Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun-tahun terakhir ini penilaian persediaan mendapat perhatian lebih besar
karena laju inflasi yang tinggi.Pemilihan prinsip atau metode penilaian persediaan
mempunyai suatu pengaruh penting pada pendapatan yang dilaporkan dan posisi keuangan
perusahaan tertentu.Oleh karena persediaan biasanya merupakan harta lancar yang terpenting,
maka metode penilaian persediaan merupakan suatu faktor yang penting dalam menetapkan
hasil operasi dan kondisi keuangan.
Salah satu tujuan dari akuntansi persediaan, termasuk penilaian persediaan adalah
untuk menetapkan penghasilan yang wajar dengan membebankan biaya yang bersangkutan
terhadap penghasilan perusahaan. Dalam proses penjualan dan pembelian dapat dilihat bahwa
persediaan merupakan nilai yang tersisa setelah jumlah biaya telah dibebankan terhadap
penjualan atau sebagai jumlah biaya yang tersisa untuk dibebankan terhadap penjualan di
masa yang akan datang.
Tujuan dari penilaian persediaan adalah untuk menyajikan secara wajar posisi
keuangan perusahaan sebagai suatu going concern dan bukan sebagai perusahaan yang
sedang menuju pembubaran atau dalam kondisi likuidasi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengetian persediaan ?
2.Apa fungsi dan jenis-jenis persediaan?
3.Bagaimanakah metode pencatatan persediaan ?
4.Bagaimana metode manajemen persediaan?
5.Bagaimanakah penilaian persediaan itu ?
6.Bagaimana cara menghitung nilai persediaan akhir dengan sistem periodik dan
perpetual?
C. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.Menjelaskan pengertian persediaan.
2.Menjelaskan fungsi dan jenis-jenis persediaan.
3.Menjelaskan bagaimana pencatatan persediaan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Persediaan dapat pula dikaitkan dengan hak pemilikan barang sesuai syarat
penyerahan pada saat transaksi yang meliputi :
1. Barang dalam perjalanan (in transit)
Pemilikan barang ini sangat bergantung pada syarat penyerahannya.
Kemungkinan biaya pengangkutan dtanggung pembeli, maka barang tersebut
menjadi milik pembelian, demikian pula sebaliknya.
2. Barang titipan (barang komisi)
Barang komisi yang belum terjual jelas milik pihak yang menitipkan barang.
Ditinjau dari pihak yang menitipkan, barang tersebut sering disebut barang
konsinyasi.
Pembagian tersebut merupakan kebiasaan yang terjadi pada praktik akuntansi komersial
dan persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih
rendah (lower of cost and net realizable value). Dengan demikian, biaya persediaan harus
meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai
persediaan tersebut berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai.
Seperti telah dijelaskan, selain berupa barang yang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali,
persediaan dapat pula berupa pengadaan tanah dan property lainnya untuk dijual kembali.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no 14 revisi 2008 bertujuan mengatur
perlakuan akuntansi untuk persediaan. Selanjutnya permasalahan pokok dalam akuntansi
persediaan ini yaitu
akuntansi berikutnya atas aset tersebut berkaitan dengan pendapatan yang akan diakui.
Pernyataan ini tidak berlaku untuk pengukuran persediaan bagi pialang pedagang komoditas,
yang pengukuran persediaannya diakui pada nilai wajar setelah dikurangi biaya untuk
menjual yang sesuai dengan praktik yang berlaku pada industry.Dalam perubahan industri
(usaha manufaktur).
PENGUKURAN PERSEDIAAN
Dalam pengukuran persediaan bahwa persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau
nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah. Biaya persediaan dimaksud dalam PSAK no 14
meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai
persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Untuk lebih menjelaskan pengertian
biaya persediaan perlu dipahami :
1. Biaya pembelian
Biaya pembelian meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya (kecuali yang
kemudian dapat ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas pajak), biaya
pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat
diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan jasa. Diskon dagang, rabat, dan
hal lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.
2. Biaya konversi
Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit
yang diproduksi, contoh biaya tenaga kerja langsung termasuk juga alokasi sistematis
overhead produksi tetap dan variable yang timbul dalam mengonversi bahan menjadi
barang jadi.
