Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB II
KONSEP MEDIS
A.
Definisi BBLR
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat
kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).
BBLR Merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500
gram atau sampai dengan 2499 gram. (Hidayat, 2005).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram tanpa melihat apakah prematur atau dismatur yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ serta
menimbulkan kematian.
B. Klasifikasi BBLR
Ada dua golongan BBLR, yaitu:
a.
Prematuritas murni
Yaitu bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat bayi
sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
b.
Bayi small for gestational age (SGA)
Berat bayi lahir sesuai dengan masa kehamilan. SGA sendiri terdiri atas tiga jenis:
-simetris ( intrauterus for gestatational age ) yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal
kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama
-Asimetris ( intrauterus growth retardation ) yaitu terjadi defisit nutrisi pada fase akhir
kehamilan
-Dismaturitas yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk masa
gestasi dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi kecil
untuk masa kehamilan. (Mitayani, 2009)
C.
Etiologi BBLR
Etiologi atau penyebab dari BBLR maupun usia bayi belum sesuai dengan masa
gestasinya, yaitu :
a.
Komplikasi obstetrik
-Multipel gestation
-Incompetence
-Pro ( premature rupture of membran ) dan kirionitis
-Pregnancy induce hypertention ( PIH )
-Plasenta previa
-Ada riwayat kelahiran prematur
b.
Komplikasi medis
-Diabetes maternal
-Hipertensi kronis
c.
Faktor ibu
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup
maupun lahir mati. Jumlah paritas yang tinggi mempunyai risiko yang lebih besar untuk
melahirkan bayi BBLR.
Hal ini dapat diterangkan bahwa pada setiap kehamilan yang disusul dengan
persalinan akan menyebabkan perubahan-perubahan pada uterus. Kehamilan yang berulang
akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah dinding uterus yang mempengaruhi
sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang bila dibandingkan dengan
kehamilan sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan gangguan pertumbuhan janin.
4.
Pengaruh umur kehamilan terhadap risiko kejadian BBLR
Untuk mengetahui umur kehamilan dengan mengetahui hari pertama haid terakhir
(HPHT), sedangkan secara klinik umur kehamilan dapat diketahui dengan mengukur berat
lahir, panjang badan, lingkaran kepala. Bayi dengan berat badan lahir rendah dapat
merupakan hasil dari umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang
normal, umur gestasi yang normal dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu, atau
umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu.
5.
Pengaruh status gizi ibu terhadap kejadian BBLR
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik
pada ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini :
a.
Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara
lain : anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena
penyakit infeksi misalnya TORCH.
b.
Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit
dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), perdarahan setelah persalinan, serta
persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
c.
Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin.
Malnutrisi pada awal kehamilan mengakibatkan terbentuknya organ-organ yang lebih kecil
dengan ukuran sel normal dan jumlah sel yang kurang secara permanen, sedangkan
malnutrisi pada kehamilan lanjut mengakibatkan terbentuk organ yang lebih kecil dengan
jumlah sel yang cukup dan ukuran sel yang lebih kecil, sehingga dapat menimbulkan cacat
bawaan. Tetapi hal ini refersibel dan akan memberikan respon yang baik apabila nutrisi
diperbaiki. Kekurangan gizi juga dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati,
kematian neonatal, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), dan lahir
dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
Keadaan status gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kondisi janin. Pada masa
kehamilan seorang ibu memerlukan makanan lebih banyak dibandingkan wanita tidak hamil.
Ganggua yang menyebabkan tidak terpenuhinya gizi akan menyebabkan gangguan pada janin
dan beresiko untuk melahirkan bayi BBLR.
6.
Pengaruh kadar haemogloin ibu terhadap kejadian BBLR
Anemia dapat didefenisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada dibawah
normal. Di Indonesia anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi, sehingga lebih
dikenal dengan istilah Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu
gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami
deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk
metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar
hemoglobin ibu turun sampai dibawah 11 gr/dl selama trimester III.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan
janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin
didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini
menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih
tinggi. Karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang
dikandungnya. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko
morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan
premature juga lebih besar.6 Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi
pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan
bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Soeprono menyebutkan bahwa
dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya
gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus (imatur/prematur), dan kadar Hb ibu bisa
dipengaruhi oleh paritas, yang mana seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko
mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan
nutrisi.
