Você está na página 1de 8

A.

DEFINISI
Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai
dengan adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh , biasanya disertai skuama (
Arief Mansjoer , 2000 ).
Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan yang
ditandai dengan eritema dan skuam yang hampir mengenai seluruh tubuh
( Marwali Harahap , 2000 )
Dermatitis eksfoliata merupakan keadaan serius yang ditandai oleh inflamasi
yang progesif dimana eritema dan pembentukan skuam terjadi dengan distribusi
yang kurang lebih menyeluruh ( Brunner & Suddarth, 2002 )
B. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok :
1.

Eritrodarma eksfoliativa primer


Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma
iksioformis konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(50 % ).

2.

Eritroderma eksfoliativa sekunder


a. Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya
, sulfonamide , analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.
b. Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken
planus , psoriasis , pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus ,
dermatitis seboroik dan dermatitis atopik.
c. Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.
( Arief Mansjoer , 2000, Rusepno Hasan 2005 )

C. TANDA DAN GEJALA

Eritroderma akibat alergi obat , biasanya secara sistemik. Biasanya


timbul secara akut dalam waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema
menyeluruh , sedangkan skuama baru muncul saat penyembuhan.

Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit yang tersering addalah


psoriasis dan dermatitis seboroik pada bayi ( Penyakit Leiner ).

Eritroderma karena psoriasis


Ditemukan eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis
dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninngi
daripada sekitarnya dengan skuama yang lebih kebal. Dapat ditemukan
pitting nail.

Penyakit leiner ( eritroderma deskuamativum )


Usia pasien antara 4 -20 minggu keadaan umum baik biasanya tanpa
keluhan. Kelainan kulit berupa eritama seluruh tubuh disertai skuama
kasar.

Eritroderma akibat penyakit sistemik , termasuk keganasan.


Dapat ditemukan adanya penyakit pada alat dalam , infeksi dalam dan
infeksi fokal. ( Arif Masjoor , 2000 : 121)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan
peningkatan gammaglobulin, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase
akut meningkat, leukositosis, maupun anemia ringan
2. Histopatologi
Pada kebanyakan penderita dengan eritroderma histopatologi dapat
membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan
50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi,

tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis
dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis
dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.
3. Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin
pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik,
seperti bandlike limfoid infiltrate di dermis-epidermis, dengan sel
cerebriform mononuclear atipikal dan Pautriers microabscesses. Pada
penderita dengan Sindrom Sezary ditemukan limfosit atipik yang disebut
sel Sezary. Biopsi pada kulit juga memberi kelainan yang agak khas, yakni
terdapat infiltrat pada dermis bagian atas dan terdapatnya sel Sezary.
Disebut sindrom Sezary, jika jumlah sel Sezary yang beredar 1000/mm 3
atau lebih atau melebihi 10% sel-sel yang beredar. Bila jumlah sel tersebut
di bawah 1000/mm3 dinamai sindrom pre-Sezary.
4. Pemeriksaan immunofenotipe infiltrate limfoid juga mungkin sulit
menyelesaikan

permasalahan

karena

pemeriksaan

ini

umumnya

memperlihatkan gambaran sel T matang pada eritroderma jinak maupun


ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan papiler
dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superfisial juga
ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi
diulang

dari

tempat-tempat

yang

dipilih

dengan

cermat

dapat

memperlihatkan gambaran khasnya. (Djuanda, Adhi, 2007).


E. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pada eritroderma golongan I, obat tersangka sebagai kausanya segera
dihentikan. Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid.
Pada golongan I, yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dodsis
prednisone 4 x 10 mg. penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu.
2. Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan
kortikosteroid. Dosis mula prednisone 4 x 10 mg sampai 15 mg sehari.
Jika setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan, dosis dapat dinaikkan.
Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika
eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, makan
obat tersebut harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula

diobati dengan asetretin. Lama penyembuhan golongan II ini bervariasi


beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti
golongan I.
3. Pada pengobatan dengan kortikosteroid jangka lama (long term), yakni
jika melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisolon darpiada
prednison dengan dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit.
4. Pengobatan penyakit Leiner dengan kortikosteroid memberi hasil yang
baik. Dosis prednisone 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrom Sezary
pengobatan terdiri atas kortikosteroid (prednisone 30 mg sehari) atau
metilprednisolon

ekuivalen

dengan sitostatik,

biasanya

digunakan

klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.


5. Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena
terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit
perlu pula diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi
oleh eritema misalnya dengan salep lanolin 10% atau krim urea 10%
(Djuanda, Adhi, 2007).

F. PENGKAJIAN FOKUS
Pengkajian keperawatan yang berkelanjutan dilaksanakan untuk mendeteksi
infeksi. Kulit yang mengalami disrupsi , eritamatosus serta basah amat rentan
terhadap infeksi dan dapat menjadi tempat kolonisasi mikroorganisme
pathogen yang akan memperberat inflamasi antibiotik , yang diresepkan
dokter jika terdapat infeksi , dipilih berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas.
I. BIODATA
a. Jenis Kelamin
Biasnya laki lak 2 -3 kali lebih banyak dari perempuan.
b. Riwayat Kesehatan
G. Riwayat penyakit dahulu ( RPM )

Meluasnya dermatosis keseluruh tubuh dapat terjadi pada klien


planus , psoriasis , pitiasis rubra pilaris , pemfigus foliaseus ,
dermatitis. Seboroik dan dermatosiss atopik , limfoblastoma.
H. Riwayat Penyakit Sekarang
Mengigil panas , lemah , toksisitas berat dan pembentukan skuama kulit.

a. Pola Fungsi Gordon


1.

Pola Nutrisi dan metabolisme


Terjadinya kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan
nitrogen yang negative mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh pasien (
dehidrasi ).

2.

Pola persepsi dan konsep diri

Konsep diri
Adanya eritema ,pengelupasan kulit , sisik halus berupa kepingan /
lembaran zat tanduk yang besr besar seperti keras selafon ,
pembentukan skuama sehingga mengganggu harga diri.

3.

Pemeriksaan fisik
a. KU : lemah
b. TTV : suhu naik atau turun.
c. Kepala
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
d. Mulut
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan
oleh obat.

e. Abdomen
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
f. Ekstremitas
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
g. Kulit
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi
ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi.
Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama.
( Marwali Harahap , 2000 : 28 29 : Rusepno Hasan , 2005 : 239 ,
Brunner & Suddarth , 2002 : 1878 ).

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN FOKUS INTERVENSI


1. Kerusakan integritas kulit bd lesi dan respon peradangan
Kriteria hasil : - menunjukkan peningkatan integritas kulit
- menghindari cidera kulit
Intervensi
a. kaji keadaaan kulit secara umum
b. anjurkan pasien untuk tidak mencubit atau menggaruk daerah kulit
c. pertahankan kelembaban kulit
d. kurangi pembentukan sisik dengan pemberian bath oil
e. motivasi pasien untuk memakan nutrisi TKTP
2. Gangguan rasa nyaman : gatal bd adanya bakteri / virus di

kulit

Tujuan : setelah dilakuakn asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi


luka pada kulit karena gatal

Kriteria hasil : - tidak terjadi lecet di kulit


-

pasien berkurang gatalnya

Intervensi
a. beritahu pasien untuk tidak meggaruk saat gatal
b. mandikan seluruh badan pasien ddengan Nacl
c. oleskan badan pasien dengan minyak dan salep setelah pakai Nacl
d. jaga kebersihan kulit pasien
e. kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pengurang rasa gatal
3. Resti infeksi bd hipoproteinemia
Tujuan : setalah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan
infeksi
Kriteria hasil : - tidak ada tanda tanda infeksi
( rubor , kalor , dolor , fungsio laesa )
- tidak timbul luka baru
Intervensi
a. monitor TTV
b. kaji tanda tanda infeksi
c. motivasi pasien untuk meningkatkan nutrisi TKTP
d. jaga kebersihan luka
e. kolaborasi pemberian antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

tidak terjadi

Brunner 7 Suddarth vol 3 , 2002. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, Jakarta :


EGG
Doenges M E. 1999. Rencana asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan
dokumentasi perawatan pasien edisi 3 , Jakarta : EGC
Harahap Marwali 2000 , Ilmu Penyakit Kulit , Jakarta : Hipokrates
Hasan Rusepno 2005 , Ilmu Keperawatan Anak , Jakarta : FKUI
Mansjoer , Arief , 2000 , Kapita Selekta Kedokteran , Jakarta : EGC
Syaifudin , 1997 , anatomi Fisiologi , Jakarta : EGC

Você também pode gostar