Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
The focus of this study is tocompare and analyze the impact of several financing policies and
macroeconomic factors, on the risk financing level represented by Non Performing Financing
(NPF) ratio, in two Islamic banks with the largest capitalization of assets in Indonesia, namely
Bank ABC and Bank XYZ, within period 2005:Q1 2012:Q3. The methods of research being
used in the study are Ordinary Least Square (OLS) and Error Correction Model (ECM). The
output regression based on OLS and ECM, concludes that for Bank ABC, the increasing of
allocation of ratio of Murabahah to Musyarakah and Mudharabah results the decreasing on non
performing financing. Meanwhile, based on output of OLS and ECM for Bank XYZ, it also
showed that factors affecting non performing financing is SIZE and INF.
Keywords : Risk, Financing, Islamic Bank, Error Correction Model, Ordinary Least Square .
I.
PENDAHULUAN
Sebagai lembaga intermediasi yang berfungsi menghimpun dan menyalurkan dana
kembali dari masyarakat, bank dihadapkan dengan berbagai risiko. Salah satu risiko yang sangat
erat kaitannya dengan jalannya fungsi intermediasi adalah risiko pembiayaan. Risiko ini timbul
mengingat adanya ketidakpastian pada kolektabilitas pembiayaan dan pelunasan kewajiban dari
debitur. Jika debitur tidak dapat melunasi kewajiban kepada bank, maka dana dari masyarakat
penabung yang diharapkan berputar memberikan keuntungan, nyatanya malah hangus dalam
pembiayaan macet. Sehingga sangat penting bagi bank untuk melakukan pengelolaan portofolio
pembiayaan yang tepat, untuk menurunkan probabilitas terjadinya pembiayaan bermasalah.
Industri bank syariah memiliki karakteristik risiko pembiayaan yang berbeda dengan
bank konvensional. Perbedaan risiko tersebut terletak pada karakteristik pola produk dalam
menyalurkan pembiayaan yang hanya ada pada bank syariah. Berbeda dengan bank konvensional
dimana sistem penyaluran dana hanya dalam bentuk kredit, pada bank syariah, penyaluran dana
terdiri dari berbagai macam bentuk akad, seperti sistem jual beli (murabahah,salam dan istishna),
sistem bagi hasil (mudharabah, musyarakah) dan sistem sewa (ijarah, IMBT). Setiap akad pada
bank syariah memiliki profil risiko masing-masing, yang menyebabkan perlunya treatment
khusus dalam melakukan risk control dan risk management.
Dalam praktiknya, bank syariah banyak menggunakan skim murabahah dalam
penyaluran pembiayaan. Karakteristik murabahah yang pasti dalam besaran angsuran dan margin
juga melahirkan persepsi bahwa penggunaan akad murababah dapat mengurangi tingkat risiko
pembiayaan, dimana persepsi tersebut kemudian diuji dalam hipotesa penelitian. Selain itu,
penelitian juga menguji variabel return dari pembiayaan profit loss sharing yang kurang diminati
bank syariah karena terkait persepsi risiko yang tinggi dalam pembiayaan tersebut. Menurut
Khan dan Ahmed (2001), salah satu sebab mengapa skema pembiayaan profit loss sharing
masih kurang diminati oleh bank syariah adalah model pembiayaan berbasis profit loss
sharing relatif lebih berisiko karena tingkat return yang dihasilkan bisa saja positif atau
negatif, tergantung pada hasil akhir bisnis yang dibiayai. Implikasinya, ada kemungkinan
terjadi pengikisan nilai pokok dari rekening investasi ketika terjadi kerugian. Jika terjadi
pengikisan dana nasabah, tentunya akan sangat mempengaruhi reputasi bank syariah yang
bersangkutan. Akibat adanya probabilitas pengikisan dana deposan dan return yang negatif,
bank syariah akhirnya mulai ragu untuk meningkatkan model pembiayaan ini dalam tahap
pertama operasionalnya. Sehingga, dalam penelitian ini, penulis ingin membuktikan apakah
keraguan bank syariah dalam menerapkan akad bagi hasil karena dapat menimbulkan kerugian
bisa diterima.
