Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita
yang mengandung basil tuberkulosis yang kemudian menyerang seluruh tubuh
terutama paru-paru. Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi hampir 2 miliar
orang atau sepertiga dari total penduduk dunia. Tidak berhenti sampai di situ, WHO
memperkirakan hingga tahun 2020 jumlah orang yang terinfeksi TB paru akan
bertambah 1 miliar orang lagi. Dengan kata lain, terjadi pertambahan jumlah infeksi
lebih dari 56 juta orang setiap tahunnya. Angka ini sangat memprihatinkan karena
berarti ada 2-4 orang yang terinfeksi M.tuberculosis setiap detik dan hampir 4 orang
meninggal setiap menit karena TB paru. (1)
Tuberkulosis di Indonesia menduduki peringkat ke-4 di dunia. Menurut WHO
dalam Global TB Report 2012, prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2011 adalah
244/100.000 penduduk. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan jumlah terbanyak
keempat di dunia yakni 5,8% setelah India 21,1%, Cina 14,3% serta Afrika Selatan.
Secara regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3
wilayah, yaitu: 1) wilayah Sumatera dengan angka prevalensi TB adalah 160 per
100.000 penduduk; 2) wilayah Bali dan Jawa dengan angka prevalensi TB tertinggi
yaitu 110 per 100.000 penduduk; 3) wilayah Indonesia Timur dengan angka
prevalensi tertinggi yaitu 210 per 100.000 penduduk (Departemen Kesehatan RI,
2008). (1)
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 didapatkan data bahwa
prevalensi Tuberkulosis paru klinis yang tersebar di seluruh Indonesia adalah 1,0%.
Tujuh belas provinsi diantaranya mempunyai angka prevalensi di atas angka nasional,
yaitu provinsi NAD, Sumatera Barat, Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Banten, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi
1
Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua.
Secara umum prevalensi yang tertinggi di Papua Barat yaitu 2.5% dan terendah di
provinsi Lampung yaitu 0,3% (Kemenkes RI, 2011). (2)
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulawesi Selatan, pada
2011, penderita penyakit menular ini mencapai 8.939 kasus. Angka ini meningkat
signifikan dibanding tahun sebelumnya yang hanya 7.783 kasus. Kabupaten Takalar
menduduki peringkat pertama dalam jumlah kasus dengan pertumbuhan penderita
TBC di atas 109 %, menyusul Pare-pare 79%,Pinrang 75 %,disusul Makassar 70%
dan terendah Kabupaten Luwu 33 % serta Jeneponto 36 % . (2)
Khusus di Kota Makassar, berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Bina
Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Makassar,
jumlah kasus TB Paru klinis di Puskesmas dan RS sebanyak 900 kasus dan kasus
baru TB BTA (+) yang ditemukan pada tahun 2012 sebanyak 1.819 kasus (puskesmas
dan rumah sakit) meningkat dibandingkan tahun 2011 dimana dilaporkan jumlah
penderita TB Paru Klinis di Puskesmas dan Rumah Sakit sebanyak 511 Jumlah
penderita TB Paru Klinis, TB BTA+ sebanyak 1608 penderita (Puskesmas dan
Rumah Sakit). (2)
Prevalensi penderita TB paru di Puskesmas Jumpandang Baru tahun 2015
dalam 3 bulan terakhir adalah 33 pasien dengan rincian tipe pasien : 30 kasus baru, 3
kasus kambuh, 0 kasus pindahan.
TB paru juga merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit pernapasan akut. Dibandingkan dengan penyakit
menular lainnya seperti HIV/AIDS dan Demam Berdarah Dengue (DBD), TB paru
merupakan pembunuh dengan tingkat kematian tertinggi di Indonesia. (3)
Pengendalian Tuberkulosis Paru kemudian menjadi masalah kesehatan global
dan nasional. Maka tak heran bila salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat
dalam visi Indonesia Sehat adalah angka kesembuhan TB Paru BTA+. Berbagai
program Pengendalian TB Nasional telah berhasil mencapai target angka penemuan
dan angka kesembuhan dengan berlandaskan pada strategi Directly Observed
2
dalam mendukung
upaya
pencapaian
sasaran
strategi
nasional
1.2.3.2.
1.2.3.3.
1.2.3.4.
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS
2.1.
