Você está na página 1de 10

Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No.

1 | Mei 2008 (35 - 52)

Jalilvand, A. dan R. S. Harris. (1984). Corporate

Myers, S. C. dan N. S. Majluf. (1984), Corporate

Debt Behavior in Adjusting to Capital

Financing and Investment Decisions

Structure and Dividend Targets: An

When Firms Have Information That

Econometric Study, Journal of Finance,

Investors Do Not Have, Journal of

39, pp. 127-145.

Financial Economics, 13, pp. 187-221.

Pentingnya Safety Culture di Rumah Sakit - Upaya Meminimalkan Adverse Events - Andreas Budihardjo

Pentingnya Safety Culture


di rumah sakit
upaya Meminimalkan Adverse Events

Jensen, M. and W. Meckling. (1976), Theory of

N a c h row i D. N d a n H . Us m a n . 2 0 0 6 .

the Firm: Managerial Behavior, Agency

Ekonometrika, Pendekatan Populer dan

Costs and Ownership Structure, Journal

Praktis untuk Analisis Ekonomi dan

Andreas Budihardjo

of Financial Economics, 3, pp. 305-360.

Keuangan, Lembaga Penerbit Fakultas

Prasetiya Mulya Business School, Jakarta


andreasbs@pmbs.ac.id

Ekonomi Universitas Indonesia.


Manurung, J. J,, A. D. Manurung, dan F. D.
Saragih. 2005. Ekomometrika, Teori dan
Aplikasi, Elex Media Komputindo.

Ozkan, A. (2001). Determinants of Capital


Structure and Adjustment to Long Run
Target: Evidence from UK Company

Michaelas, N., F. Chittenden, dan P. Poutziouris.


(1999), Financial Policy and Capital

Panel Data, Journal of Business Finance


& Accounting, 28, pp. 175-198.

Structure Choice in U.K. SMEs: Empirical


Evidence from Company Panel Data,

Rajan, R. G. dan L. Zingales. (1995). What Do

Small Business Economics, 12, pp. 113-

We Know abotu Capital Structure?

130.

Some Evidence from International Data,


Journal of Finance, 50, pp. 1421-1460.

Modigliani, F. and M. H. Miller. (1958), The


Cost Capital, Corporate Finance and

Short, H., K. Keasey, D. Duxbury. (2002), Capital

the Theory of Investment, American

Structure, Management Ownership

Economic Review, 19, pp. 261-297.

and Large External Shareholders: A U


Analysis, International Journal of the

Modigliani, F. and M. H. Miller. (1963), Taxes

Economics of Business, 9, pp. 375-399.

and the Cost of Capital: A Correction,


American Economic Review, 53, pp.
433-43.

Shyam-Sunder, L. dan S. Myers. (1999), Testing


Static Trade-off against Pecking Order

Adverse Events (AEs), which are also known as the unexpected events,
can happen in any hospital, and can cause dangerous impacts on
patients life. In Indonesia, empirical research on AEs is still limited in
number therefore there are a lot of AEs which are not identified and
analyzed. In fact, a great number of AEs can be prevented through
the implementation of safety culture, safety system and information
technology. It is now the time for hospitals and health centres to apply
patient-safety culture more effectively. This article discusses the role
and essence of patient-safety culture in minimizing the total number
of AEs. Hospitals and health centres are encouraged to manage their
corporate culture change into the direction of applying the safety
culture appropriately in order to provide a positive impact on the
patient life and hospitals image. Eventually, an integrative model
which links the patient safety culture with the hospital performance
is provided.

Abstract

Models of Capital Structure, Journal of


Myers, S. C. (1997), Determinants of Corporate

Financial Economics, 51, pp. 219-244.

B o r ro w i n g Journal of Financial
Economics, 5, pp. 147-175.

Keywords: Adverse Events (AEs), patient safety-culture,


RCA (Root Cause Analysis)

Titman, S. dan R. Wessels. (1988), The


Determinants of Capital Structure

Myers, S. C. (1984), The Capital Structure Puzzle,


Journal f Finance,34, pp. 575-592.

52

Choice, Journal of Finance, 43, pp.


1-19.

53

Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (53 - 70)

akta menunjukkan bahwa banyak

motor (43.458 orang); kanker payudara

berfungsi dengan semestinya ataupun

that occurs in a person who participates in a

pasien rumah sakit (RS) yang menjadi

(42.297 orang) dan AIDS (16.516 orang). Dari

perawat yang salah mencatatnya. Pada

clinical trial while the patient is receiving the

korban adverse events (AEs) atau

angka kematian akibat AEs tersebut, lebih

u m u m ny a R S m e n e r a p k a n

sistem

treatment (study medication, application of

dalam bahasa Indonesia disebut kejadian

dari 50 % disebabkan oleh errors (kesalahan)

keselamatan kerja tetapi AEs masih saja

the study device, etc.) or within a pre-specified

yang tidak diharapkan (KTD). AEs yang

yang sebenarnya dapat dicegah (preventable

terjadi.

period of time after their treatment has been

disebabkan lebih oleh kesalahan pengobatan

adverse events).

completed.
Berbuat salah adalah manusiawi (To err is

(treatment) dan bukan karena kondisi pasien.


Masih dari sumber yang sama, hasil penelitian

human) tetapi kalau akibat dari kesalahan

Adverse Events (AEs) secara sederhana dapat

di Colorado dan Utah pada tahun 1992,

tersebut fatal dan merugikan orang lain,

didefinisikan sebagai suatu kejadian yang

menunjukkan bahwa AEs terjadi 2.9 % dari

padahal kesalahan tersebut dapat dicegah

tidak diharapkan (KTD yang disebabkan oleh

jumlah pasien yang dirawat;

6.6 % dari

maka sudah sepantasnya manajemen

kesalahan pengobatan/treatment serta dapat

korban AEs tersebut meninggal; padahal

rumah sakit (health care) mengupayakan

berdampak negatif bahkan fatal pada pasien.

