Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
menentukan
cedera otak. Tingkat kematian bervariasi dari 14 hingga 30 per 10.000 populasi per
tahun. Biaya sosial yang diakibatkan cedera otak ternyata sangat mengejutkan, baik
dari sosial maupun ekonomi. Hampir 100% COB dan 66% COS menyebabkan
kecacatan yang permanen dan tidak akan kembali ke tingkat fungsi awal. Di USA
biaya perawatan cedear otak diperkirakan lebih dari $ 25 milyard ter tahun (FCA
1998, Shepard 2001).
Pertambahan angka kematian ini antara lain karena jumlah penderita cedera
kepala yang bertambah dan penanganan yang kurang tepat atau
sesuai dengan
harapan kita (Smeltzer, 2002.). Angka kejadian cedera kepala sering dijumpai pada
usia reproduktif 15-44 tahun dan 58% laki-laki 12 lebih banyak dibandingkan
perempuan. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia
produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga kesalamatan di jalan masih rendah
disamping penanganan penderita yang belum benar dan rujukan yang terlambat
(Smeltzer, 2002). Oleh karena itu diperlukan penilaian dan penanganan yang tepat
dengan melibatkan tim medis dan non medis diantaranya pemberian asuhan
keperawatan.
Dari ulasan tersebut di atas maka penulis tertarik mengangkat asuhan
keperawatan ventilator pada pasien dengan cedera otak berat di ruang observasi
intensif (ROI) RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan.
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan menurut Arif Mansjoer
(2001) adalah :
1. Cedera kepala ringan (mild head injury): Pasien tidak mengalami kehilangan
kesadaran, bila hilang kesadaran misalnya konklusio, tidak ada intoksikasi alkohol
atau obat terlarang, biasanya mengeluh nyeri kepala dan pusing. Pasien dapat
menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala.
2. Cedera kepala sedang (moderat head injury) : Suatu keadaan cedera kepala
dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12, tingkat kesadaran lethargi,
obturned atau stupor. Gejala lain berupa muntah, amnesia pasca trauma, konkusio,
rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan cerebrospinal dan biasanya
terdapat kejang.
3. Cedera kepala berat (severe head injury): Cedera kepala dengan nilai tingkat
kesadaran (GCS) yaitu 3-8, tingkat kesadaran koma. Terjadi penurunan derajat
kesadaran secara progresif. Tanda neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau
teraba fraktur depresi kranium.
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan kondisi luka menururt Pahria, Tuti
adalah :
1. Trauma kepala terbuka : Trauma ini dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak
dan laserasi duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak
menusuk otak, misalnya akibat benda tajam atau tembakan.
Fraktur linear: Fraktur linear pada daerah temporal, dimana arteri meningeal
media berada dalam jalur tulang temporal, sering menyebabkan perdarahan
4
Fraktur basis cranii : Sering disebabkan karena trauma dari atas atau kepala
bagian atas membentur jalan atau benda diam. Fraktur di fosa anterior, sering
terjadi keluarnya liquor melalui hidung (rhinorhoe) dan adanya brill hematoma
(raccoon eye).
otak di daerah sekitarnya. Bila daerah yang mengalami edema cukup luas akan
terjadi peningkatan tekanan intracranial
2.1.3 Etiologi
1. Spasme pembuluh darah intrakranial.
2. Kecelakaan otomotif/tabrakan, terjatuh, olah raga, kecelakaan industri.
3. Gejala depresi
4. Gangguan pada jaringan saraf yang sudah terganggu
5. Tertimpa benda keras (Masjoer Arif:2000)
2.1.4 Patofisiologi
Trauma pada kepala dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak langsung
(primer) yang disebabkan oleh efek mekanik dari luar. Perluasan kerusakan dari
jaringan otak (sekunder) disebabkan oleh berbagai faktor seperti : kerusakan SDO,
gangguan ADO, gangguan metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran
bahan-bahan neurotransmitter, eritrosit, opioid endogen, realsi imflamasi dan radikal
bebas (Gromek et al 1973; Miller 1973; Clubb et al 198; Rosner et al 1984;
Gennarelli et al 1985; Graham et al 1987; Hayes et al 1989; Povlishock 1989;
Rosenblum 1989; Umar Kasan 1992). Kerusakan jaringan otak akibat trauma
langsung.