Kerangka Teoritis
Gambaran Penyebab TBC
Faktor Genetik Pemaparan oleh bakteri
Invasi Jaringan
Faktor sosial
PEJAMU
PEKA
TUBERKULOSIS
INFEKSI
Mekanisme Tuberkulosis
2.2.1. Pengertian
Tuberculosis
(TB)
adalah
penyakit
akibat
infeksi
kuman
kebagian tubuh lainnya dan tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling
banyak serta penting. (1) (4)
2.2.2. Patofisiologi Penyakit Tuberculosis
Inhalasi baksil TB
Alveolus
Fagositosis
Fagositosis oleholeh
makrofag
makrofag
Baksil TB berkembang
biak
Destruksi baksil
TB
Destruksi makrofag
Resolusi
Pembentukan
tuberkel
Kalsifikasi
Perkijuan
Kompleks
Ghon
Kelenjar limfe
Penyebaran hematogen
Pecah
Lesi di hepar,
lien,ginjal,tulang,
otak dll
2.
3.
2. Tipe Produktif
Apabila sudah matang prosesnya lesi ini berbentuk granuloma yang kronik,
terdiri dari 3 zona.:
a) Zona Sentral dengan sel raksasa yang berinti banyak dan mengandung
tuberculosis.
b) Zona Tengah yang terdiri dari sel-sel epitel yang tersusun radial
c) Zona yang terdiri dari fibroblast, limfosit, dan monosit. Lambat laun zona luar
akan berubah menjadi fibrotik dan zona sentral akan mengalami perkijuan.
Kelainan seperi ini disebut sebagai tuberkel.
Perjalanan Kuman tuberculosis di dalam tubuh.
Kuman menjalar melalui saluran limfe ke kelenjar getah bening atau ductus
thoracicus atau organ tubuh melalui aliran darah atau dapat juga langsung dari
proses perkijuan masuk ke vena atau pecah ke bronkus atau tersebar ke seluruh
paru-paru atau tertelan ke tractus digastivus.
2.2.3. Etiologi
tuberculosis yang merupakan basil tahan asam dan dapat dilihat dengan
pewarnaan Ziehl - Neelsen (karbol fuksin). Pada pewarnaannya M.
tuberculosis tampak seperti manik-manik atau tidak terwarnai secara merata.
Mycobacterium tuberculosis pertama kali dideskripsikan pada tanggal 24
Maret 1882 oleh Robert Koch. Bakteri ini juga disebut basilus Koch. (8)
2.2.4. Epidemiologi
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban
TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar
660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru
per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per
tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan
epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan
sebagai
epidemik
erkonsentrasi
(a
concentrated
epidemic),
dengan
dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya
terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+
adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka
keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada
kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut
merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang
utama. (2) (9)
Sebanyak 28 provinsi di Indonesia belum dapat mencapai angka
penemuan kasus (CDR) 70% dan hanya 5 provinsi menunjukkan pencapaian
70% CDR dan 85% kesembuhan.
Tabel 1. Pencapaian target pengendalian TB per provinsi 2009
CDR
%Dengan angka nasional proporsi kasus relaps dan gagal pengobatan di bawah 2%,
maka angka resistensi obat TB pada pasien yang diobati di pelayanan kesehatan pada
umumnya masih rendah. Namun demikian, sebagian besar data berasal dari
Puskesmas yang telah menerapkan strategi DOTS dengan baik selama lebih dari 5
tahun terakhir. Probabilitas terjadinya resistensi obat TB lebih tinggi di rumah sakit
dan sektor swasta yang belum terlibat dalam program pengendalian TB nasional
sebagai akibat dari tingginya ketidakpatuhan dan tingkat drop out pengobatan karena
tidak diterapkannya strategi DOTS yang tinggi. Data dari penyedia pelayanan swasta
11
12
Penularannya
pun
berpola
sekuler
tanpa
13
14
mempengaruhi
penyebaran
TBC
salah
satunya
adalah
15
beresiko
tinggi
dan
kelompok
etnis
minorias(misal
16
dengan tuberculosis paru jarang menginfeksi anak lain atau orang dewasa.
Tuberkulosis adalah penyakit menular, artinya orang yang tinggal serumah
dengan penderita atau kontak erat dengan penderita mempunyai risiko tinggi
untuk tertular. (1) (3)
Penularan terjadi melalui udara pada waktu percikan dahak yang
mengandung kuman tuberkulosis paru dibatukkan keluar, dihirup oleh orang
sehat melalui jalan napas dan selanjutnya berkembangbiak melalui paru-paru.