53% dari jumlah AEs tersebut adalah

seoptimal mungkin melakukan tindakan

IOM mendefinisikan AE sebagai an injury

preventable. Hasil penelitian di sejumlah RS

preventif. Pendekatan sistem banyak diadopsi

caused by medical management rather than

di New York lebih parah; AEs terjadi 3,7 %

oleh rumah sakit untuk meningkatkan

the underlying condition of the patient.

dari pasien yang dirawat; 58% dari jumlah

keselamatan kerja (safety) namun tidak jarang

tersebut adalah preventable dan 13,6 %

sistem tersebut tidak berjalan karena faktor

AEs bisa terjadi di RS di mana saja termasuk

dari korban AEs tersebut meninggal. Data

manusia serta nilai-nilai organisasi yang tidak

juga di RS Indonesia kendati banyak kejadian

statistik nasional mengenai AEs di Indonesia

mendukung. Artikel ini memfokuskan pada

yang tidak dilaporkan. Menurut penelitian

belum ada namun berdasarkan penelitian-

pembahasan peran safety-culture dalam

IOM dalam buku To Err is Human, jika hasil-

penelitian yang ada dan kasus-kasus yang

menimimalkan AEs, bahkan jika mungkin

hasil penelitian di sejumlah rumah sakit

terjadi, jumlah AEs dapat diperkirakan relatif

meniadakannya (zero-AE). Meniadakan

diesktrapolasi dengan mendasarkan pada

tinggi.

terjadinya AEs yang disebabkan oleh errors

Korban AEs bervariasi dari yang ringan


seperti mual, gatal-gatal dan diare sehingga
harus dirawat lebih lama sampai pada akibat
yang fatal seperti misalnya cacat seumur
hidup dan bahkan meninggal. AEs jelas
merugikan pasien, selain mereka harus
membayar lebih untuk pengobatan karena
suatu kesalahan namun juga kesehatan fisik
dan juga jiwa mereka turut terancam.

persentase AEs yang menjadi penyebab


kematian dari 33.6 juta rawat inap di Amerika
(tahun 1997) maka dapat diprediksi bahwa
sekitar 98.000 pasien meninggal karena
kesalahan medis (medical errors). Angka
kematian akibat AEs di Amerika tersebut jauh
melebihi angka kematian karena kecelakaan

54

Pentingnya Safety Culture di Rumah Sakit - Upaya Meminimalkan Adverse Events - Andreas Budihardjo

medis juga berarti menjauhkan RS dari


Ada berbagai macam AEs, antara lain

kemungkinan tuntutan hukum.

Pada dasarnya, AEs bersifat ketidaksengajaan.


Jadi tidak direncanakan untuk merugikan
orang lain. Namun apa pun alasannya
hal tersebut tidak boleh terjadi karena
bisa berdampak negatif dan bahkan fatal
pada pasien. Bayangkan seorang pasien
yang berpenyakit rematik tulang tetapi ia
diagnosis menderita kanker tulang stadium
empat sehingga harus segera dioperasi, dan

salah memberi obat, salah membaca hasil

tindakan medis (operasi) dilakukan padahal

pemeriksaan laboratorium dan salah

penyakit tersebut tidak perlu dilakukan

mendiagnosis pasien. AEs tersebut

Apa Itu Adverse Events?

disebabkan oleh berbagai faktor seperti

Menurut Wikipedia, an adverse event (AE) is

terjadi pada pasien tersebut. Selain secara

misalnya dokter kelelahan, alat yang tidak

any adverse change in health or side-effect

ekonomis dan psikologis pasien dirugikan,

maka dapat dibayangkan apa yang akan

55

Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (53 - 70)

Pentingnya Safety Culture di Rumah Sakit - Upaya Meminimalkan Adverse Events - Andreas Budihardjo

mungkin juga ia menderita seumur hidup

yang baik namun fakta menunjukkan bahwa

atau meniadakan AEs melalui pendekatan

berorientasi pada safety values, misalnya

atau bahkan mungkin meninggal. Kasus

AEs tetap terjadi hal. Memang jika sistem

terpadu antara sistem safety dan budaya

pasien yang tidak mematuhi dokter dan

AEs banyak terjadi di mana-mana oleh

dapat dijalankan dengan semestinya maka

safety yang dikaitkan dengan visi dan misi

aturan keselamatan.

karena itu WHO mengangkat isu tersebut

AEs dapat ditekan sekecil-kecilnya namun

RS. Pendekatan integratif tersebut cocok

agar dicegah dan ditangani secara efektif.

fakta menunjukkan bahwa sistem tidak

disebabkan oleh berbagai penyebab AEs:

Di Indonesia, misalnya AE tampaknya sudah

dapat berjalan dengan secara optimal jika

mulai diperhatikan. Penelitian-penelitian dan

kompetensi dan nilai-nilai/budaya yang ada

seminarseminar berkaitan dengan AEs juga

tidak mendukungnya.

termasuk IT untuk membantu para medis


Pertama, nilai-nilai, serta tindakan para medis

Memang pendek atan sistem banyak


dipergunakan di RS maupun pada pesawat

Mengatasi Adverse Events

terbang; sistem dibuat sedemikian rupa

dan non-medis di rumah sakit.

dan non-medis yang belum berorientasi


pada keselamatan pasien.

sudah mulai banyak dilakukan.

Keenam, kurang efektifnya sistem safety

Pengertian dan Peran Budaya Organisasi

Kedua, kompetensi para medis/non-medis

Budaya organisasi berasal dari kata Inggris,

yang kurang/tidak memadai, misalnya

organizational culture; budaya organisasi

seorang dokter yang tidak kompeten dalam

secara resmi diperkenalkan oleh Pettigrew

dalam mengoperasi pasien karena sudah

pada tahun 1979 dalam tulisannya di

lama tidak melakukan pekerjaan tersebut

Administrative Science Quarterly. Menurut

tetapi melakukannya.

