Você está na página 1de 26

BAB I

TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Halusinasi adalah kesalahan persepsi yang berasal dari kesalahan
lima

panca

indra

yaitu

pendengaran,

penglihatan,

pengecap, penghidu (Stuart & Laria, 2005).


Halusinasi adalah ketidakmampuan

klien

peraba,

meniali

dan

merespon pada realitas klien tidak dapat membedakan rangsangan


internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan
kenyataan, klien tidak mampu memberi respon secara akurat
sehingga tampak berlaku yang sukar dimengerti dan mungkin
menakutkan (Keliat, 2006).
Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang
diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus
oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke
otak dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang
dinamakan persepsi ( Stuart Gail W, 2007 ).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
sistem penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu
itu penuh/baik. Individu yang mengalami halusinasi seringkali
beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari
lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah
kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian
traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa
takut

ditinggalkan

oleh

orang

yang

diicintai,

tidak

dapat

mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri.


(Budi Anna Keliat, 1999).
Halusinasi

adalah

suatu

keadaan

dimana

seseorang

mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang


mendekat (yang diprakarsai secara internal atau eksternal) disertai

dengan suatu pengurangan, berlebih lebihan, distorsi atau


kelainan berespon terhadap semua stimulus (Towsend, 1998).
Menurut varcorolis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai
terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak dapat
distimulus.
Jadi dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan
persepsi tanpa ada rangsangan dari luar.

B. Rentang Respons Halusinasi


Jika
klien
yang
sehat

persepsinya

akurat,

mampu

mengidentifikasikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan


informasi yang diterima
penglihatan,

penciuman

melalui panca
dan

indera

perabaan)

(pendengaran,

klien

halusinasi

mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus


tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon
individu yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu
salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang disebut
sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpretasi yang dilakukan
terhadap

stimulus

panca

indera

tidak

sesuai

stimuls

yang

diterimanya, rentang respon tersebut adalah sebagai berikut.

Adaptif

Maladaptif

Respon Adaptif
Distorsi pikiran
- Respon logis
- Distorsi pikiran
- Persepsi akurat - Perilaku aneh/
- Perilaku sesuai tidak sesuai

Gejala pikiran
- Delusi halusinasi
- Perilaku disgonisasi
Sulit

berespon
Emosi sosial

- Menarik diri

dengan

pengalaman
- Emosi berlebihan

Rentang Respon Neurobiologi


(Stuart dan Laraia 2005)
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku, dengan kata lain individu tersebut dalam
batas

normal

jika

menghadapi

suatu

masalah

akan

dapat

memecahkan masalah tersebut.


1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3. Emosi konsisten dengan pengalaman ahli
4. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran
5. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan
Respon psikososial meliputi:
1. Proses pikir terganggu proses pikir yang menimbulkan gangguan
2. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
yang benar-benar terjadi karena rangsangan panca indra
3. Emosi berlebihan atau kurang
4. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas untuk menghindari interaksi dengan orang lain
Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma, sosial dan budaya dan
lingkungan. Adapun respon maladaptif ini meliputi:
1. Kelainan
pikiran
adalah
keyakinan
yang

secara

kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan


bertentangan dengan kenyataan sosial
2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada
3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati
4. Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku tidak teratur
5. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam

C. Etiologi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi


adalah:
Faktor predisposisi
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon

neurobiologis

yang maladaptif

baru mulai

dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:


a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa

kortikal

menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak


manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau
keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi,
perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian
individu

terhadap

stressor

dan

masalah

koping

dapat

mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).


4

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan


halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur

proses

informasi

serta

abnormalitas

pada

mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan


ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping

mempengaruhi

respon

individu

dalam

menanggapi stressor.

D. Manifestasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution
(2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya
memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.
6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas
misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
10.
Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan
antara halusinasi dengan realitas.
11.
Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan
oleh
12.
13.
14.
15.
16.
17.

halusinasinya daripada menolaknya.


Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
Berkeringat banyak.
Tremor.
Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
Perilaku menyerang teror seperti panik.

18.

Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh

orang lain.
19.
Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti
amuk dan agitasi.
20.
Menarik diri atau katatonik.
21.
Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang
kompleks.
22.
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
E. Proses terjadinya halusinasi
Halusinasi berkembangan dalam empat fase (Stuart,G.W,
Sundeen,S.J, ;2005,; 424)

Tahap
Fase I :
Comforting
Ansietas
Sedang
Halusinasi
menyenangka
n

Karakteristik

Perilaku klien

Klien mengalami perasaan


mendalam seperti ansietas,
kesepian,

rasa

bersalah,

ketakutan

dan

mencoba

untuk berfokus pada pikiran


yang menyenangkan untuk
meredakan
Individu

ansietas.

mengenali

bahwa

pikiran-pikiran

dan

pengalaman sensori berada


dalam kendali kesadaran jika
ansietas

dapat

Tersenyum atau
tertawa yang tidak
sesuai
.Menggerakkan bibir
tanpa suara
Pergerakan mata
cepat
Respon verbal yang
lambat jika sedang
asyik
Diam dan asyik

ditangani.

Nonpsikotik
Pengalaman sensori menjadi

Meningkatnya tanda-

Fase II :

menjijikkan dan menakutkan

tanda sistem syaraf

Condemning

Klien mulai lepas kendali dan otonom akibat

Ansietas Berat

mungkin mencoba untuk

ansietas seperti

Halusinasi

mengambil jarak dirinya

peningkatan denyut

menjadi

dengan sumber yang

jantung, pernafasan

menjijikkan

dipersepsikan. Klien

dan tekanan darah.

mungkin mengalami

Rentang perhatian
6

dipermalukan oleh

menyempit

pengalaman sensori dan

Asyik dengan

menarik diri dari orang lain.

pengalaman sensori

Psikotik ringan

dan kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dan
realita.

Tahap

Karakteristik

Perilaku klien

Fase III

Klien berhenti meelakukan

Kemauan yang

Controlling

perlawanan terhadap

dikendalikan

Ansietas Berat

halusinasi dan menyerah

halusinasi aka lebih

Pengalaman

pada halusinasi tersebut. Isi

diikuti.

sensori

halusinasi menjadi menarik.

Kesukaran

menjadi

Klien mungkin mengalami

berhubungan

berkuasa.

pengalaman kesepian jika

dengan orang

sensori halusinasi berhenti.

lain.Rentang

Psikotik

perhatian hanya
beberapa detik atau
menit.
Adanya tanda-tanda
fisik ansietas berat :
berkeringat, tremor,
tidak mampu

Fase IV :

Pengalaman sensori menjadi

mematuhi perintah.
Perilaku terror akibat

Conquering

mengancam jika klien

panik.

Panik

mengikuti perintah

Potensi kuat suicide

Umumnya

halusinasi.

atau homicide

menjadi

Halusinasi berakhir dari

Aktivitas fisik

melebar dalam

beberapa jam atau hari jika

merefleksikan isi

halusinasi.

tidak ada intervensi

halusinasi seperti

terapeutik

perilaku kekerasan,
7

(Psikotik).

agitasi, menarik diri,


atau katatonia.
Tidak mampu
berespon terhadap
perintah yang
kompleks.
Tidak mampu
berespon lebih dari
satu orang

F. Tipe Halusinasi
Jenis halusinasi
1. Halusinasi

Data subjektif
Data objektif

Mendengar
Mengarahkan

pendengaran

suara, menyuruh

telinga

(auditorik)

melakukan
yang

sumber suara
Bicara
atau

berbahaya
Mendengar suara

tertawasendiri
Marah-marah

tanpa sebab
Menutup telinga
Mulut berkomat-

kamit
Ada

sesuatu

yang

mengajak

bercakap-cakap
Mendengar
seseorang

pada

yang

sudah meninggal
Mendengar suara

gerkan

tangan

yang
mengancam

diri

klien atau orang


lain

atau

lain
2. Halusinasi
penglihatan

suara
yang

membahayakan
Melihat
seseorang

yang

Tatapan
pada

mata
tempat
8

(Visual)

sudah
meninggal,
melihat makhluk
tertentu,

meihat

tertentu
Menunjuk

arah tertentu
Ketakutan pada
obyek

bayangan, hantu
atau

ke

yang

dilihat

sesuatu

yang
menakutkan,
cahaya, monster
yang

memasuki

perawat
3. Halusinasi

Mencium sesuatu

Ekspresiwajah

penghidu

seperti

bau

(olfactory)

mayat,

darah,

sesuatu

dengan

bayi, feces, atau

gerakan

cuing

bau

hidung,

masakan,

parfume

seperti mencium

yang

mengarahkan

menyenangkan
Klien
sering

hidung

pada

tempat tertentu

mengatakan
mencium

bau

sesuatu
Tipe
halusinasi
ini

sering

meyertai

pasien

dimensia, kejang,
atau
4. Halusinasi
peraba (tactile)

penyait

serebrovaskuler
Klien

Mengusap

mengatakan

menggaruk-

adasesuatu yang

garuk , meraba-

menerayangi

rabapermukaan

tubuh

kulit.

