Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
2) Tulang Tengkorak
Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua bagian yaitu
kranium (kalvaria) yang terdiri atas delapan tulang dan kerangka wajah yang terdiri
atas empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang dikenal
sebagai kubah tengkorak, licin pada permukaan luar dan pada permukaan dalam yang
terdapat lekukan supaya dapat sesuai dengan otak dan pembuluh darah. Permukaan
bawah dari rongga dikenal sebagai dasar tengkorak atau basis kranii. Dasar tengkorak
ditembusi oleh banyak lubang supaya dapat dilalui oleh saraf dan pembuluh darah (ATLS,
2011).
3) Meningeal
Meningeal merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang.
Fungsi meningeal yaitu melindungi struktur saraf halus yang membawa
pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil
benturan atau getaran, yang terdiri atas 3 lapisan sebagai berikut (ATLS, 2011).
a) Durameter (Lapisan sebelah luar)
Durameter ialah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat, dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak
dan dura meter propia di bagian dalam. Di dalam kanalis vertebralis kedua
lapisan ini terpisah. Durameter pada tempat tertentu mengandung rongga
yang mengalirkan darah vena dari otak, rongga ini dinamakan sinus
longitudinal superior yang terletak diantara kedua hemisfer otak. Pada
durameter terdapat rongga yang dinamakan rongga subdural, yaitu rongga
potensial kecil yang terletak antara duramater bagian dalam dan araknoid
4) Otak
Otak merupakan suatu organ tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat komputer dari semua organ tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di
dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
Otak terdiri dari otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan batang otak
(Trunkus serebri). Besar otak orang dewasa kira-kira 1300 gram, 7/8 bagian berat
terdiri dari otak besar (ATLS, 2011).
berbentuk telur mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masingmasing disebut fosa kranialis anterior atas dan fosa kranialis media. Otak
besar terdiri dari dua belahan, yaitu belahan kiri yang mengendalikan tubuh
bagian kanan, dan belahan kanan yang mengendalikan tubuh bagian kiri.
Otak mempunyai 2 permukaan, permukaan atas dan permukaan bawah.
Kedua lapisan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada pada
bagian korteks serebral dan zat putih yang terdapat pada bagian dalam yang
mengandung serabut saraf. Fungsi otak besar yaitu sebagai pusat berpikir
(kepandaian), kecerdasan dan kehendak. Selain itu otak besar juga
mengendalikan semua kegiatan yang disadari seperti bergerak, mendengar,
melihat, berbicara, berpikir dan lain sebagainya (Shuqing, 2010).
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut lobus
yaitu lobus frontal, lobus parietal, lobus occipital dan lobus temporal.
1) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang
5) Sistem Ventrikulus
Otak sangat lembut dan kenyal sehingga sangat mudah rusak. Selain lapisan
meninges, otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal (CSS) di subarachnoid
space. Cairan ini menyebabkan otak dapat mengapung sehingga mengurangi
tekanan pada bagian bawah otak yang dipengaruhi oleh gravitasi dan juga
meilndungi otak dari guncangan yang mungkin terjadi. CSS ini terletak dalarn
ruang-ruang yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Ruang-ruang ini
disebut dengan ventrikel (ventricles). Ventrikel berhubungan dengan bagian
subarachnoid dan juga berhubungan dengan bentuk tabung pada canal pusat
(central canal) dari tulang belakang. Ruang terbesar yang berisi cairan terutama
ada pada pasangan ventrikel lateral (lateral ventricle). Ventrikel lateral
berhubungan dengan ventrikel ketiga (third ventricle) yang terletak di otak bagian
tengah (midbrain). Ventrikel ketiga dihubungkan ke ventrikel keempat oleh
cerebral aqueduct yang menghubungkan ujung caudal ventrikel keempat dengan
central canal. Ventrikel lateral juga membentuk ventrikel pertama dan ventrikel
kedua (Puspitawati, 2009).