Martin (2002), pada dasarnya konsep budaya

Kesalahan adakah bagian dari manusia; apa

sehingga membuat orang tidak membuat

pun pekerjaannya manusia tak luput dari

kesalahan. Pertanyaannya, sejauh mana

berbuat salah. Namun, kesalahan dapat

sistem dapat mengatasi semua persoalan?

dicegah dengan sistem rancangan yang

Dalam hal tertentu pendekatan sistem sangat

mempersulit orang berbuat salah, sebaliknya

efektif namun tentunya tidak untuk semua

mengarahkan orang untuk berbuat benar.

persoalan sebab bagaimanapun juga faktor

Dengan perkataan lain, para penganut

manusia sering kali sangat menentukan pada

pendekatan sistem berpendapat bahwa

to err is human. Berdasarkan pertimbangan

kesalahan dapat dicegah atau dikendalikan

tersebut perpadua pendekatan (holistic

dengan sistem, misalnya supaya orang tidak

approach) dan budaya untuk mengatasi

salah menekan tombol maka tombol tersebut

AEs perlu dipergunakan. Pendekatan sistem

diberi warna yang sangat mencolok, supaya

lazim dikenal sebab hard approach sedang

Keempat, k e te r b a t a s a n k o m p e te n s i

perawat tidak kelelahan sehingga berbuat

pendekatan budaya/manusia lazim dikenal

dan fasilitas RS; secara keilmuan sudah

kelasahan maka penjadwalan dilakukan

sebagai soft approach. Sebagai hard approach,

dimungkinkan tetapi rumah sakit tidak

berdasarkan sistem yang mengacuh pada

pendekatan sistem dapat dipergunakan

memiliki dokter yang kompeten dan

jumlah jam kerja maksimum.

untuk membudayakan nilai-nilai.

peralatan yang canggih yang mendukung.

Ketiga, keterbatasan pengetahuan; secara


keilmuan misalnya belum ditemukan caracara yang efektif untuk mengobati penyakit
tertentu, misalnya terapi cell, stem cell, dan
DNA tidak dimungkinkan lima puluh tahun
lalu.

organisasi mengacuh pada tiga paradigma:


a) Integrated approach menyatakan bahwa
setiap organisasi mempunyai satu jenis
budaya yang mewarnai semua nilai dan
perilaku para anggotanya. b) Differentiation
approach menekankan pada konsensus subbudaya. Pada pendekatan ini dimungkinkan
bahwa setiap organisasi mempunyai satu
atau lebih sub-budaya yang dibedakan
menjadi tiga yaitu: enhancing sub culture
yaitu sub-budaya yang sejalan dan sama
dengan budaya organisasi, orthogonal sub
culture yaitu sub-budaya yang berbeda

Banyak RS mengaplikasi sistem keselamatan

56

Pengelolaan AEs bertujuan meminimalkan

Kelima, nilai-nilai pasien yang tidak

dengan budaya organisasi namun tidak

57

Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (53 - 70)

Pentingnya Safety Culture di Rumah Sakit - Upaya Meminimalkan Adverse Events - Andreas Budihardjo

bertentangan dan encounter sub culture

luar, kasat mata, dan konkret. Artifacts

(espoused culture). Karena itu dalam mengkaji

yaitu sub-budaya yang berlawanan dengan

mencerminkan nilai-nilai dan asumsi dasar

budaya organisasi, harus difokuskan pada

budaya organisasi. Suatu contoh di RS JHX

yang dianut oleh organisasi. Yang masuk

kebiasaan, perilaku dan nilai-nilai yang dianut

terdapat beberapa sub-budaya. Sub-budaya

dalam kategori ini antara lain adalah logo RS,

dan dijalankan oleh para anggotanya (das

divisi ICU berbeda dengan sub-budaya

slogan-slogan di RS, tata-ruang, dan simbol-

Sein) dan bukan mengkaji budaya yang

divisi Radiologi. c) Fragmentation approach

simbol lainnya.

diinginkan (das Sollen).

Kedua, Values (nilai) merupakan elemen

Memang akan ideal jika budaya yang

dasar budaya organisasi yang mengarahkan

diinginkan tersebut tepat (misalnya:

perilaku anggotanya. Nilai berkaitan dengan

professional/safety-culture) dan budaya yang

moral; ia berperan menentukan apa yang

hidup (das Sein) sesuai dengan budaya yang

seharusnya dilakukan. Seseorang yang

diinginkan (das Sollen). Pada umumnya

To be a renowned organization at the leading

menganut nilai safety akan berperilaku

pembentukan budaya organisasi ditentukan

edge of Medicine, providing quality healthcare

sesuai dengan nilai yang dianutnya karena

oleh para pendiri organisasi. Mengacu pada

to meet our nations aspirations.

dianggap sebagai sesuatu yang benar.

filosofi , visi, misi, nilai-nilai yang dianutnya,

Gambar 1. Tingkat Kesulitan Proses Pembudayaan Nilai

menyatakan bahwa budaya organisasi


tersebut sebenarnya tidak ada; yang ada
adalah nilai-nilai pribadi anggota organisasi.
Penganut pendekatan ini menganggap
bahwa shared values tersebut tidak relevan.

Schein (2004: hal. 17) mendefinisikan


budaya organisasi sebagai a pattern of
basic assumptions invented, discovered, or
developed by a given group as it learns to cope
with its problems of external adaptation and
internal integration - that has worked well
enough to be considered valid and, therefore,
to be taught to new members as the correct
way to perceive, think, and feel in relation to
those problems.

