Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
A. Pengertian
Kurban dalam bahasa Arab disebut , (Qurban), atau disebut
juga Udhhiyah atau Dhahiyyah secara
harfiah
berarti
hewan
sembelihan. Sedangkan ritual kurban adalah salah satu ritual ibadah
pemeluk agama islam, dimana dilakukan penyembelihan binatang
ternak untuk dipersembahkan kepada Allah. Ritual kurban dilakukan
pada bulan dzulhijjah pada penanggalan Islam, yakni pada tanggal 10
(hari nahar) dan 11,12 dan 13 (hari tasyrik) bertepatan dengan Hari
Raya Idul Adha
Perintah menyembelih Kurban
Firman Allah SWT:
B. Hukum Berkurban
Ibadah kurban hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat
dianjurkan). Bagi orang yang mampu melakukannya lalu ia
meninggalkan hal itu, maka ia dihukumi makruh. Hal ini berdasarkan
hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Nabi saw
pernah berkurban dengan dua kambing kibasy yang sama-sama
berwarna putih kehitam-hitaman dan bertanduk. Beliau sendiri yang
menyembelih kurban tersebut, dan membacakan nama Allah serta
bertakbir (waktu memotongnya).
Dari Ummu Salamah ra, Nabi saw bersabda, Dan jika kalian telah
melihat hilal (tanggal) masuknya bulan Dzul Hijjah, dan salah seorang
di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia membiarkan
rambut dan kukunya. HR Muslim
Arti sabda Nabi saw, ingin berkorban adalah dalil bahwa ibadah
kurban ini sunnah, bukan wajib.
Diriwayatkan dari Abu Bakar dan Umar ra bahwa mereka berdua belum
pernah melakukan kurban untuk keluarga mereka berdua, lantaran
keduanya takut jika perihal kurban itu dianggap wajib
2. Kambing
Sebaiknya berkurban dengan binatang yang mulus dan gemuk serta tidak cacat, seperti:
-
Jelas-jelas sakit
Sangat kurus
Pincang
Putus telinga
Putus ekor
2.
3.
Dengan berkurban, berarti seseorang telah bersyukur kepada Allah SWT atas
segala rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan pada dirinya.
4.
Dengan berkurban, berarti seseorang telah berbakti kepada orang lain, dimana
tolong menolong, kasih mengasihi dan rasa solidaritas dan toleransi memang
dianjurkan oleh agama Islam.
H.
makalah qurban
(muqim), dalam perjalanan (musafir), maupun dalam mengerjakan haji. (Matdawam, 1984)
Sebagian mujtahidin seperti Abu Hanifah, Al Laits, Al Auzai, dan sebagian pengikut Imam
Malik mengatakan qurban hukumnya wajib. Tapi pendapat ini dhaif (lemah) (Matdawam,
1984).
Ukuran mampu berqurban, hakikatnya sama dengan ukuran kemampuan shadaqah, yaitu
mempunyai kelebihan harta (uang) setelah terpenuhinya kebutuhan pokok ( al hajat al
asasiyah) yaitu sandang, pangan, dan papan dan kebutuhan penyempurna (al hajat al
kamaliyah) yang lazim bagi seseorang. Jika seseorang masih membutuhkan uang untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka dia terbebas dari menjalankan sunnah
qurban (Al Jabari, 1994)
Dasar kesunnahan qurban antara lain, firman Allah SWT :
Maka dirikan (kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah. (TQS Al Kautsar : 2)
Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu
adalah sunnah. (HR. At Tirmidzi)
Telah diwajibkan atasku (Nabi SAW) qurban dan ia tidak wajib atas kalian. (HR. Ad
Daruquthni)
Dua hadits di atas merupakan qarinah (indikasi/petunjuk) bahwa qurban adalah sunnah.
Firman Allah SWT yang berbunyi wanhar (dan berqurbanlah kamu) dalam surat Al Kautas
ayat 2 adalah tuntutan untuk melakukan qurban (thalabul fili). Sedang hadits At Tirmidzi,
umirtu bi an nahri wa huwa sunnatun lakum (aku diperintahkan untuk menyembelih
qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah), juga hadits Ad Daruquthni kutiba
alayya an nahru wa laysa biwaajibin alaykum (telah diwajibkan atasku qurban dan ia tidak
wajib atas kalian); merupakan qarinah bahwa thalabul fili yang ada tidak bersifat jazim
(keharusan), tetapi bersifat ghairu jazim (bukan keharusan). Jadi, qurban itu sunnah, tidak
wajib. Namun benar, qurban adalah wajib atas Nabi SAW, dan itu adalah salah satu
khususiyat beliau (lihat Rifai et.al., Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, hal. 422).