Mengingat ketidakpastian bank syariah dalam kolektabilitas pembiayaan yang lebih
tinggi dibanding bank konvensional terutama pada sistem profit loss sharing dan efek sistemik
pembiayaan bermasalah bank terhadap perekonomian, maka perlu diteliti apakah pemilihan
kebijakan pembiayaan, penetapan margin dan kondisi ekonomi memiliki pengaruh terhadap rasio
NPF perbankan syariah. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Nasution dan Wiliasih (2007)
menjelaskan bahwa salah satu penyebab pembiayaan bermasalah pada bank syariah adalah
adanya pengaruh perbedaan penggunaan jenis pembiayaan equity financing (lebih dikenal
dengan sistem bagi hasil/profit loss sharing) dan sistem pembiayaan debt financing (lebih
dikenal dengan sistem jual beli/murabahah), terhadap rasio NPF bank syariah. Penelitian
dilakukan dengan memasukkan variabel kebijakan pembiayaan murabahah terhadap equity
financing untuk melihat ada tidaknya indikasi moral hazard dalam bank syariah. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa meningkatnya alokasi murabahah justru berpengaruh
terhadap kenaikkan NPF. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan murabahah adalah
akad dengan risiko terendah. Namun menurut Nasution dan Wiliasih (2007), hal tersebut terjadi
karena adanya moral hazard dari nasabah pembiayaan murabahah untuk menunggak angsuran.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Ihsan (2011) yang menggunakan variabel piutang
murabahah terhadap pembiayaan profit loss sharing. Berbeda dengan hasil penelitian Nasution
dan Wiliasih (2007), penelitian Ihsan (2011) menunjukkan bahwa semakin besar alokasi
pembiayaan murabahah dibanding alokasi pembiayaan profit loss sharing maka akan semakin
kecil NPF. Selain itu diketahui bahwa variabel inflasi dan GDP tidak berpengaruh signifikan
pada rasio NPF bank syariah. Penelitian lainnya yang dilakukan Ezohoa (2011) juga menemukan
bahwa faktor Net Interest Margin (NIM), Rasio Likuiditas dan Rasio Permodalan berpengaruh
positif terhadap rasio NPL Bank di Nigeria.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana kebijakan jenis pembiayaan dan
kebijakan pricing suatu bank dapat berkontribusi dalam mempengaruhi tingkat risiko pembiayan
suatu bank. Dalam hal ini, tingkat risiko pembiayaan direpresentasikan dengan rasio non
performing financing, dimana semakin kecil rasio ini, maka semakin baik kualitas pembiayaan
suatu bank. Peneliti lebih spesifik mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi NPF pada bank
syariah, karena bank syariah mempunyai karakteristik khusus dalam model pembiayaan
II.
TINJAUAN LITERATUR
Faktor profil risiko dari setiap akad akan menentukan kebijakan model pembiayaan yang
dipilih bank. Pada tinjauan literatur dijelaskan karakteristik risiko yang terdapat dalam akad-akad
pembiayaan syariah, yang mengacu pada hasil penelitian Khan dan Ahmed (2001).
Risiko Pembiayaan dalam Bank Syariah
Khan dan Ahmed (2001) menjelaskan peringkat risiko akad-akad dalam syariah dalam
penelitiannya yang dilakukan pada kelompok bank syariah yang berada di Timur Tengah dan
Asia Tenggara yang dipublikasikan dalam Institute Research and Training Institute (IRTI) oleh
Islamic Development Bank. Menurut Khan (2001), tiap akad mempunyai karakteristik risiko
kredit, risiko harga, risiko operasional, risiko likuiditas dan risiko pada level yang berbeda, yang
dicoba dijelaskan dalam tabel 2.1 berikut:
dan manufaktur (istishna). Sementara, eksposur pembiayaan bank syariah saat ini adalah fokus
pada sektor produktif , terutama UMKM dan sektor konsumstif. Dalam hal ini, pembiayaan
mudharabah dan musyarakah lebih relevan untuk mewakili pembiayaan pada sektor UMKM.
Sementara skim murabahah lebih relevan untuk mewakili pembiayaan pada sektor konsumtif
Pengembangan Hipotesis
Peneliti
menggunakan
variabel
dependen
NPF
Gross
sebagai
proksi
dalam
menggambarkan tingkat risiko pada bank umum syariah Selain itu penulis memasukkan bank
specific factors dan variabel makroekonomi sebagai variabel penjelas. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji hipotesis di bawah ini:
1. Net Operational Margin (NOM)
Menurut Rivai (2011), kegagalan dalam memperhitungkan spread antara bagi hasil dan
margin pembiayaan akan berdampak pada kehilangan margin keuntungan, kehilangan debitur
berkualitas lebih baik, kegagalan untuk memperhitungkan kerugian untuk pinjaman non lancar,
dan menyebabkan penurunan kualitas asset pembiayaaan. Hal serupa juga didukung oleh
penelitian Ezohoa (2011), yang menjadikan Net Interest Margin pada bank konvensional sebagai
indikator untuk mengukur efisiensi aset bank. Semakin kecil spread yang diambil bank,
menunjukkan bahwa bank semakin efisien dan kompetitif dalam menyalurkan dana.