seperti

Terihat
9

tangan, binatang

menggerak-

kecil,

gerakan

makhluk

halus
Merasakan

badan

seperti
merasakan

sesuatu

di

sesuatu rabaan

permukaan kulit,
merasa

sangat

panas

atau

dingin,

merasa

tersengat
5. Halusinasi

listrik
Klien

aliran
seperti

Seperti

pengecapan

sedang

mengecap

(gustatory)

merasakan

sesuatu, gerakan

masakan

mengunyah,

tertentu,

atau

meludh

mengunyah
6. Halusinasi

muntah

sesuatu
Klien melaporkan

cenestheitic&kin

bahwa

estetic

tubuhnya

fungsi

dapat

tiak

terrdetesi

misalnya:
adanya
di

tidak

deyutan

otak,

atau

atau

sensasi

Klien

terlihat

menatap
tuuhnya

sendiri,

dan

terlihat

merasakan
sesuatu
aneh

yang
tentang

tubuhnya

pembentukan
urin

di

dalam

tubuhnya,
perasaan
tubuhnya
melayang di atas
bumi

10

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan
1. Membantu klien mengenali halusinasi
Perawat mencoba menanyakan pada klien tentang isi halusinasi
(apa yang didenganr/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul
dan perasaan pasien saat halusinasi muncul.
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi
Untuk membantu klien agar mampu mengontrol halusinasi perawat
dapat mendiskusikan empat cara mengontrol halusinasi pada klien.
Keempat cara tersebut meliputi:
a. Menghardik halusinasi
menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien
dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul
atau tidak memperdulikan halusinasinta. Kalau ini bisa dilakukan,
pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti
halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi akan tetap ada
namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk
menuruti apa yang ada didalam halusinasinya. Tahapan tindakan
meliputi :
1) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
2) Memperagakan cara menghadik
3) Minta pasien memperagakan ulang
4) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku
pasien
5) Bercakap-cakap dengan orang lain
6) Melakukan aktivitas yang terjadwal
7) Mengunakan obat secara teratur
3. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakapcakap dengan orang lain. Klitika pasien bercakap-cakap dengan
orang lain maka terjadi distraksi, fokus perhatian pasien beralih dari
halusinasi kepercakapan yang dilakukan dengan orang tersebut.
11

Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi


adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
4. Melatih klien beraktivitas secara terjadwal
Libatkan klien dalam terapi modalitas, untuk mengurangi
resiko halusinasi muncul lagi adalah dalam menyibukkan diri
dengan membimbing klien membuat jadwal yang teratur. Dengan
beraktivitas secara terjadwal, klien tidakan akan mengalami waktu
luang yang seringkali mencetus halusinasi. Untuk itu klien yang
mengalami halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya
dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampe
malam, tujuh hari dalam seminggu. Tahapan intervensinya sebagai
berikut :
a. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi
b. Mendiskusikan aktivitas yang bisa dilakukan oleh pasien
c. Melatih pasien melakukan aktivitas
d. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih. Upayakan klien mempunyai
aktivitas dari bangun tidur sampai tidur malam, tujuh
hari dalam seminggu.
e. Membantu pelaksanaan jadwal kegiatan: memberikan
penguatan terhadap perilaku pasien yang positif
5. Melatih

pasien

mengunakan

obat

secara

teratur

agar klien mampu mengontrol halusinasi maka perlu dilatih untuk


mengunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Klien
gangguan jiwa yang dirawat dirumahg sering kali mengalami putus
obat

sehingga

akibatnya

klien

mengalami

kekambuhan.

Bila

kekambuhan uterjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula


akan lebih sulit. Berikut ini tindakan keperawatan agar klien patuh
mengunakan obat :
a. Jelaskan pentingnya pengunaan obat pada gangguan jiwa
b. Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
c. Jelaskan akibat bila putus iobat
d. Jelakan cara mendapatkan obat? Berobat
e. Jelaskan cara mengunakan obat dengan prinsip % benar
(benar obat,benar pasien,benar cara,benar waktu,benar dosis)
12

