Você está na página 1de 49

PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG

PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN


ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE

SKRIPSI
DIAN APRIANDINI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

ABSTRACT
Citric Acid Adding in the Making of the Albumen Powder to Physical
and Organoleptycal Characteristic of Angel Food Cake
Apriandini, D., N. Ulupi, and Rukmiasih
This research was conducted to investigate physical and organoleptycal
characteristic of angel food cake from duck albumen powder with different
concentration of citric acid adding in the making of the albumen powder. The
different concentration of citric acid was 0; 6.1 and 9.6%. The observed variables
were porosity, developing ratio, specific volume, tenderness, and hedonic. The
experimental design was randomized complete block design. Developing ratio,
specific volume, and tenderness was analyzed using analysis of variance which was
followed by the Duncans test for any significant result. Porosity and hedonic test
was analyzed using descriptive analysis. The result showed that citric acid adding in
making of duck albumen powder very significantly (P<0,01) affect developing ratio,
specific volume, and tenderness. Panellist test result porosity of angel food cake with
citric acid adding 6.1 and 9.6% in the making of the albumen powder were bigger
than 0%. Colour, taste, texture, and appearance of angel food cake with citric acid
adding 6.1 and 9.6% in the making of the albumen powder were liked by panellists.
Aroma angel food cake with citric acid adding 9.6% in the making of the albumen
powder were preference by panellists.
Keywords: citric acid, duck albumen powder, angel food cake

RINGKASAN
DIAN APRIANDINI. D14202050. 2007. Penambahan Asam Sitrat pada
Pembuatan Tepung Putih Telur Itik terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik
Angel Food Cake. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS
Pembimbing Anggota : Ir. Rukmiasih, MS
Telur itik adalah telur yang lazim dikonsumsi selain telur ayam. Telur
merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak. Berbagai upaya dapat
dilakukan untuk mencegah penurunan kualitas, salah satunya adalah pengawetan.
Bentuk pengawetan pada telur itik yang sudah dikenal masyarakat adalah dengan
membuat olahan dalam bentuk telur asin. Bentuk pengawetan lain pada telur itik
masih belum banyak dilakukan. Pengeringan adalah salah satu metode pengawetan
yang dapat memperpanjang masa simpan produk yang dikeringkan, namun
diharapkan tidak menurunkan daya gunanya. Pemanasan yang berlebihan dan
penghilangan air dapat menurunkan daya guna protein putih telur, antara lain daya
buih putih telur. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa asam sitrat sebesar 0,8%
dapat meningkatkan daya buih putih telur itik, oleh karena itu penelitian ini
menggunakan asam sitrat sebagai perlakuan. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi mengenai pengaruh penambahan asam sitrat pada pembuatan
tepung putih telur itik terhadap sifat fisik dan organoleptik angel food cake. Angel
food cake adalah cake yang umum digunakan untuk menilai daya buih putih telur.
Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2006. Penelitian diawali dengan
pengeringan putih telur itik dengan metode pengeringan lapis. Putih telur melalui
proses pasteurisasi dan desugarisasi kemudian dikeringkan dalam oven. Tepung
putih telur yang dihasilkan menjadi bahan dasar pada pembuatan angel food cake.
Rancangan percobaan yang yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan tiga perlakuan penambahan asam sitrat (0; 6,1 dan 9,6%) dan tiga
kelompok periode pembuatan tepung putih telur itik. Peubah yang diamati adalah
sifat fisik yang meliputi porositas, nisbah pengembangan, volume spesifik dan
keempukan serta tingkat kesukaan. Data nisbah pengembangan, volume spesifik dan
keempukan dianalisis ragam dan Uji Duncan. Data porositas dan tingkat kesukaan
diolah secara deskriptif.
Hasil menunjukkan penambahan asam sitrat pada pembuatan tepung putih
telur itik sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi nisbah pengembangan, volume
spesifik dan keempukan angel food cake. Penilaian porositas angel food cake hasil
skoring 16 panelis agak terlatih dengan penambahan asam sitrat 0; 6,1 dan 9,6% pada
pembuatan tepung putih telurnya adalah 3,250,66 (sedang); 3,770,26 (agak besar)
dan 4,150,69 (agak besar). Tingkat kesukaan angel food cake yang terbuat dari
tepung putih telur yang ditambahi asam sitrat 9,6% disukai oleh panelis pada semua
kriteria penilaian yaitu penampakan umum, warna, rasa, aroma dan tekstur.
.
Kata-kata kunci : telur itik, tepung telur, angel food cake, asam sitrat

PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG


PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN
ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE

Oleh
DIAN APRIANDINI
D14202050

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan


Komisi Ujian Lisan pada tanggal 6 Juli 2007

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Ir. Niken Ulupi, MS

Ir. Rukmiasih, MS

Dekan Fakultas Peternakan


Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc


NIP. 131 624 88

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 8 April 1984 di Bogor, Jawa Barat. Penulis
adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Udjang Surachman
Nw. dan Ibu Yurefnizal.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN Batutulis 2 Bogor,
pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SMPN 4
Bogor dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di
SMUN 1 Bogor.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil
Ternak, Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2002.
Beasiswa yang pernah diterima oleh penulis adalah PPA (Peningkatan Prestasi
Akademik) dan BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa). Penulis pernah menjadi asisten
dosen pada mata kuliah Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan sehingga
skripsi yang berjudul Penambahan Asam Sitrat pada Pembuatan Tepung Putih Telur
Itik terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Angel Food Cake dapat terselesaikan
dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan organoleptik angel
food cake yang dibuat dari tepung putih telur itik. Proses pengeringan diharapkan
dapat menjadi pilihan metode pengawetan telur, namun pengeringan dapat
menurunkan sifat fungsional putih telur. Hal yang diamati dalam penelitian ini
adalah seberapa besar pengaruh manipulasi pH sebelum pengeringan terhadap sifat
fungsional putih telur khususnya daya dan kestabilan buih. Sifat ini dapat terlihat
pada produk angel food cake.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing dan semua
pihak yang telah membantu

dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini

bermanfaat.
Bogor, Juli 2007

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ........................................................................................

ABSTRACT ...........................................................................................

ii

RIWAYAT HIDUP ...............................................................................

iii

KATA PENGANTAR ...........................................................................

iv

DAFTAR ISI ..........................................................................................

DAFTAR TABEL ..................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................

ix

PENDAHULUAN .................................................................................

Latar Belakang ..........................................................................


Tujuan ........................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................

Telur Itik ....................................................................................


Protein Putih Telur ....................................................................
Daya dan Kestabilan Buih .........................................................
Pengeringan Putih Telur ............................................................
Penambahan Asam ..........................................................
Pasteurisasi .....................................................................
Desugarisasi ...................................................................
Pengeringan ...................................................................
Angel Food Cake .......................................................................
Bahan-bahan ..................................................................
Pembuatan Angel Food Cake .........................................
Karamelisasi ..............................................................................

3
3
5
6
6
6
7
8
8
9
10
11

METODE ...............................................................................................

12

Lokasi dan Waktu .....................................................................


Materi ........................................................................................
Rancangan .................................................................................
Peubah yang Diamati ....................................................
Analisis Data .................................................................
Prosedur .....................................................................................
Penelitian Pendahuluan .................................................
Penelitian Utama ...........................................................

12
12
12
13
13
13
13
16

HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................

21

Penelitian Pendahuluan .............................................................


Penelitian Utama .......................................................................

21
22

Porositas Angel Food Cake ...........................................


Nisbah Pengembangan Angel Food Cake .....................
Volume Spesifik Angel Food Cake ..............................
Keempukan Angel Food Cake ......................................
Tingkat Kesukaan Angel Food Cake ............................

22
23
24
25
26

KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................

29

Kesimpulan ................................................................................
Saran ..........................................................................................

29
29

UCAPAN TERIMAKASIH ..................................................................

30

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

31

LAMPIRAN ...........................................................................................

34

vi

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1.

Protein dalam Putih Telur Itik .........................................................

2.

Formula Bahan dalam Pembuatan Angel Food Cake ......................

16

3.

Penambahan Asam Sitrat pada Pembuatan Tepung


Putih Telur Itik ................................................................................

21

4.

Daya Buih dan Persentase Kestabilan Buih Tepung Putih Telur Itik

21

5.

Porositas Angel Food Cake ............................................................

22

6.

Nisbah Pengembangan Angel Food Cake dengan Penambahan


Asam Sitrat yang Berbeda pada Pembuatan Tepung Putih Telurnya

23

7.

Volume Spesifik Angel Food Cake dengan Penambahan Asam Sitrat


yang Berbeda pada Pembuatan Tepung Putih Telurnya ................. 24

8.

Keempukan Angel Food Cake dengan Penambahan Asam Sitrat yang


Berbeda pada Pembuatan Tepung Putih Telurnya ........................... 25

9.

Tingkat Kesukaan Angel Food Cake .............................................

26

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1.

Tahapan Proses Pembuatan Tepung Putih Telur ..........................

15

2.

Tahapan Proses Pembuatan Angel Food Cake .............................

17

3.

Tahapan Prosedur Penelitian Pendahuluan dan Utama ................

20

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1.

Contoh Form Uji Skoring ...........................................................

35

2.

Contoh Form Uji Hedonik ..........................................................

36

3.

Hasil Analisis Ragam Nisbah Pengembangan Angel Food Cake

36

4.

Hasil Analisis Ragam Volume Spesifik Angel Food Cake ........

37

5.

Hasil Analisis Ragam Keempukan Angel Food Cake ................

37

6.

Hasil Uji Duncan Nisbah Pengembangan Angel Food Cake .....

37

7.

Hasil Uji Duncan Volume Spesifik Angel Food Cake ...............

37

8.

Hasil Uji Duncan Keempukan Angel Food Cake .......................