Ketika menetapkan margin yang tinggi, bank juga perlu mempertimbangkan legal lending
limit dan analisis pembiayaan yang tepat sesuai dengan tingkat risiko pembiayaan. Sehingga,
hipotesa dalam penelitian ini, semakin tinggi pricing bank syariah dalam menetapkan margin
pembiayaan dan semakin rendah pricing untuk simpanan, maka semakin tinggi risiko terjadinya
pembiayaan bermasalah. Hal itu disebabkan pricing pembiayaan yang terlalu tinggi dapat
berpengaruh pada ketidakmampuan nasabah untuk melunasi angsuran. Selain itu, tingkat bagi
hasil simpanan yang rendah dan margin/nisbah pinjaman yang tinggi juga berpotensi menekan
tabungan dan pasar keuangan, dan menghambat pertumbuhan ekonomi (Setyowati, 2008).
Sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah NOM memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap NPFG Bank Syariah.
H 1 : Net Operational Margin (NOM) Memiliki Pengaruh Positif dan Signifikan terhadap
Non Performing Financing Gross Bank Syariah.
perbankan syariah, yaitu pertama, dari sisi bank syariah, murabahah merupakan investasi jangka
pendek yang mudah dan likuid, benefit yang berasal dari margin bisa ditentukan dan dipastikan,
serta menjauhi ketidakpastian dan minimalisasi risiko yang ada pada sistem bagi hasil. Kedua,
dari sisi nasabah, murabahah tidak memungkinkan bank syariah untuk mencampuri manajemen
bisnis. Jika preferensi bank syariah dalam memilih murabahah yang berisiko rendah,
dibandingkan alokasi pemiayaan berisiko tinggi diikuti dengan analisis prudensial, maka variabel
ini dapat berpengaruh untuk menekan rasio NPF. Sehingga, hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah rasio alokasi piutang murabahah terhadap alokasi pembiayaan profit loss
sharing berpengaruh negatif siginifikan terhadap rasio NPF, karena murabahah dianggap
memiliki risiko inheren pembiayaan yang rendah.
H 2 : Rasio Piutang Murabahah terhadap Pembiayaan Bagi Hasil (RF) Memiliki
Pengaruh Negatif dan Signifikan terhadap Rasio Non Performing Financing Gross Bank
Syariah.
3. Rasio Pendapatan dari Pembiayaan Bagi Hasil terhadap Pendapatan dari Total
Pembiayaan (RR)
Jenis pembiayaan bagi hasil dalam bank syariah terdiri dari pembiayaan mudharabah dan
musyarakah dimana pembiayaan bagi hasil dinilai memili risiko yang tinggi, dikarenakan dalam
kontak ini keuntungan bank relatif tidak pasti, bahkan bank dapat menanggung kerugian jika
usaha nasabah gagal. Selain itu bank juga menghadapi risiko terjadinya moral hazard dan
adverse selection karena adanya distribusi informasi yang tak merata antara nasabah dan bank.
Hasil penelitian Khan dan Ahmed (2001) mengatakan dengan menetapkan nisbah yang
akan memberikan return tinggi untuk jenis pembiayaan yang berisiko berarti telah mencegah
terhadiya moral hazard dalam hal meningkatnya rasio NPF. Hal serupa juga didukung oleh
penelitian Nasution dan Wiliasih (2007) yang menunjukkan bahwa variabel RR berpengaruh
negatif signifikan terhadap NPF, karena variabel ini mencerminkan tingkat kehati-hatian bank
dalam melakukan pembiayaan berisiko. Sehingga, semakin tinggi rasio return, berarti semakin
baik kebijakan bank dalam mengantisipasi kemungkian terjadinya moral hazard (Nasution, 2007)
Hipotesis yang diajukan dalam penelitan in adalah rasio pendapatan pembiayaan profit
loss sharing terhadap pendapatan total pembiayaan berpengaruh negatif signifikan terhadap rasio
Non Performing Financing bank syariah.
H 3 : Rasio Pendapatan dari Sistem Bagi Hasil terhadap Rasio Pendapatan dari Seluruh
Penyaluran Dana (RR) Memiliki Pengaruh Negatif Signifikan terhadap Non Performing
Financing Gross Bank Syariah
4. Inflasi
Inflasi dapat berpengaruh terhadap pembiayaan bermasalah, inflasi yang tinggi dan tidak
stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. inflasi yang tinggi
akan menyebabkan menurunnya pendapatan rill masyarakah sehingga standar hidup masyarakat
juga turun. Dengan meningkatnya inflasi maka akan mengakibatkan kemampuan nasabah dalam
membayar cicilan nasabah juga akan terganggu (Rahmawulan, 2008). Sehingga, hipotesa dalam
penelitian ini adalah inflasi mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap rasio NPF.
