Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
STEP 1
STEP 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
mengapa pasien sudah dipasang oksigen rebrathing mask tapi keadaan semakin memburuk?
Mengapa pasien terjadi sianosis?
Mengapa pada pasien dari rongga mulut mengeluarkan banyak darah?
Apa Interpretasi Spo2 92%, RR 30X/menit, gcs E2M4V2?
Mengapa pasien mengeluarkan suara seperti mengorok dan berkumur?
Sebutkan suara patologis lain yang dapat terdengar pada pasien sumbatan nafas?
Apa hubungan fraktur impressi os frontal dan sumbatan jalan nafas?
Bagaimana hubungan fraktur impressi os frontal dengan kesadaran?
Apa saja macam-macam penyebab sumbatan jalan nafas?
Kapan pasien dikatakan dalam keadaan gawat darurat?
Indikasi pemasangan alat bantu nafas?
Indikasi devinitive air way?
Tindakan awal apa untuk menangani pasien tersebut?
Definisi, Langkah-langkah dalam primary survey?
Apa Komplikasi sumbatan jalan nafas?
STEP 3
1. mengapa pasien sudah dipasang oksigen rebrathing mask tapi keadaan semakin memburuk?
Penderita bersuara mengorok sumbatan dari air mungkin dokter tidak melakukan
penyerapan air pada rongga mulut dengan menggunakan kain.
Nilai ABCD Pinsip rebrathing mask : memasukan oksigen dalam paru mungkin oksigen yg
masuk tidak sampai ke paru karna sumbatan.
i. Bagaimana terapi oksigen?
ii. Finger swab dilakukan kapan?
iii. Suction dilakukan kapan? Saat pemasangan oropharyng air way
2. Mengapa pasien terjadi sianosis?
Tersumbat jalan nafas sianosis
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Jatuh imprssi os frontal ganggan kesadaran relaksasi otot2 dilator faring lidah juga
relaksasi jatuh ke belakang meutup jalan nafas sianosis oksigen yg sedikit di tubuh
kompensasi dengan hb yg banyak
Perdarahan karna fraktur impressi rusak selaput meningen rinore sumbatan
Sumbatan nafas
i. Parsial : merusak selaput meningen ditandai suara berisik dan retraksi
ii. Total : tidak ada retraksi supraclavicula, tidak pengembangan dada saat inspirasi,
Mengapa pada pasien dari rongga mulut mengeluarkan banyak darah?
Impresi os frontal robek selaput otak darah melewati hidung pasien tidur sehingga darah
terkumpul di mulut lewat nasofaring
Apa Interpretasi Spo2 92%, RR 30X/menit takipneu , gcs E2M4V2?
Spo2 < normal : 95-100%
i. 90-95 : hipoksia ringan - sedang
ii. 85-90 : sedang berat
iii. < 85 : berat
RR meningkat n: 16-24/menit
Gcs cidera kepala berat jumlah nya delapan
i. E2: membuka karna nyeri
ii. M4 : fleksi normal
iii. V2 : bergumam
Klasifikasi gcs dengan kesadaran
1. 15 : compos mentis
2. 13-14 : apatis
3. 12-13 : somnolen
4. 10-12 : stupor
5. < 8 : koma
Mengapa pasien mengeluarkan suara seperti mengorok dan berkumur?
Fraktus impressi os frontal pemb.darah pecah lewat coana tonus otot pada tenggorokan
hilang berkumpul di faring : berkumur, di orofaring : ngorok
Pasien tidak sadar otot2 palatum lemas menghadang saluran pernfasan saat menarik
nafas otot2 akan menegang teerjadi turbulensi udara pada otot2 yg mengahadang
pernafasan.
Sebutkan suara patologis lain yang dapat terdengar pada pasien sumbatan nafas?
Mengorok (snoaring) : sumbatan benda padat palatum mole lidah
Gargling : berkumur adanya cairan
Crowing suara dengan nada tinggi akibat pembengkakan pada trakea
Stridor : akibat sumbatan parsial di laring stidor inspirasi (sumbatan ekspirasi : di trakea)
Hoarseness : akibat edem mukosa laring
Afoni : tidak dapat bersuara merupakan pertanda buruk akibat sumbatan total pada laring dan
trakea menggunakan back blow lebih ke anak2 ditepuk di tulang scapula 5x, manuver :
pasien ditarik ke atas (dewasa)
i. Cara mengatasi snoaraing
1. Chin lift dan jaw thrust dengan pipa orofaring dan et
2. Gargling : dengan finger swab atau suction
3. Stridor / crowing : cricotirotomi dan trakeostomi
Apa hubungan fraktur impressi os frontal dan sumbatan jalan nafas? sudah dijawab
Bagaimana hubungan fraktur impressi os frontal dengan kesadaran?