37

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telur itik adalah telur yang telah lazim dikonsumsi selain telur ayam.
Produksi telur itik di Indonesia meningkat dari tahun 2004 sampai dengan tahun
2005 sebesar 4,07% (Badan Statistik Pertanian, 2006). Peningkatan produksi telur
itik menunjukkan bahwa telur tersebut sebagai pangan sumber protein dibutuhkan
oleh masyarakat Indonesia selain telur ayam. Telur, termasuk telur itik merupakan
salah satu bahan pangan yang mudah rusak. Upaya mencegah penurunan kualitas
pada telur itik, yang sudah dikenal masyarakat adalah dengan membuat olahan dalam
bentuk telur asin.
Bentuk pengawetan lain pada telur itik masih belum banyak dilakukan.
Prinsip pengawetan selain memperpanjang masa simpan, juga diharapkan tidak
menurunkan daya gunanya. Salah satu daya guna putih telur adalah daya buih
sedangkan kuning telur sebagai emulsifier. Pengawetan dengan cara pengeringan
dapat menurunkan daya guna tersebut karena proses pemanasan yang berlebihan dan
penghilangan air. Meskipun demikian, produk tepung putih telur dan tepung kuning
telur sangat menguntungkan bagi industri pangan karena lebih mudah dalam
disribusi, penanganan dan penyimpanan dibanding telur segar.
Berdasarkan hasil penelitian Rahmawati (2006), Septiyandi (2006) dan
Suryono (2006) daya buih putih telur itik segar hanya mencapai kisaran 451,79
457,29%. Nilai ini lebih rendah dari daya buih yang disarankan oleh Egg Commision
yaitu sebesar 600-800%. Penambahan asam sitrat sebesar 0,8% pada telur itik segar
ternyata mampu meningkatkan daya buih hingga mencapai 683,33% (Rahmawati,
2006). Penambahan asam asetat tidak mampu meningkatkan daya buihnya (Suryono,
2006) sedangkan cream of tartar hanya mampu meningkatkan daya buih menjadi
sebesar 485% (Septiyandi, 2006). Oleh karena itu penelitian ini menggunakan asam
sitrat untuk meningkatkan daya buih tepung putih telur itik.
Daya buih tepung putih telur itik yang telah ditambahi asam sitrat dalam
proses pembuatannya masih dipertanyakan hasilnya jika diterapkan pada pembuatan
cake. Angel food cake adalah cake yang cocok untuk menilai daya buih suatu putih
telur karena tidak mengandung lemak. Lemak dapat berinteraksi dengan protein
sehingga dapat mencegah terjadinya pembentukan buih. Oleh karena itu keberadaan

lemak tidak diharapkan pada pembuatan angel food cake. Tepung putih telur itik
yang telah mengalami penurunan pH akan dijadikan bahan dasar pembuatan angel
food cake untuk membuktikan apakah penurunan pH berpengaruh terhadap sifat fisik
dan organoleptik angel food cake.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh
penambahan asam sitrat pada pembuatan tepung putih telur itik terhadap sifat fisik
dan organoleptik angel food cake.

TINJAUAN PUSTAKA
Telur Itik
Telur itik didapat dari itik tipe petelur. Itik lokal yang terdapat di Indonesia
merupakan itik tipe petelur diantaranya adalah itik Tegal,

Alabio,

Bali atau

Lombok (Hardjosworo dan Rukmiasih, 1999).


Struktur fisik telur terdiri atas kuning telur, putih telur dan kerabang telur.
Sebutir telur itik terdiri dari 12% kerabang, 52,6% putih telur, dan 35,4% kuning
telur (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Kerabang telur melindungi kuning dan putih telur dengan cara mengurangi
kerusakan fisik dan biologis. Kerabang telur utuh memiliki beberapa ribu pori-pori
yang digunakan untuk pertukaran gas. Pori-pori tersebut berukuran 0,01-0,07 mm
dan tersebar di seluruh permukaan kulit telur. Pori-pori pada telur yang masih baru
masih dilapisi oleh lapisan tipis kutikula yang terdiri dari 90% protein dan sedikit
lemak (Sirait, 1986).
Bagian putih telur terdiri atas beberapa lapisan yang berbeda kekentalannya.
Lapisan itu terdiri dari lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan kental dalam
atau chalaziferous dan lapisan encer dalam. Perbedaan kekentalan ini disebabkan
oleh perbedaan kandungan air yang terdapat di dalamnya. Putih telur itik memiliki
kandungan air sebesar 86,8%, protein 11,3%, lemak 0,08%, karbohidrat 1,0% dan
abu 0,8% (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Kuning telur sebagai cadangan makanan terbesar dikelilingi oleh putih telur
yang bersifat elastis dan dapat mengabsorbsi goncangan yang terjadi pada telur
tersebut. Bagian kuning telur itik mempunyai kandungan air sebesar 44,8%, protein
17,7%, lemak 35,2%, karbohidrat 1,1% dan abu 1,2% (Romanoff dan Romanoff,
1963). Kuning telur diselubungi membran vitelin yang membatasi putih telur dari
kuning telur (Charley, 1982).
Protein Putih Telur
Protein merupakan komponen organik utama dalam putih telur (Belitz dan
Grosch, 1999). Protein putih telur terdiri dari protein serabut yaitu ovomucin dan
protein globular yaitu ovalbumin, conalbumin, ovomucoid, lysozyme, flavoprotein,
ovoglobulin, ovoinhibitor dan avidin (Sirait, 1986). Ovalbumin, conalbumin, dan

ovoglobulin merupakan protein sederhana yaitu protein yang tidak mengandung


senyawa lain yang nonprotein (Belitz dan Grosch, 1999).
Protein-protein putih telur dengan sifat-sifatnya terangkum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Protein dalam Putih Telur Itik
Protein

Persentase
dari total
protein*

Suhu
denaturasi
(C)

pH
isoelektrik

40,00

84,5

4,5

pembentuk jel

2,00

61,5

6,1

mengikat logam

Ovomucoid

10,00

70,0

4,1

menghambat enzim
proteinase

Ovomucin

3,00

4,5-5,0

mempengaruhi
kekentalan

Lysozyme
(Ovoglobulin G1)

1,20

Flavoprotein
Ovomacroglobulin

Ovalbumin
Conalbumin
(Ovotransferrin)

Ovoinhibitor
Avidin

75,0

Keterangan

10,7

enzim Nacetylmuramidase

0,30

4,0

mengikat riboflavin

1,00

4,5

belum diketahui

5,1

menghambat enzim
proteinase

0,03

9,5

mengikat biotin

Sumber: Belitz dan Grosch (1999) dan *Whitaker dan Tannenbaum (1977)

Setiap protein telur memiliki kemampuan membentuk buih yang berbedabeda. Ovomucin adalah protein putih telur yang membentuk film yang tidak larut air
dan bersifat menstabilkan buih. Ovomucin dan lysozyme dalam larutan dapat
berinteraksi melalui ikatan elektrostatik untuk membentuk kompleks yang tidak larut
air. Globulin dapat meningkatkan viskositas, memperkuat pengikatan gelembung
udara dan melembutkan tekstur udara yang dihasilkan (Stadelman dan Cotterill,
1995). Ovalbumin dapat membentuk buih yang kuat (Sirait, 1986).
Kestabilan protein terhadap panas dipengaruhi oleh pH. Protein putih telur
yang memiliki pH 7 sebelum pasteurisasi seperti ovalbumin, lysozime, dan
ovomucoid terlindungi dari kerusakan akibat panas (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Daya dan Kestabilan Buih


Buih adalah suatu bentuk dispersi koloid udara dalam cairan. Pengocokan
putih telur akan membuat udara terperangkap dalam cairan putih telur dan buih akan
terbentuk. Selama pengocokan berlangsung ukuran gelembung buih akan mengecil
dan jumlahnya semakin bertambah (Stadelman, dan Cotterill, 1995). Kemampuan
untuk menangkap udara dalam buih kemudian menjaga selama mungkin struktur
buih yang terbentuk disebut daya buih (Matz, 1997).
Mekanisme terbentuknya buih dimulai dengan proses denaturasi protein
akibat pengocokan. Ikatan-ikatan dalam molekul protein menjadi terbuka sehingga
rantai protein menjadi lebih panjang. Protein yang mengalami denaturasi membentuk
lapisan atau film pada permukaan koloid. Proses ini disebut adsorpsi film. Film akan
melingkupi udara di daerah antar fase air dan udara maka terbentuklah gelembung
buih (Cherry dan Mcwatters, 1981). Adsorpsi akan terus berlangsung

untuk

menggantikan wilayah film yang tidak lagi terdispersi dalam koloid atau
terkoagulasi. Buih akan saling mendekat dan terjadi kontak karena interaksi antar
polipeptida yang meningkat. Kontak antar buih menyebabkan keluarnya air diantara
buih membentuk tirisan. Air yang keluar melemahkan film dan mengakibatkan
udara yang terperangkap dapat keluar dari buih (Wong, 1989).
Kestabilan buih membutuhkan film protein yang kohesif, kental, elastis dan
tahan lama dan tidak dapat dilalui oleh udara. Film protein yang kental didapat dari
ikatan elektrostatik yang kuat diantara molekul protein. Ikatan elektrostatik antara
molekul protein mencapai maksimum pada pH isoelektrik (pI) (Zayas, 1997).
Daya buih putih telur itik dapat diperbaiki dengan menambahkan

asam

lemon. Asam lemon mengandung banyak asam sitrat kira-kira sebanyak 5,97 g
dalam 100 g asam lemon. Asam ini akan mempengaruhi ovomucin, sehingga akan
mengurangi lama pengocokan. Hasil penelitian Rahmawati (2006) menunjukkan
daya buih putih telur itik segar dapat mencapai 683,3314,43% dengan penambahan
asam sitrat 0,8%, sedangkan penambahan asam sitrat 0% menghasilkan daya buih
sebesar 451,83122,18%. Asam dan garam asam dapat meningkatkan kestabilan
dengan cara mengubah konsentrasi protein yang terdenaturasi pada wilayah interfase
cair dan udara dalam buih (Baldwin dan Cotterill, 1979). Protein akan lebih mudah
diadsorbsi ke permukaan karena lebih mudah terdenaturasi (Cherry dan Mcwatters,