H4 :
MODEL PENELITIAN
Model dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang
dikembangkan dari jurnal penelitian yang ditulis oleh Nasution dan Wiliasih (2007) dan Ezohoa
(2011). Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio pembiayaan bermasalah
bank syariah atau dalam terminologi biasa disebut Non Performing Financing (NPF). Variabelvariabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah inflasi, net operational margin, total
aset dan variabel yang mencerminkan jenis kebijakan pembiayaan bank syariah. Periode yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi periode Q1 2005 Q3 2012. Model diestimasi dengan
menggunakan pendekatan Error Correction Model (ECM) untuk melihat ada tidaknya
keseimbangan antara jangka pendek dengan jangka panjang dan menginterpretasikan analisis
pengaruh variabel dalam jangka pendek. Sedangkan analisis untuk hubungan jangka panjang
ditemukan dari pendekatan hasil regresi Ordinary Least Square (OLS). Sampel time series yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Bank Syariah ABC dan Bank Syariah XYZ. Semua data
yang dibutuhkan dalam penelitian ini diambil dari laporan keuangan publikasi BI
Model awal yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seperti dalam persamaan
regresi 3.1 sebagai berikut:
NPFG=
(3.1)
Dimana :
NPFG : Non Performing Finance Gross Bank Syariah
NOM : Net Operational Margin Bank Syariah
RF : Rasio Piutang Murabahah terhadap Pembiayaan Profit Loss Sharing
RR : Rasio Pendapatan dari Sistem Bagi Hasil terhadap Pendapatan dari Penyaluran Dana
INF : Inflasi
SIZE : Total Aset
: error term
Tabel 3.1 berikut meringkas operasionalisasi variabel dalam model penelitian yang digunakan.
Tabel 3.1 Ringkasan Operasionalisasi Variabel
Nama Variabel
NPF Gross
NOM
Operasionalisasi Variabel
Pembiayaan Diragukan+ Pembiayaan Macet + Pembiayaan Kurang Lancar
Total Pembiayaan
Pendapatan Pembiayaanbagi hasi untuk dana investasitidak terikatbeban operasi
Ratarata aktiva produktif
RF
RR
SIZE
INF
IV.
Log(Total_Aset)
diambil dari www.bi.go.id
Hasil Regresi Persamaan Jangka Panjang Bank ABC dan Bank XYZ
Sebelum melakukan estimasi jangka panjang dengan pendekatan kointegrasi EngleGranger, peneliti terlebih dahulu memastikan bahwa model tidak melanggar asumsi klasik dalam
ekonometrika dan memastikan bahwa semua variabel stasioner dalam derajat integrasi yang
sama, sehingga penulis dapat membangun model kointegrasi dan meginterpretasikan hasil dari
pengujian hipotesis. Peneliti membuat persamaan jangka panjang dengan menggunakan
pendekatan Ordinary Least Square (OLS) . Hasil uji OLS kointegrasi Engle-Granger dapat
dilihat pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Output Regresi Model Jangka Panjang dengan Pendekatan OLS Kointegrasi
HASIL REGRESI OLS KOINTEGRASI BANK SYARIAH ABC
Variabel
Variabel
Koefisien Probabilitas
Interpretasi
Dependen
Independen
C
-0,496
0,965
Tidak signifikan
NOM
0,355
0,035
Positif signifikan**
RF
-11,016
0,000
Negatif signifikan***
NPFG
BANK ABC RR
-0,454
0,180
Tidak signifikan
INF
0,131
0,190
Tidak signifikan
SIZE
0,737
0,293
Tidak signifikan
Diagnostic Analysis
Value
P-Value
R-squared
0,487
DW-Stat
2,18
Ramsey Reset Test
2,27
0,1444
F-statistic
4,759
0,003
HASIL REGRESI OLS KOINTEGRASI BANK SYARIAH XYZ
Variabel
Variabel
Koefisien Probabilitas
Interpretasi
Dependen
Independen
C
55,395
0,000
Positif signifikan***
NOM
0,3110
0,2197
Tidak signifikan
RF
-0,8506
0,0545
Negatif signifikan*
NPFG
BANK
RR
-0,8524
0,1999
Tidak signifikan
XYZ
INF
0,1999
0,0004
Negatif signifikan***
SIZE
-2,9461
0,0000
Negatif signifikan***
AR(1)
0,3640
0,0197
Positif signifikan***
Diagnostic Analysis
Value
P-Value
R-squared
0,8741
DW-Stat
1,842
Ramsey Reset Test
2,1958
0,1083
F-statistic
26,635
0,0000
Hasil Regresi Persamaan Jangka Pendek Bank ABC dan Bank XYZ
Pendekatan Error Correction Model (ECM) digunakan untuk menganalisis perilaku
keseimbangan jangka pendek. Selain itu, model ini mampu mencari pemecahan terhadap
persoalan variabel runtun waktu yang tidak stasioner dan regresi lancung dalam ekonometri.