3. Biaya-biaya lain
Biaya-biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang timbul, agar
persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
Sedangkan nilai realisasi neto dapat diilustrasikan bahwa biaya persediaan mungkin tidak
akan diperoleh kembali bila persediaan rusak seluruhnya atau sebagian persediaan telah
using, atau harga jualnya telah menurun. Biaya persediaan juga tidak akan diperoleh kembali
bila estimasi biaya penyelesaian atau estimasi biaya untuk membuat penjualan telah
meningkat. Dalam praktik penurunan nilai persediaan di bawah biaya menjadi nilai realisasi
neto konsisten dengan pandangan bahwa aset seharusnya tidak dinyatakan melebihi perkiraan
jumlah yang dapat direalisasi dari penjualan atas penggunaannya.Khususnya dalam SAK
ETAP bahwa entitas harus mengukur nilai persediaan pada nilai mana yang lebih rendah
antara biaya perolehan dan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan
menjual.Dengan demikian biaya persediaan mencakup seluruh biaya pembelian, biaya
konversi, dan biaya lainnya yang terjadi untuk membawa persediaan ke kondisi dan lokasi
sekarang.
2.3 PENGAKUAN SEBAGAI BEBAN
Nilai tercatat persediaan harus diakui sebagai beban pada saat persediaan di jual dan pada
periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut.Demikian bila terjadi penurunan nilai
di bawah biaya menjadi nilai realisasi neto, seluruh kerugian persediaan tersebut diakui
sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut.Demikian pada SAK
ETAP menyatkan bila persediaan dijual maka jumlah tercatatnya diakui sebagai beban
periode saat pendapatan yang terkait diakui. Untuk beberapa persediaan dapat dialokasikan
ke aset lain. Sebagai contoh, persediaan yang digunakan sebagai komponen aset tetap yang
dibangun sendiri. Sedangkan untuk alokasi persediaan ke aset lain diakuinya sebagai beban
selama umur manfaat aset tersebut.
2.4 PENCATATAN PERSEDIAAN
Dalam akuntansi terdapat dua sistem pencatatan persediaan, yaitu :
1. Sistem Perpetual
Dalam sistem perpetual ini persediaan biasanya dapat diketahui secara terus-menerus
tanpa melakukan inventarisasi fisik (stock opname). Oleh karena itu, setiap jenis
barang dibuat kartu, dan setiap mutasi persediaan dicatat dalam kartu, baik harga
maupun jumlah barang (kuantitas), sehingga pengendalian persediaan menjadi sangat
mudah, yaitu dengan melakukan pencocokan antara kartu persediaan dan hasil
inventarisasi fisik. Pencatatan persediaan menggunakan sistem perpetual menjadi
rumit bila ternyata jenis barang yang dicatatnya cukup banyak, kecuali jika sistem
informasi yang memanfaatkan teknologi computer telah diaplikasikan. Sebagai
contoh :
a. Pada tanggal 2 Januari 2011 Tuan Yahya membeli 4.000 karung semen @ Rp
40.000 per karung dari PT Semen Cibinong
b. Pada tanggal 5 Januari 2011 Tuan Yahya menjual 3.000 karung semen @ Rp
45.000 kepada PT Maju
Tgl
Akun
Persediaan
Utang Dagang
Debit
160.000.000
Kredit
160.000.000
Tgl
Akun
Piutang Dagang
Penjualan
Debit
135.000.000
Akun
Harga Pokok Penjualan
Debit
120.000.000
Kredit
135.000.000
Persediaan
Kredit
120.000.000
2. Sistem Periodik
Dalam sistem periodik, persediaan dihitung dengan melakukan inventarisasi pada
akhir periode.Hasil penghitungan tersebut dipakai untuk menghitung Harga Pokok
Penjualan.Pada sistem periodik, setiap mutasi persediaan tidak dibuatkan pencatatan
dan penghitungan persediannya, seperti telah disebutkan dan tetap dilakukan
pengendalian persediaan. Contoh sebagaimana disebutkan tersebut selanjutnya dapat
dibuat ayat jurnal sebagai berikut :
a. Pada saat pembelian
Tgl
Akun
Pembelian
Utang Dagang
Debit
160.000.000
Kredit
160.000.000
Akun
Piutang Dagang
Penjualan
Debit
135.000.000
Kredit
135.000.000
Untuk sistem periodik, ayat jurnal yang berhubungan dengan Harga Pokok
tidak dibuat karena Harga Pokok Penjualan dihitung secara periodic pada akhir
periode akuntansi.