1981) saat dikocok. Konsentrasi protein terdenaturasi yang tinggi pada wilayah
interfase cair dan udara membuat buih lebih stabil karena membuat film protein
menjadi tebal (Zayas, 1997).
Pengeringan Putih Telur
Pengeringan putih telur terdiri atas beberapa tahap yaitu penambahan asam,
pasteurisasi, desugarisasi dan pengeringan. Perlakuan sebelum pengeringan
dimaksudkan untuk mempertahankan daya guna protein agar tidak banyak
mengalami kerusakan setelah pengeringan.
Penambahan Asam
Penambahan asam dimaksudkan untuk membuat pH putih telur berada pada
nilai 6,8 7,0 karena pada pH tersebut putih telur akan stabil saat pasteurisasi. Putih
telur itik segar memiliki pH 7,8 8,36 (Septiyandi, 2006). Perlakuan pemanasan
pada putih telur itik segar dalam proses pasteurisasi dapat menurunkan sifat
fungsionalnya (Cunningham, 1995).
Hasil penelitian Suryono (2006) menunjukkan bahwa penambahan asam
asetat tidak mampu meningkatkan daya buih putih telur itik segar. Cream of tartar
hanya mampu meningkatkan daya buih dari 457,29% menjadi sebesar 485%
(Septiyandi, 2006). Penambahan asam sitrat sebesar 0,8% pada telur itik segar
mampu meningkatkan daya buih dari 451,83% hingga mencapai 683,33%. Dari
berbagai penambahan asam tersebut, ternyata asam sitrat adalah asam yang mampu
meningkatkan daya buih putih telur itik paling tinggi.
Asam sitrat memiliki rumus kimia C6H8O7. Asam sitrat merupakan asam
organik lemah. Asam sitrat berbentuk serbuk kristal berwarna putih pada suhu kamar
dan bersifat higroskopis (Igoe dan Hui,1996). Penggunaan asam sitrat saat ini adalah
untuk meningkatkan cita rasa dan pengawet makanan dan minuman (Wikipedia,
2006). Larutan asam sitrat 1% pada suhu 25C memiliki pH 2,3 (Igoe dan Hui,1996).
Pasteurisasi
Pasteurisasi pada putih telur bertujuan untuk membunuh bakteri patogen yaitu
Salmonella seftenburg. Suhu yang digunakan adalah 64,4C selama 2,5 menit atau
60C selama 3,5 menit (Fellow, 1992). Menurut Cunningham (1995) pasteurisasi
putih telur dilakukan pada suhu 64-65C selama 3 menit. Lama waktu yang

dibutuhkan untuk pasteurisasi putih telur berbeda dengan susu. Pasteurisasi susu
dilakukan pada suhu 63C selama 30 menit atau 71,5C selama 15 detik. Perbedaan
ini terjadi karena konsistensi susu dan putih telur berbeda. Putih telur lebih kental
daripada susu sehingga pindah panas lebih cepat dibanding susu. Selain itu, putih
telur mudah terkoagulasi sehingga dapat menurunkan sifat fungsionalnya. Putih telur
itik terkoagulasi pada suhu 55C setelah 10 menit pemanasan (Winarno dan
Koswara, 2002).
Desugarisasi
Desugarisasi adalah penghilangan gula pada proses pengeringan telur untuk
mencegah reaksi antara komponen amino dan gula pereduksi (glukosa). Hal ini
dilakukan untuk menghindari perubahan warna menjadi coklat dan bau yang
menyimpang. Gula dihilangkan dari albumen dengan cara fermentasi mikrobiologis
pada suhu 30-33C dengan mikroorganisme berupa bakteri atau khamir. Fermentasi
diartikan sebagai proses pengubahan senyawa substrat (yang merupakan sumber
energi bagi organisme) secara anaerobik yang disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme menjadi senyawa-senyawa yang tingkat energinya lebih rendah,
sedemikian rupa hingga energi dibebaskan dalam proses ini (Said, 1987).
Khamir yang biasa digunakan untuk desugarisasi adalah Saccharomyces sp.
Sel khamir dapat tumbuh menjadi dua sel dalam waktu 1-2 jam, tetapi setelah
terbentuk banyak tunas, waktu generasi menjadi lebih lama sampai kira-kira 6 jam
(Fardiaz, 2002). Hasil penelitian Puspitasari (2006) menyatakan bahwa desugarisasi
paling baik dilakukan selama 1 jam. Saccharomyces bersifat fermentatif kuat.
Khamir fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol, yaitu memecah glukosa
melalui jalur glikolisis (Embden Meyerhoff-Parnas) dengan total reaksi sebagai
berikut:
C6H12O6
glukosa

2 C2H5OH + 2 CO2
alkohol karbondioksida

Nilai pH yang optimum untuk pertumbuhan khamir

adalah 4,0-4,5.

Saccharomyces sp. dapat tumbuh pada suhu 25-30C (Fardiaz, 2002). Pengeringan
dengan metode pan drying menggunakan suhu 50C dapat menghentikan
pertumbuhan Saccharomyces sp.

Pengeringan
Proses yang terjadi selama pengeringan adalah pindah panas dan massa.
Panas diberikan pada bahan dan air dikeluarkan dari bahan (Fellow, 1992).
Kecepatan pengeringan maksimum diperoleh dengan cara mempercepat pindah
massa dan panas. Usaha meningkatkan kecepatan pengeringan diantaranya adalah
dengan memperluas permukaan bahan, lapisan bahan yang tipis, suhu yang tinggi,
dan meningkatkan kecepatan udara (Muchtadi, 1989).
Pengeringan dapat dilakukan secara alami dan buatan. Pengeringan bahan
pangan dengan matahari merupakan pengeringan alami. Pengeringan dengan cara
mengendalikan kondisi ruangan disebut pengeringan buatan (Desrosier, 1988).
Pengeringan telur adalah proses penguapan air dari cairan telur pada suhu di
bawah titik koagulasi protein telur (Bennion dan Bamford, 1979). Metode
pengeringan yang dapat digunakan untuk mengeringkan telur yaitu penyemprotan
atau spray drying, pengeringan secara lapis atau pan drying, foaming drying, dan
pengeringan beku (Matz dan Matz, 1978).
Pengeringan secara lapis dilakukan pada suhu sekitar 40 sampai 45C
dengan tebal lapisan putih telur sekitar 6 mm (Romanoff dan Romanoff, 1963). Sirait
(1986) menyatakan suhu yang digunakan adalah 45,56 sampai 47,78C. Kadar air
tepung putih telur yang dihasilkan sekitar 6 sampai 14% (Sirait, 1986). Alat
pengering yang dapat digunakan adalah oven. Panas yang digunakan untuk
menguapkan air berasal dari udara dalam oven. Suhu yang digunakan tidak boleh
lebih dari 54C karena putih telur sensitif terhadap panas dan dapat terjadi koagulasi
dengan cepat (Bergquist, 1995). Koagulasi putih telur itik dapat terjadi pada suhu
55C setelah 10 menit pemanasan (Winarno dan Koswara, 2002).
Angel Food Cake
Angel food cake dikelompokkan dalam cake yang tidak menggunakan lemak
padat atau disebut shortening (Brown, 2000). Lemak padat tersebut bersifat plastis
yang berfungsi memperbaiki cita rasa, struktur, tekstur dan keempukan (Winarno,
2002). Struktur angel food cake tergantung dari pembentukan buih (Brown, 2000)
karena tidak mengandung shortening. Keempukan dan volume cake tergantung pada
kualitas buih putih telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Oleh karena itu angel food
cake biasa digunakan untuk mengukur kualitas putih telur (Harns et al., 1952).

Bahan-bahan
Bahan dasar pada pembuatan angel food cake adalah putih telur, gula dan
tepung terigu. Bahan pendukungnya adalah cream of tartar, garam, dan flavor
(Brown, 2000). Flavor yang biasa digunakan adalah vanili.
Putih Telur. Telur berfungsi untuk memberi air pada adonan, membentuk struktur
cake dan menangkap udara saat telur dikocok (Bennion dan Bamford, 1973). Air
menjadi uap saat pemanasan sehingga dapat mengembangkan cake. Air berperan
penting dalam proses gelatinisasi pati yang dapat membentuk remah kue (Charley,
1982). Telur dapat menangkap udara karena kemampuan untuk membentuk buih saat
dikocok yang menjerat sejumlah besar udara (Bennion dan Bamford, 1973). Protein
dalam putih telur sebagai pembentuk struktur film yang membentuk dinding rongga
gas (Wiranatakusumah et al., 1992). Protein tersebut dapat terkoagulasi saat
pemanasan dan membentuk struktur cake (Bennion dan Bamford, 1973).
Tepung Terigu. Angel food cake membutuhkan tepung terigu yang memiliki kadar
protein kurang dari 10% (Matz, 1997) karena sedikit mengabsorpsi air dan
membutuhkan waktu pengocokan yang singkat (Igoe dan Hui, 1996). Jumlah tepung
terigu dalam pembuatan angel food cake harus kurang dari setengah putih telur yang
digunakan (Charley, 1982).
Gula. Gula berperan dalam kestabilan buih. Penambahan gula saat penangkapan
udara membuat gelembung buih menjadi kecil (Brown, 2000). Penambahan gula
yang sesuai dalam adonan membuat cake lebih empuk (Charley, 1982). Pengaruh
gula terhadap keempukkan cake dengan cara

