Você está na página 1de 105

1

te

CATATAN BEDAH

AKUT ABDOMEN
Organ intra dan retro pada abdomen
1.Gaster (intraperitoneal)

2
2.Duodenum dan pancreas (retroperitoneal)
3.Jejunum dan Ileum (intraperitoneal)
4.Caecum dan apendiks *intraperitoenal)
5. Colon ascendens (retro)
6.Colon transversum (intra)
7. Colon descendens (retro)
8.Sigmoid (intra)
Definisi akut abdomen:
Akut abdomen adalah Kelainan bedah di abdomen yang memerlukan tindakan
pembedahan segera. Penyebab umum dari akut abdomen ini dibagi ke dalam 5
kategori besar:
a. Inflamasi yang dibagi menjadi 2: (1) peradangan bacterial (app akut,
diverticulitis); (2) Peradangan kimia (perforasi gasterkeluarnya asam
lambung).
b. Mekanikal: kondisi yang menimbulkan obstruksi seperti hernia inkarserata,
post op adesi, intususepsi, malrotasi-volvulus, ca colon dengan penyulit
obstruksi.
c. Congenital: semua defek yang harus ditangani cepat seperti atresia
duodenum, omfalokel, hernia diafragmatika
d. Vaskuler: akibat dari thrombosis atau emboli arteri mesentrikaiskemia
e. Traumaperdarahan,perforasi hollow organ

Peritonitis
Anatomi Peritoneum
Peritoneum parietal (ant dan post)
Peritoneum visceral
Cavum peritoneum dibentuk oleh :
a. Greater sac general peritoneal cavity)( batas cranial :diafragma,
caudal : aditus pelvis, ventral (ddg ventrolateral abdomen, dorsal :ddg
dorsal abd)
b. Lesser sac ada di belakang gaster (ventral: gaster,omentum minus, lob
caudatus hepatis; dorsal: pancreas,omentum mayor, ren, gld
suprarenal; kiri:lien, kanan: for epiploicum winslowi
c. Greater dan lesser dihubungkan oleh for winslowi
Persarafan:
P.parietalsangat sensititf
P.visceraltidak sensitive
Jenis nyeri perut
1. Nyeri visceral
Nyeri pd peritoneum visceral yg dipersarafi oleh saraf otonom shg tidak
peka pada perabaan atau pemotongan, dengan demikian sayatan
ataupun penjahitan dapat dilakukan tanpa terasa oleh pasien. Akan
tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ akan terjadi
kontraksi berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia, missal pd kolik
(nyeri abdomen akut) atau radang pd apendisitis akan timbul nyeri.
Namun pada pasien nyeri visceral biasanya tidak dapat menunjukkan
secara tepat letak nyeri biasanya ia menggunakan seluruh telapak
tangannya.
Nyeri visceral lambung, duodenum, system hepatobilier, dan pancreas
(usus depan) dirasakan di ulu hati.

3
Nyeri dari duodenum sampai pertengahan kolon transversum (usus
tengah) dirasakan di perut tengah, sekitar pusat
Kelainan pada saluran cerna dari tengah kolon transversum sampai
dengan sigmoid (usus belakang) menyebabkan nyeri di perut bagian
bawah.
Kolik empedu mulanya dirasakan di epigastrium atau di hipokondrium
kanan, umumnya terdapat nyeri alih ke daeah ujung belikat di punggung
(titik BOAS)
Nyeri dari piala ginjal dan kolik ureter dirasakan di alat kelamin luar dan
area inguinal
Kelainan organ dan struktur retroperitoneal seperti pancreas dan ginjal
lazim menyebabkan nyeri di pinggang
Kelainan uterus dan rectum dirasakan di region sacrum.
2. Nyeri somatic
Nyeri karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh saraf tepi,
misal regangan pada peritoneum parietalis dan luka pada dinding perut.
Nyeri seperti ditusuk atau disayat dan pasien dapat menunjukkan secara
tepat letaknya dengan jari. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat
berupa karena rabaan, tekanan, rangsang kimia, ataupun karena proses
radang. Pada apendisitis akut terjadi gesekan antara viscera yang
meradang yang kemudian menimbulkan rangsangan peritoneum dan
menyebabkan nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral
pada apendisitis akut.
MIsalnya nyeri alih diafragma dirasakan di bahu. Hal ini disebabkan karena
inervasi yang sama pada diafragma dan bahu oleh saraf servikal: akar
saraf C3, C4, C5 serta n.frenikus. Jadi bila terjadi iritasi pd n.frenikus dapat
dirasakan di bahu.
Selain dari diafragma (1), paru dan pleura visceral (2), diafragma
dengan pleura parietalis di sebelah cranial dan peritoneum
parietalis di sebelah kaudal (3), hati dengan peritoneum visceral
(4), serta rongga perut(5) dapat dirasakan nyeri di bahu.
Penyebab dari nyeri perut (Differential Diagnosis): (OHCM)
1. RUQ pain: kolesistitis akut, ulkus duodenum, hepatitis, hepatomegali
kongestif, pielonefritis
2. RLQ pain: Appendicitis, salphingitis, TOA, KET, batu ginjal/ureter,
diverticulitis meckel, crohns disease
3. LUQ pain: rupture limpa, ulkus gaster, aneurisma aorta, pyelonefritis
4. LLQ pain: diverticulitis, salpingitis, TOA, KET, batu ginjal/ureter, crohns,
colitis ulserativa.
5. Epigastrium: pancreatitis, IMA, ulkus peptikum, kolesistitis akut
6. Umbilikus: obstruksi intestinal, pancreatitis akut, appendicitis awal,
diverticulitis.
DD dari papdi UI:
1. Hipokondrium kanan: kolesistitis, kolangitis, hepatitis, pancreatitis, abses
subfrenikus, pneumonia
2. Hipokondrium kiri: nyeri limpa karena limpoma, infeksi virus. Abses
subfrenikus, pneumonia, ulkus gaster, aneurisma aorta
3. Epigastrium: pancreatitis, ulkus duodenum, ulkus gaster, kolesistitis, ca
pancreas, hepatitis, obstruksi intestinal (ileus), apendisitis (gejala awal),
abses subfrenikus, IMA

4
4. Periumbilikalis: pancreatitis, ca pancreas, intestinal (ileus), apendisitis
(gejala awal), aneurisma aorta.
5. Lumbal: batu ginjal/ureter, pielonefritis, abses perinefrik
6. Inguinal dan suprapubik: Appendicitis, diverticulitis meckel, crohns
disease, colitis ulserativa, salphingitis, TOA, KET, kista ovarium, sistitis
Definisi Peritonitis:
Peritonitis adalah proses inflamasi pada lapisan peritoneum, baik terlokalisasi
maupun secara general
Respon tubuh thd peritonitis ada 2:
1. Respon primer:
a. Membran inflamasi: Two way street, dimana belum terjadi perforasi
namun bakteri dapat ditemukan dalam cavum peritoneum karena
permeabilitas yang terganggu.
b. Respon usus: Hipermotilitas lama2 kecapean jadi adinamikdistensi
usus (ileus paralitik) muntahdehidrasi.
c. Hipovolemi: output banyak keluar (dilatasi vascularcairan plasma
keluar dr vascular ke intersitiel) input sedikit (usus atonik menahan
cairan sehingga sairan tidak diserap di colon). Syok hipovolemik
karena sekuestrasi cairan dan elektrolit ke rongga ketiga.
2. Respon sekunder:
a. Endokrin
respon:
Sebagai
respon
terhyadap
hipovolemiapeningkatan epinefrin dan norepinefrin dari medulla
adrenal, kemudian hr ke-2dan 3 korteks adrenal mengeluarkan ADH
dan aldosteron.
b. Cardiac respon: akibat dari hipovolemi ialahturunnya VR,Co dan
lemahnya otot jantung shg kompensasi ialah dengan meningkatkan
kronotropik dengan mempercepat denyutan (meningkatkan heart
rate)
c. Respiratory
respon:
melemahnya
otot
pernapasan
dan
berkurangnya volume ventilasikompensasi RR ditingkatkan,
namun tetap tjd hipoksia shg metab anaerob dan peningkatan
asam.
d. Renal respon: Renal Blood flow menurun karena hipovolemia dan
penurunan CO menyebabkan filtrasi glomerulus menurunproduksi
urin menurun.
e. Metabolik respon: meningkatnya kebutuhan akan oksigen
sementara kapasitas jantung dan paru ssedikit dlm mensuply
oksigenmetabolisme anaerob.
Klasifikasi
Jenis peritonitis menurut lokasi:
1. Local peritonitis
2. Difuse peritonitis
Jenis peritonitis menurut causanya:
1. Peritonitis primer
Terjadi tanpa adanya sumber infeksi di rongga peritoneum serta bisanya
terjadi pada anak-anak dengan riwayat sindrom nefrotik dan sirosis
hepatic. Kuman masuk kerongga peritoneum melalui aliran darah atau
pada pasien perempuan melalui alat genital.
2. Peritonitis sekunder
Terjadi bila bakteri masuk ke rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup
banyak dan bisanya dari lumen saluran cerna.

5
2.1. Chemical (perforasi gaster,dll)
2.2. Bacterial
3. Peritonitis karena pemasangan benda asing ke dalam rongga peritoneum:
a.
Kateter ventrikuloperitoneal yang digunakan untuk mengurangi
cairan serebrospinalis pada klien dengan hidrochepalus, sehingga
apabila cairan serebrospinalis mengandung bakteri maka dapat
menyebabkan peritonitis.
b. Kateter peritoneo-jugular dipasang untuk mengurangi asites. Daerah
yang terpasang kateter ini sering mengalami infeksi yang disebabkan
oleh stapillococcus aureus
c. Continuous ambulatory peritonial dialysis Infeksi disebabkan karena
kontaminasi cairan dialysis atau kateter, infeksi ini biasanya
disebabkan oleh stapillococcus aureus dan kadang-kadang juga
disebabkan oleh bakteri gram negatif, bakteri anaerob atau jamur.
Manifestasi Klinis:
1. Penderita kelihatan kesakitan (hipocratic face) berbaring dengan tungkai
fleksi. Secara umum penderita mengalami anorexia,nausea.
2. Pernapasan thoracal dengan aktivitas otot interkostal, yang cepat dan
dangkal
3. Abdomen: distensi, nyeri tekan dan nyeri lepas, defans muscular, Bising
usus melemah sampai hilang
4. Suhu meningkat> sepsis (SIRS + sumber infeksi yg dibuktikan) sepsis
berat (bila mengenai organ)syok sepsis (volume vaskular namun tek
darah rendah sekali krn vasodilatasi)
5. Saat rectal examination : tonus spinchter melemah, nyeri si seluruh arah
jam.
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah rutin
2. Radiologis foto thoraks dan BNO 3 posisi,
Berikut Gambaran radiologis dari suatu perforasi:
Adanya cairan dalam cavum peritoneum:
a. Tampak pelebaran ruang antar usus dengan cairan yang disebut
gambaran MOULAGE
b. Bila jumlah cairan sedikit dalam cavum abdomen, misalnya 100 mL
cairan terlihat di kavum douglass, di atas os sacrum-vesika urinaria
gambarab DOG EARS
c. Gambaran abdomen mengabur (GROUND GLASS APP) karena adanya
cairan/ascites intraabdomen ekstralumen.
d. Exoperitoneum fat line suram atau hilang sama sekali.
Adanya dilatasi usus yang menyeluruh dari gaster hingga rektum,
penebalan dinding usus (herring bone) dan transudasi cairan yakni air
fluid level yang pendek maupun panjang.
Adanya udara dalam cavum peritoneum:
a. Udara bebas subdiafragma (pneumoperitoneum)
Komplikasi:
Syok hipovolemik, sepsis, multiple organ failure dan meninggal.
Penatalaksanaan pre operasi:
1. Puasa
2. Resusitasi cairan dan monitoringkateter
3. Dekompresi dengan nasogastrictubetujuan: mencegah aspirasi dan
mengambil cairan

6
4. Beri antibiotic sistemik
metronidazol)
Penatalaksanaan Operasi:
1. Laparatomi eksplorasi
2. Evakuasi pus

(broad

spectrum

sefalosporin

gen

Hambatan/obstruksi Saluran Cerna


Hambatan mekanik pada saluran cerna dapat terjadi mulai dari
osephagus,gaster, small dan large intestine, dan anus. Pada pembahasan kali ini
hanya akan dibahas mengenai ileus yakni gangguan pasase yang terjadi di
usus baik usus halus maupun usus besar. Ileus dibagi menjadi 2 bagian
yakni:
a. Ileus obstruksi: karena adanya obstruksi yang sifatnya mekanis
b. ileus neurogenik: Penyebabnya karena gangguan persarafan pada usus
yaitu saraf otonom parasimpatis dari serabut post ganglioner sacral II-IV.
Ileus neurogenik dibagi 2:
1. ileus paralitik (adinamik) (disebabkan oleh lesi saraf karena radang,
terjepit atau karena kelelahan akibat kontraksi yang terus menerus
sehingga usus tidak berkontraksi ) dan
2. ileus spastic (dinamik) (disebabkan karena rangsangan saraf
parasimpatis akibat keracunan, hysteria, atau neurasteni sehingga
usus akan berkontraksi terus menerus )
Klasifikasi ileus Obstruksi
1. Berdasarkan mekanisme obstruksi:
a. Intralumen: akibat massa dalam lumen seperti mekonium, fecalith,
gallstone, tumor polipoid, intususepsi/invaginasi
b. Intramural: kelainan pada dinding usus dengan beberapa penyebab
sbb:
- Congenital: atresia, duplikasi, stenosis, imperforate
- Trauma n striktur karena radiasi
- Inflamasi: entertitis, crohns.divertikulitis, Colitis
- Dll
c. Ekstralumen: adhesi, hernia, massa di luar abdomen spt anular
pancreas, carcinoma menekan lumen, malrotasi-volvulus.
2. Berdasarkan klinis / gradasi
a. Obstruksi Sederhana/Simple.
- tidak disertai terjepitnya p.darah, akumulasi cairan & gas dlm
jumlah besar pd lumen usus.
- Obstruksi : mula-mula absorbsi , sekresi N 24-48 jam
sekresi, absorbsi (-),
edema,eksudasi cairan ke cav
peritoneum, kehilangan cairan & elektrolit. CO2 dpt cepat
berdifusi keluar dr lumen usus, sedang N2 tetap tinggal
kontributor utama distensi usus.
b. Obstruksi strangulate
- mencakup volvulus,hernia,invaginasi & adhesi.
- gangguan peredaran darah iskemia, nekrosis, ganggren
- eksudasi plasma dr lap serosa cav.peritoneum
- Iskemikerusakan sawar ddg ususbakteri usus cav peritoneum.
c. Closed-loop obstruction
- Obstruksi terjadi pd 2 tempat, Penyebab : adhesi,volvulus.
3. Berdasarkan letak hambatan:
a. Ileus obstruksi letak tinggi, menurut letaknya dibedakan menjadi:

7
-

Obstruksi di atas pylorus, gejala utama adalah muntah, distensi


abdomen kurang.
- Obstruksi di bawah pylorus sampai iliocaecal junction: muntah feses
(warna kuning seperti tinja), distensi abdomen nyata
b. Ileus obstruksi letak rendah: dari sekum hingga anorektal

Diagnosis
Gejala
Cardinal feature: Nyeri, muntah,
konstipasi, distensi
-Nyeri abdomen kolik
-Muntah empedu (letak obstruksi di atas
lig Treitz), muntah fecal (letak obstruksi
usus halus dan colon.
-Flatus dan defekasi (-)
-distensi nyata bila obstruksi letak
rendah

Tanda
Abdomen :
Inspeksi : Distensi, darm kontur dan
peristaltik usus terutama pada
penderita kurus
Palpasi : Perut distensi, tegang,
kadang-kadang nyeri
Perkusi : Nyeri dan terdengar suara
timpani.
Auskultasi : Bising usus meninggi
(metalic sound), Bila obstruksi
berlangsung lama dan strangulasi
bising usus menghilang.
RTmassa tumor atau intususepsi,
ampula kolaps obs proksimal, darah
makroskopik lesi intrinsik

Penyebab ? Riwayat sebelumnya


( Pernah operasi abdomen adhesi,
Hernia, Berak
darah atau lendir
gangguan pada BAB Ca atau
radang.
Dehydrasi ? (Tahicardia, Hypotensi, Kulit
kering, Mulut kering, Turgor kulit jelek,
Ketiak sudah tidak berkeringat,
Urine sedikit,pekat).
Strangulasi ada : shock, demam,
defans musculer, nyeri seluruh abdm.
Laboratorium
- nitrogen urea darah (BUN), Hct, BJ
urin.
- kadar Na, K, Cl dlm serum.
-Alkalosis Bikarbonat serum & pH
arteri
-Leukosit
Normal, Obstruksi mekanik sederhana
15.000-20.000/mm3
Obstruksi strangulata 30.000-

Radiologis
Pem.sinar X posisi tegak gelung usus
terdistensi dgn bts udara-cairan dgn
pola anak tangga ( Step Ladder )
Obstruksi mekanik sederhana # gas
yg terlihat pd colon.
Obstruksi colon dgn valva ileocalis
kompetendistensi gas dlm colon
merupakan gbrn penting.
Bila valva ileocalis inkompetenada

8
50.000/mm3

distensi usus halus maupun colon.


Obstruksi strangulatadistensi gas pd
usus jauh lbh sdkt dibanding pd
obstruksi sederhana & bisa terbatas
pd gelung tunggaltanda biji kopi
(coffee bean) atau pseudotumor.
Pemeriksaan Barium enema u/
mengetahui tipe & lokasi obstruksi.
Enteroskopi

Penatalaksanaan
Preoperatif
Terapi cairan dan elektrolit (IVFD RL/NaCl)
Pasang NGTpuasakan pasien (dekompresi)
Pemberian Antibiotik
Pasang Kateter Pantau Produksi urine, tanda-tanda dehidrasi.
Observasi tanda vital
Operatif:
Laparatomi untuk tujuan mencari dan melepaskan penyebab hambatan
~ Lisis pita lekat atau reposisi hernia
~ Pintas usus
~ Reseksi dgn anastomosis end to end, end to side, side to side.
~ Diversi stoma dgn/ tanpa reseksi.
Kolostomi adalah pengalihan feses tidak melalui anus.
Macam-macam Kolostomi
Menurut letak
- Cecostomy
- Colostomy transversum
- Colostomi sigmoid
Menurut bentuk
- Double Barel
- Double Lup
- Simple Colostomy
Menurut lama
- Temporer Colostomy
- Permanen Colostomy
Komplikasi
Gangguan elektrolit,sepsis,multiple oragn failure. Apirasi,iskemik,enterokolitis.

Trauma abdomen
Macam:
1. Trauma tumpul
2. Trauma tajam (tembus dan tidak tembus)
3. Luka tembak
Disebut luka tembus bila sudah melewati fascia atau melewati peritoneum.
Pada trauma abdomen ini sering terjadi masalah diagnostic karena trauma
abdomen tidak selalu menunjukkan gejala klinis. Trauma abd yang mencederai
pembuluh darah iskemikgangrenoustanpa adanya gejalakemudian
setelah 3 hari terjadi peritonitis baru timbul keluhan.
Trauma abdomen biasanya disertai dengan multitrauma sehingga perlu primary
survey.

9
Lakukan observasi aktif;
1. Lakukan pemeriksaan klinis berulang, local dan sistemik.
2. Pemeriksaan plain foto AP posisi tegak, tujuannya: melihat trauma
abdomen dan trauma thorax juga, selain itu bila terjadi rupture hollow
organ aka nada gambaran udara di bawah diafragma.

Mekanisme:
1. Trauma tajam
Yang penting kedalaman dan arah trauma. Selalu pertimbangkan luka
tembus sampai terbukti tidak.
2. Trauma tumpul:
2.1. Direct blunt compression: tergantung dari energy yang
ditransferkan ked dg abdomen menimbulkan kerusakan organ yang
tidak teratur.
2.2. Deselerasi: tubuh tiba2 berhenti dr angg abdomen shg organ
intraabdomen mobile masih mengikuti kiecepatan shg menumbuk bgn
belakang ddg abd shg terjadi robekan atau transeksi organ, serta
terjadi transeksi pedikel.
3. Luka tembak: Kerusakan karena energy mekanik dan termal. Kerusakan
tergantung pada: jenis senjata dan arah peluru.
Respon tubuh terhadap trauma:
1. Respon Lokal: Nyeri akibat iritasi peritoneum
2. Respon sistemik:
2.1. Refleks neuro-endokrin:
2.2. Refleks metabolic:
2.3. Respon hormonal
2.4. Perubahan cairan dan elektrolit
Gambaran Klinis:
1. Reaksi local: nyeri pada daerah luka akibat iritasi peritoneum.
2. Perubahan volume sirkulasi (kehilangan darah) ada 4 klas:
1.Kelas 1: samapai 15% BB HR dan RR meningkat,syok.
2.Kelas 2: sampai 30% BBpulse pressure yang menyempit.
3.Kelas 3: sampai 40% BB tekanan darah turun shg perlu
Transfusi tp mungkin perlu SR (surgical resusitasi)
4.Kelas 4: lebih dari 40% BB sangat perlu transfuse dan SR.
Penangan kehilangan darah: ialah stop bleeding lalu kembalikan volume
intravaskuler dengan RL atau bila perlu beri transfuse darah, sambil monitoring
respon baek-sementara (on going )-buruk.
Diagnosis:
1. Anamnesa
2. Inspeksi: luka jejas
3. Palpasi: defans muscular
4. Perkusi:hipersonor
5. Auskultasi:bising usus.
6. Colok dubur: bila ada floating prostat, takut ada rupture uretra jangan
pasang kateter.
7. USG abdomen: untuk melihat adanya cairan di cavum abdomen
8. DPL: Diagnostic peritoneal lavage (berapa positif??)
DL: diagnostic laparoskopi (lebih akurat)

10
Penanganan : primary dan secondary survey
Cedera organ yang sering terjadi:
Cedera Liver
Cedera Spleen
Cedera Intestine
Cedera Omentum
Cedera Diaphragma
Cedera Pembuluh darah besar abdomen
Cederta Pancreas dan Duodenum

Appendicitis
Anatomi:
Appendiks letak intraperitonealkedudukan ini memungkinkan appendiks untuk
bergerak, ujungnya bisa terletak dimana saja; kedudukan ini menentukan letak
keluhan dan tanda local pada apendisitis akut.
Appendiks letak retroperitoneal appendiks berada di belakang caecum
(retrocaecal), appendiks pada letak ini tidak menimbulkan keluhan atau tanda
yang disebabkan oleh rangsangan peritoneum setempat.
Persarafan:
Parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yg mengikuti a.mesentrika superior
dan a.appendikularis, sementara simpatis berasal dari n. torakalis X (dermatom
sekitar umbilicus) shg nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilicus.
Vaskularisasi:
A. Apendikularis
Fisiologi:
Appendiks normalnya menghasilkan lendir 1-2 ml perhari yang dicurahkan ke
dalam lumen dan kemudian dialirkan ke caecum. Hambatan aliran lendir di
muara appendiks berperan pada patogenesa appendicitis.
Apendisitis akut
Etiologi:
-sumbatan pada lumen appendiks yang disebabkan karena hyperplasia jar limfe,
fekalith, tumor appendiks, cacing askaris.
-erosi mukosa apendiks oleh e.histolytica .
-Konstipasi menyebabkan katup iliosekal yang kompeten shg menyebabkan
tekanan intrasekal akan meningkat. Tekanan yang meningkat akan berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon. Sehingga mempermudah terjadinya app. Akut.
-Peenghambatan evakuasi isi appendiks oleh karena; (a) stenosis, (b) gangguan
motilitas oleh pita / adhesi , (c) mesoapendiks yang pendek.
Patofisiologi:
Sumbatan lumen apendiks merupakan penyebab utama terjadinya apendisitis
akut. Sumbatan menyebabkan terjadinya distensi lumen apendiks oleh karena
akumulasi lendir intraluminal. Akumulasi lendir ini akan menekan aliran limfe
sehingga terjadi pembuntuan alirah limfe.
Pembuntuan aliran ini akan
memudahkan untuk terinfeksinya aliran limfe yang kemudian akan terjadi invasi
bakteri ke dinding apendiks.
Patologi:
Apendisitis dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding
apendiks
dalam
waktu
24-48
jam
pertama.
(stage:

11
edematousphlegmongangrene). Usaha pertahanan tubuh untuk membatasi
proses radang (terutama bila proses peradangan sudah sampai ke serosa)
dengan menutup apendiks dengann omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga membentuk massa periapendikular. Apabila dalam massa tersebut
terjadiu nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi maka
disebut sebagai abses appendiks. Namun, jika tidak teradi abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat dan disebut infiltrate apendiks.
(perlu diingat bahwa apendiks yg pernah meradang tidak akan sembuh
sempurna, jaringan parut yg terbentuk akan menyebabkan terjadinya
perlengketan yg dpt menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Dan
pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai
eksaserbasi akut).
Gambaran Klinis:
Periumbillical pain Nyeri samar2 dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di
daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai dengan mual
dan kadang muntah.
RLQ painDalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc
Burney (nyeri tekan, nyeri lepas dan defans muscular setempat di titik ini).
Tanda rangsang peritoneal pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau
batuk.
Namun perlu diingat bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal karena
letaknya terlindung oleh sekum, RLQ pain tidak begitu jelas dan tidak ada
rangsang peritoneal.
Bila apendiks terletak di rongga pelvis, dapat menimbulkan gejala dan tanda
rangsang sigmoid atau rectum sehingga peristalsis meningkat, pengosongan
rectum akan lebih cepat dan berulang-ulang.
Jika apendiks menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi
kencing karena rangsangan dindingnya.
Diare dan konstipasi (handout)
Pemeriksaan:
Demam ringan dengan suhu sekitar 37.5-38.5 C. Bila suhu lebih tinggi mungkin
sudah terjadi perforasi.
Inspeksi: tidak spesifik, kembung terlihat pada penderita perforasi. Peninjolan
perut kanan dilihat bila adqa massa atau abses periapendikuler.
Palpasi: nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis. Bisa disertai
pula dengan nyeri lepas. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di
perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.
Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan nyeri
apendisitis sewaktu hamil trimeseter 2 dan 3 akan bergeser ke kanan sampai ke
pinggang kanan.
Peristalsis usus sering normal; sementara peristalsis dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisataa akibat apendisitis perforate.
Pemeriksaan colok duburmenyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai
dengan jari telunjuk, missal pada apendisitis pelvika (kunci diagnosis).
Uji psoas (hipereekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul
kanan) untuk melihat apakah apendiks yg meradang menempel di m.psoas
mayor.
Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak
dengan m.obturator internus.
Diagnosis:

12
Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut, bila diagnosis
meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di RS dengan pengamatan
setiap 1-2 jam.
Foto barium kurang dapat dipercaya. USG bisa meningkatkan akurasi diagnosis.
Laboratorium:
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis. Pada
kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi.
Diferential diagnosis:
Gastroenteritis: mual,muntah dan diare mendahului rasa sakit. Namun bedanya
panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.
Demam dengue: dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Namun
bedanya disini didapatkan hasil tes positif untuk rumple leede, trombositopenia
dan hematokrit yg meningkat.
Limfadenitis mesentrika: ditandau dengan nyeri perut, terutama kanan disertai
dengan rasa mual dan muntah, namun bedanya nyeri tekan perut samar,
terutama kanan.
Kelainan ovulasi: Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan
nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Namun bedanya
pada anamnesis nyeri yg sama pernah timbul lebih dahulu. Selain itu tidak
ditemukan tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam atau
bahkan dlm 2 hari.
Infeksi panggul: salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis
akut. Namun bedanya ditemukan suhu yang lebih tinggi daripada apendisitis dan
nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul wanita biasanya
disertai dengan keputihan dan infeksi urin. Selain itu pada colok vagina, akan
timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan.
Kehamilan di luar kandungan: Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dgn
keluhan tidak menentu. Bila terjadi rupture tuba atau abortus kehamilan di luar
rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri mendadak difus di daerah pelvis
dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkann
nyeri dan penonjolan rongga douglas dan pada kuidosentesis didapatkan darah.
Kista ovarium terpuntir: timbul nyeri mendadak dengan intensitas tinggi dan
teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, RT atau VT. Selain
itu tidak ditemukan demam.
Endometriosis eksterna: endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan
nyeri di tempat endometrium berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat
itu karena tidak adanya jalan keluar.
Urolitiasis pielum / ureter kanan (batu ureter atau batu ginjal kanan): gambaran
khas berupa adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal
kanan.Selain itu ditemukan eritrosituria. Kunci diagnosis dengan pemeriksaan
foto polos abdomen maupun urografi intravena. Sementara bila terjadi
pielonefritis disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral
disebelah kanan dan piuria.
Penyakit saluran cerna lainnya: seperti diverkulitis meckel, perforasi tukak
duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pancreatitis, diverkulitis kolon,
obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid dan
mukokel apendiks.
Tatalaksana:
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan yang paling tepat dan merupakan
satu2nya pilihan yang baik adalahg apendiktomi. Pada apendisitis tanpa

13
komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotic, kecuali bila terjadi
apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate.
Apendiktomi dapat dilakukan secara terbuka (insisi daerah titik mc burney,
maupun melalui laparoskopi diagnostic.
Komplikasi: Perforasi
Massa periapendikuler terbentuk dari apenditis genrenosa atau mikroperforasi
yang ditutup atau dibungkus oleh omentum, dan atau lekuk usus halus. Untuk
massa periapendikuler yang masih dalam keadaan bebas harus segera dioperasi
untuk mencegah terjadinya penyulit (penyulit ini disebabkan karena massa
periapendikuler ini akan mengalami pendinginan, namun bila pendinginan tidak
sempurna dapat menyebabkan penyebaran pusperforasiperitonitis purulenta
generalisata). Bila massa periapendikular ini sudah mengalami pendinginan yang
sempurna (infiltrate apendiks), dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi
antibiotic sambil diawasi bila sudah tidak ada demam, masssa periapendikuar
hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif
dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat
ditekan sekecil mungkin.
Namun apabila dalam massa tersebut terjadi nekrosis dan memudahkan
terjadinya perforasi maka akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai
dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba
pembengkakan massa , serta bertambahnya angka leukosit. Pada keadaan ini
dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan 6-8 minggu kemudian.