Orang yang mampu berqurban tapi tidak berqurban, hukumnya makruh. Sabda Nabi SAW :
Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah sekalikali ia menghampiri tempat shalat kami. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari Abu
Hurairah RA. Menurut Imam Al Hakim, hadits ini shahih. Lihat Subulus Salam IV/91)
Perkataan Nabi fa laa yaqrabanna musholaanaa (janganlah sekali-kali ia menghampiri
tempat shalat kami) adalah suatu celaan (dzamm), yaitu tidak layaknya seseorang yang tak
berqurban padahal mampu untuk mendekati tempat sholat Idul Adh-ha. Namun ini bukan
celaan yang sangat/berat (dzamm syanii ) seperti halnya predikat fahisyah (keji), atau min
amalisy syaithan (termasuk perbuatan syetan), atau miitatan jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan
sebagainya. Lagi pula meninggalkan sholat Idul Adh-ha tidaklah berdosa, sebab hukumnya
sunnah, tidak wajib. Maka, celaan tersebut mengandung hukum makruh, bukan haram (lihat
Atha` ibn Khalil, Taysir Al Wushul Ila Al Ushul, hal. 24; Al Jabari, 1994).
Namun hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar seseorang, sebab memenuhi
nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW :
Barangsiapa yang bernadzar untuk ketaatan (bukan maksiat) kepada Allah, maka hendaklah
ia melaksanakannya. (lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/157).
Qurban juga menjadi wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing, misalnya) berkata,Ini
milik Allah, atau Ini binatang qurban. (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994).
Keutamaan Qurban
Berqurban merupakan amal yang paling dicintai Allah SWT pada saat Idul Adh-ha. Sabda
Nabi SAW :
Tidak ada suatu amal anak Adam pada hari raya Qurban yang lebih dicintai Allah selain
menyembelih qurban. (HR. At Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
Berdasarkan hadits itu Imam Ahmad bin Hambal, Abuz Zanad, dan Ibnu Taimiyah
berpendapat,Menyembelih hewan pada hari raya Qurban, aqiqah (setelah mendapat anak),
dan hadyu (ketika haji), lebih utama daripada shadaqah yang nilainya sama. (Al Jabari,
1994).
Tetesan darah hewan qurban akan memintakan ampun bagi setiap dosa orang yang berqurban.
Sabda Nabi SAW :
Hai Fathimah, bangunlah dan saksikanlah qurbanmu. Karena setiap tetes darahnya akan
memohon ampunan dari setiap dosa yang telah kaulakukan.. . (lihat Sayyid Sabiq, Fikih
Sunnah XIII/165)
Waktu dan Tempat Qurban
a.Waktu
Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul Adh-ha tanggal 10 Zulhijjah, hingga akhir hari
Tasyriq (sebelum maghrib), yaitu tanggal 13 Zulhijjah. Qurban tidak sah bila disembelih
sebelum sholat Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW :
Barangsiapa menyembelih qurban sebelum sholat Idul Adh-ha (10 Zulhijjah) maka
sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa menyembelih qurban
sesudah sholat Idul Adh-ha dan dua khutbahnya, maka sesungguhnya ia telah
menyempurnakan ibadahnya (berqurban) dan telah sesuai dengan sunnah (ketentuan) Islam.
(HR. Bukhari)
Sabda Nabi SAW :
Semua hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah) adalah waktu untuk menyembelih
qurban. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Menyembelih qurban sebaiknya pada siang hari, bukan malam hari pada tanggal-tanggal
yang telah ditentukan itu. Menyembelih pada malam hari hukumnya sah, tetapi makruh.
Demikianlah pendapat para imam seperti Imam Abu Hanifah, Asy Syafii, Ahmad, Abu
Tsaur, dan jumhur ulama (Matdawam, 1984).