Rambut kepala dan tengkorak merupakan unsur pelindung bagi jaringan otak
terhadap benturan pada kepala. Bila terjadi benturan, sebagian tenaga benturan akan
diserap atau dikurangi oleh unsur pelindung tersebut. Sebagian tenaga benturan
dihantarkan ke tengkorak yang relatif memiliki elastisitas, yakni tengkorak mampu
sedikit melekuk ke arah dalam. Tekanan maksimal terjadi pada saat benturan dan
beberapa milidetik kemudian diikuti dengan getaran-getaran yang berangsur mengecil
hingga reda. Pukulan yang lebih kuat akan menyebabkan terjadinya deformitas
6
tengkorak dengan lekukak yang sesuai dengan arah datangnya benturan dimana
besarnya lekukan sesuai dengan sudut datangnya arah benturan. Bila leukak melebihi
batas toleransi jaringan tengkorak, tengkorak akan mengalami fraktur. Fraktur
tengkorak dapat berbentuk sebagai garis lurus, impresi / depresi, diastasesutura atau
fraktur multiple disertai fraktur dasar tengkorak.
Mekanisme kerusakan otak dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Kerusakan jaringan otak langsung oleh impresi atau depresi tulang tengkorak
sehingga timbul lesi coup (cidera di tempat benturan)
b. Perbedaan massa dari jaringan otak dan dari tulang kepala menyebabkan
perbedaan percepatan getaran berupa akselerasi, deselerasi dan rotasi. Kekuatan gerak
ini dapat menimbulkan cedera otak berupa kompresi, peregangan dan pemotongan.
Benturan dari arah samping akan mengakibatkan terjadinya gerakan atau gesekan
antara massa jaringan otak dengan bagian tulang kepala yang menonjol atau bagianbagian yang keras seperti falk dengan tentoriumnya maupun dasar tengkorak dan
dapat timbul lesi baik coup maupun contra coup. Lesi coup berupa kerusakan
berseberangan atau jauh dari tempat benturan misalnya di dasar tengkoran. Benturan
pada bagian depan (frontal), otak akan bergerak dari arah antero-posterior, sebaliknya
pada pukulan dari belakang (occipital), otak bergerak dari arah postero-anterior
sedangkan pukulan di daerah puncak kepala (vertex), otak bergerak secara vertikal.
Gerakan-gerakan tersebut menyebabkan terjadinya coup dan contra coup
c. Bila terjadi benturan, akan timbul gelombang kejut (shock wave) yang akan
diteruskan melalui massa jaringan otak dan tulang. Gelombang tersebut menimbulkan
tekanan pada jaringan, dan bila tekanan cukup besar akan menyebabkan terjadinya
kerusakan jaringan otak melalui proses pemotongan dan robekan. Kerusakan yang
ditimbulkan dapat berupa : Intermediate coup, contra coup, cidera akson yang difus
disertai perdarahan intraserebral
d. Perbedaan percepatan akan menimbulkan tekanan positif di tempat benturan dan
tekanan negatif di tempat yang berlawanan pada saat terjadi benturan. Kemudian
disusul dengan proses kebalikannya, yakni terjadi tekanan negatif di tempat benturan
dan tekanan positif di tempat yang berlawanan dengan akibat timbulnya gelembung
(kavitasi) yang menimbulkan kerusakan pada jaringan otak (lesi coup dan contra
coup).
Impresi Fraktur
Coup Contusio
Epidural Hematom
Subdural Hematom
2. Inert = Impulsif
Coup Cont.
