Você está na página 1de 22

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM CERAMAH AGAMA

MAMA DAN AA DI TELEVISI INDOSIAR


Oleh Juniarti Anggraini

I.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Bahasa Indonesia memiliki peranan sentral dalam perkembangan
intelektual, sosial, dan emosional. Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar
pendidikan di semua jenis jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai
pendidikan tinggi. Hal ini penting untuk dipelajari agar dapat bertata bahasa
dengan baik dan benar. Mengingat bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang
memiliki peranan penting untuk menyampaikan maksud dan tujuan yang
digunakan dalam kehidupan masyarakat. Tanpa bahasa dapat dipastikan bahwa
segala macam kegiatan berinteraksi dalam masyarakat akan lumpuh. Bahasa
menjadi salah satu media yang paling penting dalam komunikasi baik secara lisan
maupun tulisan.
Bahasa dibedakan dalam dua macam ragam bahasa yaitu, ragam bahasa lisan
dan ragam bahasa tulis. Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dihasilkan
dengan menggunakan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur
dasar. Sedangkan, ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya (Chaer, 2004:72).
Ragam lisan dapat dilihat dan diperdengar melalu media seperti audio dan audio
visual sedangkan melalui bahasa tulis di media cetak seperti di koran, majalah,
dan lain-lain.
Media audio visual contohnya Televisi merupakan salah satu wadah
terfavorit dalam menyampaikan informasi dan pengetahuan kepada orang lain
seperti melalui ceramah. Penggunaan bahasa dalam ceramah tidak dipungkiri
sangat menarik untuk dikaji, walaupun ceramah bersifat formal. Namun
kenyataannya ragam bahasa yang digunakan bukan ragam bahasa formal tetapi
1

ragam bahasa non formal. Penggunaan dua bahasa yang disebut juga dwibahasa
sering dijumpai beberapa teori. Beberapa diantaranya alih kode dan campur kode.
Dalam penyampain informasi banyak indikasi yang mengandung alih kode dan
campur kode dimana banyak sekali timbulnya pencampuran antara penggunaan
bahasa daerah atau asing.
Kode dapat diartikan sebagai suatu sistem tutur yang penerapan unsur
bahasanya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penuturnya.
Menurut Pateda (1987:83), Kode adalah varian bahasa yang terdapat lembut,
keras, cepat, lambat, bernada, dan sebagainya, sesuai dengan hati pembicara. Dari
pernyataan di atas, dapat diartikan bahwa dalam suatu masyarakat, seseorang
dapat menggunakan berbagai kode dalam tingkat tuturnya untuk melakukan
komunikasi. Dalam penuturannya, kode tergantung dari keadaaan atau keperluan
masyarakat yang memakai bahasa itu sendiri. Jadi, sesuai dengan pergantian kode
dapat mencakup bahasa atau ragam bahasa.
Melalui ceramah seseorang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, dan
informasi kepada orang banyak secara lisan. Ceramah lebih bersifat khusus untuk
masalah keagamaan. Aristoteles (dalam E. Kuswandi, 2011) menyatakan bahwa
baik pidato maupun ceramah keduanya merupakan seni membujuk atau
mempersuasi (The Art Persuation). Maksud dari mempersuasi di atas yaitu agar
orang lain mengetahui, memahami, serta menerima maksud yang disampaikan.
Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:2009) ceramah adalah
pidato di hadapan banyak pendengar, mengenai suatu hal atau pengetahuan.
Peranan ceramah merupakan suatu penyampaian secara lisan kepada
masyarakat yaitu dengan hal atau informasi yang penting. Banyak cara yang dapat
dilakukan oleh pembicaraan atau penceramah guna menyampaikan gagasan
kepada pendengar.
Seperti alih kode dan campur kode. Penggunaan alih kode atau code
switching sering terjadi di kalangan masyarakat. Apalagi pada salah satu acara
yang ada di salah satu Televisi yaitu Mama dan Aa yang lebih pada acara

