Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
html
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN LIMBAH INDUSTRI
ACARA II
ANALISA KOAGULASI DAN FLOKULASI
TAHUN AJARAN 2013/2014
Nama
NIM
Hari/Tanggal
Kelompok
Asisten
DISUSUN OLEH:
: Nurul Hadiqah As-Saadah
: 11/318960/TP/10200
: Selasa, 01 April 2014
: D1
: Budi Santoso
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul Praktikum
Analisa Koagulasi dan Flokulasi
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat mengetahui metode dan proses koagulasi dan flokulasi.
2. Menentukan pemberian dosis koagulan yang optimum pada sampel limbah cair.
C. Manfaat Praktikum
1. Metode dan proses koagulasi serta flokulasi dapat diketahui sehingga mahasiswa dapat
melakukan analisa dengan tepat.
2. Dosis koagulan yang optimum untuk limbah dapat diketahui sehingga nantinya dapat
diaplikasikan dalam skala yang lebih besar.
BAB II
DASAR TEORI
Proses pengendapan berkaitan dengan proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasiadalah
peristiwa pembentukan ataupenggumpulan partikel-partikel kecil menggunakan zat koagulan.
Flokulasi adalahperistiwa pengumpulan partikel-partikel kecilhasil koagulasi menjadi flok yang
lebih besarsehingga cepat mengendap. Tawas dan kapurmerupakan zat koagulan dan flokulan
yangtelah banyak digunakan dalam proses koagulasi (Putra, 2009).
Pengolahan konvensional yang berbasis pada teknologi konvensional seperti koagulasiflokulasi, sedimentasi dan filtrasi sering kali kurang efektif atau gagal untuk mengolah dengan
hasil sesuai dengan baku mutu yang diharapkan. Untuk itu diperlukan teknologi alternatif untuk
mengolah air baku tersebut. Membran Ultrafiltrasi diduga mampu menurunkan parameter seperti
zat organik dan kekeruhanmenggunakan membran ultrafiltrasi untuk menyisihkan konsentrasi
senyawa organik dalam air gambut (Notodarmojo, 2004).
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi antara lain sebagai
berikut (Manurung, 2012) :
1. Suhu
Suhu berkaitan dengan pH optimal cairan, di mana proses koagulasi dinyatakan dapat berjalan
baik jika pH air baku olahan (ABO) berkisar 8-10. Jika ABO tidak dalam kisaran tersebut maka
penambahan koagulan ke dalam ABO tidak ekonomis karena koagulan tidak bekerja optimal.
2. Bentuk koagulan
Secara ekonomis, laju pencampuran akan lebih efektif jika koagulan diberikan pada keadaan cair
dibandingkan dalam bentuk padat.
3. Tingkat kekeruhan
Pada tingkat kekeruhan rendah, destabilisasi sulit terjadi. Jadi akan lebih mudah jika koagulasi
dilakukan pada tingkat kekeruhan yang tinggi.
4. Kecepatan pengadukan
Pengadukan bertujuan untuk mempercepat kontak antara kandungan suspensi (koloid) dalam
ABO dengan koagulan yang ditambahkan. Jika pengadukan lambat, pengikatan akan
berlangsung tepat sasaran sehingga flok yang terbentuk juga sedikit dan akibatnya proses
penjernihan tidak maksimal. Demikian halnya jika pengadukan berlangsung terlalu cepat, maka
kemungkinan flok yang terbentuk akan terurai kembali.
tergantung pada jenis dan konsentrasi ion-ion yang larut dalam air olahan serta konsentrasi yang
diharapkan sesuai dengan standar baku. Untuk mempercepat proses koagulasi dalam air limbah
maka dilakukan pengadukan dengan static mixer maupun rapid mixer (Kusnaedi, 2010).
Koagulasi adalah metode untuk menghilangkan bahan-bahan limbah dalam bentuk koloid,
dengan menambahkan koagulan. Dengan koagulasi, partikel-partikel koloid akan saling menarik
dan menggumpal membentuk flok. Flokulasi terjadi setelah koagulasi dan berupa pengadukan
pelan pada air limbah. Dengan mengendapnya koloid, diharapkan laju fouling yang terjadi pada
membran akan berkurang sehingga penggunaan mikrofiltrasi dalam proses pengolahan air bersih
menjadi layak untuk dilakukan (Karamah, 2014).
