Você está na página 1de 6

ARTIKEL

SISTEM PENDIDIKAN HOME-SCHOOLING JAUH LEBIH EFEKTIF


DARIPADA PUBLIC SCHOOL

Di Susun Oleh :
-

Fikri Azis
Ahmad S
Agung Taufik
Hilman

Kelas : XI AP 1

SMK 1 JULI CIKAJANG


2015 2016
SISTEM PENDIDIKAN HOME-SCHOOLING JAUH LEBIH EFEKTIF

DARIPADA PUBLIC SCHOOL

Sejarah munculnya homeschooling


Menilik sejarah kemunculan Homeschooling atau home education yang ditulis oleh Mary
Griffith dalam buku berjudul The Unschooling handbook, how to use the whole world as your
childs classroom, sekolahrumah tidak menjadi sebuah gerakan sampai tahun 1970-an, saat
pendidik bernama John Holt , mulai mengenalkan konsep sekolah-rumah pada publik. Holt yakin
bahwa reformasi pendidikan yang terpusat pada anak-anak, yang dia percaya diperlukan, tidak
akan- bahkan tidak bisa- terjadi di di dalam pemprograman wajib belajar di sekolah formalkonvensional.
Pada tahun 1977, Holt mulai mempublikasikan buletin berita yang dia namai Growing
Without Schooling(tumbuh tanpa sekolah) untuk keluarga-keluarga yang mempunyai ide-ide
untuk membantu anak-anak mereka belajar di luar sekolah.
Ide-ide Holt mempengaruhi banyak orang tua yang beraliran Puritan yang menganggap
bahwa sekolahsekolah formal di Amerika saat itu telah gagal mencetak siswa yang mempunyai
kemandirian dalam belajar dan cenderung bobrok dalam moralitas. Menurut beberapa sumber
diperkirakan di Amerika Serikat sekarang ini ada 1,5 juta sampai 2 juta anak yang bersekolah di
rumah . Jumlah yang cukup besar tersebut merupakan data resmi jumlah sisiwa yang mengikuti
kurikulum untuk bersekolah di rumah, karena para orang tua ingin agar sistem pendidikan
mempunyai konsep dan visi yang jelas.
Di negeri kita konsep sekolah rumah sudah diterapkan lama oleh sebagian kecil
masyarakat kita. Tengok saja di pondok-pondok pesantren para Kiai secara khusus telah

mendidik anak-anaknya sendiri karena merasa lebih mengena dan puas bisa mengajarkan ilmu
pada putra sendiri daripada sekadar mempercayakan pada orang lain.
Tokoh-tokoh terkenal seperti KH Agus Salim, Ki Hajar Dewantoro atau Buya Hamka
juga mengembangkan cara belajar dengan sistem persekolahan di rumah ini. Metode ini
dijalankan bukan sekedar agar anak didik lulus ujian kemudian mendapatkan ijazah, namun agar
lebih mencintai dan punya semangat yang tinggi dalam mengembangkan ilmu yang dipelajari.
Bagi keluarga-keluarga yang telah menerapkan konsep ini, pendidikan yang mereka
jalani adalah pendidikan yang penuh pemikiran, permainan bebas dan eksplorasi. Ini melepaskan
kekakuan kalimat yang sering diucapkan guru di kelas seperti Kalian seharusnya.., Kalian
sebaiknya.. atau Anak-anak, Pelajaran kita hari ini adalah... Kenapa demikian? Karena
Homeschooling pada dasarnya merupakan metode pembelajaran yang menekankan pada masalah
sikap dan pendekatan belajar yang lebih mandiri. Di Homeschooling pembelajar bisa memilih
materi pelajaran apa yang mau dikaji tiap harinya sesuai dengan minatnya. Sederhananya
sekolah-rumah menempatkan wewenang di tangan si pembelajar.
Salah satu contoh menarik adalah cerita yang dimuat di Kompas (13/3/2005) mengenai
Wanti wowor (39) ibu empat anak yang berhasil mendidik dua anaknya Fini dan Fini sejak kecil
belajar di rumah sampai akhirnya Fini melanjutkan sekolah desain mode di Esmond Jakarta,
sedangkan Fina diterima di Universitas Indonesia program Internasional. Kelebihan yang ada
pada mereka dibandingkan dengan mahasiswa yang sebelumnya telah terbiasa mengikuti sekolah
formal-konvensional adalah kemandirian yang besar dalam belajar, kedisplinan yang tinggi
dalam mengerjakan tugas-tugas perkuliahan dan juga lebih berani mengemukan pendapat dan
berdebat.