6. Pemberian psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/skizofrenia
biasanya diatasi dengan mengunakan obat-obat anti psikotik antara lain
:
golongan butirofenon : haloperidol,haldol, serenace, ludomer, pada
kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk ijeksi 3x5 mg,.pemberian
injeksi biasanya cukup 3 x 24 jam. Setelahnya klien biasanya diberikan
obat peroral 3 x 5 mg. Golongan fenotiazin : chlorpromazine/
largactile/promactile. Biasanya diberikan peroral. Kondisi akut biasanya
diberikan 3 x 100 mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi
1 x 100 mgpada malam hari saja.
7. Memantau efek samping obat
Perawat perlu memahami efek samping yang sering ditimbulkan
oleh obat-obat psikotik seperti : mengantuk, tremor, mata terlihat
keatas,

kaku-kaku

otot,

otot

bahu

tertarik

sebelah,hipersalivasi,

pergerakan otot tak terkendali. Untuk mengatasi ini biasanya dokter


memberikan obat anti parkinsonismeyaitu trihexyphenidile 3 x 2 mg.
Apabila terjadi gejala-gejala yang dialami oleh klien tidak berkurang
maka perlu diteliti apakah obat betul-betul diminum atau tidak. Untuk
itu keluarga juga perlu dijelaskan tentang pentingnya melakukan
observasi dan pengawasan cara minum obat klien.

13

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
HALUSINASI
A. Pengkajian
Identitas klien dan penanggung
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku, status, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

Alasan masuk rumah sakit


Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena
keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena
perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah
sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan

perawatan.
Faktor predisposisi
1. Faktor perkembangan terlambat
a. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan
rasa aman.
b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c. Usia
sekolah
mengalami
peristiwa
yang

tidak

terselesaikan.
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
a. Komunikasi peran ganda.
b. Tidak ada komunikasi.
c. Tidak ada kehangatan.
d. Komunikasi dengan emosi berlebihan.
e. Komunikasi tertutup.

14

f. Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang


tua yang otoritas dan komplik orang tua.
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis,
tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
4. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi,
menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas
diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan
koping destruktif.
5. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak,
pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel
korteks dan limbik.
6. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan
melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson
yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga
letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam,
dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22.
Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami
skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar
15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami

skizofrenia

berpeluang

15%

mengalami

skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia


maka peluangnya menjadi 35 %.

Faktor presipitasi
Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan
frontal otak.
2. Mekanisme penghataran

listrik

di

syaraf

terganggu

(mekanisme penerimaan abnormal).


3. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi,
perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
15

Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian,
kelelahan

dan

infeksi,

obat-obatan

system

syaraf

pusat,

kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan

kesehatan.
Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola
aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang
lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja
(kurang

terampil

dalam

bekerja),

stigmasasi,

kemiskinan,

kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat

pekerjaan.
Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak
percaya diri), merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan
keterampilan

diri),

kehilangan

kendali

diri

(demoralisasi),

merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak


mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti
orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan,
ketidakadekuatan

pengobatan

dan

ketidak

adekuatan

penanganan gejala.
Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa
curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku
merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan
yang nyata dengan yang tidak nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung
pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi
adanya tanda tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian
selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui
jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang

diperlukan meliputi:
Isi halusinasi
16

Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang


didengar,

apa

yang

dikatakan

suara

itu,

jika

halusinasi

audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika


halusinasi

visual,

bau

penghidu,

rasa

apa

apa

yang

yang

tercium

dikecap

jika
jika

halusinasi
halusinasi

pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika


halusinasi

perabaan.

Waktu dan frekuensi.


Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan
pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu,
atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini
sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami

halusinasi.
Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum
halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi
apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk
memvalidasi

Respon Klien
Untuk
menentukan

pernyataan

sejauh

mana

klien.

halusinasi

telah

mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan


oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien
masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak

berdaya terhadap halusinasinya.


Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan
dan tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan

fisik yang dirasakan klien.


Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
1. Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
2. Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
3. Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
4. Alam perasaan: suasana hati dan emosi.

17

5. Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil


dan ambivalen
6. Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
7. Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus
yang ada sesuai dengan informasi.
8. Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi
dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir.
9. Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian
realistis.
10. Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
11. Memori
a. Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah
lebih setahun berlalu.
b. Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu
12.

yang lalu dan pada saat dikaji.


Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan

menyelesaikan tugas dan berhitung sederhana.


13. Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan
sampai berat.
14. Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan
tentang

diri.

Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas seharihari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat
tidur,

perawatan

diri,

pengobatan

dan

pemeliharaan

kesehatan sera aktifitas dalam dan luar ruangan.


Mekanisme koping
1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan
berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada
orang lain.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik
dengan stimulus internal.

