Você está na página 1de 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Sesuai
dengan kegunaannya, air dipakai sebagai air minum, mandi, mencuci, sanitasi,
transportasi baik di sungai maupun di laut. Air juga dipergunakan untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia (Arya W., 2001).
Air yang secara terus menerus mengalami proses daur ulang telah memberi
peluang bagi manusia untuk dapat dimanfaatkan. Tiga jenis sumber air di bumi ini yaitu
air hujan, air tanah, dan air permukaan. Dari tiga jenis sumber tersebut air tanah dan air
permukaan paling banyak dipergunakan untuk kehidupan sehari-hari di desa maupun di
kota. Hal ini dapat dipahami karena air tanah dan air permukaan keberadaannya mudah
didapat dekat pemukiman penduduk.
Dalam upaya pemenuhan kebutuhan air salah satu sumber air yang digunakan
adalah air tanah dengan menggunakan sumur gali. Sumur gali banyak dijumpai di
daerah-daerah yang belum terjangkau oleh PDAM. Hal ini disebabkan sumur gali tidak
membutuhkan biaya yang besar dalam pembuatan dan penggunaanya. Akan tetapi, air
tanah juga memiliki kekurangan, yaitu adanya kandungan gas dan mineral yang dapat
melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan sehingga dapat mendatangkan
keracunan dan penyakit pada manusia. Dalam pemanfaatan air untuk keperluan rumah
tangga harus memenuhi persyaratan baik kuantitas maupun kualitas yang erat

kaitannya dengan kesehatan. Air yang memenuhi persyaratan kuantitas adalah air
dengan jumlah yang cukup untuk digunakan baik sebagai air minum, air pencucian dan
keperluan rumah tangga lainnya (Efendi, 2003).
Dari persyaratan kualitas air harus memenuhi persyaratan fisik, kimia, mikrobiologi
dan radioaktif. Persyaratan fisik antara lain tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
berasa. Persyaratan kimia yaitu air tidak mengandung senyawa kimia yang beracun
dan setiap zat yang terlarut dalam air mempunyai batas tertentu yang diperkenankan.
Salah satu persyaratan kimia pada air minum adalah kadar besi (Fe) dan mangan (Mn)
(Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990).
Zat besi (Fe) merupakan kandungan mineral dalam air yang dibutuhkan oleh tubuh
manusia untuk pertumbuhannya. Zat ini dalam jumlah kecil diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah. Kadar besi maksimum yang diperbolehkan ada di
dalam air minum menurut Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990 sebesar 0,03
mg/liter. Sedangkan zat mangan (Mn) juga merupakan nutrien penting yang diperlukan
oleh tubuh. Kadar yang diperbolehkan di dalam air minum menurut Permenkes
No.416/Menkes/Per/IX/1990 0,1 mg/liter.
Kadar Fe yang tinggi di dalam tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan
dengan gejala klinis berupa kelainan pigmen kulit dan hepatomegali (Nasution, 1993).
Demikian pula bila kadar Mn tinggi dapat bersifat toksis pada alat pernafasan
(Soemirat, 2003).
Tingginya kadar besi dan mangan dalam air tanah, secara makroskopis dapat
ditentukan dengan tanda air agak coklat dan berbau amis, banyak terdapat endapan
berwarna coklat pada dasar bak penampungan air, menimbulkan noda-noda coklat