2.5PENETAPAN PERSEDIAAN DAN PELAPORAN DALAM LAPORAN
KEUANGAN
Harga pokok penjualan terdiri atas seluruh pengeluaran, baik langsung atau tidak
langsung, untuk memperoleh persediaan tersebut, dalam hal tertentu sebagai contoh dalam
7
perusahaan industri, persediaan dapat dikategorikan sebagai persediaan bahan baku atau
persediaan barang jadi.
Selanjutnya dalam laporan keuangan, persediaan disajikan dineraca atau di laporan laba rugi.
Persediaan di neraca mnggambarkan nilai persediaan pada tanggal penyusunan neraca,
sedangkan dilaporan laba rugi persediaan akan muncul dalam perhitung Harga Pokok
Penjualan. Namun pada umumnya, nilai persediaan dinyatakan dalam neraca sebesar harga
pokok atau harga perolehannya.Harga perolehan meliputi seluruh biaya yang secara atau
tidak langsung terjadi, sebagai contoh biaya pengangkutan dan premi asuransi.Nilai
persediaan di neraca dan di laporan laba rugi tersebut saling berhubungan. Hal ini dapat di
tunjukan yaitu apabila persediaan dinilai terlalu rendah pada akhir periode, maka laba pada
akhir periode juga akan menjadi lebih rendah, demikian pula sebaliknya. Gambaran
hubungan dan pengaruh keduanya terlihat seperti perhitungan berikut:
(dalam jutaan rupiah)
I.
Neraca
ASET
Kas.
Piutang...
Persediaan..
Aset lainnya
Th. 2011
Th.2012
Rp 22.000,00
Rp 30.000,00
Rp 40.000,00
Rp 290.000,00
Rp 382.000,00
Rp 25.000,00
Rp 30.000,00
Rp 60.000,00
Rp 302.000,00
Rp 417.000,00
Th. 2011
Th. 2012
Rp 50.000,00
Rp 262.000,00
Rp 70.000,00
Rp 382.000,00
Rp 50.000,00
Rp 262.000,00
Rp 105.000,00
Rp 417.000,00
2012
300.000,00
300.000,00
30.000,00
40.000,00
Pembelian
140.000,00+
165.000,00+
170.000,00
205.000,00
40.000,00
60.000,00
Persediaan Akhir
HPP
130.000,00 -
145.000,00 -
Laba Bruto
170.000,00
155.000,00
Biaya Operasional
120.000,00 -
120.000,00 -
Laba Bersih
50.000,00
35.000,00
20.000,00+
70.000,00+
70.000,00
105.000,00
Metode ini mendasarkan pada asumsi bahwa barang yang masuk pertama akan
dikeluarkan pertama. Contoh lebih rinci dapat terlihat pada bagan berikut :
(dalam ribuan rupiah)
Tgl
Uraian
Pembelian
Kuant
HS
(Unit)
(Rp)
400
11.500
Pemakaian / Hpp
Kuant
HS
Jumlah
(Unit)
(Rp)
(Rp)
-
2/1
10/1
Saldo
Pembelian
15/1
Pemakaian
200
100
10.000
11.500
3.150.000
18/1
Pembelian
100
12.500
24/1
Pembelian
200
12.000
30/1
Pemakaian
300
11.500
100
12.500 4.700.000
Berdasarkan rincian di atas dapat ditetapkan:
Kuant
(Unit)
200
200
400
300
300
100
300
100
200
200
Saldo
HS
Jumlah
(Rp)
(Rp)
10.000
2.000.000
10.000
11.500
6.600.000
