Você está na página 1de 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Islam sebagai Syariat Allah yang abadi dimana substansi keagamaannya
terdiri dari tiga hal pokok yang sering dikenal dengan Trilogi Islam yaitu Iman,
Islam, dan Ihsan. Kebenaran (keshahihan) substansi keagamaan ini sebenarnya bias
diukur dengan ukuran baku dari sumbernya, yakni Al Quran dan As-Sunnah.
Manakala nafsu manusia tidak ikut intervensi dalam klaim-klaim kebenaran dengan
menganggap pendapatnya benar sendiri, karena pada hakekatnya kebenaran itu
hanyalah dari Allah bahkan hanyalah Allah sendiri.
Secara generik pengertian Ahlusunnah Wa Al Jamaah (selanjutnya disebut
Aswaja atau Sunni) adalah mereka yang selalu mengikuti perilaku Sunnah nabi dan
para sahabatnya (ma ana alaihi al-yaum wa ashhabi). Aswaja adalah golongan
pengikut yang setia mengikuti ajaran-ajaran Islam yang dilakukan oleh nabi dan
para sahabatnya.
Oleh karena itu, perlu memahami sumber ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah
sebagai landasan pikir, pola perilaku, ucap dan sikap sehari-hari dalam hidup dan
kehidupan baik pribadi maupun social.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja yang menajdi sumber ajaran Ahlusunnah Wa Al Jamaah?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sumber-sumber ajaran Ahlusunnah Wa Al Jamaah
1.4 Manfaat
1. Untuk memahami berbagai sumber ajaran Ahlusunnah Wa Al Jamaah

BAB II
PEMBAHASAN

SUMBER AJARAN AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH (ASWAJA)


Dalam menentukan hukum fiqih, madzhab Ahlussunnah wal Jamaah
(Aswaja) bersumber kepada empat pokok yakni, Al-Quran, Hadits/as-Sunnah,
Ijma dan Qiyas. Adapun penjelasaanya adalah sebagai berikut:
1) Al-Quran
Al-Quran merupakan sumber utama dan pertama dalam pengambilan hukum.
Karena Al-Quran adalah perkataan Allah yang merupakan petunjuk kepada
ummat manusia serta diwajibkan bagi umat islam untuk berpedoman kepada AlQuran. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-quran:

Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa. (Al-Baqarah; 2)
2) Al-Hadits/Sunnah
Sumber kedua dalam menentukan hukum aswaja ialah sunnah Rasulullah
SAW. Karena Rasulullah adalah orang yang berhak dalam menjelaskan dan
menafsirkan Al-Quran, maka As-Sunnah menduduki tempat kedua setelah AlQuran. Allah berfirman dalam Al-Quran surat an-Nahl ayat 44 dan al-Hasyr
ayat 7, sebagai berikut;

Dan kami turunkan kepadamu Al-Quran agar kamu menerangkan kepada


ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka
memikirkan. (An-Nahl : 44)

Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah dia, dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah sangat keras sikapnya (Al-Hasyr: 7).
Kedua ayat tersebut di atas jelas bahwa Hadits atau Sunnah menduduki tempat
kedua setelah Al-Quran dalam menentukan hukum.
3) Al-Ijma
Ijma menurut bahasa artinya sepakat, setuju atau sependapat. Sedangkan
menurut istilah Kebulatan pendapat semua ahli ijtihad Umat Nabi Muhammd,
sesudah wafatnya pada suatu masa, tentang suatu perkara (hukum).
Jadi yang disebut Ijma ialah kesepakatan para Ulama atas suatu hukum
setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena pada masa hidupnya Nabi
Muhammad SAW, seluruh persoalan hukum kembali kepada Beliau. Setelah
wafatnya Nabi maka hukum dikembalikan kepada para sahabatnya dan para
Mujtahid. Adapun Al-ijma sendiri dibagi menjadi 2 macam :
Ijma Bayani ( ) ialah apabila semua Mujtahid mengeluarkan
pendapatnya baik berbentuk perkataan maupun tulisan yang menunjukan
kesepakatannya. Contohnya: pada masa sahabat seperti ijma yang
dilandaskan pada Al-Quran adalah kesepakatan para ulama tentang
keharaman menikahi nenek dan cucu perempuan berdasarkan QS. AnNisa ayat 23. Para ulama sepakat bahwa kata ummahat (para ibu) dalam
3

ayat

tersebut

mencakup

ibu

kandung

dan

nenek,

sedangkan

kata banat (anak-anak wanita) dalam ayat tersebut mencakup anak


perempuan dan cucu perempuan.
Ijma Sukuti ( ) ialah apabila sebagian Mujtahid
mengeluarkan pendapatnya dan sebagian yang lain diam, sedang
diamnya menunjukan setuju, bukan karena takut atau malu. Contohnya:
Diadakannya adzan dua kali dan iqomah untuk sholat jumat, yang
diprakarsai oleh sahabat Utsman bin Affan r.a. pada masa kekhalifahan
beliau. Para sahabat lainnya tidak ada yang memprotes atau menolak
ijma Beliau tersebut dan diamnya para sahabat lainnya adalah tanda
menerimanya mereka atas prakarsa tersebut.
Dalam ijma sukuti ini Ulama masih berselisih faham untuk diikuti, karena
setuju dengan sikap diam tidak dapat dipastikan. Adapun ijma bayani telah
disepakati sebagai suatu hukum, maka wajib bagi ummat Islam untuk mengikuti
dan mentaati. Karena para Ulama Mujtahid itu termasuk orang-orang yang
lebih mengerti dalam maksud yang dikandung oleh Al-Quran dan Al-Hadits,
dan mereka itulah yang disebut Ulil Amri Minkum ( ) . Allah
berfirman dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 59:


Artinya: Hai orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan
Ulil Amri di antara kamu.
Dan para Sahabat pernah melaksanakan ijma apabila terjadi suatu
masalah yang tidak ada dalam Al-Quran dan Hadits Rasulullah S.A.W. Pada
zaman sahabat Abu Bakar dan sahabat Umar r.a, jika mereka sudah sepakat
maka wajib diikuti oleh seluruh ummat Islam. Inilah beberapa Hadits yang
memperkuat Ijma sebagai sumber hokum, seperti disebut dalam Sunan Termidzi
Juz IV hal 466 yang artinya Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku
atas kesesatan dan perlindungan Allah beserta orang banyak.

Selanjutnya, dalam kitab Faidlul Qadir Juz 2 hal 431 yang artinya
Sesungguhnya ummatku tidak berkumpul atas kesesatan maka apabila engkau
melihat perselisihan, maka hendaknya engkau berpihak kepada golongan yang
terbanyak.
4) Al-Qiyas
Qiyas menurut bahasanya berarti mengukur, secara etimologi kata itu
berasal dari kata Qasa ( ) . Yang disebut Qiyas ialah menyamakan sesuatu
dengan sesuatu yang lain dalam hukum karena adanya sebab yang antara
keduanya. Rukun Qiyas ada 4 macam: al-ashlu, al-faru, al-hukmu dan as-sabab.
Contoh penggunaan qiyas, misalnya gandum, seperti disebutkan dalam suatu
hadits sebagai yang pokok (al-ashlu)-nya, lalu al-faru-nya adalah beras (tidak
tercantum dalam al-Quran dan al-Hadits), al-hukmu, atau hukum gandum itu
wajib zakatnya, as-sabab atau alasan hukumnya karena makanan pokok.
Dengan demikian, hasil gandum itu wajib dikeluarkan zakatnya, sesuai
dengan hadits Nabi, dan begitupun dengan beras, wajib dikeluarkan zakat.
Meskipun, dalam hadits tidak dicantumkan nama beras. Tetapi, karena beras dan
gandum itu kedua-duanya sebagai makanan pokok. Di sinilah aspek qiyas
menjadi sumber hukum dalam syareat Islam. Dalam Al-Quran Allah S.WT.
berfirman :


Ambilah ibarat (pelajaran dari kejadian itu) hai orang-orang yang mempunyai
pandangan. (Al-Hasyr : 2)

: :


,






.

.

Dari sahabat Muadz berkata; tatkala Rasulullah SAW mengutus ke Yaman,


Rasulullah bersabda bagaimana engkau menentukan apabila tampak kepadamu
suatu ketentuan? Muadz menjawab; saya akan menentukan hukum dengan
kitab Allah? Muadz menjawab; dengan Sunnah Rasulullah s.aw. kemudian nabi
bersabda; kalau tidak engkau jumpai dalam Sunnah Rasulullah dan dalam kitab
Allah? Muadz menjawab; saya akan berijtihad dengan pendapat saya dan saya
tidak kembali; Muadz berkata: maka Rasulullah memukul dadanya, kemudian
Muadz berkata; Alhamdulillah yang telah memberikan taufiq kepada utusan
Rasulullah SAW dengan apa yang Rasulullah meridlai-Nya.
Kemudian Al-Imam Syafii memperkuat pula tentang qiyas dengan firman Allah
S.W.T dalam Al-Quran :

Artinya: Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu membunuh binatang


buruan ketika kamu sedang ihram, barang siapa diantara kamu membunuhnya
dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak yang
seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang
adil di antara kamu. (Al-Maidah: 95).
Sebagaimana madzhab Ahlussunnah wal Jamaah lebih mendahulukan
dalil Al-Quran dan Al-Hadits dari pada akal. Maka dari itu madzhab
Ahlussunnah wal Jamaah mempergunakan Ijma dan Qiyas kalau tidak
mendapatkan dalil nash yang shareh (jelas) dari Al-Quran dan As-Sunnah.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan, kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa Ahlussunnah


wal jamaah memiliki empat sumber ajaran yaitu Al-Quran, Hadits, Ijma dan Qiyas.
3.2 Saran
Kita sebagai umat islam harus mendalami agama kita yaitu Islam yang meliputi
semua ajaran yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan mengikuti para sahabatsahabat Rasulullahh SAW. Karena sahabat rasulullah adalah orang-orang yang dekat
yang hidup bersama Rasulullah SAW. serta membantu dalam menyebarkan islam.

DAFTAR PUSTAKA

Harits Muhammad Abdul bin Ibrahim A-Salafy Al-jazary. Mengenal Kaedah Dasar
Ilmu Hadits (Penjelasan Mandhumah Al-Baiquniyah), Alih Bahasa: Abu
Hudzaifah. Maktabah Al-Ghuroba,Cet.Ke-1, September 2006.
Rifai M. 1973. Usul Fiqih. Bandung: PT. Almaarif
Nuril Huda, A.N. 2007, Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) menjawab persoalan
Tradisi dan Kekinian, Lantabora press. JAKARTA.
Ismail Ibnu, 2011, Islam Tradisi, Kediri: Tetes Publisking Tempias Tinta
Emas.
Idrus Ramli Muhammad, 2010, Sumber Ajaran Islam, Surabaya:
Khalista.

Você também pode gostar