Hasil regeresi model koreksi kesalahan terbaik setelah dilakukan Ramsey-test, yang diperoleh
dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Hasil Regresi Error Correction Model Pada Bank ABC
Variabel
Dependen
Independen
C
0,2452
0,3895
Tidak signifikan
D(NOM)
0,3379
0,0351
Positif signifikan **
D(RF)
-11,295
0,0094
Negatif signifikan ***
D(NPFG)
D(RR)
-0,5105
0,0198
Negatif signifikan **
ABC
D(INF)
-0,0287
0,7828
Tidak signifikan
D(SIZE)
-2,8917
0,3872
Tidak signifikan
ECT(-1)
-1,2076
0,0000
Negatif signifikan ***
Diagnostic Analysis
Value
P-Value
R-squared
0,7194
DW-Stat
2,2418
Ramsey RESET
0,0794
0,7800
F-statistic
9,8284
0,000021
HASIL REGRESI MODEL ECM PADA BANK BSM
Variabel
Variabel
Koefisien Probabilitas
Interpretasi
Dependen
Independen
C
0,5371
0,0126
Positif signifikan **
D(NOM)
0,6084
0,0074
Positif signifikan *
D(RF)
-0,5449
0,2290
Tidak signifikan
D(NPFG)
D(RR)
-0,4425
0,3293
Tidak signifikan
XYZ
D(INF)
-0,1864
0,0005
Negatif signifikan *
D(SIZE)
-10,130
0,0004
Negatif signifikan *
ECT(-1)
-0,6873
0,0000
Negatif signifikan ***
Diagnostic Analysis
Value
P-Value
R-squared
0,7931
DW-Stat
1,7649
Ramsey Reset Test
0,026
0,8724
F-statistic
14,698
0,0000
Analisis Kontribusi Tiap Variabel Terhadap Rasio Non Performing Financing
-
signifikan terhadap NPFG ABC, dalam time horizon jangka panjang, yang direpresentasikan
dengan hasil regresi OLS. Koefisien NOM ABC sebesar 0,355 artinya setiap peningkatan
variabel NOM sebesar 1 dalam jangka panjang, dengan faktor lain diasumsikan konstan, maka
nilai NPFG akan meningkat sebesar 0,355. Variabel NOM ABC diduga berpengaruh positif
signifikan dalam jangka panjang karena jangka waktu pembiayaan terdiversifikasi antara
perubahan NOM baik dalam periode jangka pendek yaitu (model ECM) dan jangka panjang
(model OLS). Namun, peningkatan margin pembiayaan itu sendiri berpotensi untuk menurunkan
kemampuan membayar nasabah. Saat potensi nasabah untuk memenuhi kewajiban turun, maka
hal tersebut dapat memicu terjadinya pembiayaan bermasalah.
Selanjutnya, pada hasil regresi jangka panjang variabel NOM XYZ menunjukkan hasil
tidak signfikan dalam periode penelitian 2005-2012. Hal tersebut diduga karena komposisi
alokasi pembiayaan jangka panjang XYZ tidak sebesar alokasi pembiayaan jangka pendek dan
menengah, sedangkan dalam kasus regresi OLS yang diukur adalah time horizon jangka panjang.
Sehingga, kenaikkan spread antara margin pembiayaan dan bagi hasil dalam jangka panjang
tidak menyebabkan penurunan potensi membayar nasabah XYZ.
Pada jangka pendek, NOM memiliki koefisien signifikan dan positif pada bank ABC dan
XYZ. Interpretasinya, nasabah lebih sensitif terhadap perubahan variabel NOM dalam jangka
pendek.Signifikansi dalam perubahan pricing pinjaman dan simpanan dalam jangka pendek juga
didukung oleh sumber dana yang berasal dari jangka pendek dan dominasi jangka waktu
pembiayaan pendek dan menengah pada bank syariah. Pada akhirnya, kenaikkan variabel NOM
dalam jangka pendek dapat meningkatkan risiko pembiayaan bermasalah pada bank, karena
nasabah lebih sensitif terhadap kebijakan pricing bank dalam jangka pendek.