S chein menek ank an bahwa budaya

58

Ketiga, Basic assumptions (asumsi dasar)


merupakan bagian yang terdalam (filosofi)

pendiri organisasi memilih orang-orang

Budaya organisasi yang dominan berpengaruh

yang mempunyai relatif menganut hal-hal

kuat pada perilaku para anggota organisasi.

yang sama.

Deal dan Kennedy (2002) mengemukakan

dari budaya organisasi yang mendasari

bahwa budaya yang dominan bahkan

sikap, keyakinan dan nilai para anggotanya.

RS Johns Hopkins yang didirikan pada tahun

berpengaruh terhadap kinerja organisasi.

misalnya asumsi dasar mengenai orang

1889 merupakan RS terkemuka di Amerika

RS seyogianya mengaplikasi das Sein yang

jujur akan menang, ada kehidupan setelah

(peringkat I tahun 2007) memiliki cabang

bersumber pada das Sollen yang tepat

meninggal, banyak anak banyak rezeki,

di Singapura dan tetap mempertahankan

(patient-safety culture). Secara umum, safety

bekerja adalah beribadah dan sebagainya.

nilai-nilai yang dicerminkan dalam perilaku

culture dapat didefinisikan sebagai pola

anggotanya. Budaya Johns Hopkins Singapura:

terpadu perilaku individu dan organisasi

professionalism, respect, integrity, dedication

yang berorientasi pada nilai-nilai dan asumsi

dan excellence. Singapore General Hospital

dasar yang secara terus menerus berupaya

menganut nilai-nilai Commitment, Collegiality,

meminimalkan kejadian-kejadian yang tidak

Compassion, Respect, Integrity, Openness dan

diharapkan karena dapat membahayakan

Professionalism yang tercermin dalam visinya

pasien.

tersebut diciptakan dan dikembangkan

Budaya organisasi adalah suatu realita

oleh sekelompok orang; ia menekankan pada

asumsi dasar, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan

pendekatan integration atau differentiation.

yang hidup dan dihayati dan dilakukan

Schein selanjutnya membagi budaya menjadi

oleh para anggotanya (culture-in-practice).

tiga tingkatan. Pertama, Artifacts, adalah

Budaya bukan sekadar slogan-slogan yang

elemen budaya organisasi yang paling

mencantumkan nilai-nilai yang diinginkan

59

Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (53 - 70)

Tabel 1. Ilustrasi Hasil Identifikasi Patient Safety Culture RS. XYZ

Nilai-nilai

Prioritas penanganan

atau ikatan emosional. Apalagi kalau

kreativitas karyawannya. Budaya organisasi

ikatan nilai atau emosi dipadukan dengan

ditanamkan dan dipelihara dengan baik

motivasi (self-actualization) maka orang

melalui simbol, cerita, ritual, proses sosialisasi,

akan merasa nyaman dan senang bekerja

keteladanan, manajemen puncak dan sistem

untuk suatu organisasi. Agar aktualisasi

manajemen. Brown (1998) mengemukakan

diri dan komitmen terwujud, kebutuhan

bahwa proses sosialisasi budaya terdiri

dasar manusia yang lazim dikenal sebagai

dari dua dimensi: eksplisit - implisit dan

hygiene factors seyogianya dipenuhi oleh

sederhana kompleks.

Das Sein

Das Sollen

Safety oriented

2.5

5.0

Continuous learning

2.0

4.0

Prestasi / Achievement

2.5

4.5

Team work (within)

3.7

4.5

Openness

1.5

4.5

Umpan balik thd errors

3.0

40.

Non-punitive respond

2.0

4.0

Urgent

pihak manajemen. Komitmen kerja yang

Staffing

2.0

4.5

Urgent

kebersamaan antar-unit serta komunikasi

Hospital support

2.2

5.0

dan nilai berskor terendah adalah serah

Team work (across)

2.1

5.0

terima, kerja sama antar-bidang dan staffing.

Hospital handoffs

1.8

5.0

Urgent

Urgent

Untuk lebih memahami kesepuluh nilai

Budaya organisasi pada dasarnya memiliki

mengurbankan kepentingan yang lebih besar

yang berorientasi pada safety, pada Tabel

berbagai peranan antara lain: a) Peran

yaitu organisasi, misalnya perekat komitmen

1 disajikan contoh pernyataan-pernyataan

batas yaitu karakteristik yang khas yang

dalam menjakankan budaya safety. d)

pada instrumen yang dipergunakan.

membedakan organisasi satu dengan yang

Peningkat kekompakan meningkatkan

lainnya. Misalnya, RS Pantai Indah Kapuk

kekompakan anggotanya melalui penciptaan

berbeda dalam berbagai hal dengan RS

iklim kerja yang bersahabat sehingga mereka

Pondok Indah dalam hal peraturan-peraturan,

bermotivasi dalam bekerja. Tidak jarang

kebiasaan-kebiasaan karyawannya, cara

karyawan RS tetap bertahan dan bekerja

memberi layanan, dan lain sebagainya.

hingga berpuluh-puluh tahun padahal

b) Pemberi identitas berperan memberi

mereka ditawari untuk bekerja pada RS lain

identitas anggota suatu organisasi;

dengan imbalan yang jauh lebih besar.

ia

membedakan dengan anggota organisasi


yang lain. c) Perekat komitmen menyatukan
para anggotanya agar komit dalam mencapai

60

Pentingnya Safety Culture di Rumah Sakit - Upaya Meminimalkan Adverse Events - Andreas Budihardjo

Budaya Organisasi dan Komitmen

sasaran organisasi. Tanpa fungsi ini, bisa

Beberapa fakta menunjukkan bahwa

terjadi setiap karyawan atau departemen

manusia bekerja tidak hanya karena uang;

mengutamakan kepentingan sendiri dan

banyak orang bekerja lebih demi nilai-nilai

Elemen budaya yang abstrak dan kurang


tercerminkan pada tindakan dikategorikan
sebagai implisit, sedang elemen budaya yang
tercantum pada peraturan dan tindakan
dikategorikan sebagai eksplisit, sedang
elemen budaya yang memiliki banyak
symbol, ritual, artifak, basic assumptions,
dan sub budaya dikategorikan sebagai
kompleks sebalik nya jik a berjumlah

