Você está na página 1de 13

Hubungan Konsumsi Makanan Tinggi Yodium dan Faktor-faktor Lainnya dengan

Tinggi Badan Murid SD Negeri 02 Kelurahan Wijaya Kusuma


di Kecamatan Grogol Petamburan periode Februari 2016
Daniel Hosea, Eunike Dian Secapramana, Maria Mustika Dewanti
1

Program Profesi Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Terusan Arjuna No.6, Kebon Jeruk, Telp: 021-5666951
Alamat korespondensi: danielhosea7@yahoo.com

Abstrak
Tinggi badan anak yang pendek masih merupakan suatu masalah global. Berdasarkan data WHO 2010
diperkirakan sekitar 171 juta anak mengalami stunting (pendek). Berdasarkan data Riskesdas 2013
secara nasional prevalensi pendek pada anak umur 5-12 tahun adalah 30,7 % (12,3% sangat pendek
dan 18,4% pendek). Prevalensi sangat pendek terendah di Daerah Istimewa Yogyakarta (14,9%) dan
tertinggi di Papua (34,5 %). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi makanan
tinggi yodium dan faktor-faktor lainnya dengan tinggi badan murid SD Negeri 02 Kelurahan Wijaya
Kusuma di Kecamatan Grogol Petamburan periode Februari 2016. Penelitian ini menggunakan desain
deskriptif-analitik dengan pendekatan cross sectional pada tanggal 22024 Februari 2016. Subjek
penelitian sebanyak 100 murid SD Negeri 02 Kelurahan Wijaya Kusuma. Teknik sampling
menggunakan menggunakan metode probability sampling dengan cara multistage random sampling di
Puskesmas Wijaya Kusuma. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan mikrotoise. Variabel
terikat berupa tinggi badan murid SD Negeri 02 Kelurahan Wijaya Kusuma Kecamatan Grogol
Petamburan, Jakarta Barat. Analisis yang digunakan adalah Chi Square dengan taraf signifikansi 5%
dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan program SPSS v16. Uji statistic menunjukkan adanya
hubungan bermakna antara konsumsi makanan tinggi yodium dengan tinggi badan murid SD
(p=0.000), antara tinggi badan ayah dengan tinggi badan murid SD (p=0.009), antara konsumsi
makanan bergizi seimbang dengan tinggi badan murid SD (p=0.024).
Kata kunci: Tinggi badan, yodium, murid SD, pendek
Abstract
Short stature children is a global problem. Based on the data from the WHO in 2010 estimated
around 171 million children were stunted (short). Based on the data from the Riskesdas 2013 the
short prevalence in children aged 5-12 years was 30.7% (12.3% short and 18.4% very short). The
lowest prevalence of stunted is at Yogyakarta (14.9%) and highest at Papua (34.5%). This study aims
to determine the high consumption iodine in food and other factors associated with elementary
students height at SD Negeri 02 Wijaya Kusuma, Grogol Petamburan District, West Jakarta,
February 2016. This study used a descriptive-analytic design with cross sectional approach on 22 th24th February 2016. The research subjects were 100 students. The technique used a probability
sampling method with multistage random sampling. The instrument used were questionnaire dan
microtoise. The dependent variable is height in elementary student at SD Negeri 02 Wijaya Kusuma,
Grogol Petamburan district, West Jakarta. The analysis was used Chi-Square test with significance
level of 5% with confidence level of 95% using SPSS v16. Statistical test showed a statistically
significant association between the high consumption iodine in food with height in elementary
students height (p = 0.000), between father's height with elementary students height (p = 0.009),
between balanced consumption with elementary students height (p = 0024).

Keywords: Height, iodine, elementary student, stunted

Pendahuluan

berdasarkan umur) pada anak umur 5-18

Penilaian pertumbuhan merupakan


komponen pengawasan kesehatan anak
yang sangat penting. Pengukuran harus
diukur

dan

dibandingkan

dengan

menggunakan kurva pertumbuhan, serta


mengikuti pola pertumbuhan anak dapat
dilihat bahwa pertumbuhan anak masih
dalam batas normal atau perlu evaluasi
lebih lanjut.1
Berdasarkan

laki-laki, prevalensi pendek tertinggi di


umur 13 tahun (40,2 %), sedangkan pada
anak perempuan di umur 11 tahun
(35,8%).