Kelelahan otot pernafasan penumpukan co2 mempengaruhi ssp menekan pusat nafas
Terhentinya aliran darah ke otak dari jantung dekompensasi o2 akibat gagl nafas
Iskemi pada otak kesadaran menurun
Apa saja macam-macam penyebab sumbatan jalan nafas?
Bisa karna trauma : kecelakaan fraktur os frontal
Benda asing : menyangkut di laring trakea bronkus kanan (lebih besar dan vertika
Ekstrapulmuner
Intrapulmuner
Obstruksi jalan nafas
Kecelakaan
Fraktur
Robeknya
PRIMARY
pf
Gcs, APVU,
1. mengapa pasien sudah dipasang oksigen rebrathing mask tapi keadaan semakin memburuk?
kontraksi pembuluh pulmoner sebagai respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di
area paru terganggu, kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga
mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga
mengakibatkan eritrositosis danterjadi peningkatan kapasiti transfer oksigen. Kontraksi
pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan volume sekuncup jantung akan
menyebabkan hipertensi pulmoner. Gagal jan tung kanan bahkan dapat menyebabkan
kematian.
b.
Hipoksia3
Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan.Istilah ini lebih tepat dibandingkan
anoksia, sebabjarang dijumpai bahwa benar-benar tidak ada O2 tertinggal dalam
jaringan, secara tradisional, hipoksia dibagi dalam 4 jenis. Berbagai klassifikasi lain telah
digunakan namun sidtim 4 jenis ini tetap sangat bergunaapabila masing-masing definisi
istilah tetap diingat. Keempat kategori hipoksia adalah sebagai berikut :
1. Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik) yaitu apabila PO2 darah arteri berkurang
2. Hipoksia anemik yaitu apabila O 2 darah arteri normal tetapi mengalami denervasi
maupun pada ginjal yang diangkat (diisolasi) dan diperfusi
3. Hipoksia stagnan; akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi organ seperti
ginjal dan jantung saat terjadi syok
4. Hipoksia histotoksik; hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi
jaringan paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida
c.
Hipoksia Hipoksik 3
Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada daerah ketinggian
serta merupakan penyulit pada pneumonia danberbagai penyakit sistim pernafasan
lainnya.
Tingkat ksadaran:
1. PENILAIAN KUALITATIF
a. Composmentis Cooperatif
Bereaksi segera dengan orientasi sempurna, sadar akan sekeliling orientasi,
baik terhadap orang, tempat dan waktu
b. Apatis
Terlihat mengantuk tapi mudah dibangunkan, klien tampak acuh tak acuh
dengan lingkungannya
c. Confuse
Klien tampak bingung/ bengong, respon psikologis agak lambat
d. Samnolen
Dapat dibangunkan bila rangsangan cukup kuat
e. Soporos Coma
Keadaan tidak sadar menyerupai koma, respon terhadap nyeri masih ada,
biasanya ada inkontinensia urine, belum ada gerakan motorik sempurna
f. Coma
Tidak sadar dan tidak berespon terhadap rangsangan nyeri
o Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata, bicara
dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 6
tergantung responnya.
Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi, penderita
trauma kepal/karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi otot-otot termasuk otot lidah dan
sphincter cardia akibatnya bila posisi penderita terlentang maka pangkal lidah akan jatuh ke
posterior menutup orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan jalan napas. Sphincter cardia yang
relaks, menyebabkan isi lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini merupakan
ancaman terjadinya sumbatan jalan napas oleh aspirat yang padat dan aspirasi pneumonia oleh
aspirasi cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya reflek batuk sudah menurun atau hilang
Sumber:
1. Guyton, 1994.,Pernapasan, Pengangkutan Oksigen dan Karbondioksida di dalam Darah dan Cairan Tubuh,Pengaturan Pernapasan, hal: 181207, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed.7, Bag.II, Cet.I., EGC, Jakarta.
2. Kurt J.I et all, 1999.,Hipoksia, Polisitemia dan Sianosis, hal: 208-212, Horrison, Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Vol. I, EGC, Jakarta.