Benjolan di Tiroid
Untuk dapat mendiagnosa suatu kelainan benjolan di tiroid maka langkah
sebagai berikut:
1. Apakah struma/benjolan tersebut smooth (difuse) atau nodule
2. Apakah sifat struma toksik atau non toksik
Struma difusa toksik: Graves disease
Struma difusa non toksik: endemic goiter (iodine deficiency)
Struma nodusa toksik: plummers disease
Struma multinodosa non toksik
3. Cari tanda keganasan:
Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila:
- Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun
- Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak
- Disfagia, sesak nafas perubahan suara
- Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras
- Ada pembesaran kelenjar getah bening leher
- Ada tanda-tanda metastasis jauh.
Carcinoma tiroid
Keganasan paling sering sistem endokrin
Klasifikasi: Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie
membedakan kanker tiroid atas 4 tipe yaitu : karsinoma papilare,
karsinoma folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma anaplastik.
Diagnosis:
a. Anamnesa:
- Risiko malignansi : apabila nodul tiroid terdapat pada usia dibawah
20 tahun, dan diatas 50 tahun jenis kelamin laki-laki mempunyai
risiko malignansi lebih tinggi.

14
-

Radiasi pada masa kanak-kanan dapat menyebabkan malignansi


pada tiroid kurang lebih 33 37%
- Kecepatan tumbuh tumor: nodul jinak membesar tidak terlalu cepat,
nodul ganas membesar dengan cepat, nodul anaplastik membesar
sangat cepat, kista dapat membesar dengan cepat
- Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak sesak, perubahan
suara dan nyeri dapat terjadi akibat desakan dan atau infiltrasi
tumor.
- Bila ada riwayat serupa pada keluarga, harus curiga kemungkinan
adanya malignansi tiroid tipe medulare.
b. Pemeriksaan Fisik:
- Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multiple
dengan konsistensi bervariasi dari kistik sampai dangan keras
bergantung kepada jenis patologi anatomi (PA) nya.
- Perlu diketahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening
regional.
- Disamping ini perlu dicari ada tidaknya benjolan pada kalvaria,
tulang belakang, klavikula, sternum dll, serta tempat metastasis
jauh lainnya yaitu di paru-paru, hati, ginjal dan otak.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Human thyroglobulin, suatu penanda tumor (tumor marker) untuk
keganasan tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow
up.
Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid
Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler.
2. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada
tidaknya metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan
metode soft tissue technique dengan posisi leher hiperekstensi, bila
tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi.
Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya
infiltrasi ke esofagus.
Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke
tulang yang bersangkutan.
3. Pemeriksaan ultrasonografi
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang
secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk
membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk
penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus.
4. Pemeriksaan sidik tiroid
Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap jodium lebih sedikit dari jaringan
tiroid yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya
maka disebut nodul hangat (warm nodule) dan bila afinitasnya lebih maka
disebut nodul panas (hot nodule).
Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule dingin. Sekitar 10 17 % struma
dengan nodule dingin ternyata adalah suatu keganasan.
Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan yang
mengganggu penangkapan jodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2 4
minggu sebelumnya.
Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya,
tidak usah dikerjakan
5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)

15
Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung dari 2 hal yaitu:
Faktor kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh
seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi.
Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare dan
papilare hampir mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak dapat
dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma folikuler
dan adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasi ke
kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi.
6. Pemeriksaan Histopatologi
Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa setelah
dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi
Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan
biopsi insisi
IV. Penatalaksanaan Nodul Tiroid
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul
tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna.
Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut
operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka
dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok
parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau
khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan
isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :
1. Lesi jinak.
Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
1. Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.
Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
1. Karsinoma folikulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
1. Karsinoma medulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
1. Karsinoma anaplastik.
Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking
dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biopsi
Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :
1. Hasil FNAB suspek maligna, foliculare Pattern dan Hurthle Cell.
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku
seperti diatas.
1. Hasil FNAB benigna.
Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian
dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan
apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar
sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan
potong beku seperti diatas.
Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metastasis Regional.
Dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi operabel atau
inoperabel. Bila inoperabel tindakan yang dipilih adalah dengan radioterapi

16
eksterna atau dengan khemoradioterapi dengan memakai Adriamicin. Dosis 5060mg/m2 luas permukaan tubuh ( LPT )
Bila kasus tersebut operabel dilakukan penilaian infiltrasi kelenjar getah bening
terhadap jaringan sekitar.
Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total( TT) dan Functional RND
Bila ada infiltrasi pada n.Ascesorius dilakukan TT + RND standar.
Bila ada infiltrasi pada vena Jugularis interna tanpa infiltrasi pada n. Ascesorius
dilakukan TT + RND modifikasi 1.
Bila ada infiltrasi hanya pada m. Sternocleidomastoideus dilakukan TT + RND
modifikasi 2.
Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metasasis Jauh
Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi baik atau
buruk.
Bila berdiferensiasi buruk dilakukan khemoterapi dengan adriamicin.
Bila berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan I 131 kemudian
dinilai dengan sidik seluruh tubuh, bila respon (+) dilanjutkan dengan terapi
supresi / subtitusi.
Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah : tidak boleh ada jaringan tiroid
normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap jaringan radioaktif. Ablatio
jaringan tiroid itu bisa dilakukan dengan pembedahan atau radio ablatio dengan
jaringan radioaktif .
Bila respon (-) diberikan khemoterapi adriamicin.
Pada lesi metastasisnya, bila operabel dilakukan eksisi luas.
V. Follow up
A. Karsinoma Tiroid Berdiferensiasi Baik
Empat minggu setelah tindakan TT dilakukan pemeriksaan sidik seluruh tubuh.
Bila masih ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan ablasio dengan I131
kemudian dilanjutkan dengan terapi substitusi /supresi dengan Thyrax
sampai kadar TSHs 0,1
Bila tidak ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan terapi
substitusi/supresi.
Setelah 6 bulan terapi substitusi / supresi dilakukan pemeriksaan sidik
seluruh
tubuh dengan terlebih dahulu menghentikan terapi substitusi selama 4
minggu
sebelum pemeriksaan.
Bila terdapat metastasis jauh, dilakukan radiasi interna I131 dilanjutkan
terapi substitusi/supresi.
Bila tidak ada metastasis terapi substistusi /supresi dilanjutkan dan
pemeriksaan sidik seluruh tubuh diulang setiap tahun selama 2 -3
tahun dan bila 2 tahun berturut turut hasilnya tetap negatif maka
evaluasi cukup dilakukan 3-5 tahun sekali.
Dalam follow up KT diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human tiroglobulin
dapat dipakai sebagai petanda tumor untuk mendeteksi kemungkinan adanya
residif tumor.
B. Karsinoma Tiroid Jenis Medulare
Tiga bulan setelah tindakan tiroidektomi total atau tiroidektomi total + diseksi
leher sentral, dilakukan pemeriksaan kalsitonin.
Bila kadar kalsitonin rendah atau 0 ng/ml dilanjutkan dengan observasi,
Bila kadar kalsitonin 10 ng/ml dilakukan pemeriksaan CT scan, MRI
untuk mencari rekurensi lokal atau dilakukan SVC ( Selecture Versus

17

Ada 3
1.
2.

3.

Catheterition ) pada tempat-tempat yang dicurigai metastasis jauh yaitu


paru-paru dan hati.
rangkaian yang diteruskan :
Tidak didapatkan tanda-tanda residif, maka cukup di observasi untuk 3
bulan kemudian diperkirakan kadar kalsitenin
Terdapat residif lokal, maka harus dilakukan re eksisi
Terdapat metastasis jauh harus dinilai apakah operabel atau inoperabel.
Bila operabel dilakukan eksisi, bila inoperbel tindakan yang dilanjutkan hanya

paliatif

Carsinoma Colorectal
Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab pasti belum jelas, namun beberapa faktor dianggap berperan yakni:
Polip cancer sequence (polip kolon yang dapat berdegenerasi maligna)
IBD seperti colitis ulseratif dan crohns diseaseca colorectal
Faktor genetic:
a. FAP (familial adenomatous polyposis)terjadi transmisi genetic
b. HNPCC (hereditary nonpolyposis colorectal carcinoma)berhubungan
dengan Lynch syndrome I dan II
Lynch syndrome I (site-specific nonpolyposis colorectal carcinoma) :
Autosomal dominant inheritance
Predominance of proximal colon cancer
Increased synchronous colon cancer
Early age of onset (average age is 44 years)
Increased risk of metachronous cancer
Lynch syndrome II (cancer family syndrome) adalah Lynch syndrome I
ditambah dengan gejala-gejala :
Incresed incidence of other carcinomas, including endometrium, ovary,
breast,
stomach, and lymphoma
Incresed incidence of mucinous or poorly differentiated carcinomas
Increased incidence of skin cancer
c. Mutasi pada tumor supresor gene
Faktor diettinggi lemak, rendah serat, alcohol.
Histopatologi
Secara makroskopis terdapat 3 tipe makroskopis ca colorectal:
Tipe Polopoid / Vegetative / Fungating Tumbuh menonjol ke lumen
usus dan berbentuk bunga kol. Sering ditemukan disekum dan kolon
asendens
Tipe Skirus mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi gejala
stenosis dan obstruksi. Ditemukan terutama di kolon desendens, sigmoid
dan rectum
Tipe Ulseratif terjadi nekrosis sentralis. Ditemukan terutama pada
Rektum.
Secara Mikroskopis:
Adenokarsinoma
- Adenokarsinoma tanpa komponen musinosum,
- Adenokarsinoma dengan komponen musinosus < 50%
- Adenokarsinoma musinosum ( komponen musinosum > 50%)
Signet ring sel adenocarcinoma
Squamous cell carcinoma

18

Adeno-squamous carcinoma
Karsinosarkoma
Undifferentiated carcinoma

Metastase
Adapun metastase dari ca colorectal melalui beberapa mekanisme sbb:
Perkontinuitatum: menembus dinding usus dan ke jaringan sekitar misal
ureter, buli, uterus, vagina, prostat.
Limfogen: ke kelenjar parailliaka, mesentrika, dan paraaorta
Hematogen: terutama ke hepar, bila tumor pada 1/3 distal rectum dapat
menyebar ke paru-paru.
Rongga peritoneal: peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites
Implantasi selama pembedahan (intraoperative spreading)

Gejala klinis:
Gejala klinis tumor tergantung pada letak, lokasi, dan luas tumor
Ca colon kanan
Ca colon kiri
Ca rectum
Mulai dari
Mulai dari 1/3
sekum-1/3
kolon
tengah kolon
transversumtransversum
sigmoid
Embriologis
Mid gut
Hind gut
Hind gut
Anatomi
Lumen relative
Lumen relative
lebih besar
lebih kecil
Fungsi
Absorbsi
Penyimpanan
Defekasi
Tipe tumor
Lunak, rapuh,
Skirous
Polipoid
ulseratif, polipoid
Gx klinis
Keluhan biasanya
Keluhan lebih jelas. Nyeri pada stadium
tidak khas. Nyeri
Gejala
lanjut (nyeri di
perut samar-samar
obstruksi/obstipasi
panggul dalam
(nyeri bermula di
(jarang BAB butuh
atau di anus), feses
epigastrium),
pencahar) dengan
kecil2 sprt tahi
benjolan di perut
nyeri perut yang
kambing dengan
kanan, feses semi
nyata (gas pain
darah segar pada
cair (>cair dan
cramps-nyeri
kotoran, gx khas
diare warna
bermula di bawah
ialah defekasi
coklat/hitam),
umbilikus), feses
dengan tenesmus
anemis
makin ke distal
(rasa tidak puas
(perdarahan
makin padat seperti BAB dengan tegang
mikroskopis).
tahi kambing
]ank ram pada
disertai darah segar perut),
pada kotoran.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Daerah rectum

19
a. Colok dubur: Mendeteksi tumor sejauh kurang lebih 10 cm dari anal verge.
Deskripsi tumor konsistensi keras, permukaan rata, terfiksir atau tidak,
mudah berdarah atau tidak. (dengan pemeriksaan ini 40% dapat
mendiagnosis ca colorectal)
b. Proktosigmoidoskopi rigidmenentukan dengan tepat lokasi tumor
c. Endorectal Ultrasound (EUS) menentukan dalamnya invasi tumor ke
dinding usus.
Pemeriksaan kolon
a. Kolonoskopi disertai biopsy
b. Colon in loop: foto kolon dengan kontras barium: gambaran radiologis ca
colon seperti arrest (stopping contrast), stenosis, filling defect (napkin
ring, apple core).
Pemeriksaan laboratorium:
a. Darah rutin
b. Tumor marker: CEA (Carcino Embrionic Antigen) yang diambil dari
urine/feses. Bila Kadar < 10 ng/ml Stadium Dini.Kadar > 10 ng/ml
Stadium Lanjut. Follow up setelah operasi 4 minggu, 3-6 bulan. CEA
dapat kembali < 3 (-), tapi dapat residif telah metastase.
Pemeriksaan USG/CT scan abdomen
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari dan mengevaluasi apa ada metastase
di hepar maupun rongga abdomen.
Staging Tumor
Klasifikasi stadium dari tumor yang dikenal ada 2 yakni Dukes dan Astler-Coler
modification

Derajat keganasan tumor: dapat ditentukan berdasarkan diferensiasi tumor


dalam membentuk struktur kelenjar.
a. Grade I: Sel tumor berstruktur kelenjar >95% dari massa tumor
b. Grade II: Sel tumor berstruktur kelenjar 50-95% dari massa tumor
c. Grade III: Sel tumor berstruktur kelenjar 5-50%%, adenoca mucinosum
dan signet ring cell ca
d. Grade IV: Sel tumor berstruktur kelenjar <5%
Penatalaksanaan:

20

Bedah baik kuratif maupun non kuratif. Bedah kuratif dilakukan bila tidak
ditemukan penyebaran local maupun jauh. Tindak bedah terdiri atas
reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe regional. Prosedur lebih
radikal, tumor diangkat secara en block bersama pedikel vascular dan
struktur limfatik, batas reseksi usus harus adekuat, 10 cm di proksimal
tumor , 5 cm di distal tumor
Tindakan bedah sbb:
a. Tumor sekum atau kolon ascendens atau tumor di fleksura
hepatikahemikolektomi kanan
b. Tumor kolon transversumreseksi kolon transversum
c. Tumor kolon descendenshemikolektomi kiri
d. Tumor sigmoidreseksi sigmoid
e. Tumor rectumrule of third 1/3 proksimal-jarak >12 cm dari anal
verge (reseksi anterior); 1/3 tengah-6-12 cm dari anal verge (reseksi
anterior rendah dengan mempertahankan sfingter anus); 1/3 distal-<6
cm dari anal verge (amputasi rectum melalui reseksi abdominoperineal
Queno Miles (rectum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan,
termasuk kelenjar limfe pararektum dan retroperitoneal sampai
kelenjar limfe retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus
dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rectum melalui abdomen).
Tindakan bedah non kuratif (paliatif), bertujuan mencegah atau mengatasi
obstruksi atau menghentikan perdarahan supaya kualitas hidup penderita
lebih baik. Jila tumor inoperable maka : kolostomi pada proksimal tumor
dan pintasan ilio-kolostomi.
Tindakan non bedah (paliatif): radiasi pada ca rectum dan kemoterapi.

Penyulit
Obstruksi.
- Obstruksi kolon kiri sering tanda pertama karsinoma kolon
- Kolon bisa sangat dilatasi terutama sekum dan kolon asendens tipe
Close Loop Obstruction / Dileptic Obstruction
Perforasi.
- Perforasi terjadi disekitar tumor karena sentral nekrosis dan dipercepat
oleh obstruksi
yang menyebabkan tekanan dalam rongga kolon
makin meninggi tipe Perforasi
Dileptik
- Mengakibatkan peritonitis bila tidak cepat ditolong akan fatal
Prognosis
Dinilai berdasarkan 5-year survival rate. Prognosis ditentukan berdasarkan :
Staging
Derajat histopatologi
Derajat diferensiasi
Ada tidaknya invasi vaskuler atau perineural
Ada tidaknya obstruksi atau perforasi
Aneuploidi sel-sel tumor
Mucin-producing dan signet cell tumors (intercytoplasmic mucin)
Peningkatan kadar CEA

Hemoroid
Pelebaran vena di dalam pleksus vena hemoroidalis:
a. Hemoroid interna: pelebaran pleksus v hemoroidalis superior di atas garis
mukokutan dan ditutupi oleh mukosa

21
b. Hemoroid eksterna: pelebaran pleksus v hemoroidalis inferior di sebelah
distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus.
DEFINISI
Hemorrhoid adanya prolapsus bantalan anus
(Anal Cushion) Dilatasi satu/ lebih segmen vena dalam pleksus hemoroidalis
Nama lain : wasir, ambein, pila, piles
Pria > wanita (2:1) Terutama usia >50 tahun
Posisi primer: jam 3, 7 dan 11.
Penyebab:
1. BAB yang tidak teratur dank erassering mengedan waktu defekasi.
2. Hamil
3. Penyakit liver
4. Makan rendah serat
Gejala klinis:
1. Nyeri yang hebat jarang berhubungan dengan hemoroid interna, dan
hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami thrombosis
2. Perdarahan saat BAB merupakan tanda utama hemoroid internakarena
trauma oleh feses yg kerasperdarahan yg merah segar yang ridak
bercampur dengan fesesperdarahan berulang menyebabkan anemia.
3. Prolaps awalnya hanya pada waktu defekasi dan dapat masuk lagi, namun
akhirnya prolaps menetap dan tidak dapat didorong lagi.
4. Iritasi kulit perianal karena rangsangan mucuspruritus ani.
Pemeriksaan:
1. Colok dubur: HI tidak dapat teraba sebab tek vena dalamnya tidak cukup
tinggi, colok dubur hanya untuk menyingkirkan kemungkinan Ca rektum
2. Anoskopi: untuk HI yang tidak menonjol keluar, anoskop dimasukkan dan
dapat dilihat bila ada penonjolan
3. Proktosigmoidoskopi: mencari kemungkinan kelainan di tempat yg lebih
tinggi.
Dd: perdarahan rectum yang merupakan maifestasi utama HI juga terjadi pada:
Ca colorectal,m divertikel,polip, colitis ulserativa. Untuk membedakannya
lakukan pemeriksaaan proktosigmoidoskopi, atau dapat dilakukan foto barium
kolon dan kolonoskopi.
Klasifikasi Hemoroid interna
derajat 1: Perdarahan merah segar tanpa nyeri saat defekasi, belum ada
prolaps
derajat 2;Prolaps menonjol melalui kanal anal saat mengedan ringan namun
dapat masuk kembali secara spontan
derajat 3: Hemoroid menonjol saat mengedan dan harus didorong kembali
sesudah defekasi
derajat 4: hemoroid yang menonjol keluar dan tidak dapat didorong masuk lagi
(strangulasi /thrombosis.
Penatalaksanaan:
A. Penanganan Non Invasive.
Pencegahan (Prevention) Hindari konstipasi kronik, Hindari makanan
pedas, Diet Bulk Laxatives , Hindari mengedan saat defeksi, Jangan
memakai pencahar.
Medikamentosa
Menghentikan perdarahan, gatal, nyeri. Memperbaiki defekasi : suplemen
fiber dan pelunak feces (stool softener).
B. Penanganan Invasive.
I. Minimal Invasive (Instrumentasi)

22
Skleroterapi
Rubber band ligation
Cryosurgery
Infra Red Coagulation
Stapled hemorroidopexy
II. Operative Penanganan Irreducible Prolapsed Hemoroid
Prolaps Anal Cushion Fungsi sudah tidak efektif untuk mempertahankan
kontinensia kerusakan fungsi motoris.
Therapi Pembedahan ( Hemmoroidectomy ) :
1. Open Hemmoroidectomy ( Milligan Morgan )
2. Submukosa Hemmoroidectomy ( Parks )
3. Close Hemmoroidectomy ( Ferguson )
4. Whitehead
5. Langenback
Ferguson (Close Hemoroidectomy)
C. Penanganan nyeri pasca operasi
Pasca operasi hemoroidektomi sangat nyeri.
Metode penanganan nyeri pasca operasi: Berikan anastesi yang baik, Analgesi
yang adekwat, Bulk laxative dan sitz bath, Gunakan diatermi
D. Penanganan perdarahan pasca operasi
Ditemukan sekitar 3,3% 6,7%
Jarang ditemukan kurang dari 24 jam pasca operasi
Perdarahan sekunder pada hari ke 7 14 pasca operasi
terjadi sepsis pedikel hemoroid atau terjadi robekan luka operasi saat defekasi
Penanganan : Adrenalin anal pack,Baloon catheter tamponade, Injeksi
adrenalin 1 :
10.000 submukosa
Hemoroid Interna (dari De Jong)
1. HI derajat 1 dan 2: beri nasihat untuk diet makanan yg tinggi
seratmudah defekasi, selain itu kombinasikan dengan
skleroterapimenyuntikan larutan kimia yg menyebabkan peradangan
steril jar fibrotic dan parut.
2. Ligasi dengan karet/baron: dengan anoskop, mukosa diatas hemoroid yg
menonjol dijepit,ditarik,dihisap dengan tabung ligatorgelang karet
didorong dari ligator dan ditempatkan di sekeliling mukosa pleksus
hemoroidalis tsbnekrosisfibrosis dan parut pada pangkal hemoroid.
3. Bedah beku
4. Hemoroidektomi: untuk HI derajat 3 dan 4. Eksisi sehemat mungkin hanya
pada jaringan yang benar2 berlebihan pada anoderm dan kulit normal
dengan tidak mengganggu sfingter ani.
5. Dilatasi anus cara Lord
6. Metode operasi baru hemoroidektomi dengan menggunakan stapler.
Hemoroid eksterna yang mengalami thrombosis:
Pada keadaan ini bukanlah hemoroid dalam arti yg sebenarnya, tetapi
merupakan thrombosis v hemoroid eksterna yang terletak subkutan di daerah
kanalis analis. Trombosis terjadi karena tekanan tinggi di vena tersebut misalnya
saat mengangkat barang berat, batuk, bersin, mengedan, atau partus. Vena
lebar mengalami penjepitan sehingga tertjadi thrombosis.
Intinya: tekanan tinggi (mengejan)pelebaran venaterjepit kanal
analtrombosishemoroid eksterna
Gejala Klinis: benjolan di bawah kulit kanalis anal yang nyeri sekali,
tegang,berwarna kebiruan,ukuran mm-1-2 cm. benjolan bisa rupture dan
perdarahan.
Terapi:

23
1. Keluhan nyeri dikurangi dengan rendam duduk dalam air hangat, salep
analgesic
2. Pasien datang <48 jam dapat ditolong dengan mengeluarkan thrombus
atau melakukan eksisi lengkap secara hemoroidektomi dengan anestesi
local.
3. Bila thrombus sudah terorganisir dan tidak dapat dikeluarkan, terapi
konservatif merupakan pilihan.
4. Jangan melakukan reposisi hemorid eksterna yang mengalami thrombus
sebab kelainan ini terjadi pada struktur luar anus.

Varises
Anatomi Pembuluh Vena
Pada tungkai terdapat 3 macam sistem vena yang mempunyai arti klinis:
1. Sistem vena superficialis (dangkal): vena saphena magna dan vena
saphena parva
2. Sistem vena dalam: vena femoralis dan vena poplitea
3. Sistem vena komunikans/perforans: yang menghubungkan dangkal
dengan dalam.
Sistem vena superficial dihubungkan ke sistem vena dalam melalui 3 lokasi
berikut:
1. Vena perforans/komunikans:

2. Saphenofemoral Junction (SFJ): terletak di lipat


paha yaitu pertemuan/muara dari V saphena
magna ke Vena femoralis
3. Saphenopopliteal Junction (SPJ): terletak
dibelakang lutut, yaitu pertemuan/muara dari
V safena parva ke dalam vena popliteal

24
Aliran Sistem vena:

Patofisiologi:
Yang mempengaruhi terjadinya kelainan
dan gangguan aliran vena ialah
keutuhan katup di ketiga sistem
vena:
1. Kebocoran katup di sistem vena
dangkaltek hidrostatik
meningkatpelebaran vena
dangkalmenambah kebocoran
katup
2. Kebocoran katup di sistem
komunikansdarah diperas dari
sistem vena dalam ke
dangkaltek hidrostatik vena dangkal
meningkatpelebaran vena dangkalmakin banyak
katup yg bocor
3. Kebocoran sistem vena dalam dan komunikansaliran balik dari proksimal
ke distalvena dangkal makin melebar.
Etiologi:
1. Primer karena inkompeten katup vena di SFJPeningkatan tekanan darah
pada vena (venous hypertension) pelebaran vena dangkal
2. Sekunder:
a. DVT:terjadi obstruksi kronik vena dalam
b. Kehamilan : uterus yang mengkompresi vena cava inferioraliran balik
susah
3. Kongenital: malformasi vena
Kalo di slide, etiologi dari kebocoran katup yang menyebabkan varises ialah:
DVT,lifestyle:missal berdiri terlalu lama,genetic,
obese,kehamilan.
Bila telah terjadi
pelebaranudem,stasis,hipoksemiamenjadi dasar
terbentuk penyulit berupa trombossis,gangguan
penyembuhan luka dan tukak.
Gambaran Klinis:
Gejala yang terjadi biasanya karena peningkatan
tekanan darah (venous hypertension) seperti rada
nyeri,terbakar,bengkak, ulkus yang tidak sembuh.
Stadium Varises:
Stadium
Gambaran Klinis
1
Keluhan samar tidak khas
2
Pelebaran vena
3
Varises tampak jelas

25
4

Kelainan kulit dan/atau tukak karena sindroma insufisiensi


vena menahun
Sindroma insufisiensi vena kronik:
Derajat
Tanda
1
Pelebaran vena
2
Hiperpigmentasi dan atrofi kulit
3
Ulkus varikosum
Insufisiensi kronuk vena menyebabkan adanya udema, stasis,hipoksemia yang
menyebabkan penghambatan pada penyembuhan suatu luka.
Dengan berbagai uji, misalnya uji tradelenburg dan uji perthes, dinilai derajat
dan ketinggian insufisiensi katup vena.
Treatment:
1. Konservatif dengan pemasangan pembalut/stocking: setelah kaki diangkat
untuk mengosongkan vena dan meniadakan udem, dipasang pembalut
berupa kaus kaki khusus yang dibuat menurut ukuran lingkaran tungkai
penderita dan anjurkan untuk berjalan.
2. Terapi suntikan sklerosis hanya efektif untuk varises kecil yg terbatas tidak
untuk yang lebih luas spt pada insufisiensi katup SFJ atau SPJ.
3. Untuk kasus insufisiensi katup SFJ dan SPJ: lakukan ligasi tinggibiasanya
selain ligasi tinggi vena saphena magna dan parva dikeluarkan seluruhnya
dengan bantuan alat kawat yang dimasukkan di vena saphena magna di
setinggi maleolus medialis di pergelangan kaki sampai keluar di setinggi
lipat paha sehingga dapat dicabut langsung dari atas ke bawah.