Selain

itu

secara

nasional

prevalensi pendek pada anak umur 5-12


tahun adalah 30,7 % (12,3% sangat pendek
dan 18,4% pendek). Prevalensi sangat
pendek terendah di Daerah Istimewa
Yogyakarta (14,9%) dan tertinggi di Papua

dari

WHO,

dilakukan

untuk

(34,5 %).3
Diperkirakan 241 juta anak usia

menghitung prevalensi dan kecenderungan

sekolah di seluruh dunia memiliki asupan

terjadinya stunting pada anak yang baru

yodium yang tidak mencukupi bahkan

lahir sampai usia 60 bulan, baik laki-laki

terjadi sampai terjadi defisiensi yodium

maupun perempuan yang menggunakan

ringan-sedang

standar pertumbuhan WHO. Pada tahun

menyebabkan

2010, diperkirakan sekitar 171 juta anak

perkembangan psikomotor dan intelektual

mengalami

global, anak yang pendek menurun dari

anak-anak.4
Menurut Ditjen Bina Gizi dan

39,7 % pada tahun 1990 menjadi 26,7%

Kesehatan Ibu dan Anak, kementerian

pada tahun 2010.


Sementara itu kependekan pada

kesehatan dari data per 20 Februari 2015

anak yang terjadi di Afrika mengalami

mengkonsumsi garam beryodium pada

stagnansi sejak tahun 1990 yaitu sekitar

tahun 2014 adalah sebesar 90%. Secara

40%, sedangkan di Asia menunjukkan

nasional cakupan rumah tangga dengan

penurunan yang drastis dari 49% pada

konsumsi

tahun 1990 menjadi 28% pada tahun 2010,

mencapai target yaitu 91%, namun masih

hampir mengurangi separuh dari jumlah

terdapat 6 provinsi yang belum mencapai

anak yang mengalami kependekan dari

target yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat,

penelitian

yang

stunting

data

tahun menurut jenis kelamin pada anak

(pendek).

Secara

190 juta menjadi 100 juta anak.


Berdasarkan data dari

Riset

Kesehatan Dasar 2013 secara keseluruhan,


prevalensi

pendek

(tinggi

badan

yang

telah

kelainan

terbukti
pada

diketahui proporsi rumah tangga yang

garam

beryodium

telah

Maluku, Nusa Tenggara Timur, Aceh, Bali


dan Banten, dengan cakupan terendah di

provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu hanya

independen berupa konsumsi makanan

sebesar 54,7%.5
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar

tinggi yodium, tinggi badan ayah, tinggi

tahun 2013 didapatkan bahwa kadar


yodium dalam garam ditentukan sebesar
30-80 ppm. Diketahui bahwa 50,8% atau
separuh dari garam rumah tangga yang
beredar di Indonesia mempunyai kadar
yodium yang kurang, 43,2% punya kadar
yodium yang cukup, 5% berlebih dan 1%
yang tidak beryodium. Jadi meskipun
cakupan rumah tangga dengan konsumsi
garam beryodium cukup tinggi namun
kurang dari setengahnya yang kadar
garamnya memenuhi standar.5
Metode
Desain penelitian yang digunakan

badan

ibu,

jenis

kelamin,

konsumsi

makanan bergizi seimbang, pendapatan


orang tua dan pendidikan ibu. Kriteria
inklusinya yaitu murid yang hadir pada
saat penelitian, murid yang telah terpilih
dan tinggal bersama orang tua, orang tua
murid yang dapat membaca dan menulis
serta memahami Bahasa Indonesia dengan
baik dan benar, serta orang tua murid yang
bersedia ikut dalam penelitian. Data primer
didapatkan melalui pengukuran tinggi
badan murid SD dengan microtoise serta
kuisioner yang diisi oleh orang tua murid.
Pada keadaan normal, tinggi badan
tumbuh seiring dengan pertambahan umur,

adalah studi deskriptif analitik dengan

sesuai dengan tabel WHO Height for Age

pendekatan cross sectional. Pengambilan

5-19 tahun.

sampel dalam penelitian menggunakan

score < -2,0 dan normal jika Z-score

metode probability sampling dengan cara

-2,0.3

melakukan Multistage Random Sampling.