18

B. Rencana Asuhan Keperawatan


C.
N

D. D
K

L.
1

M. Ga
ng
gu
an
se
ns
ori
pe
rs
ep
si
ha
lu
si
na
si

E. PERENCANAAN
I. KRITERI
J. INTERVENSI
A
EVALUA
SI
N. Pasien
O. Setelah
P. SP 1
mampu
pertemua
Bantu pasien
:
n pasian
dalam
Mengenai
dapat
mengenal
menyebu
halusinasi
halusinasi :
- Isi
tkan :
yang
- Frekuensi
dialaminya Isi , waktu,
- Situasi
Mengontro
frekuensi,
pencetus
l
situasi
- Perasaan
halusinasi
pencetus,
saat terjadi
nya
perasaan
halusinasi
Mengikuti
Mampu
Latih
program
memperaga
mengontrol
pengobata
kan cara
halusinasi
n secara
dalam
dengan cara
optimal
mengontrol
menghardik
halusinasi
Q. Tahapan

H. TUJUAN

tindakannya
meliputi :
- Jelaskan
cara
menghardik
halusinasi
- Peragakan
cara
menghardik
- Minta
pasien
memperaga
kan ulang
- Pantau
penerapan
cara ini, beri
penguatan
perilaku

K. RASION
AL

Mengetahui
jenis
halusinasi
sehingga
klien dapat
membedaka
n hal yang
nyata atau
tidak
R.
S.
T.
U.
Mengetahui
tindakan
yang
dilakukan
dalam
mengontrol
halusinasiny
a.
V.
W.
X.
Y.
Z.
AA.
AB.
AC.
19

AF.

AG.

AH.

AI. Setelah
pertemua
n pasien
mampu :
Menyebu
tkan
kegiatan
yang
sudah
dilakukan
Mempera
gakan
cara
bercakap
-cakap
dengan
orang
lain
AJ.

AM. AN.

AO.

AP.Setelah
pertemua
n pasien
mampu :
Menyebu
tkan
kegiatan
yang
sudah
dilakukan
dan
Membuat

pasien
AD.
- Masukkan
dalam
AE.
jadwal
kegiatan
pasien
AL.
AK.
SP 2
Evaluasi
Mengetahui
kegiatan yang
bahwa
lalu (SP 1)
pasien telah
Latih berbicara/
mengerti
bercakap
apa yang
dengan orang
telah dilatih
lain saat
oleh
halusinasi
Masukkan
perawat
sehingga
dalam jadwal
pasien dapat
kegiatan
menggunak
pasien
annya
kembali.
Mengetahui
dan
mengendalik
an
halusinasi
Mampu
mengontrol
setiap
perkembang
an
halusinasi
AT.
AQ.
SP 3

Mengetahui
Evaluasi
apakah
kegiatan yang
pasien telah
lalu (SP 1 dan
mengerti
SP 2)
Latih kegiatan
apa yang
telah dilatih
agar halusinasi
oleh
tidak muncul
AR.
Tahapann
perawat
ya :
sehingga
- Jelaskan
klien dapat
pentingn
melakukann
20

jadwal
kegiatan
seharihari dan
mampu
memper
agakan

ya
ya kembali
aktivitas Melatih
halusinasi
yang
tidak muncul
teratur
AU.
untuk
mengata
AV.
si
AW.
halusinas
AX.
i
- Diskusika
AY.
n
aktivitas
AZ.
yang
biasa
BA.
dilakukan
BB.
oleh
pasien
BC.
- Latih
pasien
BD.
melakuka
n
BE.
aktivitas
- Susun
BF.
jadwal
aktivitas
BG.
seharihari
sesuai
dengan
aktivitas
yang
telah
dilatih
(dari
bangun
pagi
sampai
tidur
malam)
AS. Pantau
pelaksanaan
jadwal
kegiatan,
21

BH. BI.

BP.

BQ.

BJ.

BR.
Ke
luarga
mampu
merawa
t pasien

BK.
BL.
Set
elah
pertemua
n pasien
mampu :
Menyebu
tkan
kegiatan
yang
sudah
dilakukan
Menyebu
tkan
manfaat
dari
program
pengobat
an

BS.
Set
elah
pertemua
n
keluarga

berikan
penguatan
terhadap
perilaku pasien
yang positif
BM.
BN.
SP 4
Evaluasi
kegiatan yang
lalu (SP 1, SP 2,
SP 3)
Tanyakan
program
pengobatan
Jelaskan
pentingnya
penggunaan
obat pada
gangguan jiwa
Jelaskan akibat
bila tidak
digunakan
sesuai program
Jelaskan akibat
putus obat
Jelaskan cara
mendapatkan
obat/ berobat
Jelaskan
pengobatan (5
B)
Latih pasien
minum obat
Masukkan
dalam jadwal
harian pasien

BO.