Ikterus
Ikterus (Bila kadar bilirubin dalam darah > 2 mg%)
Metabolisme Bilirubin Normal:
Bilirubin mrp suatu pigmen yg tdd senyawa tetrapirol yg berasal dari pemecahan
eritrosit yang tuahemebil unconjugated (+ albumin)hepar(oleh asam
glukoronat dgn bantuan enzim glukoronil transferase menjadi bil
conjugated)usus (sebagian oleh usus besar diubah mjd bil
unconjugatedsterkobilin feses dan ada pula yg diserap usus masuk sirkulasi
porta kembali ke hepar dan ada pula yang ke ginjal menjadi urobilinogen).
Penyakit gangguan metabolisme bilirubin
1. Ikterus dengan unconjugated bilirubin yang meningkat:
a. pre hepatik: hemolisis (ikterus hemolitik)
Pada keadaan ini, terjadi peningkatan bilirubin indirek, bila faal hati
normal maka semua bil indirek diubah menjadi bil direk dan
dikeluarkan dalam usus sehingga sterkobilin meningkat, urobilin
meningkat. Tidak terjadi peningkatan bilirubin direk sehingga
bilirubinuria (-). Ikterus tidak terlalu nampak karena pada
keadaan hemolisis berat kadar bilirubin jarang melebihi 3-5
mg%.
b. hepatik: gangguan uptake oleh hati (penyakit Gilbert) dan Gangguan
aktivitas glukoronil transferase (Crigel Najar)
2. Ikterus dengan Conjugated Bilirubin yang meningkat
a. hepatik: gangguan sekresi bilirubin (Sindroma Rotor), kolestasis intra
hepatik(hepatitis akut, penyakit hati karena alkohol, keracunan obat,
hepatitis autoimun, sirosis hati bilier primer, kolestasis pada
kehamilan)

26
Pada kolestasis intra hepatik (disebut juga ikterus parenkimatosa)
terjadi kerusakan pada sel hepar sehingga terjadi peningkatan kadar
bilirubin direk dan indirek, sterkobilin dan urobilin (+) dan
birirubinuria (+).
Gejala yg timbul mirip kolestasis
ekstrahepatik.
b. post hepatik: kolestasis post hepatik / kolestasis obstruktif
Penyebabnya batu duktus koledukus (batu empedu), kanker pankreas,
striktur pada duktus koledukus, ca duktus koledukus,pankreatitis,
kolangitis sklerosing. Pada keadaan ini, terjadi peningkatan bilirubin
direk, bilirubin indirek normal, sterkobilin dan urobilin (-),
bilirubinuria (+).
Gejala Klinis dari kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik sama yakni: efek back
up dari konstituen empedu (bilirubin, garam empedu, dan lipid) ke dalam
sirkulasi sistemik dan gagal dieksresi ke usus halus. Hiperbilirubinemia bil
konjugated perubahan warna kulit (ikterik), urin gelap, tinja pucat.
Peningkatangaram empedu di sirkulasi gatal (pruritus), garam empedu
bergungsi untuk penyerapan lemak dan vit K sehingga bila kolestasis dapat
terjadi steatorrhea dan hipoprotrombinemia dan bila berlangsung lama
misal pada sirosis hati bilier primer dapat terjadi gangguan penyerapan calsium,
vit D yang menyebabkan osteoporosis dan osteomalacia. Retensi kolesterol
menyebabkan hiperlipidemia.
Gejala dari kolestasis kronik: pigmentasi kulit kehitaman, ekskoriasi karena
pruritus, perdarahan diatesis, sakit tulang, dan endapan lemak kulit (xantelasma
atau xantoma).

Kolelitiasis (batu kandung empedu)


Definisi: merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya satu atau lebih batu
empedu dan umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu
tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu
menjadi batu saluran empedu (koledokolitiasis) dan disebut juga sebagai batu
saluran empedu sekunder.
Patogenesis dan Tipe Batu
Menurut gambaran mikroskopik dan komposisi kimianya, batu empedu dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kategori mayor, yaitu:
1. Batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%
Normalnya, kolesterol yang tidak larut air akan dibuat menjadi larut air
dengan mengkombinasikan dengan garam empedu dan lesitin untuk
membentuk misele. Supersaturasi empedu dengan kolesterol shg
membntuk batu empedu biasanya terjadi karena sekresi kolesterol yang
berlebihan (pada penderita obesitas atau diabetes melitus), atau karena
kurangnya sekresi garam empedu (pada penyakit fibrosis kistik karena
malabsorbsi dari garam empedu), atau dalam hal sekresi lesitin (pada
penyakit genetik yang jarang dan menyebabkan kolestasis intrahepatik
familial).
2. Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung cabilirubinate sbg komponen utama
3. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.
Karakteristik: small, hard gallstones composed of Ca bilirubinate and
inorganic Ca salts (eg, Ca carbonate, Ca phosphate). Factors that
accelerate their development include alcoholic liver disease, chronic
hemolysis, and older age.

27

Patofisiologi batu kolesterol:


Supersaturasi kolesterol empedu.
Normalnya konformasi kolesterol dalam empedu ialah misel, namun bila
terjadi supersaturasi koleseterol akan berbentuk vesikel yang mudah
menjadi Kristal. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya
supersaturasi kolesterol:
- Hipersekresi kolesterol oleh karena peningkatan uptake kolesterol
hepatic, peningkatan aktivitas HMG-CoA yang menyebabkan biosintesis
kolesterol meningkat.
- Hiposintesis garam empedu/perubahan komposisi relative cadangan
asam empedu, dimana asam empedu ada 3 macam primer, sekunder,
tersier. Terjadi peningkatan asam empedu sekunder yang mengandung
asam deoksikolik yang justru meningkatkan sintesis dan sekresi
kolesterol.
- Defek sekresi dan hiposintesis fosfolipid (lesitin) untuk membantu
solubilisasi kolesterol.
Hipomotilitas kantung empedu.
Hipomotilitas kantung empedu memperlambat evakuasi empedu ke dalam
usus proses absorpsi air dari empedu oleh dinding mukosa lebih cepat
dari evakuasi empedu peningkatan konsentrasi empedu
pengendapan lumpur empedu (sludge) proses litogenesis empedu.
Stasis kandung empedu terjadi pada kecederaan medula spinalis,
pemberian TPN untuk periode lama, terapi oktreotida yang lama,
kehamilan dan pada keadaan penurunan berat badan mendadak.
Peningkatan aktivitas nukleasi kolesterol.
Hipersekresi mukus di kantung empedu
Patofisiologi batu berpigmen hitam
Pembentukan batu berpigmen hitam diawali oleh hipersekresi blilirubin
terkonjugat (khususnya monoglukuronida) ke dalam empedu. Pada keadaan
hemolisis terjadi hipersekresi bilirubin terkonjugat hingga mencapai 10 kali lipat
dibanding kadar sekresi normal. Bilirubin terkonjugat selanjutnya dihidrolisis oleh
glukuronidase- endogenik membentuk bilirubin tak terkonjugat. Pada waktu
yang sama, defek pada mekanisme asidifikasi empedu akibat daripada radang
dinding mukosa kantung empedu atau menurunnya kapasitas buffering asam
sialik dan komponen sulfat dari gel musin akan menfasilitasi supersaturasi
kalsium karbonat dan fosfat yang umumnya tidak akan terjadi pada keadaan
empedu dengan ph yang lebih rendah. Supersaturasi berlanjut dengan
pemendakan atau presipitasi kalsium karbonat, fosfat dan bilirubin tak
terkonjugat. Polimerisasi yang terjadi kemudian akan menghasilkan kristal dan
berakhir dengan pembentukan batu berpigmen hitam.
Patofisiologi batu berpigmen coklat
Batu berpigmen coklat terbentuk hasil infeksi anaerobik pada empedu, sesuai
dengan penemuaan sitorangka bakteri pada pemeriksaan mikroskopik batu.
Infeksi traktus bilier oleh bakteri Escherichia coli, Salmonella typhii dan spesies
Streptococcus atau parasit cacing seperti Ascaris lumbricoides dan Opisthorchis
sinensis serta Clonorchis sinensis mendukung pembentukan batu berpigmen.
Gejala Kolelitiasis:
Gejala dari kolelitiasis ini didasarkan pada perjalanan penyakitnya sendiri yakni
dimuali dari tahap asimptomatiknyeri kolik bilierkomplikasi.kolelitiasis
(terjadi ketika batu persisten masuk ke dalam duktus biliar sehingga

28
menyebabkan kantung empedu menjadi distended dan mengalami inflamasi
progresif)
Asimptomatik: Studi perjalanan penyakit selama 20 tahun
memperlihatkan dari 1307 pasien batu empedu selama 20 tahun :50%
tetap asimptomatik, 30% kolik bilier, 20% komplikasi
Nyeri Kolik bilier, episode dari kolik bilier bersifat sporadik dan tidak dapat
diperkirakan. Nyeri terlokalisir pada epigastrium atau kuadran kanan atas
dan dirasakan sampai ke daerah ujung scapula kanan. Dari onset nyeri,
nyeri akan meningkat stabil sekitar 10 menit dan cenderung meningkat
selama beberapa jam sebelum mulai mereda. Nyeri bersifat konstan dan
tidak berkurang dengan emesis, antasida, defekasi atau perubahan posisi.
Nyeri mungkin juga bersamaan dengan mual dan muntah, muncul
biasanya setelah makan 30-90 menit ( Kolik pasca Prandial)
Komplikasi:
a. Timbul kolesistitis: Murphy sign positif (nyeri tekan hipokondrium
kanan, terutama pada waktu penderita menarik napas dalam), demam
b. Obstructive jaundice: deep ikterik, pruritus
c. Cholangitis/peradangan CBD: Trias Charcot yakni nyeri abdomen
kuadran kanan atas, ikterus, dan demam.
d. Hidrops vesica felea (Corvousier law)terabanya vesica felea tanpa
nyeri.
Laboratorium:
Darah rutin, urin, tinja
- Kolesistitis akutleukositosis
Tes faal hati: bilirubin total dan direk, SGOT/SGPT, ALP, GGT, kolesterol, PT
- Sindroma Mirizzi kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan
duktus koledukus oleh batu.
- Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di
dalam duktus koledukus.
- Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.
Radiologis
Foto polos:
- 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak
- Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau
hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam
usus besar, di fleksura hepatika
USG
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat
dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang
diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada
duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara
di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu
kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi
biasa.
Kolesistografi oral
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen
sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan

29

gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2
mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral
lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu
CT scan

Penatalaksanaan:
Prinsip adalah:
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak
Dilakukan tindakan definitive bila: batu multiple, ukuran batu >. Cm,
nyeri berulang >., timbul komplikasi misal ikterik
Penatalaksanaan Medikamentosa:
1. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis
kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah
mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi
sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%
pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4
batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
2. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten
(Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter
yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu
empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian
utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
Penatalaksanaan Bedah:
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat
terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka
mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi
yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut. 10
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 8090% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil
resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal)
dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2 Kandung empedu
diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding
perut. 10
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli
bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut
dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan
tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien
dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.

30
Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris
yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi
laparaskopi. 10
3. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biayamanfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas
pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani
terapi ini. 10
4. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di
samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang
bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.10
5. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam
saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan
sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari
setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,
sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP
saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang
lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.18
Dd: Peptic Ulcer Disease, gastroesophagal reflux, irritable bowel syndrome, dan
hepatitis.
Komplikasi: kolesistitis, kolangitis, pankratitis

Kolesistitis
Definisi: radang kandung empedu (gallbladder) yang bisa berupa akut maupun
kronik.
Kolesistitis Akut
Merupakan radang kandung empedu yang terjadi secara akut yang berkembang
selama beberapa jam.
Etiologi dan patogenesa:
Faktor yang menmpengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis
cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Adapun
penyebab utama:
1. Batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang
menyebabkan stasis cairan empedu. Bagaimana stasis di duktus sistikus
dpt menyebabkan kolesistitis akut?? Jawabnya: diperkirakan bbrp faktor yg
berpengaruh spt kepekatan cairan empedu, kolesterol lisolesitin dan
prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu
diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
2. Sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus). Beberapa faktor risiko: pasien yang dirawat
lama dan mendapat nutrisi secara parenteral atau berpuasa terlalu lama
(keduanya disebabkan karena stasis empedu), sumbatan karena
keganasan kandung empdeu, sumbatan di saluran empedu, atau
merupakan komplikasi dari penyakit lain seperti demam tifoid dan
diabetes melitus.
Gejala dan Tanda

31
1. Serangan kolik biler (RUQ atau nyeri epigastrik) muncul tiba2, bersifat
menetap dan dan makin memburuk hal ini membedakan dengan
kolelitiasis yang dimana nyeri kolelitiasis muncul hilang timbul,
nyeri timbul perlahan mencapai puncak dan kemudian
menghilang.
2. Nyeri alih (refferd pain) menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat
berlangsung sampai 60 menit tanpa reda (nyeri alih ini berhubungan iritasi
diafragma yg berhubungan dengan C3 dan C4 spinal nerve yang juga
menerima sinyal dari bahu (shoulder)).
3. Muntah sering terjadi, peningkatan suhu tubuh namun hanya low grade.
4. Setelah beberapa jam dapat ditemukan tanda murphy saat palpasi.
Caranya: letakkan dua jari di atas RUQ dan kemudian minta pasien untuk
bernapas dalam. Hal ini akajn menimbulkan rasa sakit/nyeri yg disebabkan
karena saat inspirasi, kandung empedu yang meradang akan bersentuhan
dengan jari. Hasil test positif apabila saat tes di LUQ hasilnya tidak nyeri.
5. Palpable RUQ mass pada 20 % kasus
6. Dapat terjadi ikterus derajat ringan pada 20% kasus (bil <4mg/dL), namun
apabila batu berpindah dari duktus sistikus ke saluran empedu, maka akan
terjadi ikterus obstruktif yang ditandai dengan konsentrasi bilirubin yang
tinggi serta terjadinya kolangitis.
7. Untuk kolestitis akalkulus akut, gejala mirip degan kolestitis akut, namun
pasien biasanya dalam keadaan yang sangat kesakitan dan tidak dapat
berkomunikasi secara jelas. Tingkat mortalitas mendekati 65% bila tidak
segera ditangani.
Pemeriksaan Lab: leukositosis, kemungkinan peningkatan serum transaminase
dan alkali fosfatase.
Diagnosis:
1. Transabdominal USG: sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat
bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding
kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstrahepatik. Nilai kepekaan
dan ketepatan USG mencapai 90-95%.
2. Cholescintigraphy (skintigrafi saluran empedu) mempergunakan zat
radioaktif HIDA atau 99n Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit
lebih rendah daripada USG. Terlihatnya gambaran duktus koledukus
(saluramn empedu) tanpa adanya gambaran kandung empedu sangat
menyokong diagnosa kolesistisis akut.
3. CT scan abdomen kurang sensitif tapi mampu memperlihatkan adanya
abses perikolesistik yg masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada
pemeriksaan USG.
Dd: pankreatitis akut, apendisitis (retrosekal), pyelonefritis, penyakit ulkus,
hepatitis, abses hepar.
Komplikasi: Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya
kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung
empedu. Curiga bila gejala memberat disertai leukositosis berat, keluhan nyeri
bertambah hebat, demam tinggi dan menggigil.
Treatment:
1. Pengobatan suportif: istirahat tota di RS, Pasang infus, beri obat analgetik
(NSAID, spt ketorolac atau gol opiat), beri antibiotik untuk mencegah
komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septicemia (cefuroksim 1,5 g/8h IV)
2. Kolesistektomi: dapat dilakukan secepatnya (dalam 3 hari/72 jam), bila:
diagnosis sudah jelas, pasien resiko rendah bila dipoerasi, pasien tua atau
penderita diabetes yg cepat dapat mengalami komplikasi infeksi, atau
pasien yg sudah mengalami empiema,gangrene,perforasi atau alkalkulus

32
kolesistitis. Sementara itu dapat juga dilakukan lebih lambat setelah 6-12
minggu bila kondisi pasien belum stabil atau yang menderita penyakit
kronik yg beresiko tinggi bila dibedah. Biasanya dipakai kolesistektomi
laparoskopik.

Kolesistitis Kronik:
Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis.
Etiologi:
Hampir sering disebabkan oleh batu empedu, dan biasanya diawali oleh
kolesititis akut yang terjadi berulang-ulang .Kerusakan bervariasi mulai dari
infiltrasi dari sel inflamasi kronik, sampai fibrosis dan kalsifikasi yang luas dan
disebut porcelain gallbladder.
Gejala dan tanda:
Diagnosis sering sulit ditegakkan karena gejala sangat minumal dan tidak
menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan anusea khususnya
setelah makan makanan berlemak. Adanya riw batu empedu
dikeluarganya.ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung empedu
disertai tanda murphy positif.
Pencitraan: kolesistografi oral, USG, kolangiografi memperlihatkan adanya
kolelitiasis dan afungsi kandung empedu. Endoscopic retrogade
Choledochopancreaticography (ERCP): menunjukkan adanya batu di kandung
maupun sal empedu.
Treatment: lakukan kolesistektomi bila symtpmatic.

Kolangitis
Definisi: peradangan pada saluran empedu (CBD/ common bile duct)
Etiologi:
Disebabkan karena obstruksi lumen saluran empdeu secara menyeluruh.
Obstruksi ini umunya disebabkan karena batu saluran empedu (koledokolitiasis)
namun juga dapat disebabkan karena penyebab obstruksi lain seperti tumor.
Obstruksi lumen akan menyebabkan masuknya bakteri secara ascending dari
duodenum. Umumnya mrp organisme gram negatif seperti E.coli, Klebsiela sp.,
Enterobacter sp., jarang berupa gram positif spt Enterococcus, dan mixed
anaerobes seperti Bacteroides sp., dan Clostridia sp.
Gambaran Klinis:
Gambaran Klinis Kolangitis akut yang klasik adalah trias Charcot yang meliputi
nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterus, dan demam yang didapatkan pada
50% kasus. Kolangitis akut supuratif adalah trias Charcot yang disertai hipotensi,
oligouria, dan gangguan kesadaran.
Diagnosis kolangitis: berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan lab untuk
leukositosis dan kultur darah untuk terapi antibiotik.
Dd: kolesistitis akut, abses hepar,PUD, pankreatitis, batu ginjal kanan,
pyelonefritis, hepatitis.
Terapi:
Spektrum dari kolangitis akut mulai dari yang ringan, yang akan membaik
sendiri, sampai dengan keadaan yang membahayakan jiwa, dimana dibutuhkan
drainase darurat. Penatalaksanaan kolangitis akut ditujukan untuk: (a)
memperbaiki keadaan umum pasien dengan pemberian cairan dan elektrolit
serta koreksi gangguan elektrolit, (b) terapi antibiotik parenteral, (c) drainase
empedu yg tersumbat dengan menggunakan drainase endoskopik (ERCP).
Alurnya: pasien kolangitis diterapi dulu konservatif denga rwsusitasi dan
antibiotika, kemudian evaluasi:
a. Membaik: ERCP elektif lalu lanjt kolsistektomi laparoskopik

33
b. Memburuk: segera ERCP darurat untuk drainase dan bersihan batu lalu
lanjut kolesistektomi laparoskopik.

Limpa
Anatomi: Limpa terletak di kuadran kiri atas dorsal abdomen, menempel pada
permukaan bawah diafragma dan terlindung oleh lengkung iga.
Vaskularisasi: darah arteri dipasok melalui arteri lienalis. Darah balik disalir
melalui v.lienalis yang bergabung dengan v.mesentrika superior membentuk
vena porta.
Faal: Pada janin usia3-8 bln, limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan sel
darah merah dan sel darah putih. PAda orang dewasa limpa berfungsi untuk
filtrasi darah, artinya sel yang tidak normal, artinya sel yang tidak normal
diantaranya eritrosit,leukosit, dan trombosit tua ditahan disana dan kemudian
dihancurkan oleh RES disana.
Patofaal: Hipersplenisme bila fungsi filtrasi oleh limpa yang berlebihan terhadap
sel dalam darah.
Pemeriksaan: Normalnya limpa tidak teraba pada pemeriksaan abdomen, tetapi
kadang teraba. Pada pemeriksaan perkusi jarang ditemukan pekak limpa bila
besar limpa ialah normal. Bila organ ini membesar, pemeriksaan perabaan dan
perkusi menjadi positif.
Secara klinis pembesaran limpa dikelompokkan menurut Schuffner yaitu S I S
VII (dapat diliat di de joong, hal 608, gambar 34-1.

Ruptur limpa
Etiologi: kecelakaan maupun kekerasan yang disebabkan oleh trauma tajam
atau trauma tumpul. Bisa juga iatrogenic maupun spontan karena penyakit
limpa.
Patologi: Kerusakan limpa dikelompokkan atas jenis rupture kapsul, kerusakan
parenkim, laserasi luas sampai ke hilus, dan avulse (terobek lepas) limpa.
Diagnosis:
1. Rudapaksa dalam anamnesis
2. Tanda kekerasan di pinggang kiri atau perut kiri atas
3. Patah tulang iga kiri bawah
4. Tanda umum perdarahan (hipotensi,takikardi,anemia)
5. Tanda masa di perut kiri ats
6. Tanda iritasi peritoneum local yaitu tandas kehr yakni nyeri alih (reffered
pain) melalui nervus frenikus ke puncak bahu kiri jika ada rangsangan
pada permukaan bawah peritoneum diafragma. Tanda ini sangat penting
pada cedera perut atau toraks bagian bawah sebelah kiri. Nyeri ini dapat
timbui pada posisi tradelenburg.
Penatalaksanaan:
Splenorafi (pinggir spleen yang dijahit)
adalah operasi yang bertujuan mempertahankan limpa yang fungsional dengan
teknik bedah. Tindakan ini dapat dilakukan pada trauma tumpul maupun tajam.
Tindak bedah ini terdiri atas membuang jaringan nonvital, mengikat pembuluh
darah yang terbuka, dan menjahit kapsul limpa yang terluka.
Splenektomi
Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan limpa yang tidak dapat diatasi
dengan splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan.
Splenektomi dilakuakn hanya atas indikasi tertentu: Dilihat di dejoong hal 613
gambar 34-6.

34
Splenektomi total harus selalu diikuti dengan reimplantasi limpa yang
merupakan suatu autotransplantasi. Dengan membungkus pecahan parenkim
limpa dan menanmnya dengan harapan akan tumbuh kembali.
2. Hipersplenisme
Gambaran klinisnya terdiri atas anemia, leucopenia, trombositopenia, atau
pansitopenia yang disertai kompensasi berupa hyperplasia sumsum merah.
Hipersplenisme dapat disertai splenomegali, dapat juga tidak, sedangkan
splenomegali sendiri bisa primer dan bisa sakunder. Slenomegali primer adl
pembesaran limpa yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan slenomegali
sekunder merupakan pembesaran limpa akibat suatu patologi spr malaria, sirosis
hati, atau infeksi, misalnya demam tifoid.

Pankreas
Anatomi pancreas
Pankreas terletak melintang di bagian atas abdomen di belakang gaster dalam
ruang peritoneal.
Sistema saluran pancreas
Saluran pancreas utama wirsung dari di hulu pancreas bergabung dengan
saluran empedu (duktus koledokus di ampula hepatiko-pankreatika untuk
selanjutnya bermuara di papilla vater.
Saluran pancreas asesorius santorini bermuara di papilla minor kira2 2 cm
proksimal dari papilla mayor.
Fisiologi:
Fungsi eksokrin: beberapa enzim pencernaan seperti enterokinase (mengubah
tripsinogen menjadi tripsin), tripsin (mengubah kimotripsinogen menjadi
kimotripsin), lipase (memecah lemak menjadu asam lemak dan gliserol),
amylase (mengubah zat tepung menjadi disakarida dan dekstrin).
Bila sekresi cairan pancreas tehentikeadaan steatore
Fungsi endokrin: sel alfa menghasilkan glucagon, sel beta menghasilkan insulin,
sel delta menghasilkan polipeptida pancreas , gastrin, somatostatin.

Kelainan Bawaan pancreas


1.Pankreas anulare
Tonjolan ventral dan dorsal pancreas yang melingkari duodenum membentuk
anular (cincin kecil) shg menyebabkan terjadinya obstruksi duodenum.
Gejala dan tanda obstruksi duodenum: nyeri perut, mual,muntah berwarna hijau.
2. Pankreas heterotopik dimana jaringan pancreas dapat ditemukan hampir
sepanjang saluran cerna, tp paling sering di lambung dan divertikulum Meckel.
3.Pankreas divisum: Sistem saluran santorini dan wirsung tidak berhubungan shg
bpankreas bgn dorsal dan ventral bermuara di duodenum scr terpisah.
4.Pankreas fibrokistik: kisat pancreas.

Trauma
Trauma tumpul pancreas terjadi akibat pancreas yang letaknya terfiksasi (inget
retroperitoneal) sehingga mudah terjepit di antara tulang vertebra di belakang
sebagai landasannya.
Trauma tajam oleh pisau biasanya menimbulkan kerusakan yang tidak terlalu
hebat disbanding dengan trauma tumpul.
Trauma akibat peluru dapat menimbulkan kerusakan yang bergantung pada
pelurunya.
Gambaran klinis

35
Keluhan nyeri yang kontinu disertai dengan rangsangan peritoneum, demam,
serta ileus paralitik
Diagnosis:
Laparatomi eksplorasi atas indikasi (perdarahan intraabdomen) dilakukan untuk
meemastikan adanya kerusakan pancreas.
USG dan CT scan sangat membantu menentukan diagnose kelainan pancreas.
Pemeriksaan lavase peritoneal diagnostic dapat membantu menegakkan
diagnosis bila ditemukan cairan atau sel darah merah berjumlah 100.000
sel/mm3 dengan kadar amylase yang tinggi.

Pankreatitis
Pankreatitis akut
Patologi:
Radang pancreas yang disebabkan kebanyakan bukan karena infeksi bakteri
atau virus, namun akibat autodigesti oleh enzim pancreas yang keluar dari
saluran pancreas. Faktor sumbatan saluran pancreas yang menyebabkan refluks
diduga kuat sebagai penyebabnya.
Pankretitis dapat berupa:
1. Pankreatitis akut
Adalah inlamasi akut pada pancreas yang disertai oleh gangguan pada
berbagai organ jauh lainnya seperti paru,ginjal dan jantung. Terdapat dua
bentuk patologis dari Pankreatitis akut yakni:
pankreatitits ringan atau intersitiel atau udematus: yang ditandai oleh
adanya edema intersitiel dan infiltrasi sel PMN
pankreatitis berat: yang ditandai oleh nekrosis fokal atau difus
Pankreatitis ringan dapat sembuh sendiri tanpa adanya komplikasi organ lain,
sebaliknya pancreatitis berat sering disertai dengan infeksi dan gangguan
sistemik (kegagalan faal paru,ginjal, jantung)
2. Pankreatitis kronik
Pankreatitis yang sifatnya progresif,menetap dan berulang. Pada pancreatitis
kronik, terjadi kerusakan parenkim dan system duktus pancreas yang tak
berpulih dan disertai fibrosis.
Patogenesisnya tidak jelas meskipun ketagihan alcohol sering berperan
kausal.
Etiologi
1. Salah satu yang menyebabkan tersumbatnya saluran empedu ialah batu
empedu (kolelitiasis) yang menyebabkan trauma sewaktu pasase batu.
2. Garam empedu yang yang mengalami konjugasi dan lisolesitin juga mrp
factor kausal pancreatitis akibat refluks caian empedu ke dalam saluran
pancreaskerusakan ddg pancreasautodigesti.
3. Penggunaan alcohol berlebihan. Alkohol menambah konsentrasi protein
dalam cairan pancreas dan mengakibatkan endapan yang merupakan inti
untuk terjadinya kalsifikasi yang selanjutnya menyebabkan tekanan
intraduktal lebih tinggi. Selain itu defisiensi protein pada peminum alcohol
menyebabkan degenerasi, atrofi, dan fibrosis pancreas yang sering
berakhir dengan pancreatitis kronik.
4. Pankreatitis pascabedah dapat disebabkan oleh lengan lintang pipa
penyalir T yang terlalu panjang melewati sfingter oddi, operasi
gastrektomi, dan cedera saluran pancreas atau pembuluh darah sewaktu
operasi.
5. Kadang ditemukan hubungan antara penyakit hiperparaitroidi dengan
pancreatitis. Dalam keadaan ini, gejala pancreatitis dapat merupakan
tanda pertama dari hiperparatiroidi.