keagamaan. Dalam acara tersebut setiap harinya selalu berganti penonton dari
berbagai daerah dan setiap harinya juga selalu terjadi dialog antara penonton dan
mama Dede, saat itulah sering terjadinya alih kode.
Begitu pula penggunaan campur kode atau code mixing, pentingnya
penggunaan campur kode dalam ceramah adalah untuk meyakinkan pendengarnya
mengenai gagasan yang disampaikan. Oleh sebab itu, sering ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari banyak pembicaraan yang menggunakan bilingual atau
bahkan multibilingual dalam ceramahnya. Oleh karena itu, alih kode dan campur
kode tersebut perlu diteliti jenis, wujud, dan fungsi alih kode dan campur kode
dalam ceramah agama.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai penggunaan alih kode dan campur kode dalam ceramah. Dalam kajian
ini penulis menganalisis penggunaan alih kode dan campur kode yang terdapat
dalam ceramah Mama dan Aa di Televisi sebagai fokus kajiannya. Kumpulan
ceramah agama yang di analisis akan berbentuk rekaman audio visual yang sudah
sering dilihat dan didengar oleh kebanyakan masyarakat khususnya umat muslim.
Kumpulan ceramah agama yang berbentuk rekaman dipilih sebagai objek
penelitian karena merupakan salah satu audio yang dapat didengar banyak orang,
yang sangat mudah untuk diteliti karena bentuk rekaman ini untuk mengetahui
pembicara berbicara secara lisan tetapi, dapat diputar secara berulang-ulang untuk
mengetahui variasi bahasa yang digunakan. Selain itu, kenapa peneliti
menggunakan ceramah Mama dan Aa yang terdapat di salah satu Televisi
Indosiar karena pernah menjadi acara keagamaan yang mempunyai ratting acara
ceramah di Televisi yang lebih tinggi. Selain itu juga, sosok penceramah
perempuan jarang sekali kita kenali di Indonesia dan mama Dedeh merupakan
seorang penceramah yang memiliki kemampuan yang baik dalam berceramah dan
mampu menjawab pertanyaan dari jamaah dengan tegas sehingga beliau digemari
oleh para ibu.

Dalam menyampaikan sebuah ceramah para pendakwah tidak menggunakan


hanya satu bahasa namun, bermacam-macam bahasa yang bercampur menjadi
satu. Hal itu dikarenakan untuk menarik perhatian lawan tuturnya sendiri supaya
timbul kesan keakraban terhadap lawan bicaranya. Apabila didalam ceramah
dihubungkan dengan tujuan alih kode dan campur kode, maka terlihat bahwa alih
kode dan campur kode dilakukan dengan tujuan unutk menunjukkan
intelektualitas dalam penguasaan bahasa khususnya bahasa asing dan daerah. Di
dalam pengamatan yang dilihat dari dialog

salah satu Ibu pengajian

MT.Nurulsalam Bogor bersama Mama Dedeh di Televisi Indosiar terdapat


percakapan seperti berikut.
Ibu Siti Khodija : apakah seorang ayah wajib menikahkan putrinya?
Mama Dedeh

: WAJIB! Kalau sudah ada jodohnya. Rasulullah mengatakan


tiga perkara yang harus segera dilaksanakan. 1) Kerjakan
sholat kalau sudah datang waktunya, 2) Nikahkan anak
perempuan jika sudah datang jodohnya, 3) Segera bayar
hutang jangan di tunda-tunda.

Ibu Siti Khodija : enggak bisa diover ke tempat lain?


Mama Dedeh

: Apa yang diover? Bola ?

Ibu Siti Khodija : Maksudnya itu orang tuanya enggak sanggup menikahkannya
di rumahnya?
Mama Dedeh : ohh, ngomongnya kagak jelas si Khodijah mah. Maksudnya
gini, Boleh gak kalo anak nikah di rumah orang? Mau di
gedung, di kantor, di rumah orang, boleh ! kalo gak di KUA,
Cuma tiga ratus rupiah udah selesai.
Percakapan itu dimulai dalam bahasa Indonesia karena tempatnya di suatu
acara keagamaan yang di tayangkan oleh televisi Nasional dan dilihat dan
didengar oleh masyarakat luas. Percakapan tersebut membicarakan soal agama
tapi begitu pembicaraan soal agama yang dituju tidak jelas dan pertanyaan yang
terlalu rumit maka percakapan tersebut menjadi tidak formal, maka terjadilah alih
kode: bahasa Indonesia diganti dengan bahasa asing dan daerah.
Adapun salah satu contoh campur kode dalam penggunaan bahasa yang di
gunakan dalam ceramah Mama Dedeh dapat dilihat pada kutipan berikut.
4