CSS merupakan konsentrasi dari darah dan plasma darah yang diproduksi
oleh choroid plexus yang terdapat dalam keempat ventrikel tersebut. Sirkulasi
CSS dimulai dalam ventrikel lateral ke ventrikel ketiga, kemudian mengalir ke
cerebral aqueduct ke ventrikel keempat. Dari ventrikel keempat mengalir ke
lubang-lubang subarachnoid yang melindungi keseluruhan SSP. Volume total
CSS sekitar 125 ml dan daya tahan hidupnya (waktu yang dibutuhkan oleh
sebagian CSS untuk berada pada sistem ventrikel agar diganti oleh cairan yang
baru) sekitar 3 jam. Apabila aliran CSS ini terganggu, misalnya karena cerebral
aqueduct diblokir oleh tumor dapat menyebabkan tekanan pada ventrikel karena
dipaksa untuk mengurangi cairan yang terus menerus diproduksi oleh choroid
plexus sementara alirannya untuk keluar terhambat. Dalam kondisi ini, dindingdinding ventrikel akan mengembang dan menyebabkan kondisi hydrocephalus.
Bila kondisi ini berlangsung terus menerus, pembuluh darah juga akan mengalami
penyempitan dan dapat menyebabkan kerusakan otak (Puspitawati, 2009).
6) Cairan Serebrospinalis
Cairan serebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid. Cairan ini bersifat
alkali, bening mirip plasma dengan tekanannya 60-140 mm air. Sirkulasi cairan
cerebrospinal yaitu cairan ini disalurkan oleh plexus khoroid ke dalam ventrikelventrikel yang ada di dalam otak. Cairan itu masuk ke dalam kanalis sentralis
sumsum tulang belakang dan juga ke dalam ruang subarakhnoid melalui celahcelah yang terdapat pada ventrikel keempat. Setelah itu cairan ini dapat melintasi
ruangan di atas seluruh permukaan otak dan sumsum tulang belakang hingga
akhirnya kembali ke sirkulasi vena melalui granulasi arakhnoid pada sinus
sagitalis superior. Oleh karena susunan ini maka bagian saraf otak dan sumsum
tulang belakang yang sangat halus terletak diantara dua lapisan cairan. Dengan
adanya kedua bantalan air ini maka sistem persarafan terlindungi dengan baik.
Cairan cerebrospinal ini berfungsi sebagai buffer, melindungi otak dan sumsum
9
10
2) Epidemiologi
Higroma subdural biasanya didapatkan karena trauma kepala akibat
kecelakaan dengan persentase kasus 6%. Sumber lain menjelaskan bahwa
subdural hygroma ditemui pada <5% pasien dengan trauma kepala, dan lebih
umum ditemukan pada anak-anak dan usia lanjut.
3) Etiologi
Beberapa etiologi higroma subdural menurut beberapa sumber adalah
sebagai berikut.
a) Post-trauma kecelakaan
Pada umumnya higroma subdural disebabkan pecahnya araknoid
sehingga LCS mengalir dan terkumpul membentuk kolam. Post-traumatic
subdural higroma merupakan kasus yang umum terjadi (Satyanegara, 2011).
b) Post-operasi (pintasan ventrikuler, marsupialisasi kista araknoid, dan reseksi
kista)
Higroma subdural akut dan kronik merupakan komplikasi post-operasi
yang umum terjadi dari pintasan ventrikuler, marsupialisasi kista araknoid
dan reseksi kista. Shuqing et al., (2010) melaporkan suatu kasus higroma
subdural setelah tindakan reseksi suatu lesi desak ruang pada ventrikel lateral
yang menyebabkan deformasi brainstem dekompresif. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat penting antara prosedur
pembedahan, pencegahan kehilangan LCS, dan fluktuasi yang cepat dalam
tekanan intrakranial (Zanini, 2010).