Dari enam SD Negeri di Kelurahan Wijaya
Kusuma secara Simple Random Sampling
didapatkan SD Negeri 02 Kelurahan
Wijaya Kusuma dengan jumlah murid
sebanyak 176 orang.
Murid yang

menjadi

subjek

stratified random sampling di SD Negeri


Kelurahan

Makanan tinggi yodium adalah


makanan yang mengandung

zat tinggi

yodium. Kebutuhan yodium pada murid


SD dari usia 7 sampai 13 tahun yaitu 90120 mcg. Biasanya dapat dijumpai pada
garam beryodium, rumput laut, ikan

penelitian ditentukan dengan Proportional


02

Dikatakan pendek bila Z-

Wijaya

Kusuma

di

Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta


Barat.
Sebagai variabel dependen berupa
tinggi badan murid SD dan variabel

sardine, ikan salmon, ikan tuna, kerang,


udang, susu sapi, telur, jagung.
Tinggi badan ayah

dan

ibu

merupakan salah satu antropometri yang


menggambarkan postur tubuh ayah
ibu kandung dari seorang anak.
Berdasarkan ASEAN

dan

Average

Height tahun 2014, tinggi badan rata-rata

orang Indonesia pada laki-laki dewasa

dan zat pengatur setiap kali makan setiap

yaitu 158 cm dan tinggi perempuan

harinya dan dikatakan seimbang bila anak

dewasa yaitu 148 cm. Dikatakan pendek

sudah mengkonsumsi beraneka ragam dan

bila tinggi ayah < 158 cm dan tinggi ibu <

mengandung zat tenaga, zat pembangun

148 cm serta normal bila tinggi ayah 158

dan zat pengatur sesuai dengan kebutuhan

cm dan tinggi ibu 148 cm. Jenis kelamin

tubuhnya setiap kali makan setiap harinya.


Pendapatan
merupakan semua

adalah

perbedaan

antara

perempuan

dengan laki-laki secara biologis sejak


seseorang lahir.
Gizi seimbang adalah makanan

hasil yang diterima dari ayah dan ibu


sebagai tanda balas jasanya dalam proses
produksi.

Pendapatan dinilai dengan

yang dikonsumsi individu dalam satu hari

satuan

yang beraneka ragam dan mengandung zat

dibandingkan

tenaga, zat pembangun dan zat pengatur

propinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2015

sesuai dengan kebutuhan tubuhnyaTiap

yang ditetapkan oleh Gubernur, yaitu

makanan dapat saling melengkapi dalam

sebesar Rp. 3.100.000,-/bulan. Dikatakan

zat-zat gizi yang dikandungnya. Dikatakan

kurang bila pendapatan < UMP dan cukup

kurang

bila pendapatan UMP.


Pendidikan ialah proses belajar

seimbang

bila

anak

tidak

mengkonsumsi beraneka ragam makanan


serta tidak secara lengkap mengkonsumsi
makanan yang mengandung zat tenaga, zat
pembangun dan zat pengatur setiap kali
makan setiap harinya, cukup seimbang bila
anak

sudah

mengkonsumsi

ragam makanan namun

beraneka

tidak

secara

lengkap mengkonsumsi makanan yang


mengandung zat tenaga, zat pembangun

rupiah

per

bulan

dengan

upah

(Rp/bulan)
minimum

formal yang berlangsung secara teratur,


bertingkat dan berdasarkan syarat-syarat
tertentu secara ketat, serta pendidikan ini
berlangsung di sekolah.35 Pendidikan ibu
dikatakan rendah bila tidak sekolah, tamat
SD, tamat SMP, dikatakan sedang bila
tamat

SMA

dan

tinggi

bila

tamat

perguruan tinggi (S1).

Hasil Penelitian
Tabel 4.1 Analisis Univariat dari Sebaran Tinggi Badan Berdasarkan Umur pada
Murid SD Negeri 02 Kelurahan Wijaya Kusuma Kecamatan Grogol Petamburan,
Jakarta Barat, Februari 2016.