3. Ganong M.D., 1988, Penyesuaian Pernapasan Pada Orang Sehat dan Sakit, Hipoksia, hal: 586-597,Fisiologi Kedokteran,ed.10,Cet.IV,EGC,
Jakarta
4. Rima dkk., 1996, Hipoksia, Kamus Kedokteran Dorlan, hal: 898, cet.II, EGC, Jakarta.
5. Sylvia A.P., Lorraine M.W., 1995, Tanda dan Gejala Penyakit Pernapasan, Hiperkapnea dan Hipokapnea, hal: 685, Fisiologis Proses-proses
Penyakit, ed. 4, Buku II, EGC, Jakarta.
1
Carolyn M.H., Barbara M.G., 1995, Gagal Pernapasan Akut, hal: 563, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, ed.VI, Vol. I, EGC, Jakarta.
Dasar lidah pd penderita koma otot lidah dan leher lemas shg tidak mampu mengangkat dasar
lidah dari dinding belakang faring
Benda asing ( tumpahan atau darah di jalan nafas atas yg tdk dpt ditelan atau dibatukkan )
( Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof.DR.Dr.I.Riwanto,SpBD,FK UNDIP, 2000 )
6. Sebutkan suara patologis lain yang dapat terdengar pada pasien sumbatan nafas?
Gargling/ suara seperti orang berkumur : kondisi ini terjadi karena ada
kebuntuan saluran nafas yang disebabkan oleh cairan (eg: darah, muntahan),
Lakukan suction dengan alat seperti dibawah ini :
B.
Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada
kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah crossfinger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya,
menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk menyapu rongga
mulut dari cairan-cairan).
C.
Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena
pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan
maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja
Jika suara napas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan napas,
maka dapat dilakukan :
1. Back Blow sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak
tangan daerah diantara tulang scapula di punggung
2. Heimlich Maneuver, dengan cara memposisikan diri seperti gambar, lalu
menarik tangan ke arah belakang atas.
3. Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara
memposisikan diri seperti gambar lalu mendorong tangan kearah dalam atas.
1 BAGIAN ATAS
Dasar lidah
Sering menyumbat jln nafas pd penderita koma krn pd penderita koma otot lidah dan leher lemas
sehingga tdk mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings. Hal ni sering terjadi bila
kepala penderita dalam posisi fleksi.
Benda asing
Seperti tumpahan atau darah di jln nafas bagian atas yg tdk dpt ditelan atau dibatukkan oleh penderita
yg tdk sadar dpt menyumbat jln nafas.Benda-benda tersebut bisa tersangkut pada :
a Laring Secara progresif akan terjadi stridor, dispneu, apneu, penggunaan otot bantu nafas,
b
sianois
Saluran nafas
1 Trachea tidak dapat dikeluarkan karena tersangkut didalam rimaglotis dan akhirnya
tersangkut dilarink dan akhirnya dapat menimbulkan gejala obstruksi larink
Bronkus Biasanya tersangkut pada bronkus kanan, benda asing ini kemudian dilapisi
Dasar lidah
Palatum molle
Darah
Benda asing
Sumbatan jalan nafas bawahbronkospasme, sembab mukosa, sekresi
bronkus, masukknya isi lambung/benda asing di paru
a
b
c
d
e
f
g
NPA
Indikasi: pasien sadar/tidak sadar,napas spontan,masih ada reflek muntah,kesulitan dengan opa(karena trauma di
sekitar mulut dan trismus)
Kontraindikasi: fraktur wajah,fraktur tulang dasar tengkorak(basis cranii)
Komplikasi: iritasi mukosa dan trauma jaringan adenoid,laringospasme,muntah,aspirasi,insersi intrakranial
Buku skill
12. Indikasi devinitive air way?
Jika ternyata pasien masih bernafas, maka hitunglah berapa frekuensi pernapasan
pasien itu dalam 1 menit (Pernapasan normal adalah 12 -20 kali permenit)
Jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi pasien dengan tetap melakukan
Look Listen and Feel
Jika frekuensi nafas < 12-20 kali permenit, berikan nafas bantuan (detail tentang
nafas bantuan dibawah)
Jika pasien mengalami henti nafas berikan nafas buatan (detail tentang nafas
buatan dibawah)
Setelah diberikan nafas buatan maka lakukanlah pengecekan nadi carotis yang
terletak di leher (ceklah dengan 2 jari, letakkan jari di tonjolan di tengah
tenggorokan, lalu gerakkan lah jari ke samping, sampai terhambat oleh otot leher
(sternocleidomastoideus), rasakanlah denyut nadi carotis selama 10 detik.
