil penelitian Puspitasari (2006) menyatakan bahwa desugarisasi
paling baik dilakukan selama 1 jam. Saccharomyces bersifat fermentatif kuat.
Khamir fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol, yaitu memecah glukosa
melalui jalur glikolisis (Embden Meyerhoff-Parnas) dengan total reaksi sebagai
berikut:
C6H12O6
glukosa
2 C2H5OH + 2 CO2
alkohol karbondioksida
adalah 4,0-4,5.
Saccharomyces sp. dapat tumbuh pada suhu 25-30C (Fardiaz, 2002). Pengeringan
dengan metode pan drying menggunakan suhu 50C dapat menghentikan
pertumbuhan Saccharomyces sp.
Pengeringan
Proses yang terjadi selama pengeringan adalah pindah panas dan massa.
Panas diberikan pada bahan dan air dikeluarkan dari bahan (Fellow, 1992).
Kecepatan pengeringan maksimum diperoleh dengan cara mempercepat pindah
massa dan panas. Usaha meningkatkan kecepatan pengeringan diantaranya adalah
dengan memperluas permukaan bahan, lapisan bahan yang tipis, suhu yang tinggi,
dan meningkatkan kecepatan udara (Muchtadi, 1989).
Pengeringan dapat dilakukan secara alami dan buatan. Pengeringan bahan
pangan dengan matahari merupakan pengeringan alami. Pengeringan dengan cara
mengendalikan kondisi ruangan disebut pengeringan buatan (Desrosier, 1988).
Pengeringan telur adalah proses penguapan air dari cairan telur pada suhu di
bawah titik koagulasi protein telur (Bennion dan Bamford, 1979). Metode
pengeringan yang dapat digunakan untuk mengeringkan telur yaitu penyemprotan
atau spray drying, pengeringan secara lapis atau pan drying, foaming drying, dan
pengeringan beku (Matz dan Matz, 1978).
Pengeringan secara lapis dilakukan pada suhu sekitar 40 sampai 45C
dengan tebal lapisan putih telur sekitar 6 mm (Romanoff dan Romanoff, 1963). Sirait
(1986) menyatakan suhu yang digunakan adalah 45,56 sampai 47,78C. Kadar air
tepung putih telur yang dihasilkan sekitar 6 sampai 14% (Sirait, 1986). Alat
pengering yang dapat digunakan adalah oven. Panas yang digunakan untuk
menguapkan air berasal dari udara dalam oven. Suhu yang digunakan tidak boleh
lebih dari 54C karena putih telur sensitif terhadap panas dan dapat terjadi koagulasi
dengan cepat (Bergquist, 1995). Koagulasi putih telur itik dapat terjadi pada suhu
55C setelah 10 menit pemanasan (Winarno dan Koswara, 2002).
Angel Food Cake
Angel food cake dikelompokkan dalam cake yang tidak menggunakan lemak
padat atau disebut shortening (Brown, 2000). Lemak padat tersebut bersifat plastis
yang berfungsi memperbaiki cita rasa, struktur, tekstur dan keempukan (Winarno,
2002). Struktur angel food cake tergantung dari pembentukan buih (Brown, 2000)
karena tidak mengandung shortening. Keempukan dan volume cake tergantung pada
kualitas buih putih telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Oleh karena itu angel food
cake biasa digunakan untuk mengukur kualitas putih telur (Harns et al., 1952).
Bahan-bahan
Bahan dasar pada pembuatan angel food cake adalah putih telur, gula dan
tepung terigu. Bahan pendukungnya adalah cream of tartar, garam, dan flavor
(Brown, 2000). Flavor yang biasa digunakan adalah vanili.
Putih Telur. Telur berfungsi untuk memberi air pada adonan, membentuk struktur
cake dan menangkap udara saat telur dikocok (Bennion dan Bamford, 1973). Air
menjadi uap saat pemanasan sehingga dapat mengembangkan cake. Air berperan
penting dalam proses gelatinisasi pati yang dapat membentuk remah kue (Charley,
1982). Telur dapat menangkap udara karena kemampuan untuk membentuk buih saat
dikocok yang menjerat sejumlah besar udara (Bennion dan Bamford, 1973). Protein
dalam putih telur sebagai pembentuk struktur film yang membentuk dinding rongga
gas (Wiranatakusumah et al., 1992). Protein tersebut dapat terkoagulasi saat
pemanasan dan membentuk struktur cake (Bennion dan Bamford, 1973).
Tepung Terigu. Angel food cake membutuhkan tepung terigu yang memiliki kadar
protein kurang dari 10% (Matz, 1997) karena sedikit mengabsorpsi air dan
membutuhkan waktu pengocokan yang singkat (Igoe dan Hui, 1996). Jumlah tepung
terigu dalam pembuatan angel food cake harus kurang dari setengah putih telur yang
digunakan (Charley, 1982).