Penanaman Budaya Safety

relatif sedikit dikategorikan sederhana

Berdasarkan konsep budaya tersebut dapat

(simple). Sosialisasi budaya yang masuk

diidentifikasi sejauh mana budaya yang

dalam kategori implisit dan kompleks

diinginkan sudah dicapai. Dengan mengacu

membutuhkan cara pembudayaan relatif

pada hasil identifikasi dapat dilakukan

lebih sulit sebab pembudayaannya diarahkan

upaya penanaman budaya dan pengelolaan

pada pembentukan asumsi dasar dan

perubahan budaya. Pertanyaan yang sering

nilai-nilai. Beberapa organisasi termasuk

muncul adalah bagaimana membudayakan

RS melakukan pembudayaannya melalui

nilai dalam organisasi? Pada umumnya

pelatihan-pelatihan khusus, briefing, dan

budaya organisasi diciptakan oleh pendiri

stories telling. Mengacu pada proses tersebut,

organisasi. Misalnya Thomas Watson, pendiri

pembudayaan safety culture di RS dapat

IBM, menciptakan nilai-nilai yang mendorong

dilihat pada Gambar 1.

61

Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (53 - 70)

Tabel 2. Strategi Mengelola Perubahan Budaya Rumah Sakit

Nilai-nilai

Deskripsi
Perilaku

Metode
Pembudayaan

Saran / Target
Metode
(what, who, when) Evaluasi

Safety oriented

Pentingnya Safety Culture di Rumah Sakit - Upaya Meminimalkan Adverse Events - Andreas Budihardjo

Sejauh mana layanan selama ini

yang mempromosikan safety seyogianya

mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan?

dipasang tempat-tempat strategis di RS agar

Sejauh mana para pesaing sudah mengaplikasi

semua karyawan dan pasien ikut berpartisipasi

budaya safety?

dalam menanamkan budaya safety.

Apa yang diharapkan para pelanggan

Continuous learning
Prestasi/achievement

berkaitan dengan isu safety?

Team work (within)

Sejauh mana ekspektasi para anggota RS

Openness

berkaitan dengan masalah safety?

Umpan balik pada errors

Sejauh mana sistem informasi dibangun

Non-punitive respond

untuk mendukung budaya safety?

Staffing

Hospital support

Team work (across)

Sejauh mana sistem MSDM dikaitkan dengan


budaya safety?
Apakah visi, misi dan sasaran RS sudah

Hospital handoffs

berorientasi pada budaya safety?


Drennan (1999) mengemukakan bahwa

Beberapa pertanyaan-pertanyaan berikut

pembentukan budaya organisasi

perlu dijawab untuk mengetahui sejauh

Penanaman nilai-nilai safety dapat dilakukan

dipengaruhi oleh pemimpin, sejarah

mana kesiapan organisasi dalam melakukan

antara lain sebagai berikut:

dan tradisi organisasi, teknologi, produk

pembudayaan nilai-nilai safety:

Pertama, sosialisasi dapat dilakukan baik

dan layanan, industri dan persaingan,


pelanggan, ekspektasi organisasi, sistem
informasi dan kendali, aturan-aturan
dan lingkungan organisasi, prosedur
dan kebijaksanaan, sistem penggajian,
organisasi dan sumber daya, sasaran serta

62

Adakah pemimpin karismatik yang mampu


memimpin pembudayaan nilai-nilai
safety?
Sejauh mana tradisi RS mendukung
pembudayaan nilai-nilai tersebut?

secara informal maupun formal, misalnya pada


waktu morning tea session selalu dilakukan
penanaman nilai-nilai tersebut melalui cerita.
Sosialisasi dapat pula dilakukan melalui walk
the talk, atau MBWA (Management By Walking
Around); para pemimpin secara berkala

nilai-nilai perlu dipertimbangkan untuk

Sejauh mana teknologi dipergunakan untuk

mendatangi para stafnya selain mengontrol

melakukan penanaman dan sosialisasi

mendukung pencapaian pembudayaan

juga selalu meningatkan pentingnya safety. Di

budaya organisasi. Pembudayaan patient-

nilai-nilai tersebut? Sejauh mana pihak

samping itu, dilakukan sosialisasi pada ritual

safety culture perlu mempertimbangkan

RS melakukan investasi untuk teknologi/

tertentu seperti misalnya pemilihan karyawan

faktor- faktor tersebut serta diawali tahap

peralatan medis secara tepat untuk

teladan dan acara-acara formal family day.

pertama yang mengidentifikasi nilai.

meningkatkan safety culture?

Slogan-slogan, poster, dan simbol-simbol

Kedua, pelatihan yang bersasaran dari


kognitif, afektif sampai pada ranah
psikomotorik. Pelatihan Root Cause Analysis
(RCA) untuk mencari penyebab AEs dapat
dilakukans secara berkala. RCA adalah metode
pemecahan persoalan yang berorientasi
pada pengidentifikasian akar persoalan atau
kejadian. RCA memiliki banyak metode atau
tools yaitu: safety-based, production-based,
processed-based, failure-based dan systembased. RCA pada patient-safety culture RS
mengacu pada safety-based. Tim inti perlu
memiliki kompetensi RCA yang tinggi agar
mampu menganalisis penyebab persoalan
yang menyarankan penangannya.
Ketiga, organizational learning yang
dilakukan tim inti untuk menentukan strategi
pembudayaan nilai-nilai safety. Tim tersebut
secara berkala bertemu untuk manganalisis
RCA dari adverse events, menentukan pola
sosialisasi serta mengevaluasi program
yang telah dilaksanakan melalui riset-riset
aplikatif. Melalui organizational learning akan
diperoleh tacit dan explicit knowledge yang
berguna untuk menangani persoalan AEs.