11.500
3.450.000
11.500
12.500
11.500
12.500
12.000
12.000
Rp 7.850.000.000,00
Rp2.400.000.000,00
4.700.000
7.100.000
2.400.000
Uriaan
Pembelian
Kuant
(unit)
02/01
HS
(Rp)
Pemakaian/HPP
Kuant
(unit)
HS
(RP)
Jumlah
Saldo
10/01 Pembelian
400
11.500
15/01 Pemakaian
18/01 Pembelian
300
100
12.500
11.500 3.450.000
Saldo
Kuant
(unit)
HS
(Rp)
Jumlah
200
10.000 2.000.000
200
400
10.000
11.500 6.600.000
200
100
10.000
11.500 3.150.000
200
100
100
10.000
11.500
12.500 4.400.000
10
24/01 Pembelian
200
12.000
30/03 Pemakaian
100
100
200
11.500
12.500
12.000
200
100
100
200
10.000
11.500
12.500
12.500 6.800.000
200
10.000 2.000.000
4.800.000
Dari data diatas dapat ditetapkan:
Harga Pokok Pemakaian atau Penjualan Bulan Januari
Per 18 januari
Rp 3.450.000.000,00
Per 24 Januari
Rp 4.800.000.000,00
Total
Rp 8.250.000.000,00
= Rp 2.000.000.000
= Rp 4.600.000.000
= Rp 1.250.000.000
= Rp 2.400.000.000
11
Urian
Pembelian
Kuant.
(unit)
HS
(Rp)
Pemakaian
Kua
nt.
(unit
)
HS
(Rp)
Jumlah
02/1 Saldo
10/1 Pembelian
400
11.500
15/1 Pemakaian
300
11.000
3.300.000
Saldo
Kuant.
(unit)
HS
(Rp)
Jumlah
200
10.000
2.000.000
600
11.000
6.600.000
300
11.000
3.300.000
18/1 Pembelian
100
12.500
400
11.375
4.550.000
24/1 Pembelian
200
12.000
600
11.583,33
6.950.000
200
11.583,33 2.316.666,67
30/1 Pemakaian
Berdasarkan Estimasi
Penetapan besarnya nilai persediaan akhir dapat dilakukan dengan mendasarkan
estimasi pada
a. Metode Laba Kotor
Pada metode ini nilai persediaan akhir dihitung mundur dan biasanya digunakan
dalam eadaan khusus.Sebagai contoh, perusahaan dalam kondisiterbakar, sehingga
sulit menetapkan secara fisik nilai persediaan akhir.
Contoh :
Data yang diperoleh dari buku perusahaan yang dapat diselamatkan :
Total Penjualan
Pembelian
Persediaan Awal Barang
Laba Kotor Penjualan 40% dari harga jual
Rp 20.000.000,00
RP 10.000.000,00
Rp 16.000.000,00
Rp 26.000.000,00
Rp 14.000.000,00
Contoh :
Harga Pokok
Harga Jual
Persediaan Awal
Rp 30.000.000,00
Rp. 50.000.000,00
Pembelian
Rp 390.000.000,00 + Rp550.000.000,00 +
Rp 420.000.000,00
Rp 600.000.000,00
x 100% = 70%
600.000.000
Taksiran persediaan barang akhir dapat dihitung sebagai berikut :
Barang Tersedia Dijual
Rp 600.000.000,00
Penjualan
Rp 520.000.000,00
Rp 80.000.000.00
Rp 56.000.000,00
Rp 30.000.000,00
Pembelian
Rp 390.000.000,00 +
Rp 420.000.000,00
Persediaan Akhir
Rp 56.000.000,00 -
Rp 364.000.000,00
Apabila dua metode tersebut dibandingkan, terlihat bahwa metode Laba kotor
menggunakan Current Period Ratio.