Gula. Gula berperan dalam kestabilan buih. Penambahan gula saat penangkapan
udara membuat gelembung buih menjadi kecil (Brown, 2000). Penambahan gula
yang sesuai dalam adonan membuat cake lebih empuk (Charley, 1982). Pengaruh
gula terhadap keempukkan cake dengan cara
putih telur dan suhu gelatinisasi pati. Peningkatan suhu protein putih telur oleh gula
dan gelatinisasi pati akan memperlambat perubahan adonan menjadi cake (Brown
2000). Kue yang terbuat dengan gula lebih banyak dari tepungnya akan mudah
runtuh karena kelemahan struktur adonan (Wiranatakusumah et al., 1992).
Cream of tartar. Cream of tartar adalah garam asam kalium dari asam tartar yang
berbentuk kristal atau bubuk. Cream of tartar memiliki nama kimia potassium acid
tartrate, potassium hydrogen tartrate, dan potassium bitartrate. Larutan cream of
tartar 1% pada suhu 30C memiliki pH 3,4. Asam ini berfungsi mengatur pH (Igoe
dan Hui, 1996). Penambahan cream of tartar pada adonan angel food cake berfungsi
tetapi
menghasilkan warna coklat yang berlebih (Charley, 1982). Suhu yang terlalu rendah
menyebabkan volume cake yang rendah karena gula akan mengabsorbsi cairan dari
putih telur. Adonan menjadi encer, air keluar dari adonan, dan buih akan runtuh
(Brown, 2000). Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan bagian luar cake terbentuk
lebih dulu sebelum cake sepenuhnya mengembang, sehingga akan didapat volume
cake yang rendah dan padat (Brown, 2000).
10
pemanasan, adonan terisi oleh gas yang berasal dari pengembangan buih ke dalam
putih telur dan uap air dari cairan adonan. Buih mulai mengembang saat suhu
mendekati 40C, dan difusi gas dimulai saat suhu mencapai 45C dan berakhir saat
suhu mendekati 88C. Saat
gelembung buih mencapai panas yang cukup untuk terkoagulasi, gas keluar dari buih
dan terbentuklah tekstur dari remah cake (Charley, 1982).
Hasil penelitian Nanda (2006) menunjukkan bahwa telur ayam ras yang telah
disimpan 14 hari menghasilkan angel food cake yang relatif lebih baik dibandingkan
penyimpanan 0 dan 7 hari. Hal ini disebabkan oleh peningkatan daya buih seiring
dengan bertambahnya umur simpan telur.
Karamelisasi
Pencoklatan dan aroma yang dihasilkan pada proses pemanggangan adalah
pengaruh dari proses karamelisasi gula (Lawrence dan Ashwood, 1995).
Karamelisasi sukrosa adalah pemecahan sukrosa menjadi molekul glukosa dan
fruktosa pada suhu yang melampaui titik leburnya yaitu 160C (Winarno, 2002).
Pada saat suhu pemanasan telah mencapai titik leburnya, warnanya berubah dari
putih menjadi coklat tua dan menghasilkan aroma karamel (Belitz, 1999). Flavor
berubah seiring dengan perubahan warna. Sejumlah kecil asam dapat mempercepat
pengubahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Kelebihan senyawa alkali juga
dapat meningkatkan kecepatan reaksi karamelisasi (Hodge, 1967).
11
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas dan Bagian
Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta Bagian Pilot Plan, SEAFAST
(South East Asia Food Agricultural Science and Technology) Institut Pertanian
Bogor. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2006.
Materi
Penelitian pendahuluan membutuhkan telur itik sebanyak 43 butir dengan
perincian: (1) 4 butir untuk penentuan persentase penambahan asam sitrat agar
didapat pH 7,2; 6,8 dan 6,4, (2) 39 butir untuk pembuatan tepung putih telur.
Peralatan yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah gelas ukur, magnetic
stirrer, pipet dan pH meter. Tahap pembuatan tepung putih telur itik membutuhkan
telur itik yang berumur satu hari, asam sitrat 90%, air hangat (35-40C), ragi roti
(khamir Saccharomyces sp.) dan aquades. Peralatan yang digunakan untuk membuat
tepung putih telur adalah timbangan elektrik 120 g dan 5 kg, oven, loyang berukuran
38,526,52 cm, panci, mangkok stainless steel, kompor gas, egg tray, electric hand
mixer , spatula, blender, termometer, gelas ukur dan stop watch.
Penelitian utama membutuhkan telur itik sebanyak 117 butir. Pembuatan
angel food cake membutuhkan tepung putih telur itik, air, gula, tepung terigu, cream
of tartar, garam dan vanili. Selain itu diperlukan bahan penunjang yaitu wijen untuk
mengukur volume cake. Alat yang digunakan untuk pembuatan angel food cake
adalah electric hand mixer, loyang berukuran 22x7x8 cm, spatula, penggaris (30 cm),
serta oven. Selain itu digunakan penetrometer untuk uji keempukan angel food cake.