63

Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (53 - 70)

Gambar 2. Model Peran Patient-Safety Culture terhadap AEs & Performance

Environment : stakeholdersethics, moral, laws, values, competition, etc.


Vision & Mission
Patient-safety culture
What, why, how, when

Safety system
Techno & Non-techno
RCA

Safety system
Techno & Non-techno
RCA

Safety system
Techno & Non-techno
RCA

Safety system
Techno & Non-techno
RCA

Pentingnya Safety Culture di Rumah Sakit - Upaya Meminimalkan Adverse Events - Andreas Budihardjo

perdangan bebas menyebabkan lingkungan

perubahan tersebut. Pada prinsipnya sebelum

bisnis semakin kompetitif pada skala dunia.

melakukan perubahan budaya organisasi,

Keadaan ini mendorong agar organisasi

perlu ditentukan dengan tepat budaya yang

termasuk RS harus dikelola secara profesional.

dikehendaki. Kemudian, diidentifikasi budaya

RS yang yang dahulu tidak berorientasi pada

yang ada sekarang sehingga ditemukan

teknologi misalnya sekarang sudah harus

kesenjangannya. Kendala antara kedua budaya

mengaplikasi teknologi dalam berbagai hal

tersebut perlu diperkecil melalui change

mulai dari sistem administrasi sampai dengan

management. Pengelolaan perubahan budaya

pengaplikasian peralatannya. Patient-safety

perlu dilakukan secara sistematis dengan

culture RS dewasa ini sudah merupakan

mengacu Tabel 2. Berikut penjelasan tabel ini:

keharusan. Nilai-nilai profesionalitas


antara lain mencakup kedisiplinan, inovasi,
continuous learning, layanan, produk, dan

nilai-nilai yang hendak

ditanamkan.

orientasi pelanggan yang diarahkan pada

Deskripsi perilaku: menguraikan perilaku yang

patient safety, perlu ditanamkan. Lingkungan

mencerminkan suatu nilai.

Keempat, keteladanan para pemimpin yang

bor gigi yang secara otomatis berhenti jika

usaha yang kompetitif menuntut RS

Sasaran: menunjukan suatu perilaku (who, what

menginspirasi dan mengarahkan para anak

bersentuhan dengan benda lunak seperti gusi

untuk mengaplikasi strategi inovatif yang

& when ) yang diharapkan.

buahnya untuk menganut nilai-nilai safety

atau lidah. Foto X-ray akan berhenti berfungsi

berorientasi pada patient-safety culture agar

Metode penanaman nilai-nilai: cara-cara untuk

serta mewujudkannya dalam bentuk perilaku

jika posisi pasien belum tepat benar. Pada

mampu menawarkan layanan-layanan medis

menanamkan nilai-nilai.

meraka sehari-hari.

mobil ambulan terdapat lampu pengingat

yang unggul dan bertanggung jawab.

Evaluasi: cara mengevaluasi keberhasilan

Kelima, sistem MSDM yang mengkaitkan


aktivitas SDM: rekruitment dan seleksi,
p e m e l i h a ra a n s e r t a p e n g e m b a n g a n

pengemudi apabila pintu belakang belum


tertutup sempurna dan posisi korban belum
tepat.

dengan patient-safety culture. Sistem seleksi


karyawan mengacu pada nilai-nilai tersebut.

Mengubah Budaya Rumah Sakit

penanaman nilai.
Budaya RS tidak jarang harus diubah agar
mampu bertahan dan berkembang. Banyak

Mengubah budaya organisasi yang dominan

RS melakukan perubahan budaya ke arah

tidak mudah karena budaya tersebut telah

profesional dan kepuasan pelanggan namun

dianut oleh para anggotanya dalam waktu

cara-cara yang ditempuh kurang tepat

relatif cukup lama dan bahkan sudah menjadi

Pembentukan nilai-nilai juga dikaitkan dengan

Pe r t a ny a a n y a n g m u n g k i n m u n c u l

sehingga berdampak kurang positif. Para

suatu dasar perilaku mereka. Lewin (1952)

sistem reward and punishment.

adalah apakah budaya RS perlu berubah?

karyawan yang meliputi dokter, perawat,

mengemukakan tiga tahapan penting cara

Perkembangan teknologi yang begitu pesat

dan tenaga non-medis merasa kecewa dan

mengelolah perubahan budaya organisasi

serta dunia bisnis yang mengarah pada

demotivasi karena mereka belum siap terhadap

secara efektif yaitu:

Keenam, sistem safety yang mendorong


orang untuk sulit berbuat salah, misalnya

64

Kolom nilai:

65

Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (53 - 70)

Pertama, Unfreezing: pada tahap ini biasanya

tampak mulai bermotivasi lagi. Mereka mulai

SDM: rekrutment dan seleksi, pemeliharaan,

diharapkan (10 nilai safety) harus ditanamkan

muncul karena para pemimpin terdorong

dapat menerima nilai-nilai dan kebiasaan-

pelatihan dan pengembangan. Organisasi yang

secara efektif. Setiap calon karyawan

untuk berubah karena peristiwa yang tidak

kebiasaan baru sebagai implikasi dari

menganut budaya safety seyogianya merekrut

dilatih agar mereka berperilaku sesuai yang

menyenangkan, misalnya kejadian AEs yang

perubahan budaya. Karyawan RS X dengan

karyawan yang menganut nilai-nilai tersebut

diharapan yaitu peduli pada keselamatan

cenderung meningkat dan keluhan pasien

budaya baru safety culture mulai berperilaku

dan memiliki kompetensi yang disyaratkan.

pasien. Pada tahap pemeliharan karyawan

terus meningkat bahkan beberapa diajukan

ke arah budaya tersebut. Kendati demikian,

Kesesuaian antara nilai yang dianut karyawan

(maintenance), strategi SDM perlu diarahkan

ke pengadilan. RS yang semula kurang

sistem manajemen yang efektif perlu

dengan budaya organisasi merupakan salah

pada pengukuhan nilai-nilai safety antara lain

mengutamakan budaya keselamatan dan

dipertimbangkan untuk membudayakan

faktor yang sangat penting sebab kesesuaian

melalui suatu sistem reward and punishment,

lebih mengandalkan pada sistem; mau tidak

nilai-nilai yang dikehendaki.

nilai akan memotivasi karyawan dan juga

ritual dan program sosialisasi.

mau harus mengaplikasi budaya tersebut.