-
berpengaruh negatif signifikan dengan tingkat pembiayaan bermasalah pada Bank ABC dan
XYZ. Koefisien RF ABC dan XYZ adalah sebesar -11,016 dan -0,85. Artinya peningkatan pada
RF sebesar 1 akan menurunkan NPFG sebesar 11,016 pada ABC dan 0,86 pada XYZ dalam
jangka panjang, dengan faktor lain diasumsikan konstan Hal ini dapat dimengerti mengingat
adanya persepsi bahwa akad murabahah merupakan akad dengan risiko yang relatif rendah
selain itu pengelolaannya juga relatif mudah. Margin yang fix dan transparan di awal
kesepakatan juga memudahkan nasabah untuk mengatur rencana keuangan untuk pelunasan
angsuran dibanding bank konvensional yang nilai angsurannya masih bisa berubah-ubah karena
terpengaruh suku bunga. Hal ini menyebabkan risiko operasional pengelolaan murabahah lebih
kecil dibandingkan akad bagi hasil yang memiliki masalah agency problem dimana terdapat
asimetri informasi antara mudharib dan shahibul maal.
Koefisien negatif dalam variabel RF sesuai dengan hipotesis penelitian yang diajukan
oleh Nasution (2007), dimana preferensi dari pihak manajemen yang menilai bahwa risiko
murabahah lebih kecil. Skim murabahah juga membuat return yang diperoleh di masa depan
lebih dapat dieskpektasi, sehingga membuat level NPF menjadi lebih kecil.
Setidaknya, selain karena tingkat risiko yang rendah pada skim murabahah, ada dua hal
lain yang juga mendukung tren murabahah dalam bank syariah. Pertama, tren murabahah
didukung karena sumber pendanaan banyak berasal dari jangka pendek, seperti giro dan deposito
1 bulan. Jika bank syariah memaksa untuk mengalokasikan pembiayaan pada jangka panjang,
maka hal tersebut dapat menyebabkan risiko mismatch atau kesenjangan antara jatuh tempo
pembiayaan dengan sumber pendanaan, yang pada akhirnya berpengaruh pada likuiditas (Ismal,
2011). Masih dominannya sumber DPK jangka pendek, membuat bank berhati-hati dalam
memutuskan kebijakan pembiayaan yang diambil.
pembiayaan jangka pendek (Khan dan Ahmed, 2001), sehingga risiko likuditias dalam akad ini
relatif dapat dikelola. Selain itu, dengan menerapkan akad murabahah, juga membuat bank dapat
memperediksi bagi hasil yang diberikan untuk simpanan. Kedua, murabahah masih menjadi tren
karena sederhana dan tidak asing terutama bagi yang sudah biasa berinteraksi dengan bank
konvensional. Apalagi sumber daya internal bank syariah kebanyakan berasal dari karyawan
yang sebelumnya pernah bekerja di konvensional (Bariyah, 2006).
Namun,
mudharabah dan musyarakah, namun juga pembiayaan yang semestinya low risk seperti
murabahah. Hal itu didukung oleh output regresi model jangka pendek pada variabel RF XYZ
yang hanya signifikan dalam jangka panjang (output regresi OLS). Interpretasinya,kontribusi
murabahah dalam menurunkan tingkat risiko pembiayaan tidak selamanya efektif, karena risiko
pasti selalu ada. Sedangkan, pembiayaan bagi hasil dipersepsikan oleh manejemen bank syariah
sebagai pembiayaan high risk, juga disebabkan oleh kurangnya dukungan dari internal bank,
sumber DPK jangka panjang, permintaan debitur terhadap akad bagi hasil dan regulasi
pemerintah menyebabkan akad bagi hasil menjadi sulit diterapkan, karena eksposur risiko yang
tinggi tersebut tidak diimbangi dengan usaha yang memadai untuk memitigasi risiko.
berpengaruh signifikan terhadap NPFG. Tidak signifikannya RR ABC dan RR XYZ pada model
OLS tersebut terjadi dikarenakan RR mengukur variabel dari pendapatan profit loss sharing yang
notabenenya digunakan untuk pembiayaan jangka panjang, sementara NPFG yg diukur adalah
NPFG per kuartal (jangka pendek) dan model regresi OLS adalah untuk time horizon jangka
panjang. Signifikansi dari variabel RR terhadap NPFG terlihat ketika dilakukan penyesuaian
dengan model ECM
(Setyowati, 2008).
Pengaruh variabel RR terhadap NPFG dalam jangka pendek adalah negatif signifikan
terhadap Bank ABC dan negatif tidak signifikan pada bank XYZ. Arah hubungan ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2007). Hubungan negatif yang terjadi antara
RR dengan NPFG mengindikasikan adanya komitmen dan keseriusan dari pihak bank untuk
memperoleh return yang tinggi sehingga pihak bank meningkatkan keprofesionalisne dan
kinerjanya dalam memperoleh retun yang diharapkan. Hubungan negatif ini juga menjelaskan
bahwa semakin tinggi pendapatan yang diperoleh dari bagi hasil akan semakin rendah NPF.
Artinya, ada peluang untuk mengoptimalkan skim pembiayaan bagi hasil dalam bank syariah.