Keunggulan Homeschooling
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh mengatakan, ada beberapa
metode untuk pembelajaran di luar sekolah formal. Pada kasus-kasus tertentu metode
pembelajaran bisa juga dilakukan di luar sekolah baik itu dalam bentuk parenting,
homeschooling maupun metode pembelajaran lainnya. Menurut Nuh, homeschooling adalah
sebuah metode pembelajaran yang legal.
Selain itu, ia menilai, homeschooling diterapkan ketika anak-anak memerlukan perhatian
khusus. Misalnya, karena menderita sakit dan harus dirawat ataupun ada masalah-masalah
tertentu yang membuat anak-anak memang harus menjalani pendidikan secara homeschooling.
Hal-hal khusus itulah yang kemudian dianggapnya sebagai indiktor yang wajar terkait
mahalnya biaya homeschooling.
Beberapa metode pembelajaran bisa dilakukan di luar sekolah. Misalnya, karena memang si
anak memerlukan perhatian yang agak khusus. Oleh karena itu, homeschooling semakin dikenal
dan itu boleh. Wajar jika kemudian menjadi mahal, karena homeschooling sangat privat. Ibarat
pakaian, ada yang di butik dan ada juga yang di pasar, kata Nuh, saat ditemui Kompas.com,
akhir pekan lalu di Karang Tengah, Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat.
Nuh mengungkapkan, agar homeschooling tidak kehilangan esensinya sebagai
pendidikan alternatif, maka masyarakat dapat memilih cara lain, seperti memilih homeschooling
dengan biaya yang masih dapat dijangkau.

Ia menjelaskan, para orangtua yang menerapkan homeschooling kepada anak-anaknya


tidak perlu khawatir. Anak-anak homeschooling dapat menggunakan jalur ujian Paket A, B dan
Paket C untuk memeroleh ijazah guna melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Selain itu, dimungkinkan juga di suatu saat anak-anak homeschooling dapat ikut ujian bergabung
bersama dengan pendidikan formal.
Homeschooling bisa menggunakan ujian tersebut untuk ujian kelulusannya. Bisa juga ikut ujian
bergabung dengan pendidikan formal. Itu boleh, yang tidak boleh itu jika anak-anak tidak
sekolah dan tidak belajar, ujarnya.
Mengenai standar kurikulum dalam homeschooling, Nuh menegaskan, homeschooling
tetap harus memiliki kurikulum dasar. Tetapi, pengembangan dan pendekatannya diserahkan
secara

penuh

kepada

sang

pendamping

atau

sang

pembimbing

homeschooling.

Kurikulum dasar harus ada aturannya, tetapi kan bisa disesuaikan. Yang penting materinya
harus ada, kalau enggak ada patokannya maka akan sulit saat mereka ujian nanti. Intinya,
homeschooling itu boleh dan lebih baik daripada si anak tidak bersekolah, kata Nuh
Bicara soal kefektivitasan maka kita bicara soal tujuan yang akan dicapai.
Sebelum bicara lebih jauh, Kita perlu mengetahui tujuan dari sebuah hal yang namanya edukasi.
Tujuannya adalah:
1.
2.
3.
4.

Living (hidup)
Make a living (berpenghasilan)
Contribute to life (sumbangsih besar/kecil untuk kehidupan)
For the afterlife (dunia akhirat)

Dari tujuan-tujuan tersebut, setiap keluarga yang menerapkan sistem homeschooling


dapat mendefinisikan hal-hal yang lebih teknis. Misalnya, apa yang perlu dipelajari/dikuasai
anak untuk bisa hidup dengan baik. Sikap (attitude) apa yang harus dimiliki, pengetahuan apa
yang perlu diketahui, ketrampilan apa yang perlu dikuasai. Semuanya untuk kebutuhan dasar,
yaitu survival.
Setelah kemampuan dasar itu kita definisikan, kita mulai tingkatkan lagi untuk tujuan
berpenghasilan/profesional. Dari yang basic tadi kita tingkatkan menjadi keahlian (expertise).
Bisa

berangkat

dari

memperdalam

yang

basic,

tapi

bisa

juga

melebar

dengan

pengetahuan/ketrampilan baru.
Begitu seterusnya. Setahap demi setahap kita membantu anak mengembangkan diri dan
memberinya bekal. Untuk yang ke-4 (afterlife), tentu saja bisa diintegrasikan di dalam setiap
proses belajar.
Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apakah sistem homeschooling bisa lebih efektif
dari sistem public school? Kemungkinan besar iya. Banyak variabel yang bisa dijadikan
argumen. Tapi daku terlebih dahulu hanya ingin membatasi pada variabel penerimaan pelajaran
terlebih dahulu.
Dalam hal penerimaan pelajaran jelas itu sangat efektif, melihat cara pengajaran di public
school yang satu guru banyak murid dibandingkan dengan sistem home schooling yang satu guru
satu murid.

Você também pode gostar