Variabel

Frekuensi

Persentase (%)

(n=100)
Tinggi Badan/Usia
Pendek
Normal

18
82

18.0
82.0

Tabel 4.2 Analisis Univariat dari Berbagai Faktor yang Berhubungan dengan Tinggi
Badan Berdasarkan Usia pada Murid SD Negeri 02 Kelurahan Wijaya Kusuma
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Februari 2016.

Variabel

Frekuensi

Persentase (%)

(n=100)
Makanan Tinggi Yodium
Tidak
Ya

29
71

29.0
71.0

Tinggi Badan Ayah


Pendek
Normal

9
91

9.0
91.0

Tinggi Badan Ibu


Pendek
Normal

8
92

8.0
92.0

Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan

46
54

46.0
54.0

Gizi Seimbang
Kurang Seimbang
Cukup Seimbang
Seimbang

25
31
44

25.0
31.0
44.0

Pendapatan Orang Tua


Kurang
Cukup

50
50

50.0
50.0

Pendidikan Ibu
Rendah
Sedang
Tinggi

41
42
17

41.0
42.0
17.0

Tabel 4.3 Analisis Bivariat dari Berbagai Faktor yang Berhubungan dengan Tinggi
Badan Berdasarkan Umur pada Murid SD Negeri 02 Kelurahan Wijaya Kusuma
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Februari 2016.

Tinggi Badan/Umur
Variabel

Total

Uji

Nilai p

H0

Pendek

Normal

13
5

16
66

29
71

Chi
Square

0.000

Ditolak

5
13

4
78

9
91

Fisher

0.009

Ditolak

1
17

7
75

8
92

Fisher

1.000

Gagal
Ditolak

7
11

39
43

46
54

Chi
Square

0.684

Gagal
Ditolak

8
7
3

17
24
41

25
31
44

Chi
Square

0.024

Ditolak

12

38

50

Chi

Makanan Tinggi
Yodium
Tidak
Iya

Tinggi Badan Ayah


Pendek
Normal

Tinggi Badan Ibu


Pendek
Normal

Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan

Gizi Seimbang
Kurang
Cukup
Seimbang

Pendapatan Orang
Tua
Kurang

Gagal

Cukup

44

50

Square

10
5
3

31
37
14

41
42
17

Chi
Square

0.193

ditolak

Pendidikan Ibu
Rendah
Sedang
Tinggi

Pembahasan
Analisis Bivariat
1. Hubungan antara Tinggi Badan Ayah
dengan Tinggi Badan Murid SD.
Berdasarkan tabulasi silang pada
tabel

bivariat,

Gagal
Ditolak

penelitian ini berbeda dari penelitian


sebelumnya yang dilakukan oleh Ria
di Balige, karena berdasarkan tinjauan
pustaka

dikatakan

tinggi

badan

bahwa

merupakan produk atau hasil interaksi

persentase tinggi badan ayah yang

faktor genetik yang bersifat turun

normal sebanyak 91 orang (91%) dan

temurun

tinggi

kontinyu dari generasi ke generasi

badan

didapatkan

0.334

ayah

yang

pendek

sebanyak 9 orang (9%).


Hubungan antara tinggi badan
ayah

dengan

tinggi

badan

anak

berdasarkan tabel, digabung, melalui


uji Fisher didapatkan nilai p= 0.009,
dengan nilai p<0.05, H0 ditolak, yang
berarti ada hubungan yang bermakna
secara statisitik antara tinggi badan
ayah dengan tinggi badan anak.
Berdasarkan hasil penelitian Ria
tentang

hubungan

pola

konsumsi

makanan dan konsumsi susu dengan


tinggi badan anak usia 6-12 tahun di
SDN 173538 Balige diketahui bahwa
tidak

terdapat

hubungan

yang

bermakna antara tinggi badan ayah


dengan tinggi badan anak.

17

Hasil

atau

diturunkan

secara

berikutnya. 15
2. Hubungan antara Tinggi Badan Ibu
dengan Tinggi Badan Murid SD.
Berdasarkan tabulasi silang tabel
bivariat, didapatkan bahwa persentase
tinggi

badan

ibu

yang

normal

sebanyak 92 orang (92%) dan tinggi


badan ibu yang pendek sebanyak 8
orang (8%).
Hubungan antara tinggi badan ibu
dengan tinggi badan anak berdasarkan
tabel, digabung melalui uji Fisher
didapatkan nilai p= 1.000, dengan
nilai p>0.05, H0 gagal ditolak, yang
berarti tidak ada hubungan yang
bermakna secara statistik antara tinggi
badan ibu dengan tinggi badan anak.