Proses koagulasi tidak berbeda dengan proses mekanis, tetapi pada proses ini ditambahkan
koagulan, yaitu bahan kimia yang dapat mempercepat proses pengendapan partikel dan
menurunkan kadar karbonat dalam air. Proses koagulasi merupakan proses penggumpalan
partikel yang larut dalam air (Subarnas, 2007).
Koagulasi terhadap air dilaksanakan karena beberapa alasan. Alasan utama adalah untuk
menghilangkan (Manurung, 2012):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
fisika menekankan terutama terhadap faktor fisik sebagai lapisan listrik ganda dan adsorbsi
counter ion di mana koagulasi terjadi melalui pengurangan gaya sebagaimana halnya beda
potensial. Partikel koloid menyerap ion-ion positif, ion-ion ini kemudian menyerap ion negatif
tetapi jumlahnya yang diserap lebih sedikit dari ion positif yang ada sehingga terjadi lapisan
listrik ganda. Antara permukaan partikel koloid dan larutan terjadi beda potensial elektrokinetik
sedangkan ion-ion positif dan negatif di luar lapisan listrik ganda dapat bergerak bebas di dalam
larutan (Manurung, 2012).
Koagulan yang sering digunakan untuk mengendapkan limbah adalah alum, feri sulfat, feri
klorida, dan kapur. Alum akan bereaksi dengan bahan yang bersifat basa dan membentuk
alumunium hidroksida yang tidak dapat larut dan mengkoagulasi partikel koloid. Kapur akan
bereaksi dengan bikarbonat dan membentuk kalsium karbonat yang akan mengendap. Kalsium
karbonat yang tidak larut akan terbentuk pada pH di atas 9,5. Garam-garam feri digunakan untuk
meningkatkan daya endap dari feri hidroksida yang akan membentuk endapan dalam limbah dan
meningkatkan laju sedimentasi dari partikel lainnya yang ada dalam limbah tersebut.
Penggunaan koagulan untuk mengendapkan fosfat pada limbah peternakan menunjukkan hasil
yang layak secara teknis dan ekonomis. Pada limbah-limbah peternakan setiap penambahan
padatan tersuspensi antara 0,5-1,0 mg/L akan meningkatkan kebutuhan bahan kimia koagulan 1
mg/L (Jenie, 1993).
Bahan kimia yang dapat mengendapkan disebut koagulan. Bahan ini dapat mengendapkan
partikel-partikel koloid. Dengan penambahan koagulan, partikel-partikel koloid yang
sebelumnya melayang-layang dalam air akan diikat menjadi partikel besar yang disebut flok.
Dengan ukuran partikelnya yang besar, flok dapat mengendap karena gaya gravitasi. Dalam
pemakaian bahan kimia koagulan disebut juga flokulan. Beberapa koagulan anorganik yang
banyak digunakan dalam pengolahan air atau limbah cair di antaranya alumunium sulfat (alum),
polialumunium klorida (PAC), besi sulfat (II), besi klorida (II), dan lain-lain. Selain koagulan
anorganik, tersedia pula alternatif lokal sebagai koagulan organik alami dari tanaman yang
mudah diperoleh. Koagulan alami ini biodegradable dan aman bagi kesehatan manusia. Biji kelor
telah dilaporkan efektif sebagai koagulan untuk menurunkan kekeruhan pada limbah cair kelapa
sawit. Biji kelor juga tidak mengandung senyawa toksik sehingga aman bagi kesehatan.
Pemanfaatan bahan-bahan koagulan alami seperti biji kelor dimungkinkan dapat menggantikan
bahan koagulan sintetis seperti alum sehingga permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan
industri dapat teratasi (Manurung, 2012).
Koagulan digunakan untuk menggumpalkan bahan-bahan yang ada dalam air limbah
menjadi flok yang mudah untukdipisahkan yaitu dengan cara diendapkan, diapungkan dan
disaring. Pada beberapa pabrikcara ini dilanjutkan dengan melewatkan air limbah melalui Zeolit
(suatu batuan alam) danarang aktif (karbon aktif). Cara koagulasi umumnya berhasil
menurunkan kadar bahanorganik (COD,BOD) sebanyak, 40-70 % Zeolit dapat menurunkan nilai
COD 10-40%,dan karbon aktif dapat menurunkan nilai COD 10-60 % (Risdianto, 2007).