36
6. Spasme dan sumbatan pembuluh darah arteri,
7. Bermacam-macam racun spt metilakohol,seng oksida,kobal klorida,dan
klortiazid dapat menyebabkan kerusakan pada pancreas.
8. Virus coxsackie dapat menyebabkan pancreatitis.
Gambaran klinis
Serangan pancreatitis biasanya timbul setelah makan kenyang atau setelah
minum alcohol. Serangan berupa nyeri di pertengahanh epigastrium dan
menembus ke belakang . Keluhan lian seperti muntah tanpa didahului mual saat
lambung kosong.
Pemeriksaan fisik:
1. Perut tegang (defans muscular) dan nyeri-nyeri tekan.
2. Demam,takikardia,dan leukositosis.
3. Syok terjadi bila banyak darah dan cairan yg hilang apalagi bilas disertai
muntah.
4. Rangsangan cairan pancreas menyebar ke perut bawah atau ke rongga
dada kiriefusi pleura kiri.
5. Tanda ileus paralitik
6. Gangguan fungsi ginjal akut dapat pula ditemukan.
7. Ikterus akibat pembengakakan hulu pancreas atau hemolisis sel darah
merah.
8. Tetani timbul bila terjadi hipokalsemia
9. Tanda yang menunjukkan luasnya perdarahan retroperitoneal:
9.1. Tanda culenbercak darah daerah pusar
9.2. Tanda gray-turnerperubahan warna di daerah perut samping
berupa bercak darah.
Pemeriksaan laboratorium
1.Kadar amilase
Kadar amylase darah yang tinggi dan juga amylase urin dalam dua jam yang
meninggi menyokong diagnosis pancreatitis akut. (kadar amylase cairan
peritoneum meninggi pd hr ke-3; kadar amylase dlm serum plg tinggi pd hr ke-2
dan ke-4; kadar amylase urin meninggi bersama dgn kadar amylase serum
namun penurunan kadarnya lebih lambat)
Namun karena kolestitis akut,perforasi ulkus peptikum, obstruksi strangulasi
usus halus, kehamilan ektopik,parotitis epidemika dan demam dengue juga
memiliki kadar amylase serum yang meningkat, maka yang lebih meningkatkan
rasio diagnosis rasio amylase dan bersihan kreatinin, yaitu dapat dipastikan tidak
ada pancreatitis bila lebih dari 5.
2.Kadar kalsium turun lebih kecil dari 7,5 mg/dl prognosis pancreatitis akut
berat.
3. Kadar lipase serum lebih spesifik daripada amylase karena hanya dihasilkan
oleh pancreas .
4. Peningkatan serum alanin transferase >150Ul/l memiliki spesifitas 96% untuk
mendiagnosis pancreatitis karena batu empedu.
5. Kadar gula darah dapat meninggi atau normal.
Pemeriksaan Pencitraan
1. Ultrasonik ekografi
2. CT scan: pemeriksaan terbaik karena dapat dilihat adanya
nekrosis,abses,maupun pancreatitis tanpa nekrosis.

37
Prognosis:
Prognosis dapat diramalkan berdasarkan tanda pada waktu pemeriksaan
pertama dan 48 jam kemudian menurut criteria Ranson.
Kriteria Ranson:
Dapt dilihat di de joong hal 601 tabel 33-3.
Penatalaksanaan:
1. Pemberian cairan dan elektrolit
2. Transfusi darah pd pancreatitis hemoragik
3. Pemberian insulin dosis rendah bila ada hiperglikemia
4. Pemberian kalsium glukonat bila kalsium serum menurun.
5. Antibiotik diberikan krn ada kemungkinan terjadi abses pancreas
6. Analgesik
7. Pengambilan batu empedu dgn koledokotomi bila penyebabnya ialah batu
empedu.
8. Tindak bedah: debridement pada bagian nekrotik,mencuci dan membilas
sebersih mungkin rongga peritoneum dari bairan pancreas,disertai
pemasangan beberapa penyalir.
Secara singkat alur penangannya sbb;
Pasien dipuasakan utk mengistirahatkan pancreaspasang
infuseNGTAntibiotikPantau cairan dan
elektrolit,hipokalsemia,ventilkasiLaparotomi(debridement dan penyaliran)
Komplikasi:
1. Yang paling sering ialah: syok dan kegagalan fungsi ginjal. Hal ini
disebabkan karena pengeluaran enzim proteolitik yang bersifat vasoaktif
dan menyebabkan perubahan kardiovaskular serta perubahan sirkulasi
ginjal.
2. Kegagalan fungsi paru kadang terjadi. Hal ini dikarenakan adanya toksin
yg merusak jaringan paru menyebabkan ARDS, selain itu juga terjadi efusi
pleura umumnya di sebelah kiri.
3. Nekrosisabsesinfeksi sekunder menjadi syok septic.
4. Komplikasi perdarahan.
5. Pseudokista pancreas daoat timbui setelah lebih dua minggu perjalanan
pancreatitis akut. Kista semu ini terjadi karena pengumpulan cairan
pancreas yang dikelilingi oleh membrane jaringan ikat.
6. Kalsifikasi pancreas,DM sekunder dan steratore pd pancreatitis alcohol.

Carcinoma pancreas
1.Adenokarsinoma pancreas:
Gejala dan tanda:
a. Tipe obstruksi: trjd ikterus obstruksi karena sumbatan pada duktus koledukus,
nyeri dan masa di epigastrium, nyeri punggung, kehilangan BB.
b.Tipe non obstruksi.
Penatalaksanaan adenoma pancreas
Terapi bedah kuratifialah pankreatiko-duodenektomi (operasi whipple). Operasi
Whipple dilakukan untuk tumor yang masih terlokalisasi, yaitu karsinoma sekitar
ampula vater,duodenum,dan duktus koledokus distal.
2. Kista
2.1. Kista sejati: misalnya kista congenital yang dibatasi oleh epitel .
2.2. Kista semu (pseudokista):
Epidemiologi: Lebih dari 755 kista pancreas ialah kista semu.
Etiologi: terbentuk setelah pancreatitis dan nya setelah trauma pancreas .

38
Patogenesa: Dinidng kista terdiri dari njaringan ikat. Di dalam kista terkandung
cairan pancreas yang kadang bercampur darah maupun jaringan nekrotik. Lokasi
kista bisa di dalam jar pancreas, sekitar pancreas di belakang mesocolon, dan
ligamentum gastrokolikum.
Gambaran Klinis:
Gejala spt nyeri menetap, demam, ileus,mual dan muntah biasanya timbul 2/3
minggu setelah pancreatitis atau trauma dan disertai kadar amylase yang
meningkat dan menetap.
Dapat terjadi perdarahan esophagus bila kista membendung vena porta, selain
itu teraba masa kistik di epigastrium.
Diagnosis: dari pemeriksaan klinis dan pencitraan USG dan CT scan.
Penatalaksanaan:
Terapi konservatif dilakukan pada pasien Selama satu bulan, dikarenakan
kemungkinan resorbsi pada minggu2 pertama. Namun bila setelah 6 minggu
tidak mengalami resorbsi maka dilakukan tindakan bedah. Pembedahan melalui
penyaliran ekstern dan intern.
Penyaliran ekstern (marsupilaisasi) hanya dilakukan pada penderita yang sakit
berat saja.
Penyaliran intern berupa sistogastrostomi atau sistoyeyunustomi secara
langsung atau secara Roux-en-Y
3.Kista neoplastik
3.1. Kista adenoma
3.2. Kista nadenoma musin.
Carcinoma Pankreas
Terjadi pada pasien laki2 >60 tahun (paling sering)
Faktor resiko: merokok, alcohol, diabetes, pancreatitis kronik
Patologi: tipe paling banyak ialah adenocarcinoma (metastase early,
presentation late)
Lokasi: 60% di Caput pancreas, 25% di corpus panjreas, dan 15% di
cauda. Dan beberapa munculnya di ampula vateri (ampullary tumor) atau
pancreatic islet cells (insulinoma, gastrinoma, glucagonoma)
Etiologi: 95% pasien mempunyai mutasi genetic pada KRAS2 gen
Gejala dan tanda:
a. Tipe obstruksi: biasanya bila tumor letaknya di caput pancreas.
Kehilangan BB. Pada 75% bisa tanpa gejala nyeri, kandung empedu
dapat teraba tanpa nyeri , timbul ikterus yang disebut hokum
Courvoisier. Sementara pada 25% lagi timbul nyeri epigastrium, massa
epigastrium.
b. Tipe non obstruksi:: untuk tumor di corpus dan cauda jarang
menimbulkan ikterus. Gejala umumnya kehilangan BB, nyeri
epigastrium menjalar hingga belakang dan diperingan dengan sitting
forward disertai massa epigastrium.
c. Metastase: Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati, asites
Pemeriksaan lab: Kadar bilirubin, ALP, dan SGOT/SGPT, tumor marker CA
19-9, tindakan biopsy melalui aspirasi jarum merupakan tindak diagnostic
yang aman dengan akurasi 60-70%.
Pemeriksaan radiologi:
a. Ro thoraks: melihat metastase ke paru
b. USG dan CT scan: menunjukkan adanya massa pancreas, dilatasi
cabang biliar, metastase ke hepar.
c. ERCP dan PTC: melihat letak obstruksi
Terapi Bedah

39

a. Sebelum terapi bedah dilakukan, keadaan umum diperbaiki dengan


mengoreksi nutrisi, anemia, dan dehidrasi
b. Bila terjadi ikterus obstruksi total maka dilakukan penyaliran empedu
transhepatik (Percutaneous Transhepatic Billiary Drainage=PTBD) satu
minggu prabedah untuk memperbaiki fungsi hati
c. Tindakan bedah kuratif diindikasikan pada carcinoma caput pancreas
dan periampuler, ukuran tumor< 3cm dan tanpa metastase. Tindakan
ini disebut operasi Whipple (pankreatiko-duodenektomi). Dimana lokasi
tumor yang terbatas pada ampula vater, duodenum dan duktus
koledokus distaltumor dikeluarkan secara radikal en bloc yaitu tdd
kaput pancreas, corpus pancreas, duodenum, pylorus, bagian distal
lambung, bagian distal koledokus, kelenjar limf regional. Disamping itu
dilakukan kolesistektomirekonstruksi terdiri atas
pankreatikoyeyunostomi, koledoko-yeyunostomi, dan
gastroyeyunostomi.
d. Tindakan bedah paliatif dilakukan bila tumor tidak bisa direseksi lagi
karena sudah invasi dan metastase. Maka dilakukan anastomosis
biliodigestif dengan tujuan paliatif untuk penyaliran (semacam bypass)
berupa koledoko-yeyunostomi Roux-en-Y dan yeyun-yeyunostomi Roux
en Y.
e. Kemoterapi dan radioterapi biasanya tidak menghasilkan reaksi positif
Prognosis: pada penbderita yang menjalani whipple, angka harapan
hidup 1,2 dan 5 tahun berturut adalah 50%, 30% dank tang dari 10%.
Sementara bila tumor tidak direseksi, penderita hidup dalam 6 bulan
meninggal dan angka harapan hidup 1 tahun kurang dari 10%.

Kelenjar Ludah
Kelenjar ludah dibagi menjadi 2:
1. Kelenjar ludah mayor: Kelenjar parotis, kelenjar submandibula, kelenjar
sublingual
2. Kelenjar ludah minor
Kelenjar parotis terletak di depan/di bawah lubang telinga luar dan ujung tulang
dagu. Yang secara anatomis dibagi menjadi 2 bagian, bagian permukaan
(superficial) dan bagian dalam (profundus) , yang membatasi keduanya ialah N
7.
Tumor parotis
Insiden: di UK 3-4/100.000. tumor kelenjar ludah ialah 5 % dr seluruh tumor
kepala dan leher. Tmor dari kel ludah mayor 5 kali lebih banyak, dan 70-80%
ialah tumor parotis (80% junak dan 20% ganas).
Gejala dan tanda: (nyeri,bengkak,perubahan kulit,facial weakness, poor
hearing/erache,ditemukan tiba2).
No
Tumor jinak
Tumor ganas
1
Pertumbuhan lambat
Pertumbuhan cepat
2
Mobile
Immobile
3
Usia muda
Usia > 50 tahun
4
Konsistensi kadang keras
Teraba keras bisa seperti batu
5
Paralisa N 7 (-)
Paralisa N 7 (+):mulut mencong,mata
sukar nutup
6
Tidak menyebar jauh
Menyebar biasanya pada kelenjar limfe
7
Biasanya tidak nyeri
Biasanya nyeri (tpi juga bisa g nyeri)
Trismus: kalo invasi ke otot mastilator
Disfagia:invasi ke lobus kelenjar dalam
Earache; kalo invasi ke kanalis auditorius

40

Klasifikasi Tumor parotis:


Tumor jinak:
1. Adenoma pleomorfik
2. Adenoma monomorfik
3. Adenolymphoma (warthin Tumor)
4. Benign mucoepidermoid carcinoma
Tumor ganas:
1. Acinic cell Ca
2. Adenoid cystic Ca
3. Adeno Ca
4. Epidermoid Ca
5. Undifferentiated Ca
6. Malignant Ca in adenoma pleomorfik
Diagnosis:
1. FNAB : 96% akurat untuk membedakan tumor parotis jinak atau ganas.
2. Potong beku (Vries coupe/frozen section): dilakukan bila hasil FNAB tidak
dapat memastikan tumor jinak atau ganas.
Treatment:
1. Parotidektomi superficial: dilakukan bila tumor jinak dan terletak pada
lobus superficial.
2. Parotidektomi total: dilakukan pada tumor ganas yang sudah mengenai
lobus profundus namun dengan tetap mempertahankan N 7.
3. Lakukan Radioterapi postop untuk mencegah rekurensi.
Bila dari awal tumor sudah dicurigai ganas , dengan ukuran yang besar dan
keras, naumn hasil FNAB tidak dapat memastikan, maka saat dilakukan operasi
di potong beku tumornya dan langsung di PAkan, bila hasil tumot positif ganas,
maka saat itu juga langsung dilakukan parotidektomi total dengan preservasi N
7.
Komplikasi:
1. Kerusakan pada N 7 (temporer maupun permanen) : cedera cabang
m.orbikularis okuli kelopak mata sukar menutup, cedera cabang ke mulut:
mulut mencong
2. Injury pada greater auricular nerve: baal2 atau kurang berkurangnya rasa
pada telinga
3. Penyulit seperti fistula liur
4. Sindroma Frey: karena regenerasi aberan dari serat saraf auriculotemporal
terhadap kelenjar keringat kulitberkeringat pada sisi wajah yang terkena
saat mengunyah.
Kanker Lidah
Tipe yang paling umum: squamous Cell Ca
Lokasi: Tumor ini biasanya terletak pada tepi lateral dari oral tongue (2/3 depan
lidah).
Karakteristik: ulserasi, berwarna kemerahan, mudah berdarah.
Insiden: pada usai tua, namun juga bisa ditemukan pada usia 21 tahun
Gejala:
1. Patch berwarna merah atau putih yang gak hilang
2. Nyeri tenggorokan gak hilang
3. Luka pada lidah yang gak sembuh2
4. Penebalan/benjolan pada mulut,tenggorokan maupun lidahsusah
mengunyah dan menelanbisa nyeri saat menelan
5. Perdarahan yang gamapang sekali terjadi( saat tergigit atau saat
tersentuh saja)

41
6. Rasa kebal di mulut
Faktor resiko:
1. Merokok, minuman alcohol
2. Pemakan sirih
Manajemen:
1. Pembedahan
2. Radioterapi
3. Kemoterapi
Bila tumor ukuran kecil: cukup dibedah saja tumornya
Bila tumor ukuran besar dan ada penyebaran ke kel limfe: pembedahan +
radioterapi. Pembedahan dengan mengangkat tumor dan kel limfe (modified
radical neck dissection) . setelah operasi dilakukan radioterapi.
Bila tumor meliputi seluruh ludah bisa dilakukan pengangkakatn lidah
(glossectomy), namun biasanya dilakukan radioterapi dan kemoterapi untuk
mengecilkan sel tumor sehingga tidak diperlukan glossectomy.
Komplikasi;
1. Pembedahan: problem bicara, makan dan minum,
2. Radioterapi: dry,sore mouth, taste changes.

Trauma Thoraks
Definisi dan Anatomi
Thorax yang artinya baju perisai
Anatomi thorax:
a. Soft tissue: cutis, subcutis, fascia, otot
b. Hard tissue: sternum, 12 pasang costae, vertebrae thoracalis
Klasifikasi trauma
Bisa dibaca di catatan
Manifestasi:
Emfisema mediastinum
Flail chest
Pneumotoraks
Hematotoraks
Hemopneumotoraks

Pneumothoraks
Definisi
Keadaan terdapatnya udara dalam kavum pleura
Anatomi dan faal pleura
Pleura ada 2 lapisan terdiri dari dua lapisan pleura parietal dan viseral, kedua
lapisan membentuk ruang disebut kavum pleura. Dalam cavum pleurae terdapat
suatu cairan pleura + 10 ml, yang diproduksi oleh membran pleura. Cairan
tersebut berfungsi untuk melicinkan permukaan pleurae dan mengurangi friksi
antara pleura parietalis dan visceralis selama pernapasan. Tekanan dalam cavum
pleura senantiasa dalam keadaan negatif dan berfungsi untuk mempertahankan
alveolus tetap mengembang melalui mekanisme suctioning diantara dua
membran pleura.
Fisiologi mekanika bernapas
Terdapat 3 tekanan berbeda yang penting dalam ventilasi:

42

Prinsip bernapas:
Udara bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan
rendah
Selama inspirasi dinding thoraks akan mengembang, tekanan intrapleura
akan turun, yang memungkinkan udara dari luar masuk ke dalam paru.
Selama ekspirasi, tekanan pleura akan meningkat sehingga udara dapat
keluar dari paru.
Tekanan intrapleura:
a. Sebelum inspirasi: -5 cmH20
b. Inspirasi: -8 cmH20 (-11 s/d -12 cmH20)
c. Ekspirasi: -4 cmH20 (-4 s/d -9 cmH20)
d.
Klasifikasi Pneumotoraks:
1. Berdasarkan terjadinya maka pneumothoraks dibagi menjadi
Pneumothoraks Artifisial:
Pneumotoraks yang disebabkan oleh tindakan tertentu atau memang
disengaja untuk tujuan tertentu. Misalnya untuk alasan diagnosis maupun
untuk alasan terapi. Diagnosis: membedakan tumor perifer yang terletak
intrapulmoner dengan tumor perifer yang terletak di pleura parietalis.
Terapi: terapi kolaps untuk menghentikan perdarahan pada Tb, melindungi
paru terhadap bahaya sinar rontgen saat radiasi Ca mammae
Pneumothoraks Traumatika. Dibagi 2 yakni:
a. Pneumotoraks iatrogenik: Akibat dari prosedur invasive. Penyebab
umum: aspirasi jarum transtorasik (25%), torakosentesis (2,5%) 10,
biopsi pleura (8%)11, dan biopsi paru transbronkial (6%)12.
b. Pneumotoraks non-iatrogenik: Terjadi akibat trauma tembus maupun
tumpul pada toraks

Pneumothoraks Spontan: Pneumotoraks yang terjadi secara tiba2 atau


adanya penyakit paru yang mendasarinya. Jenis ini dibagi 2:
a. Pneumotoraks spontan primer (PSP)
Pneumotoraks ini terjadi pada individu sehat. Insidensi: 7,4 per 100.000
kasus pertahun untuk pria dan 1,2 per 100.000 kasus pertahun untuk
wanita. Etiologi: ruptur blep emfisematosa subpleura. Blep: Terbentuk
oleh alveoli yang pecah melalui jaringan interstitial ke dalam lapisan
fibrous tipis dari pleura viseralis yang berkumpul dalam bentuk kista dan
biasanya di apex
Patogenesis terjadinya blep:
- Abnormalitas kongenitaldapat diwariskanabnormalitas kromosom
pada sindroma birt-hogg-dube.
- Akuisita: (a) inflamasi bronkiolus, (b) perokok: terjadinya blep
subpleura, (c) orang yang tinggi dan kurus penambahan panjang
ukuran dada tekanan pleura turun sekitar 0,2 cmH20 untuk tiap
penambahan 1 cm panjang dadadi apeks tekanan pleura lebih

43
negatif sedangkan tekanan alveoli lebih tinggiterbentuk blep
subpleura.
b. Pneumotoraks spontan sekunder (PSS)
Pneumotoraks ini spontan yang terjadi karena adanya penyakit paru
yang mendasarinya . Insidensi: 15.000 kasus baru setiap tahunnya di
AS. Konsep dasar terjadinya pneumotoraks: Penyakit yang menghasilkan
kenaikan tekanan intrapulmoner, menebal atau menipisnya dinding
kista, rusaknya parenkim paru. Contoh: PPOK, asma, kistik fibrosis, fokus
TB kaseosa, pneumonia, dll.
Contoh lain: Pneumotoraks Katamenial
Pneumotoraks spontan berupa akumulasi udara di rongga pleura selama
menstruasi (48-72 jam setelah mens). Insidensi: 2,8-5,6% dari semua
kejadian PS pd wanita. Patogenesis: (4)
Peningkatan prostaglandin
Bulla supleura pecah spontan
Gumpalan mukus dari serviks menghilang
Jaringan endometrium menempel ke rongga toraks
2. Berdasarkan fistulanya
Pneumothoraks terbuka
a. Trauma tembushubungan terbuka (two
way) P intrapleura = P atmosfer
b. Paru kolaps tiba-tiba
c. I : paru sakit akan menguncup
d. E : paru sakit akan sedikit mengembang
(pernapasan pendulum) Hal ini akibat karena
waktu ekspirasi udara paru yang sehat sebagian
akan masuk ke dalam paru yang kuncup dan
udara yang kotor akan terhisap kedalam paru
yang sehat waktu inspirasi berikutnya

Pneumothoraks tertutup
Biasanya akibat patah tulang iga tulang menusuk paru-paru
Dapat juga tanpa patah tulang iga, misal : peninggian tekanan intra
alveolar secara mendadak. Keadaan ini cenderung sembuh sendiri dengan
adanya kuncupnya paru, lubang yang terbentuk akan menutup. Robekan
esofagus atau Tracheobronchial
Tension pneumothoraks
Kelanjutan dari close pnt atau pnt dengan fistel
yang sifatnya one way
Tekanan intrapleura makin positif
P ekspirasi: +2 +7 +10
P inspirasi: -3 +3 +6
Pergeseran Mediastinum

3. Berdasarkan derajat kolaps


Pneumotoraks total
Pneumothoraks partial
Diagnosis:
Anamnesis:

44

Pemeriksaan Fisik:

Pemeriksaan Penunjang:
Foto dada
analisis gas darah, EKG, CT scan, dan endoskopi
Cara menentukan persentase pneumotoraks: dengan menjumlahkan jarak
terjauh antara celah pleura pada garis vertikal ditambah dengan jarak terjauh
antara celah pleura pada garis horizontal ditambah dengan jarak terdekat celah
pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi 3 dan dikalikan 10.
< 15% pneumothoraks ringan
15 60 % pneumothoraks sedang / menengah
60 % pneumothoraks berat
Diagnosa Banding:
Emfisema paru
Asma bronkial
Emboli paru
Pneumonia
Infark miokard, dll
Penatalaksanaan:
Pneumotoraks tertutup (luas kolaps <15%):
a. Observasi
Bila fistula dari alveoli ke pleura telah menutupudara diresorbsi
Laju resorbsi 1,25% perhari
Observasi pasien boleh rawat Inap maupun berobat jalan
b. Pemberian tambahan oksigen
Meningkatkan kecepatan absorbsi udara pleura
Penelitian terhadap kelincilaju absorbsi meningkat 6 x lipat

45
Pemberian oksigen tambahanmenurunkan tekanan parsial pembuluh
kapiler menjadi 200, sehingga gradien bersih untuk resorbsi udara
menjadi 550 mmHg, 10 kali lebih besar dibadingkan saat pasien bernapas
normal di ruangan 54 mmHg.
Bila rawat inapobservasi selama beberapa hari (minggu), dibuat foto dada
serial tiap 12-24 jam selama 2 hari. Dan pemberian oksigen tambahan
Bila rawat jalanpneumotoraks kecil unilateral dan stabil, pulangkan dan dalam
2-3 hari pasien kontrol lagi.
Pneumotoraks tertutup (luas kolaps >15%):
1. Aspirasi sederhana/needle thoracosintesis
Dengan prosedur ini, sebuah jarum kecil (uk sekitar 16 gauge) dengan kateter
polietilen internal diinsersikan ke dalam sela iga kedua pada linea midklavikularis
dengan anestesi lokal. Lokasi alternatif yang lain dipilih bila pneumotoraks
terlokulasi atau terjadinya adesi. Setelah jarum diinsersikan, jarum diambil,
sehingga tersisa kateter pada kavum pleura. Dengan menggunakan stopcock 3
jalur dan spuit 60 cc dilakukan aspirasi udara secara manual hingga tidak ada
lagi udara yang dapat diaspirasi. Kateter ini dicabut setelah beberapa jam
kemudian. Jika dengan radiografi dada menunjukkan bahwa sudah tidak terjadi
rekurensi, kateter dicabutr dan pasien dapat dipulangkan. Alternatif lain, pasien
dapat tetap dirawat inap satu malam untuk observasinya. Jika saat apirasi, total
volume udara aspirasi sudah melebihi 4 L dan tidak ada tahanan yang dirasakan,
maka diperkirakan bahwa ekspansi paru belum terjadi, dan prosedur alternatif
lain harus dilakukan.
2. Thorax drain/WSD/Tube torakostomi
Bila aspirasi sederhana gagal dan tidak ada fasilitas torakoskopi. Tujuan:
reekspansi paruterlalu cepat resiko edema pulmonerWSD. WSD merupakan
suatu sistemmengalirkan udara dari toraksmempertahankan tek negatif
kavum pleurapengembangan paru
WSD: pipa khusus (kateter urine) yang steril dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar dimasukkan ke
rongga pleura, terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada ruang antar iga ke
enam pada linea aksilaris media, Insisi kulit juga bisa dilakukan pada ruang antar
iga kedua pada linea midklavikula. Sebelum melakukan insisi kulit, daerah
tersebut harus diberikan cairan desinfektan dan dilakukan injeksi anestesi lokal
dengan xilokain atau prokain 2%dan kemudian ditutup dengan kain duk steril.
Setelah trokar masuk ke dalam rongga pleura, pipa khusus (kateter urine) segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian trokar dicabut sehingga hanya pipa
khusus tersebut yang masih tertinggal di ruang pleura. Pemasukan pipa khusus
tersebut diarahkan ke atas apabila lubang insisi kulit di ruang antar iga keenam
dan diarahkan ke bawah jika lubang insisi kulitnya ada di ruang antar iga kedua.
Pipa khusus atau kateter tersebut kemudian dihubungkan dengan pipa yang
lebih panjang dan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan ke dalam air di
dalam botol. Masuknya pipa kaca ke dalam air sebaiknya 2 cm dari permukaan
air, supaya gelembung mudah keluar. Apabila tekanan rongga pleura masih
tetap positif, perlu dilakukan penghisapan udara secara aktif (continuos suction)
dengan memberikan tekanan -10 sampai 20 cmH2O agar supaya paru cepat
mengembang. Apabila paru sudah mengembang penuh dan tekanan rongga
pleura sudah negatif, maka sebelum dicabut dilakukan uji coba dengan menjepit
pipa tersebut selama 24 jam. Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi
dengan foto dada, apakah paru mengembang dan tidak mengempis lagi atau
tekanan rongga pleura menjadi positif lagi. Apabila tekanan di dalam rongga
pleura menjadi positif lagi maka pipa tersebut belum dapat dicabut. Di RS

46
Persahabatan, setelah WSD diklem selama 1-2 hari dibuat foto dada. Bila paru
sudah mengembang maka WSD dicabut. Pencabutan WSD dilakukan waktu
pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal. Pada wanita muda dengan alasan
kosmetika maka insisi kulit dapat dilakukan pada ruang antar iga keempat atau
lima line midklavikula. Pemasangan WSD tersebut bisa dengan sistem 2 botol
atau 3 botol.
Jika paru tetap tidak mengembang setelah 72 jam pemasangan tube
torakostomi maka tindakan selanjutnya harus dipertimbangkan termasuk
torakoskopi atau torakotomi. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa injeksi
intrapleura dengan agen pleurodesis dapat menyebabkan penutupan fustula
bronkopleura.
Selain pneumotoraks, WSD dipasang untuk: Substansi yg masuk ke dalam cavum
pleurapeningkatan tek intrapleurakolaps paru:
pneumotoraks,hematotoraks,efusi pleura,empiema.
Prinsip WSD:
Underwater sealdigunakan untuk mencegah masuknya udara ke dalam
cavum pleuraujung bawah pipa dimasukkan sedalam 2 cm di bwah air,
sehingga menimbulkan tek hidrostatik +2cmH2O.
Pressure gradientpada pneumotoraks, tek dalam kavum menjadi positif,
bila tekanan kavum lebih positif dibandingkan +2cmH2O, maka udara
akan berpindah dari tekanan tinggi ke rendah. Di dalam tabung drain,
terdapat saluran untuk mengeluarkan udara dari tabung.
GravitasiCairan akan mengalir dari kavum pleura dengan bantuan
gravitasi dan tidak akan balik selama tabung terletak di bawah pasien.
Jenis WSD:
a. Sistem satu tabung
Jenis WSD paling simple
Mengalirkan udara maupun cairan
Cocok untuk simple pneumothorax
Kerugian: cairan menambah level fluidtek hidrostatik
meningkatberkurang pressure gradientsulit udara keluar
b. Sistem dua tabung
Cocok mengalirkan udara dan cairan
Tabung 1menampung cairan
Tabung 2menampung udara
c. Sistem tiga tabung
Jika diperlukan pressure gradient yang lebih besar
(kasus volume udara atau cairan yg cukup
banyak).
Penambahan suction pada tabung ketiga
Ada 4 aspek yang harus diperhatikan saat pemeriksaan
sistem WSD:
1. Swing: terjadinya perubahan tekanan
intrapleura selama inspirasi dan ekspirasi akan ditransmisikan ke WSD.
Selama inspirasi, akibat tekanan negatif , cairan dalam tabung WSD akan
bergerak ke atas, sedang saat ekspirasi akan bergeser ke bawah.
Pergerakan cairan selama inspirasi tenang ini disebut swing.Swing tidak
ditemukan jika: pipa terjepit atau ada sumbatan, paru2 mengembang
kembali dan menutup ujung tube.