pada pakaian yang berwarna putih dan bila dicampur akan berwarna kehitaman.
Sehingga air yang mengandung kadar besi dan mangan yang tinggi menimbulkan
keengganan untuk dikonsumsi karena kurang estetis (Hernadi, 1983). Dari segi fisik
dapat dilihat, bahwa air sumur gali di Perumahan Jala Bestari dan Perumahan
Pertamina Kecamatan Tanjung Pinang Timur Kelurahan Bt IX berwarna coklat dan bila
dicium air tersebut berbau logam dan karat. Selain itu air tersebut juga menimbulkan
endapan pada bak penampungan air dan terdapat lapisan seperti minyak pada
permukaan air. Penduduk Perumahan Jala Bestari rata-rata masih menggunakan air
sumur gali ini sebagai sumber air bersih, tetapi ada juga yang memakai air dari bak
penampungan umum yang bersumber dari air hujan dan bak penampungan tersebut
tidak tertutup. Penduduk menggunakan air tersebut karena belum tersedianya saluran
air dari PDAM ke Perumahan Jala Bestari dan Perumahan Pertamina sehingga air
tersebut yang digunakan.
Besi atau mangan masuk ke dalam air oleh karena reaksi biologis pada kondisi
reduksi atau anaerobik (tanpa oksigen). Jika air yang mengandung besi atau mangan
dibiarkan terkena udara atau oksigen maka reaksi oksidasi besi atau mangan akan
timbul dengan lambat dan membentuk endapan atau gumpalan koloid dari oksida besi
atau oksida mangan yang tidak diharapkan. Endapan koloid ini akan menempel atau
tertinggal dalam sistem perpipaan, menyebabkan noda pada cucian pakaian, serta
dapat menyebabkan masalah pada sistem pipa distribusi disebabkan karena dapat
menyokong tumbuhnya mikroorganisme seperti crenothrix dan clonothrix yang dapat
menyumbat perpipaan serta dapat menimbulkan warna dan bau yang tidak enak. Pada
konsentrasi rendah zat besi dan mangan dapat menimbulkan rasa atau bau logam pada

air minum, oleh karena itu untuk air minum kadar zat besi dan mangan yang
diperbolehkan yakni masing-masing 0,3 mg/l dan 0,05 mg/l (Yoo, 2009; Bilinski, 2012;
Qadri, 2005; Negroni, 2012). Standar kualitas air minum di Indonesia berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan No 907 Tahun 2002 menetapkan kadar zat besi di dalam
air minum yang diperbolehkan maksimum 0,3 mg/l dan kadar mangan maksimum yang
diperbolehkan 0,1 mg/l.
Mangan diperlukan oleh berbagai enzim seluler pada tubuh manusia dan hewan
seperti manganese superoxide dismutase dan pyruvateair minum lebih sering terjadi
jika sumber air baku yang digunakan berasal dari air tanah (Said, 2005). Ada beberapa
cara oksidasi zat besi atau mangan yang sering digunakan di dalam industri
pengolahan air minum antara lain yakni proses aerasi-filtrasi, proses klorinasi-filtrasi,
dan proses oksidasi kalium perma-nganat-filtrasi dengan mangan zeolit (manganese
greensand) (Said, 2005). Pemilihan proses tersebut dipilih berdasarkan besarnya
konsentrasi zat besi atau mangan serta kondisi air baku yang digunakan.
Proses aerasi-filtrasi biasanya terdiri dari aerator, bak pengendap serta filter atau
penyaring. Aerator adalah alat untuk mengontakkan oksigen dari udara dengan air agar
zat besi atau mangan yang ada di dalam air baku bereaksi dengan oksigen membentuk
senyawa ferri (Fe valensi 3) serta mangan oksida yang relatif tidak larut di dalam air.
Kecepatan oksidasi besi atau mangan dipengaruhi oleh pH air. Umumnya makin tinggi
pH air kecepatan reaksi oksidasinya makin cepat. Kadang-kadang perlu waktu tinggal
sampai beberapa jam setelah proses aerasi agar reaksi berjalan tergantung dari
karakteristik air bakunya.

Di dalam proses penghilangan mangan dengan cara aerasi, adanya kandungan


alkalinity, HCO3- yang cukup besar dalam air, akan menyebabkan senyawa mangan
berada dalam bentuk mangano bikarbonat Mn(HCO3)2, oleh karena bentuk CO2 bebas
lebih stabil daripada HCO3-, maka senyawa bikarbonat cenderung berubah menjadi
senyawa karbonat (reaksi 1). Dalam reaksi tersebut dapat dilihat, jika CO2 berkurang,
maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke kanan dan selanjutnya akan terbentuk
hidroksida mangan (Mn(OH)2) (reaksi 2). Hidroksida mangan ini masih mempunyai
kelarutan yang cukup besar, sehingga jika terus dilakukan oksidasi dengan udara atau
aerasi akan terjadi reaksi ion (reaksi 3).
Konsentrasi mangan di dalam sistem air alami umumnya kurang dari 0,1 mg/l, jika
konsentrasinya melebihi 1 mg/l maka dengan cara pengolahan biasa akan sulit untuk
menurunkan konsentrasinya sampai derajad yang diijinkan sebagai air minum, oleh
karena itu perlu pengolahan yang khusus. Untuk menghilangkan mangan di dalam air
yang paling sering digunakan adalah dengan cara oksidasi yang diikuti proses
pemisahan padatan (suspended solids). Mangan lebih sulit dioksidasi dari pada besi,
hal ini disebabkan karena kecepatan oksidasi mangan lebih rendah dibanding dengan
kecepatan oksidasi besi.
Dekontaminasi air dari unsur-unsur logam berat dapat dilakukan dengan teknik
fitoremediasi, yaitu dengan menggunakan tanaman yang mempunyai kemampuan lebih
untuk menyerap unsur-unsur tersebut. Secara lengkap istilah fitoremediasi adalah
penggunaan tanaman, termasuk pohon-pohonan, rumputrumputan dan tanaman air,
untuk menghilangkan atau memecahkan bahan-bahan berbahaya baik organik maupun
anorganik di lingkungan. Kemampuan tanaman untuk mengakumulasi bahan-bahan

