Você está na página 1de 5

GRAFIK BARBER JOHNSON

Metode grafik Barber Johnson digunakan untuk melihat efisiensi manajemen keperawatan di
rumah sakit. Indikator yang digunakan untuk mengukurnya adalah BOT I BOR, TOI dan
ALOS.

ANTARA LAMA DIRAWAT (LD) DAN HARI PERAWATAN (HP)


dr. Rano Indradi S, M.Kes
(Health Information Management Consultant)
Dalam penghitungan statistik pelayanan rawat inap di rumah sakit (RS) dikenal dua istilah yang
masih sering rancu dalam cara pencatatan, penghitungan, dan penggunaannya. Dua istilah tersebut
adalah Lama Dirawat (LD) dan Hari Perawatan (HP). Masing-masing istilah ini memiliki
karakteristik cara pencatatan, penghitungan, dan penggunaan yang berbeda.
Lama Dirawat (LD)
LD menunjukkan berapa hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu episode perawatan.
Satuan untuk LD adalah hari. Cara menghitung LD yaitu dengan menghitung selisih antara
tanggal pulang (keluar dari RS, hidup maupun mati) dengan tanggal masuk RS. Dalam hal ini,
untuk pasien yang masuk dan keluar pada hari yang sama LDnya dihitung sebagai 1 hari.
Contoh penghitungan LD:

Beberapa istilah lain yang timbul berkaitan dengan penghitungan LD, antara lain: total LD (LD)
dan rerata LD. LD menunjukkan total LD dari seluruh pasien yang dihitung dalam periode yang
bersangkutan.
Contoh penghitungan LD di suatu bangsal atau suatu RS:

7+4
Ket:
o : tanggal masuk
x : tanggal keluar
A-H : kode pasien
Pasien G sampai akhir bulan Juni belum pulang
Pasien H masuk tanggal 20 Mei
Pada tabel diatas, tampak bahwa:
pasien A dirawat selama 7 hari,
pasien B dirawat 1 hari (masuk dan keluar pada hari yang sama),
LD pasien G belum dapat dihitung karena pasien tersebut belum pulang, dan
LD pasien H (masuk tanggal 20 Mei) adalah 18 hari.
Dari tabel diatas pula tampak bahwa LD periode Juni di bangsal Mawar tersebut adalah 76 hari.
Dengan cara membagi LD dengan jumlah pasien yang keluar pada periode tersebut maka
didapatkan rerata LD periode Juni di bangsal Mawar, yaitu: Rerata LD = 76 / 7 = 10,86 hari
Angka rerata LD ini dikenal dengan istilah average Length of Stay (aLOS). aLOS merupakan salah
satu parameter dalam penghitungan efisiensi penggunaan tempat tidur (TT) suatu bangsal atau RS.
aLOS juga dibutuhkan untuk menggambar grafik Barber-Johnson (BJ). Kesalahan dalam mencatat
dan menghitung LD berarti juga akan menyebabkan kesalahan dalam menggambar grafik BJ dan
kesalahan dalam menghitung tingkat efisiensi penggunaan TT.
Jadi, untuk bisa menghitung LD dibutuhkan data tentang tanggal masuk dan tanggal keluar (baik
keluar hidup maupun mati) dari setiap pasien. Umumnya data ini tercantum dalam formulir
Ringkasan Masuk dan Keluar (RM-1).
Dalam beberapa kasus tidak cukup hanya mencatat tanggal masuk dan keluar saja, tapi juga butuh
mencatat jampasien tersebut masuk perawatan dan keluar perawatan, terutama jika pasien tersebut
keluar dalam keadaan meninggal. Data jam ini dibutuhkan untuk menentukan apakah pasien
tersebut meninggal sebelum atau sesudah 48 jam dalam perawatan. Angka statistik yang berkaitan
dengan jam meninggal ini adalah Gross Death Rate (GDR) dan Net Death Rate (NDR).
Hari Perawatan (HP)
Jika LD menunjukkan lamanya pasien dirawat (dengan satuan hari), maka HP menunjukkan
banyaknya beban merawat pasien dalam suatu periode. Jadi satuan untuk HP adalah hari-pasien.
Cara menghitung HP berbeda dengan cara menghitung LD (seperti telah dijelaskan terdahulu)
maupun menghitung Sensus Harian Rawat Inap (SHRI). Dalam SHRI, maka angka utama yang
dilaporkan adalah jumlah pasien sisa yang masih dirawat pada saat dilakukan penghitungan /
sensus, sedangkan HP menghitung juga jumlah pasien yang masuk dan keluar pada hari yang sama
meskipun saat dilakukan sensus pasien tersebut sudah tidak ada lagi.
Kembali pada ilustrasi penghitungan LD diatas:
Ket:
o : tanggal masuk
x : tanggal keluar