ICH
Intermediate Coup
hematoma epidural
hematoma subdural
hematoma intraserebral
over hidrasi
- Sepsis/septik syok
- Anemia
- Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan
sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Perdarahan yang sering ditemukan:
Epidural hematom:
Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan
kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya
terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam
48 jam 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa
bulan.
Tanda dan gejala:
10
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema
pupil.
Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral,
dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
Perdarahan subarachnoid
Depresi
Muntah (mungkin proyektif)
11
Tetap
Cidera orthopedic
Kehilangan tonus otot
Cemas
Mudah tersinggung
Delirium (suatu kondisi dimana
Gangguan menelan
Perubahan kesadaran sampai koma
Wajah menyeringi
Respon menarik pada rangsang
Nyeri yang hebat
Gelisah
Gangguan rentang gerak
Gangguan dalam regulasi suhu tubuh
Tes Diagnostik
1. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
3. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
4. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial.
5. Penilaian dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
Yang dimaksud disini adalah cara pengukuran tingkat kesadaran secara
kuantitatif, berdasarkan tiga variabel pemeriksaan neurologis, yaitu reaksi bukaan
12
mata, bicara dan motorik. Cara pengukuran ini ditemukan oleh Brian Jennett
(Tabel 1).
Skor
Bukaan mata (E)
Spontan
Dengan rangsangan suara
Dengan rangsangan nyeri
Tidak bereaksi
2
1
Reaksi bicara (V)
Orientasi baik
5
Percakapan membingungkan
4
Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal
2
Tidak ada reaksi
1
Skor koma = E-V-M, dengan rentang 1-1-1 hingga 4-5-6.
2.1.6
14
6.
Meningitis Ventrikulitis
7.
8.
Perdarahan gastrointestinal
9.
Penanganan Medik
Hal penting yang pertama kali dinilai adalah status fungsi vital dan status
kesadaran pasien. Ini harus dilakukan sesegera mungkin bahkan mendahului
anamnesis yang teliti.
a. Status fungsi vital
Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang dinilai
adalah:
- Jalan nafas
- Pernafasan
- Nadi dan tekanan darah, sirkulasi jalan nafas harus segera dibersihkan dari
benda asing, lendir atau darah, bila perlu segera dipasang pipa
naso/orofuring, diikuti dengan pemberian oksigen. Manipulasi leher haruss
berhati-hati bila ada riwayat / dugaan trauma servikal (whiplash injury).
Gangguan yang mungkin ditemukan dapat berupa:
Pernafasan cheyne stokes
Pernafasan blot / hiperventilasi
15
Pengobatan
1. Memperbaiki / mempertahankan fungsi vital agar jalan nafas selalu bebas,
bersihkan lendir, dan darah yang dapat menghalangi aliran udara pernafasan.
Jika perlu dipasang pipa naso / orofaring dari pemberian oksigen. Infuse
dipasang terutama untuk membuka jalur intravena:gunakan cairan NaCl0,9 %
atau Dextrose In Saline.
2. Mengurangi edema otak, yaitu:
3. Obat-obatan Neotropik
17
2.1.8
Proses Keperawatan
Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis
injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati
adalah sebagai berikut :
1.
2.
Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit
kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret
pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan
sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula
riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
18
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa
klien.
3.
Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15,
disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif,
perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak
karena odema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX,
XII.
4.
Pemeriksaan Penujang
CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam
setelah injuri.
radioaktif.
pernapasan
Prioritas Perawatan:
1.
2.
Mencegah komplikasi
Tujuan:
1.
2.
3.
4.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di
otak.
2. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan
sputum.
3.
napas di otak.
Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria hasil :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda
hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
1) Hitung pernapasan pasien dalam satu menit.
21
kelembaban
dan
suhu
pasien
keadaan
dehidrasi
dapat
efektifnya
kebersihan
jalan
nafas
sehubungan
dengan
penumpukan sputum.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas bebas
Kriteria Hasil :
Suara nafas bersih, tidak terdapat suara nafas tambahan ( ronchi dan wheezing
negatif ), tidak ada sianosis.