Perlu dipahami, bahwa penentuan tanggal 10 Zulhijjah adalah berdasarkan ru`yat yang
dilakukan oleh Amir (penguasa) Makkah, sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Husain bin
Harits Al Jadali RA (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud hadits no.1991). Jadi, penetapan 10
Zulhijjah tidak menurut hisab yang bersifat lokal (Indonesia saja misalnya), tetapi mengikuti
ketentuan dari Makkah. Patokannya, adalah waktu para jamaah haji melakukan wukuf di
Padang Arafah (9 Zulhijjah), maka keesokan harinya berarti 10 Zulhijjah bagi kaum
muslimin di seluruh dunia.
b.Tempat
Diutamakan, tempat penyembelihan qurban adalah di dekat tempat sholat Idul Adh-ha
dimana kita sholat (misalnya lapangan atau masjid), sebab Rasulullah SAW berbuat demikian
(HR. Bukhari). Tetapi itu tidak wajib, karena Rasulullah juga mengizinkan penyembelihan di
rumah sendiri (HR. Muslim). Sahabat Abdullah bin Umar RA menyembelih qurban di
manhar, yaitu pejagalan atau rumah pemotongan hewan (Abdurrahman, 1990).
Hewan Qurban
a.Jenis Hewan
Hewan yang boleh dijadikan qurban adalah : unta, sapi, dan kambing (atau domba). Selain
tiga hewan tersebut, misalnya ayam, itik, dan ikan, tidak boleh dijadikan qurban (Sayyid
Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994). Allah SWT berfirman :
supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan ternak (bahimatul anam) yang
telah direzekikan Allah kepada mereka. (TQS Al Hajj : 34)
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul anaam (binatang ternak) hanya mencakup unta, sapi, dan
kambing, bukan yang lain (Al Jabari, 1994).
Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al Fiqh Al Wadhih III/3 membolehkan berkurban
dengan kerbau ( jamus), sebab disamakan dengan sapi.
b.Jenis Kelamin
Dalam berqurban boleh menyembelih hewan jantan atau betina, tidak ada perbedaan, sesuai
hadits-hadits Nabi SAW yang bersifat umum mencakup kebolehan berqurban dengan jenis
jantan dan betina, dan tidak melarang salah satu jenis kelamin (Sayyid Sabiq, 1987;
Abdurrahman, 1990)
c.Umur
Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, dianggap mencukupi, berqurban dengan kambing/domba
berumur satu tahun masuk tahun kedua, sapi (atau kerbau) berumur dua tahun masuk tahun
ketiga, dan unta berumur lima tahun (Sayyid Sabiq, 1987; Mahmud Yunus, 1936).
d.Kondisi
Hewan yang dikurbankan haruslah mulus, sehat, dan bagus. Tidak boleh ada cacat atau
cedera pada tubuhnya. Sudah dimaklumi, qurban adalah taqarrub kepada Allah. Maka
usahakan hewannya berkualitas prima dan top, bukan kualitas sembarangan (Rifai et.al ,
1978)
Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, tidak dibenarkan berkurban dengan hewan :
1. yang nyata-nyata buta sebelah,
2. yang nyata-nyata menderita penyakit (dalam keadaan sakit),
3. yang nyata-nyata pincang jalannya,
4. yang nyata-nyata lemah kakinya serta kurus,
5. yang tidak ada sebagian tanduknya,
6. yang tidak ada sebagian kupingnya,
7. yang terpotong hidungnya,
8. yang pendek ekornya (karena terpotong/putus) ,
9. yang rabun matanya. (Abdurrahman, 1990; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq. 1987).
Hewan yang dikebiri boleh dijadikan qurban. Sebab Rasulullah pernah berkurban dengan dua
ekor kibasy yang gemuk, bertanduk, dan telah dikebiri ( al maujuuain) (HR. Ahmad dan
Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
Dianjurkan bagi setiap keluarga menyembelih qurban. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi,
An Nasa`i, dan Ibnu Majah)
Teknis Penyembelihan
Teknis penyembelihan adalah sebagai berikut :
1. Hewan yang akan dikurbankan dibaringkan ke sebelah rusuknya yang kiri dengan posisi
mukanya menghadap ke arah kiblat, diiringi dengan membaca doa Robbanaa taqabbal
minnaa innaka antas samiiul aliim. (Artinya : Ya Tuhan kami, terimalah kiranya qurban
kami ini, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.)