7.
Pengaruh penyakit yang diderita ibu terhadap kejadian BBLR
Beberapa jenis penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi sirkulasi darah janin. Pada hipertensi dan penyakit ginjal kronik misalnya,
terjadi gangguan peredaran darah dari ibu ke janin karena gangguan sirkulasi sistemik,
sehingga nutrisi untuk janin berkurang dan menyebabkan pertumbuhan janin yang terhambat.
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia gravidarum,
perdarahan antepartum, trauma fisis dan psikologis.
8.
Pengaruh faktor kehamilan ganda terhadap kejadian BBLR
Pada ibu dengan kehamilan ganda membutuhkan asupan makanan yang lebih
dibandingkan ibu yang hamil tunggal, sehingga apabila kebutuhan janin tidak tercukupi
secara merata maka mengakibatkan bayi yang lahir mempunyai berat badan yang rendah.
9.
Pengaruh sosial ekonomi terhadap kejadian BBLR
Pengaruh sosial ekonomi merupakan hal yang cukup berpengaruh dalam kejadian
BBLR, walaupun secara tidak langsung. Pendapatan yang rendah akan menyulitkan seorang
ibu untuk memenuhi kebutuhan bayi terutama dalam hal gizi. Hal ini pada akhirnya akan
menyebabkan bayi dengan BBLR. Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa angka
kematian ibu dapat diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki status sosial
ekonomi yang mempunyai efek terhadap salah satu dari seluruh faktor langsung yaitu
perilaku kesehatan dan perilaku reproduksi, status kesehatan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan.
10. Pengaruh pelayanan antenatal terhadap kejadian BBLR
Pelayanan antenatal ini diperuntukkan guna memantau perkembangan kehamilan ibu,
frekuensi minimal 4 kali selama kehamilan. Pemeriksaan antenatal yang teratur akan
memberikan kesempatan untuk dapat mendiagnosis secara dini masalah-masalah yang dapat
menyulitkan kehamilan maupun persalinan, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat
secepatnya.
11. Pengaruh kebiasaan merokok dan minum alkohol terhadap kejadianBBLR
Merokok dan minum alkohol merupakan salah satu kebiasaan buruk bagi ibu hamil
yang akan berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya. Menurut penelitian Haworth dkk,
bahwa berat badan bayi yang lahir dari ibu perokok lebih rendah dari ibu yang bukan
perokok, walaupun penambahan berat badan selama hamil dan asupan energi sama. Beberapa
penulis mengemukakan bahwa ibu hamil yang merokok lebih sering melahirkan bayi yang
lebih kecil dibanding ibu hamil yang tidak merokok. Hal ini disebabkan beberapa hal :
-Karbonmonoksida dan inaktifasi fungsionalnya pada hemoglobin janin dan ibu.
-Aksi vasokonstriksi dan nikotin menyebabkan menurunnya perfusi darah ke plasenta.
-Merokok menyebabkan menurunnya selera makan ibu sehingga asupan energi ibu hamil
berkurang, walaupun ada beberapa ibu perokok yang selera makannya tidak berubah.
-Berkurangnya volume plasma akibat hipoksia kronik.
-Ibu hamil peminum alkohol mempunyai risiko untuk melahirkan bayi dengan fetal alcohol
syndrome. Sindrom ini mencakup kelahiran prematur, retardasi pertumbuhan janin, cacat
lahir dan retardasi mental. Risiko ini berhubungan dengan jumlah alkohol yang diminum
setiap harinya, usia kehamilan saat ibu hamil minum alkohol dan lamanya ibu tersebut
mengkonsumsi minuman beralkohol. Makin banyak alkohol yang dikonsumsi, semakin besar
resiko terganggunya pertumbuhan janin; sebaliknya semakin kurang mengkonsumsi alkohol,
resiko terganggunya janin akan semakin kecil, tetapi masih ada. Bila ibu hamil
mengkonsumsi alkohol pada trimester pertama kehamilan saat berlangsung organogenesis
janin, maka resiko abortus akan lebih besar. Bila mengkonsumsi alkohol pada trimester kedua
saat terjadi perkembangan ukuran sel, maka akan berpengaruh pada berat janin yang
dikandungnya.
12. Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian BBLR
Perbedaan jenis kelamin ikut berperan pada berat badan lahir. rata-rata berat badan
lahir bayi laki-laki 150 gram lebih berat dibanding bayi perempuan. Setelah minggu ke-20
mulai terdapat perbedaan antara pertumbuhan janin laki-laki dan perempuan. Menurut
Kloosterman (1969) perbedaan ini dapat mencapai 135 gram pada kehamilan 40 minggu. Jadi
bayi laki-laki seringkali lebih berat dari bayi perempuan.
13. Pengaruh Riwayat Melahirkan BBLR Sebelumnya Terhadap KejadianBBLR
Ibu dengan riwayat melahirkan BBLR pada partus sebelumnya mempunyai
kemungkinan untuk melahirkan anak berikutnya dengan BBLR.
D.
Patofisiologi
Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral, seperti
zat besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan
demikian bayi preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap hipoglikemia, rikets dan
anemia. Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari,
dibandingkan neonatus aterm sekitar 108 kkal/kg/hari
Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara isap dan
menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi pneumonia, belum
berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu. Penundaan pengosongan lambung
dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm. Kurangnya kemampuan untuk
mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang
diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak , dibandingkan bayi aterm. Produksi
amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan lemak dan
karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga rendah sampai sekitar kehamilan 34 minggu.
Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja bernafas dan kebutuhan kalori yang
meningkat. Masalah pernafasan juga akan mengganggu makanan secara oral.
Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya permukaan tubuh dibandingkan
dengan berat badan, dan sedikitnya lemak pada jaringan bawah kulit memberikan insulasi.
Kehilangan panas ini meningkatkan keperluan kalori. (Moore, 1997)
E. Manifestasi Klinik
Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai berikut:
1.
Berat badan lahir< 2500 gram, panjang badan 45 Cm, lingkar dada< 30 Cm, lingkar
kepala< 33 Cm.
2.
Masa gestasi< 37 minggu.
3.
Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi; kepala relatif
lebih besardari badan, kulit tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub kutan sedikit,
osifikasi tengkoraksedikit, ubun-ubun dan sutu lebar, genetalia immatur, otot masih hipotonik
sehingga tungkaiabduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan.
4.
Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering
terjadi apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk belum sempurna.
Manifestasi klinis yang lain yaitu :
1.
Berat badan kurang dari 2.500 gram
2.
Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, ubun-ubun dan sutura lebar
3.
Genetalia imatur, rambut tipis halus teranyam, elastisitas daun telinga kurang
4.
Tangis lemah, tonus otot leher lemah.
5.
Reflek moro (+), reflek menghisap, menelan, batuk, belum sempurna.
6.
Bila lapar menangis, gelisah, aktifitas bertambah
7.
Tidak tampak bayi menderita infeksi/perdarahan intrakranial
8.
Nafas belum teratur
9.
Pembuluh darah kulit diperut terlihat banyak
10. Jaringan mamae belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam BBLR adalah:
1.
Suhu Tubuh
-Pusat pengatur napas badan masih belum sempurna
-Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah
-Otot bayi masih lemah
-Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan
-Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi dengan berat badan lahir
rendah perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat
dipertahankan.
2.
Pernapasan
-Fungsi pengaturan pernapasan belum sempurna
-Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna
-Otot pernapasan dan tulang iga lemah
-Dapat disertai penyakit : penyakit hialin membrane, mudah infeksi paru-paru dan gagal
pernapasan.
3.
Alat pencernaan makanan
-Belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan dengan lemah / kurang baik
-Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna , sehingga pengosongan lambung
berkurang
-Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat menimbulkan aspirasi pneumonia
4.
Hepar yang belum matang (immatur)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi
hyperbilirubinemia (kuning) samai ikterus
5.
Ginjal masih belum matang
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna
sehingga mudah terjadi oedema
6.