2.7 METODE PENILAIAN LAINNYA
14
Sebagaimana telah dijelaskan, menetapkan nilai persediaan akhir atau harga pokok
penjualan tidak didasarkan pada harga perolehan. Hal ini terjadi apabila ternyata manfaat
persediaan tidak sepadan dengan harga pokoknya, sebagai contoh akibat kerusakan fisik
barang atau sebab lainnya, oleh karena itu dalam menetapkan persediaan akhir atau harga
pokok penjualan digunakan :
a. Harga Terendah antara Harga Perolehan dan Harga Pasar ( Lower of cost or
market whichever is lower LOCOM)
Kenyataan yang ada di perusahaan bahwa persediaan barang digudang secara fisik
mengalami kerusakan sehingga manfaatnya tidak lagi sepadan dengan harga pokok
atau akibat lainnya seperti perubahan tingkat harga.Oleh karena itulah pada
umumnya, persediaan dan harga pasarnya, selisih penurunan tersebut diakui sebagai
kerugian pada saat terjadinya.
Sebagai gambaran di contohkan pada perhitungan berikut ini :
(dalam ribuan rupiah)
No
1
2
3
4
Jenis
Barang
A
B
C
D
Jumlah
Unit
500
400
200
300
Harga
Harga
Pokok
pokok
Total
Harga
Harga
per unit
pasar per
Pokok
(Rp)
unit (Rp)
(Rp)
5.000.000
6.000.000
1.600.000
3.600.000
16.200.00
4.500.000
8.000.000
1.800.000
2.100.000
16.400.00
10.000
15.000
8.000
12.000
9.000
20.000
9.000
7.000
LOCOM
(Rp)
Pasar (Rp)
4.500.000
6.000.000
1.600.000
2.100.000
14.200.000
15
16
dengan kewajaran dan kelaziman yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa sebagai
mana yang diamanatkan dalam Pasal 18 Ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Penetapan besarnya nilai persediaan atau nilai pemakaian menjadi sangat penting, karena
berpengaruh ke harga pokok produksi. Cara penilaian persediaan yang berbeda pada akhirnya
akan mempengaruhi besarnya penghasilan kena pajak.
Beberapa kebiasaan bisnis yang dapat terjadi bahwa wajib pajak membuat perjanjian
pembelian dengan hrga tetap, walaupun kenyataannya muncul perubahan harga.Perubahan
yang terjadi, berupa penurunan harga pasar, sehingga kerugian diakui pada saat terjadinya
penurunan harga, walaupun barnag tersebut belum diserahkan.Sebagai contoh, pada bulan
Desember 2011 PT Baruna telah melakukan pembelian barang dengan perjanjian seperti di
atas dengan harga pembelian Rp 300.000.000. Barang tersebut diterima pada bulan Maret
tahun 2012 dan pada bulan Desember tahun 2011 harga turun menjadi Rp 100.000.000.
Sesuai praktik akuntansi komersial, kerugian sebesar Rp 200.000.000 dibebankan sebagai
kerugian tahun 2012 dengan ayat jurnal :
Tgl
Akun
Kerugian
Persediaan
Debit
200.000.000
Kredit
200.000.000
1.
No
Data mutasi barang dagangan PT Maju tahun 2010, 2011, dan 2012 secara rinci :
Keterangan
1
2
3
4
5
6
Tahun 2010
Unit
Harga/Unit
Persediaan Awal
Pembelian ke-1
Pembelian ke-2
Pembelian ke-1
Pembelian ke-2
Persediaan akhir
(Rp)
10.000
15.000
4.000
4.000
3.000
2.000
3.000
Tahun 2011
Unit
Harga/Unit
Tahun 2012
Unit
Harga/Unit
(Rp)
3.000
2.000
3.000
2.000
2.000
4.000
17.000
20.000
(Rp)
4.000
3.500
2.000
2.500
4.000
3.000
20.000
25.000
Keterangan
(dalam ribuan)
Tahun 2010
Tahun 2011
Tahun 2012
Persediaan Awal
(Rp)
-
(Rp)
30.000
(Rp)
47.000
Pembelian Ke-1
40.000
34.000
70.000
Pembelian Ke-2
60.000
60.000
50.000
Barang
100.000
124.000
167.000
(30.000)
(47.000)
(30.000)
70.000
77.000
137.000
Tersedia
untuk
Dijual
5
Persediaan Akhir
b.