2. Penyembelih meletakkan kakinya yang sebelah di atas leher hewan, agar hewan itu tidak
menggerak-gerakkan kepalanya atau meronta.
3. Penyembelih melakukan penyembelihan, sambil membaca : Bismillaahi Allaahu akbar.
(Artinya : Dengan nama Allah, Allah Maha Besar). (Dapat pula ditambah bacaan shalawat
atas Nabi SAW. Para penonton pun dapat turut memeriahkan dengan gema takbir Allahu
akbar!)
4. Kemudian penyembelih membaca doa kabul (doa supaya qurban diterima Allah) yaitu :
Allahumma minka wa ilayka. Allahumma taqabbal min . (sebut nama orang yang
berkurban). (Artinya : Ya Allah, ini adalah dari-Mu dan akan kembali kepada-Mu. Ya Allah,
terimalah dari.) (Ad Dimasyqi, 1993; Matdawam, 1984; Rifai et.al., 1978; Rasjid, 1990)
Penyembelihan, yang afdhol dilakukan oleh yang berqurban itu sendiri, sekali pun dia
seorang perempuan. Namun boleh diwakilkan kepada orang lain, dan sunnah yang berqurban
menyaksikan penyembelihan itu (Matdawam, 1984; Al Jabari, 1994).
Dalam penyembelihan, wajib terdapat 4 (empat) rukun penyembelihan, yaitu :
1. Adz Dzaabih (penyembelih) , yaitu setiap muslim, meskipun anak-anak, tapi harus yang
mumayyiz (sekitar 7 tahun). Boleh memakan sembelihan Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani),
menurut mazhab Syafii. Menurut mazhab Hanafi, makruh, dan menurut mazhab Maliki,
tidak sempurna, tapi dagingnya halal. Jadi, sebaiknya penyembelihnya muslim. (Al Jabari,
1994).
2. Adz Dzabiih, yaitu hewan yang disembelih.Telah diterangkan sebelumnya.
3. Al Aalah, yaitu setiap alat yang dengan ketajamannya dapat digunakan menyembelih
hewan, seperti pisau besi, tembaga, dan lainnya. Tidak boleh menyembelih dengan gigi,
kuku, dan tulang hewan (HR. Bukhari dan Muslim).
4. Adz Dzabh, yaitu penyembelihannya itu sendiri. Penyembelihan wajib memutuskan
hulqum (saluran nafas) dan mari` (saluran makanan). (Mahmud Yunus, 1936)
Pemanfaatan Daging Qurban
Sesudah hewan disembelih, sebaiknya penanganan hewan qurban (pengulitan dan
pemotongan) baru dilakukan setelah hewan diyakini telah mati. Hukumnya makruh menguliti
hewan sebelum nafasnya habis dan aliran darahnya berhenti (Al Jabari, 1994). Dari segi
fakta, hewan yang sudah disembelih tapi belum mati, otot-ototnya sedang berkontraksi
karena stress. Jika dalam kondisi demikian dilakukan pengulitan dan pemotongan, dagingnya
akan alot alias tidak empuk. Sedang hewan yang sudah mati otot-ototnya akan mengalami
relaksasi sehingga dagingnya akan empuk.
Setelah penanganan hewan qurban selesai, bagaimana pemanfaatan daging hewan qurban
tersebut ? Ketentuannya, disunnahkan bagi orang yang berqurban, untuk memakan daging
qurban, dan menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, dan menghadiahkan kepada karib
kerabat. Nabi SAW bersabda :
Makanlah daging qurban itu, dan berikanlah kepada fakir-miskin, dan simpanlah. (HR.
Ibnu Majah dan Tirmidzi, hadits shahih)
Berdasarkan hadits itu, pemanfaatan daging qurban dilakukan menjadi tiga bagian/cara,
yaitu : makanlah, berikanlah kepada fakir miskin, dan simpanlah. Namun pembagian ini
sifatnya tidak wajib, tapi mubah (lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352; Al Jabari,
1994; Sayyid Sabiq, 1987).
Orang yang berqurban, disunnahkan turut memakan daging qurbannya sesuai hadits di atas.