47
2. Bubbling: adanya gelembung udara mengindikasikan ada kebocoran udara
pada cavum pleura. Gelembung (-)tidak ada kebocoran, gelembung (+)
saat batukkebocoran ringan, gelembung (+) saat ekspirasikebocoran
moderat, gelembung (+) saat inspirasi dan ekspirasikebocoran berat.
3. Drainage dan suction untuk cairan.

Hemotoraks
Yaitu terdapatnya darah dalam rongga pleura.
Dasar terapi berdasarkan pembagian :
Ringan (mild)
: sampai 300 cc
Sedang (moderate): 300 800 cc
Berat (severe)
: lebih dari 800 cc.
Menentukannya dari foto thorax
< 1/3 bag lap paru : ringan
-2/3 : sedang
> 2/3 : berat

Empiema
Pleura parietal (menempel pada dinding dalam thorax) dengan pleura visceralis
sebenarnya tidak terpisah karena keduanya menyatu di hilus dan hanya
dipisahkan oleh cairan surfaktan.
Rongga interpleura bukan rongga yang nyata (secara anatomis tidak
tampak)jadi kalo tampat rongga yang nyata artinya ada yang mengisinya
mungkin udara (pneumothorax), darah, pus.
Akibat bila terbentuknya ronggamengganggu pengembangan paru dan
mengganggu pernapasan.
Empiema adalah: penumpukan pus pada rongga pleura sebagai akibat
sekunder dari infeksi paru.
Gejala Klinis: penderita datang tampak sakit berat, demam dan sesak napas.
Pemeriksaan Fisik: TV (RR meningkat), palpasi (fremitus vocal melemah),
perkusi (pekak member gambaran garis melengkung/sonor memendek
sampai beda),auskultasi: suara nafas hilang/ronki yg menghilang di batas
cairan)
Pemeriksaan penunjang: Lab (leukositosis), Ro(perselubungan yg lebih
tinggi di lateral,sinus costophericus yang tumpul sampai hilang),
thoracosentesis (aspirasi:pus)
(perselubungan pd hidropneumothoraxair fluid level berupa garis
mendatar. Kalau pada pneumothorax bila krg dari 20% dan klinis tidak
sesak tidak dipasang drain krn udara dapat diserap)
Penanganan:
Prinsip penanggulangan empiema:
1. Drainase/mengeluarkan nanah sebanyak-banyaknya.
2. Obliterasi rongga empiema (bertemu kembali pleura parietal dan visceral)
dan mengembangkan paru
3. Eradikasi penyebab: antibiotic
Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema:
1.Fase akut (< 7 hari): eksudat serous (bila dikeluarkan tidak ada
sisanya)lakukan drainase tertutup (WSD- membuat tekanan di pleura = dlm
tabung pd anak 10cmH20 pd dewasa 15-20 cmH2O)diharapkan dengan
pengeluaran cairan dapat dicapai pengembangan paru yg sempurna.
2.Fase transisional: (7-21 hari): fibrinopurulent (seperti kaleng susu kental yg bila
dikeluarkan ada sisa yg menempel)lakukan drainase terbuka (membuat
tekanan di pleura = di luar namun paru tidak kolaps karena pada fase ini sudah

48
terbentuk septa2)bila tidak berhasil lakukan drainase terbuka dengan reseksi
iga/window .
3.Fase kronik (>21 hari): konsolidasi (seperti mentega)lakukan intervensi
bedah berupa dekortikasi (dikerok) atau dilakukan obliterasi rongga empiema
dengan cara dinding dada dikolapskan (torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga
sesuai dengan besarnya rongga empiema kemudian dinding dada merapat ke
paru sehingga rongga akan hilang, dapat juga rongga empiema disumpel dengan
dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan otot interkostal (air plombage),
dan disumpel dengan otot atau omentum (muscle atau omental plombage).
(inget VATS (Video Assisted Thoracic Surgery) sangat bermanfaat untuk
membantu dilakukannya empiemektomi dan atau dekortikasi)

Pembedahan Pada TB paru


Pemeriksaan Lab ( BTA, deteksi bakteri, kultur, deteksi antigen, deteksi antibody,
deteksi asam nukleat)
Indikasi pembedahan:
1. Sputum BTA positif persisten (lakukan pembuangan bagian paru yg
menjadi sumber infeksi)
2. Penyulit seperti fungus ball (aspergilloma)
3. Fistula bronchopleural dengan empiema
4. Sputum BTA negative tapi dengan gejala klinis buruk (pulmonary
hemorrhage)
5. Sputum BTA negative tapi dengan radiologis kerusakan paru yg luas
(mencegah infeksi sekunder dan keganasan)
6. Bronkiektasis
Tujuan pembedahan:
1. Perbaikan klinis
2. Membuang bagian paru yang rusak
3. Mencegah infeksi sekunder dan keganasan.
Jenis Pembedahan:
1. Pembedahan pada empiema
2. Reseksi parenkim paru yang rusak segmenektomi/lobektomi/pneumektomi
Khusus untuk pembedahan empiema TB
1. Pengobatan OAT harus teratur dan jangka lamabila diabaikan bisa terjadi
empiema TB. Yang umumnya terjadi pada masyarakat low economic/low
educated.
2. Pada kasus ini, tindakan intervensi bedah yang dilakukan ialah dari yang
sederhana hingga yang rumit sesuai dengan tingkat keparahan.
3. Empiema TB termasuk kasus emergency (karena bisa menyebabkan
gangguan pernapasan dan sepsis) oleh karena itu segera: drainase
pus,obliterasi rongga empiema,antibiotic adekuat)
4. Teknik:
a. Drainase tertutup: bila pus masih encer
b. Bila gak berhasil lakukan drainase terbuka
c. Bila gak berhasil lakukan drainase terbuka dengan reseksi iga untuk
evakuasi pus
d. Bila gak berhasil karena sudah ada konsolidasidiperlukan tindakan
dekortikasi dengan mengerok
e. Setelah dilakukan tindakan diatas stop bila rongga pleura sudah
tertutup. Namun bila rongga pleura masih adalakukan obliterasi
rongga empiema dengan torakoplasti,air plombage,muscle plombage
atau omental plombage.

49

Luka
Pengertian luka
Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan yang secara spesifik
terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.
Jenis luka berdasarkan proses terjadinya:
I. Akibat Trauma tumpul mekanik:
a. Luka memar (contusion):
Kerusakan jaringan tanpa Diskontinuitas kulit dan PD Kapiler dibawahnya
b. Luka Abrasi/luka lecet (vulnus ekskoriatum)
- Superfisial (tidak dalam), tidak mencapai jaringan subkutis
- Mengenai sebagian/seluruh kulit yang terlepas
- Sangat nyeri karena banyak ujung saraf terluka
- Disebabkan karena pergesekan dengan benda tumpul
- Ciri luka: bentuk tak teratur, batas tak tegas, tepi tak rata, terdapat
reaksi radang, kadang ada perdarahan, tertutup serum
c. Luka Robek (vulnus laseratum)
- LUKA YG JAR. KULIT & JAR. IKAT DIBAWAHNYA TERPISAH
- Ciri: garis batas luka tidak teratur, tepi luka tak teratur, bila dirapatkan
rak membentuk garis lurus, masih terdapat jembatan jaringan, sekitar
luka terdapat peradangan dan memar.
II. Akibat benda tajam:
a. Luka Iris (vulnus scissum)
- Luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena
alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan kemudian
digeserkan sepanjang kulit.
- Mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak mencapai tulang.
- Ciri: batas luka tegas, tepi rata, sudut luka tajam, bila ditautkan
membentuk garis lurus, rambut ikut terpotong, tidak ditemukan
jembatan jaringan
b. Luka tusuk (vulnus ictum/vulnus punctum):
- Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul
yang terjadi dengan
suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh.
- Ciri: tepi luka rata, dalam luka lebih besar dari panjang luka, sudut luka
tajam, sisi tumpul pisau menyebabkan sudut luka kurang tajam.
c. Luka bacok/potong (vulnus caesum):
- Luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak
tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup
besar
- Ciri: Luka biasanya besar, Pinggir luka rata, Sudut luka tajam, Hampir
selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat memutuskan bagian
tubuh yang terkena bacokan
III. Akibat yang lain:
a. Luka Tembak (vulnus sclopetorum):
- Penyebab peluru
- Ciri: ada luka tembak masuk dan/atau luka tembak keluar, luka steril
karena peluru panas,
b. Luka gigitan (vulnus morsum):
- Gigitan binatang berbisa maupun tidak
c. Luka avulse:
Luka dimana kulit dan jaringan di bawah kulit terlepas, namun sebagian
masih ada hubungan dengan tubuh
d. Luka hancur (vulnus amputatum)
- Jaringan hancur, sering amputasi

50
Jenis luka berdasarkan hubungan dengan dunia luar:
a. Luka terbuka (vulnus apertum)
Luka yang melampaui tebal kulit, ex: luka robek
b. Luka tertutup (vulnus oclussum)
Luka tak melampaui tebal kulit, ex: luka lecet, kontusio
Jenis luka berdasarkan macam dan kualitas penyembuhan luka (klasifikasi
penyembuhan luka):
a. Penyembuhan luka primer (sanatio per primam intentionem):
- Luka bersih dan tidak terinfeksi (luka operasi)
- Luka segera diusahakan bertaut dengan bantuan jahitan
- Parut lebih halus dan kecil (hair line scar)
b. Penyembuhan luka sekunder (sanatio per secundam intentionem):
- Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar, terjadi secara
alami
- Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutupi epitel
- Memakan waktu lebih lama dan menyebabkan parut yang kurang baik
c. Penyembuhan luka primer tertunda/delayed (sanatio per tertiam
intentionem):
- Pada keadaaan luka yang tidak dapat dijahit secara langsung misal
luka yang terkontaminasi berat dan/atau tidak berbatas tegas. Keadaan
ini diperkirakan akam menyebabkan infeksi bila langsung dijahit
- Luka demikian dibersihkan dan eksisi (debrodement) dahulu dan
kemudian dibiarkan 4-7 hari, baru selanjutnya dijahit dan akan sembuh
secara primer.
Jenis luka berdasarkan tingkat kontaminasi:
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana
tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih
biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup (misal; Jackson Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi
luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau
perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi,
kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh,
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan
teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga
termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10%
- 17%.
d. Dirty or Infected Wounds(Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
e.
Jenis luka berdasarkan kedalaman dan luasnya luka:
a. Derajat I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Derajat II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial
dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. DerajatIII : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya
sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai

51
otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan
atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Derajat IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
Jenis luka berdasarkan waktu penyembuhan luka:
a. Luka akut: yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen. Ex: ulkus
dekubitus
Bagaimana melakukan penilaian/deskripsi luka:

Perawatan Luka:
a. Luka
- Cukup

tertutup:
bersihkan luka
(savlon/iodium)
salep/tule

- Beri
b. Luka terbuka:
- Luka bersih dan bersih terkontaminasi)
1. Luka dianggap tidak ada kontaminasi kuman, termasuk luka bersih
terkontaminasi
2. Terjadi pada luka operasi/pembedahan
3. Bersihkan luka lalu jahit
4. Antibiotic secara teoritis tak diperlukan
- Luka terkontaminasi:
1. Terjadi pada luka pembedahan dengan kontaminasi nyata atau luka
akibat kecelakaan namun masih dalam rentang waktu<6-8 jam.
2. Penanganan: wound toilet terdiri dari: (a)
mekanis/debridementdevitalisasi jaringan, mengangkat kotoran
dan benda asing, perbaikan struktur luka; (2) kemis irigasi dengan
iodine dan perhidrol, antibiotic profilaksis
- Luka kotor infeksi:
1. Bila luka lebih dari 8 jam
c. Luka avulse:
- Penilaian vitalitas kulit yang terlepas
- Test vitalitas kulitinsisi kulit kea rah pangkal dengan jarang krg lbh 1
cm sampai terjadi perdarahan
- Potong kulit sebatas perdarahan
- Jahit kulit yang vital, setelah dilakukan toilet luka
- Sisa kulit yang dipotongdigunakan untuk menutup luka yang masih
terbuka dengan teknik STSG

52
Penyembuhan luka
Untuk materi ttg prinsip penyembuhan luka, klasifikasi penyembuhan luka, faktor
apa saja yang mempengaruhi dan komplikasi penyembuhan lukasemuanya
bisa dibaca di pdf Merawat Luka
Tehnik penjahitan luka (suture)
Jenis-jenis benang untuk menjahit luka:
Benang yang dapat diserap (Absorbable Suture ):
a. Alami ( Natural):
1). Plain Cat Gut : dibuat dari bahan kolagen sapi atau domba. Benang ini hanya
memiliki daya serap pengikat selama 7-19 hari dan akan diabsorbsi secara
sempurna dalam waktu 70 hari. 2). Chromic Cat Gut dibuat dari bahan yang
sama dengan plain cat gut , namum dilapisi dengan garam Chromium untuk
memperpanjang waktu absorbsinya sampai 90 hari.
b. Buatan ( Synthetic ):
Adalah benang- benang yang dibuat dari bahan sintetis, seperti Polyglactin
( merk dagang Vicryl atau Safil), Polyglycapron ( merk dagang Monocryl atau
Monosyn), dan Polydioxanone ( merk dagang PDS II ). Benang jenis ini memiliki
daya pengikat lebih lama , yaitu 2-3 minggu, diserap secara lengkap dalam
waktu 90-120 hari.
Benang yang tak dapat diserap ( nonabsorbable suture )
a. Alamiah ( Natural) :
Dalam kelompok ini adalah benang silk ( sutera ) yang dibuat dari protein
organik bernama fibroin, yang terkandung di dalam serabut sutera hasil produksi
ulat sutera.
b. Buatan ( Synthetic ) :
Dalam kelompok ini terdapat benang dari bahan dasar nylon ( merk dagang
Ethilon atau Dermalon ). Polyester ( merk dagang Mersilene) dan Poly propylene (
merk dagang Prolene ).

Seide (silk/sutera)
Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan perekat, tidak
diserap tubuh. Pada penggunaan disebelah luar maka benang harus dibuka kembali.
Warna : hitam dan putih
Ukuran : 5,0-3
Kegunaan : menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (arteri besar) dan sebagai teugel
(kendali)
Plain catgut
Diserap tubuh dalam waktu 7-10 hari
Warna : putih dan kekuningan
Ukuran : 5,0-3
Kegunaan : untuk mengikat sumber perdarahan kecil, menjahit subkutis dan dapat pula
dipergunakan untuk menjahit kulit terutama daerah longgar (perut, wajah) yang tak banyak
bergerak dan luas lukanya kecil.
Plain catgut harus disimpul paling sedikit 3 kali, karena dalam tubuh akan mengembang.
Chromic catgut
Berbeda dengan plain catgut, sebelum dipintal ditambahkan krom, sehinggan menjadi lebih
keras dan diserap lebih lama 20-40 hari.
Warna : coklat dan kebiruan

53

Ukuran : 3,0-3
Kegunaan : penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10 hari, untuk
menjahit tendo untuk penderita yang tidak kooperatif dan bila mobilisasi harus segera
dilakukan.
Ethilon
Benang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung bersatu dengan jarum jahit) dan
terbuat dari nilon lebih kuat dari seide atau catgut. Tidak diserap tubuh, tidak menimbulkan
iritasi pada kulit dan jaringan tubuh lain
Warna : biru dan hitam
Ukuran : 10,0-1,0
Penggunaan : bedah plastic, ukuran yang lebih besar sering digunakan pada kulit, nomor
yang kecil digunakan pada bedah mata.
Ethibond
Benang sintetis(polytetra methylene adipate). Kemasan atraumatis. Bersifat lembut, kuat,
reaksi terhadap tubuh minimum, tidak terserap.
Warna : hiaju dan putih
Ukuran : 7,0-2
Penggunaan : kardiovaskular dan urologi
Vitalene
Benang sintetis (polimer profilen), sangat kuat lembut, tidak diserap. Kemasan atraumatis
Warna : biru
Ukuran : 10,0-1
Kegunaan : bedah mikro terutama untuk pembuluh darah dan jantung, bedah mata, plastic,
menjahit kulit
Vicryl
Benang sintetis kemasan atraumatis. Diserap tubuh tidak menimbulkan reaksi jaringan.
Dalam subkuitis bertahan 3 minggu, dalam otot bertahan 3 bulan
Warna : ungu
Ukuran : 10,0-1
Penggunaan : bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah plastic
Supramid
Benang sintetis dalam kemasan atraumatis. Tidak diserap
Warna : hitam dan putih
Kegunaan : penjahitan kutis dan subkutis
Linen
Dari serat kapas alam, cukup kuat, mudah disimpul, tidak diserap, reaksi tubuh minimum
Warna : putih
Ukuran : 4,0-0
Penggunaan : menjahit usus halus dan kulit, terutama kulit wajah
Steel wire
Merupakan benang logam terbuat dari polifilamen baja tahan karat. Sangat kuat tidak korosif,
dan reaksi terhadap tubuh minimum. Mudah disimpul
Warna : putih metalik

54

Kemasan atraumatuk
Ukuran : 6,0-2
Kegunaan : menjahit tendo
UKURAN BENANG
Ukuran benang dinyatakan dalam satuan baku eropa atau dalam satuan metric. Ukuran
terkecil standar eropa adalah 11,0 dan terbesar adalah ukuran 7.
Ukuran benang merupakan salah satu factor yang menentukan kekuatan jahitan. Oleh karena
itu pemilihan ukuran benang untuk menjahit luka bedah bergantung pada jaringan apa yang
dijahit dan dengan pertimbangan factor kosmetik. Sedangkan kekuatan jahitan ditentukan
oleh jumlah jahitan, jarak jahitan, dan jenis benangnya. Pada wajah digunakan ukuran yang
kecil (5,0 atau 6,0)

MACAM JAHITAN LUKA


1. Jahitan Simpul Tunggal
Sinonim : Jahitan Terputus Sederhana, Simple Inerrupted Suture
Merupakan jenis jahitan yang sering dipakai. digunakan juga untuk jahitan
situasi.
Teknik :
a. Melakukan penusukan jarum dengan jarak antara setengah sampai 1
cm ditepi luka dan sekaligus mengambil jaringan subkutannya sekalian
dengan menusukkan jarum secara tegak lurus pada atau searah garis
luka.
b. Simpul tunggal dilakukan dengan benang absorbable denga jarak
antara 1cm.
c. Simpul di letakkan ditepi luka pada salah satu tempat tusukan
d. Benang dipotong kurang lebih 1 cm.
2. Jahitan matras Horizontal
Sinonim : Horizontal Mattress suture, Interrupted mattress
Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul
dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama.
Memberikan hasil jahitan yang kuat.
3. Jahitan Matras Vertikal
Sinonim : Vertical Mattress suture, Donati, Near to near and far to far
Jahitan dengan menjahit secara mendalam dibawah luka kemudian
dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan

55

4.

5.

6.

7.
8.

9.

penyembuhan luka yang cepat karena di dekatkannya tepi-tepi luka oleh


jahitan ini.
Jahitan Matras Modifikasi
Sinonim : Half Burried Mattress Suture
Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka seberangnya
pada daerah subkutannya.
Jahitan Jelujur sederhana
Sinonim : Simple running suture, Simple continous, Continous over and
over
Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya
menghasilkan hasiel kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya
pada jaringan ikat yang longgar.
Jahitan Jelujur Feston
Sinonim : Running locked suture, Interlocking suture
Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya,
biasa sering dipakai pada jahitan peritoneum. Merupakan variasi jahitan
jelujur biasa.
Jahitan Jelujur horizontal
Sinonim : Running Horizontal suture
Jahitan kontinyu yang diselingi dengan jahitan arah horizontal.
Jahitan Simpul Intrakutan
Sinonim : Subcutaneus Interupted suture, Intradermal burried suture,
Interrupted dermal stitch.
Jahitan simpul pada daerah intrakutan, biasanya dipakai untuk menjahit
area yang dalam kemudian pada bagian luarnya dijahit pula dengan
simpul sederhana.
Jahitan Jelujur Intrakutan
Sinonim : Running subcuticular suture, Jahitan jelujur subkutikular
Jahitan jelujur yang dilakukan dibawah kulit, jahitan ini terkenal
menghasilkan kosmetik yang baik

56

Tetanus
Definisi:
Gangguan neurologis ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme,
disebabkan oleh tetanospasmin oleh clostridium tetani
Etiologi:
Bakteri gram positif, obligat anaerob, menghasilkan spora.
Sifat spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik
tetapi mati dalam autoclaf bila dipanaskan selama 1520 menit pada suhu
121C. Bila tidak kena cahaya, maka spora dapat hidup di tanah berbulan
bulan bahkan sampai tahunan.
Spora akan berubah menjadi bentuk vegetative dalam anaerob dan
kemudian berkembang biak.
Patogenesa
Spora masuk ke tubuh melalui luka yang terkontaminasi dengan debu,
tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini melalui luka yang
terkontaminasi antara lain luka tusuk (oleh besi: kaleng), luka bakar, luka
lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat,
kadangkadang luka tersebut hampir tak terlihat
Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi
hipaerob sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, lekosit
yang mati, bendabenda asing maka spora berubah menjadi vegetatif

57

yang kemudian berkembang. Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel
kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan
tetanolisin.
Tetanolisin mampu secara local merusak jaringan yang masih hidup yang
mengelilimngi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang
memungkinkan untuk multiplikasi bakteri
Tetanospasmin sangat mudah mudah diikat oleh saraf dan akan mencapai
saraf melalui dua cara:
a. Secara lokal: diabsorbsi melalui mioneural junction pada ujungujung
saraf perifer
atau motorik melalui axis silindrik kecornu anterior
susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer.
b. Toksin diabsorbsi melalui pembuluh limfe lalu ke sirkulasi darah untuk
seterusnya susunan saraf pusat.
Toksin dari lukaTetanospasmin terikat pada ganglioside GD1b dan GT1b
pada membrane ujung saraf local menyebar intraaksonal saraf tepike
kornu anterior stbmenyebar ke saraf spinal dan batang otak (ssp).
Transpor pertama kali pada saraf motorik, lalu ke saraf sensorik dan saraf
otonom.
M a n i f e s t a s i k l i n i s t e r u t a m a disebabkan oleh pengaruh eksotoksin
terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruhtersebut berupa
gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah
keluarnyaneurotransmiter inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi
eksitasi terus-menerusd a n s p a s m e .
Ke k a k u a n d i m u l a i p a d a t e m p a t m a s u k k u m a n a t a u p a d a
o t o t m a s s e t e r (trismus), pada saat toxin masuk ke sungsum
belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada extremitas,
otot-otot
bergaris
pada
dada,
perut
dan
mulia
timbul
kejang.Bilamana toksin mencapai korteks cerebri, penderita akan
mulai mengalami kejangu m u m y a n g s p o n t a n . Te t a n o s p a s m i n
p a d a s i s t e m s a r a f o t o n o m j u g a b e r p e n g a r u h , sehingga
terjadi gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika,
hormonal,saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. Spame
larynx,
hipertensi,
gangguanirama
jantung,
hiperpirexi,
hyperhydrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom,
yang dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum
gejalatimbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan
pernafasan mekanik, kejangdapat diatasi namun gangguan saraf
otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti.

Diagnosis
Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan :
- Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi
- Gejala klinis; dan
- Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi.
Gejala Klinis:
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 321 hari, namun dapat singkat hanya
12 hari dan kadangkadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi
makin jelek prognosanya.
Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi
Clostridium Tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan
permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin
panjang

58

Secara klinis tetanus ada 2 macam :


1. Tetanus umum
2. Tetanus cephalic.
Tetanus umum:
Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai.
Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka
seperti luka bakar yang luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis,
ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan suntikan hipodermis. Biasanya tetanus
timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat menyeluruh
ataupun hanya sekelompok otot. Kekakuan otot terutama pada rahang
(trismus) dan leher (kuduk kaku). Lima puluh persen penderita tetanus
umum akan menuunjukkan trismus. Dalam 2448 jam dari kekakuan otot
menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas.
Kekakuan otot rahang terutama masseter menyebabkan mulut sukar
dibuka, sehingga penyakit ini juga disebut 'Lock Jaw'. Selain kekakuan
otot masseter, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga
muka menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut 'Rhisus
Sardonicus' (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke
bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otototot leher
bagian belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan
tubuh sehingga memberikan gejala kuduk kaku sampai opisthotonus.
Selain kekakuan otot yang luas biasanya diikuti kejang umum tonik baik
secara spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal (rabaan,
sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta
tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.
Kesadaran
penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang
menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang.
Spasme otototot laring
dan otot pernapasan dapat menyebabkan
gangguan menelan, asfiksia dan sianosis. Retensi urine sering terjadi
karena spasme sphincter kandung kemih. Kenaikan temperatur badan
umumnya tidak tinggi tetapi dapat disertai panas yang tinggi sehingga
harus hatihati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan
mengganggu pusat pengatur suhu.
Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa
takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi dan
aritmia jantung.
Klasifikasi tetanus
Menurut berat ringannya tetanus umum dapat dibagi atas:
1) Tetanus ringan: trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum
walaupun dirangsang.
2) Tetanus sedang: trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum
bila dirangsang.
3) Tetanus berat: trismus kurang dari 1 cm dan disertai kejang umum
yang spontan
Bentuk cephalic
Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka
mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, leper, otitis media
kronis dan jarang akibat tonsilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf

59

loanial antara lain: n. III, IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri
sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan
berbulanbulan.
Tetanus cephalic dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada
umumnya prognosa bentuk tetanus cephalic jelek

Penatalaksanaan Tetanus
Menentukan Philips Score (ada di catatan ka padlan)
Merawat dan membersihkan luka sebaiknya berupa:
a. Debridement luka
b. Pemberian protocol profilaksis tetanus pada perawatan luka menurut

WHO

Umum lainnya: diet (bila trismus beri makanan personde atau parenteral),
taruh pasien di ruangan isolasi (untuk mengjhindari gangguan suara,
cahaya), beri oksigen, pernapasan buatan, tracheostomi bila perlu.
Eradikasi kuman dengan Antibiotik
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM.
Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000
Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif
terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti
tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2
gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline
intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/24 jam,
dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh
bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya.
Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum
dapat dilakukan
Netralisasi toksin yang bebas di sirkulasi dan toksin luka yabg belum
terikat
a. Anti toksin (imunitas pasif)
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG)
dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak

60

boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti


complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat
mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan
untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan,
dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U
dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan
diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam
waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan
secara IM pada daerah pada sebelah luar.
b. Tetanus Toxoid (imunitas aktif)
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan
dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan
alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian
TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
Jadi TT ini sebenanya diindikasikan untuk semua pasien yang sembuh
dari tetanus. Karena memberikan efek protektif jangka panjang
dibandingakan anti toksin yang berdurasi hanya 2-3 minggu.
The toxoid stimulates the body to make its own antibodies; the body
thus has an immune memory on how to do it and can mount another
response when the toxin shows up again in the form of a tetanus
infection. A booster injection will also kick this protection back up
again. If the horse suffers an injury and you treat it immediately (and
you feel that tetanus might have been introduced and the horse's
immune status is low or unknown), you can give toxoid at the time of
the injury and be safe
Terapi simptomatik tetanus:
I.Antikonvulsan (pengendalian rigiditas dan spasme)
a. Diazepam: dipergunakan sebagai terapi spasme tetanik dan kejang
tetanik. Mendepresi semua tingkatan ssp, termasuk bentukan limbic
dan reticular, mungkin dengan meningkatkan aktivitas GABA, suatu
neurotransmiter inhibitori GABA.
- Dosis dewasa: spasme ringan (5-10 mg oral tiap 4-6 jam apabila
perlu), spasme sedang (5-10 mg iv bila perlu), spasme berat (50100 mg dalam 500 mL D5, diinfuskan 40 mg/jam)
- Dosis pediatric: spasme ringan (0,1-0,8mg/kg/hr dalam dosies
terbagi 3/4x), spasme sedang sampai berat (0,1-0,3 mg/kg/hari/iv
tiap 4-8 jam)
b. golongan benzodiasepin (fenobarbital)
c. Baklofen
d. Dantrolene
II.Terapi untuk disfungsi otonomik (dapat dibaca di PAPDI)

Contoh Terapi:
Sedangkan pengobatan menurut Gilroy:
- Kasus ringan :
Penderita tanpa cyanose : 90 - 180 begitu juga promazine 6 jam dan barbiturat
secukupnyanya
untuk mengurangi spasme.
- Kasus berat :
a. Semua penderita dirawat di ICU (satu team )
b. Dilakukan tracheostomi segera. Endotracheal tube minimal harus
dibersihkan setiap satu jam dan setiap 3 hari ETT harus diganti dengan
yang baru.