Cara lain adalah dahak yang dibatukkan mengandung kuman tuberkulosis
jatuh dulu ke tanah, mengering dan debu yang mengandung kuman
beterbangan kemudian dihirup oleh orang sehat dan masuk ke dalam paruparu. Cara penularan ini disebut sebagai airborne disease. Daya penularan
ditentukan oleh banyaknya kuman Bakteri Tahan Asam (BTA) yang terdapat
dalam paru-paru penderita serta penyebarannya. Pada perjalanan kuman ini
banyak mengalami hambatan, antara lain di hidung (bulu hidung) dan lapisan
lendir yang melapisi seluruh saluran pernafasan dari atas sampai ke kantong
alveoli. Sebagian besar manusia yang terinfeksi (80 90 %) belum tentu
menjadi sakit tuberkulosis , disebabkan adanya kekebalan tubuh. Untuk
menjadi sakit, dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain keadaan sosial
ekonomi, kemiskinan, kekurangan gizi, rendahnya tingkat pendidikan dan
kepadatan penduduk. (1)
2.2.6. Gejala Klinis
Keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis bervariasi atau dapat
tanpa keluhan sama sekali. Keluhan dan gejala utama yang dijumpai pada
penderita tuberkulosis paru, adalah: Gejala utama berupa berat batuk terus
menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih sedangkan gejala
tambahannya yang sering dijumpai berupa dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun,
berat badan turun, rasa badan kurang enak (malaise), berkeringat malam
17
walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.(17) Gejalagejala tersebut diatas, dijumpai pula pada penyakit paru selain tuberkulosis,
oleh sebab itu setiap orang yang datang ke Unit Pelaksanaan Kesehatan
(UPK) dengan gejala tersebut diatas, harus dianggap sebagai seorang suspek
tuberkulosis atau tersangka penderita tuberkulosis paru dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. (3) (7)
2.2.7. Diagnosis Tuberkulosis Paru
2.2.7.1.
Definisi pasien TB
Tersangka pasien TB adalah seseorang yang mempunyai keluhan atau
gejala klinis mendukung TB (sebelumnya dikenal sebagai suspek TB).3
o Pasien TB berdasarkan konfirmasi hasil pemeriksaan bakteriologis:
Adalah seorang pasien TB yang hasil pemeriksaan sediaan
biologinya positif dengan pemeriksaan mikroskopis, biakan atau
diagnostik cepat yang diakui oleh WHO (misal : GeneXpert ). Semua
pasien yang memenuhi definisi ini harus dicatat tanpa memandang
apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum. Termasuk dalam
tipe pasien tersebut adalah pasien TB paru BTA positif yaitu pasien TB
yang hasil pemeriksaan sediaan dahaknya positif dengan cara
pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat
(misalnya GeneXpert).
o Pasien TB berdasarkan diagnosis klinis :
Adalah seseorang yang memulai pengobatan sebagai pasien TB
namun tidak memenuhi definisi dasar diagnosis berdasarkan
konfirmasi hasil pemeriksaan bakteriologis. Termasuk dalam tipe
pasien ini adalah :
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil foto toraks sangat
mendukung gambaran TB.
18
2.2.7.2.
19
(1)
(3)
Klasifikasi Diagnosis TB
Diagnosis TB dengan konfirmasi bakteriologis atau klinis dapat
diklasifikasikan berdasarkan:
Hasil bakteriologis dan uji resistensi OAT; (pada revisi guideline WHO
tahun 2013 hanya tercantum resisten obat)
20
21
Hasil pemeriksaan apusan dahak BTA negatif tetapi biakan positif untuk
M.tuberculosis
22
2.2.7.4.
Diagnosis TB Paru
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan terdapatnya paling sedikit satu
23
Semua pasien baru di daerah dengan kasus TB resisten obat primer >3%.
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan terdapat paling sedikit satu
24
Isoniazid
Rifampicin
Pyrazinamid
Etambutol
Streptomicyn
dosis
5 (4-6)
10 (8-12)
25 (20-30)
15 (15-20)
12 (12-18)
300
600
3 kali seminggu
Rentang
Maksimu
dosis
m
10 (8-12) 900
10 (8-12) 600
35 (30-40)
30 (25-35)
15 (12-18) 1000
dibandingkan
paduan
2RHZE/4RH.