menaikkan suhu koagulasi protein

putih telur dan suhu gelatinisasi pati. Peningkatan suhu protein putih telur oleh gula
dan gelatinisasi pati akan memperlambat perubahan adonan menjadi cake (Brown
2000). Kue yang terbuat dengan gula lebih banyak dari tepungnya akan mudah
runtuh karena kelemahan struktur adonan (Wiranatakusumah et al., 1992).
Cream of tartar. Cream of tartar adalah garam asam kalium dari asam tartar yang
berbentuk kristal atau bubuk. Cream of tartar memiliki nama kimia potassium acid
tartrate, potassium hydrogen tartrate, dan potassium bitartrate. Larutan cream of
tartar 1% pada suhu 30C memiliki pH 3,4. Asam ini berfungsi mengatur pH (Igoe
dan Hui, 1996). Penambahan cream of tartar pada adonan angel food cake berfungsi

untuk meningkatkan keempukan dan memutihkan warna cake dengan cara


memutihkan warna kekuningan dari tepung (Brown, 2000).
Garam. Garam pada angel food cake digunakan sebagai flavor (Charley, 1982).
Komposisi kimia garam adalah natrium klorida dengan persentase natrium sebanyak
40% dan klor sebanyak 60%. Garam mengandung natrium klorida tidak kurang dari
97,5% setelah pengeringan. Garam yang berkualitas tinggi memiliki kandungan
natrium klorida sebanyak 99,8% (Igoe dan Hui, 1996).
Pembuatan Angel Food Cake
Putih telur bersuhu 21C dikocok sampai membentuk buih, kemudian
ditambahkan garam dan asam sampai ukuran buih seragam dan terlihat lembut tetapi
masih dapat mengalir dalam wadah. Kemudian gula ditambahkan secara perlahan
dengan kecepatan yang rendah (Charley, 1982). Penambahan dilakukan secara
perlahan karena air akan mudah keluar dari putih telur dan membentuk buih yang
cair dan menghasilkan volume cake yang rendah. Garam dan vanili sebagai flavour
juga ditambahkan pada saat yang sama (Brown, 2000). Terigu dimasukkan secara
merata dan perlahan ke dalam buih putih telur untuk mencegah runtuhnya buih.
Bahan-bahan dicampurkan secara benar, lengkap dan hati-hati untuk menghindari
pengocokan yang berlebihan yang dapat menurunkan keempukan dan volume cake
(Brown, 2000). Langkah penting yang diperhatikan pada pembuatan angel food cake
adalah memperkecil kehilangan udara saat memasukkan bahan-bahan kering pada
putih telur dengan cara memasukkan semua bahan secara perlahan dengan kecepatan
mixer yang rendah (Charley, 1982).
Pemanasan adonan menggunakan oven bersuhu 177C selama 45 menit.
Suhu yang tinggi akan mempercepat pembentukan adonan menjadi cake dan
mengurangi absorpsi air oleh pati tepung terigu. Suhu pemanasan yang tinggi juga
akan menghasilkan volume cake

yang lebih tinggi dan lebih empuk

tetapi

menghasilkan warna coklat yang berlebih (Charley, 1982). Suhu yang terlalu rendah
menyebabkan volume cake yang rendah karena gula akan mengabsorbsi cairan dari
putih telur. Adonan menjadi encer, air keluar dari adonan, dan buih akan runtuh
(Brown, 2000). Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan bagian luar cake terbentuk
lebih dulu sebelum cake sepenuhnya mengembang, sehingga akan didapat volume
cake yang rendah dan padat (Brown, 2000).

10

Selama adonan dipanaskan terjadi beberapa perubahan. Pemanasan


menyebabkan gas dalam buih memuai dan mengembang (Romanoff dan Romanoff,
1963), protein putih telur terkoagulasi, air menguap dari adonan dan pati menyerap
air lalu membengkak atau

mengalami gelatinisasi (Brown, 2000). Selama

pemanasan, adonan terisi oleh gas yang berasal dari pengembangan buih ke dalam
putih telur dan uap air dari cairan adonan. Buih mulai mengembang saat suhu
mendekati 40C, dan difusi gas dimulai saat suhu mencapai 45C dan berakhir saat
suhu mendekati 88C. Saat

film putih telur dalam adonan yang mengelilingi

gelembung buih mencapai panas yang cukup untuk terkoagulasi, gas keluar dari buih
dan terbentuklah tekstur dari remah cake (Charley, 1982).
Hasil penelitian Nanda (2006) menunjukkan bahwa telur ayam ras yang telah
disimpan 14 hari menghasilkan angel food cake yang relatif lebih baik dibandingkan
penyimpanan 0 dan 7 hari. Hal ini disebabkan oleh peningkatan daya buih seiring
dengan bertambahnya umur simpan telur.
Karamelisasi
Pencoklatan dan aroma yang dihasilkan pada proses pemanggangan adalah
pengaruh dari proses karamelisasi gula (Lawrence dan Ashwood, 1995).
Karamelisasi sukrosa adalah pemecahan sukrosa menjadi molekul glukosa dan
fruktosa pada suhu yang melampaui titik leburnya yaitu 160C (Winarno, 2002).
Pada saat suhu pemanasan telah mencapai titik leburnya, warnanya berubah dari
putih menjadi coklat tua dan menghasilkan aroma karamel (Belitz, 1999). Flavor
berubah seiring dengan perubahan warna. Sejumlah kecil asam dapat mempercepat
pengubahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Kelebihan senyawa alkali juga
dapat meningkatkan kecepatan reaksi karamelisasi (Hodge, 1967).

11

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas dan Bagian
Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta Bagian Pilot Plan, SEAFAST
(South East Asia Food Agricultural Science and Technology) Institut Pertanian
Bogor. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2006.
Materi
Penelitian pendahuluan membutuhkan telur itik sebanyak 43 butir dengan
perincian: (1) 4 butir untuk penentuan persentase penambahan asam sitrat agar
didapat pH 7,2; 6,8 dan 6,4, (2) 39 butir untuk pembuatan tepung putih telur.
Peralatan yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah gelas ukur, magnetic
stirrer, pipet dan pH meter. Tahap pembuatan tepung putih telur itik membutuhkan
telur itik yang berumur satu hari, asam sitrat 90%, air hangat (35-40C), ragi roti
(khamir Saccharomyces sp.) dan aquades. Peralatan yang digunakan untuk membuat
tepung putih telur adalah timbangan elektrik 120 g dan 5 kg, oven, loyang berukuran
38,526,52 cm, panci, mangkok stainless steel, kompor gas, egg tray, electric hand
mixer , spatula, blender, termometer, gelas ukur dan stop watch.
Penelitian utama membutuhkan telur itik sebanyak 117 butir. Pembuatan
angel food cake membutuhkan tepung putih telur itik, air, gula, tepung terigu, cream
of tartar, garam dan vanili. Selain itu diperlukan bahan penunjang yaitu wijen untuk
mengukur volume cake. Alat yang digunakan untuk pembuatan angel food cake
adalah electric hand mixer, loyang berukuran 22x7x8 cm, spatula, penggaris (30 cm),
serta oven. Selain itu digunakan penetrometer untuk uji keempukan angel food cake.
Rancangan
Rancangan yang digunakan pada penelitian utama adalah Rancangan Acak
Kelompok. Perlakuan yang diberikan yaitu penambahan asam sitrat pada pembuatan
tepung putih telur itik yang terdiri dari 3 taraf yaitu 0, 6,1 dan 9,6%. Sebagai
kelompok adalah waktu pembuatan tepung putih telur.
Model persamaan yang digunakan mengacu pada Steel dan Torrie (1989),
sebagai berikut :

Yij = + i + j + ij,
keterangan :
Yij : hasil pengamatan pada penambahan asam sitrat ke-i dan kelompok ke-j

: rataan umum

: pengaruh penambahan asam sitrat ke-i (i = 0, 6,1 dan 9,6%)

j : pengaruh kelompok ke-j (j = 1, 2, 3)


ij : pengaruh acak pada penambahan asam ke-i dan kelompok ke-j
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati yaitu sifat fisik yang meliputi porositas, nisbah
pengembangan, volume spesifik dan keempukan serta tingkat kesukaan.
Analisis Data
Data sifat fisik yang meliputi nisbah pengembangan, volume spesifik dan
keempukan dianalisis

ragam. Untuk mengetahui perbedaan antar rataan setiap

perlakuan dilakukan uji Duncan (Steel dan Torrie 1989). Data porositas dan tingkat
kesukaan diolah secara deskriptif.
Prosedur
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan taraf penambahan asam
sitrat yang digunakan untuk penelitian utama. Cunningham (1995) menyatakan
sebagian besar protein putih telur akan stabil saat pemanasan jika berada pada pH
netral oleh karena itu pH putih telur sebelum pasteurisasi harus berada pada wilayah
6,6-7,0. Langkah pertama adalah menentukan berapa banyak asam sitrat yang
diberikan untuk kisaran pH demikian.
Telur yang digunakan sebanyak 4 butir dan dipilih secara acak. Setiap butir
telur kemudian dipisahkan antara putih dan kuningnya. Putih telur dihomogenkan
dengan menggunakan magnetic stirrer lalu ditambahkan asam sitrat hingga pH
mencapai 7,2. Penambahan asam sitrat dilakukan kembali berturut-turut hingga pH
mencapai 6,8 dan 6,4. Masing masing penambahan asam untuk mencapai pH
tersebut diukur kemudian dihitung taraf asam sitrat.
Rata-rata penambahan asam sitrat
Penambahan asam sitrat (%) = 100%
Bobot putih telur

13

Langkah kedua adalah pembuatan tepung putih telur dengan menggunakan


persentase penambahan asam sitrat yang diperoleh dari langkah pertama. Pembuatan
tepung dilakukan dengan metode pan drying. Tepung putih telur diukur daya buih
dan persentase tirisannya. Hasil pengukuran daya dan kestabilan buih tertinggi
dipilih sebagai salah satu taraf pada penelitian utama.
Pembuatan Tepung Putih Telur. Telur yang akan digunakan diseleksi terlebih dulu
dengan cara peneropongan. Hasil peneropongan telur yang berkualitas baik yaitu
memiliki kantung udara kecil, kuning telur terlihat samar-samar, putih dan kuning
telur bersih dari darah/kotoran. Telur yang dipilih memiliki kualitas baik atau
kualitas A dan bobotnya seragam. Kulit

telur yang kotor dicuci dengan air hangat

(35-40C) lalu ditiriskan.