A-H : kode pasien


Pasien G sampai akhir bulan Juni belum pulang
Pasien H masuk tanggal 20 Mei
Diasumsikan tgl 14-24 tidak ada pasien masuk maupun keluar.
Dari tabel diatas tampak, bahwa:
HP tanggal 5 Juni yaitu 5 hari-pasien, berarti tanggal 5 Juni beban kerja bangsal Mawar setara
dengan merawat 5 pasien termasuk 1 orang pasien yang masuk dan keluar pada hari itu,
HP tanggal 6 Juni yaitu 4 hari-pasien, berarti tanggal 6 Juni beban kerja bangsal Mawar setara
dengan merawat 4 pasien,
HP tanggal 13 Juni 2 hari-pasien, berarti tanggal 13 Juni beban kerja bangsal Mawar setara dengan
merawat 2 pasien, dan
HP tanggal 30 Juni 1 hari-pasien, berarti tanggal 30 Juni beban kerja bangsal Mawar setara dengan
merawat hanya 1 pasien.
Total HP (HP) selama bulan Juni yaitu 73 hari-pasien, berarti selama bulan Juni beban kerja
bangsal Mawar setara dengan merawat 73 pasien (atau rerata beban kerjanya selama bulan Juni
setara dengan merawat 2,4 pasien per hari).
Dibandingkan dengan hasil sensus (SHRI), maka yang tampak berbeda adalah hasil SHRI tanggal 5
Juni dengan hasil penghitungan HP pada tanggal yang sama. Jika HP tanggal 5 ada 5 hari-pasien,
maka SHRI tanggal 5 adalah 4 pasien. Berarti pada tanggal 5 beban bangsal Mawar setara dengan
merawat 5 pasien, namun pada saat dilakukan penghitungan sensus (umumnya dilakukan menjelang
tengah malam) yang tersisa tinggal 4 pasien. Dengan pengertian ini maka angka HP lebih bisa
memberi gambaran mengenai beban kerja dibandingkan hasil sensus.
Dari angka HP dapat dihitung angka lainnya, misalnya:
Jumlah TT terpakai (Occupaid bed / O) = HP dibagi jumlah hari dalam periode tersebut.
Dalam contoh tabel diatas, berarti O = 57/30 = 1,9 buah.
Tingkat penggunaan TT (Bed Occupancy Rate / BOR) = HP dibagi (jumlah hari dikali jumlah TT
tersedia) dikali 100%. Dalam contoh tabel diatas dengan asumsi bangsal Mawar memiliki 5 buah
TT siap pakai, berarti BOR bangsal Mawar periode Juni = 57/(30x5)x100% = 57/150x100%=38%.
Rerata jumlah hari dimana TT tidak terpakai atau TT menganggur (Turn Over Interval / TOI) =
((jumlah TT x jumlah hari)- HP) / jumlah pasien keluar periode tersebut.
Dalam contoh tabel diatas dengan asumsi terdapat 5 TT siap pakai, berarti TOI bangsal Mawar
periode Juni = ((5x30)-57)/7=13,3 hari (jumlah pasien keluar periode Juni ada 7 orang menurut
tabel diatas). Jadi detiap TT rata-rata kosong 13,3 hari sebelum ditempati oleh pasien baru.
Kesimpulan
Jelas sudah bahwa LD dan HP berbeda cara pencatatan, penghitungan, dan penggunaannya. Sangat
disayangkan bahwa masih cukup banyak RS yang tertukar dalam menggunakan LD dan HP untuk
menghitung rumus-rumus indikator pelayanan rawat inap. Demikian pula antara LD, HP, dan SHRI.
Dengan memperhatikan cara pencatatan, penghitungan, dan penggunaan yang benar antara LD, HP,
dan SHRI maka akan didapatkan informasi yang lebih akurat dan valid untuk manajemen pasien
rawat inap.
Rumah Sakit (RS) Pendidikan dikelola dengan anggaran yang sangat tinggi. Berbagai survei dan
penelitian diadakan untuk mengetahui faktor pengaruh terhadap biaya oprasional RS. Pendidikan
yang belum pernah diteliti di Indonesia adalah kaitan 4 indeks penggunaan tempat tidur dengan
penampilan RS dan dengan penerapan efesiensi penggunaan tempat tidur.
Sering ke empat indeks ini disalah artikan dan disalah gunakan, yang diteliti adalah Relata Lama

