Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
I. Dasar / Landasan
Landasan filosofis dari undang-undang ini adalah bahwa pengaruh
perkembangan teknologi sangat besar terhadap kehidupan sehari-hari dan dalam
beberapa dasawarsa terakhir ini, perkembangan tersebut sangat pesat, tidak hanya
dibidang teknologi tinggi tetapi juga dibidang mekanik, kimia atau lainnya. Bahkan
sejalan dengan itu makin tinggi pula kesadaran masyarakat untuk meningkatkan
pendayagunaan teknologi yang sederhana. Untuk meningkatkan perkembangan
teknologi, diperlukan adanya suatu sistem yang dapat merangsang perkembangan
teknologi dalam wujud perlindungan terhadap karya intelektual, termasuk Paten
yang sepadan. Di mana dasar pertimbangan sosiologis pembentukannya adalah
bahwa sejalan dengan retifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian international,
perkembangan teknologi, industri, dan perdagangan yang semakin pesat, diperlukan
adanya undang-undang Paten yang dapat memberikan perlindungan yang wajar
bagi Investor.
Dasar Hukum Mengingat, adalah merupakan dasar hukum suatu peraturan
perundang-undangan yang merupakan landasan yang bersifat yuridis bagi
pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut1. Landasan yuridis UU Paten
adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 dan Undang-undang No. 7 Tahun 1994) tentang
Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Ogranisasi Perdagangan Dunia) (LN Tahun 1994 No.57, TLN
No.3564).
Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-undangan, Proses dan Teknik Pembentukannya,
cet.5., (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007), hal. 96.
Adapun di dalam Kerangka Bagian Batang Tubuh peraturan perundangundangan memuat mengenai Ketentuan Umum, Materi Pokok yang diatur,
Ketentuan Pidana (jika diperlukan), Ketentuan Peralihan (jika diperlukan), dan
Ketentuan Penutup2.
A. Ketentuan Umum
Dalam Ketentuan umum dapat memuat hal-hal yang merupakan ketentuanketentuan yang bersifat umum seperti definisi, ketentuan-ketentuan pengertian
(begripsbepalingen), singkatan-singkatan, atau penyebutan seorang Menteri atau
Pejabat dalam peraturan perundang-undangan tersebut3.
Dalam undang-undang ini memuat seperti definisi dari istilah-istilah yang
digunakan dan mengenai hal-hal yang diatur dalamnya yakni Paten, Invensi,
Investor, Permohon, Permohonan, Pemegang Paten , Kuasa, Pemeriksa, Menteri ,
Direktorat Jenderal, Hak Priotitas, Lisensi, serta Hari.
B. Materi Pokok
Dalam UU Paten mengatur mengenai:
1. Subjek Hukum/ Aktor Dalam UU Paten, Fungsi, Tugas, dan/atau
Wewenangnya
Disebutkan disini yang merupakan subjek hukum/ aktor dalam UU Paten
adalah Inventor, Pemohon, Pemegang Paten, Kuasa, Pemeriksa, Menteri dan
Direktorat Jenderal (Dirjen), serta Komisi Banding Paten.
Komisi Banding Paten adalah badan khusus yang independen dan berada
dilingkungan Departemen yang membidangi Hak Kekayaan Intelektual. Untuk
memeriksa permohonan banding, Komisi Banding Paten membentuk majelis yang
berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, satu diantaranya adalah
seorang Pemeriksa senior yang tidak melakukan pemeriksaan substantif terhadap
Permohonan. Di mana susunan organisiasi, tugas dan fungsi Komisi Banding Paten
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam UU Paten ditentukan bahwa Pemegang Paten memiliki hak-hak yakni
hak eksklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain
2
3
dan memilih tempat tinggal atau kedudukan hukum di Indonesia untuk kepentingan
Permohonan tersebut.
Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas sebagaimana diatur dalam
Paris Convention for Protection Of Industrial Property harus diajukan paling lama 12
(dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan Paten yang
pertama kali diterima di negara manapun yang juga ikut serta dalam konvensi
tersebut atau yang menjadi anggota Agreement Establishing the World Trade
Organization, dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Undang-undang ini
mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Permohonan, yang wajib
dilengkapi dokumen prioritas yang disahkan oleh pejabat yang berwenang di negara
yang bersangkutan paling lama 16 (enam belas) bulan terhitung sejak tanggal
prioritas.