Perdarahan dalam otak
-Pembuluh darah bayi BBLR masih rapuh dan mudah pecah
-Sering mengalami gangguan pernapasan, sehingga memudahkan terjadinya perdarahan
dalam otak
-Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian bayi
Perawatan BBLR
Dengan memperhatika gambaran klinis diatas dan berbagai kemungkinan yang dapat
terjadi pada bayio BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi BBLR ditujukan pada
pengaturan panas badan, menghindari infeksi, pemberian makanan bayi dan pernapasan.
1.
Pengaturan Suhu Tubuh BBLR
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada di lingkungan
yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang realtif lebih luas
bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnyua jaringan lemak dibawah kulit, dan
kekurangan lemak coklat (Brown Fat). Untuk mencegah hypotermi, perlu diusahakan
lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istrahat konsumsi oksigen
paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat dalam inkubator,
maka suhunya untuk nayi dengan berat badan kurang dari 2000 gram adalah 35 0C dan untuk
bayi dengan BB 2000 gram sampai 2500 gram 34 0C, agar ia dapat mempertahankan suhu
tubuh sekitar 37 0C. Kelembaban inkubator berkisar antara 50 60 persen. Kelembaban yang
lebih tinggi diperlukan pada bayi dengan syndroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator
dapat diturunkan 1 0C per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gram dan secara
berangsur angsur ia dapat diletakkan didalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27
0C-29 0C. Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi
dan meletakkan botol-botol hangat disekitarnya atau dengan memasang lampu petromaks di
dekat tempat tidur bayi atau dengan menggunakan metode kanguru.
Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36 0C - 37 0C adalah
dengan memakai alat perspexheat shield yang diselimuti pada bayi didalam inkubator. Alat
ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena radiasi. Akhir-akhir ini telah dimulai
digunakan inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor (Thermistor probe). Alat
ini ditempelkan dikulit bayi. Suhu inkubator dikontrol oleh alat servomechanism. Dengan
cara ini suhu kulit bayi dapat dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya.
Alat ini sangat bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir yang sangat rendah.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk memudahkan
pengawasan mengenai keadan umum, perubahan tingkah laku, warna kulit, pernapasan,
kejang dan sebagainya sehingga penyakit yang diderita dapat dikenal sedini mungkin dan
tindakan serta pengobatan dapat dilaksanakan secepat-cepatnya.
2.
Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea, bronchiolus,
bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya jalan napas akan
menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat
beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan
asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfakatan,
sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari
plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan napas segera setelah lahir
(aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk
atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal,
pijatan jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya
aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga
memperkecil kematian bayi BBLR.
3.
Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh, khususnya
mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh
ekstremitas bayi imatur yang sangat kecil, karena bis memotong ekstremitas yang kecil
tersebut atau melepas klit yang terikat longgar. Pelarut yang digunakan untuk mengelupas
plester juga harus dihindari karena cenderung mengeringkan dan membakar kulit lembut.
G. Komplikasi
Ada beberapa hal yang dapat terjadi apabila BBLR tidak ditangani secepatnya menurut
Mitayani, 2009 yaitu :
1.
Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi)
2.
Hipoglikemia simptomatik, terutama pada laki-laki
3.
Penyakit membran hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum sempurna/ cukup,
sehingga olveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu
dalam alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi untuk yang berikutnya
4.
Asfiksia neonetorum
5.
Hiperbilirubinemia
Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini mungkin disebabkan
karena gangguan pertumbuhan hati.
H.
Prognosa
Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, seperti; masa gestasi (semakin
muda dan semakin rendah berat badan bayi makin tinggi angka kematiannya), komplikasi
yang menyertai (asfiksia/iskemia, sindrom gangguan pernafasan, perdarahan intra ventrikuler,
infeksi, gangguan metabolik, dll).
Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal
misalnya masa gestasi ( makin muda masa gestasi / makin rendah berat bayi, makin tinggi
angka kematian), asfiksia/iskemia otak , sindroma gangguan pernapasan , perdarahan
intrafentrikuler , displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi, gangguan
metabolik (asidosis, hipoglikemi, hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga tergantung dari
keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan persalinan
dan post natal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, nutrisi, mencegah infeksi, mengatasi
gangguan pernapasan, asfiksia hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan lain lain).