Rencana tindakan :
1) Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat
disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah
terhadap tube.
22
2) Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang
simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan
tidak adanya penumpukan sputum.
3) Lakukan penghisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum
banyak. Penghisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk
mencegah hipoksia.
4) Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua
bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan odema otak
pernafasan yang
irreguler
indikasi
terhadap
adanya
peningkatan
metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tandatanda keadaan syok akibat perdarahan.
3) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
4) Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran
urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Antipiretik
untuk
menurunkan
panas
yang
dapat
24
25
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang
ada di ruangan.
5) Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negative atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang
lama (Brunner dan Suddarth, 1996)
2.2.2 Klasifikasi
Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukun
ventilasi, dua kategori umum adalah Ventilator bertekanan negative dan
tekanan positif
1. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negative mengeluarkan tekanan negative pada dada
eksternal.
Dengan
mengurangi
tekanan
intratoraks
selama
inspirasi
waktu
bersiklus
adalah
ventilator
mengakhiri
atau
Penyebab sentral
a. Trauma kepala
: Contusio cerebri.
b. Radang otak
: Encepalitis.
c. Gangguan vaskuler
d. Obat-obatan
Penyebab perifer
a. Kelainan Neuromuskuler :
-
Tetanus
Trauma servikal
Asma broncheal.
c. Kelainan di paru
-
e. Kelainan jantung
-
Modus Operasional
Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat empat parameter
yang diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle ventilator,
yaitu :
a. Frekuensi pernafasan permenit
b. Tidal volume
c. Konsentrasi oksigen (FiO)
d. Positive and respiratory pressure
Pada klien dewasa, frekuensi ventilator diatur antara 12 15x/ menit.
Tidal volume istirahat 7 ml/kgBB, denganventilasi mekanik tidal volume yang
digunakan adalah 10 15 ml/kgBB. Untuk mengkompensasi dead space dan
untuk meminimalkan atelektase (Way, 1994 dikutip dari LeMone and Burke,
1996).
Jumlah oksigen ditentukan berdasarkan perubahan persentasi oksigen
dalam gas. Karena resiko keracunan oksigen dan fibrosis pulmonal maka FiO
diatur dengan level rendah. PO dan saturasi oksigen arteri digunakan untuk
menentukan konsentrasi oksigen. PEEP digunakan untuk mencegah kolaps
alveoli dan untuk meningkatkan difusi alveoli kapiler.
Modus operasioanal ventilasi mekanik terdiri dari :
-
Cotrolled Ventilation
ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. Ventlator tipe ini
meningkatkan kerja pernafasan pasien.
- Assist / Control
Ventilator jenis ini dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan.
Bila pasien gagal untuk ventilasi, maka ventilator secara otomatis. Ventilator
ini diatur berdasarkan atas frekuensi pernafasan yang sponyan dari pasien,
biasanya digunakan pada tahap pertama pemakaian ventilator
-
SIMV dapat digunakan untuk ventilasi dengan tekanan udara rendah, otot
tidak begitu lelah dan efek barotraumas minimal. Pemeberian gas melalui
nafas spontan biasanya tergantung pada aktivasi pasien. Indikasi pada
pernafasan spontan tapi tidal volume dan atau frekuensi nafas kurang adekuat.
-
Komplikasi
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila
perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
1. Pada paru
a. Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara
vaskuler.
b. Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
c. Infeksi paru
d. Keracunan oksigen
e. Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
f. Aspirasi cairan lambung
g. Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
h. Kerusakan jalan nafas bagian atas
2. Pada sistem kardiovaskuler
Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik
vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi
mekanik dengan tekanan tinggi
3. Pada sistem saraf pusat
a. Vasokonstriksi cerebral
Terjadi karena penurunan tekanan CO arteri (PaCO) di bawah
normal akibat dari hiperventilasi.
b. Oedema cerebral
32
2.2.6
2.2.7
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
2.2.8
Proses Keperawatan
Adapun Asuhan Keperawatan yang diberikan meliputi :
I. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada psien yang mendapat nafas buatan dengan
ventilator adalah:
1. Biodata
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, alamt, dll.