Mangkanya di pengajian jangan ngegedein seragam, gak


ada urusan sama seragam. Otak diisi dengan ilmu agama.
Ngaji jangan meributin seragam yang penting ilmu
agamanya. Kita mah aneh sih, dunia yang dipikirin.
Tahlilan seragam, isra miraj seragam, ngaji seragam, otak
kosong, percuma lu ngaji gak ada pahalanya setan semua
pamer dengan pakaian. Daripada pengajian ribut karena
seragam lebih baik di cut, sorry la yaw daripada nambahi
dosa lebih baik gak usah sama sekali (Dahulukan Pahala).
Pada kutipan di atas secara langsung membuktikan bahwa dalam ceramah
masih banyak terjadi peristiwa campur kode. Banyak penyisipan bantuk kata pada
contoh di atas tidak terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Lu kamu,
gak tidak, merupakan jenis intern karena bahasa tersebut berasal dari bahasa
Betawi. Selain itu jenis ekstern yaitu kata cut selesai, sorry maaf. Hal tersebut
membuktikan bahwad dalam ceramah agama masih banyak adanya campur kode.
Penelitian mengenai alih kode dan campur kode pernah diteliti oleh Sri
Lorita (2003) pernah melakukan penelitian tentang Alih dan Campur Kode
Guru-Siswa Dalam Interaksi Kelas di SMU N 11 Palembang. Masalah yang
dibahasa penelitian itu tentang alih dan campur kode dalam interaksi kelas di
SMUN 11 Palembang meliputi wujud penyisipan kata, penyisipan frasa, bentuk
kata ulang, penyisipan bentuk baster, dan penyisipan bentuk klausa, selanjutnya
aspek dari fungsi penggunaan alih dan campur kode yang digunakan dalam berita
utama bidang politik dan bidang ekonomi.
Agus Kipli (2013) juga pernah melakukan penelitian tentang alih kode
dengan mengangkat judul Alih Kode Dalam Percakapan Masyarakat Jawa Di
Kelurahan Karang Jaya Palembang. Masalah yang dibahas dalam penelitian
tersebut tentang alih kode dalam percakapan masyarakat Jawa di kelurahan
Karang Jaya Palembang. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa pertama,
ditinjau dari jenis alih kode, lalu faktor, ciri-ciri, wujud, fungsi alih kode.
Perbedaan dan persamaan antara penelitian ini dengan penelitian Agus Kipli
(2013), yaitu perbedaan terdapat pada objeknya. Objek penelitian yang diambil
oleh Agus Kipli (2013) adalah pada percakapan masyarakat Jawa di kelurahan

Karang Jaya Palembang, sedangkan dalam penelitian ini objek kajiannya adalah
alih kode dan campur kode dalam ceramah agama mama dan aa di Televisi dan
perbedaan lainnya Agus Kipli hanya membahas Alih kode sedangkan dalam
penelitian ini di tambahkan alih kode dan campur kode. Lain halnya seperti
penelitian yang dilakukan oleh Sri Lorita (2003), perbedaan yang dilakukan Sri
Lorita (2003) aadalah objek yang diteliti dipusatkan pada interaksi lingkungan
sekolah sedangkan dalam penelitian ini dipusatkan pada ceramah agama yang
disampaikan mama Dede. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Sri Lorita
(2003) adalah sama-sama meneliti tentang alih kode dan campur kode yaitu wujud
dan fungsi alih kode dan campur kode.
Dipilihnya penelitian ini yaitu alih kode dan campur kode dalam ceramah
dalam ceramah agama mama Dedeh di Televisi Indosiar, dikarenakan belum ada
yang meneliti mengenai alih kode dan campur kode yang terdapat pada ceramah
yang dalam penelitian ini yakni mama Dedeh, Televisi dijadikan sebagai objek
kajian dalam penelitian. Jadi, dapat dikatakan bahwa penelitian kali ini merupakan
penelitian lanjutan atau perkembangan dari penelitian-penelitian sebelumnya.

1.2 Masalah
Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini adalah
1) Jenis alih kode dan campur kode apa saja yang digunakan dalam ceramah
agama mama dan Aa di Televisi Indosiar?
2) Apa fungsi alih kode dan campur kode yang digunakan dalam ceramah
agama mama dan Aa di Televisi Indosiar?
3) Wujud campur kode apa saja yang digunakan dalam ceramah agama mama
dan aa di Televisi Indosiar?
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan masalah di atas penelitian ini bertujuan
untuk:

1) Mendeskripsikan jenis alih kode dan campur kode yang ada di dalam
ceramah agama mama Dedeh dan Aa di Televisi Indosiar.
2) Mendeskripsikan fungsi penggunaan alih kode dan campur kode dalam
ceramah mama Dedeh dan Aa di Televisi Indosiar.
3) Mendeskripsikan wujud campur kode yang ada di dalam ceramah mama
Dedeh dan aa di Televisi Indosiar.

1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini ada dua, yaitu secara teoritis dan praktis. Secara
teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan teori
terhadap perkembangan bahasa khususnya penggunaan unsur bahasa asing,
alih kode dan campur kode. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat
memperluas dan memperkaya bahan refrensi bagi para siswa, misalnya untuk
pembelajaran sosiolinguistik, bagi mahasiswa digunakan sebagai acuan untuk
penelitian bahasa, dan bagi guru dapat menjadi bahan ajar mengenai
sosiolinguistik.
Secara prakits penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan
bermanfaat bagi para penggemar jurnalistik dan broadcasting. Selain itu,
dapat memberikan pengajaran sosiolinguistik dan diharapkan dapat
bermanfaat bagi siswa untuk memberikan sumbangan pengetahuan tentang
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam proses belajar
mengajar. Sosiolinguistik dapat dimanfaatkan dalam berkomunikasi atau
berinteraksi serta dapat memberikan pedoman dalam berkomunikasi dengan
menunjukkan bahasa, ragam bahasa, atau gaya bahasa yang harus digunakan
jika berbicara dengan orang tertentu.