Rawatan (RLR), Mean Turnover Interval (TI), Bed Turnover rate (BTR) dan BOR.
Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui setiap jenis penyakit yang diteliti di RS. Pendidikan, RLR
yang optimal tentang Relata Tenggang Perputaran (Mean Turnover Rate), nisbah perputaran tempat
tidur (BOR).
BSC
Idealnya, setiap manajemen perusahaan memerlukan suatu alat ukur untuk mengetahui seberapa
baik performa perusahaan. Objek yang selalu diukur adalah bagian keuangan, mengapa hanya
bagian keuangan ? Jawabannya sederhana karena keuangan berbicara mengenai angka, sesuatu
yang mudah dihitung dan dianalisa. Dengan perkembangan ilmu manajemen dan kemajuan
teknologi informasi, sistem pengukuran kinerja perusahaan yang hanya mengandalkan perspektif
keuangan dirasakan banyak memiliki kelemahan dan keterbatasan.
Sesungguhnya ada perspektif non keuangan yang lebih penting yang dapat digunakan dalam
mengukur kinerja perusahaan. Kenyataan inilah yang menjadi awal terciptanya konsep balanced
scorecard. Sejarah Balanced scorecard dimulai dan diperkenalkan pada awal tahun 1990 di USA
oleh David P Norton dan Robert Kaplan melalui suatu riset tentang pengukuran kinerja dalam
organisasi masa depan. Istilah balanced scorecard terdiri dari 2 kata yaitu balanced (berimbang)
dan scorecard (kartu skor). Kata berimbang (balanced) dapat diartikan dengan kinerja yang diukur
secara berimbang dari 2 sisi yaitu sisi keuangan dan non keuangan, mencakup jangka pendek dan
jangka panjang serta melibatkan bagian internal dan eksternal, sedangkan pengertian kartu skor
(scorecard) adalah suatu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja baik untuk kondisi
sekarang ataupun untuk perencanaan di masa yang akan datang.
Dari definisi tersebut pengertian sederhana dari balanced scorecard adalah kartu skor yang
digunakan untuk mengukur kinerja dengan memperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan dan
non keuangan, antara jangka pendek dan jangka panjang serta melibatkan factor internal dan
eksternal. Dari hasil studi dan riset yang dilakukan disimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja
masa depan, diperlukan pengukuran yang komprehensif yang mencakup 4 perspektif yaitu:
keuangan, customer, proses bisnis/intern, dan pembelajaran-pertumbuhan. Berdasarkan konsep
balanced scorecard ini kinerja keuangan sebenarnya merupakan akibat atau hasil dari kinerja non
keuangan (costumer, proses bisnis, dan pembelajaran).
Pada awal perkembangan penerapan konsep balanced scorecard, perusahan-perusahaan yang ikut
sebagai kelinci percobaan mengalami pelipatgandaan kinerja keuangan mereka. Keberhasilan ini
membuka cakrawala baru bagi eksekutif akan pentingnya perspektif non keuangan yang berperan
sebagai pemicu kinerja keuangan (measures that drive performance).
Bagaimana balanced scorecard ditinjau dari sistem manajemen strategik perusahaan ? Di dalam
sistem manajemen strategik (Strategik management sistem) ada 2 tahapan penting yaitu tahapan
perencanaan dan implementasi. Posisi balanced scorecard awalnya berada pada tahap implementasi
saja yaitu sebagai alat ukur kinerja secara komprehensif bagi para eksekutif dan memberikan
feedback tentang kinerja manajemen. Dampak dari keberhasilan penerapan balanced scorecard
memicu para eksekutif untuk menggunakan balanced scorecard pada tahapan yang lebih tinggi yaitu
perencanaan strategik. Mulai saat itu, balanced scorecard tidak lagi digunakan sebagai alat
pengukur kinerja namun berkembang menjadi strategik management sistem .

Cerita suksesnya penerapan konsep balanced scorecard pada berbagai perusahaan dilaporkan pada
artikel Harvard Business Review ( 1996) yang berjudul Using Balanced Scorecard as a strategik
management sistem . Terobosan konsep balanced scorecard menyebar dengan cepat melalui
seminar, artikel manajemen, academic dan journal ekonomi seluruh dunia.
Mengapa balanced scorecard lebih unggul dibandingkan dengan metode pengukuran lainnya?
Sepanjang pengamatan saya dari berbagai artikel dan literature bahwa keunggulan balanced
scorecard adalah sebagai berikut:
Komprehensif
Sebelum konsep Balanced scorecard lahir, perusahaan beranggapan bahwa perspektif keuangan
adalah perspektif yang paling tepat untuk mengukur kinerja perusahaan. Setelah balanced scorecard
berhasil diterapkan, para eksekutif perusahaan baru menyadari bahwa perspektif keuangan
sesungguhnya merupakan hasil dari 3 perspektif lainnya yaitu customer, proses bisnis, dan
pembelajaran pertumbuhan. Pengukuran yang lebih holistic, luas dan menyeluruh (komprehensif)
ini berdampak bagi perusahaan untuk lebih bijak dalam memilih strategi korporat dan
memampukan perusahaan untuk memasuki arena bisnis yang kompleks.
2. Koheran

Untuk mengakses dan mendownload tugas kuliah ini selengkapnya


anda harus berstatus Paid Member

Você também pode gostar