(dalam ribuan)
Keterangan
Tahun 2010
Tahun 2011
Tahun 2012
(Rp)
45.000
34.000
60.000
(Rp)
62.000
70.000
50.000
Persediaan Awal
(Rp)
-
Pembelian Ke-1
40.000
Pembelian Ke-2
Barang
60.000
100.000
139.000
182.000
(45.000)
(77.000)
(70.000)
55.000
62.000
112.000
Tersedia
untuk
Dijual
5
Persediaan Akhir
Keterangan
Hasil Penjualan
Harga Pokok Barang Dijual
Laba Kotor
Tahun
Tahun 2011
Tahun
Total (Rp)
2010 (Rp)
150.000
(Rp)
160.000
2012 (Rp)
325.000
635.000
(70.000)
(77.000)
(137.000)
(284.000)
80.000
83.000
188.000
351.000
19
Keterangan
Hasil Penjualan
Harga Pokok Barang Dijual
Laba Kotor
Tahun
Tahun 2011
Tahun
Total (Rp)
2010 (Rp)
150.000
(Rp)
160.000
2012 (Rp)
325.000
635.000
(55.000)
(62.000)
(112.000)
(229.000)
95.000
98.000
123.000
406.000
Keterangan
Laba Sebelum Pajak
Laba Komersial
80.000
Laba Fiskal
95.000
Selisih
(15.000)
11.750
11.750
1.500
1.500
10.250
11.750
(1.500)
Laba Bersih
69.750
83.250
(13.500)
PPh Terutang
11.750
11.750
1.500
1.500
Apabila diperhatikan, laba kotor sesuai laporan keuangan fiskal lebih besar dibanding laba
kotor sesuai laporan keuangan komersial berturut ditahun 2010, 2011, dan 2012.Beban Pajak
Penghasilan juga menjadi lebih besar.Perbedaan-perbedaan sebagai waktu perbedaan waktu
dapat dikurangkan yang diakuinya sebagai aset pajak tangguhan dalam masa-masa tersebut
seperti yang digambarkan pada tahun 2010 dan tahun 2011 dan seterusnya.
Aset pajak tangguhan = 10% x Rp 15.000.000,00 = Rp 1.500.000,00 pengakuannya pada
akhir tahun 2010 dengan ayat jurnal:
Tanggal
31 Des 2010
Keterangan
Beban Pajak Penghasilan
Debit (Rp)
10.250.000
1.500.000
Kredit (Rp)
11.750.000
20
Uraian tersebut dalam cara yang sama pada butir e akan menghasilkan perhitungan
untuk tahun 2010 dan tahun 2011 sebagai berikut:
(dalam ribuan)
No
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
Tahun 2010
Akuntansi
Fiskal
83.000
98.000
12.200
12.200
1.500
0
10.700
12.200
72.300
85.800
12.200
12.200
1.500
0
Tahun 2011
Akuntansi
Fiskal
188.000
213.000
46.400
46.400
2.500
0
43.900
46.400
144.100
0
46.400
46.400
2.500
0
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persediaan (inventory), adalah meliputi semua barang yang dimiliki perusahaan pada saat
tertentu, dengan tujuan untuk dijual atau dikonsumsi dalam siklus operasi normal perusahaan.
Metode yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan pencatatan persediaan ada dua,
yaitu: Metode Periodik dan Metode Perpetual.Sistem pencatatan (administrasi) persediaan
ada dua, yang pertama sistem fisik/periodik (periodic inventory system), berdasarkan sistem
ini persediaan ditentukan dengan melakukan menghitung fisik terhadap persediaan.
Penghitungan fisik persediaan dilakukan secara periodik.Dalam sistem ini pencatatan
terhadap mutasi persediaan tidak selalu diikuti. Oleh karena itu prosedur penghitungan fisik
persediaan pada akhir periode harus dilakukan (mandatory procedure) untuk dapat
menentukan fisik persediaan yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan. Hasil
perhitungan fisik ini dipakai sebagai dasar penentuan nilai persediaan.Yang kedua, sistem
perpetual (perpetual inventory system), Pencatatan terhadap mutasi persediaan selalu diikuti
22
secara konsisten, dengan mencatat semua transaksi yang menyebabkan berkurang atau
bertambahnya persediaan.
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan kesempatan berikutnya.
23