2. Riwayat penyakit/riwayat keperawatan
34
Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang dapat
diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena kondisi pasien yang
dapat bantuan ventilator tidak mungkin untuk memberikan data secara detail.
3. Keluhan
Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa dilakukan dengan
cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan keluhannya.
B1. Sistem pernafasan
Setting ventilator meliputi:
a.
Mode ventilator
b.
c.
B 2. Sistem kardiovaskuler
Pengkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui
adanya gangguan
B 4. Sistem urogenital
Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine menunjukkan
adanya gangguan perfusi ginjal)
B 5. Status cairan dan nutrisi
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status nutrisi
dan cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang berlebihan dan
albumin yang rendah akan memperberat oedema paru.
4. Status psycososial
Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami depresi
mental lyang dimanifestasikan berupa kebingungan, gangguan orientasi, merasa
terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan kematian.
II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi pada pasien yang mendapat bentuan
nafas mekanik/dipasang ventilator diantaranya adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan, proses
penyakitnya
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan ventilator
yang tidak tepat, obstruksi selang endotracheal
4. Gangguan pemenuhan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan
selang endotracheal
5. Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas berhubungan dengan pemasangan
selang endotracheal
III.Perencanaan
36
1. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan peningkatan produksi
sekret
Tujuan:
Meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil:
-
INTERVENSI
Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 jam.
RASIONAL
Mengevaluasi keefetifan jalan napas.
Mengencerkan sekret.
ronchi
3
PH (7,35 - 7,45)
BE (-2 - + 2)
Tidak sianosis
INTERVENSI
Cek analisa gas darah setiap 30
RASIONAL
Evaluasi keefektifan setting ventilator
yang diberikan
ventilator.
2
napas.
4
3. Diagnosa Keperawatan
38
INTERVENSI
Lakukan pemeriksaan mode
fungsi ventilator.
2
penyebabnya.
3
fungsi ventilator.
yang baik.
5
RASIONAL
Diteksi dini adanya kelainan atau gg.
secara teratur.
4. Diagnosa Keperawatan
Gangguan pemenuhan komunikasi verbal sehubungan dengan pemasangan selang
endotracheal
Tujuan: Mempertahankan komunikasi
Kriteria hasil:
-
INTERVENSI
Berikan papan, kertas dan pensil,
RASIONAL
Mempermudah klien untuk
dengan berkomunikasi.
tidak.
2
Mengurangi cemas.
40
BAB III
TINJAUAN KASUS
Umur
: 40 tahun.
Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia.
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
No.Reg : 12195112
: Trowulan, Mojokerto
Tgl.MRS
: 11 November 2012
Tgl. Pengkajian
: 19 November 2012
Diagnosa Medik
Keluhan Utama
+
-
+
-
- MK : Resiko Infeksi
Sistem Pencernaan
B5 : - Pasien terpasang NG Tube No.16
-Diit sonde parenteral 250 cc
- Tidak ada retensi, perut supel, hepar dan lien tidak teraba,
- Bising usus (+) 10x/mnt
-Mual (-), muntah (-)
-Intake 350cc, Output 200cc
-Hb 9,5 gr/ dl
-Albumin 3,04 gr/dl
-MK : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
f.