Perubahan budaya RS ke budaya safety harus
diteruskan sampai ke tingkat yang paling
bawah. Memang pada tahap ini tidak jarang
karyawan yang diliputi rasa cemas, sebab
itu penjelasan what, why and how dilakukan

Agar pengelolaan budaya organisasi efektif,

memberikan kepuasan kerja.

Penerapan safety-culture di RS adalah

pendekatan yang tepat perlu dilakukan.

Di samping itu, kondisi tersebut tentu akan

sesuatu yang mutlak harus diaplikasikan

Manajemen perlu membentuk tim inti untuk

menguntungkan organisasi sebab baik

sejalan dengan sistem safety agar mampu

mensosialisasikan patient-safety culture.

secara langsung maupun tidak langsung,

menurunkan AEs secara signifikan. Tim

Di samping itu, perubahan budaya perlu

kesesuaian nilai (value congruency) akan

khusus perlu dipersiapkan untuk mengelola

didukung oleh aktivitas-aktivitas berikut:

mendorong karyawan berprestasi dan

baik budaya dan sistem safety secara

tentu hal tersebut berdampak pada kinerja

komprehensif melalui proses continuous

organisasi. Dapat dibayangkan, apa yang

learning yang berorientasi pada patient-

dengan seksama.
Keterlibatan pemimpin yang berkarisma.
Kedua, change: pada tahap ini perubahan
sebenarnya terjadi; budaya baru mulai

Penciptaan simbol, slogan, ritual, dan cerita-

akan terjadi jika seorang yang kurang peduli

culture safety. Selain menurunkan angka

kelihatan dan para karyawan tampaknya

cerita baru yang relevan.

pada keselamatan kerja diterima bekerja

AEs, budaya safety akan meningkatkan

mulai memahami perlunya perubahan.

Penyelarasan sistem seleksi, pemeliharaan,

di sebuah RS yang menuntut patient-safety

kualitas layanan dan akhirnya berpengaruh

Pada tahap ini pula, peraturan-peraturan

dan sistem kompensasi.

yang tinggi.

pada kinerja RS. Dengan demikian, budaya

Pengorganisasian sistem manajemen.

Merekrut k ar yawan yang kompeten,

baru, kebiasaan-kebiasaan baru serta sistem


baru mulai berlaku. Pelatihan-pelatihan
tampaknya dilakukan serta program

Pemberian pelatihan mengenai nilai-nilai

sosialisasi dan ritual-ritual tertentu juga

baru.

dilakukan mendukung pembudayan nilainilai baru. Tak jarang, simbol dan slogan
organisasi pun dipasang di mana-mana.
Kedua, refreezing: pada tahap ini karyawan

66

Pentingnya Safety Culture di Rumah Sakit - Upaya Meminimalkan Adverse Events - Andreas Budihardjo

Implikasi Budaya Organisasi

komitmen dan nilai-nilai safety yang tinggi


tidak mudah sebab itu organisasi dalam
hal ini RS pada umumnya mempersiapkan
program-program induksi, pelatihan,

safety diharapkan akan meningkatkan


akuntabilitas RS. Secara singkat, keterkaitan
budaya dan sistem safety dengan angka
AEs, patient satisfaction index dan kinerja
RS digambarkan pada Gambar 2.

sosialisasi dan pelatihan. Berkaitan dengan

Patient-safety culture berimplikasi pada strategi

nilai dan strategi SDM, maka melalui program

SDM organisasi yang tercerminkan pada aktivitas

orientasi atau induksi, nilai-nilai yang

Budaya Safety, Tidak Sekadar Slogan


Patient safety-culture di RS sangat besar

67

Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (53 - 70)

Pentingnya Safety Culture di Rumah Sakit - Upaya Meminimalkan Adverse Events - Andreas Budihardjo

pengaruhnya terhadap citra, tanggung

sumber daya manusia, dan kebijakan-

jawab sosial, moral, serta kinerjanya.

kebijakaannya. Konsekuensinya, konstruksi

Budaya organisasi akan mengarahkan

patient-safety-culture perlu dipahami

Hofstede, G. 1991. Cultures and Organizations:

C. 2000. Assessing the impact of total

perilaku anggotanya dalam mencapai

secara seksama agar pengidentifikasian,

Software of the Mind, London : McGraw-

quality management and organizational

sasaran organisasi. Karena itu seyogianya

penananaman maupun pengelolaan

Hill.

culture on multiple outcomes of care

budaya safety secara efektif tidak hanya

nilai-nilai safety (Nivea dan Sora, 2002)

Kohn,L.T., Corrigan, J.M., & Donaldson, M.

melalui slogan, simbol, dan upacara-upacara,

dapat dilakukan secara efektif. Dari proses

1999. To Err is Human: Building a safer

tetapi secara strategis dikaitkan dengan

identifikasi nilai-nilai organisasi diketahui

sistem sosialisasi, strategi SDM, teknologi,

kesenjangan antara nilai-nilai yang ada dan

pelatihan-pelatihan dan keteladanan.

yang diharapkan sehingga pengelolaan


budaya termasuk manajemen perubahan

Budaya organisasi merupakan suatu


pendorong yang mempengaruhi berbagai
aspek organisasi seperti misalnya, strategi

Journal of Health Care Quality Assurance,


Vol. 20 No. 7, 620-632.

for coronary artery bypass graft surgery

healthy system. Washington : Institute


of Medicine.