61
c. Curare diberi secukupnya mencegah spasme sampai 2 jam. Pernafasan
dijaga dengan respirator oleh tenaga yang berpengalaman
d. Penderita rubah posisi/ miringkan setiap 2 jam. Mata dibersihkan tiap 2
jam mencegah conjuntivitis
e. Pasang NGT, diet tinggi, cairan cukup tinggi, jika perlu 6 1./hari
f. Urine pasang kateter, beri antibiotika.
g. Kontrol serum elektrolit, ureum dan AGDA
h. Rontgen foto thorax
i. Pemakaian curare yang terlalu lama, pada saatnya obat dapat
dihentikan pemakaiannya. Jika Keadaan Umum membaik, NGT
dihentikan. Tracheostomy dipertahankan beberapa hari, kemudian
dicabut/dibuka dan bekas luka dirawat dengan baik
Pencegahan
Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan
artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila
terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak
terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ianya sembuh dikarenakan
toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang
pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya
bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini
tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan
kekebalan).
Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini diketahui sejak
C. tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme yang berada
didalam lumen usus melepaskan imunogenic quantity dari toksin. Ini diketahui
dari toksin dijumpai anti toksin pada serum seseorang dalam riwayatnya belum
pernah di imunisasi, dan dijumpai/adanya peninggian titer antibodi dalam serum
yang karakteristik merupakan reaksi secondary imune response pada beberapa
orang yang diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid untuk pertama kali.
Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan
mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada
beberapa negara dimana pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak terlaksana
dengan baik.
Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan
satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan
pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan
cara pemberian imunisasi aktif( DPT atau DT ).
KOMPLIKASI
Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan otototot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan
atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang.
Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure

Tumor Jinak Kulit


Ikhtisar kelainan kutis dan subkutis
Asal
Kelainan
Epidermis
Jinak: papilloma, veruka, keratosis seboroika,
keratoakantoma
Praganas: keratosis solaris, penyakit Bowen, eritroplasia
Queyrat
Ganas: karsinoma planoseluler, karsionma sel basal

62
Melanosit
Dermis
Apendiks kulit
Hipodermis
Pembuluh darah

Nevus pigmentosus, Melanoma malignant


Granuloma piogenik, histiositoma, keloid, karsinoma
sekunder, sarcoma Kaposi
Kista epidermoid, kista sebasea, kista dermoid
Lipoma/liposarkoma, (Neuro)Fibroma/fibrosarkoma
Hemangioma

Ada pula yang membagi menurut jenisnya:


a. Kelompok kista (kista ateroma, kista epidermoid, kista dermoid, ganglion)
b. Ulkus (ulkus dekubitus, ulkus diabetes, ulkus Tb, ulkus varises)
c. Peradangan (selulitis, abses)
d. Hiperplasia (keloid, kalus dan klavus, keratosis seboroik)
e. Tumor jinak (veruka vulgaris, Nevus, hemangioma)
f. Tumor pramaligna (morbus bowen, xeroderma pigmentosum)
g. Tumor ganas (ca sel basal, ca sel squamous, Melanoma maligna)
Nah dari OHCM disebutkan cara untuk membedakan benjolan kulit secara
ringkas,
a. jJka letak benjolan intradermal maka kita tidak dapat menggerakkannya
dari kulit, misal kista sebasea, abses, kista dermoid intradermal,
granuloma
b. Jika letak benjolan subkutan maka kita dapat bebas menggerakkannya
dari kulit di atasnya , misal lipoma, ganglion, neuroma, lymph node

KISTA
Kista Sebasea
Kista sebasea atau kista ateroma atau kista epidermal merupakan kista
yang terbentuk akibat sumbatan pada muara kelenjar sebasea baik oleh
infeksi, trauma (luka/benturan), atau jerawat.
Banyak dijumpai di kulit yang banyak mengandung kelenjar keringat,
misalnya di muka, kepala, punggung, dan tidak pernah dijumpai di tangan
maupun kaki.
Manifestasi: Benjolan bentuk bulat, berbatas tegas, berdinding tipis,
dapat digerakkan, melekat pada kulit di atasnya. Isinya cairan
kental berwarna putih abu-abu, kadang disertai bau asam. Merah dan
nyeri jika terjadi peradangan. Pada daerah muara yang tersumbat
merupakan tanda khas yang disebut pungta
Tx:
a. Penatalaksanaan kista ateroma dilakukan dengan mengambil benjolan
dengan menyertakan kulit dan isinya, tujuannya untuk mengangkat
seluruh bagian kista hingga ke dindingnya secara utuh. Bila dinding
kista tertinggal saat eksisi, kista dapat kambuh, oleh karena itu, harus
dipastikan seluruh dinding kista telah terangkat.
b. Bila terjadi infeksi sekunder, dan terbentuk abses, dilakukan
pembedahan dan evakuasi nanah, biasanya diberikan antibiotik selama
2 minggu. Terapi antibiotik diberikan jika ada tanda infeksi yaitu
kemerahan dan inflamasi, yang tersering oleh bakteri staphylococci.
Setelah luka tenang (3-6 bulan) dapat dilakukan operasi untuk kista
ateromanya.
Kista Dermoid (kista dermoid brankhiogenik)

63

Kista dermoid merupakan kista yang berasal dari ektodermal, dinding


dibatasi oleh epitel skuamosa berlapis, berisi apendiks kulit, serta
biasanya terdapat pada garis fusi embrional.
Etiologi kista ini merupakan kelainan bawaan yang berkembang dari
sekuesterasi epitel sepanjang garis fusi embrionik.
Manifestasi klinik berupa nodul intrakutan atau subkutan, soliter
berukuran 1-4 cm, mudah digerakkan dari kulit diatasnya dan dari
jaringan di bawahnya. Pada perabaan, permukaannya halus, konsistensi
lunak dan kenyal, dan secara makroskopis isi kista berupa material keratin
yang berlemak dengan rambut, juga kadang-kadang tulang, gigi atau
jaringan syaraf. Lokasi tumor biasanya pada kepala dan leher, pada garis
fusi embrionik kadang juga pada ovarium.
Pengobatan yaitu eksisi total. Bila terdapat traktus sinus maka harus
dilakukan eksplorasi dan eksisi guna mencegah rekurensi. Prognosis bila
eksisi dilakukan secara komplit, maka hasilnya bersifat kuratif.

Kista Epidermoid
Kista epidermoid berasal dari sel epidermis yang masuk ke jaringan
subkutis akibat trauma tajam. Penyebabnya tidak diketahui, diperkirakan
oleh karena adanya dilatasi folikel rambut oleh trauma
Kista dengan dinding putih tebal, bebas dari dasar berisi massa seperti
bubur, yaitu hasil keratinisasi, sebagian mengandung elemen rambut
(pilar atau trichilemmal cyst).
Kista ini biasa ditemukan pada telapak kaki atau telapak tangan, yaitu
yang epidermalnya tebal dan mudah mengalami trauma. Kista jarang
menjadi besar tetapi cukup menggangu karena lokasinya.
Terapi terdiri dari eksisi lengkap termasuk punctum pada permukaan kulit
dan meluas ke bawah sampai dinding kista. Eksisi lengkap diperlukan
untuk mencegah rekurensi akibat elemen epidermis yang tertinggal. Jika
terinfeksi, insisi dan drainase diindikasikan karena dinding sangat rapuh
untuk dieksisi secara meyakinkan. Eksisi sekunder setelah infeksi sembuh
lalu diindikasikan untuk mencegah infeksi rekuren.
Ganglion
Kista berisi cairan bening kental dengan dinding tipis yang berasal dari
tonjolan selaput sinovia sendi atau sarung tendo. Ganglion biasanya
terdapat di sekitar sendi di pergelangan tangan, kaki, atau belakang lutut
(fossa poplitea)
Manifestasi: benjolan padat, dapat makin membesar, permukaannya
bebas dari kulit di atasnya, tetapi tidak dapat digerakkan dari dasarnya,
kadang ada keluhan nyeri, mengganggu secara kosmetis.
Tx: eksisi harus diusahakan agar seluruh dinding termasuk hubungannya
dengan sarung tendo atau sendi terangkat. Angka kekambuhan agak
tinggi bila sebagian dinding tertinggal.
Skin tag
Sinonim: acrochordon, fibroepitelial polips, fibroma pendularis,
fibroepitelial papilloma.
Tumor epitel kulit yang berupa penonjolan pada permukaan kulit yang
bersifat lunak dan berwarna seperti daging atau hiperpigmentasi, melekat
pada permukaan kulit dengan sebuah tangkai dan biasa juga tidak
bertangkai.

64

Penyebab skin tag ini masih diperdebatkan, mungkin berhubungan kondisi


inflamasi non spesifik dari kulit. Ada juga pendapat yang menyatakan
bahwa skin tag merupakan efek yang biasa terjadi akibat penuaan kulit
dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantara
ketidakseimbangan hormon memudahkan pertumbuhan skin tag misalnya
pada peningkatan hormon estrogen dan progesterone selama kehamilan,
peningkatan hormon pertumbuhan dan akromegali

Selulitis atau flegmon difus adalah radang akut jaringan ikat, biasanya di
subkutis yang disertai pernanahan luas, akibat infeksi streptokokus.
Biasanya infeksi terjadi melalui luka yang kecil saja. Penderita mengalami
malaise dan demam menggigil. Selain pemberian antibiotic, kadang perlu
dilakukan debridement dan penyaliran abses.
Abses merupakan peradangan yang terlokalisir oleh adanya dinding
pseudokista. Pada pemeriksaan abses adanya undulasi.

Selulitis dan Abses

Ulkus Dekubitus

Disebut gangraena per decubitus. Decubitis berasal dari kata decumbere


yang artinya membaringkan diri.
Patofaal: tekanan kulit yang terus menerus dan berulangperedaran
darah terhentinekrosis iskemia.
Dekubitus terjadi pada tempat yang tidak ada jaringan lain di antara kulit
dan tulang, misal tulang ekor, pinggul, pangkal paha, tumit, dan belakang
kepala.

Keloid dan Parut Hipertrofik

Keloid adalah pembentukan jaringan parut yang berlebihan yang tidak


sesuai dengan beratnya trauma
Faktor yang menyokong:
a. Semua rangsang fibroplasias yang kronis: infeksi kronik, benda asing
dalam luka, tidak ada relaksasi setempat waktu penyembuhan,
regangan berlebihan pada pertautan luka
b. Usai pertumbuhan: sering pada dewasa muda jarang orang tua
c. Bakat keloid
d. Ras hitam
e. Lokasi: sternum, bahu, pinggang, cuping telinga, dan wajah.
Tx keloid: konservatif dengan penyuntikan sediaan kortikosteroid
intrakeloid (2-3x/minggu) atau dapat pula dengan tindakan bedah berupa
eksisi dan penutupan primer atau cangkok kulit.
Keloid
Parut hipertrofik
Keloid tumbuh melewati batas tepi luka,
Besar parut masih sesuai dengan
aktif dan menunjukkan tanda radang
lukanya, parut tidak melewati batas tepi
seperti kemerahan, gatal, dan nyeri
luka dan pada suatu saat akan
ringan. Pertumbuhan keloid bersifat
mengalami fase maturasi.
progresif karena ada pertambahan
jumlah sel fibrosit.

65

Kalus dan Klavus

Kalus adalah hyperkeratosis setempat yang umumnya berbentuk kurang


lebih bundar akibat gesekan kronik. Biasanya kelainan ini timbul di atas
penonjolan tulang dan akan hilang sendiri bila gesekan kronik tadi
dihentikan.
Klavus adalah kalus local di plantar pedis atau di jari kaki. Dasar kalus
berada di permukaan kulit berupa cekungan dikelilingi daerah keratinisasi
tebal yang teraba keras, sementara puncaknya menuju ke dalam kulit
dapat menekan struktur di dalamnya sehingga menimbulkan nyeri akibat
tertekan pada waktu berjalan atau berdiri. Tx: eksisi.

Nevus

Nevus merupakan kelainan kulit yang berbentuk kurang lebih bulat, rata
atau menonjol, dapat berpigmen (berasal dari sel melanosit yakni nevus
pigmentosus/tahi lalat) atau tidak berpigmen (hemangioma)
3 jenis nevus pigmentosus:
a. Junctional: sel melanosit berada di lapisan sel basal atau di atasnya,
bentu rata, tidak menonjol, dan umumnya bersifat stasioner tidak
berkembang melebar ataupun menebal.
b. Intradermal: sel melanosit di dermis, menonjol, tumbuh melebar dan
menebal perlahan
c. CampuranL: gambaran campuran keduanya, paling gelap dan
mengkilat.
Nevus dapat berdegenerasi ganas menjadi melanoma malignant. Faktor
yang merangsang degenerasi adalah iritasi kronik seperti tekanan,
gesekan, dan sinar UV.

Hemangioma

Hemangioma adalah tumor yang terdiri atas pembuluh darah.


Ada 2 golongan besar:
a. Hemangioma kapiler (simpleks): jenis hemangioma ini tdd nevus
simples atau nevus buah arbei dan nevus flameus. Manifestasi tampak
seperti buah arbei menonjol, berwarna merah cerah dengan cekungan
kecil. Awalnya berupa titik kecil pada waktu lahir, membesar cepat, dan
menetap pada usia kira2 8 bulanregresi spontan dan menjadi pucat
karena fibrosis setelah usia 1 tahun, proses regresi berjalan sampai
usia 6-7 tahun.
b. Hemangioma kavernosum: hemangioma ini tdd jalinan pembuluh
darah yang membentuk rongga. Lokasi di jaringan lebih dalam dari
dermis. Manifestasi dari luar tampak tumor kebiruan warna kulit, dapat
dikempeskan dengan penekanan, tapi kemudian menonjol kembali.
Tidak mengalami regresi spontan bahkan cenderung progresif meluas
dan menyusup ke jaringan sekitarnya. Tx: ekstirpasi. Pada jenis luas
dapat dibantu embolisasi dengan panduan angiografi. Embolisasi
bertujuan untuk memperkecil tumor sehingga mudah dilakukan
tindakan bedah.

Karsinoma sel basal atau basalioma adalah neoplasma maligna dari


nonkeratinizing cell yang terletak pada lapisan basal epidermis dan
merupakan karsinoma kulit non melanoma terbanyak.

Karsinoma sel basal (Basalioma)

66

Patogenesis basalioma yang telah banyak diketahui adalah peran paparan


sinar ultra violet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya mutasi
pada gen supresor Disamping itu telah banyak pula dipelajari adanya
peran faktor keturunan pada patogenesis basalioma seperti yang terjadi
pada Nevoid basal cell carcinoma syndrome, Bazex syndrome, Rombo
syndrome dan Unilateral basal cell nevus syndrome. Dipelajari pula peran
immuno suppressor dalam patogenesis basalioma, tetapi mekanisme
pastinya belum diketahui.
Basalioma bersifat ganas setempat, tak pernah bermetastase jauh, tetapi
tukak maligna yang terbentuk bersifat destruktif. Lokasi umunya di daerah
wajah.
Diagnosis:
a. Ax: Dikeluhkan adanya lesi seperti tahi lalat yang membesar, dapat
pula lesi tersebut berupa borok yang tidak sembuh-sembuh.
b. PF: Gambaran klasik dikenal sebagai ulkus rodent yaitu ulkus dengan
tepi tidak rata, warna kehitaman di daerah perifer tampak hiperplasia
dan di sentral tampak ulkus.
c. PP: foto polos untuk melihat infiltrasi, biopsy insisi/eksisi untuk melihat
tipe histopa.
Tx:
a. Dalam penatalaksanaaan basalioma, kita harus mencapai
- Eksisi lesi primer yang radikal
- Rekonstruksi dengan memperhatikan fungsi dan kosmetik terutama
yang di daerah wajah.
b. Terapi yang dianjurkan adalah eksisi luas dengan safety margin 0,5 1
cm. Bila radikalitas tidak tercapai, diberi terapi adjuvant radioterapi.
Untuk lesi di daerah canthus, nasolabial fold, peri orbital dan peri
auricular, dianjurkan untuk melakukan Mohs micrographic surgery
(MMS). Bila tidak ada fasilitas, dapat dilakukan eksisi luas. Untuk lesi di
kelopak mata dan telinga dapat diberikan radioterapi.
c. Rekonstruksi daerah lesi dapat dikerjakan dengan :
- Penutupan primer
- Penutupan dengan tandur kulit secara STSG / FTSG (Split / Full
tchickness skin graft)
- Pembuatan flap
d. Untuk lesi rekuren dianjurkan tindakan eksisi luas. Atau bila
memungkinkan dilakukan MMS.

Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma maligna dari keratinizing cell


(stratum spinosum) dengan karakteristik anaplasia, tumbuh cepat, invasi
lokal dan berpotensi metastasis
Patogenesis karsinoma sel skuamosa sama seperti karsinoma sel basal
yaitu : adanya peran paparan sinar ultraviolet sinar matahari yang
menyebabkan terjadinya mutasi gen supresor, disamping itu terdapat pula
peran imunosupresi dan infeksi virus.Karsinoma sel skuamosa dapat pula
terjadi pada parut/scar luka bakar, yang disebut sebagai Marjolin ulcer.
Predileksi : kulit yang terpapar sinar matahari, membrana mukosa, lokasi
terbanyak (orang kulit putih : wajah, ekstremitas atas, kulit berwarna :
ekstremitas bawah badan, dapat pada bibir bawah, dorsum manus).
Diagnosis:

67

a. Ax: Penderita mengeluh adanya lesi di kulit yang tumbuh menonjol,


mudah berdarah, bagian atasnya terdapat borok seperti gambaran
bunga kol.
b. PF: Didapatkan suatu lesi yang tumbuh eksofitik, endofitik, infiltratif,
tumbuh progresif, mudah berdarah danm pada bagian akral terdapat
ulkus dengan bau yang khas.
Selain pemeriksaan pada lesi primer, perlu diperiksa ada tidaknya
metastasis regional dan tanda tanda metastasis jauh ke paru-paru,
hati, dll.
c. PP:
1. Radiologi: X-foto toraks, X-foto tulang di daerah lesi, dan CTScan/
MRI atas indikasi
2. Biopsi untuk pemeriksaan histopatologi:
- Lesi <2 cm dilakukan biopsi eksisional,
- lesi > 2 cm dilakukan biopsi insisional
3. Disamping itu perlu dilaporkan pula gradasi histopatologisnya, yaitu
Gx - Gradasi diferensiasi tidak dapat diperiksa
G1 - Diferensiasi baik
G2 - Diferensiasi sedang
G3 - Diferensiasi buruk
G4 - Tidak berdiferensiasi (undifferentiated)
Tx: Terapi untuk SCC hampir sama dengan basalioma. Jenis tindakan
tergantung dari ukuran lesi, lokasi anatomi, kedalaman invasi, gradasi
histopatologi dan riwayat terapi.
a. Prinsip terapi yaitu eksisi radikal untuk lesi primer dan rekonstruksi
penutupan defek dengan baik. Penutupan defek dapat dengan cara
penutupan primer, tandur kulit atau pembuatan flap. Untuk lesi
operabel dianjurkan untuk eksisi luas dengan safety margin 1 2 cm.
Bila radikalitas tidak tercapai, diberikan radioterapi adjuvant.
b. Untuk lesi di daerah cantus, nasolabial fold, peri orbital dan peri
aurikular, dianjurkan untuk Mohs micrographic surgery (MMS), bila
tidak memungkinkan maka dilakukan eksisi luas.
Untuk lesi di kepala dan leher yang menginfiltrasi tulang atau kartilago
dan belum bermetastasis jauh, dapat diberikan radioterapi.
Untuk lesi di penis, vulva dan anus, tindakan utama adalah eksisi luas,
radioterapi tidak memberikan respon yang baik.
Untuk kasus inoperabel dapat diberikan radioterapi preoperatif
dilanjutkan dengan eksisi luas atau MMS.
Untuk kasus rekurens sebaiknya dilakukan MMS atau eksisi luas
c. Bila terdapat metastasis ke kgb regional, dilakukan diseksi kgb, yaitu
diseksi inguinal superfisial, diseksi aksila sampai level II atau diseksi
leher modifikasi radikal.

Melanoma Maligna

Melanoma maligna ialah neoplasma maligna yang berasaldari sel


melanosit. Disamping di kulit dapat pula terjadi pada mukosa.
Faktor risiko yang diketahui untuk terjadinya melanoma antara lain :
Congenital nevi>5% dari luas permukaan tubuh, riwayat melanoma
sebelumnya, faktor keturunan, dysplastic nevi syndrome, terdapat 5 nevi
berdiameter >5mm, terdapat 50 nevi berdiameter >2mm, riwayat
paparan/terbakar sinar matahari ter utama pada masa anak-anak, ras kulit
putih, rambut berwarna merah, mata berwarna biru, frecles/bintik-bintik

68

kulit, tinggal di daerah tropis, psoralen sunscreen, xeroderma


pigmentosum.
Melanoma termasuk kanker kulit yang sangat ganas, bisa terjadi
metastasis luas dalam waktu singkat melalui aliran limfe dan darah ke
alat-alat dalam.
Klasifikasi Clark ( sediaan mikroskopik )
Tingkat I : Sel melanoma terletak di atas membrana basalis epidermis
(insitu)
Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai lapisan papilaris dermis
Tingkat III : Invasi sel melanoma sampai dengan perbatasan antara lapisan
papilaris dan retikularis dermis.
Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai lapisan retikularis dermis
Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai jaringan subkutan.
Klasifikasi Breslow
Golongan I : kedalaman (ketebalan) tumor < 0,76 mm Golongan II :
kedalaman (ketebalan) tumor 0,76 mm 1,5 mm Golongan III : kedalaman
(ketebalan) tumor > 1,5 mm
Diagnosis:
a. Ax: Keluhan utama : tahi lalat yang cepat membesar, tumbuh progresif,
gatal, mudah berdarah dan disertai tukak.
b. PF: Tumor di kulit berwarna coklat muda sampai hitam, bentuk nodul,
plaque, disertai luka.
Kadang-kadang tidak berwarna ( amelanotik melanoma )
Lesi bersifat A (Asymetri) : tidak teratur
B (Border) : tepi tak teratur
C (Colour) : warna bervariasi
D (Diameter) : umumnya > 6 mm
E (Elevation) : permukaan yang tidak teratur
Pemeriksaan kelenjar getah bening regional.
Pemeriksaan metastasis jauh ke paru dan hati.
c. PP:
1. Radiologi:
Rutin: X-foto paru, USG Abdomen (hati dan KGB para Aorta para
Iliaca).
Atas indikasi : X-foto tulang di daerah lesi, CT-Scan, MRI.
2. Sitologi: FNA, inprint sitologi.
3. Patologi:
a) Biopsi: apa jenis histologi dan bagaimana derajat diferensiasi sel.
b) pemeriksaan specimen operasi:
tumor primer: besar tumor, jenis histologi, derajat diferensiasi sel,
luas dan dalamnya infilterasi, radikalitas operasi.
Nodus regional: jumlah kelenjar yang ditemukan dan yang positif,
infasi tumor ke kapsul atau ekstranodal, tinggi level metastasis.
4. Biopsi: prinsip harus komplit. Dilakukan biopsi terbuka oleh karena
dibutuhkan informasi mengenai kedalaman tumor. Biopsi tergantung
pada anatomical sitenya.
1. a. bila diameter lebih dari 2 cm.
dilakukanb. bila secara anatomi sulit (terutama di daerah wajah)
insisional biopsi
2. bila kurang dari 2 cm dilakukan eksisi tumor dengan safety margin 1
cm (diagnostik dan terapi). Specimen dikirimkan dengan mapping dan
diberi tanda batas- batas sayatan.
d. Tx:

69
A. Lesi Primer
Tindakan : Eksisi luas
No Keterangan Safety Margin
1. Melanoma maligna in situ 0,5 cm
2. < 0,76 mm 1 cm 3. 0,76 1,5 mm 1,5 cm 4. > 1,5 mm 2 cm
5. Subungual Amputasi proksimal dari interphalangeal joint
Bila telah infiltrasi sampai ke tulang, tindakan terpilih adalah amputasi
B. Metastasis regional
No Lokasi lesi primer Tindakan
1. Ekstremitas bawah Diseksi inguinal superfisial
2. Ekstremitas atas Diseksi aksila sampai level II
3. Leher Diseksi leher radikal
Bila kelenjar getah bening teraba secara klinis dan terbukti metastasis secara PA,
dilakukan tindakan limfadenektomi atau diseksi radikal, sbb :
- Bila lesi primer 0,76 1,5 mm dianjurkan diseksi kelenjar getah bening regional
- Bila fasilitas memungkinkan, dapat dilakukan diseksi kgb selektif dengan
bantuan sentinel node mapping.
C. Kasus rekuren
re-eksisiLesi primer : - operabel
radiasi- inoperabel
radiasiMetastasis regional :
Adjuvant terapi : pada stadium III dapat diberikan berupa radioterapi, kemoterapi
atau imunoterapi
Metastasis jauh : diberikan terapi paliatif
D. In transit metastasis
Lokasi tersering di ekstremitas bawah.
- Intra arterial therapy
- Local ablation
- Local immunotherapy
- Radiotherapy
E. Metastasis jauh
Terapi tergantung dari tempat metastasis.
Tempat metastasis Tindakan
Paru-paru Reseksi
Gastro intestinal Operasi paliatif
Tulang Radioterapi paliatif
Otak Kortikosteroid
Bila tindakan di atas tidak memungkinkan, dapat diberi terapi berupa kemoterapi
dan atau imunoterapi sebagai berikut :
a. Decarbazine
- Decarbazine + Tamoxifen

70
2b- Decarbazine + IFN- Cisplatin / Vinblastine / Decarbazine
b. IL-2
2b- IFN- Vaksinasi melanosomal proteins

Lipoma

Lipoma adalah tumor mesenkim jinak yang berasal dari jaringan lemak.
Manifestasi: benjolan padat lunak, berwarna kuning terang dan
disekelilingi oleh kapsul yang tipis. Umumnya dapat digerakkan dari dasar
dan tidak disertai nyeri. (nyeri timbul jika lipoma di tekan dan di pijat).
Ukuran bervariasi.
Ada beberapa macam lipoma seperti tipe Subkutaneus superfisial. ,Deep
intramuscular, Spindle cell lipoma, Angiolipoma benign lipoblastoma,
Lumbosacral lipoma, Diffuse lipomatosis, Lipoma of tendon sheath,
nerves, synovium, periosteum, lumbosacral area atau tempat lain yang
letaknya lebih dalam / deeper seperti pada jantung, otak dan paru-paru.
Lipoma timbul tidak selalu karena faktor keturunan, meskipun bisa tampak
seperti multipel lipomatosis herediter. Beberapa dokter percaya bahwa
timbulnya lipoma biasanya dipicu dengan trauma kecil pada daerah ybs
(minor injury). Tidak ada korelasi antara pertumbuhan lipoma dengan
kelebihan BB (over weight)
Tx: Biasanya tidak memerlukan pengobatan, kecuali jika
menimbulkan rasa nyeri, mengganggu pergerakan dan secara
kosmetik memberikan rasa tidak nyaman.Lipoma dapat diambil
dengan cara pembedahan (eksisi), atau liposuction. Liposuction biasanya
diperuntukkan untuk lipoma ukuran besar. Menghasilkan bekas sayatan
luka operasi yang minimal / sangat kecil tapi tidak dapat mengangkat
keseluruhan kapsul lipoma sehingga dapat menyebabkan kekambuhan
(lipoma tumbuh kembali)

UROLOGI
Pemeriksaan dasar urologi
Anamnesa Keluhan utama:

Nyeri ..
Ada beberapa macam nyeri:
a. Nyeri ginjal mrp nyeri yang disebabkan karena teregangnya kapsul ginjal.
Penyebabnya: inflamasi/infeksi ginjal yg menyebabkan odema, obstruksi
saluran kemih yang mengakibatkan hidronefrosis, atau tumor ginjal.
b. Nyeri kolik mrp nyeri yang terjadi akibat spasme otot polos ureter karena
gerakan peristaltiknya terhambat oleh adanya batu,bekuan darah,

71
ataupun oleh benda asing. Sifat nyeri kolik: intermiten/hilang timbul dan
nyerinya menjalar (referred pain). Selain itu terdpat pula mual dan
muntah.
c. Nyeri vesika mrp nyeri yang dirasakan di daerah suprasimfisis. Nyeri ini
terjadi akibat overdistensi buli karena retensi urin maupun karena
inflamasi buli (sistitis). Inflamasi buli dirasakan sebagai perasaan kurang
nyaman di suprapubis (suprapubic discomfort). Pada beberapa pasien
sistitis nyeri sangat hebat seperti ditusuk pada akhir miksi dan kadang
disertai hematuriastranguria.
d. Nyeri prostat disebabkan karena inflamasi yg mengakibatkan edema kel
prostatdistensi kapsul prostat. Lokasi nyeri bisa dirasakan di: abdomen
bawah,inguinal,perineal,lumbosakral,rectum. Biasanya nyeri prostat
disertai keluhan miksi (frekuensi,disuria,retensio)
e. Nyeri testis/epididimis : nyeri yg dirasakan dalam kantung skrotum bisa
disebabkan karena primer (dari organ dalam skrotum) maupun sekunder
(referred dari organ di luar kantong). Untuk yang primer dibagi dua:
nyeri akut : torsio testis,torsio apendiks testis, epididimitis,orkitis
akut,trauma testis.
nyeri tumpul: varikokel,hidrokel,tumor testis.
f. Nyeri penis:
bila dirasakan nyeri saat penis tidak ereksi (flaksid) biasanya
merupakan:
referred pain dari inflamasi pada mukosa buli-buli atau uretra
Parafimosis
Keradangan pada prepusium dan glans penis
bila nyeri saat penis ereksi mungkin disebabkan:
Penyakit peyronie: plak jar fibrotic yg teraba pada tunika albuginea korpus
kavernosum penis sehingga pada saat ereksi, penis melengkung dan
terasa nyeri.
Priapismus: ereksi penis yang terjadi terus menerus tanpa diikuti dengan
ereksi glans.