Hal

ini

sesuai

dengan

hasil

umur 13 tahun (40,2 %), sedangkan

penelitian Ria tentang hubungan pola

pada anak perempuan di umur 11

konsumsi makanan dan konsumsi susu

tahun (35,8%).3 Namun untuk studi

dengan tinggi badan anak usia 6-12

yang mengatakan bahwa laki-laki

tahun di SDN 173538 Balige yang

lebih banyak daripada perempuan

diketahui

bahwa

terdapat

tidak terbukti. Pada penelitian kami

hubungan

yang

antara

tidak ditemukan adanya hubungan

tidak
bermakna

tinggi badan ibu dengan tinggi badan

jenis kelamin

anak.

murid SD.

3. Hubungan

antara

Jenis

Kelamin

dengan Tinggi Badan Murid SD.


Sebaran jenis kelamin pada murid

dengan tinggi badan

4. Hubungan antara Konsumsi Makanan


Bergizi

Seimbang

SD Negeri 02 Kelurahan Wijaya

Badan Murid SD.


Sebaran gizi

Kusuma

murid SD

periode

Februari

dengan
seimbang

Tinggi
pada

Negeri 02 Kelurahan

dikategorikan menjadi dua yaitu murid

Wijaya

laki-laki

dikategorikan menjadi tiga yaitu gizi

dan

murid

perempuan.

Kusuma periode Februari

Didapatkan jumlah murid laki-laki

kurang

sebanyak 46 orang (46%) dan murid

seimbang

perempuan sebanyak 54 orang (54%).


Hubungan antara jenis kelamin

Didapatkan jumlah anak dengan gizi

murid

SD

Negeri

02 Kelurahan

Wijaya Kusuma periode Februari


dengan

tinggi

badan

murid

SD

berdasarkan tabel, digabung, yang

seimbang,
dan

gizi

gizi

cukup

seimbang.

seimbang sebanyak 44 orang (44%),


anak dengan gizi cukup seimbang
sebanyak 31 orang (31%) dan gizi
kurang seimbang sebanyak 25 orang

diuji dengan Chi Square dengan

(25%).
Hubungan antara gizi seimbang

Continuity Correction didapatkan nilai

dengan tinggi badan anak berdasarkan

p=0.684, dengan nilai p< 0.05, H0

tabel, digabung, melalui Uji Chi

gagal ditolak, yang berarti tidak ada

Square dengan didapatkan p= 0.024,

hubungan

secara

dengan nilai p<0.05, H0 ditolak, yang

statistik antara jenis kelamin dengan

berarti ada hubungan yang bermakna

tinggi badan murid SD.


Menurut
hasil

secara statistik antara gizi seimbang

yang

bermakna

penelitian

Riskesdas tahun 2010, pada anak lakilaki, prevalensi pendek tertinggi di

dan tinggi badan murid SD. Pada


penelitian

yang

telah

dilakukan

diketahui bahwa frekuensi distribusi

pola makan keluarga ternyata sekitar

yang berarti tidak ada hubungan yang

65% dari responden dengan status gizi

bermakna

baik atau sedang sudah mempunyai

pendapatan orang tua dan tinggi badan

pola

murid SD

konsumsi

gizi

seimbang

secara

statistik

antara

Negeri 02 Kelurahan

meskipun belum lengkap, sedangkan

Wijaya

sekitar 55% pada responden dengan

penelitian

status gizi kurang atau buruk masih

prevalensi

kependekan

terlihat

belum seimbang, karena sayur yang

semakin

menurun

dengan

banyak

meningkatnya status ekonomi rumah

mengandung

vitamin dan

mineral jarang dikonsumsi.


Namun demikian, dari data pola
konsumsi makanan keluarga, pada
umumnya kedua kelompok tersebut
sebagian besar mengkonsumsi bahan
makanan nabati, di mana pada anak

tangga.

Kusuma.