Pada banyak koloid, partikel mempunyai muatan bersih positif atau negatif pada
permukaannya, diimbangi oleh muatan ion lawannya dalam larutan. Pemisahan koloid semacam
ini dipercepat oleh pelarutan garam dalam larutan itu. Proses tersebut dinamakan flokulasi
(Oxtoby, 2001).
Proses flokulasi adalah agregasi atau berkumpulnya partikel-partikel kecil dalam sebuah
suspensi, menjadi partikel-partikel yang lebih besar yang disebut flok. Flokulasi disebabkan oleh
adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia yang disebut sebagai flokulan. Flokulan dapat
dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu flokulan organik dan flokulan anorganik. Di antara flokulanflokulan anorganik, garam-garam dari berbagai logam seperti alumunium dan besi telah banyak
digunakan. Flokulan organik dapat dibagi lagi menjadi 2 jenis yaitu sintetik dan alami. Flokulan
sintetik umumnya merupakan polimer linear yang larut dalam air seperti polyacrylamide,
poly(acrylic acid), poly(diallyl dimethil ammonium chloride), poly(styrenic sulfonic acid), dan
sebagainya. Di sisi lain, pati, selulosa, alginic acid, guar gum, adalah polimer alami yang sangat
sering digunakan sebagai flokulan.
Tujuan dari flokulasi adalah untuk menciptakan partikel yang lebih besar yang kompatibel
dengan proses selanjutnya seperti menetap atau flotasi. Flokulasi objektif, sebagai proses unit
pengolahan air, adalah untuk menyebabkan tabrakan antara partikel kecil. Setelah pendinginan,
premis adalah bahwa partikel akan menempel satu sama lain dan dengan demikian menggumpal,
tumbuh beberapa ukuran yang diinginkan dan menjadi flok. Proses aglomerasi disebut flokulasi.
Pada prinsipnya, flokulasi merupakan kasus khusus pencampuran. Pada risiko beberapa
redundansi, flokulasi dianggap di sini sebagai topik yang terpisah untuk menyalahkan identitas
itu sendiri (Hendricks, 2006).
Dalam proses pemurnian air atau purifikasi dengan metode sand filter, terdapat beberapa
tahapan salah satunya adalah koagulasi dan flokulasi. Dalam proses koagulasi, air sungai yang
telah disedot diberi zat koagulasi kimia, misalnya alum dengan dosis bervariasi antara 5-40 mg/L
bergantung pada turbiditas, warna, suhu, dan pH airnya. Di dalam bak flokulasi, air yang telah
bercampur dengan alum diputar pelan-pelan selama 30 menit untuk mengendapkan alumunium
hidroksida yang berbentuk benda berwarna putih dalam air (Chandra, 2010).
Pemekatan terhadap sampel limbah dilakukan dengan beberapa jenis flokulan yaitu
AL2(SO4)3, I8H2O, Ca(OH)2, dan FeSO4. I8H2O dalam suasana basa akan membentuk flok
berwarna putih dari Al(OH)3 yang bersifat elektropositif (Sudiyati, 2014).
Kecepatan pengendapan dipengaruhi oleh berat jenis partikel, berat jenis cairan, gravitasi,
konstanta, dan viskositas. Pengaruh ini dinyatakan dalam formula sebagai berikut:
Jar test telah digunakan selama puluhan tahun oleh operator pabrik pengolahan air untuk
mengembangkan informasi tentang dosis kimia yang harus digunakan untuk acheve koagulasi
yang efektif dan sedimentasi. Banyak utilitas air dengan menggunakan jar test telah
mengembangkan modifikasi atau variasi untuk beradaptasi prosedur ini dengan kondisi spesifik
yang dihadapi di pabrik mereka. Bagian dasar peralatan yang dibutuhkan untuk jar test adalah
multi-place stirrer. Jenis stirrer termasuk dayung persegi panjang dipasang pada poros panjang
dan didorong dari atas tabung dengan mekanisme roda gigi, dan dayung persegi panjang
dipasang pada berdiri dalam tabung uji dan diputar oleh magnet terletak di mekanisme driver di
mana tabung ditempatkan (Logsdon, 2002).