Keluhan miksi:
Keluhan miksi meliputi keluhan iritasi,obstruksi,inkotinensia,dan enuresis.
1.Gejala iritasi
a. urgensi: rasa sangat ingin kencingsehingga harus kencing saat itu juga kalau
tidak terasa sakit. Keadaan ini diakibatkan karena hiperiritabilitas dan
hiperaktivitas buli-buli karena inflamasi, terdapat benda asing di dalam buli-buli,
adanya obstruksi infravesika, atau karena kelainan buli-buli neurogen.
b.Frekuensi atau polakisuria adalah frekuensi berkemih yang lebih dari normal.
(normalnya urin seseorang 0.5-1 cc/kgBB/jam,dan kasitas buli = 200-400 cc
(maks 450-500cc) jadi missal org BB 50kg, maka urinx 1 jam = 50 cc dan untuk
4 jam = 200 c, jadi dia berkemih setiap 4 jam dan 1 hari 6 kali berkemih).
Polakisuria dapat disebabkan karena:
Produksi urin yang berlebihan (poliuria) yg disebabkan karena diabetes
mellitus, diabetes insipidus, asupan air berlebihan.
menurunnya kapasitas buli karena obstruksi infravesika, menurunnya
komplians buli, buli contracted, dan buli yang mengalami inflamasi/iritasi oleh
benda asing dalam lumen buli.
c.Nokturia: Polakisuria yang terjadi pada malam hari.
d. Disuria: nyeri pada miksi dan terutama disebabkan karena inflamasi pada buli
(nyeri akhir miksi) dan inflamasi uretra (nyeri awal miksi).
2. Gejala obstruksi:
Bila terjadi obstruksi infravesika maka akan terjadi:

72
a.Hesitansi: awal keluarnya urin menjadi lebih lama dan seringkali pasien harus
mengejan untuk memulai miksi.
b. Pancaran urin lemah
c. intermitensi: di pertengahan mikso seringkali miksi berhenti dan kemudian
memancar lagi, hal ini terjadi berulang.
d. terminal dribbling: miksi diakhiri dengan perasaan masih ada terasa sisa urin
di buli-buli dengan masih keluar tetesan urin.
e. Retensio urin.
3. Inkotinensia
Adalah ketidakmampuan seseorang untuk menahan urin yang keluar dari buli2,
baik disadari maupu tidak. Beberapa macam inkotinensia:
Jenis inkotinensia
Urine keluar pada saat
Terdapat pada
Paradoksa (overflow)
Buli-buli penuh
Obstruksi infravesika
(BPH)
Stress
Tekanan abdomen
Kelemahan otot panggul
meningkat
Urge
Ada keinginan untuk
Sistitis, buli-buli nerogen
kencingjadi mrp gejala
iritatifpasien lari ke wc
sebelum nyamoe udah
keluar duluan miksinya
Continuos atau true
Urin selalu keluar
Sfingter uretra
eksternumnya udah
doll/loss/rusak.
4.Enuresis tidak bisa menahan tapi tanpa kelainan anatomis jadi karena kelainan
psikologis dan infeksi sal kencing akut.

Keluhan disfungsi seksual


Keluhan infertitlitas
Keluhan skrotum dan isinya
Pemeriksaan fisis urologi:
1,Pemebesaran ginjal:
inspeksi: tanda pembesaran pada area flank (daerah pinggang atau abdomen
sebelah atas)
palpasi bimanual: ada massa
perkusi pd sudut kostovertebra: sudut kosta terakhir dengan vertebra dirassa
sakit
2.Pemeriksaan buli
Apa ada massa atau jar parut di suprasimfisis. Lalu palpasi dan perkusi untuk
menentukan batas atas buli
3.Pemeriksaan genetalia eksterna
4.Pemeriksaan skrotum dan isinya
Transiluminasi positif: bila berisi cairan kistus.
5.Pemeriksaan colok dubur
Pada pemeriksaan colok dubur dinilai:
1. Tonus sfingter ani dan refleks bulbocavernosum (BCR). Penilaian BCR
dilakukan dengan cara merasakan apa ada refleks jepitan pada sfingter
ani pada jari akibat rangsangan nyeri pada glans penis atau klotoris)
2. Kemungkinan massa dalam lumen rektum
3. Menilai keadaan prostat

73
Pemeriksaan Radiologi baca buku
Batu Saluran Kemih (Urolitiasis)
Etiologi: (diklasifikasikan menjadi 2)
1.Penyebab yang diketahui (MIAF)
M (Metabolik): defek metabolism purin,hiperoksalouria,hiperkalsemi (krn
hiperparatiroid, hipertiroid, vit D yang terlalu tinggi, imobilisasi), diare
kronik dehidrasi, sistinuria.
I (Infeksi): ISK dengan mikroorganisme penghasil urease
A (Anatomical abnormalities)
F (Functional Abnormalities)
2.Penyebab yang tidak diketahui (idiopatik)
Faktor Resiko:
Genetik: sistinuria (autosomal resesif),RTA tipe 1,medularry sponge kidney.
(Cari kelainan genetic apa yang satu keluarga kena penyakit batu.)
Geografik: Iklim dan Temperatur
Diet: intake kalsium dan oksalat berlebihan,kurang minum.
Pekerjaan: banyak duduk/kurang aktivitas/sedentary life
Patofisiologi/teori pembentukan batu:
Dapat terjadi di seluruh saluran kemih tu yang sering terjadi hambatan
aliran urine seperti sistem kalises ginjal atau buli2. Hambatan bisa karena
obstruksi infravesika:BPH,striktur,neurogen bladder)
Kondisi metastabel (suhu,pH,konsentrasi solute,laju aliran urine) yang
terganggu menyebabkan terjadinya presipitasi Kristal membentuk inti
batumenempel pada epitel saluran kemih (retensi Kristal)makin
mengendapbatu yang dapat menyumbat.
80% ialah batu kalsium baik yang berikatan dengan oksalat maupun
dengan fosfat dan sisanya batu asam urat (mudah terbentuk saat suasana
asam), batu magnesium ammonium fosfat (saat suasanan basa), batu
sistein,batu xanthin,dll.
Tidak seimbangnya zat pembentuk batu dan zat penghambat batu.
Inhibitor ini bekerja mulai dari proses reabsorbsi kalsium di dalam usus
(inhibitor Mgberikatan dengan oksalat dan inhibitor sitratberikatan
dengan kalsium), menghambat pertumbuhan,agregasi dan retensi Kristal
(glikosaminoglikan,THP atau uromukoid)
Sedikit Penjelasan mengenai Batu Struvit (Batu infeksi)
Terjadi karena adanya infeksi oleh bakteri yang mempunyai enzim urease
sehingga menghidrolisis urea menjadi amoniakurine bersuasana
basamemudahkan terbentunya batu MAP (magnesium ammonium posfat).
Bakteri antara lain: proteus, klebsiela, seratia, enterobakter, pseudomonas,
stafilokokus. Sedangkan E coli memang sering menibulkan infeksi sal kemih tapi
bukan termasuk bateri penghasil urease.
Ringkasan;
Batu giinjal: gejalanyeri pinggang kolik,nyeri kencing kalo di distal
ureter,hematuri,nyeri ketok,nteri alih,tanda hidrtonefrosis, tanda gagal
ginjal,infeksi
Batu buli: anak kurang gizi, gejalanyeri kencing awal kencing biasa, lalu stop
dan kencing lagi stlh perubahan posisi. Anak: laki menarik penis, cewe narik
vulva
Batu uretra: nyeri pinggang krn batu di ginjal lalu kencing batu turun dan
obstruksi di uretra shg kencing stop dan retensi urin. Nyeri tergantung letak batu
bisa di glas atauu di perineum rectum.
Batu Ginjal dan Batu Ureter

74

Batu

Batu

Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan
gambaran seperti tanduk rusa (batu staghorn)
Batu yang tidak terlalu besar akan didorong oleh otot2 sistem pelvikalises
sehingga turun menjadi batu ureter dan menjadi batu buli serta dapat
dikeluarkan (bila ukuran batu <5 mm)
Adanya batu dapat menyebabkan gejala obstruksi: hidroureter dan
hidronefrosis.
GK: nyeri pinggang yang sifatnya kolik ataupun non kolik. Nyeri kolik
merupakan nyeri mendadak yang intermiten karena adanya obstruksi
saluran kemihback flowtekanan intrapelvikaliseal meningkatkapsul
teregangkeluarnya prostaglandin sebagai mediator nyeri. Bila batu
terletak di distal ureterkeluhan nyeri kencing atau sering kencing.
Keluhan hematuria.
Pemeriksaan Fisik: Nyeri ketok pada area kosto vertebra, nyeri alih
(referred pain) sesuai dengan lokasi batu ureter (bila 1/3 proksimal: di T10
umbilikus, bila 1/3 tengah: di L2-4 suprasimfisis, bila 1/3 distal: di S 2-3
penis), dapat teraba ginjal bila mengalami hidronefrosis, tanda gagal
ginjal,retensi urin, infeksi: demam dan menggigil.
Pemeriksaan radiologis:
1. Foto polos abdomen: batu kalsium (opak), batu magnesium (semi
opak), batu uraqt/sistin (non opak)
2. IVP: untuk mengetahui anatomi dan fungsi ginjal. Serta dapat melihat
batu semi/non opak yg belum terlihat dgn foto polos. Bila PIV belum
jelas, dapat dilakukan retrograde pyelography.
3. USG: bila pasien tidak bisa dilakukan PIV (missal karena alergi kontras,
fungsi ginjal yg sangat menurun). Melihat ada
batu,hidronefrosis,pyonefrosis,pengekeritan ginjal.
buli-buli
Batu buli terjadi karena ada gangguan miksi yang terjadi karena
obstruksi infravesika : BPH, striktur uretra,divertikel buli, buli neurogenik.
Atau dari batu ginjal dan ureter yang turun ke buli.
Batu buli banyak terjadi pada anak2 yang menderita kurang gizi atau
yang sering menderita dehidrasi atau diare.
GK: gejala iritasi (nyeri kencing/disuria hingga stranguria,rasa tidak enak
saat kencing,kencing tiba2 berhenti dan kemudain lancar krn perubahan
posisi) dan nyeri saat kencing sering dirasakan sebagai reffered pain ke
penis,skrotum,perineum,pinggang sampai kaki. Khas pada anak:
enuresis nokturna, anak laki sering menarik penisnya, dan anak wanita
menggosok vulvanya.
Tindakan mengeluarkan batu buli: litotripsi atau bila besar lakukan
pembedahan terbuka (vesikolitotomi).
uretra
Biasanya berasal dari batu ginjal/ureter yang turun ke buli dan kemudian
ke uretra, jarang y6ang primer berasal dari uretra.
GK: nyeri pinggang sebelum miksi, kemudian miksi yang pertamanya
lancar yang tiba-tiba berhenti retensi urin. Batu di uretra anterior dapat
teraba, nyeri dirasakan tergantung letak batu: bisa di glans penis, di
perineum atau rectum bila batu di posterior.
Tindakan mengeluarkan batu uretra:
1. Batu di MAE/fosa navicularis: dilebarkan meatus lalu diambil dengan
forsep

75
2. Batu di uretra anterior: diberi lubrikasi (campuran jelly dan
lidokain)batu keluar spontan
3. Batu di uretra posterior: didorong ke buli lalu dilitotripsi, bila tidak bisa
dihancurkan dengan pemecah batu transuretra.
Secara Umum manajemen Batu Saluran Kemih: (untuk semua tempat batu)
1.Evaluasi Metabolik Dasar
Anamnesa: gejala klinis masing2 batu
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Radiologis: Foto polos, IVP,USG
Pemeriksaan urin: UL, biakan, pH.
Pemeriksaan analisis batu
Pemeriksaan darah: kreatinin, urat,kalsium
2.Evaluasi Metabolik Luas (urine 24 jam)
Volume, Kreatinin, kalsium, sitrat.
3.Jenis Terapi:
a.Bila batu < 5 mm (terapi ekspektatif bila batu < 4 mm, gangguan (-), ISK (-) )
Medikamentosa
Tujuan: mengurangi nyeri,memperlancar aliran urine dengan pemberian
diuretika, minum banyak utk mendorong batu keluar.
b.Bila batu > 5 mm:
ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) (penemu Caussy thn
1980/1984)
a. Dapat digunakan untuk memecah batu ginjal, ureter proksimal, buli
tanpa tindakan invasive
b. Untuk batu ginjal: efektif bila ukuran batu < 20 mm dan tidak ideal
untuk batu kaliks inferior >15 mm. terapi ulangan tidak boleh > 3-5
kali. Antibiotic bila ISK (+). Maximum shockwave (elektrohidraulic:
3500 shock, piezoelektik: 5000 shock)
c. Untuk batu ureter: agak susah karena ureter sempit sehingga batu
kurang dapat dipecah, perlu lebih banyak terapi ulangan. Efektif bila uk
batu< 8 mm. Insitu atau push n bang. ESWL + DJ stent merupakan
modalitas terapi batu ureter.
Endourologi: URS (Ureteroskopi)
a. Prosedur: anestesi dulu masukkan alat URS baru (dengan lensa)
melalui uretra untuk melihat keadaan ureter atau sistem pelvikaliseal
ginjal ekstraksi batu (ultrasonic,elektrohidraulik, laser,balistikpneumatik dan elektrokinetik).
b. Angka bebas batu 95-100%.
c. Dengan atau tanpa DJ stent, rawat inap 1-2 hr.
Endourologi: PNL (percutaneous Nephro Litholapaxy)
a. Prosedur: anestesi dulumasukkan alat endoskopi ke sistem kalises
melalui insisi kulit melalui jalur nefrostomi ekstraksi batupasang pipa
nefrostomi
b. Angka bebas batu: 85%-100%.
Endourologi: litotripsi
Memasukkan litotriptor untuk memecah batu buli dan uretra lalu pecahan
batu dikeluarkan dengan evakuator Eklik.
Endourologi: Dormia
Mengambil batu ureter dengan keranjang dormia
Bedah terbuka: masih digunakan pada kinik yang belum mempunyai
fasilitas yang memadai untuk tindakan ESWL,URS,PNL, laparoskopi.

76
Dilakukan bedah terbuka untuk mengambil batu. pielolitotomi,
nefrolitotomi, vesikolitotomi,ureterolitotomi, uretrolitotomi.
c.Terapi kemolisis (merupakan terapi tambahan pada ESWL,PNL,URS,bedah
terbuka):
Jadi sebenarnya pada terapi menghancurkan batu itu bisa dikombinasi: ESWL +
PNL atau ESWL + kemolisis dll.
Kemolisis untuk batu infeksi (batu MAP dan batu karbonat apatit): dengan
larutan 10% hemiacridin (pH3,5-4) dan larutan suby yang dipasang
melalui kateter nefrostomi. Untuk membantu memperluas permukaan
kemudian dikombinasi ESWL.
Kemolisis untuk batu brushite: larutan asam. Dapat dipakai untuk sisa
batu.
Kemolisis untuk batu sistin: dengan larutan basa pH 8,5-9: larutan THAM
dan larutan asetilsistein yang diberikan dengan cara percutaneous
kemolisis.
Kemolisis untuk batu asam urat: larutan basa pH 8,5-9 : larutan THAM
(trihidroksimetilaminometan) dengan percutaneus. Atau dengan oral
kemolisis: terapi alopurinol dan minum banyak, pH dinaikkan dengan
alkali.
d.Perlu tindakan urgen/segera:
Bakteremia/sepsis
Preventif pada pekerjaan tertentu dengan tidak melihat ukuran batu:
pilot,insinyur/pekerja konstruksi,dokter bedah. (serangan kolik dapat
membahayakan diri sendiri dan orang lain).
e.hanya tindakan ekspektatif:
Indikasi: ukuran batu 4 mm atau lebih kecil, keluhan(-),ISK (-),hidronefrosis
(-),maksimum 4-6 minggu.
Perlu diperhatikan: anamnesa yg cermat, pemeriksaan foto polos,IVP,USG,
kultur urin dan pasien yang harus kooperatif
Terapi meliputi pemberian: diuretika (HCT 25 mg 1dd1),analgetik bila nyeri
kolik, exercise: lari,olahraga yg loncat2,minum 3-4 L air/hari,jangan diberi
AB kecuali ada ISK.
Tindakan/terapi pencegahan untuk timbulnya batu sal kemih
Baca Tabel halaman 67

Benign Hyperplasia prostate

Prostat50-70% tdd kelenjar dan 30-50% yg tdd stroma dan muskuler.


Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung oleh hormone testosterone,
dmn kel prostat dengan bantuan 3alfa reduktase mengubah TDHT dan DHT
inilah yang memacu pertumbuhan kel prostat.
Sehingga pada orang yang dikastrasibiasanya tidak ditemukan prostat/ada tp
kecil. (BPH (-) dan regresi prostat) . Kastrasimempercepat penutupan epifisial
plkate shg tubuh akan membesar.
Prostat yang membesar akan menekan uretra pars prostatikaobstruksi
infravesika--.gangguan miksi.
Pada BPH terjadi:
1. Peningkatan massa prostat (sel kelnjar yang hyperplasia)
2. Peningkatan rasio stroma:epiteltonus otot polos yang dipersarafi
simpatis meningkat.
Kedua hal di atas menyebabkan sumbatan pada uretra pars prostatika.
Manifestasi klinis:
1.LUTS

77
dikenal sebagai LUTS yang dulu disebut sbg sindroma prostatism yang terdiri
atas gejala obstruktif dan iritatif. System scoring LUTS secara subbjektif
melalui IPSS (international prostatic symptom score). System scoring IPSS
tdd dr 7 pertanyaan berhub dgn keluhan miksi dgn niilai 0-5 dan
Timbul gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi buli-buli untuk
mengeluarkan urin, namun lama-lama akan masuk ke fase dekompensasi
dimana otot buli mengalami kepayahan (fatigue) dan timbul retensi urin.
Timbulnya dekompensasi buli didahului oleh beberapa factor pencetus:
1. Volume buli yang secara tiba-tiba tertisi penuh yaitu pada cuaca dingin,
menahan kencing terlalu lama, minuman yang mengandung
diuretika(alcohol,kopi) dan minum air berlebihan
2. Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas
seksual atau mengalami infeksi prostat akut.
3. Mengkonsumsi obat : antikolinergikmenurunkan tonus detrusor dan
simpatomimetik (alfa adrenergic)meningkatkan tonus oto polos prostat.
Pemeriksaan fisik urologis :
Periksa buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah suprasimfisis
akibat retensi urin.
Pemeriksaan colok dubur (pem rutin): (1)unit persarafan (s2-s4) tonus sfingter
anitidak terasa longgar pd jari/BCR (+), (2) mukosa rektum, (3) keadaan
prostat, antara lain kemungkinan adanya nodul,krepitasi,konsistensi
prostat,simetri antra lobus dan batas prostat.
Pemeriksaan lab:
1. Sedimen urin untuk mencari apa ada proses infeksi yg terjadi selanjutnya
lakukan kultur urin
2. Faal ginjal apa ada komplikasi/penyulit di sal kemih bgn atas
3. Gula darah: DM juga dapat mengakibatkan gangguan persarafan buli (buli
neurogenik)
4. PSA: penanda keganasan prostat, bila nilai >4 hrs waspada namu
n tidak dijaf=dikan pem rutin.
Pemeriksaan lain:
1. Residual urin: jumlah sisa urin setelah miksi
2. Pancaran urin atau flow rate yang dapat dihitung secara sederhana yaitu
dengan menghuting jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi
berlangsung (ml/det) atau dengan uroflow meter dengan gambaran grafik
pancaran. Normal pancaran 15 cc/detilk bila < 10 cc/detada
obstruksi.Pemeriksaan ini merupakan pem objektif LUTS.
Pemeriksaan pencitraan:
1. Foto polos abdomen
2. IVP: (1) kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis, (2) besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dari identasi
prostat (pen=desakan buli oleh kel prostat) atau ureter di sebelah distal
yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish, (3) penyulit pada buli
yaitu adanya trabekulasi,divertikel, atau sakulasi buli. Namun IVP skr tdk
direkomendasikan untuk BPH.
3. Transrektal Ultrasononography (TRUS), dapat mengetahui:
Besar dan volume kelenjar prostat
Adanya pembesaran prostat maligna
Gmn Konsistensi (hipoekoik/shadow)
Petunjuk dalam melakukan biopsy aspirasi prostat
Jumlah residual urine
Mendeteksi hidronefrosis dan kerusakan ginjal akibat BPH lama.
Patofisiologi dan penyulit

78
1. Hiperplasia prostatpenyempitan lumen uretra pasr prostattekanan
infravesikel yang tinggikontraksi otot detrusor buli yang
kuatperubahan berupa hipertrofi otot detrusor,trabekulasi,terbentuknya
selula,sakula,dan divertikel buli.
2. Hiperplasia prostatpenyempitan lumen uretra pasr prostattekanan
infravesikel yang tinggitekanan diteruskan kepada kedua muara
ureterrefluks vesikoureterhidroureter,hidronefrosispielonefrosis,pielonefrotosgagal
ginjal.
3. Tekanan intraabdomen tinggihernia dan hemorrhoid
4. Residual urin makin banyak timbulnya batu, infeksi sal kencing berulang,
hematuria, dan bila terus berlanjut timbul retensi urin akut dan kronis
inkotinensia paradoksa refluks vugagal ginjal.

Kelainan congenital urologi


Embriologis:
Secara embriologis, sistem nefron berasal dari blastema metanefros, sedangkan
saluran ginjal dan ureter berasal dari tunas ureter.
Sistem nefrik yang paling primitive: pronefros (week 3) mengalamoi rudimentasi
mesonefros (week 4) mengalami rudimentasimetanefros (week 5)ginjal.
Ureteric bud (tunas ureter) muncul dari distal duktus mesonefros yang akan
berkembang menjadi ureter pyelum, kalises, dan duktis koligentes. Ujung duktus
koligentes bertemu dengan ujung TCD. Kemudian setelah ginjal dan ureter
bertemu (week 8) ginjal mengalami asensus dan rotasi pada sumbu vertical.
Bagian mesonefros yang berada di antara tunas ureter dan tempat muaranya
pada sinus urogenitalis disebut duktus eksretotius komunistrigonum buli.
Anomali Ginjal
1.Anomali jumlah ginjal
A.Renal agenesis
Bisa unilateral dan bilateral
Sebab: kelainan dari tunas ureter yang menginduksi perekembangan jar
metanefros.
Gejala unilateral: tanpa keluhan, dantahan hidup ditemukan secara kebetulan.
Gejala bilateral: Pasien hanya dapat bertahan hidup beberapa jam-hari. Saat
hamil terjadi oligohidramnion. Tanda khas: potter face yaitu: elfin ears (telinga
lebar,letak rendah), hidung datar, mata lebar.
Biasanya disertai kelainan congenital lain.
B.Supernumerary Kidney:
Ginjal pada satu sisi berjumlah lebih dari satu, mungkin disebabkan karena
terbelahnya blastema metanefrik menjadi beberapa bagian pada saat embrio.
2.Anomali posisi
Secara embriologis, ginjal mengalami asensusterletak lebih tinggi dari tempat
asal yaitu setinggi V.lumbal 2, dan mengalami rotasimenghadap ventral
menjadi menghadap medial.
A.Anomali asensus: (renal ectopic)
Simple ectopic
Crossed ectopic: menyeberang garis tengah menuju sisi kontralateral
Letak: pelvic ectopic kidney,abdominal ectopic ataupun thoracic ectopic.
B.Anomali rotasi:
Rotasi ginjal tak lengkap (incomplete)
Rotasi ginjal yang terbalik (reverse)\
Rotasi ginjal terlalu banyak (excessive)
3.Anomali volume dan struktur:
A.Renal hypoplasia

79
Kasus ini jarang, biasanya lebih sering unilateral ginjal kiri lebih sering. Wanita >
pria. Dd: renal dysplasia dan contracted kidney.
B.Kista ginjal:
B.1. Kista ginjal soliter:
Dapat berupa kista tunggal maupun multiple. Ruang kista tidak
berhubungan dengan sistem pelvikaliseal ginjal.
Kista dapat berisi cairan jernih, maupun cairan hemoragis, dan dapat
mengalami infeksibila ukuran kista kecil tidak ada keluhanbila kista
membesar memberikan keluhan nyeri pinggang yang hebat dan
penekanan terhadap parenkim ginjal yang normal dan terhadap ureter
terjadi hidronefrosis.
Diagnosis: IVP, USG ginjal, CT scan, Terapi: aspirasi dengan tuntunan USG,
dan diberi obat skleroterapi utk mencegah kekambuhan. Periksa sitologi
bila ada keganasan segera angkat ginjal.
B.2.Ginjal multikistik dysplasia
Embriologi terjadi karena gagalnya pertemuan antara sistem collecting
dengan nefron.
Biasanya mengenai satu ginjal, adanya kista ginjal yg multiple.
Diagnosis: palpasi bimanual (massa irregular, berlobi-lobi) dan USG
(massa kistik multiple)
Ureter biasanya atretik. Bisa menjadi keganasan.
B.3.Ginjal polikistik
Ada dua bentuk: polikistik ginjal anak (autosomal resesif dgn prognosa yg
buruk) dan polikistik ginjal dewasa autosomal dominan)
Ditandai dengan kerusakan kedua ginjal dengan adanya infiltrate kistakista dari berbagai ukuran ke dalam parenkim ginjal, shg fungsi ginjal
menjadi sangat menurun.
Pada bayi biasanya disertai hipoplasia parupasien mati karena gagal
nafas/ginjal. Pada bentuk dewasa kelainan ini biasanya tidak menimbulkan
keluhan, baru terdeteksi usia 40 thn dengan keluhan hipertensi, massa
abdomen, keluhan dari komplikasi yaitu batu ginjal dan perdarahan.
Komplikasi: hipertensi yg akhirnya menyebabkan gagal ginjal.
Disertai polikistik pd organ lain (liver,lien,pancreas,ovarium)
Pertolongan utk mengatasi hipertensi dan sindroma uremia. Operasi bila
tjd obstruksi,infeksi dan perdarahan.
4.Anomali Fusi Ginjal
Fusi ginjal: ginjal bersatu, dan menghambat rotasi shg biasanya disertai dengan
malrotasi. Yang menyatu bisa parenkim ginjal atau jar fibrous.
Macam kelainan fusi:
1. Crossed renal extopi dengan fusi disebut ginjal bentuk "S" atau "Sigmoid
Kidney" atau berbentuk "L" atau Lump Kidney.
2. Pelvic kidney dengan fusi
3. Horseshoe kidney
A.Horseshoe Kidney
Mrp anomaly fusi yang plg banyak ditemui (1:400) dan >90% terjadi di
kutub bawah.
Pria > wanita
Keluhan (+)/(-). Keluhan nyeri pinggang dan massa (+) bila ada komplikasi
spt: obstruksi dan refluks vesikoureter hidronefrosis,terbentuk
batu,infeksi.
Pemeriksaan IVP: ditemukan ginjal menyatu bgn kaudal dengan sumbu
mengarah dari kraniolateral ke kaudomedial.