Menurut

Riskesdas

hasil

tahun

2010,

Prevalensi tertinggi (45,6

persen) terlihat pada keadaan ekonomi


rumah tangga yang terendah dan
prevalensi terendah (21,7 persen) pada
keadaan ekonomi rumah tangga yang

dengan status gizi baik atau sedang

tinggi.30
Hasil penelitian yang berbeda

kuantitasnya lebih banyak, sedangkan

dengan penelitian yang dilakukan

sumber

sebelumnya karena disebabkan oleh

protein

hewani

jarang

dikonsumsi oleh kedua kelompok.20


5. Hubungan antara Pendapatan Orang
Tua dengan Tinggi Badan Murid SD.
Sebaran pendapatan orang tua

tinggi badan anak lebih dipengaruhi


oleh asupan gizi yang seimbang,
sehingga pendapatan orang tua yang
cukup belum tentu orang tua tersebut

pada murid SD Negeri 02 Kelurahan

mengetahui cara yang tepat untuk

Wijaya Kusuma periode Februari,

dapat memberikan asupan gizi yang

didapatkan bahwa pendapatan orang

seimbang.

tua yang cukup sebanyak 50 orang


(50%) dan pendapatan orang tua yang
kurang sebanyak 50 orang (50%).
Hubungan antara pendapatan
orang tua dengan tinggi badan anak
berdasarkan tabel, digabung melalui
uji Chi Square dengan Continuity
Correction

didapatkan

p=

0.193,

dengan nilai p>0.05, H0 gagal ditolak,

6. Hubungan

antara

Pendidikan

Ibu

dengan Tinggi Badan Murid SD.


Berdasarkan tabulasi silang pada
tabel

bivariat,

didapatkan

bahwa

persentase pendidikan ibu yang tinggi


sebanyak 17 orang (17%), pendidikan
menengah sebanyak 42 orang (42%),
pendidikan yang rendah 41 orang
(41%).

Hubungan antara pendidikan ibu


dengan

tinggi

badan

murid

2.

SD

tidak

mengkonsumsi

yang

makanan

berdasarkan tabel, digabung, yang

tinggi yodium (29%) dan yang

diuji menggunakan uji Chi Square

mengkonsumsi

didapatkan nilai p= 0.334, dengan


nilai p<0.05, H0 gagal ditolak, yang

3.

bermakna

secara

statistik

konsumsi gizi kurang seimbang


(44%), pendapatan orang tua yang

Berdasarkan penelitian Semba PD et

kurang (50%) dan pendidikan ibu

al. di Indonesia pada Januari 2008,


yang

tinggi

dapat

kemungkinan

stunting

4.

Negeri

sekitar 4-5 %. Hal ini terkait dengan

kapsul

vitamin

5.

A,

pengetahuan lebih tinggi dibanding


yang tinggal dipedesaan.
Kesimpulan
Pada subyek yang diteliti, tinggi
badan murid SD yang pendek
(18%) dan tinggi badan murid SD
yang normal (82%).

murid

Kelurahan
Kecamatan

yang

mempunyai tingkat pendidikan dan

Kecamatan

Grogol

Petamburan Periode 2016.


Terdapat hubungan antara tinggi

badan

dimungkinkan oleh karena penelitian


diperkotaan

Wijaya

bergizi seimbang dengan tinggi

yang lebih baik.35.


Hasil penelitian yang berbeda ini
dilakukan

Kelurahan

badan ayah dan konsumsi makanan

imunisasi anak lengkap, dan sanitasi

ini

02

Kusuma

perilaku pengasuhan terhadap anak,


pemberian

antara

dengan tinggi badan murid SD

anak

yaitu penggunaan garam beryodium,

yang rendah (41%).


Terdapat
hubungan

konsumsi makanan tinggi yodium

menurunkan
pada

yodium (71%).
Pada subyek yang diteliti, tinggi

jenis kelamin perempuan (54%),

anak.
Hal ini tidak sesuai dengan hasil

pendidikan formal ibu

tinggi

tinggi badan ibu yang pendek (8%),

antara

pendidikan ibu dengan tinggi badan

didapatkan

makanan

badan ayah yang pendek (9%),

berarti tidak ada hubungan yang

1.

Pada subyek yang diteliti,

6.