Rancangan
Rancangan yang digunakan pada penelitian utama adalah Rancangan Acak
Kelompok. Perlakuan yang diberikan yaitu penambahan asam sitrat pada pembuatan
tepung putih telur itik yang terdiri dari 3 taraf yaitu 0, 6,1 dan 9,6%. Sebagai
kelompok adalah waktu pembuatan tepung putih telur.
Model persamaan yang digunakan mengacu pada Steel dan Torrie (1989),
sebagai berikut :
Yij = + i + j + ij,
keterangan :
Yij : hasil pengamatan pada penambahan asam sitrat ke-i dan kelompok ke-j
: rataan umum
perlakuan dilakukan uji Duncan (Steel dan Torrie 1989). Data porositas dan tingkat
kesukaan diolah secara deskriptif.
Prosedur
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan taraf penambahan asam
sitrat yang digunakan untuk penelitian utama. Cunningham (1995) menyatakan
sebagian besar protein putih telur akan stabil saat pemanasan jika berada pada pH
netral oleh karena itu pH putih telur sebelum pasteurisasi harus berada pada wilayah
6,6-7,0. Langkah pertama adalah menentukan berapa banyak asam sitrat yang
diberikan untuk kisaran pH demikian.
Telur yang digunakan sebanyak 4 butir dan dipilih secara acak. Setiap butir
telur kemudian dipisahkan antara putih dan kuningnya. Putih telur dihomogenkan
dengan menggunakan magnetic stirrer lalu ditambahkan asam sitrat hingga pH
mencapai 7,2. Penambahan asam sitrat dilakukan kembali berturut-turut hingga pH
mencapai 6,8 dan 6,4. Masing masing penambahan asam untuk mencapai pH
tersebut diukur kemudian dihitung taraf asam sitrat.
Rata-rata penambahan asam sitrat
Penambahan asam sitrat (%) = 100%
Bobot putih telur
13
mengeras. Lapisan ini disebut flake yang kemudian digiling dengan blender
(Bergquist, 1995). Tepung telur yang telah terbentuk segera dikemas dalam
aluminium foil kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik Polietilen (PE).
Tahapan proses pembuatan tepung putih telur disajikan dalam Gambar 1.
14
Seleksi telur
Penggilingan
100%
15
100%
Kestabilan buih per jam (%) = 100% - persentase tirisan buih per jam (%)
Langkah ketiga adalah mencari persentase penambahan asam yang diperkirakan
dapat menghasilkan daya dan kestabilan buih yang lebih tinggi dari hasil tahap
kedua. Persentase penambahan asam sitrat tersebut diperoleh dari penjumlahan
antara persentase penambahan asam dengan daya buih tertinggi tahap kedua dengan
selisih persentase penambahan asam dengan daya buih tertinggi dan terendah dari
tahap kedua.
Penelitian Utama
Pembuatan Tepung Putih Telur. Tahapan pembuatan tepung putih telur pada
penelitian utama hampir sama dengan penelitian pendahuluan. Perbedaan terletak
pada penambahan asam sitrat. Taraf perlakuan penambahan asam sitrat berdasarkan
hasil penelitian pendahuluan.
Pembuatan Angel Food Cake. Formulasi bahan yang digunakan dalam pembuatan
angel food cake disajikan dalam Tabel 2. Tahap pembuatan angel food cake menurut
Matz (1997) adalah mengocok putih telur, cream of tartar, dan garam sampai kaku
( tiga menit), kemudian ditambahkan gula, tepung terigu, dan vanilli dan dikocok
dengan selang pengocokan 1,5 menit sampai rata. Adonan dituangkan ke dalam
loyang berukuran 21,587 cm, lalu dipanggang di dalam oven pada suhu 177C
selama 40 menit.
Tabel 2. Formula Bahan dalam Pembuatan Angel Food Cake
Bahan
Berat (g)
150,00
43,67
52,48
15,28
134,99
39,30
Cream of tartar
1,51
0,44
Garam
2,98
0,87
Vanili
1,51
0,44
Putih telur
Tepung terigu
Gula
16
Didinginkan
Pendinginan
17
Pengukuran volum angel food cake yang telah matang dilakukan dengan
metode seed displacement (Johnson dan Zabik, 1981) menggunakan wijen. Volume
angel food cake diperoleh dengan cara menghitung selisih antara volume loyang
dengan volume ruang kosong dalam loyang yang berisi angel food cake matang.