Boleh pula mengambil seluruhnya untuk dirinya sendiri. Jika diberikan semua kepada fakirmiskin, menurut Imam Al Ghazali, lebih baik. Dianjurkan pula untuk menyimpan untuk diri
sendiri, atau untuk keluarga, tetangga, dan teman karib (Al Jabari, 1994; Rifai et.al, 1978).
Akan tetapi jika daging qurban sebagai nadzar, maka wajib diberikan semua kepada fakirmiskin dan yang berqurban diharamkan memakannya, atau menjualnya (Ad Dimasyqi, 1993;
Matdawam, 1984)
Pembagian daging qurban kepada fakir dan miskin, boleh dilakukan hingga di luar
desa/tempat dari tempat penyembelihan (Al Jabari, 1994).
Bolehkah memberikan daging qurban kepada non-muslim ? Ibnu Qudamah (mazhab
Hambali) dan yang lainnya (Al Hasan dan Abu Tsaur, dan segolongan ulama Hanafiyah)
mengatakan boleh. Namun menurut Imam Malik dan Al Laits, lebih utama diberikan kepada
muslim (Al Jabari, 1994).
Penyembelih (jagal), tidak boleh diberi upah dari qurban. Kalau mau memberi upah,
hendaklah berasal dari orang yang berqurban dan bukan dari qurban (Abdurrahman, 1990).
Hal itu sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Ali bin Abi Thalib RA :
(Rasulullah memerintahkan kepadaku) untuk tidak memberikan kepada penyembelih
sesuatu daripadanya (hewan qurban). (HR. Bukhari dan Muslim) (Al Jabari, 1994)
Tapi jika jagal termasuk orang fakir atau miskin, dia berhak diberi daging qurban. Namun
pemberian ini bukan upah karena dia jagal, melainkan sedekah karena dia miskin atau fakir
(Al Jabari, 19984).
Menjual kulit hewan adalah haram, demikianlah pendapat jumhur ulama (Ibnu Rusyd,
Bidayatul Mujtahid I/352). Dalilnya sabda Nabi SAW :
Dan janganlah kalian menjual daging hadyu (qurban orang haji) dan daging qurban.
Makanlah dan sedekahkanlah dagingnya itu, ambillah manfaat kulitnya, dan jangan kamu
menjualnya.. . (HR. Ahmad) (Matdawam, 1984).
Sebagian ulama seperti segolongan penganut mazhab Hanafi, Al Hasan, dan Al Auzai
membolehkannya. Tapi pendapat yang lebih kuat, dan berhati-hati ( ihtiyath), adalah
janganlah orang yang berqurban menjual kulit hewan qurban. Imam Ahmad bin Hambal
sampai berkata,Subhanallah ! Bagaimana harus menjual kulit hewan qurban, padahal ia
telah dijadikan sebagai milik Allah ? (Al Jabari, 1994).
Kulit hewan dapat dihibahkan atau disedekahkan kepada orang fakir dan miskin. Jika
kemudian orang fakir dan miskin itu menjualnya, hukumnya boleh. Sebab menurut
pemahaman kami larangan menjual kulit hewan qurban tertuju kepada orang yang
berqurban saja, tidak mencakup orang fakir atau miskin yang diberi sedekah kulit hewan oleh
orang yang berqurban. Dapat juga kulit hewan itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan
bersama, misalnya dibuat alas duduk dan sajadah di masjid, kaligrafi Islami, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
Kami ingin menutup risalah sederhana ini, dengan sebuah amanah penting : hendaklah orang
yang berqurban melaksanakan qurban karena Allah semata. Jadi niatnya haruslah ikhlas
lillahi taala, yang lahir dari ketaqwaan yang mendalam dalam dada kita. Bukan berqurban
karena riya` agar dipuji-puji sebagai orang kaya, orang dermawan, atau politisi yang peduli
rakyat, dan sebagainya. Sesungguhnya yang sampai kepada Allah SWT adalah taqwa kita,
bukan daging dan darah qurban kita. Allah SWT berfirman :
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi ketaqwaan daripada kamulah yang mencapainya. (TQS Al Hajj : 37)
Kurban (Islam)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Kurban menurut bahasa arab , transliterasi: Qurban), atau disebut juga Udhhiyah atau
Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan. Sedangkan ritual kurban adalah salah
satu ritual ibadah pemeluk agama islam, dimana dilakukan penyembelihan binatang ternak
untuk dipersembahkan kepada Allah. Ritual kurban dilakukan pada bulan dzulhijjah pada
penanggalan Islam, yakni pada tanggal 10 (hari nahar) dan 11,12 dan 13 (hari tasyrik)
bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha.