c) Komplikasi atau lanjutan dari hematom subdural akut
Kebanyakan subdural higromas (SDGs) atau higroma subdural terjadi
sekunder akibat trauma. Cofiar et al. (2007) melaporkan kejadian
perkembangan suatu higroma subdural pada pasien Acute Subdural
Hematoma (ASDH) atau hematom subdural akut, yang kemudian mengalami
resolusi spontan cepat dalam waktu 9 jam akibat kontribusi terhadap
pembesaran higroma subdural. Hematom subdural akut merupakan
kumpulan darah segar di bawah lapisan duramater, yang biasanya cukup
11
komplikasi yang jarang dari anestesia spinal. Penyebab komplikasi ini yang
mungkin terpikirkan adalah kebocoran LCS melalui fistula dural yang
terbentuk akibat tindakan punksi. Kebocoran ini menyebabkan pemisahan
otak bagian kaudal (caudal displacement of the brain), dengan konsekuensi
berupa peregangan dan rembesan dari vena-vena subdural intrakranial.
Berkurangnya tekanan otak akibat atrofi serebral, pengecilan otak pada
alkoholik dan pintasan ventrikuler juga merupakan faktor yang memberikan
kontribusi. Namun, pada kebanyakan kasus, mekanisme yang ada tetap
belum diketahui dengan jelas (Cofiar, 2007).
12
5) Patofisiologi
Patogenesis terjadinya higroma subdural adalah akumulasi cairan dalam
waktu lama di ruang subdural dapat terjadi akibat salah satu dari tiga proses yang
berbeda. Patogenesis yang paling lazim terjadi adalah likuifikasi hematoma
subdural akut sehingga membentuk atau terjadinya hematoma subdural kronik.
Ada postulat yang menyatakan bahwa semakin kental cairan yang berakumulasi,
semakin cepat pula peningkatan volumenya. Hal ini terjadi karena gradien tekanan
onkotik yang tinggi pada cairan yang kental. Meskipun volumenya bisa menurun
akibat degradasi darah dan protein, namun adanya perdarahan ulang menyebabkan
volumenya menetap sehingga hematoma subdural tetap ada. Tipe akumulasi
cairan subdural yang kedua adalah terbukanya arachnoid sehingga cairan
serebrospinal dapat memasuki ruang subdural. Cairan serebrospinal bercampur
dengan darah sehingga berubah menjadi cairan xantokromatik yang encer, sering
disebut higroma subdural. Tipe akumulasi ketiga menghasilkan cairan yang lebih
purulen. Empiema subdural dapat disebabkan oleh perluasan langsung dari
sinusitis atau otitis media ke ruang epidural lalu ke ruang subdural. Akumulasi
cairan subdural yang purulen kadang-kadang juga terlihat setelah episode
meningitis bakterial, khususnya akibat Haemophilus influenzae (Swift, 2011).
13
6) Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan higroma subdural adalah perdarahan dan
infeksi pasca pembedahan. Bisa juga terjadi adanya herniasi batang otak karena
penumpukan cairan serebrospinal yang banyak (Sjamsuhidajat, 2009).
7) Prognosis
Dari segi mortalitas dan morbiditas secara neurologis, mortalitas mencapai
10-20% pada pasien dengan GCS 8 atau kurang. Pada beberapa laporan, pasien
dengan GCS 5 atau lebih tanpa syok, mortalitas mencapai 10%, sedangkan pada
8) Pemerikasaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosis higroma subdural, selain anamnesis, gejala
klinis dan pemeriksaan fisik, diperlukan juga penunjang berupa radiologis
diagnostik yaitu CT Scan dan MRI. CT Scan kepala dengan atau tanpa kontras
memiliki nilai diagnostik. Akumulasi cairan subdural umumnya bersifat bilateral
pada hampir 77% kasus (Cardarelli, et al., 2009). Ketebalan akumulasi cairan
subdural dapat bervariasi dari 4 mm hingga 42 mm. MRI juga terbukti bermanfaat
dalam membedakan akumulasi cairan subdural dari dilatasi subarachnoid jinak
atau hidrosefalus eksternal jinak yang tidak membutuhkan intervensi bedah pada
sebagian besar kasus. MRI dapat menunjukkan efek penekanan akumulasi
subdural terhadap korteks (Cardarelli, et al., 2009).