Berdasarkan
hasil
penelitian
25
Pasien yang menerima OAT tiga kali seminggu memiliki angka resistensi obat
yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang menerima pengobatan harian. Oleh
sebab itu WHO merekomendasikan pengobatan dengan paduan harian sepanjang
periode pengobatan OAT (2RHZE/4RH) pada pasien dengan TB paru kasus baru
dengan alternatif paduan 2RHZE/4R3H3 yang harus disertai pengawasan ketat secara
langsung oleh pengawas menelan obat (PMO). Obat program yang berasal dari
pemerintah Indonesia memilih menggunakan paduan 2RHZE/4R3H3 dengan
pengawasan ketat secara langsung oleh PMO. (1)
TB PARU
TB PARU KASUS
OAT KATEGORI I
bahwa
proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan
terhindar dari kemungkinan tertular TB. (6) (11)
2.2.9.2.Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak
berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman
untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus
mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat
merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada
bayinya. (6)
Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus
disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi
tersebut sesuai dengan berat badannya. (6; 11)
2.2.9.3.Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB,
suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas
kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan
kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung
estrogen dosis tinggi (50 mcg). (6; 11)
2.2.9.4.Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi
HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada
pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak
disertai HIV/AIDS. (6)
Prinsip
pengobatan
pasien
TB-HIV
mendahulukan
pengobatan
TB.Pengobatan
adalah
dengan
ARV(antiretroviral)
Precaution
(Kewaspadaan
Keamanan
Universal)
27
ada
kecurigaan
gangguan
faal
hati,
dianjurkan
pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT
meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam
pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3
kali,
pengobatan
dapat
dilaksanakan
atau
diteruskan
dengan
TB
Kortikosteroid
yang
hanya
perlu
mendapat
digunakan
pada
tambahan
keadaan
kortikosteroid
khusus
yang
Berat badan pasien harus dipantau setiap bulan dan dosis OAT disesuaikan
dengan perubahan berat badan. Respons pengobatan TB paru dipantau dengan apusan
dahak BTA. Perlu dibuat rekam medis tertulis yang berisi seluruh obat yang
diberikan, respons bakteriologis, resistensi obat dan reaksi tidak diinginkan untuk
setiap pasien pada Kartu Berobat TB. (3; 8)
WHO merekomendasi pemeriksaan apusan dahak BTA pada akhir fase
intensif pengobatan untuk pasien yang diobati dengan OAT lini pertama baik kasus
baru dan pengobatan ulang. Apusan dahak BTA dilakukan pada akhir bulan kedua
(2RHZE/4RH) untuk kasus baru dan akhir bulan ketiga (2RHZES/1RHZE/5RHE)
untuk kasus pengobatan ulang. Rekomendasi ini juga berlaku untuk pasien dengan
apusan dahak BTA negatif. (3) (12)
Apusan dahak BTA positif pada akhir fase intensif mengindikasikan
beberapa halberikut ini:
Supervisi kurang baik pada fase inisial dan ketaatan pasien yang buruk;
Resolusi lambat karena pasien memiliki kavitas besar dan jumlah kuman yang
banyak;
Foto toraks untuk memantau respons pengobatan tidak diperlukan, tidak dapat
diandalkan. (3)
A. Menilai Respons Pengobatan pada Pasien TB Kasus Baru
Pemeriksaan dahak tambahan (pada akhir bulan ketiga fase intensif
sisipan) diperlukan untuk pasien TB kasus baru dengan apusan dahak BTA
30
positif pada akhir fase intensif. Pemeriksaan biakan M. tuberculosis dan uji
resistensi obat sebaiknya dilakukan pada pasien TB kasus baru dengan apusan
dahak BTA masih positif pada akhir bulan ketiga. (2) (3)
Tujuan utamanya adalah mendeteksi kuman resisten obat tanpa harus
menunggu bulan kelima untuk mendapatkan terapi yang tepat. Pada daerah yang
tidak memiliki kapasitas laboratorium untuk biakan dan uji resistensi obat maka
pemantauan tambahan dengan apusan dahak BTA positif pada bulan ketiga
adalah pemeriksaan apusan dahak BTA pada satu bulan sebelum akhir
pengobatan dan pada akhir pengobatan (bulan keenam). Bila hasil apusan dahak
BTA positif pada bulan kelima atau pada akhir pengobatan berarti pengobatan
gagal dan Kartu Berobat TB ditutup dengan hasil gagal dan Kartu Berobat TB
yang baru dibuka dengan tipe pasien pengobatan setelah gagal. Bila seorang
pasien didapatkan TB dengan strain resisten obat maka pengobatan dinyatakan
gagal kapanpun waktunya. (2) (3)
Pada pasien dengan apusan dahak BTA negatif (atau tidak dilakukan)
pada awal pengobatan dan tetap negatif pada akhir bulan kedua pengobatan maka
tidak diperlukan lagi pemantauan dahak lebih lanjut. Pemantauan dilakukan
secara klinis dan berat badan merupakan indikator yang sangat berguna. (2)
Tabel 3. Definisi Hasil Pengobatan
HASIL
DEFINISI
Pasien TB paru dengan konfirmasi bakteriologis pada
awal pengobatan dan apusan dahak BTA negatif atau
Sembuh
Pengobatan Lengkap
31
Meninggal
Putus obat
atau lebih.