II. Tinjauan Pustaka


7

II.1

Campur kode
Pada masa sekarang ini tidak bisa dipungkiri dalam kehidupan

masyarakat mampu menguasai bahasa sekurang-kurangnya dua bahasa atau


lebih sehingga mereka dapat menggunakan pilihan bahasa tersebut dalam
kegiatan berkomunikasi. Pilihan bahasa yang banyak digunakan merupakan
masalah sosiolinguistik yang ada di dalam masyarakat multilingual salah
satunya adalah campur kode (code-mixing).
Diantara sesama penutur yang bilingual atau multilingual sering
dijumpai suatu gejala yang dapat dipandang sebagai suatu kekacauan atau
interpretasi berbahasa. Campur kode seperti sebuah kode utama atau kode
dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonimannya. Sedangkan
kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa
serpihan-seripihan (pieces) saja, tanpa fungsi atau keotonimian sebagai
sebuah kode. Bagi masyarakat Indonesia masalah campur kode ini sudah
biasa terjadi. Saat seseorang berbicara, biasanya bahasa indonesia yang
digunakan dicampurkan dengan unsur-unsur bahasa daerah atau bahkan
bahasa Indonesia di campurkan dengan unsur-unsur bahasa Inggris.
Suwito (dalam Rokhman 2013: 38) memeberikan batasan campur kode
sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsurunsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain
secara konsisten. Selain itu, Suwito (dalam Rokhman 2013: 38) berpendapat
bahwa unsur-unsur bahasa yang terlibat dalam peristiwa campur (
cooccurance ) itu terbatas pada tingkat klausa. Apabila dalam suatu tuturan
terjadi percampuran atau kombinasi antara variasi-variasi yang berbeda di
dalam satu klausa yang sama, maka peristiwa itu disebut campur kode.
Berdasarkan uraian di atas dpat disimpulkan bahwa campur kode
merupakan pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan
unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang satu ke dalam bahasa

yang lain, di mana unsur-unsur bahasa atau variasi-variasinya yang menyisip


di dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai tersendiri. Adapun batasan
campuran kode sebagai penggunaan satuan bahasa dari suatu bahasa ke
bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam yang termasuk di
dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan sebagainya.

II.2

Ciri-ciri Campur Kode


Thelander (dalam Chaer dan Agustina 1995: 152) menjelaskan

perbedaan alih kode dan campur kode. Katanya, bila di dalam suatu peristiwa
tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke bahasa lain, maka
peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi, apabila di dalam suatu
peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari
klausa dan frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka
peristiwa yang terjadi adalah campur kode.
Fosold (dalam Chaer dan Agustina 1995: 152) mengemukakan
bahwa jika seseorang menggunakan satu atau frase dari satu bahasa, dia telah
melakukan campur kode. Tetapi apabila satu klausa jelas-jelas memiliki
struktur gramatika satu bahasa dan klausa berikutnya disusun menurut
struktur gramatika bahasa lain, maka peristiwa itu adalah ahli kode.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri campur
kode adalah dengan adanya penyisipan unsur bahasa lain ke dalam bahasa
Indonesia dalam satu kalimat. Seseorang penutur misalnya, dalam berbahasa
Indonesia banyak menyelipkan bahasa daerahnya atau bahasa asing, maka
penutur itu dapat dikatakan telah melakukan campur kode. Unsur itu telah
menyatu dalam bahasa yang disisipi dan telah kehilangan fungsi aslinya yang
secara keseluruhan dan mendukung makna bahasa yang disisipnya.
II.3

Jenis-jenis Campur Kode


Campur kode merupakan konvergensi kebahasaan (linguistic

convergen) yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-

masing telah menanggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang


disisipnya. Unsur-unsur demikian dapat dibedakan menjadi dua golongan,
yaitu campur kode ke dalam (inner code missing/intern) dan campur kode ke
luar (outer code mixing/ekstern).
II.3.1

Campur Kode Ke Dalam (inner code missing/intern)


Campur Kode Ke Dalam (inner code missing/intern) adalah
campur kode yang terjadi karena penyisipan bahasa daerahnya ke dalam
bahasa nasional (Rokhman, 2013: 39). Campur kode ke dalam ini mencakup
berbagai bahasa daerah misalnya apabila seorang penutur menyisipkan unsurunsur bahasa daerahnya ke dalam bahasa nasional, unsur-unsur dialeknya ke
dalam bahasa daerahnya atau unsur-unsur ragam dan gayanya ke dalam
dialeknya. Selain itu, campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal
balik antara peranan (penutur), bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Artinya
penutur yang mempunyai latar belakang sosial tertentu, cenderung memilih
bentuk campur kode tertentu untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu.