Pengamatan Lebih Lanjut
Bila bayi berat lahir rendah dapat mengatasi problematik yang dideritanya perlu
diamati selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan mengalami gangguan
pendengaran, penglihatan, kognitif, fungsi motor susunan saraf pusat dan penyakit penyakit
seperti Hidrosefalus, Cerebral palsy dan sebagainya.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BBLR
A.
Pengkajian
I.
Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan
:
2. Tempat tgl lahir/usia
:
3. Jenis kelamin
:
4. A g a m a
:
5. Pendidikan
:
6. Alamat
:
7. Tgl masuk
: ................................. (jam ............)
8. Tgl pengkajian
:
9. Diagnosa medik
:
10. Rencana terapi
:
B. Identitas Orang tua
1. Ayah
a. N a m a
:
b. U s i a
:
c. Pendidikan
:
d. Pekerjaan/sumber penghasilan :
e. A g a m a
:
f. Alamat
:
2. Ibu
a. N a m a
:
b. U s i a
:
c. Pendidikan
:
d. Pekerjaan/Sumber penghasilan:
e. Agama
:
f. Alamat
:
2.
Riwayat kesehatan masa sekarang
Bayi dengan berat badan < 2.500 gram
3.
Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah mengalami sakit keturunan seperti kelainan
kardiovaskular
a.
Apakah ibu pernah mengalami sakit kronis
b.
c.
d.
System penilaian ini untuk mengevaluasi status kardiopulmonal dan persarafan bayi.
Penilaian dilakukan 1 menit setelah lahir dengan penilaian 7-10 (baik), 4-6 (asfiksia ringan
hingga sedang), dan 0-3 (asfiksia berat) dan diulang setiap 5 meint hingga bayi dalam
keadaan stabil.
Tanda
0
1
2
Frekwensi jantung Tidak ada
< 100
> 100
Usaha bernapas
Tidak ada
Lambat
Menangis kuat
Tonus otot
Lumpuh
Gerakan katif
Refleks
Tidak bereaksi
Ekstremitas fleksi
sedikit
Gerakan sedikit
Warna kulit
Tubuh kemeraha,
ekstremitas biru
Seluruh tubuh
kemerahan
Reaksi melawan
5.
Pemeriksaan cairan amnion
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan pada cairan amnion
tentang jumlah volumenya, apabila volumenya > 2000 ml bayi mengalami polihidramnion
atau disebut hidramnion sedangkan apabila jumlahnya < 500 ml maka bayi mengalami
oligohidramnion
6.
Pemeriksaan plasenta
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keadaan plasenta seperti adanya
pengapuran, nekrosis, beratnya dan jumlah korion. Pemeriksaan ini penting dalam
menentukan kembar identik atau tidak.
7.
Pemeriksaan tali pusat
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan dalam tali pusat
seperti adanya vena dan arteri, adanya tali simpul atau tidak.
8.
Pengkajian fisik
a.
Aktifitas/istirahat
Status sadar, bayi tampak semi koma saat tidur malam, meringis atau tersenyum adalah
bukti tidur dengan gerakan mata cepat (REM), tidur sehari rata-rata 20 jam.
b.
Sirkulasi
Nadi apikal mungkin cepat dan tidak teratur dalam batas normal (120 160 detik per
menit). Murmur jantung yang dapat didengar dapat menandakan duktus arterious (PDA)
c.
Pernapasan
Mungkin dangkal, tidak teratur, dan pernapasan diafragmatik intermiten atau periodik
(40 60 kali/menit), Pernapsan cuping hidung, retraksi suprasternal atau substernal, juga
derajat sianosis yang mungkin ada. Adanya bunyi ampela pada auskultasi, menandakan
sindrom distres pernapasan (RDS)
d.
Neurosensori
Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjolan karena ketidakadekuatan
pertumbuhan mungkin terlihat Kepala kecil dengan dahi menonjol, batang hidung cekung,
hidung pendek mencuat, bibir atas tipis, dan dagu maju, tonus otot dapat tampak kencang
dengan fleksi ekstremitas bawah dan atas serta keterbatasan gerak, Pelebaran tampilan mata.
e.
Makanan/cairan
Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah
Tidak terdapat garis alur pada telapak tangan
Warna mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar pada tali pusat dengan
warna kehijauan
Menangis mungkin lemah
h.