14
Gambar 5. (A) Hygroma subdural kiri frontal (B) Peningkatan kepadatan dan
bentuk yang heterogen, tanda-tanda perdarahan higroma pada ruang subdural
15
9) Penatalaksanaan
Sejumlah modalitas terapi pernah dilaporkan, antara lain evakuasi dan
irigasi ruang subdural
16
17
C. Clinical Pathway
D. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a) Demografi
Higroma subdural dapat terjadi pada segala usia dan jenis kelamin.
Namun, biasanya laki-laki lebih rentan terjadi higroma subdural karena
aktivitas yang lebih sering di luar rumah sehingga rentan terjadi
kecelakaan.
b) Keluhan utama
Keluhan pada pasien higroma subdural biasanya nyeri kepala hingga
penurunan kesadaran.
c) Anamnesis
Dalam cedera kepala, poin-poin yang harus digali dari anamnesis
meliputi
Periode/waktu hilangnya kesadaran
Periode amnesia post trauma
Penyebab dan kasus cedera itu sendiri
Ada tidaknya nyeri kepala dan muntah
d) Riwayat penyakit sekarang
Kaji bagaimana pasien mengalami higroma subdural, sudah kemana saja
pasien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya, dan telah
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat sesuai dengan pathway adalah
sebagai berikut (NANDA, 2013).
a) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke otak akibat edema serebri
b) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kompresi pada batang otak
c) Nyeri akut (kepala) berhubungan dengan peningkatan TIK, pelepasan
mediator kimia
d) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
e) Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
f) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan kontraksi otot sekitar saraf
servikal
23
berhubungan dengan
peningkatan TIK dan
edema serebral
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ...x24 jam
ketidakefektifan perfusi
jaringan otak tidak terjadi
dengan kriteria hasil:
1) Warna kulit pada
ekstremitas dalam batas
normal
2) Peningkatan tingkat
kesadaran
3) TTV dalam batas normal
(TD: 120/80, RR 1620x/mnt, nadi 80100x/mnt, suhu 36,537,5
o
C)
Monitor TIK
1) Monitor status neurologi pasien
2) Monitor jumlah dan
karakteristik cairan
serebrospinal
3) Monitor intake dan output
pasien
4) Monitor suhu pasien
5) Posisikan pasien dengan kepala
2 Ketidakefektifan
pola napas
berhubungan dengan
kompresi batang
otak
1) RR normal (16-20x/menit)
2) Pergerakan dada normal
3) Penggunaan otot-otot
bantu pernapasan
Manajemen jalan napas
1) Atur posisi pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
2) Anjurkan bernafas yang pelan
dan dalam
3) Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan atau ketiadaan
ventilasi dan adanya suara nafas
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC)
Intervensi (NIC) Rasional
berkurang tambahan
4) Monitor respirasi dan
oksigenasi
5) Kolaborasi pemberian oksigen
4) Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan berdasarkan masing-masing diagnosa keperawatan
5) Discharge Planning
Sebelum pasien pulang, perawat hendaknya memberikan rencana tindak
lanjut atau discharge planning kepada pasien agar penyakit pasien tidak
bertambah buruk. Rencana tindak lanjut yang dapat diberikan kepada pasien yaitu
sebagai berikut.
a) Anjurkan untuk minum obat sesuai petunjuk dokter dan menghubungi
petugas kesehatan terdekat apabila obat dirasa tidak dapat memperbaiki
gejala yang dirasakan. Bawalah obat saat melakukan kontrol ke pusat
kesehatan.
b) Anjurkan untuk istirahat yang cukup dengan pencahayaan yang redup
apabila kepala terasa nyeri.
c) Hubungi petugas kesehatan terdekat apabila terdapat gejala kaku kuduk atau
kejang pada pasien.
d) Anjurkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien untuk
mempercepat proses penyembuhan.
26
DAFTAR PUSTAKA