II.3.2

Campur Kode Ke Luar (outer code missing/ekstern)


Campur Kode Ke Luar (outer code missing/ekstern) adalah
percampuran antara bahasa daerah, Indonesia, dan bahasa Asing (Rokhman,
2013:38). Campur kode ke luar ini misalnya now open! Rumah Makan siap
saji. Kata now open! berasal dari bahasa inggris yang merupakan bahasa
di luar rumpun bahasa Indonesia yang mempunyai makna buka sekarang.
2.4

Wujud Campur Kode


Dalam penelitian ini, akan dibahas pula tentang wujud Campur

Kode. Adapun campur kode menurut Suwito (1983: 78) wujud campur kode
dibedakan menjadi enam yaitu:
2.4.1 Penyisipan Bentuk Kata

10

Penyisipan bentuk kata pada umumnya berada pada bagian awal.


Namun, pada kenyataannya ada juga kode-kode yang disisipkan pada bagian
awal dan akhir kalimat. Selain itu, penyisipan kata dapat juga berasal dari
kata-kata bahasa serumpun dan bahasa asing, seperti pada contoh berikut ini:
1. Aku tidak datang ke bioskop, waktu premiere Assalammualaikum Beijing.
2. Ia merasa enggak mudheng.
Kata premiere pada contoh (1) memiliki arti pertunjukkan perdana.
Penggunaan kata premiere sebenarnya dapat diganti dengan makna aslinya.
Namun, penggunaan kata premiere dianggap dapat lebih meyakinkan
pembaca. Contoh tersebut menunjukkan adanya campur kode dan jenis
campur kode tersebut adalah campur kode ke luar karena unsur-unsur yang
disisipkan berasal dari bahasa asing.
Kata enggak dan mudheng pada contoh (2) memiliki padanan kata
dengan tidak dan paham. Campur kode yang terjadi pada contoh (2)
termasuk dalam campur kode ke dalam karena campur kode ini terjadi antar
bahasa daerah.
2.4.2

Penyisipan Bentuk Frasa


Penyisipan campur kode tidak hanya dilakukan terhadap bentuk
kata-kata, tetapi juga dapat berupa frasa atau sekelompok kata. Penyisipan
bantuk frasa dapat dijumpai seperti contoh berikut ini:

1. Aliando Syarief mendapatkan gelar best actor untuk tahun 2014.


2. Cari yang ganteng kira-kira enggak bosenin.
Pada contoh (1) dan (2) terjadi perpindahan kode. Perpindahan itu
termasuk dalam penelitian campur kode. Penyisipan frasa best actor pada
contoh (1) memiliki arti Aktor Terbaik mengakibatkan terjadinya campur
kode secara intraklausa, sehingga pencampuran kode tersebut termasuk
peristiwa campur kode ke luar karena bahasa yang digunakan berasal dari
bahasa luar yaitu bahasa Inggris. Kata enggak bosenin pada contoh (2) yang
memiliki arti tidak memnbosankan termasuk campur kode ke dalam karena
bahasa yang digunakan bahasa Betawi.

11

2.4.3

Penyisipan Bentuk Reduplikasi


Wujud campur kode lain yang sering dijumpai berupa reduplikasi
penuh dan reduplikasi afiks.
Contoh: Minuman sehat untuk adek-adek yang suka minuman rasa.
Terjadinya kata reduplikasi jawa ngomong-ngomong berbincangbincang, berupa reduplikasi murni. Peristiwa campur kode terjadi secara
intraklausa, termasuk jenis campur kode ke dalam karena unsur-unsur yang
terlibat merupakan bahasa serumpun.

2.4.4

Penyisipan Bentuk Baster


Bentuk baster adalah salah satu bentuk campur kode yang sering
ditemui, terutama dalam iklan televisi. bentuk baster yang tidak asli
(nonoriginal).
Contoh: Banyak barang-barang yang mengcopy gaya barang luar negeri
barang kali aja bisa menambah daya minat pembeli.
Pada contoh bergaris bawah tersebut tidak menggunakan bentuk
asli, bukan bentuk bahasa Indonesia asli dan bukan pula bentuk bahasa
Inggris asli.

2.4.5

Penyisipan Berupa Ungkapan Idiomatis


Ungkapan idiomatis adalah berupa kontruksi yang maknanya tidak
sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya.
Contoh: Ini minuman segar pas banget untuk buah tangan keluarga.

12

Ungkapan yang di garis bawah di atas bukan berarti tangan yang


ada buahnya akan tetapi lebih mengacu kepada makna idiom oleh-oleh.
Contoh di atas termasuk fenomena campur kode.
2.4.6

Penyisipan Bentuk Klausa


Penyisipan bentuk klausa adalah kelompok kata sekurangkurangnya terdiri atas subjek dan predikat.
Contoh: Sekarang di Jawa adanya hanya pujian-pujian Jawa seolah-olah
Jawa adiluhung can do no wrong.
Kalimat di atas merupakan campur kode campuran, ke dalam bahasa
serumpun dan bahasa tidak serumpun, yakni bahasa Jawa dan bahasa Inggris.

2.5

Tujuan Penggunaan Campur Kode


Tujuan penggunaan campur kode adalah sebagai strategi
komunikasi. Penceramah menggunakan melakukan campur kode untuk
mencapai suatu tujuan penggunaan bahasa. Adapun tujuan penggunaan
campur kode menurut sutanto (1995: 127) adalah sebagai berikut:

1.