kimia tertentu dapat dimanfaatkan untuk kajian indikator biologis dan fitoremediasi
dalam kasus pencemaran bahan logamlogam
berat di lingkungan.
Untuk mengurangi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh adanya zat besi dalam
jumlah yang berlebih dalam air sumur gali, maka harus dilakukan usaha-usaha
penurunannya sehingga tidak menimbulkan gangguan. Salah satu teknologi untuk
menurunkan tingkat kadar besi dan mangan didalam air adalah dengan menggunakan
saringan pasir dengan sistem Up Flow, dengan pasir laut, ketebalan tertentu pada
media saringan dan dengan penambahan tumbuhan genjer (Limnocharis flava).
Berdasarkan hal tersebut Penulis mencoba melakukan penelitian untuk kemampuan
tanaman genjer dalam menurunkan kadar besi dan mangan.
Limnocharis flava merupakan tumbuhan yang secara teroritis dapat menyerap air
dan logam yang terdapat di dalamnya sehingga dapat digunakan sebagai akumulator
maupun remidiator dalam penyerapan logam. Kemampuan Limnocharis flava menyerap
berbagai logam berat khususnya kadar besi dan mangan perlu untuk dipelajari. Dengan
memperhatikan kemampuan membersihkan cemaran limbah logam berat, maka
sangatlah perlu dilakukan penelitian tentang Potensi Tanaman Gejer (Lamncharis
flava) Sebagai Akumulator Logam Berat Fe dan Mn
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan tumbuhan genjer (Lamncharis
flava) sebagai adsorben untuk menurunkan kadar besi (fe) pada air sumur gali.

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini
dirumuskan masalah penelitiannya dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut
1. Seberapa besar persentase penurunan kadar Besi (Fe) pada air sumur gali
dengan menggunakan tumbuhan genjer?
B. Ruang Lingkup Penelitian
Efektifitas tumbuhan genjer dalam menurunkan kadar besi (Fe) pada air sumur
gali.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas tumbuhan genjer dalam menurunkan kadar Besi
(Fe) pada air sumur gali.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kadar Besi (Fe) air sumur gali sebelum dilakukan
adsorben tumbuhan akar genjer.
b. Untuk mengetahui kadar Besi (Fe) air sumur gali setelah dilakukan
adsorben akar genjer sebanyak 100 gr,200 gr dan 300 gr pada setiap 500
ml sampel air sumur gali.
c. Untuk mengetahui persentase penurunan kadar Besi (Fe) setelah
ditambahkan adsorben tumbuhan genjer.
d. Untuk mengetahui kadar tumbuhan genjer yang paling efektif dalam
menurunkan kadar Besi (Fe) pada air sumur gali sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan No.416/MENKES/PER/IX/1990.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menambah wawasan penulis dan sebagai bahan kajian bagi peneliti
selanjutnya, terutama penelitian mengenai efektifitas penurunan kadar Besi
(Fe) pada air sumur gali dengan bahan dasar tumbuhan genjer.
2. Sebagai bahan masukan untuk pemerintah dalam merencanakan program
penyedian dan penyehatan air bersih.

3. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa tumbuhan genjer

dapat untuk mengolah air sumur gali yang mengandung kadar Besi (Fe) pada
air sumur gali.

Você também pode gostar