Operator dengan prosedur jar test yang sukses biasanyamenggunakan
parameter teoritis sebagai titik awal dan kemudian membuat sedikit
penyesuaian dengan trial and error sampai hasil skala penuh secara akurat
disimulasikan oleh jar test. Meskipun jar test sering dilakukan sebagai bagian
dari "enhanced coagulation" persyaratan. Dalam hal ini, tidak ada usaha
yang dibuat untuk mensimulasikan kondisi pabrik skala penuh. Jar test
enhanced coagulation ini harus dilakukan dalam kondisi standar tertentu
dan digunakan untuk menentukan alternatif total kebutuhan karbon organik
(TOC) removal untuk tanaman tertentu (AWWA, 1992).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat:
1. Seperangkat alat jar test
2. Buret dan statif
3. Gelas beaker 1000 ml 4 buah
4. Gelas beaker 500 ml 2 buah untuk wadah NaOH saat titrasi
5. Gelas ukur 100 ml 8 buah untuk wadah NaOH dan tawas
6. Pipet ukuran 10 ml dan pipet biasa
7. Kertas indikator pH
8. Kuvet 4 buah
9. Tissue
10. Spektrofotometer
1.
2.
3.
4.
Bahan:
Larutan koagulan: Dilarutkan 10 gram koagulan tawas di dalam 1 liter aquadest
NaOH 0,1 N
Indikator PP
Sampel limbah cair
B.
Cara Kerja
PROSEDUR
a. Pengaturan pH sampel sebelum jar
1.
HASIL
test.
Sampel yang digunakan memiliki pH
Tawas bekerja optimum pada pH 6-8.
6-8.
3. Terdapat 100 ml sampel dalam gelas
2.
3.
pH.
Jumlah
larutan dititrasi dengan menggunakan
NaOH
(titran)
yang
5.
tahu.
Stopwatch siap digunakan untuk
melakukan pengukuran waktu.
Alat jar test telah menyala dan siap
digunakan.
6.
test
siap
digunakan
dalam
3.
Stopwatch disiapkan.
bercampur
tawas
dengan
4.
5.
6.
rpm.
mg/L
Sampel dengan 20 ml tawas = 786
mg/L
Sampel dengan 30 ml tawas = >1000
mg/L
7.
8.
9.
Dilanjutkan
pengadukan
lambat
11.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
B.
Hasil
N
O
SAMPEL
1
2
3
4
VOLUM
E
TITRAN
(NaOH)
(ml)
27
27
27
27
VOLU
ME
TAWAS
(ml)
TSS
(mg/L)
Ambang
Batas TSS
(mg/L)
0
10
20
30
>1000
801
786
>1000
100
100
100
100
Pembahasan
Praktikum Pengendalian Limbah Industri acara 3 ini berjudul Analisa Koagulasi dan
Flokukasi. Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui metode dan
proses koagulasi dan flokulas, serta menentukan pemberian dosis koagulan yang optimum pada
sampel limbah cair.
Pengolahan konvensional yang berbasis pada teknologi konvensional seperti koagulasiflokulasi, sedimentasi dan filtrasi sering kali kurang efektif atau gagal untuk mengolah dengan
hasil sesuai dengan baku mutu yang diharapkan. Untuk itu diperlukan teknologi alternatif untuk
mengolah air baku tersebut. Membran Ultrafiltrasi diduga mampu menurunkan parameter seperti
zat organik dan kekeruhanmenggunakan membran ultrafiltrasi untuk menyisihkan konsentrasi
senyawa organik dalam air gambut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi antara lain sebagai
berikut :
1. Suhu
Suhu berkaitan dengan pH optimal cairan, di mana proses koagulasi dinyatakan dapat berjalan
baik jika pH air baku olahan (ABO) berkisar 8-10. Jika ABO tidak dalam kisaran tersebut maka
penambahan koagulan ke dalam ABO tidak ekonomis karena koagulan tidak bekerja optimal.