Pasien yang dipindahkan ke rekam medis atau pelaporan
(Tidak dievaluasi)
32
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT
dapat dilanjutkan. (1)
Tabel 4. EFEK SAMPING OBAT (6)
Efek samping
Jenis obat penyebab
Mayor
Skin rash dengan/tanpa Streptomycin,Isoniazid,
rasa gatal
Tuli
Pusing
Penanganan
Stop OAT
Rifampicin,Pyrazinamide
(
Vertigo
Streptomycin
dan Streptomycin
Nistagmus )
Jaundice/kuning
(penyebab
Isoniazid,
lain
di Rifampicin,Pyrazinamide
Stop Streptomycin
Stop Streptomycin
Stop
Isoniazid,
Rifampicin,Pyrazinamide
ekslusikan)
Bingung
Kelainan penglihatan
Purpura
Penurunan volume urin
Kebanyakan OAT
Etambutol
Rifampicin
Streptomycin
Minor
Anorexia,mual, dan nyeri Pirazinamid,rifampicin,
abdomen
isoniazid
Nyeri sendi
Sensasi
terbakar
Pirazinamide
atau Isoniazid
Stop OAT
Stop Etambutol
Stop Rifampicin
Stop Streptomycin
Lanjutkan pemberian OAT
Berikan dalam dosis kecil
atau sebelum tidur dan
berikan nasehat kepada
pasien untuk menelan obat
dengan air yang sedikit
Berikan aspirion,NSAID
atau paracetamol
Piridoksin 50-75 mg/hari
kesemutan
Mengantuk
Isoniazid
33
Rifampicin
Pastikan
pasien
paham
saat
sebelm
pengobatan
Sindrom flu
Dosis
Intermittent Perubahan
Rifampicin
dari
dosis
intermitten rifampicin ke
dosis harian
holistik
adalah
kegiatan
untuk
mengidentifikasi
dan
34
III.
IV.
V.
35
komprehensif
yaitu
pelayanan
yang
memasukkan
dan rehabilitasi
36
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS
2.1
37
Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari hubungan
antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan memilih
kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian mengikuti sepanjang
periode waktu tertentu untuk melihat berapa banyak subjek dalam masing-masing
kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah kesehatan untuk melakukan
penerapan pelayanan dokter layanan primer secara paripurna dan holistik terutama
tentang penatalaksanaan penderita Tuberculosis dengan pendekatan kedokteran
keluarga di Puskesmas Cendrawasih pada tahun 2015.
Cara pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan pengamatan
terhadap pasien dan atau keluarganya dengan cara melakukan home visit untuk
mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.
3.2
Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di puskesmas
Bulurokeng pada tanggal 4 April 2016. Selanjutnya dilakukan home visit untuk
mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.
3.3
3.3.1
Keadaan Geografis
Secara umum lokasi Puskesmas Bulurokeng terletak di jalan
Cendrawasih No. 404 Kelurahan Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang. Berada
di Kecamatan Mamajang yang terdiri atas 13 kelurahan dimana 7 kelurahan
38
3.3.2
Keadaan Demografis
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Cendrawasih adalah
38.574 jiwa, dengan distribusi berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki
sebanyak 18.838 jiwa dan perempuan sebanyak 19.736 jiwa.