kekuatan otot
turgor kulit
Spiritual
: tidak terkaji
Tgl 19-11-2012
HASIL
Tgl 20-11-2012
9,5
14,6
254
28,0
3,04
3,4
158
122
120
11,2
14,0
325
33,9
3,4
155
116
-
7,4
81
41
0,6
25,4
7,48
102,8
31,6
0,2
23,8
Tgl 21-11-2012
7,45
116
35
0,3
24,3
3.5 Therapi
Metazolin 3 x 1 gr
Ceftazidim 3 x 1 gr
Phenitoin 3 x 100 mg
Citicolin 2 x 250 mg
Ranitidin 2 x 50 mg
Tgl
19-11-12
Data
DS : -
Etiologi
Peningkatan
Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan nafas
DO :
produksi sekret
- Px terpasang tracheostomy
dengan peningkatan
- Px terpasang ventilator
produksi secret
45
No
Tgl
Data
- Mode spontan, triger 2,
Etiologi
Diagnosa Keperawatan
PS 6, FiO 30%,
RR 28x/mnt, SPO 98%,
VTE 300 315
- Ronchi +/+, Wheezing -/ 2
19-11-12
Pemasangan
Terjadinya infeksi
DO :
alat-alat invasif
sehubungan dengan
- Px terpasang tracheostomy
pemasangan alat-alat
- Px terpasang ventilator
invasif
19-11-12
- S : 37,8 C ; N : 98 x/mnt
DS : -
Intoleransi
Resiko gangguan
DO :
aktivitas
integritas kulit
- Px dengan Dx COB
(dikubitus) sehubungan
- GCS 1x5
dengan intoleransi
- Px terpasang tracheostomi
aktivitas
- Px terpasang ventilator
- Hb 9,5 gr/dl
46
Dx.
Kep
I
Tujuan
Kriteria Hasil
Tujuan :
1. Memotong rantai
infeksi nosikomial
25 menit diharapkan
2. Auskultasi nafas di
2. Adanya ronchi
menandakan akumulasi
Intervensi
normal
Kriteria Hasil :
3. Nebulezer dengan
- Suara nafas
terdengar bersih
Rasional
3. Mengencerkan secret
No
Dx.
Kep
Tujuan
Kriteria Hasil
- Ronchi -/-
4. Lakukan fisioterapi
4. Untuk melepaskan
- Tracheostomi bebas
bronchus
5. Berikan oksigenasi
5. Mencegah terjadinya
- SPO 95-100%
hipoksia
dari sumbatan
Intervensi
Rasional
II
6. Lakukan penghisapan
6. Mencegah obstruksi
jalan nafas
7. Mengetahui
perubahan di lapang
penghisapan secret
8. Observasi perubahan
8. Untuk mengetahui
vital sign
mungkin
9. Menurunkan tekanan
Tujuan :
secret
1. Peningkatan suhu
vital
infeksi teratasi
infeksi
Kriteria Hasil :
2. Mencegah masuknya
kuman penyebab
- Leukosit dalam
diperlukan
infeksi
48
No
Dx.
Kep
Tujuan
Kriteria Hasil
batas normal
- Tracheostomi bebas
dari sumbatan
- TTV dalam batas
normal
Intervensi
Rasional
3. Lakukan prosedur
3. Mencegah terjadinya
infeksi nosokomial
4. Sterilisasi alat
mencegah terjadinya
maupun tindakan
infeksi
suctioning
5. Kolaborasi dengan tim
5. Antibiotik secara
membunuh kuman
pemeriksaan laborat
( Leukosit )
3
III
Tujuan :
1. Bersihkan / mandikan
1. Kebersihan kulit
pasien 2x/hari
menjaga kelembapan
kulit px
2. Kotoran / lekukan
Kriteria Hasil :
bila diperlukan
sprei menyebabkan
ketidaknyamanan px
hangat, kering,
3. Lotion menjaga
merah
menonjol
tekanan
4. Rol roling px & atur
bergantian mengurangi
49
No
Dx.