2. Bentuk koagulan
Secara ekonomis, laju pencampuran akan lebih efektif jika koagulan diberikan pada keadaan cair
dibandingkan dalam bentuk padat.
3. Tingkat kekeruhan
Pada tingkat kekeruhan rendah, destabilisasi sulit terjadi. Jadi akan lebih mudah jika koagulasi
dilakukan pada tingkat kekeruhan yang tinggi.
4. Kecepatan pengadukan
Pengadukan bertujuan untuk mempercepat kontak antara kandungan suspensi (koloid) dalam
ABO dengan koagulan yang ditambahkan. Jika pengadukan lambat, pengikatan akan
berlangsung tepat sasaran sehingga flok yang terbentuk juga sedikit dan akibatnya proses
penjernihan tidak maksimal. Demikian halnya jika pengadukan berlangsung terlalu cepat, maka
kemungkinan flok yang terbentuk akan terurai kembali.
Pengadukan campuran dibagi menjadi 2 berdasarkan kecepatan pengadukannya yaitu
pengadukan cepat dan pengadukan lambat. Dalam praktikum ini, pengadukan cepat dilakukan
dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit saja sedangkan pengadukan lambat dilakukan dengan
kecepatan 20 rpm selama 15 menit, sehingga total waktu pengadukan adalah 16 menit.
Pengadukan lambat ini berujuan untuk menggumpalkan partikel-partikel terkoagulasi berukuran
mikro menjadi partikel-partikel flok yang lebih besar. Flok-flok ini kemudian akan beragregasi
dengan partikel-partikel tersuspensi lainnya. Pengadukan pelan akan memperpendek jarak antar
partikel sehingga gaya tarik menarik antar partikel menjadi lebih besar dan dominan dibanding
gaya tolaknya, yang menghasilkan kontak dan tumbukan antar partikel yang lebih banyak dan
lebih sering. Kontak inilah yang menggumpalkan partikel-partikel padat terlarut terkoagulasi
berukuran mikro menjadi partikel flok yang lebih besar. Ketika pertumbuhan flok sudah cukup
maksimal massa dan ukurannya flok-flok ini akan mengendap ke dasar reservoir sehingga
terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air jernih pada bagian atas reservoir dan lapisan endapan flok
yang menyerupai lumpur pada dasar reservoir.
Koagulasi adalah proses penambahan zat kimia (koagulan) yang memiliki kemampuan
untuk menjadikan partikel kolid tidak stabil sehingga partikel siap membentuk flok (gabungan
partikel-partikel kecil). Flokulasi adalah proses pembentukan dan penggabungan flok dari
partikel-partikel tersebut yang menjadikan ukuran dan beratnya lebih besar sehingga mudah
mengendap. Proses koagulasi dan flokulasi pada skala laboratorium dilakukan dengan peralatan
jar test.
Koagulasi merupakan proses penggumpalan melalui reaksi kimia. Reaksi koagulasi dapat
berjalan dengan membutuhkan zat pereaksi (koagulan) sesuai dengan zat yang terlarut. Koagulan
yang banyak digunakan adalah tawas, kapur, dan kaporit. Dari hasil reaksi koagulan itu
digunakan sebagai flokulan untuk menjernihkan air minum dan pengolahan air limbah. Dalam
praktikum ini, digunakan koagulan berupa tawas.
Tujuan dari flokulasi adalah untuk menciptakan partikel yang lebih besar yang kompatibel
dengan proses selanjutnya seperti menetap atau flotasi. Flokulasi objektif, sebagai proses unit
pengolahan air, adalah untuk menyebabkan tabrakan antara partikel kecil. Setelah pendinginan,
premis adalah bahwa partikel akan menempel satu sama lain dan dengan demikian menggumpal,
tumbuh beberapa ukuran yang diinginkan dan menjadi flok. Proses aglomerasi disebut flokulasi.
Pada prinsipnya, flokulasi merupakan kasus khusus pencampuran. Pada risiko beberapa
redundansi, flokulasi dianggap di sini sebagai topik yang terpisah untuk menyalahkan identitas
itu sendiri.