Jika tidak ada denyut nadi maka lakukanlah Pijat Jantung(figure D dan E , figure F
pada bayi), [detil tentang pijat jantung dijelaskan di bawah] diikuti dengan nafas
buatan(figure A,B dan C)[detil tentang nafas buatan dijelaskan di bawah],ulang
sampai 6 kali siklus pijat jantung-napas buatan, yang diakhiri dengan pijat jantung
Cek lagi nadi karotis (dengan metode seperti diatas) selama 10 detik, jika teraba
lakukan Look Listen and Feel (kembali ke poin 11) lagi. jika tidak teraba ulangi poin
nomer
Pijat jantung dan nafas buatan dihentikan jika
a.Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi
b.Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)
c.Bantuan sudah datang
d.Teraba denyut nadi karotis
Setelah berhasil mengamankan kondisi diatas periksalah tanda-tanda shock pada
pasien :
a.Denyut nadi >100 kali per menit
b.Telapak tangan basah dingin dan pucat
c.Capilarry Refill Time > 2 detik ( CRT dapat diperiksa dengan cara menekan ujung
kuku pasien dg kuku pemeriksa selama 5 detik, lalu lepaskan, cek berapa lama
waktu yg dibutuhkan agar warna ujung kuku merah lagi)
Jika pasien shock, lakukan Shock Position pada pasien, yaitu dengan mengangkat
kaki pasien setinggi 45 derajat dengan harapan sirkulasi darah akan lebih banyak
ke jantung
Nafas Bantuan
Nafas Bantuan adalah nafas yang diberikan kepada pasien untuk menormalkan frekuensi
nafas pasien yang di bawah normal. Misal frekuensi napas : 6 kali per menit, maka harus
diberi nafas bantuan di sela setiap nafas spontan dia sehingga total nafas permenitnya
menjadi normal (12 kali).
Prosedurnya :
1. Posisikan diri di samping pasien
2. Jangan lakukan pernapasan mouth to mouth langsung, tapi gunakan lah kain sebagai
pembatas antara mulut anda dan pasien untuk mencegah penularan penyakit2
3. Sambil tetap melakukan chin lift, gunakan tangan yg tadi digunakan untuk head tilt
untuk menutup hidung pasien (agar udara yg diberikan tidak terbuang lewat hidung).
4. Mata memperhatikan dada pasien
5. Tutupilah seluruh mulut korban dengan mulut penolong
6.Hembuskanlah nafas satu kali ( tanda jika nafas yg diberikan masuk adalah dada
pasien mengembang)
7.Lepaskan penutup hidung dan jauhkan mulut sesaat untuk membiarkan pasien
menghembuskan nafas keluar (ekspirasi)
8.Lakukan lagi pemberian nafas sesuai dengan perhitungan agar nafas kembali normal
Nafas Buatan
Cara melakukan nafas buatan sama dengan nafas bantuan, bedanya nafas buatan
diberikan pada pasien yang mengalami henti napas. Diberikan 2 kali efektif (dada
mengembang )
Pijat Jantung
Pijat jantung adalah usaha untuk memaksa jantung memompakan darah ke seluruh
tubuh, pijat jantung dilakukan pada korban dengan nadi karotis yang tidak teraba. Pijat
jantung biasanya dipasangkan dengan nafas buatan (seperti dijelaskan pada algortima di
atas)
Prosedur pijat jantung :
1. Posisikan diri di samping pasien
2. Posisikan tangan seperti gambar di center of the chest ( tepat ditengah-tengah dada)
3. Posisikan tangan tegak lurus korban seperti gambar
4.Tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi panggul (hip
joint)
5.Tekanlah dada kira-kira sedalam 4-5 cm (seperti gambar kiri bawah)
6. Setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada kembali normal (seperti
gambar kanan atas)
7. Satu set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 kali tekanan, untuk memudahkan
menghitung dapat dihitung dengan cara menghitung sebagai berikut :
Satu Dua Tiga EmpatSATU
Satu Dua Tiga Empat DUA
Satu Dua Tiga Empat TIGA
Satu Dua Tiga Empat EMPAT
Satu Dua Tiga Empat LIMA
Satu Dua Tiga Empat ENAM
8. Prinsip pijat jantung adalah :
a. Push deep
b. Push hard
c. Push fast
d. Maximum recoil (berikan waktu jantung relaksasi)
e. Minimum interruption (pada saat melakukan prosedur ini penolong tidak boleh
diinterupsi)
Survei Primer (Primary Surgery), yang dapat dilakukan oleh setiap orang.
Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan
paramedis terlatih dan merupakan lanjutan dari survei primer.