Volume loyang diukur dengan cara menuangkan wijen ke dalam loyang, kemudian
wijen tersebut diukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur. Ruang kosong
dalam loyang yang berisi angel food cake yang telah matang diukur dengan cara
menuangkan wijen kedalam loyang yang berisi angel food cake matang, kemudian
wijen yang memenuhi loyang tersebut diukur menggunakan gelas ukur.
Volume adonan diperoleh dengan cara menghitung selisih antara volume
loyang dengan volume ruang kosong dalam loyang yang telah berisi adonan. Volum
ruamg kosong tersebut diukur dengan penggaris.
Volume Spesifik (Herawati, 2001). Volume spesifik adonan didapat dengan cara
mengukur volume angel food cake yang diukur dengan metode seed displacement
dibagi dengan berat angel food cake. Berat angel food cake didapat dengan cara
mengukur berat loyang berisi angel food cake yang telah matang dikurangi berat
loyang sebelum diisi adonan.
Volume spesifik adonan (cm3/g) =
Keempukan cake (Dean et al., 1980). Keempukan angel food cake diukur dengan
menggunakan penetrometer. Keempukan ditunjukkan dengan kedalaman jarum
penetrometer yang menusuk cake selama 5 detik dengan beban 148 g. Satuan nilai
keempukan adalah mm/detik/g yang menggambarkan satuan mm cake yang dapat
18
ditembus jarum penetrometer dalam tiap detik dengan beban satu gram. Semakin
tinggi angka yang ditunjukkan oleh penetrometer, jarak yang ditembus pada angel
food cake makin besar. Hal ini berarti angel food cake semakin empuk.
Pengukuran Tingkat Kesukaan
Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap angel food cake
dilakukan uji hedonik terhadap penampakan umum, rasa, warna, aroma dan tekstur
angel food cake. Penampakan umum angel food cake adalah penampilan angel food
cake secara keseluruhan. Rasa angel food cake yang dinilai kesukaannya adalah
kesan yang disebabkan oleh substansi yang terlarut dalam mulut seperti asin, manis,
asam dan pahit. Warna angel food cake yang diamati adalah bagian isi cake
sedangkan aroma angel food cake adalah zat volatil dari cake yang tercium oleh
rongga hidung. Tekstur angel food cake yang diamati untuk dinilai kesukaannya
adalah kesan dari rangsangan mekanik berupa tekanan di dalam rongga mulut
(Soekarto, 1985). Uji ini menggunakan panelis mahasiswa agak terlatih sebanyak 80
orang dengan lima skala numerik, yaitu satu untuk penilaian sangat suka, dua untuk
penilaian suka, tiga untuk penilaian netral, empat untuk penilaian tidak suka dan
lima untuk penilaian sangat tidak suka.
Tahapan prosedur penelitian pendahuluan dan utama disajikan dalam
Gambar 3.
19
20
pH putih telur
7,2
6,8
6,4
(%)
1
2,62
4,26
6,56
2,86
4,64
6,78
2,21
3,60
5,54
2,54
3,81
5,33
2,56
4,08
6,05
Rata-rata
Hasil pengukuran daya dan persentase kestabilan buih dari tepung putih telur
dengan penambahan asam sitrat yang tertera pada Tabel 3 disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Daya Buih dan Persentase Kestabilan Buih Tepung Putih Telur Itik
Penambahan Asam Sitrat (%)
Peubah
2,6
4,1
6,1
(%)
Daya Buih
Persentase Kestabilan Buih
177,00
281,00
461,11
55,53
69,49
85,52
Daya dan kestabilan buih tertinggi diperoleh tepung putih telur dengan
penambahan asam sebesar 6,1%. Oleh karena itu persentase penambahan asam sitrat
yang dipilih sebagai salah satu taraf adalah 6,1%.
Daya buih tepung putih telur itik meningkat sebesar 103,23% (dari 177,77%
menjadi 281,00%) karena peningkatan penambahan asam sitrat sebesar 1,5% (dari
2,6% menjadi 4,1%). Daya buih tepung putih telur itik meningkat sebesar 180,11%
(dari 281,00% menjadi 461,11%) karena peningkatan penambahan asam sitrat
sebesar 2% (dari 4,1% menjadi 6,1%). Daya buih tepung putih telur itik meningkat
sebesar 283,34% (dari 177,77% menjadi 461,11%) karena peningkatan penambahan
asam sitrat sebesar 3,5% (dari 2,6% menjadi 6,1%). Berdasarkan hal tersebut
peningkatan daya buih terbesar terjadi pada tepung putih telur dengan peningkatan
penambahan asam sitrat sebesar 3,5%.
Penambahan asam sitrat yang diperkirakan akan menghasilkan daya dan
kestabilan buih lebih besar dari penambahan asam sitrat 6,1% adalah dengan
menambahkan asam sitrat sebesar 3,5% sehingga menjadi 9,6%. Taraf penambahan
asam sitrat yang digunakan pada penelitian utama adalah 0; 6,1 dan 9,6%.
Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh level asam sitrat 0;
6,1 dan 9,6% pada pembuatan tepung putih telur itik terhadap sifat fisik dan
organoleptik angel food cake. Sifat fisik ini meliputi porositas, nisbah
pengembangan, volume spesifik dan keempukan. Penilaian organoleptik dilakukan
untuk mengetahui penerimaan angel food cake dengan atribut penampakan umum,
warna, rasa, aroma dan tekstur.
Porositas
Porositas angel food cake memperlihatkan besarnya buih yang mengembang
saat pemanggangan dan kemampuan buih tersebut untuk menahan gas yang memuai
sehingga terbentuk pori-pori angel food cake. Rataan nilai porositas angel food cake
dari uji skoring disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Porositas Angel Food Cake
Penambahan Asam Sitrat
Porositas
0,0%
3,25 0,66
6,1%
3,77 0,26
9,6%
4,15 0,69
Keterangan: 1 = sangat kecil; 2 = kecil; 3 = sedang; 4 = agak besar; 5 = besar; 6 = sangat besar.
22
Angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur dengan asam sitrat 0%
memiliki porositas sedang, sedangkan angel food cake yang dibuat dari tepung putih
telur dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% memiliki porositas agak besar.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan daya buih dan persentase kestabilan buih yang
dihasilkan oleh tepung putih telur. Rataan daya buih tepung putih telur itik dengan
penambahan asam sitrat adalah yang tertinggi sebesar 522,22% dan memiliki
persentase kestabilan tertinggi sebesar 88,83% (Amiarti, 2006).
Buih yang berukuran kecil, seragam, dalam jumlah yang banyak dan stabil
akan mengembang dengan baik selama pemanggangan (Matz, 1997). Peningkatan
kestabilan buih memberi waktu bagi panas untuk dapat melakukan penetrasi ke
dalam adonan angel food cake dan menyebabkan koagulasi tanpa mengakibatkan
runtuhnya buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Buih yang stabil setelah terkoagulasi
akan menghasilkan pori-pori yang kokoh dan seragam seperti pada angel food cake
dari tepung putih telur dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6%.
Nisbah Pengembangan
Nisbah pengembangan adalah perbandingan antara volume cake dan volume
adonan. Pengaruh penambahan asam sitrat yang berbeda pada pembuatan tepung
putih telur itik terhadap nisbah pengembangan angel food cake diperlihatkan pada
Tabel 6. Analisis ragam menunjukkan perlakuan penambahan asam sitrat sangat
berpengaruh (P<0,01) terhadap rataan nisbah pengembangan angel food cake.
Tabel 6. Nisbah Pengembangan Angel Food Cake dengan Penambahan
Asam Sitrat yang Berbeda pada Pembuatan Tepung Putih Telurnya
Penambahan
Asam Sitrat
Volume
adonan(ml)
Volume
cake (ml)
Nisbah Pengembangan
0,0%
409,83
438,79
1,07 0,06A
6,1%
503,16
624,63
1,24 0,01B
9,6%
499,58
625,07
1,25 0,04B
Keterangan : superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang sangat berbeda nyata (p<0,01)
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa nisbah pengembangan angel food cake
dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% pada pembuatan tepung putih telur itik
sangat nyata (P<0,01) lebih besar daripada tanpa penambahan asam sitrat. Nisbah
pengembangan angel food cake dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% pada
23
pembuatan tepung putih telur tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
kestabilan buih tepung putih telur itik yang telah direhidrasi. Buih tepung putih telur
yang mendapat tambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% lebih stabil daripada tanpa
penambahan asam sitrat, sedangkan kestabilan buih tepung putih telur yang
mendapat penambahan asam sitrat 6,1% sama dengan kestabilan buih tepung putih
telur yang mendapat penambahan asam sitrat 9,6% (Amiarti, 2006). Buih bersifat
stabil jika buih mampu menahan air agar tidak keluar dari buih lalu membentuk
tirisan (Zayas, 1997).
Peningkatan
melakukan penetrasi ke dalam adonan angel food cake dan menyebabkan koagulasi
tanpa mengakibatkan runtuhnya buih. Hal ini dapat mencegah menciutnya volume
angel food cake saat pemanggangan akan berakhir (Stadelman dan Cotterill, 1995)
seperti yang dijumpai pada volume angel food cake yang dibuat dari tepung putih
telur dengan penambahan asam sitrat 9,6 dan 6,1%. Angel food cake yang dihasilkan
akan kokoh dan memiliki nilai nisbah pengembangan yang tinggi.
Volume Spesifik
Volume spesifik menunjukkan volume cake dalam tiap gram berat cake.