Kecepatan pengendapan dipengaruhi oleh berat jenis partikel, berat jenis cairan, gravitasi,
konstanta, dan viskositas. Pengaruh ini dinyatakan dalam formula sebagai berikut:
Jar test telah digunakan selama puluhan tahun oleh operator pabrik
pengolahan air untuk mengembangkan informasi tentang dosis kimia yang
harus digunakan untuk acheve koagulasi yang efektif dan sedimentasi.
Banyak utilitas air dengan menggunakan jar test telah mengembangkan
modifikasi atau variasi untuk beradaptasi prosedur ini dengan kondisi
spesifik yang dihadapi di pabrik mereka. Bagian dasar peralatan yang
dibutuhkan untuk jar test adalah multi-place stirrer. Jenis stirrer termasuk
dayung persegi panjang dipasang pada poros panjang dan didorong dari atas
tabung dengan mekanisme roda gigi, dan dayung persegi panjang dipasang
pada berdiri dalam tabung uji dan diputar oleh magnet terletak di
mekanisme driver di mana tabung ditempatkan.
Pada praktikum ini yang pertama dilakukan adalah menyiapkan 600 ml
sampel dalam 4 buah gelas beaker yang diberi label sampel 1, 2, 3, dan 4.
Nantinya
akan
digunakan
perbandingan
volume
untuk
ke
dalam
kuvet.
Kemudian
dengan
metode
standar
ini, didapat nilai TSS kontrol >1000 mg/L padahal sampel kontrol ini tidak diberi tawas sama
sekali. Selain itu, ketidaksesuaian juga terjadi pada sampel 2 dan 3, di mana sampel 3 yang diberi
tawas lebih banyak malah memiliki nilai TSS lebih kecil dari sampel 2. Kesalahan ini mungkin
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
1.
Pengambilan air sampel yang kurang hati-hati sehingga menyebabkan partikel padat ikut
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1. Metode untuk melakukan koagulasi dan flokulasi ini adalah dengan metode jar test yang terdiri
dari 3 tahapan besar yaitu titrasi untuk penetralan pH, penambahan koagulan, pengadukan cepat
dan lambat, dan pengukuran TSS secara spektrofotometri. Koagulasi berlangsung setelah
penambahan koagulan berupa tawas dilakukan dan disertai dengan pengadukan cepat. Flokukasi
berlangsung setelah dilakukan pengadukan lambat dan akhirnya mengendap di dasar gelas
setelah didiamkan selama 30 menit.
2. Dosis koagulan yang optimum untuk sampel limbah cair tahu ini adalah 30 ml dengan nilai TSS
sebesar >1000 mg/L
B.
Saran
Alat spektrofotometer sebaiknya diperbaiki atau diganti supaya proses pembacaan nilai yang
tertera di monitornya tidak sulit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Analisa Jar Test dalam Air. Dalam http://goelanzsaw.blogspot.com/2013/02/jart-test/
diakses pada Rabu 2 April 2014 pukul 15.05 WIB.
Anonim 2. 2014. Proses Pengolahan Air dengan Metoda Koagulasi dan Filtrasi. Dalam
http://ardra.biz/sain-teknologi/ilmu-dan-teknologi-terapan/pengolahan-air-limbah-cara-kimiakoagulasi/ diakses pada Rabu 2 April 2014 pukul 15.12 WIB.
Anonim 3. 2012. Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi untuk Pengolahan Limbah Kimia. Dalam
https://jujubandung.wordpress.com/2012/09/04/koagulasi-flokulasi-sedimentasi-untukpengolahan-limbah-kimia/ diakses pada Rabu 2 April 2014 pukul 15.14 WIB.
Anonim
4.
2014.
Koagulasi
dan
Flokulasi.
Dalam
Romel
Sagel.
2013.
Jenis
Koagulan
dan
Flokulan.
Dalam
Logsdon, Gary S. 2002. Filter Maintenance and Operations Guidance Manual. American Water Works
Association. Washington.
Manurung, Tambak, dkk. 2012. Efektivitas Biji Kelor (Moringa oleifera) Pada Pengolahan Air Sumur
Tercemar Limbah Domestik. Dalam Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMITs. Vol 8, No.1: 37-41.
Muhammad,
Gusti.
2009.
Flokulator
(Air
Bersih).
Dalam
http://gusti-