Langkah selanjutnya adalah pemisahan isi telur. Putih telur dipisahkan dari
bagian kuningnya. Penambahan asam dilakukan sesuai persentase penambahan asam
hasil dari tahap pertama. Proses pasteurisasi putih telur dilakukan pada suhu 64 65C selama 3 menit (Cunningham, 1995).
Penghilangan gula atau desugarisasi dengan cara menambahkan ragi roti
(khamir Saccharomyces sp.) sebanyak 0,3% (w/w) ke dalam cairan putih telur, lalu
diaduk sampai penyebaran khamir merata. Desugarisasi dilakukan pada suhu ruang
(30C) dengan lama waktu 1 jam (Puspitasari, 2006).
Cairan telur yang telah melalui proses desugarisasi dituangkan ke dalam
loyang tersebut sampai setebal 6 mm. Pengeringan dalam oven dilakukan dengan
suhu 49-50C

selama 56 jam. Hasil yang diperoleh berupa lapisan tipis yang

mengeras. Lapisan ini disebut flake yang kemudian digiling dengan blender
(Bergquist, 1995). Tepung telur yang telah terbentuk segera dikemas dalam
aluminium foil kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik Polietilen (PE).
Tahapan proses pembuatan tepung putih telur disajikan dalam Gambar 1.

14

Seleksi telur

Pemisahan isi telur

Penambahan asam sitrat 5%

Pasteurisasi putih telur dengan suhu 64-65C selama 3 menit

Desugarisasi dengan menambahkan Saccharomyces sp.


sebanyak 0,3% selama 1 jam
Pengeringan dalam oven dengan suhu 49-50C selama 56 jam

Penggilingan

Tepung putih telur


Gambar 1. Tahapan Proses Pembuatan Tepung Putih Telur ( Stadelman,
1995; Romanoff dan Romanoff, 1963)
Pengukuran Daya Buih dan Persentase Tirisan. Tepung putih telur direhidrasi
sebelum diukur daya buih dan persentase tirisannya. Air bersuhu 21C sebanyak 30
ml dan tepung telur sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam gelas ukur. Larutan dikocok
dengan menggunakan mixer kecepatan satu.
Pengocokan dengan mixer dilakukan dengan kecepatan 2 selama 90 detik
lalu kecepatan 3 selama 90 detik (Samimi dan Ball, 1995). Buih yang terbentuk
diratakan bagian permukaannya menggunakan spatula kemudian diukur volume dan
bobotnya. Setelah itu buih didiamkan selama satu jam dan diukur volume tirisan
yang terbentuk. Data yang diperoleh dari hasil pengocokan digunakan untuk
menganalisa daya dan kestabilan buih berdasarkan rumus yang dikemukakan
Stadelman dan Cotteril (1995):
Daya buih putih telur (%) =

Volume buih (cc)


Volume putih telur rehidrasi (cc)

100%

15

Persentase tirisan buih per jam (%) =

Volume tirisan buih (cc)


Volume buih (cc)

100%

Kestabilan buih per jam (%) = 100% - persentase tirisan buih per jam (%)
Langkah ketiga adalah mencari persentase penambahan asam yang diperkirakan
dapat menghasilkan daya dan kestabilan buih yang lebih tinggi dari hasil tahap
kedua. Persentase penambahan asam sitrat tersebut diperoleh dari penjumlahan
antara persentase penambahan asam dengan daya buih tertinggi tahap kedua dengan
selisih persentase penambahan asam dengan daya buih tertinggi dan terendah dari
tahap kedua.
Penelitian Utama
Pembuatan Tepung Putih Telur. Tahapan pembuatan tepung putih telur pada
penelitian utama hampir sama dengan penelitian pendahuluan. Perbedaan terletak
pada penambahan asam sitrat. Taraf perlakuan penambahan asam sitrat berdasarkan
hasil penelitian pendahuluan.
Pembuatan Angel Food Cake. Formulasi bahan yang digunakan dalam pembuatan
angel food cake disajikan dalam Tabel 2. Tahap pembuatan angel food cake menurut
Matz (1997) adalah mengocok putih telur, cream of tartar, dan garam sampai kaku
( tiga menit), kemudian ditambahkan gula, tepung terigu, dan vanilli dan dikocok
dengan selang pengocokan 1,5 menit sampai rata. Adonan dituangkan ke dalam
loyang berukuran 21,587 cm, lalu dipanggang di dalam oven pada suhu 177C
selama 40 menit.
Tabel 2. Formula Bahan dalam Pembuatan Angel Food Cake
Bahan

Berat (g)

150,00

43,67

52,48

15,28

134,99

39,30

Cream of tartar

1,51

0,44

Garam

2,98

0,87

Vanili

1,51

0,44

Putih telur
Tepung terigu
Gula

Sumber : Matz, 1997

Tahap pembuatan angel food cake disajikan dalam Gambar 2.

16

Rehidrasi tepung putih telur selama 40 detik

Penambahan cream of tartar sebanyak 0,44% dan garam sebanyak 0,87%

Pengocokan putih telur hingga kaku selama 3 menit dengan electric


hand mixer dengan kecepatan tinggi atau kecepatan 5 dengan skala 1-5
Penambahan gula sebanyak 39,30%

Pengocokan hingga rata dengan kecepatan rendah atau kecepatan 1

Penambahan vanilli sebanyak 0,44% dan tepung terigu sebanyak 15,28%

Pengocokan hingga rata dengan kecepatan rendah atau kecepatan 1

Pencetakan ke dalam loyang

Pemanggangan pada suhu 177C selama 40 menit

Didinginkan
Pendinginan

Angel food cake


Gambar 2. Tahapan Proses Pembuatan Angel Food Cake (Modifikasi Matz,
1997; Charley, 1982; Sauter dan Petersen, 1974 )
Pengukuran Sifat Fisik Angel Food Cake
Porositas. Penelitian ini menggunakan uji skoring untuk menilai ukuran porositas
angel food cake. Uji skoring terhadap porositas menggunakan panelis agak terlatih
yaitu mahasiswa sebanyak 16 panelis dengan lima tingkatan skala mutu, yaitu satu
untuk porositas sangat kecil, dua untuk porositas kecil, tiga untuk porositas sedang,
empat untuk porositas agak besar, lima untuk porositas besar dan enam untuk

17

porositas sangat besar. Ukuran porositas cake ditentukan berdasarkan besar-kecilnya


rongga atau pori-pori yang terdapat pada cake. Penentuan besar-kecilnya porositas
menggunakan sampel pembanding, yaitu kue lapis legit sebagai sampel dengan
porositas sangat kecil dan roti tawar sebagai sampel dengan porositas sangat besar.
Nisbah Pengembangan (Sulistianing, 1995). Nisbah pengembangan angel food cake
diperoleh dengan mengukur volume adonan angel food cake setelah pemanggangan
dibagi dengan volume adonan angel food cake.
Nisbah pengembangan =

Volume angel food cake setelah matang (cm3)


Volume adonan angel food cake (cm3)

Pengukuran volum angel food cake yang telah matang dilakukan dengan
metode seed displacement (Johnson dan Zabik, 1981) menggunakan wijen. Volume
angel food cake diperoleh dengan cara menghitung selisih antara volume loyang
dengan volume ruang kosong dalam loyang yang berisi angel food cake matang.
Volume loyang diukur dengan cara menuangkan wijen ke dalam loyang, kemudian
wijen tersebut diukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur. Ruang kosong
dalam loyang yang berisi angel food cake yang telah matang diukur dengan cara
menuangkan wijen kedalam loyang yang berisi angel food cake matang, kemudian
wijen yang memenuhi loyang tersebut diukur menggunakan gelas ukur.
Volume adonan diperoleh dengan cara menghitung selisih antara volume
loyang dengan volume ruang kosong dalam loyang yang telah berisi adonan. Volum
ruamg kosong tersebut diukur dengan penggaris.
Volume Spesifik (Herawati, 2001). Volume spesifik adonan didapat dengan cara
mengukur volume angel food cake yang diukur dengan metode seed displacement
dibagi dengan berat angel food cake. Berat angel food cake didapat dengan cara
mengukur berat loyang berisi angel food cake yang telah matang dikurangi berat
loyang sebelum diisi adonan.
Volume spesifik adonan (cm3/g) =

Volume angel food cake (cm3)


Berat angel food cake (g)

Keempukan cake (Dean et al., 1980). Keempukan angel food cake diukur dengan
menggunakan penetrometer. Keempukan ditunjukkan dengan kedalaman jarum
penetrometer yang menusuk cake selama 5 detik dengan beban 148 g. Satuan nilai
keempukan adalah mm/detik/g yang menggambarkan satuan mm cake yang dapat

18

ditembus jarum penetrometer dalam tiap detik dengan beban satu gram. Semakin
tinggi angka yang ditunjukkan oleh penetrometer, jarak yang ditembus pada angel
food cake makin besar. Hal ini berarti angel food cake semakin empuk.
Pengukuran Tingkat Kesukaan
Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap angel food cake
dilakukan uji hedonik terhadap penampakan umum, rasa, warna, aroma dan tekstur
angel food cake. Penampakan umum angel food cake adalah penampilan angel food
cake secara keseluruhan. Rasa angel food cake yang dinilai kesukaannya adalah
kesan yang disebabkan oleh substansi yang terlarut dalam mulut seperti asin, manis,
asam dan pahit. Warna angel food cake yang diamati adalah bagian isi cake
sedangkan aroma angel food cake adalah zat volatil dari cake yang tercium oleh
rongga hidung. Tekstur angel food cake yang diamati untuk dinilai kesukaannya
adalah kesan dari rangsangan mekanik berupa tekanan di dalam rongga mulut
(Soekarto, 1985). Uji ini menggunakan panelis mahasiswa agak terlatih sebanyak 80
orang dengan lima skala numerik, yaitu satu untuk penilaian sangat suka, dua untuk
penilaian suka, tiga untuk penilaian netral, empat untuk penilaian tidak suka dan
lima untuk penilaian sangat tidak suka.
Tahapan prosedur penelitian pendahuluan dan utama disajikan dalam
Gambar 3.