Rataan volume spesifik angel food cake dengan perlakuan penambahan asam sitrat
yang berbeda pada pembuatan tepung putih telurnya ditampilkan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Volume Spesifik Angel Food Cake dengan Penambahan Asam
Sitrat yang Berbeda pada Pembuatan Tepung Putih Telurnya
Penambahan
Asam Sitrat
0,0%
438,79
301,82
1,51 0,14A
6,1%
624,63
303,21
1,95 0,17B
9,6%
625,07
300,94
2,08 0,10B
Keterangan : superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang sangat berbeda nyata (p<0,01)
24
telur itik sangat nyata (P<0,01) lebih besar daripada tanpa penambahan asam sitrat.
Penambahan asam sitrat 9,6% pada pembuatan tepung putih telur itik juga
menyebabkan volume spesifik angel food cake sangat nyata (P<0,01) lebih besar
daripada tanpa penambahan asam sitrat. Volume spesifik angel food cake dengan
penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% tidak berbeda nyata. Hal ini terjadi karena
angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur itik yang mendapat penambahan
asam sitrat 6,1% dan 9,6% memiliki
sedangkan angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur tanpa penambahan
asam sitrat memiliki porositas sedang. Porositas agak besar membuat volume angel
food cake lebih besar daripada volume angel food cake dengan porositas sedang
sehingga membuat volume spesifiknya menjadi lebih besar.
Keempukan
Pengaruh penambahan asam sitrat berbeda pada pembuatan tepung putih telur
itik terhadap keempukan angel food cake diperlihatkan pada Tabel 8. Keempukan
menunjukkan kemudahan dalam menggigit atau mengunyah suatu makanan. Analisis
ragam menunjukkan perlakuan penambahan asam sitrat berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap rataan keempukan angel food cake.
Tabel 8. Keempukan Angel Food Cake dengan Penambahan Asam Sitrat
yang Berbeda pada Pembuatan Tepung Putih Telurnya
Penambahan Asam Sitrat
Keempukan (mm/s/g)
0,0%
0,17 0,02A
6,1%
0,29 0,02B
9,6%
0,28 0,01B
Keterangan : superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang sangat berbeda nyata (p<0,01)
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa keempukan angel food cake dengan
penambahan asam sitrat 6,1% pada pembuatan tepung putih telur itik sangat nyata
(P<0,01) lebih besar daripada tanpa penambahan asam sitrat. Penambahan asam
sitrat 9,6% pada pembuatan tepung putih telur itik juga menyebabkan keempukan
angel food cake sangat nyata (P<0,01) lebih besar daripada tanpa penambahan asam
sitrat. Keempukan angel food cake dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6%
tidak berbeda nyata. Hal ini terjadi karena perbedaan porositas antara angel food
25
cake dari tepung putih telur yang diberi penambahan asam sitrat pada pembuatannya
dan angel food cake dari tepung putih telur tanpa penambahan asam sitrat. Porositas
angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur dengan penambahan asam sitrat
6,1 dan 9,6% adalah agak besar sehingga jarak yang ditembus pada angel food cake
besar. Angel food cake dari tepung putih telur tanpa penambahan asam sitrat
memiliki porositas sedang sehingga jarak yang ditembus pada angel food cake oleh
penetrometer lebih kecil daripada angel food cake dari tepung putih telur itik dengan
penambahan asam sitrat.
Tingkat Kesukaan
Nilai rataan penilaian panelis pada uji tingkat kesukaan angel food cake
disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Tingkat Kesukaan Angel Food Cake
Persentase Penambahan Asam Sitrat
Peubah
0,0%
6,1%
9,6%
Penampakan umum
3,29 0,98
2,09 0,80
2,31 0,81
Warna
3,06 0,93
2,25 0,80
2,10 0,77
Rasa
2,85 0,94
2,54 0,87
2,51 0,98
Aroma
2,66 0,87
2,96 0,91
2,59 0,88
Tekstur
3,26 0,94
2,38 0,88
2,29 0,78
Keterangan: 1 = sangat suka; 2 = suka; 3 = netral; 4 = tidak suka; 5 = sangat tidak suka
Rataan kesukaan panelis terhadap penampakan umum angel food cake dari
tepung putih telur yang ditambahi asam sitrat 6,1 dan 9,6% sebesar 2,09 dan 2,31,
sedangkan panelis memilih netral (3,29) terhadap penampakan umum angel food
cake yang dibuat dari tepung putih telur tanpa penambahan asam sitrat.
Rataan kesukaan panelis terhadap warna angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur itik yang ditambahi asam sitrat 6,1 dan 9,6% sebesar 2,25 dan
2,10. Panelis memilih netral (3,06) terhadap warna angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur itik yang tidak ditambahi asam. Angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur itik yang ditambahi asam sitrat 6,1 dan 9,6% memiliki warna yang
lebih putih dibandingkan angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur itik
yang tidak ditambahi asam sitrat. Hal ini disebabkan oleh penambahan asam sitrat
pada pembuatan tepung putih telur itik yang membuat pH adonan menjadi asam.