Daftar isi
3 Hukum kurban
5 Waktu berkurban
o
6 Sosialisasi Kurban
7 Lihat pula
8 Pranala luar
9 kliping
Dalam sejarah sebagaimana yang disampaikan dalam Al Qur'an terdapat dua peristiwa
dilakukannya ritual kurban yakni oleh Habil (Abel) dan Qabil (Cain), putra nabi adam alaihis
salam serta pada saat Nabi ibrahim akan mengorbankan nabi ismail atas perintah allah.
Habil dan Qabil
Disebutkan dalam Al Qur'an, Allah memberi perintah melalui mimpi kepada Nabi Ibrahim
untuk mempersembahkan Ismail. Diceritakan dalam Al Qur'an bahwa Ibrahim dan Ismail
mematuhi perintah tersebut dan tepat saat Ismail akan disembelih, Allah menggantinya
dengan domba. Berikut petikan surat ash shaaffaat ayat 102-107 yang menceritakan hal
tersebut.
Hadits Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: Wahai Rasulullah
SAW, apakah kurban itu? Rasulullah menjawab: Kurban adalah sunahnya
bapak kalian, Nabi Ibrahim. Mereka menjawab: Apa keutamaan yang
kami akan peroleh dengan kurban itu? Rasulullah menjawab: Setiap satu
helai rambutnya adalah satu kebaikan. Mereka menjawab: Kalau bulubulunya? Rasulullah menjawab: Setiap satu helai bulunya juga satu
kebaikan. HR. Ahmad dan ibn Majah
Jika masuk tanggal 10 Dzul Hijjah dan ada salah seorang di antara kalian
yang ingin berkurban, maka hendaklah ia tidak cukur atau memotong
kukunya. HR. Muslim
Kami berkurban bersama Nabi SAW di Hudaibiyah, satu unta untuk tujuh
orang, satu sapi untuk tujuh orang. HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi.
Hukum kurban
Mayoritas ulama dari kalangan sahabat tabi'in tabiut tabiin, dan fuqaha (ahli fiqh)
menyatakan bahwa hukum kurban adalah sunnah muakkadah (utama), dan tidak ada
seorangpun yang menyatakan wajib, kecuali Abu Hanifah (tabiin). Ibnu Hazm menyatakan:
Tidak ada seorang sahabat Nabi pun yang menyatakan bahwa kurban itu wajib.
Kurban harus binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, atau biri-biri.
Binatang yang akan disembelih tidak memiliki cacat, tidak buta, tidak
pincang, tidak sakit, dan kuping serta ekor harus utuh.
Hewan kurban telah cukup umur, yaitu unta berumur 5 tahun atau lebih,
sapi atau kerbau telah berumur 2 tahun, dan domba atau kambing
berumur lebih dari 1 tahun.
Daging hewan kurban dibagi tiga, 1/3 untuk dimakan oleh yang berkurban,
1/3 disedekahkan, dan 1/3 bagian dihadiahkan kepada orang lain.
Waktu berkurban
Awal waktu
Waktu untuk menyembelih kurban bisa di 'awal waktu' yaitu setelah salat Id langsung dan
tidak menunggu hingga selesai khutbah. Bila di sebuah tempat tidak terdapat pelaksanaan
salat Id, maka waktunya diperkirakan dengan ukuran salat Id. Dan barangsiapa yang
menyembelih sebelum waktunya maka tidak sah dan wajib menggantinya .
Dalilnya adalah hadits-hadits berikut:
a. Hadits Al-Bara` bin Azib radhiyallahu anhu, dia berkata: Rasulullah
Barangsiapa yang salat seperti salat kami dan
menyembelih hewan kurban seperti kami, maka telah benar kurbannya.
Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum salat maka hendaklah dia
menggantinya dengan yang lain. (HR. Al-Bukhari no. 5563 dan Muslim no.