B SURVEI PRIMER
Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta
defibrilasi. Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan
dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu :
A airway (jalan napas)
juga
penolong harus menutup lubang hidung korban / pasien dengan ibu jari dan jari
telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang
diberikan pada kebanyakan orang dewasa adalah 400 - 500 ml (10 ml/kg).
Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang terlalu cepat dapat
menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.
Mulut ke hidung
Teknik
ini
direkomendasikan
jika
usaha
Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan
bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan
teknik sebagai berikut :
Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau
kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).
Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke
atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong
dalam memberikan bantuan sirkulasi.
Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak
tangan diatas telapak tangan yang lainnya, hindari jarijari tangan menyentuh
dinding dada korban / pasien, jarijari tangan dapat diluruskan atau menyilang.
Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan
tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman
penekanan berkisar antara 1,52 inci (3,85 cm).
Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan
pada saat melepaskan kompresi.
Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 dilakukan baik oleh 1
atau 2 penolong jika korban / pasien tidak terintubasi dan kecepatan kompresi
adalah 100 kali permenit (dilakukan 4 siklus permenit), untuk kemudian dinilai
apakah perlu dilakukan siklus berikutnya atau tidak.
Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 6080
mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output)
hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan
dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi
dada) tidak boleh melebihi 30 detik.
D (DEFRIBILATION)
Defibrilation
atau
dalam
bahasa
Indonesia
dapat mengetahui korban henti jantung ini harus dilakukan defibrilasi atau tidak,
jika perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut dapat memberikan tanda kepada penolong untuk
melakukan defibrilasi atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan sirkulasi saja.
Tentukan kesadaran korban / pasien (sentuh dan goyangkan korban dengan lembut dan
mantap), jika tidak sadar, maka
2 Minta pertolongan serta aktifkan sistem emergensi.
3 Jalan napas (AIRWAY)
4 Pernapasan (BREATHING)
Nilai pernapasan untuk melihat ada tidaknya pernapasan dan adekuat atau tidak
pernapasan korban / pasien.
Jika korban / pasien dewasa tidak sadar dengan napas spontan, serta tidak adanya
trauma leher (trauma tulang belakang) posisikan korban pada posisi mantap (Recovery
position), dengan tetap menjaga jalan napas tetap terbuka.
Jika korban / pasien dewasa tidak sadar dan tidak bernapas, lakukan bantuan napas. Di
Amerika Serikat dan dinegara lainnya dilakukan bantuan napas awal sebanyak 2 kali,
sedangkan di Eropa, Australia, New Zealand diberikan 5 kali. Jika pemberian napas
awal terdapat kesulitan, dapat dicoba dengan membetulkan posisi kepala korban /
pasien, atau ternyata tidak bisa juga maka dilakukan :
-
Untuk orang awam dapat dilanjutkan dengan kompresi dada sebanyak 30 kali dan 2
kali ventilasi, setiap kali membuka jalan napas untuk menghembuskan napas, sambil
mencari benda yang menyumbat di jalan napas, jika terlihat usahakan dikeluarkan.
Untuk petugas kesehatan yang terlatih dilakukan manajemen obstruksi jalan napas
oleh benda asing.
Setelah memberikan napas 8-10 kali (1 menit), nilai kembali tanda tanda adanya
sirkulasi dengan meraba arteri karotis, bila nadi ada cek napas, jika tidak bernapas
lanjutkan kembali bantuan napas.
5 Sirkulasi (CIRCULATION)
Periksa tandatanda adanya sirkulasi setelah memberikan 2 kali bantuan pernapasan
dengan cara melihat ada tidaknya pernapasan spontan, batuk atau pergerakan. Untuk
petugas kesehatan terlatih hendaknya memeriksa denyut nadi pada arteri Karotis.
Jika ada tandatanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan kompresi dada,
hanya menilai pernapasan korban / pasien (ada atau tidak ada pernapasan)
Jika tidak ada tandatanda sirkulasi, denyut nadi tidak ada lakukan kompresi dada :
-
Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali dengan kecepatan 100 kali per menit.
Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan mulai kembali
kompresi 30 kali dengan kecepatan 100 kali per menit.
6 Penilaian Ulang
Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi (+2Menit) kemudian korban dievaluasi kembali,
Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan napas dengan rasion 30 :
2.
Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi mantap.
Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 8-10 kali
permenit dan monitor nadi setiap saat.
Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar
jalan napas tetap terbuka kemudian korban / pasien ditidurkan pada posisi sisi mantap.
