Você está na página 1de 2

Apa Itu Nur Muhammad?

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar


Dalam ilmu tasawuf, Nur Muhammad mempunyai pembahasan mendalam. Nur Muhammad disebut juga
hakikat Muhammad.
Sering dihubungkan pula dengan beberapa istilah seperti al-qalam al-ala (pena tertinggi), al-aql al-awwal
(akal utama), amr Allah (urusan Allah), al-ruh, al-malak, al-ruh al-Ilahi, dan al-ruh al-Quddus.
Tentu saja, sebutan lainnya adalah insan kamil. Secara umum istilah-istilah itu berarti makhluk Allah yang
paling tinggi, mulia, paling pertama dan utama. Seluruh makhluk berasal dan melalui dirinya. Itulah
sebabnya Nur Muhammad pun disebut al-haq al-makhluq bih atau al-syajarah al-baidha' karena seluruh
makhluk memancar darinya.
Ia bagaikan pohon yang daripadanya muncul berbagai planet dengan segala kompleksitasnya masingmasing. Nur Muhammad tidak persis identik dengan pribadi Nabi Muhammad SAW. Nur Muhammad
sesungguhnya bukanlah persona manusia yang lebih dikenal sebagai nabi dan rasul terakhir.
Namun tak bisa dipisahkan dengan Nabi Muhammad sebagai person, karena representasi Nur Muhammad
dan atau insan kamil adalah pribadi Muhammad yang penuh pesona. Manusia sesungguhnya adalah
representasi insan kamil. Oleh karena itu, dalam artikel terdahulu, manusia dikenal sebagai makhluk
mikrokosmos.
Sebab, manusia merupakan miniatur alam makrokosmos. Posisi Muhammad sebagai nabi dan rasul dapat
dikatakan sebagai miniatur makhluk mikrokosmos karena pada diri beliau merupakan tajalli Tuhan paling
sempurna. Itu pula sebabnya, mengapa Nabi Muhammad mendapatkan berbagai macam keutamaan
dibanding nabi-nabi sebelumnya.
Bahkan hadits-hadits Isra Mikraj menyebutkan, Rasulullah pernah mengimami nabi yang pernah hidup
sebelumnya. Melalui Nur Muhammad, Tuhan menciptakan segala sesuatu. Dari segi ini, Al-Jilli
menganggapnya qadim dan Ibnu Arabi menganggapnya qadim dalam kapasitasnya sebagai ilmu Tuhan
dan baharu ketika ia berwujud makhluk.
Namun perlu diingat bahwa konsep keqadiman, menurut Ibnu Arabi, ada dua macam, yaitu qadim dari
segi dzat dan qadim dari segi sesuatu itu masuk ke wilayah ilmu Tuhan. Nur Muhammad, menurut Ibnu
Arabi, masuk kategori qadim jenis kedua, yaitu bagian dari ilmu Tuhan (qadim al-hukmi) bukan dalam
qadim al-dzati.
Dengan demikian, Nur Muhammad dapat dianggap qadim dalam perspektif qadim al-hukmi, namun juga
dapat dianggap sebagai baharu dalam perspektif qadim al-dzati. Dalam satu riwayat juga pernah
diungkapkan bahwa Nabi Muhammad adalah sebagai nabi pertama dan terakhir.
Ia disebut sebagai nabi pertama dalam arti bapaknya para ruh (abu al-warh al-wahidah), nabi terakhir
karena memang ia sebagai khatam an-nubuwwah wa al-mursalin.
Sedangkan, Nabi Adam hanya dikenang sebagai bapak biologis (abu al-jasad). Jika dikatakan Muhammad
SAW nabi pertama dan terakhir bagi Allah SWT, tidak ada masalah.
Nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang kelihatannya paradoks, seperti al-awwal wa al-akhir, al-dhahir wa
al-bathin, al-jalal wa al-jamal, juga tidak ada masalah bagi-Nya, karena itu semua hanya di level puncak
(al-ayan ats-tsabitah) atau wujud potensial, tidak dalam wujud aktual (wujud al-kharij).
Dasar keberadaan Nur Muhammad dihubungkan dengan sejumlah ayat dan hadits. Di antaranya,
"Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya (Nur) dari Allah dan kitab yang menerangkan." (QS. AlMaidah 15).
Ayat lainnya, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu),
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut
Allah." (QS. Al-Ahzab: 21). Ada pula hadits, "Saya adalah penghulu keturunan Adam pada hari kiamat."
Hadits riwayat Bukhari menjadi dasar lainnya, yaitu "Aku telah menjadi nabi, sementara Adam masih
berada di antara air dan tanah berlumpur." Ada lagi suatu riwayat panjang yang banyak ditemukan dalam
literatur tasawuf dan literatur-literatur Syiah adalah pertanyaan Sayyidina Ali RA kepada Rasulullah.
"Wahai Rasulullah, mohon dijelaskan apa yang diciptakan Allah sebelum semua makhluk diciptakan?"
Rasul menjawab, "Sebelum Allah menciptakan yang lain, terlebih dahulu Ia menciptakan nur nabimu
(Nur Muhammad). Waktu itu belum ada lauh al-mahfuz, pena (qalam), neraka, malaikat, langit, bumi,

matahari, bulan, bintang, jin, dan manusia.