Campur kode bertujuan untuk menunjukkan intelektualitas seseorang.


Intelektual secara harfiah berasal dari bahasa Inggris intellectual yang
menunjukkan kekuatan penalaran yang baik, kematangan intelektual
adalah mampu menghadapi segala persoalan dengan menggunakan nalar
dan yang efisien berdasarkan ilmu pengetahuan yang seluas-luasnya.
Keintelektulan seseorang ditunjukkan juga dalam penguasaan bahasa
Inggris atau bahasa asing.
Contoh: Dimana kami dapar menemukan minuman segar, let us know.
Let us know pada contoh memiliki makna tolong beritahu kami
kata tersebut digunakan untuk meunjukkan keintelektualitasan dalam
penguasaan bahasa khususnya bahasa asing. Tujuan campur kode ini juga
terjadi di lingkungan masyarakat.

13

2. Campur kode bertujuan untuk menunjukkan dialek dari bahasa


yang digunakan.
Dalam ceramah, pendakwah berbicara langsung dengan
pendengar atau penonton. Dialek bahasa yang digunakan biasanya lazim
digunakan atau dipakai dalam lingkungan sehari-hari.
Contoh: Dukung terus musik lokal, palembang memang punyo kito.
Kata punyo kito memiliki arti punya kita, yang digunakan
untuk upaya penonjolan dialek palembang. Hal itu terjadi untuk
menimbulkan kesan akrab kepada pendengar yang secara dominan lebih
banyak menggunakan bahasa palembang. Contoh di atas juga menonjolkan
dialek yang mudah dipahami oleh pendengar.

3. Campur kode bertujuan untuk menegaskan suatu pendapat.


Campur kode biasanya juga digunakan untuk menegaskan dan
untuk memperkuat suatu pendapat.
Contoh: Banyak orang sekarang yang kumanglukun, sama seperti kamu.
Kata kumanglukun yang berasal dari Jawa pada contoh di atas
memiliki makna sombong, congkak, tinggi hati mempertegas ungkapan
sombong yang disebut sebelumnya. Kata kumanglukun digunakn untuk
meyakinkan atau menegaskan bahwa kata itu mampu mewakili kata
sombong dan lainnya.

4. Campur kode bertujuan untuk menghormati orang ketiga.


Dalam Televisi, panggilan kata sapaan disejajarkan karena dalam
iklan televisi hanya upaya manusia untuk menyampaikan pesan secara
garis besar kepada pendengar. Untuk sapaannya tergantuk penyiar

14

membawakan untuk apa, siapa, dan keguanaanya apa menyiarkan


informasi tersebut.
5. Campur kode bertujuan untuk menimbulkan rasa humor.
Ragam bahasa jurnalistik banyak disampaikan dalam bentuk tulisan
yang nonformal, begitu juga dengan pendakwah dalam sebuah ceramah.
Rasa humor biasanya ditimbulkan pembawa dari intonasi dan kata-kata
yang ucapkan. Kata-kata yang diucapkan biasanya memiliki unsur yang
tidak lazim, seperti mengabungkan bahasa Indonesia dengan bahasa
Inggris atau bahasa daerah yang fungsi berjauhan.

Contoh: 1) Saya sangat mengerti apa yang kamu katakan, no what-what


kok.
2) Makanya, sama orang harus positive thingking dong.
Kata no what-what merupakan bentuk buster yang disisipkan
bertujuan untuk menimbulkanrasa humor.

No what-what

yang

mempunyai maksud tidak apa-apa, sedangkan positive thingking yang


maksudnya pikir secara positif.

2.6

Alih Kode
Manusia adalah makhluk berbahasa, maka yang dimaksud bahasa
alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi, manusia tidak hanya
mengenal satu bahasa. Alat komunikasi yang merupakan bagian dari
bahasa disebut kode. Dengan demikian, maka dalam bahasa terkandung
beberapa kode.
Alih kode merupakan hal yang dibahas dalam sosiolinguistik.
Sosiolinguistik mempelajari bahasa dengan mempertimbangkan hubungan
antara bahasa dan masyarakat penutur bahasa tersebut (Rahardi, 2001:1213). Orang-orang akan berkomunikasi menggunakan bahasa atau kode
tertentu berdasarkan siapa yang mereka ajak bicara dan dalam situasi
seperti apa serta tujuan apa yang ingin mereka peroleh melalui penggunaan
15

kode tersebut. Hal ini sejalan seperti yang dikemukakan oleh Fishman
(1976:15), yaitu siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan,
dan dengan tujuan apa.
Menurut Rokhman (dalam Suwito 2013:37) alih kode adalah
peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Menurutnya
alih kode merupakan salah satu aspek tentang saling ketergantungan
bahasa di dalam masyarakat multilingual. Artinya, di dalam masyarakat
multilingual hampir tidak mungkin seorang penutur menggunakan satu
bahasa secara mutlak murni tanpa sedikitpun memanfaatkan bahasa atau
unsur bahasa yang lain.
Sejalan dengan hal itu, Fallis (dalam Nursaid dan Maksan,
2002:108) menyatakan bahwa alih kode adalah penggunaan secara
bergantian atau dua bahasa. Sementara itu Appel (dalam suwiti, 1983:69)
menyatakan bahwa alih kode merupakan gejala peralihan pemakaian
bahasa karena perubahan situasi. Jadi, alih kode terjadi karena perubahan
situasi, berubahnya ragam fungsional atau dari dialek sati ke dialek lain
disebut alih kode situasional.
2.7