Tanda vital
Balut Bidai
Monitor terus-menerus
http://traumacenterindonesia.blogspot.com/2013/03/pemeriksaan-dantindakan-awal-pada.html
<3 min
120-200 min
60-90 min
24-72 min
several day
Sebagian (parsial)
i Korban mungkin masih mampu melakukan pernapasan, namun kualitas
pernapasan dapat baik atau buruk.
ii Pada korban dengan pernapasan yang masih baik, korban biasanya masih
dapat melakuakan tindakan batuk dengan kuat, usahakan agar korban
tetap bisa melakukan batuk dengan kuat sampai benda asing tersebut
dapat keluar.
iii Bila sumbatan jalan napas partial menetap, maka aktifkan sistem
pelayanan medik darurat.
iv Obstruksi jalan napas partial dengan pernapasan yang buruk harus
diperlakukan sebagai obstruksi jalan napas komplit.
Komplit (total)
i Korban biasanya tidak dapat berbicara, bernapas, atau batak.
ii Biasanay korban memegang lehernya diantara ibu jari dan jari lainnya.
iii Saturasi oksigen akan dengan cepat menurun dan otak akan mengalami
kekurangan oksigen sehinga menyebabkan kehilangan kesadaran, dan
kematian akan cepat terjadi jika tidak diambil tindakan segera.
http://www.scribd.com/doc/179305474/SAsa-Lbm1-KeGAWATdaruratandoc
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi
disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma
baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya
substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal
disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2008)
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara deskripsi dapat
dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala. (IKABI,
2004).
a. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu
1). cedera kepala tumpul.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan
benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan decelerasi yang menyebabkan
otak bergerak didalam rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang
tengkorak.
2). Cedera tembus.
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan. (IKABI, 2004)
b. Berdasarkan morfologi cedera kepala.
Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang
meliputi
1). Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit kepala/scalp
terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin, connective tissue dan
perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar
yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering
terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan
jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan
yang cukup banyak.
2). Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi
a). Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada tulang
tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi
jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak
menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk
kedalam rongga intrakranial.
b). Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg tengkorak yang
mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada
bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada
usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya
hematum epidural.
c). Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari satu fragmen
dalam satu area fraktur.
d). Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang
langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur impresi pada tulang
kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak,
fraktur impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi
masuk dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat.
e). Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak,
fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang merekat erat pada
dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi fraktur
fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada
perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis
krani lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih
erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis
dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan
cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis). Pada
pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes sign (fraktur basis kranii
fossa anterior), atau ottorhea dan batles sign (fraktur basis kranii fossa media). Kondisi
ini juga dapat menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering terjadi adalah gangguan
saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf wajah (N.facialis) dan saraf pendengaran
(N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari fraktur basis kranii meliputi pencegahan
peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak misalnya dengan mencegah batuk,
mengejan, dan makanan yang tidak menyebabkan sembelit. Jaga kebersihan sekitar
lubang hidung dan telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (konsultasi ahli THT) pada
tanda
bloody/
otorrhea/otoliquorrhea.
Pada
penderita
dengan
tanda-tanda
bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring
ke posisi yang sehat.
3). Cedera kepala di area intrakranial.
Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal dan cedera otak
difus.
1). Cedera otak fokal yang meliputi
a). Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH)
Epidural hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial
antara tabula interna tulang tengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat
menimbulkan penurunan kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam dan
kemudian terjadi defisit neorologis berupa hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil
itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan
hemiparesis.
b). Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut.
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang terjadi akut
(6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks
cerebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya
kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dibanding
pada perdarahan epidural.
c). Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik
Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3
minggu setelah trauma. Subdural hematom kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah
darah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga
akan terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat tamponade. Dalam beberapa hari
akan terjadi infasi fibroblast ke dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan
dalam (korteks) dan lapisan luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan
di ikuti dengan pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses
degradasi atau likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang
dilapisi membran semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor
diluar membran masuk kedalam membran sehingga cairan subdural bertambah banyak.
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung,
kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA (transient ischemic
attack).disamping itu dapat terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti kelemahan
otorik dan kejang
d). Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)
Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen yang
terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh
benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya
akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah
yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan
subkortikal. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya penurunan
kesadaran. Derajat penurunan kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi
dari trauma yang dialami.
e). Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)
Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri
maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit
dan disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya PSA menggambarkan
luasnya kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang
luas akan memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia
akut luas dengan manifestasi edema cerebri.