Dimana semakin optimal usaha bank dalam memaksimalkan pendapatan dari mudharabah dan
musyarakah akan menurunkan tingkat NPF Jadi, walaupun dalam tabel 2.1 tentang peringkat
risiko menjelaskan bahwa skim pembiyaaan bagi hasil memiliki eksposur risiko yang besar,
namun dengan manajemen risiko yang baik, risiko dalam skim bagi hasil ini relatif dapat
dimitigasi. Dalam hal ini, keberhasilan dalam mengoptimalkan pembiayaan bagi hasil
direpresentasikan dari seberapa besar pendapatan yang diperoleh bank dari pembiayaan bagi
hasil ini (Nasution, 2007).
Namun, dalam praktiknya, pendapatan bagi hasil tidak menjadi pendapatan operasional
utama bagi bank. Hal tersebut dapat dilihat dari variabel RR yang masih berkisar 30-50%
terhadap total pembiayaan. Menurut Ascarya (2005), ada beberapa tantangan yang menyebabkan
rendahnya pembiyaan bagi hasil dalam bank syariah:
1
Bank cenderung tidak mau mengambil risiko dengan kondisi asymmetric info.
Risiko dan moral hazard yang lebih tinggi dalam skema pembiayaan bagi hasil
Permintaan terhadap skim pembiayaan ini juga sedikit, karena nasabah cenderung
memilih pembiayaan dengan margin sehingga bisa mengatur cash flow-nya.
Aversion to risk, karena takut kehilangan kepercayaan dari depositor ketika tingkat bagi
hasil menurun.
Aversion to effort, karena penanganan pembiayaan bagi hasil tidak semudah penanganan
pembiayaan sekunder.
Kompetisi yang ketat dengan BUK memaksa BUS harus menyediakan pembiayaan
alternatif yang berisiko lebih kecil.
Sedangkan, menurut Ascarya dan Yumanita (2005), langkah-langkah yang perlu diambil oleh
bank dalam menyalurkan pembiayaan mudharabah dan musyarakah adalah:
1
Melakukan evaluasi terhadap karakter nasbah, bahwa nasabah harus jujur dan memiliki
akhlak yang baik Umumnya, bank meminta nasabah memiliki track record di bank
tersebut atau nasabah memiliki personal guarantee dari pihak lain. Apabila nasabah baru,
akan diuji dengan jumlah pembiayaan yang kecil baru bertahap meningkat. Selain itu,
bank juga harus meminta feasibility study sebelum menyalurkan pembiayaan
Penyaluran pembiayaan hanya disaurkan pada proyek yang dikuasai bank untu
menghindari kecurangan yang dilakukan nasabah.
Membuat rekening khusus bagi setiap pembiayaan bagi hasil disalurkan untuk memonitor
cashflow.
Minimum share capital musyarakah adalah 20% dan umumnya barang atau komoditi
yang dibiayai bukan barang musimam atau sedikit permintaan.
Dalam mengoptimalkan skema bagi hasil sebagai pembiayaan yang hanya ada pada sistem
syariah, perlu dukungan dari tiga pihak. Tidak adanya institusi pendukung untuk mendorong
pembiayaan bagi hasil dan tidak adanya prosedur operasional yang seragam juga menyebabkan
akad mudharabah dan musyarakah tidak diminati bank (Antonio, 2002). Di satu sisi lain, sumber
daya internal bank yang belum memadai untuk menangani, memproses, memonitor dan
mengaudit proyek bagi hasil dan dominansi sumber DPK jangka pendek juga tidak mendukung
skim bagi hasil untuk diterapkan. Kurangnya dukungan baik dari pemerintah, regulasi, nasabah
dan kualitas Sumber Daya Internal menyebabkan eksposur risiko pembiayaan skim bagi hasil
menjadi lebih besar. Walaupun, di lain sisi, pembiayaan bagi hasil cukup potensial untuk digarap
pada sektor microfinance di Indonesia. Porsi pembiayaan mikro dinilai memiliki potensi NPF
yang rendah dan terbebas dari krisis. Karena faktanya, banyak kelompok masyarakat yang
visible bisnisnya, namun belum bankable.
signifikan terhadap Bank XYZ baik dalam model jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini
tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang diajukan. Namun hal tersebut diduga terjadi karena
dominasi skim murabahah dalam portofolio bank XYZ. Dalam aplikasi murabah dimana
angsuran bersifat fixed dari awal sampai akhir, inflasi tidak mengubah nilai angsuran yang harus
dibayar nasabah kepada bank. Sehingga, saat terjadi kenaikkan inflasi dalam jangka panjang, hal
ini tidak mempengaruhi jumlah angsuran yang dibayar nasabah.
menurunkan potensi nasabah dalam memenuhi kewajiban kepada bank, karena nasabah sudah
dapat merencanakan pengaturan cash flow yang dibutuhkan untuk melunasi pembiayaan
murabahah.