19

Penentuan persentase penambahan asam sitrat


agar didapat pH 7,2; 6,8 dan 6,4
Pembuatan tepung putih telur dengan
penambahan asam sitrat hasil dari langkah 1
Pengukuran daya buih dan persentase
tirisan tepung putih telur
Hasil pengukuran daya dan kestabilan buih tertinggi dipilih
sebagai salah satu taraf perlakuan pada penelitian utama
Penghitungan persentase penambahan asam yang
diperkirakan dapat menghasilkan daya dan kestabilan buih
yang lebih tinggi dari langkah 4.
Taraf perlakuan penambahan asam sitrat yaitu
0%, hasil langkah 4 dan langkah 5
Pembuatan tepung putih telur
Pembuatan angel food cake
Pengukuran sifat fisik dan
organoleptik angel food cake
Gambar 3. Tahapan Prosedur Penelitian Pendahuluan dan Utama

20

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan taraf penambahan asam
sitrat yang akan digunakan pada penelitian utama. Penentuan pH putih telur hingga
mencapai 6,4, 6,8 dan 7,2 berdasarkan pernyataan Cunningham (1995) bahwa
pasteurisasi putih telur sebaiknya dilakukan pada pH 6,67. Untuk mengetahui pH
yang paling baik dalam menghasilkan buih saat dikocok dalam kisaran 6,6-7 maka
ditentukanlah pH yang lebih tinggi dari 7 dan lebih rendah dari 6,6 serta diantara 7
dan 6,6 dengan selisih yang sama antara ketiga pH tersebut.
Hasil penambahan asam sitrat kemudian dibandingkan dengan bobot putih
telurnya lalu diubah ke dalam bentuk persen (%) yang disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Penambahan Asam Sitrat pada Pembuatan Tepung Putih Telur Itik
No.

pH putih telur
7,2

6,8

6,4

(%)
1

2,62

4,26

6,56

2,86

4,64

6,78

2,21

3,60

5,54

2,54

3,81

5,33

2,56

4,08

6,05

Rata-rata

Hasil pengukuran daya dan persentase kestabilan buih dari tepung putih telur
dengan penambahan asam sitrat yang tertera pada Tabel 3 disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Daya Buih dan Persentase Kestabilan Buih Tepung Putih Telur Itik
Penambahan Asam Sitrat (%)
Peubah

2,6
4,1
6,1
(%)
Daya Buih
Persentase Kestabilan Buih

177,00

281,00

461,11

55,53

69,49

85,52

Daya dan kestabilan buih tertinggi diperoleh tepung putih telur dengan
penambahan asam sebesar 6,1%. Oleh karena itu persentase penambahan asam sitrat
yang dipilih sebagai salah satu taraf adalah 6,1%.

Daya buih tepung putih telur itik meningkat sebesar 103,23% (dari 177,77%
menjadi 281,00%) karena peningkatan penambahan asam sitrat sebesar 1,5% (dari
2,6% menjadi 4,1%). Daya buih tepung putih telur itik meningkat sebesar 180,11%
(dari 281,00% menjadi 461,11%) karena peningkatan penambahan asam sitrat
sebesar 2% (dari 4,1% menjadi 6,1%). Daya buih tepung putih telur itik meningkat
sebesar 283,34% (dari 177,77% menjadi 461,11%) karena peningkatan penambahan
asam sitrat sebesar 3,5% (dari 2,6% menjadi 6,1%). Berdasarkan hal tersebut
peningkatan daya buih terbesar terjadi pada tepung putih telur dengan peningkatan
penambahan asam sitrat sebesar 3,5%.
Penambahan asam sitrat yang diperkirakan akan menghasilkan daya dan
kestabilan buih lebih besar dari penambahan asam sitrat 6,1% adalah dengan
menambahkan asam sitrat sebesar 3,5% sehingga menjadi 9,6%. Taraf penambahan
asam sitrat yang digunakan pada penelitian utama adalah 0; 6,1 dan 9,6%.
Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh level asam sitrat 0;
6,1 dan 9,6% pada pembuatan tepung putih telur itik terhadap sifat fisik dan
organoleptik angel food cake. Sifat fisik ini meliputi porositas, nisbah
pengembangan, volume spesifik dan keempukan. Penilaian organoleptik dilakukan
untuk mengetahui penerimaan angel food cake dengan atribut penampakan umum,
warna, rasa, aroma dan tekstur.
Porositas
Porositas angel food cake memperlihatkan besarnya buih yang mengembang
saat pemanggangan dan kemampuan buih tersebut untuk menahan gas yang memuai
sehingga terbentuk pori-pori angel food cake. Rataan nilai porositas angel food cake
dari uji skoring disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Porositas Angel Food Cake
Penambahan Asam Sitrat

Porositas

0,0%

3,25 0,66

6,1%

3,77 0,26

9,6%

4,15 0,69

Keterangan: 1 = sangat kecil; 2 = kecil; 3 = sedang; 4 = agak besar; 5 = besar; 6 = sangat besar.

22

Angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur dengan asam sitrat 0%
memiliki porositas sedang, sedangkan angel food cake yang dibuat dari tepung putih
telur dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% memiliki porositas agak besar.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan daya buih dan persentase kestabilan buih yang
dihasilkan oleh tepung putih telur. Rataan daya buih tepung putih telur itik dengan
penambahan asam sitrat adalah yang tertinggi sebesar 522,22% dan memiliki
persentase kestabilan tertinggi sebesar 88,83% (Amiarti, 2006).
Buih yang berukuran kecil, seragam, dalam jumlah yang banyak dan stabil
akan mengembang dengan baik selama pemanggangan (Matz, 1997). Peningkatan
kestabilan buih memberi waktu bagi panas untuk dapat melakukan penetrasi ke
dalam adonan angel food cake dan menyebabkan koagulasi tanpa mengakibatkan
runtuhnya buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Buih yang stabil setelah terkoagulasi
akan menghasilkan pori-pori yang kokoh dan seragam seperti pada angel food cake
dari tepung putih telur dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6%.
Nisbah Pengembangan
Nisbah pengembangan adalah perbandingan antara volume cake dan volume
adonan. Pengaruh penambahan asam sitrat yang berbeda pada pembuatan tepung
putih telur itik terhadap nisbah pengembangan angel food cake diperlihatkan pada
Tabel 6. Analisis ragam menunjukkan perlakuan penambahan asam sitrat sangat
berpengaruh (P<0,01) terhadap rataan nisbah pengembangan angel food cake.
Tabel 6. Nisbah Pengembangan Angel Food Cake dengan Penambahan
Asam Sitrat yang Berbeda pada Pembuatan Tepung Putih Telurnya
Penambahan
Asam Sitrat

Volume
adonan(ml)

Volume
cake (ml)

Nisbah Pengembangan

0,0%

409,83

438,79

1,07 0,06A

6,1%

503,16

624,63

1,24 0,01B

9,6%

499,58

625,07

1,25 0,04B

Keterangan : superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang sangat berbeda nyata (p<0,01)

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa nisbah pengembangan angel food cake
dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% pada pembuatan tepung putih telur itik
sangat nyata (P<0,01) lebih besar daripada tanpa penambahan asam sitrat. Nisbah
pengembangan angel food cake dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% pada

23

pembuatan tepung putih telur tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
kestabilan buih tepung putih telur itik yang telah direhidrasi. Buih tepung putih telur
yang mendapat tambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% lebih stabil daripada tanpa
penambahan asam sitrat, sedangkan kestabilan buih tepung putih telur yang
mendapat penambahan asam sitrat 6,1% sama dengan kestabilan buih tepung putih
telur yang mendapat penambahan asam sitrat 9,6% (Amiarti, 2006). Buih bersifat
stabil jika buih mampu menahan air agar tidak keluar dari buih lalu membentuk
tirisan (Zayas, 1997).
Peningkatan

kestabilan buih memberi waktu bagi panas untuk dapat

melakukan penetrasi ke dalam adonan angel food cake dan menyebabkan koagulasi
tanpa mengakibatkan runtuhnya buih. Hal ini dapat mencegah menciutnya volume
angel food cake saat pemanggangan akan berakhir (Stadelman dan Cotterill, 1995)
seperti yang dijumpai pada volume angel food cake yang dibuat dari tepung putih
telur dengan penambahan asam sitrat 9,6 dan 6,1%. Angel food cake yang dihasilkan
akan kokoh dan memiliki nilai nisbah pengembangan yang tinggi.
Volume Spesifik
Volume spesifik menunjukkan volume cake dalam tiap gram berat cake.
Rataan volume spesifik angel food cake dengan perlakuan penambahan asam sitrat
yang berbeda pada pembuatan tepung putih telurnya ditampilkan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Volume Spesifik Angel Food Cake dengan Penambahan Asam
Sitrat yang Berbeda pada Pembuatan Tepung Putih Telurnya
Penambahan
Asam Sitrat

Volume cake (cm3) Berat cake(g)

Volume Spesifik (cm3/g)

0,0%

438,79

301,82

1,51 0,14A

6,1%

624,63

303,21

1,95 0,17B

9,6%

625,07

300,94

2,08 0,10B

Keterangan : superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang sangat berbeda nyata (p<0,01)

Analisis ragam memperlihatkan perlakuan penambahan asam sitrat pada


pembuatan tepung putih telur sangat berpengaruh (P<0,01) terhadap rataan volume
spesifik angel food cake. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa volume spesifik
angel food cake dengan penambahan asam sitrat 6,1% pada pembuatan tepung putih