2). Cedera otak difus menurut (Sadewa, 2011)
Cedera kepala difus adalah terminologi yang menunjukkan kondisi parenkim otak setelah
terjadinya trauma. Terjadinya cedera kepala difus disebabkan karena gaya akselerasi dan
deselarasi gaya rotasi dan translasi yang menyebabkan bergesernya parenkim otak dari
permukaan terhadap parenkim yang sebelah dalam. Fasospasme luas pembuluh darah
dikarenakan adanya perdarahan subarahnoit traumatika yang menyebabkan terhentinya
sirkulasi diparenkim otak dengan manifestasi iskemia yang luas edema otak luas
disebabkan karena hipoksia akibat renjatan sistemik, bermanifestasi sebagai cedera
kepala difus. Dari gambaran morfologi pencitraan atau radiologi menurut (Sadewa, 2011)
maka cedera kepala difus dikelompokkan menjadi .
a). Cedera akson difus (difuse aksonal injury) DAI
Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang menghubungkan inti
permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut proyeksi), maupun serabut yang
menghubungkan inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut yang
menghbungkan inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura) mengalami kerusakan.
Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan karena gaya rotasi antara initi profunda dengan
inti permukaan .
b). Kontsuio cerebri
Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang disebabkan karena efek gaya
akselerasi dan deselerasi. Mekanisme lain yang menjadi penyebab kontosio cerebri
adalah adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal tersebut menunjukkan besarnya
gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu kuat oleh
tulang dan cairan otak yang begitu kompak. Lokasi kontusio yang begitu khas adalah
kerusakan jaringan parenkim otak yang berlawanan dengan arah datangnya gaya yang
mengenai kepala.
c). Edema cerebri
Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma kepala. Pada edema
cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim otak namun terlihat pendorongan
hebat pada daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral lebih disebabkan
karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya renjatan hipovolemik.
d). Iskemia cerebri
Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak berkurang atau
terhenti. Kejadian iskemia cerebri berlangsung lama (kronik progresif) dan
disebabkan karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak.
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya.
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer, 2000)
diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan menjadi
1). Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 15.
1. Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
dapat
2.
3.
4.
5.
6.
2. Dengan alat
a. Non definitive airway :
Suction : membersihkan secret pada pasien yang tidak mampu
mengeluarkan secret
OPA : untuk mencegah lidah melekat pada dinding posterior faring,
mempermudah suction, mencegah ETT tergigit
NPA : digunakan pada OPA yang tidak dapat dipakai akibat trismus
atauperdarahan masiv/trauma di sekitar mulut.
b. Definitive airway
ETT
Crycothyroidotomi
B. BREATHING
Pemberian napas bantuan dilakukan setelah jalan napas terlihat aman. Tujuan
Primer pemberian napas bantuan adalah untuk mempertahankan oksigenasi
yang adekuat dengan tujuan sekunder untuk membuang CO2. Sesuai dengan
revisi panduan yang dikeluarkan American Hearth Association mengenai
Bantuan Hidup Jantung Dasar, penolong tidak perlu melakukan observasi
napas spontan dengan Look, Listen, Feel, karena langkah pelaksanaan tidak
konsisten dan menghabiskan banyak waktu. Hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan bantuan napas antara lain :
Tatalaksana :
memasang mouth barrier untuk proteksi diri
Sesuai volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding dada
Berikan napas bantuan dalam waktu 1 detik setiap 5-6 detik jika terada nadi
pada A. Carrotis communis
Diberikan 2 kali napas bantuan setelah 30 kompresi jika bersama dengan
henti jantung
Pada kondisi terdapat dua orang penolong atau lebih, dan telah berhasil
memasukkan alat untuk mempertahankan jalan napas (seperti pipa endotrakheal,
combitube, atau sungkup laring), maka napas bantuan diberikan setiap 6-8 detik,
yang melakukan kompresi tidak perlu menghitung
Cara pemberian napas bantuan :
a. Mulut ke mulut
b. Mulut ke hidung
c. Mulut ke sungkup
d. Dengan Kantung Pernafasan / ambu bag