26
Pigmen flavon pada tepung terigu menjadi tidak berwarna pada pH netral atau asam,
namun berwarna kuning pada pH yang lebih tinggi (Penfield dan Campbel, 1990).
Oleh sebab itu dengan penambahan asam sitrat pada pembuatan tepung putih telur
membuat warna angel food cake yang dihasilkan menjadi lebih putih dan disukai
oleh panelis.
Rataan nilai kesukaan panelis terhadap rasa angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% sebesar 2,54 dan
2,51. Panelis memilih netral (2,85) terhadap rasa angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur yang tidak ditambahi asam. Hal ini diduga karena penambahan
asam sitrat 6,1 dan 9,6% pada pembuatan tepung putih telur membuat rasa pada
angel food cake menjadi optimum. Penambahan gula sebesar 38,6% dalam adonan
angel food cake menurut sebagian besar panelis dirasa terlalu manis. Menurut
Reineccius (1994) penggunaan asam berperan dalam mencapai keasaman yang
optimum pada cake untuk meningkatkan rasa. Asam sitrat dapat memperkuat rasa
manis sukrosa yang digunakan pada angel food cake. Oleh karena itu dengan
penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% pada pembuatan tepung putih telur itik
membuat rasa angel food cake disukai oleh panelis.
Rataan kesukaan panelis terhadap aroma angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur tanpa penambahan asam sitrat dan dari tepung putih telur yang
ditambahi asam sitrat 9,6% sebesar 2,66 dan 2,59. Panelis memilih netral (2,96)
terhadap aroma angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur yang ditambahi
asam sitrat 6,1%. Hal ini diduga karena angel food cake yang dibuat dari tepung
putih telur tanpa penambahan asam sitrat dan penambahan asam sitrat 9,6% memiliki
aroma yang lebih kuat dibandingkan aroma angel food cake yang dibuat dari tepung
putih telur dengan penambahan asam sitrat 6,1%. Aroma angel food cake dihasilkan
dari karamelisasi sukrosa. Suasana basa yang diperoleh dari perlakuan tanpa
penambahan asam sitrat dan suasana asam yang diperoleh dari perlakuan
penambahan asam sitrat 9,6% menjadi katalis pada proses karamelisasi. Hal ini
mengakibatkan zat volatil yang dihasilkan lebih banyak daripada perlakuan
penambahan asam sitrat 6,1% yang berada pada pH netral yaitu sebesar 6,9. Oleh
karena itu panelis lebih menyukai aroma angel food cake yang dibuat dari tepung
27
putih telur tanpa penambahan asam sitrat dan dari tepung putih telur yang ditambahi
asam sitrat 9,6%.
Rataan kesukaan panelis terhadap tekstur angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% sebesar 2,38 dan
2,29. Panelis memilih netral (3,26) terhadap tekstur angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur tanpa penambahan asam sitrat. Hal ini disebabkan angel food cake
dari tepung putih telur dengan penambahan asam sitrat memiliki tekstur yang lebih
empuk dibandingkan angel food cake dari tepung putih telur yang tidak ditambahi
asam sitrat. Tekstur yang lebih empuk ini terjadi karena angel food cake tersebut
memiliki porositas yang lebih besar dibandingkan angel food cake dari tepung putih
telur tanpa penambahan asam sitrat. Oleh karena itu dengan penambahan asam sitrat
pada pembuatan tepung putih telur, tekstur angel food cake yang dihasilkan lebih
disukai.
28
DAFTAR PUSTAKA
Amiarti, D. R. 2007. Sifat fisik dan fungsional tepung putih telur itik dengan
penambahan taraf asam sitrat yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Badan Statistik Pertanian. 2006. Usaha Tani. Direktorat Jenderal Bina Produksi
Peternakan, Jakarta.
Baldwin, R. E. dan O. J. Cotterill. 1979. Eggs. Dalam: R. J. Priestley (Editor).
Effects of Heating on Foodstuffs. Applied Science Publishers LTD. London.
Belitz, H. D. dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. 2nd Edition. Springer, Berlin.
Bennion, E. dan G. S. T. Bamford. 1979. The Technology of Cake Making. 5th
Edition. Leonard Hill Books. Aylesburg.
Bergquist, D. H. 1995. Egg dehydration. Dalam: W. J. Stadelman dan O. J. Cotterill
(Editor). Egg Science and Technology. 4th Edition. The Haworth Press, Inc.
USA.
Brown, A. 2000. Understanding Food Principles and Preparation. Wadsworth,
Belmont.