Jika
tidak
dipenuhi,
Permohonan
tidak
dapat
diajukan
dengan
berakhinya
substantif
dilakukan
setelah
tanggal
diterimanya
permohonan
pemeriksaan substantif.
Untuk keperluan pemeriksaan substantif, Direktorat Jenderal dapat memintan
bantuan ahli dan/atau menggunakan fasilitas yang diperlukan dari instansi
Pemerintah terkait atau Pemeriksa Paten dari Kantor Paten negara lain. Apabila
Pemeriksa
melaporkan
bahwa
Invensi
yang
dimintakan
Paten
terdapat
tidak memperluas Lingkup Invensi yang telah diajukan dalam Permohonan semula.
Dalam undang-undang ini Pasal yang mengandung norma kebolehan terdapat
dalam ketentuan Pasal 5, Pasal 25 ayat (1) , Pasal 28 ayat (2), Pasal 35, Pasal 36
ayat (1), (2) dan (3), Pasal 37, Pasal 39, Pasal 45 ayat (1), Pasal 50 ayat (1), Pasal
56 ayat (2), Pasal 60 ayat (1), Pasal 62 ayat (4), Pasal 75 ayat (1) dan (3), dan Pasal
83 ayat (1), serta Pasal 90 ayat (1).
Norma perintah sendiri dalam undang-undang ini seperti perintah kepada
Inventor atau Pemohon yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di
wilayah negara Republik Indonesia, permohonan harus diajukan melalui Kuasanya
di Indonesia dengan menyatakan dan memilih tempat tinggal atau kedudukan
hukum di Indonesia untuk kepentingan Permohonan tersebut. Atau terhitung sejak
tanggal penerimaan Kuasanya, Kuasa wajib menjaga kerahasiaan Invensi dan
seluruh dokumen Permonan sampai dengan tanggal diumumkannya Permohonan
yang bersangkutan. Adapun norma ini terdapat dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2),
Pasal 18, Pasal 25 ayat (3), Pasal 26, dan Pasal 41.
Sedangkan norma larangan misalnya Paten Sederhana tidak dapat
dimintakan lisensi-wajib. Dalam undang-undang ini Pasal yang mengandung norma
larangan terdapat dalam ketentuan Pasal 86 ayat (1), Pasal 90 ayat (2), dan Pasal
107.
C. Ketentuan Pidana4
Diatur dalam UU Paten yang menjadi tindak pidana adalah barang siapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang Paten atau Paten
Sederhana dengan melakukan salah satu tindakan melanggar hak eksklusif.
Selain itu, barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban
merahasiakan Invensi dan seluruh dokumen Permonan sampai dengan tanggal
diumumkannya
Permohonan
yang
bersangkutan,
larangan
pengajukan
Permohonan, memperolah Paten, atau dengan cara apapun memperoleh hak atau
memegang hak yang berkaitan dengan Paten, kecuali diperolah karena pewarisan
oleh pegawai Direktorat Jenderal atau orang yang karena tugasnya bekerja untuk
4
Ketentuan ini terdapat di dalam Pasal 130 sampai dengan Pasal 135.
dan atas nama Direktorat Jenderal,Selama masih terikat dinas aktif hingga selama
satu tahun sesudah pensium atau sesudah berhenti karena alasan apapun.
Delik pidana dalam UU Paten ini adalah delik aduan. Jenis pidana yang
dikenakan adalah pidana penjara dengan paling lama 4 (empat) tahun dan /atau
denda paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
D. Ketentuan Peralihan5
Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundangundangan di bidang paten yang telah ada pada tanggal berlakunya undang-undang
ini, tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan
perundang-undangan yang baru berdasarkan undang-undang ini. Terhadap
permohonan yang diajukan sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 6
tahun 1989 tentang Paten sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 13 tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 6 tahun 1989
tentang Paten.
E. Ketentuan Penutup6
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, undang-undang nomor 6 tahun
1998 tentang Paten (LN RI tahun 1989 No. 39, TLN RI No 3398) dan Undangundang omor 6 tahun 1989 tentang Paten (LN RI tahun 1997 No. 30, TLN RI No
3680) dinyatakan tidak berlaku. Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan, Pada tanggal 1 Agustus 2001.
5
6