Jenis-jenis Alih Kode


Menurut Soewito dalam Chaer dan Agustina (1995:150) ada dua
macam alih kode, yaitu alih kode intern dan alih kode ekstern. Yang
dimaksud alih kode intern adalah alih kode yang berlangsung antar bahasa
sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, atau sebaliknya.
Sedangkan alih kode ekstern adalah alih kode yang terjadi antara bahasa
sendiri (salah satu bahasa atau ragam yang ada dalam verba repertoire
masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing.
Wardaugh (1986:102-103) menjelaskan ada dua jenis alih kode
berdasarkan terjadinya, yaitu metaforis dan situasional. Alih kode
metaforis terjadi jika ada pergantian topik (Wardaugh 1986:103). Alih
kode ini memiliki demensi afektif, yaitu kode barubah , misalnya formal
ke informal, resmi ke pribadi, maupun situasi serius ke situasi yang penuh
canda. Sedangkan alih kode situasional terjadi berdasarkan situasi di mana

16

para penutur menyaadari bahwa mereka berbicara dalam bahasa tertentu


dalam situasi dan bahasa lain dalam situasi yang lain (Wardaugh,
1986:102-103).
2.8

Ciri-ciri Alih Kode


Ciri-ciri alih kode menurut Soewito (1983:12-13) bahwa apabila
terdapat dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh penutur
yang sama akan terjadi kontak bahasa. Dikatakan demikian karena
memang terjadi peristiwa saling kontak antara bahasa yang satu dan
bahasa lainnya dalam peristiwa komunikasi.
Bisa dikatakan ciri-ciri alih kode yaitu kehadiran orang ketiga
atau orang tidak berlatar belakang yang sama, adanya perpindahan bahasa
yang dari bahasa daerah kebahasa Indonesia (intern), dan adanya
perpindahan antara bahasa Indonesia ke bahasa asing (ekstern).

2.9

Wujud Alih Kode


Wujud alih kode biasanya dalam percakapan seseorang yang
dimulai dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia maupun sebaliknya, ada
pun percakapan dari bahasa Indonesia ke bahasa asing, dari wujudnya
biasanya kita dengar dan perhatikan seseorang beertutur dalam percakapan
sehari-hari baik di kantor maupun di masyarakat.
Menurut Soewito (1995:146) dalam bentuk percakapan terhadap
wujud alih kode seperti percakapan saat menghormati lawan bicara,
Warga : Berapa anaknya pak?
Bupati : ana papat anakku pak. (ada empat anakku pak)
Warga : Sekolah semua?
Bupati : Alhamdulillah pak, loro sekolah neng SD, siji SMP, sing gedha
neng SMA. (Alhamdulillah pak, dua sekolah SD, satu di SMP,
yang besar di SMA).
Percakapan di atas dalam peristiwa tutur antara seseorang yang
lebih tua dengan yang lebih muda atau seseorang dengan status sosial yang
lebih rendah dengan orang yang memiliki status sosial yang lebih tinggi.
Alih kode kerap terjadi dengan tujuan menghargai atau menghormati
lawan bicara.

17

Adapun wujud untuk meyakinkan topik pembicaraan seperti


kegiatan alih kode dan campur kode yang digunakan ketika seorang
pembicara memberi penguatan untuk meyakinkan topik pembicaraanya.
Hal ini dapat kita lihat dari tokoh-tokoh agama pada saat mereka sedang
melakukan kegiatan dakwah.