SD

Negeri

Wijaya
Grogol

02

Kusuma
Petamburan

Periode 2016.
Tidak terdapat hubungan antara
tinggi badan ibu, jenis kelamin,
pendapatan

orang

tua

dan

pendidikan ibu dengan tinggi badan


murid SD Negeri 02 Kelurahan
Wijaya Kusuma Kecamatan Grogol
Petamburan Periode 2016.

Daftar Pustaka
1. Levine

DA.

9. National Institute of Health. Iodine.


Pertumbuhan

dan

U.S.

Department

Perkembangan. Nelson Ilmu Kesehatan

Human

Anak Esensial. Ed-6. Jakarta: Saunders

2011.Diunduh

Elsevier. 2014. H 11.


2. Onis M, Blosner M, Borghi E.
Prevalence and trends of stunting

od Health

Services.

June

and
24,

dari

https://ods.od.nih.gov/factsheets/Iodine
-HealthProfessional/

tanggal

16

among pre-school children, 1990

Februari 2016.
10. Yanti F. Perilaku Memasak Ibu Yang

2020. Public Health Nutrition 2011

Baik Dan Benar Kunci Menghasilkan

july 14: 15(1), 142148.


3. Badan Penelitian dan Pengembangan

Balita Yang Sehat. Kulon Progo.

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

2013.
11. Mateljan G. Selenium. the World's

Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta.

Healthiest Foods The George Mateljan

2013.
4. Zimmermann MB. The role iodine in
human

growth

and

development.

Seminars in Cell & Developmental


Biology 2011;22: 645652.
5. Situasi dan analisis penyakit tiroid.
Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI 2015.
6. Rasyid MTA. Cebol atau Stunting.
MPA 322. Juli 2013.H 46-7.
7. Chairunnisa. Pengaruh Penggunaan

Foundation.

Diunduh

dari
:http://www.whfoods.com/genpage.php
?dbid=95&tname=nutrient, tanggal 16
Februari 2016.
12. Thomson CD, Campbell JM, Miller J,
Skeaff SA, Livingstone V. Selenium
and iodine supplementation: effect on
thyroid

function

of

older

New

Zealanders. American Society for

Garam Beryodium Terhadap Status

Nutrition. July 28, 2009. Diunduh dari

Gizi Balita Pendek di Kecamatan

:http://ajcn.nutrition.org/content/90/4/

Amuntai

Tengah

Kabupaten

Hulu

Sungai Utara Tahun 2010. Sekolah


Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Borneo
Banjarbaru. 2011. H 18-20.
8. Mateljan G. Iodine. the

1038.full , 19 Februari 2016.


13. Vitamins and Supplements Lifestyle
Guide. Selenium. WebMD. Diunduh
dari:http://www.webmd.com/vitamins-

World's

Healthiest Foods The George Mateljan


Foundation. Diunduh dari :
http://www.whfoods.com/genpage.php

and-supplements/lifestyle-guide11/supplement-guide-selenium

tanggal 16 Februari 2016.


14. Macht H. Study Links Low Selenium

?tname=nutrient&dbid=69#foodchart ,

Diet

with

Thyroid

Disease.

tanggal 16 Februari 2016.

EndocrineWeb. 14 September 2015.

Diunduh

dari

21. Ginting

SU.

Pola

Makanan

http://www.endocrineweb.com/news/t

Minuman

hyroid-diseases/17120-study-links-

Sehat. Jurnal Ilmu Keolahragaan. Vol

low-selenium-diet-thyroid-disease,

9. No 2. Juli Desember 2011.

tanggal 18 Februari 2016.


15. Sinaga JP. Tinggi Badan Anak dari

Menuju

Fakultas

Budaya

dan

Ilmu

Hidup

Keolahragaan

Segi Faktor Genetik dan Lingkungan

Universitas Negeri Medan. 2011.


22. Peraturan Mentri Kesehatan Republik

(Suku Antropologi Ragawi pada Suku

Indonesia No.41 Tahun 2014 Tentang

Batak Toba). Medikora. Vol IV. No 2.

Pedoman

Oktober 2008. H 111-2.


16. Average Height Male and Female
Height by Country. Diunduh dari :
www.averageheight.co/ , tanggal 24
Februari 2016.
17. Rahayu LS. Hubungan Tinggi Badan
Orang Tua dengan Perubahan Status
Stunting dari Usia 6-12 Bulan ke Usia
3-4 Tahun. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta, 2012. Diunduh dari :
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.ph

Seimbang.