Kontribusi
Syariah
Dalam output regresi OLS dan ECM, ditunjukkan bahwa SIZE berpengaruh negatif
signifikan, terhadap NPF XYZ. Interpretasimya, semakin besar total aset XYZ, maka rasio
pembiayaan bermasalah akan semakin menurun. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang
diajukan dalam penelitian. Bank XYZ merupakan bank syariah dengan total aset terbesar saat
ini, total aset yang besar mempermudah bank untuk melakukan ekspansi usaha dan dana
pihak ketiga dan mengembangkan tekonologi informasi. Selain itu, biasanya bank yang
mempunyai total aset yang besar adalah bank yang sudah lama berdiri, sehingga lebih
berpengalaman dalam mengelola risiko pembiayaan, yang pada akhirnya dapat menekan
rasio NPF. Pendapat tersebut juga didukung oleh Kheemraj (2005) yang mengatkan bahwa
bank dengan total aset besar memlilik strategi manajemen risiko yang lebih baik dalam
merancang portofolio pembiayaan yang optimal.
V. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pengolahan data, maa kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah:
1
Kebijakan pricing yang tepat dalam menentukan margin pembiayaan dan tingkat
bagi hasil simpanan, dapat menurunkan rasio non performing financing.
Bank yang mempunyai total aset lebih besar cenderung dapt mengelola risiko
pembiayaan lebih baik.
Data time series yang digunakan masih sangat terbatas, sementara untuk analisis
data time series semakin panjang data, maka hasil akan semakin baik.
Sedangkan, untuk kepentingan penelitian lebih lanjut tentang isu atau topik terkait,
penulis merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
1. Akan lebih baik jika menggunakan sampel beberapa perbankan di Indonesia dan di luar
negeri untuk melihat perbandingan kebijakan pembiayaan yang diberikan.
2. Selain itu penelitian selanjutnya juga dapat memisahkan atau membagi pembiayaan
bermasalah yang ada di Bank Syariah berdasarkan jenis pembiayaan, seperti pembiayaan
korporasi, pembiayaan konsumsi dan pembiayaan modal kerja. Hal ini diduga dapat
memberikan hasil yang berbeda karena setiap jenis pembiayaan memiliki sensitifitas
yang berbeda-beda terhadap level risiko pembiayaaanm sehingga hasil yang didapat akan
lebih baik.
3. Melihat pengaruh pembiayaan bermasalah dari segi perbandingan karakteristik internal
nasabah bank syariah dan nasabah bank konvensional.
4. Menambah periode penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Akhsyar (2005). Dari Murabahah Menuju Musyarakah Upaya Mendorong Optimalisasi
Sektor Riel. JAAI Volume 9. No 2, Desember 2005 159-169.
Antonio, M. Syafii. (2001). Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani Press.
Ascarya, Yumanita (2005). Mencari Solusi Rendahnya Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan
Syariah Indonesia. Buletin Ekonoomi Monoter dan Perbankan.
Bank
Indonesia (2005-2011).
(http://www.bi.go.id)
Laporan
Keuangan
Publikasi
Bank
Umum
Syariah
Ihsan, Muntaha (2011). Pengaruh Gross Domestic Product, Inflasi, dan Kebijakan Jenis
Pembiayaan Terhadap Rasio Non Performing Financing Bank Umum Syariah di
Indonesia Periode 2005-2010. Skripsi : FE UNDIP.
Khan, Tariqulla dan Ahmad (2001). Risk Management on Analysis of Issues in Islamic Financial
Industry. Islamic Research and Training Institute : Islamic Depelopment Bank.
Kheemraj, Tarron (2005). The determinants of non performing loans : an econometric case study
of Guyama. University of Guyana Working Paper.
Maskanul, Cecep (1999). Problem Pengembangan Produk Dalam Bank Syariah. Buletin
Ekonomi dan Moneter No.3, Desember 99.
Nasution E, Mustafa dan Wiliasih (2007). Profit Sharing dan Moral Hazard Dalam Penyaluran
Dana Pihak Ketiga Bank Umum Syariah di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan
Indonesia, Vol VIII. No.02 105-129.
Rivai, Veithzal. (2011). Islamic Banking. Jakarta: Rajagrafindo
Robbi, Abdu. (2006). Implementasi Pengukuran Creditrisk Model Pada Instrumen Pembiayaan
PT Bank Syariah ABC. Skripsi: FEUI.
Setyowati, Desti (2008). Indikasi Moral Hazard dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga (Studi
Komparatif Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah di Indonesia). Sinergi
Vol 12 No.1 Hal 89-102.
Winarno, Wahyu (2011). Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews Edisi 3. UPP
STIM YKPI