2.10 Fungsi Alih Kode


Fungsi bahasa yang digunakan dalam suatu peristiwa tutur
didasarkan pada tujuan berkomunikasi. Menurut Apple (1976) dalam
kegiatan komunikasi pada masyarakat multilingual alih kode dan campur
kode pada umumnya dilakukan antara lain untuk tujuan-tujuan berikut:
a. Mengakrabkan suasana
Suasana informasi dalam gagasan yang disampaikan oleh
seseorang penutur akan lebih mudah dipahami jika ada kedekatan
emosional. Misalnya, seseorang yang baru mengenal orang lain di suatu
tempat, awalnya berkomunikasi dengan bahasa Indonesia tetapi ketika
mengetahui bahwa lawan bicara memiliki latar kedaerahan yang sama maka
keduanya segera beralih kode ke bahasa daerahnya.
b. Untuk membangkitkan rasa humor
Dalam kegiatan berbahsa dalam situasi tertentu biasanya terjadi
alih kode yang dilakukan dengan alih varian, alih ragam, atau gaya bicara
dengan tujuan membangkitkan rasa humor untuk memecahkan kekauan.
c. Untuk sekedar bergaya
Walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor sosiosituasional tidak mengharapkan alih kode, terjadi alih kode, sehingga
tampak adanya pemaksaan, tidak wajar, dan cenderung tidak komunikatif.
Gejala seperti ini banyak menggunakan bahasa Indonesia ragam jakarta
yang bercampur kode bahasa Inggris seakan menampilkan trend setter yang
kebarat-baratan.
Sejalan dengan itu, Wardaugh (dalam Nursaid dan Maksan,
2002:121) mengemukakan bahwa fungsi alih kode adalah untuk
18

membangun atau mengembangkan rasa persahabatan, keakraban, dan


solidaritas terhadap seseorang atau lawan bicara.

2.11 Ceramah
Ceramah adalah pidato yang bertujuan untuk memberikan nasihat
dan petunjuk-petunjuk. Sementara itu ada audiensi yang bertindak sebagai
pendengar. Menurut Alwi (2002:2009) bahwa ceramah adalah pidato oleh
seseorang dihadapan banyak pendengar yang membicarakan suatu hal
pengetahuan, dan sebagainya. Pidato dan ceramah salah satu bentuk
keterampilan berbicara. Ceramah dan pidato padaumumnya memiliki makna
yang sama, karena sama-sama menyampaikan sesuatu kepada orang banyak.
Hanya saja pidato berbicara secara umum, sedangkan ceramah lebih
keagamaan.
Melalui ceramah seseorang dapat menyampaikan gagasan, pikiran
atau informasi kepada orang banyak secara lisan.banyak yang dapat
dilakukan penceramah yaitu memberikan materi-materi yang dapat
menggugah pemikiran para audiens ke arah pemikiran yang lebih baik.
Bukan hanya itu, penceramah juga dapat menyampaikan isi atau materi
dengan menggunakan bahasa yang dapat lebih di mengerti dan dapat
membuat audiens tidak bosan untuk mendengarkannya itu semua berupa
alih kode dan campur kode gunanya memang untuk lebih meyakinkan
pendengar. Oleh sebab itu, banyak penceramah menggunakan lebih dari satu
penggunaan bahasa.

19

III.

METODE PENELITIAN
III.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan alih kode dan
campur kode yang terdapat pada ceramah agama yang berbentuk rekaman
dari Televisi. dengan metode deskriptif, peneliti mengumpulkan data berupa
ceramah agama mama Dedeh yang di rekam dari Televisi, kemudian
mengklasifikasikan

data

dan

mengelolah

data

tersebut

dengan

menganalisisnya. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang


dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada pada
penuturnya. Varian deskriptif tidak mempertimbangkan benar-salahnya
penggunaan bahasa oleh penutur-penuturnya, hal itu merupakan cirinya
yang utama (Surdayanto, 1986:62).

III.2 Sumber Data


Sumber data dalam penelitian ini adalah rekaman ceramah agama
mama Dedeh dari Televisi Indosiar yang di dalamnya terdapat beberapa
pembicaraan dengan judul yang berbeda-beda. Dari setiap rekaman dengan

20

judul yang berbeda-beda dan alokasi waktu yang lumayan panjang sekitar 2
jam kurang langsung dari stasiun Televisi Indosiar.

III.3 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik langsung dari alat rekam. Program ini terdapat pada alat
rekam yang berbentuk aplikasi penyimpanan. Teknik catat dilakukan untuk
mengubah bentuk rekaman yang semula dalam bentuk suara ke dalam
bentuk teks.

3.4 Teknik Analisis Data


Teknik yang digunakan dalam analisis data sebagai berikut.
1. Metode Simak
Metode simak adalah untuk menyimak setiap ujaran yang dilakukan
penutur dalam bentuk rekaman/CD.
2. Teknik Catat
Setelah disimak, langkah selanjutnya yaitu pencatatan saat teknik pertama
berlangsung. Sudayanto (1993:135) mengungkapkan bahwa pencatatan
dapat dilakukan dengan alat tulis tertentu dan segera dilanjutkan dengan
menganalisis data.
3. Mengidentifikasi jenis dan wujud alih kode dan campur kode beserta
fungsinya.
4. Mengklasifikasikan data dan menginterpretasikan data berdasarkan jenis
dan wujud alih kode dan campur kode.
5. Mengklasifikasikan fungsi alih kode dan campur kode dari ujaran-ujaran
yang digunakan dalam ceramah agama secara sosiolinguistik.
6. Terakhir, menyimpulkan hasil analisis pada ceramah agama yang telah
diteliti.

21

22

Você também pode gostar