1553) Hadits senada juga datang dari sahabat Jundub bin Abdillah Al-Bajali
radhiyallahu anhu riwayat Al-Bukhari (no. 5500) dan Muslim (no. 1552).
b. Hadits Al-Bara` riwayat Al-Bukhari (no. 5556) dan yang lainnya tentang
kisah Abu Burdah radhiyallahu anhu yang menyembelih sebelum salat.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Kambingmu
adalah kambing untuk (diambil) dagingnya saja. Dalam lafadz lain (no.
Barangsiapa yang
5560) disebutkan:
menyembelih (sebelum salat), maka itu hanyalah daging yang dia
persembahkan untuk keluarganya, bukan termasuk hewan kurban
sedikitpun.
Akhir waktu
Waktu penyembelihan hewan kurban adalah 4 hari, hari Iedul Adha dan tiga hari sesudahnya.
Waktu penyembelihannya berakhir dengan tenggelamnya matahari di hari keempat yaitu
tanggal 13 Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan Al-Bashri (imam
penduduk bashrah), Atha` bin Abi Rabah (imam penduduk makkah), Al-Auzai (imam
penduduk Syam), dan Asy-Syafi'i (imam fuqaha ahli hadits). Pendapat ini dipilih oleh Ibnul
Mundzir, ibnul Qayyim dalam Zadul Maad (2/319), Ibnu Taimiyah, Al-Lajnah Ad-Da`imah
(11/406, no. fatwa 8790), dan Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti (3/411-412).
Alasannya disebutkan oleh Ibnul Qayyim sebagai berikut: 1. Hari-hari tersebut adalah harihari Mina. 2. Hari-hari tersebut adalah hari-hari tasyriq. 3. Hari-hari tersebut adalah hari-hari
melempar jumrah. 4. Hari-hari tersebut adalah hari-hari yang diharamkan puasa padanya.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Harihari tasyriq adalah hari-hari makan, minum, dan dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Adapun hadits Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif radhiyallahu anhu, dia berkata:
Dahulu kaum muslimin, salah seorang
mereka membeli hewan kurban lalu dia gemukkan kemudian dia sembelih setelah Iedul Adha
di akhir bulan Dzulhijjah. (HR. Al-Baihaqi, 9/298) Al-Imam Ahmad rahimahullahu
mengingkari hadits ini dan berkata: Hadits ini aneh. Demikian yang dinukil oleh Ibnu
Qudamah dalam Syarhul Kabir (5/193). Wallahu alam.
Menyembelih di waktu siang atau malam?
Tidak ada khilafiah di kalangan ulama tentang kebolehan menyembelih kkurban di waktu
pagi, siang, atau sore, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan. (AlHajj: 28)
Mereka hanya berbeda pendapat tentang menyembelih kurban di malam hari. Yang rajih
adalah diperbolehkan, karena tidak ada dalil khusus yang melarangnya. Ini adalah tarjih Ibnu
Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti (3/413) dan fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/395, no.
fatwa 9525). Yang dimakruhkan adalah tindakan-tindakan yang mengurangi sisi
keafdhalannya, seperti kurang terkoordinasi pembagian dagingnya, dagingnya kurang segar,
atau tidak dibagikan sama sekali. Adapun penyembelihannya tidak mengapa.
Adapun ayat di atas (yang hanya menyebut hari-hari dan tidak menyebutkan malam), tidaklah
menunjukkan persyaratan, namun hanya menunjukkan keafdhalan saja.
Adapun hadits yang diriwayatkan Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dari Ibnu Abbas
radhiyallahu anhuma dengan lafadz:
Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam melarang menyembelih di malam hari. Al-Haitsami rahimahullahu dalam
Al-Majma (4/23) menyatakan: Pada sanadnya ada Salman bin Abi Salamah Al-Janabizi, dia
matruk. Sehingga hadits ini dhaif jiddan (lemah sekali). Wallahu alam. (lihat Asy-Syarhul
Kabir, 5/194)
Sosialisasi Kurban
Iklan untuk berkurban dan membeli binatang kurban melalui organisasi tertentu
Umat muslim dianjurkan untuk berkurban. Gambar berikut adalah iklan untuk berkurban, dan
membeli binatang untuk kurban dari sumber tertentu yang dimuat di Koran Media Indonesia
pada bulan Desember 2005 oleh organisasi Dompet Dhuafa. Selain itu Dompet Peduli
Ummat DaarutTauhiid juga berupaya mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam
mensosialisasikan Qurban ini. dan juga memakan daging qurban tersebut