Mentri

Kesehatan Republik Indonesia. 2014.


23.
24. Salma. Jenis-jenis mineral yang wajib
diketahui. Majalah Kesehatan. 10 Juli
2011.

Diunduh

dari

http://majalahkesehatan.com/jenisjenis-mineral-yang-wajib-andaketahui/ , tanggal 18 februari 2016.


25. Prentice A, Dibba B, Sawo Y, Cole TJ.
The effect of prepubertal calcium
carbonate supplementation on the age
of peak height velocity in Gambian

p?
mod=penelitian_detail&sub=Penelitian
=53259 , tanggal : 4 Maret 2015.
18. Nainggoal RS, Aritonang EY, Ardiani
F. Hubungan Pola Konsumsi Makanan
dan Konsumsi Susu dengan Tinggi
Badan Anak Usia 6-12 Tahun di SDN
173538 Balige. Fakultas Kesehatan
Masyarakat

Universitas

Sumatera

Utara. 2014.
19. Hungu. Pengertian Jenis Kelamin.
Diunduh

:http://ajcn.nutrition.org/content/96/5/
1042.full, tanggal 20 Feburari 2016.
26. Ningtyas FW, Asdie AH, Julia M,
Prabandari YS. Eksplorasi Kearifan
Lokal

Masyarakat

Mengkonsumsi
Goitrogenik
Akibat
Departemen

dalam

Pangan

Zat

Terhadap

Gangguan

Kekurangan

Yoidum.

Gizi

Kesehatan

Masyarakat FKM UNEJ. September

www.repository.usu.ac.id, tanggal 18

2012 April 2013.


27. Mateljan G. An Up-to-Date Look at

Januari 2016.
20.

dari

adolescents. American Society for


Nutrition. July 19, 2012. Diunduh dari

Detail&act=view&typ=html&buku_id

2007.

Gizi

Goitrogenic Substances in Food. the

World's Healthiest Foods The George


Mateljan Foundation.Diunduh dari :
http://www.whfoods.com/genpage.php
?tname=george&dbid=250 , tanggal
19 Februari 2016.
28. Ningtyas FW, Asdie AH, Julia M,
Prabandari YS. Makanan mentah,
goitrogenik,
dangangguanakibatkekuranganyodium
DepartemenGiziKesehatanMasyarakat
FKM UNEJ. Vol 18. No 2. Januari
2015.H.105-110
29. Dewi
YL.
Goitrogenic

foods

consumed by school children in


Ngargoyoso subdistrict, Karanganyar
Central

Java,

Indonesia.Journal of Natural Science


Research. 2013; 3 (2): 51-6
30. Basrowi , Juariyah S. Analisis kondisi
sosial ekonomi dan tingkat pendidikan
masyarakat desa srigading, kecamatan
Labuhan

Maringgai

Kabupaten

Lampung Timur. Jurnal Ekonomi &


Pendidikan. 2010; 7(1): 61-2.
31. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Nomor 230
Tahun 2015 Tentang Upah Minimum
Provinsi

Daerah

Khusus

Jakarta. Jakarta. 2015.


32. Picauly I, Toy SM.

Ibukota
Analisis

determinan dan pengaruh stunting


terhadap prestasi belajar anak sekolah
di kupang dan sumba timur, NTT.
Jurnal Gizi dan Pangan, Maret 2013;
8(1):55-62.
33. Ngaisyah. Hubungan sosial ekonomi
dengan kejadian stunting pada balita di

regency,

Provinsi

Tahun

2016.

Gubernur

desa kanigoro, saptosari, gunung kidul.


Jurnal Medika Respati, Oktober 2015;
10: 65-70
34. Faktor Risiko Kejadian Stunting pada
Anak Usia 2-3 Tahun (Studi di
Kecamatan Semarang Timur). Program
Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Eprint Undip.
2013.
35. Semba PD, Pee S, Sun K, et al. Effect
of parental formal education on risk of
child

stunting

in

Indonesia

and

Bangladesh: a cross-sectional study.


The Lancet Journal 2008 Januari 26:
371(9609), 322-8.

Você também pode gostar