Kemudian dengan iradat-Nya, Dia menghendaki adanya ciptaan. Ia membagi Nur itu menjadi empat
bagian. Dari bagian pertama, Ia menciptakan qalam, lauh al-mahfuz, dan Arasy. Ketika Ia menciptakan
lauh al-mahfuz dan qalam, pada qalam itu terdapat seratus simpul.
Jarak antar simpul sejauh dua tahun perjalanan. Lalu, Allah memerintahkan qalam menulis dan qalam
bertanya, 'Ya Allah, apa yang harus saya tulis?' Allah menjawab, 'Tulis La Ilaha illa Allah, Muhammadan
Rasul Allah.' Qalam menjawab, 'Alangkah agung dan indahnya nama itu, ia disebut bersama asma-Mu
Yang Maha Suci.'
Allah kemudian berkata agar qalam menjaga perilakunya. Menurut Allah, nama tersebut adalah nama
kekasih-Nya. Dari nur-Nya, Allah menciptakan Arasy, qalam, dan lauh al-mahfuz. Jika bukan karena dia,
ujar Allah, dirinya tak akan menciptakan apa pun. Saat Allah menyatakan hal itu, qalam terbelah dua
karena takutnya kepada Allah."
"Sampai hari ini, ujung qalam itu tetap terbelah dua dan tersumbat sehingga dia tidak menulis, sebagai
tanda dari rahasia Ilahi."
"Oleh karena itu, jangan ada seorang pun gagal dalam memuliakan dan menghormati nabinya atau
menjadi lalai dalam meneladaninya. Selanjutnya, Allah memerintahkan qalam untuk menulis."
"Qalam bertanya, Apa yang harus saya tulis, ya Allah? Dijawab oleh Allah, Tulislah semua yang akan
terjadi sampai hari pengadilan. Qalam pun kembali bertanya tentang apa yang harus ia mulia tuliskan.
Allah menegaskan, agar qalam memulai dengan kata-kata, Bismillah Ar-Rahman Ar-Rahim."
"Dengan rasa hormat dan takut yang sempurna, kemudian qalam bersiap menulis kata-kata itu pada Lauh
Al-Mahfudz dan menyelesaikan tulisan itu dalam kurun waktu 700 tahun. Saat qalam telah menulis kata
itu, Allah menyatakan bahwa qalam telah menghabiskan 700 tahun menulis tiga nama-Nya."
Ketiga nama itu adalah nama keagungan-Nya, kasih sayang-Nya, dan empati-Nya. Tiga kata-kata yang
penuh barakah ini dibuat sebagai hadiah bagi umat kekasih-Nya, yaitu Muhammad. Di samping ayat dan
hadis tersebut di atas juga masih ada nasihat atau perkataan yang menarik untuk dikaji bersama.
Antara lain, ungkapan yang disampaikan Al-Khallaj sebagai berikut, "Maha Suci (dzat) yang nasut-Nya
telah melahirkan rahasia cahaya lahut-Nya yang cemerlang; kemudian ia kelihatan bagi makhluk-Nya
secara nyata dan dalam bentuk (manusia) yang makan dan minum."
Mungkin inilah sebabnya mengapa Nabi Muhammad memiliki berbagai keutamaan, seperti satu-satunya
yang bisa mengakses langsung Sidrah Al-Muntaha, maqam paling puncak, diberi Lailah Al-Qadr, diberi
hak memberi syafaat di hari kiamat, umatnya paling pertama dihisab, paling pertama masuk surga, dan
paling berhasil misinya.
Dalam kitab Fushush Al-Hikam karya Ibnu Arabi, dibahas lebih mendalam hakikat Nur Muhammad
(Haqiqah Al-Muhammadiyyah). Yang menarik di dalam pembahasan itu, kita semua umat manusia
mempunyai unsur-unsur kemuhammadan (Muhammadiyyah) seperti halnya di dalam diri manusia
terdapat unsur-unsur keadaman (Adamiyyah).
Muhammadiyyah, Adamiyyah, dan sejumlah manusia suci lainnya, ternyata bermakna fisik dan simbolis,
atau makna esoteris di samping eksoteris. Uraian tentang Nabi Muhammad, kemuhammadan, dan Nur
Muhammad serta relasinya dengan kita sebagai sebagai makhluk mikrokosmos sangat menarik disimak.
Terlepas apakah nanti setuju atau tidak setuju keseluruhannya, itu wilayah otonomi intelektualitas kita
masing-masing. Wallahualam.
Sumber : Republika
Share this post to other.

Você também pode gostar