Kep
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
tekanan pada kulit
5. Bantu mobilisasi
5. Membantu
ekstremitas sedini
kelancaran peredaran
mungkin
darah
6. Mengetahui
vital
perkembangan kondisi
px sedini mungkin
Tgl
19-11-12
08.00
Tindakan Keperawatan
TTD
08.05
08.20
08.40
09.00
- Memberikan obat injeksi per IV sesuai program dokter
10.00
Metazolin 1 gr
Phenitoin 100 mg
Citicolin 250 mg
Bisolvon 1 amp
Ranitidin 1 amp
11.10
13.00
20-11-12
07.45
08.00
08.15
08.25
08.35
08.50
09.00
Metazolin 1 gr
Phenitoin 100 mg
Citicolin 250 mg
53
10.00
Bisolvon 1 amp
Ranitidin 1 amp
10.30
11.00
11.30
13.00
- Melakukan evaluasi perkembangan dari px :
54
21-11-12
08.00
08.05
08.15
08.25
08.35
kondisi baik
pelan
- Memberikan obat injeksi per IV sesuai program dokter
- Membantu memiringkan pasien ke bagian kanan sambil
10.00
B6 : - Odema
- KekuatanOtot
Kekuatan Otot
57
3.10 Evaluasi
Tgl
Jam
19-11-12
No
Dx
I
08.25
Evaluasi
TTD
13.00
13.00
II
Tgl
Jam
No
Dx
Evaluasi
TTD
- Terpasang tracheostomy
- Terpasang IV line tangan kanan
- Terpasang Dower Kateter
- Sputum warna putih encer
- S : 36,8C, N : 90x/mnt
- Ronchi -/A.: Masalah belum teratasi
P : Intervensi No.1-5 dilanjutkan
13.00
III
S :O : - Px terpasang ventilator
- Px bedrest
- Perkusi kulit hangat, kering, merah
- Kulit bersih
- Tidak ada tanda-tanda dekubitus
A.: Masalah belum teratasi
20-11-12
13.00
Tgl
Jam
No
Dx
Evaluasi
TTD
A : Masalah teratasi
P : Ulangi intervensi No.2-8 jika terdapat penumpukan
secret
13.00
II
S :O : - Px dengan ventilator
- Terpasang tracheostomy
- Infus tangan kanan
- Dower kateter (+)
- Sputum warna putih encer
A : Masalah teratasi
P : Intervensi No.1-5 dilanjutkan
13.00
III
S :O : - Px terpasang ventilator
- Px bedrest, GCS 1x5
- Perkusi kulit hangat, kering, merah
- Kulit bersih, tidak ada tanda-tanda dekubitus
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi 1-6 dilanjutkan
21-11-12
10.00
Tgl
Jam
No
Dx
Evaluasi
TTD
II
S :O : - Terpasang tracheostomy
- Infus tangan kanan
- Terpasang dower kateter
- Sputum warna putih encer
A : Masalah teratasi
P : - Rencana px pindah ke bedah F
- Intervensi No.1-5 dilanjutkan
10.00
III
S :O : - Px terpasang tracheostomy
- GCS 1x5
- Perkusi kulit hangat, kering, merah
- Kulit bersih
- Tidak ada tanda-tanda dekubitus
A.: Masalah belum teratasi
P : - Rencana px pindah ke bedah F
- Intervensi 1-6 dilanjutkan
61
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.1 Umur : pada teori dan kasusnya didapatkan persamaan yaitu cedera kepala pada
kasus ini terjadi pada usia 40 tahun. Pada teori bahwa cedera kepala sering dijumpai pada
usia produktif antara 15 44 tahun.
4.1.2 Jenis Kelamin : pada teori dan kasusnya didapatkan persamaan yaitu cedera kepala
pada kasus ini terjadi pada laki - laki. Pada teori bahwa cedera kepala sering dialami oleh
kaum laki laki.
4.2 Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang didapatkan persamaan yait penyebab cedera kepala
karena kecelakaan lalu lintas sedangkan pada teori ditemukan adanya konvulsi hal ini
tidak terjadi dikarenakan tekanan intracranial pada pasien tidak mengalami peningkatan.