London: Tavistock.

refreezing dapat dilakukan secara efektif dan

Three perspectives. New York: Oxford


University Press.

Britain: Redwood Books.


Becker, B.E., Huselid, M.A., & Ulrich, D. 2001. The
HR scorecard. Boston: Harvard Business

Cambridge, MA: Ballinger.


Deal, T & Kennedy, A. 2000. The new corporate

Drennan, D. 1992. Transforming company


Budihardjo, A. 2003. Raw data penelitian

culture. London: McGraw-Hill.

health care settings: Analysis of content


validity. Health Care Management Science

Sieveking, N., Bellet, W. & Marston, R.C.


1993. Employees views of their work
Services Management Research 6, (2):
129-138.

Nieva, V.F. & Sorra. J. 2007. Safety culture

Silverweig, S. & Allen, R.F. 1976. Changing the

assessment: a tool for improving patient

corporate culture. Sloan Management

safety in healthcare organizations. Qual

Review, 17 (3), 33-49.

Saf Heath Care, 12 (Supl II): ii17-ii23.

culture, Great Britain: Cox & Wyman, Ltd.

School Press.

Deveploment of a patient safety culture

experience in private hospitals. Health


Sage publications.

Daftar Pustaka

Shutz, A.L., Counte, A.A., & Meurer, S. 2007.

10 : 139-149.
Martin, J. 1992. Cultures in Organizations:

Davis, S. 1984. Managing corporate culture.

Patients. Medical Care 38 (2): 207 -217.

measurement tool for ambulatory


Lewin, K. 1952. Field Theory in social Science.

Martin, J. 2002. Organizational Culture. USA:

Brown, A. 1998. Organizational culture. Great

Gillies, R.R., Dranove, D.S., Hugher, E.F.X.,


Budetti, P.P., Reynolds, K.S.E., & Huanf,

melalui proses unfreezing, change, dan

strategis.

Shortell, S.M. Jones, R.H., Rademaker, R.W.,

Shortell, S.M, Waters T.M, & Clarke, K.W.B, et


Nonaka, I. & Takeuchi, H. 1995. The knowledge

al. 1998. Physicians as double Agents:

creating company. New York: Oxford

Maintaining trust in an era of multiple

University Press, Inc.

accountabilities. JAMA; 280: 102-108.

budaya PT ABC. (Unpublished).


Furham, A. & Gunter, B. 1993.Corporate
Dafts, R.L. 2007. Understanding the theory

assessment. New York :Routledge.

and design of organizations. China:


Thompson South-Western Colege,
Publishing.

Payne, R. L. 2002. The concepts of culture and


climate. Working paper. UK :Manchester

International, Padstow, Cornwall.

Business School.
Harrison, R. 1972. Understanding your
organizations character. Harvard Business
Review, 50, May-June, 119-28.

Tylor, E.B. 1971. Primitive culture: Researches


Sathe, V. 1985. Culture and related corporate
realities. Homewood, III.: Irwin.

Daniel. 2006. Praktik kedokteran yang baik

68

Sorge, A. 2002. Organization. Great Britain: TJ

mencegah malpraktik kedokteran.

Hellings, J., Schrooten, W., Klazinga, N., & Vleugels,

www.majalah-farmacia.com, Vol 5 No.

A. 2007. Challenging patient safety

8 Maret, 2006

culture: survey results.Internatrional

into the development of mythology,


philosophy, religion, language, art and
custom, London: Murray.

Schein, E.H. 2004. Organizational culture and


leadership. San Francisco: Jossey-Bass.

Westat, R., Sorra, J. & Nieva, V., 2004. Hospital

69

Integritas - Jurnal Manajemen Bisnis | Vol. 1 No. 1 | Mei 2008 (53 - 70)

survey on patient culture. America :


AHRQ Publication.
Wikipedia Adverse Events
Zohar 2000. A group-level model of safety climate:

Adopting and Implementing Advanced Manufacturing Technology - Lena Elitan

ADOPTING AND IMPLEMENTING


ADVANCED MANUFACTURING TECHNOLOGY
Problems, Benefits, and Performance Appraisal Techniques

Testing the effect of group climate on


micro accidents in manufacturing Jobs.
Journal of Applied Psychology, (85) 4,
587-596.

Lena Elitan
Universitas Widya Mandala, Surabaya
lena@wima.ac.id

This article attempts to discuss about the issues on factor inducing technology
adoption, some empirical finding on AMT and the role of AMT in manufacturing
sectors. There is also growing consensus that many of the failures in adopting
AMT are, in fact, due to inadequate planning for, and/or faulty implementation
of the systems. The key to successful AMT planning and implementation appears
to be choice of an appropriate manufacturing systems and the attainment of
an organizational infrastructure that will offer maximum support to the chosen
system.

Abstract

Further, this article presents an overview and guidance for manufacturing


companies which are preparing to invest in advanced manufacturing technology
(AMT). The purpose of this article is to explain the reasons why the company may
encounter problems while adopting AMT, and to look at the many suggestions
offered by the relevant literature for improving the performance of evaluation in
AMT investment. According to the our major steps in adopting AMT (i.e. strategic
planning, justification, training and installation, and implementation) , the research
work here aims to assist managers or investors to recognize problems at each step,
thus offering appropriate ways to avoid and/or solve those problems. It is believed
that improved justification methods will encourage more firms to invest in AMT
and to realize the benefits these investments can offer.
Keywords: Investment analysis, Advanced manufacturing technologies,
Problems, Benefits, Performance Appraisal Techniques.

70

71

Você também pode gostar