24

telur itik sangat nyata (P<0,01) lebih besar daripada tanpa penambahan asam sitrat.
Penambahan asam sitrat 9,6% pada pembuatan tepung putih telur itik juga
menyebabkan volume spesifik angel food cake sangat nyata (P<0,01) lebih besar
daripada tanpa penambahan asam sitrat. Volume spesifik angel food cake dengan
penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% tidak berbeda nyata. Hal ini terjadi karena
angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur itik yang mendapat penambahan
asam sitrat 6,1% dan 9,6% memiliki

porositas yang sama yaitu agak besar

sedangkan angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur tanpa penambahan
asam sitrat memiliki porositas sedang. Porositas agak besar membuat volume angel
food cake lebih besar daripada volume angel food cake dengan porositas sedang
sehingga membuat volume spesifiknya menjadi lebih besar.
Keempukan
Pengaruh penambahan asam sitrat berbeda pada pembuatan tepung putih telur
itik terhadap keempukan angel food cake diperlihatkan pada Tabel 8. Keempukan
menunjukkan kemudahan dalam menggigit atau mengunyah suatu makanan. Analisis
ragam menunjukkan perlakuan penambahan asam sitrat berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap rataan keempukan angel food cake.
Tabel 8. Keempukan Angel Food Cake dengan Penambahan Asam Sitrat
yang Berbeda pada Pembuatan Tepung Putih Telurnya
Penambahan Asam Sitrat

Keempukan (mm/s/g)

0,0%

0,17 0,02A

6,1%

0,29 0,02B

9,6%

0,28 0,01B

Keterangan : superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang sangat berbeda nyata (p<0,01)

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa keempukan angel food cake dengan
penambahan asam sitrat 6,1% pada pembuatan tepung putih telur itik sangat nyata
(P<0,01) lebih besar daripada tanpa penambahan asam sitrat. Penambahan asam
sitrat 9,6% pada pembuatan tepung putih telur itik juga menyebabkan keempukan
angel food cake sangat nyata (P<0,01) lebih besar daripada tanpa penambahan asam
sitrat. Keempukan angel food cake dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6%
tidak berbeda nyata. Hal ini terjadi karena perbedaan porositas antara angel food

25

cake dari tepung putih telur yang diberi penambahan asam sitrat pada pembuatannya
dan angel food cake dari tepung putih telur tanpa penambahan asam sitrat. Porositas
angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur dengan penambahan asam sitrat
6,1 dan 9,6% adalah agak besar sehingga jarak yang ditembus pada angel food cake
besar. Angel food cake dari tepung putih telur tanpa penambahan asam sitrat
memiliki porositas sedang sehingga jarak yang ditembus pada angel food cake oleh
penetrometer lebih kecil daripada angel food cake dari tepung putih telur itik dengan
penambahan asam sitrat.
Tingkat Kesukaan
Nilai rataan penilaian panelis pada uji tingkat kesukaan angel food cake
disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Tingkat Kesukaan Angel Food Cake
Persentase Penambahan Asam Sitrat
Peubah

0,0%
6,1%
9,6%
Penampakan umum

3,29 0,98

2,09 0,80

2,31 0,81

Warna

3,06 0,93

2,25 0,80

2,10 0,77

Rasa

2,85 0,94

2,54 0,87

2,51 0,98

Aroma

2,66 0,87

2,96 0,91

2,59 0,88

Tekstur

3,26 0,94

2,38 0,88

2,29 0,78

Keterangan: 1 = sangat suka; 2 = suka; 3 = netral; 4 = tidak suka; 5 = sangat tidak suka

Rataan kesukaan panelis terhadap penampakan umum angel food cake dari
tepung putih telur yang ditambahi asam sitrat 6,1 dan 9,6% sebesar 2,09 dan 2,31,
sedangkan panelis memilih netral (3,29) terhadap penampakan umum angel food
cake yang dibuat dari tepung putih telur tanpa penambahan asam sitrat.
Rataan kesukaan panelis terhadap warna angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur itik yang ditambahi asam sitrat 6,1 dan 9,6% sebesar 2,25 dan
2,10. Panelis memilih netral (3,06) terhadap warna angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur itik yang tidak ditambahi asam. Angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur itik yang ditambahi asam sitrat 6,1 dan 9,6% memiliki warna yang
lebih putih dibandingkan angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur itik
yang tidak ditambahi asam sitrat. Hal ini disebabkan oleh penambahan asam sitrat
pada pembuatan tepung putih telur itik yang membuat pH adonan menjadi asam.

26

Pigmen flavon pada tepung terigu menjadi tidak berwarna pada pH netral atau asam,
namun berwarna kuning pada pH yang lebih tinggi (Penfield dan Campbel, 1990).
Oleh sebab itu dengan penambahan asam sitrat pada pembuatan tepung putih telur
membuat warna angel food cake yang dihasilkan menjadi lebih putih dan disukai
oleh panelis.
Rataan nilai kesukaan panelis terhadap rasa angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% sebesar 2,54 dan
2,51. Panelis memilih netral (2,85) terhadap rasa angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur yang tidak ditambahi asam. Hal ini diduga karena penambahan
asam sitrat 6,1 dan 9,6% pada pembuatan tepung putih telur membuat rasa pada
angel food cake menjadi optimum. Penambahan gula sebesar 38,6% dalam adonan
angel food cake menurut sebagian besar panelis dirasa terlalu manis. Menurut
Reineccius (1994) penggunaan asam berperan dalam mencapai keasaman yang
optimum pada cake untuk meningkatkan rasa. Asam sitrat dapat memperkuat rasa
manis sukrosa yang digunakan pada angel food cake. Oleh karena itu dengan
penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% pada pembuatan tepung putih telur itik
membuat rasa angel food cake disukai oleh panelis.
Rataan kesukaan panelis terhadap aroma angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur tanpa penambahan asam sitrat dan dari tepung putih telur yang
ditambahi asam sitrat 9,6% sebesar 2,66 dan 2,59. Panelis memilih netral (2,96)
terhadap aroma angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur yang ditambahi
asam sitrat 6,1%. Hal ini diduga karena angel food cake yang dibuat dari tepung
putih telur tanpa penambahan asam sitrat dan penambahan asam sitrat 9,6% memiliki
aroma yang lebih kuat dibandingkan aroma angel food cake yang dibuat dari tepung
putih telur dengan penambahan asam sitrat 6,1%. Aroma angel food cake dihasilkan
dari karamelisasi sukrosa. Suasana basa yang diperoleh dari perlakuan tanpa
penambahan asam sitrat dan suasana asam yang diperoleh dari perlakuan
penambahan asam sitrat 9,6% menjadi katalis pada proses karamelisasi. Hal ini
mengakibatkan zat volatil yang dihasilkan lebih banyak daripada perlakuan
penambahan asam sitrat 6,1% yang berada pada pH netral yaitu sebesar 6,9. Oleh
karena itu panelis lebih menyukai aroma angel food cake yang dibuat dari tepung

27

putih telur tanpa penambahan asam sitrat dan dari tepung putih telur yang ditambahi
asam sitrat 9,6%.
Rataan kesukaan panelis terhadap tekstur angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% sebesar 2,38 dan
2,29. Panelis memilih netral (3,26) terhadap tekstur angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur tanpa penambahan asam sitrat. Hal ini disebabkan angel food cake
dari tepung putih telur dengan penambahan asam sitrat memiliki tekstur yang lebih
empuk dibandingkan angel food cake dari tepung putih telur yang tidak ditambahi
asam sitrat. Tekstur yang lebih empuk ini terjadi karena angel food cake tersebut
memiliki porositas yang lebih besar dibandingkan angel food cake dari tepung putih
telur tanpa penambahan asam sitrat. Oleh karena itu dengan penambahan asam sitrat
pada pembuatan tepung putih telur, tekstur angel food cake yang dihasilkan lebih
disukai.

28

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Penambahan asam sitrat pada pembuatan tepung putih telur itik sebesar 6,1
dan 9,6% menyebabkan nisbah pengembangan, volume spesifik dan keempukan
angel food cake lebih baik dibandingkan angel food cake yang terbuat dari tepung
putih telur tanpa asam sitrat. Porositas angel food cake yang dibuat dari tepung putih
telur itik dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% dinilai agak besar sedangkan
angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur tanpa penambahan asam sitrat
dinilai memiliki porositas sedang. Hasil uji hedonik menunjukkan panelis menyukai
warna, rasa, tekstur dan penampakan umum angel food cake yang dibuat dari tepung
putih telur dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% namun panelis menyukai
aroma angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur dengan penambahan asam
sitrat 9,6%.
Saran
Penambahan asam sitrat 9,6% perlu dilakukan pada pembuatan tepung putih
telur itik. Sebagian besar panelis menyatakan rasa angel food cake terlalu manis,
oleh karena itu perlu diteliti berapa jumlah gula yang harus ditambah agar rasa lebih
enak tanpa mengubah sifat fisiknya.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Penambahan asam sitrat pada pembuatan tepung putih telur itik sebesar 6,1
dan 9,6% menyebabkan nisbah pengembangan, volume spesifik dan keempukan
angel food cake lebih baik dibandingkan angel food cake yang terbuat dari tepung
putih telur tanpa asam sitrat. Porositas angel food cake yang dibuat dari tepung putih
telur itik dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% dinilai agak besar sedangkan
angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur tanpa penambahan asam sitrat
dinilai memiliki porositas sedang. Hasil uji hedonik menunjukkan panelis menyukai
warna, rasa, tekstur dan penampakan umum angel food cake yang dibuat dari tepung
putih telur dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% namun panelis menyukai
aroma angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur dengan penambahan asam
sitrat 9,6%.
Saran
Penambahan asam sitrat 9,6% perlu dilakukan pada pembuatan tepung putih
telur itik. Sebagian besar panelis menyatakan rasa angel food cake terlalu manis,
oleh karena itu perlu diteliti berapa jumlah gula yang harus ditambah agar rasa lebih
enak tanpa mengubah sifat fisiknya.