C. CIRCULATION
Penatalaksanaan :
D. DISABILITY
cek kesadaran
E. EXPOSURE
Buka baju penderita lihat kemungkinan cedera yang timbul tetapi cegah
hipotermi/kedinginan (dengan diselimuti)
1 Patofisiologi akibat sumbatan jalan nafas
Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi, penderita trauma
kepala/karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi otot-otot termasuk otot lidah dan sphincter
cardia akibatnya bila posisi penderita terlentang maka pangkal lidah akan jatuh ke posterior menutup
orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan jalan napas. Sphincter cardia yang relaks, menyebabkan
isi lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini merupakan ancaman terjadinya
sumbatan jalan napas oleh aspirat yang padat dan aspirasi pneumonia oleh aspirasi cair, sebab pada
keadaan ini pada umumnya reflek batuk sudah menurun atau hilang.8
Kegagalan respirasi mencakup kegagalan oksigenasi maupun kegagalan ventilasi. Kegagalan
oksigenasi dapat disebabkan oleh: (1) ketimpangan antara ventilasi dan perfusi. (2) hubungan pendek
darah intrapulmoner kanan-kiri. (3) tegangan oksigen vena paru rendah karena inspirasi yang kurang,
atau karena tercampur darah yang mengandung oksigen rendah. (4) gangguan difusi pada membran
kapiler alveoler. (5) hipoventilasi alveoler. Kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO2 meninggi
dan pH kurang dari 7,35. Kegagalan ventilasi terjadi bila minut ventilation berkurang secara tidak
wajar atau bila tidak dapat meningkat dalam usaha memberikan kompensasi bagi peningkatan
produksi CO2 atau pembentukan rongga tidak berfungsi pada pertukaran gas (dead space). Kelelahan
otot-otot respirasi /kelemahan otot-otot respirasi timbul bila otot-otot inspirasi terutama diafragma
tidak mampu membangkitkan tekanan yang diperlukan untuk mempertahankan ventilasi yang sudah
cukup memadai. Tanda-tanda awal kelelahan otot-otot inspirasi seringkali mendahului penurunan
yang cukup berarti pada ventilasi alveolar yang berakibat kenaikan PaCO2. Tahap awal berupa
pernapasan yang dangkal dan cepat yang diikuti oleh aktivitas otot-otot inspirasi yang tidak
terkoordinsiberupa alterans respirasi (pernapasan dada dan perut bergantian), dan gerakan abdominal
paradoxal (gerakan dinding perut ke dalam pada saat inspirasi) dapat menunjukan asidosis respirasi
yang sedang mengancam dan henti napas.9
Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah yang pertama
adalah membuka jalan napas dan menjaganya agar tetap bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi tetap
ada gangguan ventilasi maka harus dicari penyebab lain.penyebab lain yang terutama adalah
gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi susunan syaraf pusat. Untuk inspirasi agar diperoleh
volume udara yang cukup diperlukan jalan napas yang bebas, kekuatan otot inspirasi yang kuat,
dinding thorak yang utuh, rongga pleura yang negatif dan susunan syaraf yang baik.Bila ada
gangguan dari unsur-unsur mekanik diatas maka akan terjadi hipoventilasi yang mengakibatkan
hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan
meningkatkan tekanan intrakranial, yang dapat menurunkan kesadran dan menekan pusat napas bila
disertai hipoksemia keadaan akan makin buruk. Penekanan pusat napas akan menurunkan ventilasi.
Lingkaran ini harus dipatahkan dengan memberikan ventilasi dan oksigensi. Gangguan ventilasi dan
oksigensi juga dapat terjadi akibat kelainan di paru dan kegagalan fungsi jantung. Parameter ventilasi
: PaCO2 (N: 35-45 mmHg), ETCO2 (N: 25-35mmHg), parameter oksigenasi : Pa O2 (N: 80-100
mmHg), Sa O2 (N: 95-100%).
Sumber:
1. Guyton, 1994.,Pernapasan, Pengangkutan Oksigen dan Karbondioksida di dalam Darah dan
Cairan Tubuh,Pengaturan Pernapasan, hal: 181-207, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed.7, Bag.II,
Cet.I., EGC, Jakarta.
2. Kurt J.I et all, 1999.,Hipoksia, Polisitemia dan Sianosis, hal: 208-212, Horrison, Prinsip-prinsip
Ilmu Penyakit Dalam, Vol. I, EGC, Jakarta.
3. Ganong M.D., 1988, Penyesuaian Pernapasan Pada Orang Sehat dan Sakit, Hipoksia, hal: 586597,Fisiologi Kedokteran,ed.10,Cet.IV,EGC, Jakarta
4. Rima dkk., 1996, Hipoksia, Kamus Kedokteran Dorlan, hal: 898, cet.II, EGC, Jakarta.
6
Sylvia A.P., Lorraine M.W., 1995, Tanda dan Gejala Penyakit Pernapasan, Hiperkapnea dan
Hipokapnea, hal: 685, Fisiologis Proses-proses Penyakit, ed. 4, Buku II, EGC, Jakarta.