Seksualitas
Labia monira wanita mungkin lebih besar dari labia mayora dengan klitoris menonjol
Testis pria mungkin tidak turun, ruge mungkin banyak atau tidak pada skrotum.
i.
Suhu tubuh
Tentukan suhu kulit dan aksila.
Tentukan dengan suhu lingkungan.
j.
Pengkajian kulit
Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda irirtasi, lepuh, abrasi,
atau daerah terkelupas, terutama dimana peralatan pemantau, infuse atau alat lain bersentuhan
dengan kulit; periks, dan tempat juga dan catat setiap preparat kulit yang dipakai (misal:
plester povidone iodine).
Tentukan tekstur dan turgor kulit: kering, lembut, bersisik, terkelupas, dll.
Terngkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir
Tentukan apakah kateter infuse IV atau jarum terpasang dengan benar, dan periksa adanya
tanda infiltrasi.
jelaskan pipa infus parenteral: lokasi, tipe (arterial, vena, perifer, umbilicus, sentral, vena
perifer sentral); tipe infuse (obat, salin, dekstrosa, elektrolit, lipid, nutrisi parenteral total);
tipe pompa infuse dan kecepatan aliran; tipe kateter atau jarum; dan tempat insersinya.
9.
Pengkajian psikologis
Orang tua klien tampak cemas dan khawatir melihat kondisi bayinya, dan orang tua klien
berharap bayinya cepat sembuh.
10. Pemeriksaan refleks
a.
Refleks berkedip: dijumpai namun belum sempurna
b.
Tanda babinski: jari kaki mengembang dan ibu jari kaki sedikit dorsofleksi
c.
Merangkak: bayi membuat gerakan merangkak dengan lengan dan kaki, namun
belum sempurna
d.
Melangkah: kaki sedikt bergerak keatas dan kebawah saat disentuhkan ke
permukaan
e.
Ekstrusi: lidah ekstensi kearah luar saat disentuh dengan spatel lidah
f.
Gallants: punggung sedikti bergerak kearah samping saat diberikan goresan pada
punggungnya
g.
Morros: dijumpai namun belum sempurna
h.
Neck righting : belum ditemukan
i.
Menggengngam: bayi menunjukkan refleks menggenggam namun belum sempurna
j.
Rooting: byi memperlihatkan gerakan memutar kearah pipi yang diberikan sedikit
goresan
k.
Kaget (stratle)
: bayi memberikan respon ekstensi dan fleksi lengan yang
belum sempurna
l.
Menghisap: bayi memperlihatkan respon menghisap yang belum sempurna
m. Tonick neck: belum dilakukan karena refleks ini hanya terdapat pada bayi yang
berusia > 2 bulan
11. Pemeriksaan diagnostik
a.
Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb/Ht mungkin dihubungkan dengan anemia
atau kehilangan darah
b.
Dektrosik: menyatakan hipoglikemia
c.
AGD: menentukan derajat keparahan distres bila ada
d.
Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia
e.
Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia
f.
Urinalis : mengkaji homeostasis
g.
Jumlah trombosit: trombositopenia mungkin meyertai sepsis
h.
EKG, EEG, USG, angiografik: defek kongenital atau komplikasi
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan BBLR yaitu:
1.
Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan,
keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan ketidakseimbangan
metabolik
2.
Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi
residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sebkutan,
ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk)
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan
simpanan nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
4.
Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif
5.
Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat ekstrem,
kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/ kegagalan
mengonsentrasikan urine.
6.
Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi sistemik,
dan berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen) yang berhubungan dengan system
sraf sentral dan respons stress fisiologis imatur.
7.
Nyeri yang berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan tindakan.
8.
Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kelahiran
premature, lingkungan NICU tidak alamiah, perpisahan dengan orang tua.
9.
Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban
kulit.
10. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai dengan
orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap agar
bayinya cepat sembuh.
C. Intervensi
1.
Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan,
keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan ketidakseimbangan
metabolik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan, pola napas kembali efektif
Kriteria hasil:
Neonatus akan mempertahankan pola pernapasan periodik
Membran mukosa merah muda
Intervensi
Rasional
Mandiri:
Membantu dalam membedakan periode
Kaji frekwensi dan pola pernapasan,
perputaran pernapasan normal dari
perhatikan adanya apnea dan perubahan
serangan apnetik sejati, terutama sering
frekwensi jantung
terjadi pad gestasi minggu ke-30
Isap jalan napas sesuai kebutuhan
Menghilangkan mukus yang neyumbat
Posisikanm bayi pada abdomen atau
jalan napas
posisi telentang dengan gulungan popok
Posisi ini memudahkan pernapasan dan
dibawah bahu untuk menghasilkan
menurunkan episode apnea, khususnya bila
hiperekstensi
ditemukan adanya hipoksia, asidosis
Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat- metabolik atau hiperkapnea
obatan yang akan memperberat depresi
Magnesium sulfat dan narkotik
pernapasan pada bayi
menekan pusat pernapasan dan aktifitas
Kolaborasi :
SSP
Pantau pemeriksaan laboratorium
Hipoksia, asidosis netabolik,
sesuai indikasi
hiperkapnea, hipoglikemia, hipokalsemia
Berikan oksigen sesuai indikasi
dan sepsis memperberat serangan apnetik
Berikan obat-obatan yang sesuai
Perbaikan kadar oksigen dan
indikasi
karbondioksida dapat meningkatkan funsi
pernapasan
2.
Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi
residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sebkutan,
ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk).
Tujuan : termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan perkembangan
Kriteria hasil :
Mempertahankan suhu kulit atau aksila (35 37,50C)
Intervensi
Rasional
Mandiri :
Hipotermia membuat bayi cenderung
Kaji suhu dengan memeriksa suhu rektal merasa stres karena dingin, penggunaan
pada awalnya, selanjutnya periksa suhu
simpanan lemak tidak dapat diperbaruai
aksila atau gunakan alat termostat dengan
bila ada dan penurunan sensivitas untuk
dasar terbuka dan penyebar hangat.
meningkatkan kadar CO2 atau penurunan
tempatkan bayi pada inkubator atau
kadar O2.
dalam keadaan hangat
Mempertahankan lingkungan
pantau sistem pengatur suhu , penyebar
termonetral, membantu mencegah stres
hangat (pertahankan batas atas pada
karena dingin
98,6F, bergantung pada ukuran dan usia
Hipertermi dengan peningkatan laju
bayi)
metabolisme kebutuhan oksigen dan
kaji haluaran dan berat jenis urine
glukosa serta kehilangan air dapat terjadi
pantau penambahan berat badan
bila suhu lingkungan terlalu tinggi.
berturut-turut. Bila penambahan berat
Penurunan keluaran dan peningkatan
Kolaborasi :
pantau pemeriksaan laboratorium sesuai
indikasi (GDA, glukosa serum, elektrolit
dan kadar bilirubin)
berikan obat-obat sesuai dengan indikasi
fenobarbital
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan
simpanan nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan
Kriteria hasil :
Bayi mendapat kalori dan nutrien esensial yang adekuat
Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan dalam kurva normal dengan
penambahan berat badan tetap, sedikitnya 20-30 gram/hari.
Intervensi
Rasional
Mandiri :
Menentukan metode pemberian makan
Kaji maturitas refleks berkenaan dengan yang tepat untuk bayi
pemberian makan (misalnya : mengisap,
Pemberian makan pertama bayi stabil
menelan, dan batuk)
memiliki peristaltik dapat dimulai 6-12 jam
Auskultasi adanya bising usus, kaji
setelah kelahiran. Bila distres pernapasan
status fisik dan statuys pernapasan
ada cairan parenteral di indikasikan dan
Kaji berat badan dengan menimbang
cairan peroral harus ditunda
berat badan setiap hari, kemudian
Mengidentifikasikan adanya resiko
dokumentasikan pada grafik pertumbuhan derajat dan resiko terhadap pola
bayi
pertumbuhan. Bayi SGA dengan kelebihan
Pantau masuka dan dan pengeluaran.
cairan ekstrasel kemungkinan kehilangan
Hitung konsumsi kalori dan elektrolit
15% BB lahir. Bayi SGA mungkin telah
setiap hari
mengalami penurunan berat badan dealam
Glukas serum
4.
Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif
Tujuan : pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi
Kriteri hasil :
Suhu 350C
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Leukosit 5.000 10.000
Intervensi
Rasional
Mandiri :
Untuk mengetahui lebih dini adanya
Kaji adanya tanda tanda infeksi
tanda-tanda terjadinya infeksi
Lakukan isolasi bayi lain yang
Tindakan yang dilakukan untuk
menderita infeksi sesuai kebijakan insitusi meminimalkan terjadinya infeksi yang
Sebelum dan setelah menangani bayi,
lebih luas
lakukan pencucian tangan
Untuk mencegah terjadinya infeksi
Yakinkan semua peralatan yang kontak Untuk mencegah terjadinya infeksi
Rasional
Beberapa upaya (misalnya menggosok)
dapat meningkatkan distres bayi prematur
Sebagai orang tua bayi, kenyamanan
lebih efektif diberikan langsung oleh orang
tua kepada bayinya
Seorang bayi sangat membutuhkan
kasih sayang, khususnya dari orang tua
8.
Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kelahiran
premature, lingkungan NICU tidak alamiah, perpisahan dengan orang tua.
Intervensi
Berikan nutrisi yang maksimal
Berikan periode istrahat yang teratur
tanpa gangguan
Kenali tanda stimulus yang berlebihan
(terkejut, menguap, aversi aktif, menangis)
Tingkatkan interaksi orang tua-bayi
Rasional
Untuk menjamin penambahan berat
badan dan pertunbuhan otak yang tetap
Untuk mengurangi panggunaan O2 dan
kalori yang tidak perlu
Untuk membiarkan istirahat bayi
denagn tenang
Sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal
9.
Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban
kulit.
Tujuan: bayi mempertahanmkan integritas kulit
Kriteria hasil:
Kulit tetap bersih dan utuh
Tidan terlihat adanya tanda-tanda terjedinya iritasi
Intervensi
Rasional
Observasi tekstur dan warna kulit.
Untuk mengetahui adanya kelainan pada
Jaga kebersihan kulit bayi.
kulit secara dini
Ganti pakaian setiap basah.
Meminimalkan kontak kulit bayi dengan
Jaga kebersihan tempat tidur.
zat-zat yang dapat merusak kulit pada bayi
Lakukan mobilisasi tiap 2 jam.
Untuk meminimalisir terjadinya iritasi
pada kulit bayi
Untuk mencegah kerusakan kulit pada
bayi
10. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai dengan
orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap agar
bayinya cepat sembuh.
Tujuan: keluarga mendapat informasi tentang kemajuan kondisi bayinya
Kriteria hasil:
Orang tua/ keluarga mengekpresikan perasaan dan keprihatinan mengenai bayi dan
prognosis serta memperlihatkan pemahaman dan kjeterlibatan dalan asuhan
Intervensi
Rasional
Kaji tingkat pemahaman klien berikan
Belajar tergantung pada emosi dan
instruksi /informasi pada klien maupun
kesiapan fisik dan diingatkan pada tahapan
keluarga tentang penyakitnya, baik tertulis individu
atau lisan.
Menurunkan ansietas dan dapat
Jelaskan proses penyakit individu.
menimbulkan perbaikan partisipasi pada
Dorong orang terdekat menanyakan
rencana pengobatan.
pertanyaan
Meningkatkan kerjasama dalam program
Jelaskan tentang dosis obat, frekwensi,
pengobatan dan mencegah penghentian
tujuan pengobatan dan alasan tentang
obatsesuai perbaikan kondisi pasien.
pemberian obat kepeda keluarga
Mencegah/menurunkan ketidaknyaman
Kaji potensial efek samping pengobatan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan
kerjasam dalam program
D.
Implementasi
Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak dicapai.
35oC
1-10 hr
32oC
>5 mg
>4 mg
>3 mg
>2hr
DAFTAR PUSTAKA
Betz, L C dan Sowden, L A. 2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta : EGC.
Doenges, E. Marilynn. (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1. Jakarta : EGC.
Tambayong, (2000) . Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
WWW. Pediatric.com
Direktorat Bina Kesehatan Keluarga. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan
Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta: Depkes RI
http://www.scribd.com/doc/47352330/Inkubator-Bayi
http://www.scribd.com/doc/86864688/26-Incubator-Perawatan