39
Kelurahan
Jumlah
Penduduk
1. Kelurahan Sambung
10424
206
197
Jawa
2. Kelurahan Tamparang
5017
99
95
Keke
3. Kelurahan Karang
4047
80
76
Anyar
4. Kelurahan B.
4329
86
82
Mapakasungu
5. Kelurahan Parang
6351
126
120
6. Kelurahan Bonto
3905
77
74
Lebang
7. Kelurahan Pa'batang
4677
93
88
Tabel 5. Demografi Jumlah penduduk Puskesmas Cendrawasih Tahun 2015.
3.3.3
Balita
188
739
90
365
73
287
78
307
114
450
70
277
84
332
Upaya Kesehatan
Puskesmas Cendrawasih sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
40
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB)
Upaya Pengobatan
Secara garis besar ada beberapa macam layanan yang disediakan oleh
Puskesmas Bulurokeng dalam sehari-hari untuk masyarakat meliputi:
1. Layanan Administrasi
2. Poli Umum
3. Poli kesehatan Gigi dan Mulut
4. KIA (kesehatan Ibu dan Anak) dan Imunisasi
5. Layanan Pengobatan
6. Pemeriksaan Laboratorium
41
KIA
IMN
POLI
TANGG
A
UGD
DPR
W
C
W
C
TANGG
A
LAB
APT
GIGI
TU
ADM
BDH
LANTAI 1
KP
LANTAI 2
Gambar 5 . Denah Puskesmas Cendrawasih
3.3.5
menetapkan
visinya
Puskesmas
Bulurokeng
berpedoman
dan
sehat yang merupakan bagian dari tercapainya Makassar Sehat Menuju Kota Dunia
harus ditunjang misi Puskesmas yang dapat diukur serta tidak dipisahkan Visi
Puskesmas.
42
2.
3.
4.
5.
6.
Upaya Pengobatan
3.3.6
1.
2.
3.
4.
5.
43
a. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan milik Pemerintah, Swasta dan partisipasi masyarakat
yang terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Cendrawasih turut berperan dalam
peningkatan status derajat kesehatan masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas
Cendrawasih.
44
Puskesmas
: 1 buah
Puskesmas Pembantu
: 1 buah
: 2 buah
Dokter praktek
: 18 orang
: 3 orang
: 5 orang
Apotik
: 13 buah
Posyandu
: 40 buah
Dokter umum
: 3 orang
Dokter gigi
: 2 orang
Perawat
: 7 orang
Bidan
: 6 orang
Sanitarian
: 2 orang
Nutrisian
: 1 orang
Pranata laboratorium
: 1 orang
Apoteker
: 1 orang
Asisten apoteker
: 1 orang
Perawat gigi
: 1 orang
Rekam medik
: 3 orang
45
c. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Puskesmas Cendrawasih berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Nomor 800/1682/SK/IV/2010
tanggal 21 April 2010 terdiri atas:
Kepala Puskesmas
3.3.8
46
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
A. PASIEN
Pasien laki-laki berusia 20 tahun datang ke puskesmas Cendrawasi dengan
keluhan batuk yang dirasakan kurang lebih 3 minggu. Batuk disertai dahak,
dahak berwarna hijau. Pagi hari sebelum ke puskesmas pasien mengeluh
keluar bercak darah berwarna merah segar saat batuk. Riwayat demam ada,
pasien juga mengeluh sering keringat malam. Nafsu makan berkurang
sehingga dirasakan terjadi penurunan berat badan dalam 3 minggu terakhir.
Sebelumnya pasien hanya mengkonsumsi obat demam dan obat batuk namun
demamnya hanya turun untuk sementara kemudian timbul kembali, sedangkan
untuk batuknya tidak menunjukkan ada perubahan. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang didapatkan dari pasien, dokter menganjurkan untuk
melakukan pemeriksaan sputum BTA 3 kali. Setelah pemeriksaan dahak pagi
dan sewaktu, reaksi dari pemeriksaan dahak tersebut hasilnya (+2, +2),
sehingga dokter mendiagnosa pasien menderita TB Paru. Dokter menjelaskan
dan menganjurkan pasien untuk mendapat pengobatan selama 6 bulan dan
harus kontrol setiap bulan untuk melihat perkembangan pengobatannya.
47
Ada keluarga yang memiliki riwayat menderita batuk lama, yaitu ayah
penderita sejak sekitar 5 tahun yang lalu.
: sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: 15
Tek. Darah
: 120/80 mmHg
Frek. Nadi
: 100 x/menit
Frek Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 37,7 C
BB
: 53 kg
Tinggi Badan
: 168 cm
Status Generalis :
-
Kepala
Mata
THT
Leher
Paru-paru
: Normocephal
: Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),
Pupil bulat, isokor
: Dalam Batas Normal
: Pembesaran KGB dan tiroid (-)
48
Inspeksi
Palpasi
kiri
: fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan
Perkusi
Auskultasi
kiri
: sonor seluruh lapang paru
: bunyi pernapasan vesikuler pada paru kanan
dan kiri, rhonki basah (+/-),wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
batas
jantung
kiri
ICS
linea
midklavikula sinistra
: bunyi jantung I dan II normal, murmur(-)
: simetris, datar, kelainan kulit (-), pelebaran
Auskultasi
Palpasi
vena (-)
: bising usus normal
: nyeri lepas (-), nyeri ketuk (-), hepatomegali
Perkusi
- Ekstremitas
Status Lokalis : -
hijau
TD 120/80 mmHg.
49
Tn. F sering kontak dengan temannya yang batuk lama dan sedang menjalani
pengobatan 6 bulan
Selama batuk pasien hanya konsultasi ke temannya yang batuk lama dan baru
datang ke puskesmas setelah batuk darah.
Ayah penderita membuka usaha bengkel las dan rumah penderita sementara
dalam proses perbaikan sehingga rumah dalam keadaan sangat berdebu.
50
B. KELUARGA
Profil Keluarga
1
Karakteristik Keluarga
No
Nama
1.
Tn. Y
2.
Kedudukan
Gender
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Kepala keluarga
51 th
SMA
Wiraswasta
Ny.A
Isteri
47 th
SMA
3.
Nn.W
Anak
25
SMA
PNS
4.
Tn. F
Anak
20
SMA
Mahasiswa
5.
Nn. F
Anak
15
SMP
Pelajar
dalam keluarga
Ibu Rumah
Tangga
Kesimpulan
Luas rumah :
Keluarga
Tn.F
Tingkat 1 : 6 x 4 m2
Tingkat 2 : 12 x 4 m2
Tingkat 3 : 4 x 4 m2
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 5 orang
dalam
rumah
tinggal
yang
di
sangat
51
dan
Rumah 3 tingkat
ventilasi
yang
kurang
anggota
keluarga.
Dengan
Tingkat 1
Tingkat 2
KM
DAPU
R
KAMAR
TIDUR
Tingkat 3
T
KAMAR TIDUR
RUANG TAMU
BENGEKL
LAS
SEMENTARA
RENOVASI
52
kipas angin yang terletak di tingkat 2, satu buah kompor gas yang terletak
di dapur. Tn.F dan ayah dari Tn. F juga masing-masing memiliki satu
buah sepeda motor.
3
Tempat berobat
Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit, Tn.W selalu
berobat ke puskesmas untuk mendapatkan terapi yang lebih baik untuk
kesembuhan penyakit mereka.
Balita : KMS
Anggota keluarga Tn.F tidak ada yang berusia balita sehingga tidak
memiliki KMS.
Asuransi / JaminanKesehatan
Keluarga Tn.F tergolong keluarga dengan status ekonomi menengah
ke bawah, namun keluarga ini sudah memiliki asuransi jaminan kesehatan
Keterangan
mencapai
pelayanan kesehatan
Kesimpulan
Tn.F
berobat
Puskesmas
dengan
mengendarai
sepeda
motor.
kualitas
Tarif pelayanan kesehatan Murah
dinilai
sehingga
Kualitas pelayanan
kesehatan
datang
Memuaskan
ke
Menurutnya
pelayanannya
memuaskan
pasien
kembali
mau
untuk
berobat.
53
Kebiasaan makan :
Keluarga Tn.F makan sebanyak dua sampai tiga kali sehari. Menu
makanan yang diterapkan dalam waktu makan mereka tidak pernah
menentu. Menu makanan mereka paling sering makan nasi dengan lauk
tahu atau tempe, ikan beserta sayuran, dan kadang-kadang makan ayam
dan daging. Adapun makanan yang dimakan oleh keluarga Tn.F dimasak
sendiri. Keluarga Tn.F selalu membiasakan diri untuk mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan serta merapikan dan membersihkan peralatan
makan mereka setelah selesai makan.
selalu
mengingatkan pasien untuk minum obat secara rutin agar tidak terjadi
putus obat dan kontrol untuk mengambil obat di Puskesmas Pertiwi tiap
bulan. Tn.F memiliki kesadaran yang besar akan penyakitnya, sehingga
Tn.F membatasi diri dengan anggota keluarga yang sehat karena Tn.F
khawatir anggota keluarganya atau teman-teman di tempat kerjanya
tertular. Oleh karena itu, Tn.F selalu menggunakan masker saat di luar
54
sembarangan.
Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga
Adapun faktor-faktor yang menghambat dalam kesembuhan Tn.F
antara lain, jumlah ventilasi dan jumlah jendela yang tidak sesuai dengan
ketentuan rumah sehat sehingga siklus udara di dalam rumah yang sangat
minim, rumah penderita yang sementara dalam proses renovasi dari rumah
kayu menjadi rumah batu sehingga sangat berdebu, ditambah lagi
pekerjaan ayah penderita membuka bengkel las di depan rumah dan
kondisi lingkungan sekitar rumah yang berada dalam pemukiman padat
penduduk.
Genogram
1 Bentuk keluarga :
Bentuk keluarga ini merupakan keluarga inti.
55
4.2.
PEMBAHASAN
4.2.1. TANGGAL
INTERVENSI,
DIAGNOSTIK
HOLISTIK,
DAN
PENATALAKSANAAN SELANJUTNYA
Pertemuan ke 1 : 4 April 2016
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosioekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan
alat yang akan dipergunakan.
6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
8. Membuat diagnostik holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis. .
56
4.2.2. Anamnesa
57
ekonomi.
Pada faktor jenis kelamin TB paru memang lebih sering dialami oleh
pria dibandingkan wanita. Hal ini dikarenakan laki-laki sebagian besar
mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB
Paru, begitu pula dengan kebiasaan pasien. Di tambah lagi, TB paru lebih
sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif.
Dilihat dari tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan
terhadap seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat
kesehatan.
4
Aspek fungsional
58
Secara aspek fungsional, pasien tidak ada kesulitan dan masih merasa
mampu dalam hal fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di dalam
maupun di luar rumah.
Diagnosa klinis : TB paru
Diagnosis psikososial :
B. Pencegahan sekunder
1
Terapi farmakologis :
Pada pasien ini diketahui menderita TB paru kasus baru
sehingga
terapi
yang
diberikan
adalah
FDC
(Fix-Dose
59
Terapi non-farmakologis :
Penderita TB diharapkan untuk menjaga asupan makanan yang
bergizi dan sehat serta pola hidup teratur serta menghindari stress
yang berlebihan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus TB yang dilakukan di layanan primer
(PUSKESMAS) mengenai penatalaksanaan penderita TB dengan pendekatan
diagnose holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1
: TB paru
Aspek risiko internal yang didapatkan pada pasien yaitu jenis kelamin,
usia, kebiasaan pasien, dan keadaan sosial.
d. Aspek psikososial keluarga :
Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit yang diderita pasien,
kurangnya kesadaran keluarga untuk hidup sehat, dan keadaan rumah
pasien yang kurang sehat.
e. Aspek Fungsional
Derajat 1 ;Pasien tidak ada kesulitan dan masih merasa mampu dalam
hal fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di dalam maupun di luar
rumah.
Diagnosa klinis
: TB paru
Diagnosis psikososial
farmakologi
5.2. Saran
1
62
b. Aspek klinik
:
dan keluarganya tentang penyakit yang
e. Aspek Fungsional :
Menganjurkan pasien untuk menjaga kondisi fisiknya dengan aktif
melakukan olah raga ringan seperti jalan santai selama 30 menit. Hasil
yang diharapkan adalah kondisi pasien lebih sehat dan prima dan dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien.
2
63
pasien
TB paru untuk
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th. Jakarta : PAPDI
Adhitama,
Chandra
Yoga.
Pedoman
Nasional
Penanggulangan
64
3.
2011.
4.
Danusantoso, Halim. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. [ed.] Rachma Lanny.
Anonim. Keputusan Menteri Kesehatan No. 364 Tahun 2009 ttg Pedoman
Alsagaff, Hood and Mukty, Abdul, [ed.]. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.
Ward, Jeremy P.T,, Ward, Jane and Leach, Richard. At A Glance Sistem
10.
EGC, 2010.
11.
12.
13.
15.
66