Meningkatk
an
pengetahua
n klien
tentang
fungsi obat
yang
diminum
agar klien
mau minum
obat secara
mandiri dan
teratur
Mengetahui
berobat
dengan
berkala
Meningkatk
an
pengetahua
n klien
tentang
fungsi obat
yang
diminum
Mampu
minum obat
secara
mandiri
Mengetahui
berobat
dengan
berkala

BU.
BT.SP 1

Mengetahui
Identifikasi
apa yang
masalah
dirasakan
keluarga dalam
keluarga
22

di
rumah
dan
menjadi
sistem
penduku
ng yang
efektif
untuk
pasien

mampu
menjelas
kan
tentang
halusinas
i

merawat
seperti
pasien
kesulitan
Jelaskan
dalam
tentang
merawat
halusinasi
pasien
- Pengertia
BV.
Meningkatka
n
halusinas
n
i
pengetahua
- Jenis
n keluarga
halusinas
BW.
ten
i yang
tang
dialami
halusinasi,
pasien
perawatan
- Tanda
terhadap
dan
klien
BX.
gejala
BY.
halusinas
BZ.
i
CA.
- Cara
merawat
pasien
halusinas
i (cara
berkomu
nikasi
pemberia
n obat
dan
pemberia
n
aktivitas
kepada
pasien)
- Sumbersumber
pelayana
n
kesehata
n yang
bisa
dijangkau
- Bermain
peran
23

CB. CC.

CH. CI.

CD.

CJ.

cara
merawat
Rencana
tindak
lanjut
keluarga,
jadwal
keluarga
untuk
merawat
pasien

CE.
Set
elah
pertemua
n
keluarga
mampu :
Menyeles
aikan
kegiatan
yang
sudah
dilakukan
Mempera
gakan
cara
merawat
pasien

CF.SP 2
Evaluasi
kemampuan
keluarga
Latih keluarga
merawat
pasien
RTL keluarga
atau jadwal
keluarga untuk
merawat

CK.
Set
elah
pertemua
n
keluarga
mampu :
Menyebu
tkan
kegiatan
yang
sudah
dilakukan
Mempera
gakan

CL.
SP 3
Evaluasi
kemampuan
keluarga (SP 2)
Latih keluarga
merawat
pasien
RTL keluarga
atau jadwal
keluarga untuk
merawat
pasien

CG.

Mengetahui
sejauh mana
kemampuaa
n keluarga
dalam
merawat
klien
Mengetahui
keluarga
apakah ikut
serta dalam
pemulihan
pasien
Mengidentifi
kasi
perkembang
an pasien
CM.

Mengetahui
sejauh mana
kemampuaa
n keluarga
dalam
merawat
klien
Mengetahui
keluarga
apakah ikut
serta dalam
pemulihan
pasien
Mengidentifi
24

CN. CO.

CP.

cara
merawat
pasien
serta
mampu
membuat
RTL
CQ.
Set
elah
pertemua
n
keluarga
mampu :
Menyebu
tkan
kegiatan
yang
sudah
dilakukan
Melaksan
akan
Follow Up
CT.

kasi
perkembang
an pasien

CS.
CR.
SP 4
Mengetahui
Evaluasi
sejauh mana
kemampuan
kemampuaa
keluarga
Evaluasi
n keluarga
dalam
kemampuan
merawat
pasien
RTL keluarga
klien
- Follow Up Mengidentifi
- Rujukan
kasi
kemampuan
pasien
selama
perawatan

25

CU.

DAFTAR PUSTAKA

CV.
CW. Dalami,

Ermawati.

2009.

Asuhan

Keperawatan

Klien

Dengan

Gangguan Jiwa. Jakarta: TIM


CX. Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
Untuk

Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.

Jakarta: EGC
CY. Keliat, Budi Anna. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC
CZ. Kusumawati, Farida. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. 2010. Jakarta:
Salemba Medika
DA. Stuart,G.W,

Sundeen,S.J,

(2005), Keperawatan

Jiwa,

ed-3,

jakarta,EGC
DB. Yosep, Iyus. Keperawatan Jiwa .2007. Bandung : Refika Aditama
DC.
DD.
DE.

26

Você também pode gostar