4.3 Pemeriksaan Fisik
B1 : pada landasan teori didapatkan gangguan pada nafas hipofentilasi, hypoxia,
hiperapneu. Sedangkan pada kasus nyata hal tersebut dialami pasien pada hari ke dua
kemudian diberi bantuan ventilasi mekanik sehingga kebutuhan oksigennya dapat
terpenuhi dengan adekuat.
B2 : Didapatkan persamaan yaitu adanya tachikardi
B3 : Didapatkan persamaan yaitu pada kasus nyata mengalami penurunan kesadaran
seperti pada teori, tetapi terdapt perbedaan yaitu pada kasus nyata pasien tidak mengalami
peningkatan tekanan intracranial.
B4 : Didapatkan perbedaan yaitu pada kasus nyata pasien tidak mengalami retensi urine
atau inkontinensia urine maupun deficit volume cairan.
B5 : Didapatkan perbedaan yaitu pada kasus nyata pasien tidak mengalami dispagia,
mual dan muntah proyektil, bising usus menurun atau lemah.
B6 : Didapatkan persamaan yaitu pada kasus nyata pasien didapatkan adanya tonus otot
menurun, parese maupun plegi.
63
64
teori yaitu pada kasus nyata tidak didapatkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Intervensi tidak dibahas karena masalah tidak diangkat.
4.5 Implementasi
Di dalam pelaksanaan semua tindakan yang direncanakan dapat diimplementasikan
sesuai dengan situasi dan kondisi pasien secara menyeluruh sesuai dengan fasilitas yang
ada.
4.6 Evaluasi
Pada kasus Tn AM dengan diagnosa keperawatan keridakefektifan jalan nafas
dapat teratasi. Karena pasien masih terpasang tracheostomy tidak menutup kemungkinan
masih ada kecenderungan masalah tersebut timbul kembali. Sedangkan pada diagnose
keperawatan terjadinya infeksi berhubungan dengan tindakan infasive bisa terjadi
sebagian karena pada pemeriksaan leukosit didapatkan penurunan tetapi tidak sampai
batas normal dan pasien masih memerlukan tindakan infasive lebih lanjut.
Untuk diagnosa resiko gangguan integritas kulit (dekubitus) dapat teratasi. Akan
tetapi karena pasien belum sadar, belum mandiri maka diperlukan tindakan keperawatan
secara menyeluruh sesuai fasilitas yang ada.
65
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Cedera kepala merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan yang membutuhkan
penanganan segera baik saat di tempat kejadian maupun perjalanan di rumah sakit.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kecacatan dan kematian. Kematian
pada cedera kepala banyak disebabkan karena hipotensi akibat gangguan pada
autoregulasi. Ketika terjadi gangguan autoregulasi akan menimbulkan hipoperfusi
jaringan serebral dan berakhir pada jaringan otak, karena otak sangat sensitive terhadap
oksigen dan glukosa. Lebih dari 50% penyebab cedera kepala karena kecelakaan lalu
lintas, selebihnya diesebabkan karena factor lain seperti terjatuh, terpukul dan
kriminalitas.
66
5.2 Saran
1. Melihat banyaknya masalah yang ditimbulkan pada pasien cedera kepala diharapkan
perawat bisa meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang optimal sehingga dapat meminimalkan kecacatan dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.
2. Dengan tuntutan perkembangan di bidang kesehatan diharapkan seluruh fasilitas
kesehatan yang ada khususnya RS daerah sebagai lini terdepan pelayanan kesehatan
diharapkan dapat memberikan pelayanan pada cedera kepala secara optimal
3. Dengan berkembangnya ekonomi dan otomotif di kalangan masyarakat sehingga alat
transportasi seperti sepeda motor mudah didapat. Diharapkan para pengemudi baik
sepeda motor maupun mobil mematuhi rambu rambu lalu lintas sehingga
meminimalkan terjadinya kecelakaaan.
67