UCAPAN TERIMA KASIH


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat dan
karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarganya, sahabatnya dan
pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir. Niken Ulupi, MS dan Ir.
Rukmiasih, MS sebagai dosen Pembimbing Skripsi yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada Ir. Andi Murfi, MSi sebagai dosen Pembimbing Akademik atas
nasehat dan motivasi yang telah diberikan, kepada Dr. Ir. Rarah Ratih A.M, DEA
dan Ir. Widya Hermana, MSi. sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran
untuk perbaikan skripsi ini.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak dan Ibu, kakak dan adikadik atas dukungan yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada teman-teman THT angkatan 39
khususnya Tim Buih atas pelajaran berharga selama penelitian. Semoga skripsi ini
dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Juli 2007
Penulis

DAFTAR PUSTAKA
Amiarti, D. R. 2007. Sifat fisik dan fungsional tepung putih telur itik dengan
penambahan taraf asam sitrat yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Badan Statistik Pertanian. 2006. Usaha Tani. Direktorat Jenderal Bina Produksi
Peternakan, Jakarta.
Baldwin, R. E. dan O. J. Cotterill. 1979. Eggs. Dalam: R. J. Priestley (Editor).
Effects of Heating on Foodstuffs. Applied Science Publishers LTD. London.
Belitz, H. D. dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. 2nd Edition. Springer, Berlin.
Bennion, E. dan G. S. T. Bamford. 1979. The Technology of Cake Making. 5th
Edition. Leonard Hill Books. Aylesburg.
Bergquist, D. H. 1995. Egg dehydration. Dalam: W. J. Stadelman dan O. J. Cotterill
(Editor). Egg Science and Technology. 4th Edition. The Haworth Press, Inc.
USA.
Brown, A. 2000. Understanding Food Principles and Preparation. Wadsworth,
Belmont.
Charley, H. 1982. Food Science. 2nd Edition. John Wiley and Sons, New York.
Cherry, J. P. dan K. H. Mcwatters. 1981. Whippability and aeration. Dalam: J. P.
Cherry (Editor). Protein Functinality in Foods. American Chemical Society,
Washington D. C.
Cunningham, F.E. 1995. Egg-product pasteurization. Dalam: W. J. Stadelman dan
O. J. Cotterill (Editor). Egg Science and Technology. 4th Edition. The Haworth
Press, Inc. USA.
Dean, K. J., N. E. Edwards dan C. A. Russeli. 1980. Physics and Chemistry of
Baking. 3rd Edition. Applied Science Publisher, London.
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi Ketiga. Terjemahan:
M. Muljohardjo. Universitas Indonesia Press., Jakarta.
Fardiaz, S. 2002. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fellows, P. 1992. Food Processing Technology. Principles and Practice. 2nd Edition.
CRC Press, Washington DC.
Hardjosworo, P. S. dan Rukmiasih. 1999. Itik : Permasalahan dan Pencegahan.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Harns, J. V., E. A. Sauter, B. A. McLaren dan W. J. Stadelman. 1952. The use of
angel cake to test egg white quality. J. Poultry Sci. 31: 1083-1087.
Herawati. 2001. Pengaruh penambahan tepung bayam (Amaranthus triolar, L.), daun
singkong (Manihot esculenta, C.), terong panjang (Solanum melongena, L.)
dan margarin kaya asam lemak tidak jenuh terhadap mutu roti tawar. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hodge, J. E. 1967. Origin of flavor in foods nonenzymatic browning reactions.
Dalam: Schultz, H. W., E. A. Day dan L. M. Libbey. (Editor). Symposium on

Foods: The Chemistry and Physiology of Flavors. The Avi Publishing


Company, Inc., Connecticut.
Igoe, R. S dan Y. H. Hui. 1996. Dictionary of Food Ingredients. 3rd Edition.
Chapman and Hall, New York.
Johnson, T. M. dan M. E. Zabik. 1981. Ultrastructural examination of egg albumen
protein foams. J. Food Sci. 46:1237-1240.
Lawrence, D. V. dan Ashwood D. G. 1995. The flavouring of confectionary and
bakery products. Dalam: Ashurst, P.R.(Editor). Food Flavorings. 2nd Edition.
Blackie Academic and Professional, London.
Matz, S. A. 1997. Bakery Technology and Enginering. 3rd Edition. Van Nostrand
Reinhold, New York.
Matz, S. A. dan T. D. Matz. 1978. Cookie and Cracker Technology. 2nd Edition. The
Avi Publishing Co., Inc., Westport, Conn.
Muchtadi, T. R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Petunjuk Laboratorium.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Nanda, O. R. 2006. Pengaruh umur telur ayam ras terhadap sifat fisik angel food
cake. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Penfield, M. P. dan A. M. Campbell. 1990. Experimental Food Science. Academic
Press, Inc. San Diego.
Puspitasari, R. 2006. Sifat fisik dan fungsional tepung putih telur ayam ras dengan
waktu desugarisasi berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Rahmawati, A. 2006. Daya buih putih telur itik tegal pada umur telur dan taraf
penambahan asam sitrat yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Reineccius, G. 1994. Source Book of Flavor. 2nd Edition. Chapman and Hall. New
York.
Romanoff, A. L. dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd Edition. John Wiley
and Sons, New York.
Said, E. G. 1987. Bioindustri. Penerapan Teknologi Fermentasi. Mediyatama Sarana
Perkasa, Jakarta.
Samimi, M. H. dan H. R. Ball, Jr. 1995. Quality assurance. Dalam: W. J. Stadelman
dan O. J. Cotterill (Editor). Egg Science and Technology. 4th Edition. The
Haworth Press, Inc. USA.
Sauter, E. A. dan C. F. Petersen. 1974. Comparison of taste panel scores and instron
shear compression force for evaluation of angel food cakes. J. Poultry Sci.
53(5): 1975-1976 (Abstr).

32

Septiyandi, E. 2006. Daya dan kestabilan buih putih telur itik tegal pada umur telur
dan level penambahan cream of tartar yang berbeda. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
Stadelman W. J. dan O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. 4th Edition.
The Haworth Press, Inc. USA.
Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistik. Suatu
Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. Terjemahan: B. Sumantri. PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Sulistianing, E. 1995. Pembuatan dan optimasi formula roti tawar dan roti manis
skala kecil. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Suryono, H. 2006. Daya dan kestabilan buih putih telur itik tegal dengan
penambahan asam asetat pada umur simpan yang berbeda. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Whitaker, J.R. dan S. R. Tannenbaum. 1977. Food Protein. Avi Publishing Co. Inc,
Westport, Connecticut.
Wikipedia. 2006. Asam Sitrat. http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sitrat. [8 Desember
2006].
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi Penanganan dan
Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.
Wiranatakusumah, M. A., K. Abdullah dan A. M. Syarief. 1992. Sifat Fisik Pangan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Wong, D. W. S. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. Van Nostrand
Reinhold. New York.
Zayas, J. F. 1997. Functionality of Proteins in Food. Springer, Berlin.

33

LAMPIRAN

Lampiran 1. Contoh Form Uji Skoring


UJI SKORING
Nama Panelis

Tanggal Pengujian :
Jenis Contoh

: Angel Food Cake

Instruksi

1. Di hadapan Anda disajikan 3 buah sampel uji dan3 buah sampel pembanding.
2. Berikan penilaian Anda terhadap porositas sampel uji.
3. Beri tanda silang pada kotak yang disediakan sesuai dengan penilaian Anda.
Kode sampel

Penilaian
188
Sangat besar
Besar
Agak besar
Sedang
Kecil
Sangat kecil

087

625

Lampiran 2. Contoh Form Uji Hedonik


UJI HEDONIK
Nama Panelis
:
L/P
Tanggal pengujian :
Jenis contoh
: angel food cake
Instruksi
:
1. Di hadapan Anda disajikan 3 buah sampel uji
2. Berikan penilaian Saudara terhadap kriteria yang diminta berdasarkan
skala mutu 1-5
Penilaian

Kode Sampel
188

087

625

Penampakan umum
Warna
Rasa
Aroma
Tekstur
Keterangan : 1 = sangat suka
2 = suka
3 = netral
4 = tidak suka
5 = sangat tidak suka
Komentar dan saran : .............................................................................................
................................................................................................................................
................................................................................................................................
Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Nisbah Pengembangan Angel Food
Cake
SK

db

JK

KT

Perlakuan

0,065

0,033

22,81

Kelompok

0,005

0,002

1,69

Galat

0,006

0,001

Total

0,076

Keterangan: **= sangat berbeda nyata

F hitung

P
0,006**
0,293

Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Volume Spesifik Angel Food Cake


SK

db

JK

KT

F hitung

Perlakuan

0,564

0,282

27,567

Kelompok

0,030

0,015

1,489

Galat

0,041

0,010

Total

P
0,005**
0,329

Keterangan: ** = sangat berbeda nyata

Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Keempukan Angel Food Cake


SK

db

JK

KT

F hitung

Perlakuan

0,025

0,013

161,286

Kelompok

0,002

0,001

10,429

Galat

0,0003

0,000076

Total

0,0273

P
0,000**
0,026

Keterangan: ** = sangat berbeda nyata

Lampiran 6. Hasil Uji Duncan Nisbah Pengembangan Angel Food Cake


Taraf

Ulangan

Kelompok Duncan

Rata-rata

0,0%

1,07

6,1%

1,24

9,6%

1,26

Lampiran 7. Hasil Uji Duncan Volume Spesifik Angel Food Cake


Taraf

Ulangan

Kelompok Duncan

Rata-rata

0,0%

1,49

6,1%

1,90

9,6%

2,09

Lampiran 8. Hasil Uji Duncan Keempukan Angel Food Cake


Taraf

Ulangan

Kelompok Duncan

Rata-rata

0,0%

0,17

6,1%

0,29

9,6%

0,28

Você também pode gostar