Você está na página 1de 2

Di Balik Berita Statistik Kasus HIV/AIDS

Oleh : Tri Irwanda M


(Artikel ini dimuat oleh harian Tribun Jabar, edisi 3 September 2014)

Media sering memberitakan Jawa Barat sebagai wilayah dengan jumlah kasus HIV/AIDS
yang tinggi. Kementerian Kesehatan RI mencatat, sejak 1987 hingga 2013 kasus HIV/AIDS yang
terdeteksi di Jawa Barat secara kumulatif mencapai 10.198 kasus HIV dan 4.131 kasus AIDS
Seluruh kabupaten/ kota di Jawa Barat sudah melaporkan adanya kasus HIV/AIDS. Kota
Bandung mencatat kasus tertinggi (2.707 kasus) dan Kota Banjar mendeteksi kasus terrendah
(11 kasus).
Tidak ada yang keliru sebenarnya dari gambaran media seperti di atas. Media melihat
fenomena HIV/AIDS sebagai peristiwa penting dan meliputi statistik kasus yang besar
(magnitude). Dalam dunia jurnalistik, magnitude dikenal sebagai salah satu unsur nilai berita
(news value). Kasus HIV/AIDS semakin tinggi nilai beritanya saat ditambahkan kalimat semakin
meningkat setiap tahunnya. Benarkah demikian faktanya ?
Data statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia diolah dan dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan sedangkan di tingkat provinsi, kabupaten dan kota oleh Dinas Kesehatan. Lembagalembaga tersebut yang memiliki otoritas mengeluarkan data statistik kasus HIV/AIDS.
Persoalannya, data statistik tersebut diolah dengan cara kumulatif. Artinya, data
merupakan hasil penjumlahan terus menerus sejak kasus pertama HIV/AIDS terdeteksi hingga
yang paling mutakhir. Karena sifatnya kumulatif, dalam data tersebut bahkan (maaf) terdapat
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang sudah meninggal dunia. Dengan demikian menurut hemat
penulis, tidak ada nilai beritanya sama sekali jika hanya mengatakan kasus HIV/AIDS
meningkat terus.
Anehnya, beberapa kali kita pernah menemukan berita berisi pernyataan pejabat yang
menyatakan telah berhasil menurunkan jumlah kasus HIV/AIDS di daerahnya. Sesuatu yang
mustahil bukan ?
Seandainya media menyoroti jumlah kasus baru HIV/AIDS, tentu akan berbeda.
Fenomena ini yang sesungguhnya bernilai berita. Bertambah atau berkurangnya kasus baru
akan bernilai berita karena mencerminkan perkembangan epidemi HIV/AIDS itu sendiri. Apabila
kasus baru HIV/AIDS menurun dari tahun ke tahun patut diduga epideminya mulai dapat
dikendalikan.

Perlu diketahui bahwa kasus HIV/AIDS digambarkan sebagai gunung es. Artinya, hanya
puncaknya saja yang terlihat. Kemenkes RI pada tahun 2013 melansir estimasi (perkiraan)
bahwa ODHA di Jawa Barat pada tahun 2012 berjumlah 19.357 orang. Apabila kita bandingkan
dengan kasus HIV/AIDS yang sudah terdeteksi di Jawa Barat sebanyak 10.198 kasus seperti saat
ini, maka dapat disimpulkan masih banyak kasus yang belum terdeteksi. Inilah fenomena
gunung es.
Temuan kasus yang tinggi menunjukkan program di sebuah daerah sudah lebih baik.
Dalam konteks ini, jumlah temuan kasus mencerminkan tiga hal sekaligus yaitu sistem
pencatatan kasus yang baik, tersedianya layanan tes HIV dan adanya kesadaran masyarakat
untuk memeriksakan diri. Sebaliknya apabila tidak ada ketiga hal tadi, bisa dipastikan temuan
kasus HIV/AIDS akan sedikit jumlahnya.
Oleh karena itu cukup mengherankan apabila ada pejabat yang senang dengan temuan
kasus HIV/AIDS yang sedikit padahal potensi penularannya di daerah itu cukup tinggi. Potensi
penularan HIV bisa berasal dari hubungan seksual yang tidak aman dan penggunaan jarum
suntik bergantian di kalangan pengguna narkoba suntik.
Dalam konteks prostitusi misalnya, Kemenkes RI pada 2012 pernah mengeluarkan hasil
survei yang mengejutkan. Jumlah laki-laki pelanggan (pembeli) seks di Jawa Barat diperkirakan
mencapai 946.814 orang. Potensi penularan HIV menjadi tinggi mengingat rendahnya tingkat
penggunaan kondom di kalangan ini.
Menurut penulis, isu yang sesungguhnya penting bagi media adalah melihat dampak
dari perilaku seksual laki-laki pembeli seks. Besar kemungkinan mereka adalah laki-laki dewasa
yang beristri atau memiliki pasangan. Sewaktu mereka membeli seks tanpa menggunakan
kondom, potensi tertular atau menularkan HIV sangat tinggi. Inilah fenomena yang menjelaskan
mengapa ibu rumah tangga banyak yang terinfeksi HIV akhir-akhir ini. Mereka tertular HIV dari
suami atau pasangannya. Kenyataan ini yang sedang kita hadapi. *******

Tri Irwanda M, bekerja sebagai Media Relations Officer di Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP) Jawa
Barat pada tahun 2006 2013.

Você também pode gostar