Charley, H. 1982. Food Science. 2nd Edition. John Wiley and Sons, New York.
Cherry, J. P. dan K. H. Mcwatters. 1981. Whippability and aeration. Dalam: J. P.
Cherry (Editor). Protein Functinality in Foods. American Chemical Society,
Washington D. C.
Cunningham, F.E. 1995. Egg-product pasteurization. Dalam: W. J. Stadelman dan
O. J. Cotterill (Editor). Egg Science and Technology. 4th Edition. The Haworth
Press, Inc. USA.
Dean, K. J., N. E. Edwards dan C. A. Russeli. 1980. Physics and Chemistry of
Baking. 3rd Edition. Applied Science Publisher, London.
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi Ketiga. Terjemahan:
M. Muljohardjo. Universitas Indonesia Press., Jakarta.
Fardiaz, S. 2002. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fellows, P. 1992. Food Processing Technology. Principles and Practice. 2nd Edition.
CRC Press, Washington DC.
Hardjosworo, P. S. dan Rukmiasih. 1999. Itik : Permasalahan dan Pencegahan.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Harns, J. V., E. A. Sauter, B. A. McLaren dan W. J. Stadelman. 1952. The use of
angel cake to test egg white quality. J. Poultry Sci. 31: 1083-1087.
Herawati. 2001. Pengaruh penambahan tepung bayam (Amaranthus triolar, L.), daun
singkong (Manihot esculenta, C.), terong panjang (Solanum melongena, L.)
dan margarin kaya asam lemak tidak jenuh terhadap mutu roti tawar. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hodge, J. E. 1967. Origin of flavor in foods nonenzymatic browning reactions.
Dalam: Schultz, H. W., E. A. Day dan L. M. Libbey. (Editor). Symposium on
32
Septiyandi, E. 2006. Daya dan kestabilan buih putih telur itik tegal pada umur telur
dan level penambahan cream of tartar yang berbeda. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
Stadelman W. J. dan O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. 4th Edition.
The Haworth Press, Inc. USA.
Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistik. Suatu
Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. Terjemahan: B. Sumantri. PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Sulistianing, E. 1995. Pembuatan dan optimasi formula roti tawar dan roti manis
skala kecil. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Suryono, H. 2006. Daya dan kestabilan buih putih telur itik tegal dengan
penambahan asam asetat pada umur simpan yang berbeda. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Whitaker, J.R. dan S. R. Tannenbaum. 1977. Food Protein. Avi Publishing Co. Inc,
Westport, Connecticut.
Wikipedia. 2006. Asam Sitrat. http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sitrat. [8 Desember
2006].
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi Penanganan dan
Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.
Wiranatakusumah, M. A., K. Abdullah dan A. M. Syarief. 1992. Sifat Fisik Pangan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Wong, D. W. S. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. Van Nostrand
Reinhold. New York.
Zayas, J. F. 1997. Functionality of Proteins in Food. Springer, Berlin.
33
LAMPIRAN
Tanggal Pengujian :
Jenis Contoh
Instruksi
1. Di hadapan Anda disajikan 3 buah sampel uji dan3 buah sampel pembanding.
2. Berikan penilaian Anda terhadap porositas sampel uji.
3. Beri tanda silang pada kotak yang disediakan sesuai dengan penilaian Anda.
Kode sampel
Penilaian
188
Sangat besar
Besar
Agak besar
Sedang
Kecil
Sangat kecil
087
625
Kode Sampel
188
087
625
Penampakan umum
Warna
Rasa
Aroma
Tekstur
Keterangan : 1 = sangat suka
2 = suka
3 = netral
4 = tidak suka
5 = sangat tidak suka
Komentar dan saran : .............................................................................................
................................................................................................................................
................................................................................................................................
Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Nisbah Pengembangan Angel Food
Cake
SK
db
JK
KT
Perlakuan
0,065
0,033
22,81
Kelompok
0,005
0,002
1,69
Galat
0,006
0,001
Total
0,076
F hitung
P
0,006**
0,293
db
JK
KT
F hitung
Perlakuan
0,564
0,282
27,567
Kelompok
0,030
0,015
1,489
Galat
0,041
0,010
Total
P
0,005**
0,329
db
JK
KT
F hitung
Perlakuan
0,025
0,013
161,286
Kelompok
0,002
0,001
10,429
Galat
0,0003
0,000076
Total
0,0273
P
0,000**
0,026
Ulangan
Kelompok Duncan
Rata-rata
0,0%
1,07
6,1%
1,24
9,6%
1,26
Ulangan
Kelompok Duncan
Rata-rata
0,0%
1,49
6,1%
1,90
9,6%
2,09
Ulangan
Kelompok Duncan
Rata-rata
0,0%
0,17
6,1%
0,29
9,6%
0,28