80

Bila tidak ada komplikasi, kontrol teratur dengan uSG dan sintigrafi utk
kemungkinan timbul penyulit. Bila ada komplikasipyeloplasti.

Anomali Ureter dan Pelvis


1.ureter ektopik
Jika tunas ureter yang tumbuh dari duktus metanefros terlalu dekat sinus
UGmuara ureter lebih cranial dan lateral dari normal, dan bila terlalu
jauh sinus UGmuara ureter lebih kaudal dan medial dari normal.
Arti ureter ektopik: Bila letak muara ureter pada tempat yg abnormal.
Pada pria (leher buli,uretra pars prostatika,vesikula seminalis,vas
deferens,epididimis). Pada wanita (uretra,vagina,cervix,uterus).
Insiden pada w>p, pada wanita bisa diertai dengan anomaly lain yaitu
duplikasi ureter.
G:inkontinensia (ngompol), epididimitis.
Jika ureter ektopik terjadi pada sistem pelviureter, ureter ektopik
menerima drainase dari ginjal sistem cranialmuara ureter ektopik
biasanya atretik dan mengalami obstruksihidronefrosis pada segmen
ginjal cranial yang menyebabkan segmen kaudal terdorong ke
bawahgambaran bunga lili yg jatuh (dropping lily)
Pemeriksaan sistoskopi dapat menemukan muara ureter pada uretra atau
ditemukan hemitrigonum 9tidak ditemukan salah satu muara ureter pada
buli)
Penanganan: jika ginjal sudah mengalami kerusakan: nefroureterektomi,
tapi bila masih dapat dipertahankan implantasi ureter pada buli.
2.Duplikasi pelvis-ureter (double system)
2.1. Duplikasi tidak lengkap: jika 2 pelvis ureter yang keduanya saling bertemu
sebelum bermuara di buli. Ada tipe Y: bila kedua ureter duplikasi bermuara di
atas buli dan tipe V: jika kedua ureter duplikasi bermuara menjadi satu pada
ureter intramural dlam buli.Pada tipe Y biasanya akan menimbulkan keluhan
dimana aliran ureter satu akan menyebabkan refluk pada ureter yg lain
(fenomena Yo-Yo) shg menimbulkan hidronefrosis.
2.2. Duplikasi lengkap: jika 2 pelvis ureter bermuara pada tempat yg berbeda.
ureter ginjal kutub atas : lebih panjang, muara lebih distal dan biasanya
ektopik, sering obstruksi dan bisa ureterokel.
ureter kutub bawah ginjal: lebih pendek, muara lebih proksimal, sering refluks.
Keluhan: hidronefrosis dan infeksi saluran kemih yang sulit diberantas karena
adanya refluks uretero-ureter (fenomena yo-yo), refluks vesikoureter,obstruksi.
Pemeriksaan:
IVP: mengetahui jenis duplikasi lengkap atau tidak lengkap. Ginjal atas
(hidronefrosis), ginjal bawah 9dropping lily)
Sintigrafi dengan technisium: ketebalan parenkim ginja;l
Pemeriksaan refluks study dgn radionuklear
Terapi:
bila terjadi hidronefrosis karena fenomena yoyo: pieloplasti membuang
satu ureter
Bila salah satu kutub ginjal rusak: nefrektomi
Bila ginjal masih baik: neoimplantasi utreter ke dalam buli.
3.Ureterokel.
Adl sakulasi atau dilatasi kistik terminal ureter. Letaknya mungkin berada
dalam buli-buli (intravesikel) atay mungkin ektopik di luar muara ureteryg
normal.

81

Ureterokel yg cukup besar obstruksi / penyempitan muara


ureterhidroureternefrosis
GK: ISK,obstruksi leher buli, inkotinensia urine. Bisa timbul batu akibat
obstruksi pada ureter distal.
Pemeriksaan IVP: dilatasi kistik ureter distalgambaran cobra head, USG
T: insisi ureterokelneoimplantasi ureter dan rekontruksi buli.
4.Obstruksi ureteropelvic junction (subpelvin)
Stenosis UPJpengeluaran urine dari pelvis ke ureter menjadi tak
efisiendilatasi progresif pielum dan sistem kalises (hidronefrosis) .
Mula2 otot pelvis renalis hipertrofi, penurunan GFR, dan penurunan fungsi
ginjal.
Anomali pada buli-buli
1.Ekstrofia buli/vesika; kelainan congenital dimana buli dan uretra tidak menutup
sehingga menonjol di luar tubuh, dengan mukosa menghadap ke luar. Kelainan
ini disertai separasi dari simfisis pubis.
2.Persisten urachus/Patent Urachus: hubungan yang permanen antara buli-buli
dengan umbilicuskeluhan urine keluar dari umbilicus. Ada 4 tipe patent
urachus:
Tipe 1: Complete Patent Urachus
Tipe 2: Partially Patent Urachus: Opening external, blind internal
Tipe 3: Partiallt Patent Urachus: Blind external, opening internal
Tipe 4: Kista urachus
3.Refluks Vesiko Ureter: Aliran balik urine dari buli-buli ke ureter karena
kegagalan dari katup vesiko uretral junction. Ada 2 tipe berdasarkan etiologi:
Primary reflux: karena congenital, familial atau herediter. Penyebab: ureter
ektopik,ureter intravesikal yang terlalu pendek (normalnya ureter
intravesikel submukosa panjangnya: 2cm bila kurang dari itu ada kelainan
katupnya), absen otot detrusor.
Secondary reflux: karena infeksi,obstruksi, iatrogenic, neurogenik.
Diagnosis: sistografi dan sistoskopi
T: konservatif dan pembedahan (anti reflux: cohens method dan palitano lead)
Anomali Penis:
1.Fimosis
Adalah prepusium penis yang tidak dapat ditarik ke proksimal sampai ke korona
glandis. Fimosis sebagian besar dialami oleh bayi baru lahir karena adanya
adhesi alamiah antara prepusium dengan glans penis. Baru pada usia 3-4 tahun
90% prepusium sudah dapat ditarik karena seiring dengan pertumbuhan
penis,adanya smegma dan ereksi penis yang memisahkan prepusium dari glans.
Namun ada kasus yang tidak dapat diretraksi. Karena adanya jaringan parut/scar
yang menyebabkan perlekatan sementara meatusnya tidak terlihat (baru dapat
dilihat bila prepusium sedikit ditarikmeatus ditutupi oleh scar)
Gejala: gangguan aliran urine berupa sulit kencing, paran mengecil,
menggelembung ujung prepusium saat miksi, dan retensio urine. Bisa
menyebabkan infeksi prepusium (postitis) dan infeksi gnas (balanitis)
Tindakan: hindari memaksa untuk menarik prepusium karena bisa timbul
perlukaan dan terjadi scar/fimosis sekunder. Bila timbul infeksi berikan
antibiotika, lalu lakukan sirkumsisi.
2,Parafimosis
Prepusium penis yang ditarik sampai di sulkus koronarius dan tidak dapat
dikembalikan pada keadaaan semula sehingga menimbulkan jeratan pada

82
belahan sulkus koronarius. Menarik prepusium terjadi saat bersenggama atau
masturbasi atau sehabis pemasangan kateter.
Jeratangangguan aliran balik vena sementara arteri tetap normaledema dan
nyeriedema makin membesar dan gangguan aliran arterinekrosis
Tindakan: manual dulu dengan memijat glans 3-5 menit diharapkan edema
berkurang dan prepusium dapat dikembalikan. Namun bila tidakdorsum insisi
pada jeratan shg prepusium kembali ke tempatnya dan setelah edem dan
inflamasi berkurangsirkumsisi.
3.Micropenis
4.Alphalia
5.Penyakit Peyroni
Adalah adanya plak/indurasi pada tunika albuginea korpus kavernosum penis.
GK: keluhan nyeri penis dan penis bengkok (angulasi) saat ereksi, yang
menghilang saat keadaan normal. Pada pemeriksaan teraba jaringan keras
(fibrous) pada tunika lbuginea dan terlihat kalsifikasi pada foto polos penis.
Terapi: (tanpa terapi, 50% mengalami remisi spontan setelah observasi 1 tahun)
Konservatif: pemberian tamoksifen, untuk nyeri berikan vitamin E
Operasi: indikasi operasi apabila ada deformitas penis yang mengganggu
senggama dan disfungsi ereksi. Lakukan operasi saat penyakit telah stabil
yg dicapai 12-18 bulan sejak timbulnya penyakit. Cara: eksisi plak
kemudian tandur kulit atau cara Nesbitt.
Anomali Uretra
1.Hipospadia
Adalah: kelainan congenital dimana muara uretra terletak di sebelah ventral
penis dan sebelah proksimal ujung penis.
Pada hipospadia tidak ditemukan prepusium ventral dan hanya ditemukan
prepusium dorsal yang berlebihan (dorsal hood) dan disertai dengan kordee
(penis angulasi ke ventral)
Klasifikasi:
Hipospadi anterior: tipe glanular,subkoronal, dan penil distal
Hipospadi medius: midshaft dan penil proksimal.
Hipospadi posterior: penoskrotal,scrotal,dan perineal.
Tindakan: Operasi melalui dua tahap (bisa dikerjakan sekaligus) : kordeplasti
(pembebasan kordee) dan uretroplasti (pembuatan uretra). Dilakukan sebaiknya
saat usia prasekolah.
Kontraindikasi hipospadia: ialah sirkumsisi
2.Epispadia:
Alh muara uretra yang terletak di dorsal penis.
3.Kalo dari slide (Posterior-uretral valve,congenital uretral fistula,uretral
diverticle,laegalo-uretra)
4. Striktur uretra (bukan kelainan congenital)
Adalah penyempitan lumen uretra karena adanya fibrosis. Fibrosis terjadi missal
karena ada traumaterjadi hambatan aliran urineurine mencari jalan ke
proksimal strikturmengumpul di rongga periuretraabses
peiuretrapecahfistel uretrokutan.
Ada beberapa derajat penyempitan lumen (ringan <1/3 diameter, sedang 1/3-1/2
diameter, berat >1/2 diameter)
Pemeriksaan: sistografi-uretrografi (melihat panjang striktur) atau uretroskopi.
Operasi: Uretrotomi interna: memotong jar sikatriks dengan pisau otis (bila
striktur belum total) atau pisau sachse (secara visual).
Kelainan Testis:
1.Agenesis testis: skrotum yang tidak berisi testisjuga mengalami atrofi.

83
2.Ektopik testis: testis yang keluar dari jalur normalnya setelah keluar dari
annulus inguinal eksternus. Posisi: inguinal superficial,perineal,femoral,penile.
3.Kriptorkismus:
Tumor Traktus Urogenital
Yang terbanyak: tumor prostat, tumor buli, tumor ginjal.

Tumor Ginjal
Ringkasan Beda tumor wilm dengan grawitz
Wilm (nefroblastoma)
Grawitz (adeno ca/clear cell ca)
Insiden: anak < 10 thn
Insiden: P>W, usia decade 5-6
Patologi: asal dr blastema metanefrik
Asal dari tub proksimal, bisa juda dr
distal dan koligentes
Gx: Trias (flank pain,flank
Trias,hipertensi + anemia,varikokel
mass,hematuri), hioertensi.
akut,sindroma paraneoplastik (gejala
hepar,hipertensi,hgiperkalsemi,polisiitem
ia vera)
Penunjang: BNO (tampak suram krn
IVP: distorsi, USG: massa padat/kistik,
masa) ,IVP (distorsi sitem
ctscan: apa ada penyebaran ke v renalis,
pelvikaliseal) ,USG (massa padat dl
mri: plg bagus tp susah seteksi uk<3 cm.
ginjal)
Dd: hidronefrosis,
neuroblastoma,teratoma,hamartoma
Terapi: nefrektomi radikal bila kontra
Terapi: nefrektomi radikal, progestagen,
lateral normal, lalu di radio dan kemo
imunoterapi, radio dan kemo
(radiosensitive)
(radioresisten)
Stage: 1 (terbatas ginjal), 2 (ke lemak
perirenal), 3 (v.renalis), 4 (metastase
jauh).
1.Wilms Tumor (Nefroblastoma)
Insiden: merupakan tumor yang paling banyak menyerang anak-anak. Usia <10
tahun, paling sering usia 3,5 tahun (umur median 2 thn 11 bulan).
5% terjadi bilateral ka=ki, dan 15 % disertai kelainan bawaan berupa:
anridia,hemihipertrofi dan anomaly organ UG.
Patologi: Tumor wilm berasal dari blastema metanefrik dan terdiri atas campuran
blastema, stroma, dan epitel. Secara HistoPA tumor dibagi menjadi 2: favorable
(89%) dan unfavorable (11%-->prognosa kurang baik)
Klinis: Trias (flank mass/benjolan di perut sebelah atas, flank pain, dan
hematuria), hipertensi, anorexia,nausea,vomiting.
Pemeriksaan Lab: hematuria,anuria
Pemeriksaan Penunjang (Radiologis)
BNO: tampak suram pada salah satu sisi perut dan usus yang terdesak
oleh massa
IVP: sistem kalises yang terdesak massa dan distorsi sistem pelvikaliseal
USG: massa padat dlm ginjal
Staging
Stage 1: Tumor terbatas pada ginjal, dapat dieksisi sempurna
Stage 2: Tumor meluas keluar dari ginjal dan dapat dieksisi sempurna
(sudah penetrasi lemak perineal,limfononodi paraaorta, vasa renalis)
Stage 3: sisa tumor dalam abdomen mungkin berasal dari: biopsi atau
rupture yang terjadi sebelum dan sesudah operasi)

84
Stage 4: Metastase hematogen
Stage 5: tumor bilateral
Dd:
Hidronefrosis/kista ginjal (massa kistik)
Neuroblastoma (keadaan anak lebih buruk, lab: kadar VMA meningkat)
Teratoma
Hamartoma
Terapi:
Bila stadium masih dini dan ginjal kontralateral normalnefrektomi
radikal. Sebelumnya dan seduahnya dapat dilakukan kemoterapi dan
radioterapi
Kemoterapi: Kombinasi Actinomisin D + Vinkristin
Radioterapi: krn sifat tumor ini radiosensitive. Kadang diselingi dengan
kemoterapi (terapi sandwich).
2.Grawitz Tumor (adenokarsinoma ginjal, karsinoma sel ginjal, hipernefroma,
clear cell ca)
Insiden: Lebih banyak pada pria (P:W=2:1), decade 5-6.
Faktor resiko: merokok, kopi,analgesic,estrogen.
Patologi: tumor ini umunya berasal dari tubulus proksimal ginjal, meskipun juga
bisa dari tubulus distal dan koligentes.
Gejala Klinis:
Trias (flank mass, flank pain, gross hematuria)
Hipertensi (oklusi vaskuler krn massa tumor, A-V shunting pd massa
tumor)
Febris
Anemia (perdarahan intratumor)
Varikokel akut
Sindroma paraneoplastik (stanfer syndrome: penurunan fungsi liver dan
nekrosis yg tidak ada hub dengan metastase ke
hepar,hiperkalsemia,polisitemia:karena eritropoitin berlebihan,
hipertensi:karena meningkat rennin.)
Pemeriksaan Lab: Hematuria,anemia, LED meningkat.
Pemeriksaan Penunjang:
IVP: biasanya bila ada indikasi hematuria, hanya melihat distorsi
USG: hanya melihat ada massa yg padat atau kistik
CT scan: pencitraan yg dipilih karena akurasi cukup tinggi dan dapat
menhetahui penyebaran sel tumor pada vasa renalis, vena cava, ekstensi
perirenal, metastase kel limfe
MRI: bagus namun kurang sensitive bila uk tumor<3 cm
Sebelum dipake CTs dan MRI, arteriografi
Staging:
Stage 1: tumor terbatas pada ginjal, fascia gerota msh utuh
Stage 2: invasi ke jar lemak perirenal, fascia gerota msh utuh
Stage 3: invasi ke v renalis/v cava atau limfonodi regional
Stage 4: metastase jauh (missal ke usus)
Terapi:
Definitif dengan nefrektomi radikal
Adjuvant: hormonal progestagen, imunoterapi, kemoterapi,radioteapi
( kemo dan radio tidak begitu bermanfaat krn sifat tumor ini radioresisten)

Tumor Buli-buli
Insiden: banyak pada pria (P:W = 2,7:1)

85
Etiologi dan Faktor resiko:
Pekerjaan (pabrik cat,tekstil,karet,tukang salon,dll)
Perokok (bahan karsinogen amin aromatic dan nitrosamine)
Trauma (instrumentasi kateter,batu)
Infeksi sal kemih (E coli dan Proteus menghasilkan nitrosamine)
Kopi,pemanis buatan (sakarin),obat2an (siklofosfamid,opium,obat anti TBC
seperti INH)
Jenis Histopa:
Transisional cell ca : 90%
Squamous/epidermoid cell ca: 5-10%
Adeno ca: 2 % (prognosa paling buruk)
Gejala Klinis:
Hematuria yang bersifat: painless,kambuhan (intermiten),total(terjadi
pada seluruh miksi)
Gejala iritasi (urgensi/rasa sangat ingin kencing hingga nyeri,
frekuensi/polakisuria, disuria/nyeri saat miksi tu akhir miksi bila kelainan
pada buli)
Nyeri tulang, nyeri pinggang
Massa suprasimfisis
Hematuriabekuan darah yang menyumbat shg tidak bisa miksi/obstruksi
Pemeriksaan fisik: palpasi bimanual (tangan kanan VT/RT sementara tangan kiri
palpasi buli di suprasimfisis) untuk memperkirakan luas infiltrasi tumor (T).
Pemeriksaan Lab: Hematuria dan sitologi urin (melihat sel-sel urotelium yang
terlepas)
Pemeriksaan radiologis: IVPtampak filling defect pada buli
Perjalanan Penyakit dan staging tumor: (ada 3 sistem klasifikasi:
TNM,Marshall,Jewett)
TNM
Marshall
Uraian
T is
0
Karsinoma in situ
T0
0
Papiler non invasive
T1
A
Invasi ke submukosa
T2
B1
Invasi ke otot superficial
T3A
B2
Invasi ke otot profunda
T3B
C
Invasi ke lemak perivesika
T4
D1
Invasi ke organ sekitar
N1-3
D1
Metastasis limfogen
M1
D2
Metastasis hematogen
Klasifikasi Jewett:
Stage A: invasi mukosa dan tunika propria
Stage B1: invasi otot <1/2 tebal
Stage B2: Invasi otot>1/2 tebal
Stage C: Invasi komplet seluruh dinding vesika
Prognosis: Baik (stage A dan B1), Buruk (Stage B2 dan C)
Terapi: disesuaikan dengan stadiumnya
Stadium
Tindakan
Superficial (0-A)
TUR buli dan kemudian
instilasi/kemoterapi intravesika
Invasif (B-C-D1)
TUR buli dan kemudian sistektomi (bisa
radikal,parsial,atau total) atau dengan
radiasi

86
Metastase (D2)

Adjuvan kemoterapi dan radiasi paliatif

Sistekromi radikal: pengangkatan buli bersama dengan jar sekitar (missal


sistoprostatektomi) dan kemudain aliran urine dari ureter dialrkan melalui
beberapa cara diversi urine.

Tumor Prostat
Definisi: keganasan yang berasal dari sel asinus prostat
Insiden:
Merupakan keganasan terbanyak pertama (ada pula yang bilang
terbanyak kedua setelah tumor buli)
Menyerang usia > 50 tahun 30% menyerang usia 70-80 thn dan 75%
menyerang usia >80 thn
Etiologi (beberapa factor yang diduga sbg penyebab timbulnya adeno ca
prostat):
Genetic : bila saudara laki kenaresiko 2x lebih tinggi, bila ayah +
saudara laki kenarisiko 5x lebih tinggi. (namun jarang ditemukan
keganasan prostat yg tinggi dlm satu keluarga)
Diet: lemak,susu hewan,daging merah,hati meningkatkan resiko. Vit
A,betakaroten,isoflavon (kedelai),likofen (antioksidan karotenoid pd
tomat),selenium (ikan laut,biji2an),vit E mengurangi resiko.
Pengaruh hormonal: hormone androgen
Lingkungan
Infeksi
Pengaruh cadmium,merokok,dan paparan radiasi.
Patologi:
Jenis histoPA tumor prostat sebagian besar adalah adeno ca. Berdasarkan
penelitian, lokasi:
75% : zona perifer
15-20%: zona sentral
10-15%: zona transisional
Stadium Tumor (menurut TNM dan Jewett-Whitmore
1. Organ confined (tumor terbatas pada prostat)
T1 atau A: Non palpable tumor yang ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaan histoPA setelah TURP pada BPH
T2 atau B: saat RT teraba nodul keras yang masih terbatas
intrakapsuler (prostat)
2. Invasi local
T3 atau C: tumor mengadakan invasi ke vesikula seminalis
T4 atau C: tumor mengadakan invasi selain ke vesikula seminalis
(leher buli, sfingter eksterna dan rectum)
3. Diseminasi:
Tumor mengadakan infiltrasi limfogen ( N atau D1) dan infiltrasi
hematogen (M atau D4)
Derajat diferensiasi sel; Gleason
Diagnosis:
Gejala Klinis: pada stadium dini, tumor tidak memberikan keluhan, namun
saat stadium lanjut terdapat keluhan seperti sulit miksi, nyeri kencing dan
hematuria yang menandakan bahwa tumor menekan uretra. Bila tumor
menekan rectum: sulit BAB. Bila mengenai tulang: nyeri tulang, fraktur.
Pemeriksaan fisik: status urologi (inspeksi dan palpasi adanya tanda
pembesaran kelenjar,invasi local, maupun metastasis), colok dubur:

87

stadium dini teraba nodul konsistensi berdungkul keras,mobilitas,invasi


perkontinutatum ke vesika seminalis maupun rectum.
Pemeriksaan Lab: DL, faal hemostasis,faal hati,elektrolit,urinalisis,kultur
urine, alkali fosfatase bila ada metastase ke tulang. Serta penanda tumor
prostat yg spesifik:
a. PAP ( Prostate Acid Phosphatase): dihasilkan oleh sel asini prostat
b. PSA (Prostate Specific Antigen): glikoprotein ytang dihasilkan sel
sitoplasma prostatdeteksi dini kanker prostat dan evaluasi
lanjutan setelah terapi.
Interpretasi nilai PSA
Nilai PSA
0,4-5 ng/mL
4-10 ng/mL
>10 ng/mL
Peningkatan .20% pertahun

Interpretasi
Normal
20% kanker
505 kanker
Segera rujuk untuk biopsy

Pencitraan:
a. TRUS (Trans Rectal Ultrasonography): mendeteksi kanker prostat 2 kali
lebih baik dari colok dubur. Fungsi TRUS: Ditemukan area
hipoekoiktanda kanker, sekaligus mengetahui adanya ekstensi tumor
ekstrakapsuler, dan penuntun dalam melakukan BAJAH.
b. CT scan (bila perlu): membuktikan apakah ada metastasis limfonodi.
c. MRI (bila perlu): lebih akurat dalam menentukan luas ekstensi tumor
ekstrakapsuler.
d. Melihat penyebaran tumor: Bone scan (metastase tulang), foto thoraks
PA/lateral (metastase paru), USG abdomen (metastase hepar).
(jadi kesimpulan diagnosis: lakukan colok dubur dulu (bila nodul dan
keras)periksa PSA (bila >4)periksa TRUS (bila lesi hipoekoik)lakukan
BAJAH pasti Ca prostatterapi
Terapi:
Stadium
Alternative terapi
T1-T2 (A-B)
Prostatektomi radikal
Observasi (pasien
tua)
T3-T4 (C)
Radiasi
Prostatektomi
N atau M (D1-D2)
Radiasi
Hormonal
1.Prostatektomi radikal: dilakukan untuk tumor2 yang masih terbatas pada
kapsul prostat (T1 dan T2). Maksudnya radikal ialah pengangkatan prostat +
vesika seminalis. Komplikasi tindakan: perdarahan, disfungsi ereksi, dan
inkotinensia. Namun dengan teknik nerve sparring komplikasi dapat diperkecil.
2.Radiasi: biasanya dilakukan bila (1) setelah prostatektomi radikal masih ada
spillage; (2) tumor yang sudah invasive local (T3-T4); (3) paliatif untuk tumor
yang sudah mengalami metastasis (N atau M). Radiasi dilakukan melalui: (1)
radiasi eksterna: biasanya sebelumnya dilakukan limfadenektomi dahulu; (2)
radiasi implantasi: memasukkan I 125 ke prostat melalui insisi suprapubik atau
transperineal dengan bimbingan TRUS.
3.Terapi hormonal: (untuk stadium lanjut N-M)
Prinsip: sel epitel prostat akan mengalami atrofi jika sumber androgen
ditiadakan.

88

Sumber androgen: dari testis dan 10% dari kelenjar suprarenal.


Macam terapi hormonal:
No
Tindakan/obat
Mekanisme
1
Orkidektomi
Menghilangkan sumber androgen
testis
2
Estrogen
Antiandrogen steroid
3
Antiandrogen non steroid
Menghambat sintesa dan aktivitas
androgen
4
LHRH agonis
Kompetisi dengan LHRH
5
Orkidektomi + antiandrogen
Blokade androgen total (sumber dari
atau
testis dank el suprarenal)
LHRH agonis + antiandrogen

Alur Diagnosis Karsinoma Prostat

Kecurigaan pada colok dubur atau peningkatan PSA


Cek / recek PSA
Rujuk ke urologist
Histologi adenoca
TRUS / biopsi Histologi negatif,
Bone scan
periksa ulang PSA
Negatif 6-12 minggu
Positif :
CT / MRI untuk
pikirkan
mengeliminasi Negatif : deep x-ray atau
hormonalPositif : x-ray treatment
metastasis limfradikal prostatektomi
terapi
bila
PSA >10 ng mL

Tumor Testis
Merupakan keganasan sel testis yang bisa berada di dalam testis maupun di luar
testis.
Insiden: banyak pada usia 15-35 tahun
Etiologi (penyebab pasti belum diketahui namun factor resiko antara lain):
Maldesensus testis( kriptorkismus)
Trauma testis

89
Atrofi/infeksi testis
Pengaruh hormone
Klasifikasi:
1..Tumor testis primer
a. Sel germinal :
1. Seminoma (spermatosistik,anaplastik,kistik)
2. Non seminoma (karsinoma sel
embrional,koriokarsinoma,teratoma,tumor yolk sac)
b. Non germinal ( tumor sel leydig,tumor sel sertoli,gonadoblastoma)
2.Tumor testis sekunder (limfoma,leukemia infiltrative)
Stadium tumor:
1. Menurut sistem klasifikasi TNM
2. Menurut Boden dan Gibb:
a. Stadium A atau I: tumor yang terbatas pada testis
b. Stadium B atau Ii: Tumor menyebar ke limfonodi para aorta IIA bila
belum teraba, IIB bila limfonodi teraba (>10cm)
c. Stadium C atau III: bila tumor telah menyebar keluar dari kelenjar
retroperitoneum dan metastasis supradiafragma.
Penyebaran tumor: tumor testis biasanya menyebar secara limfogen : dari
kelenjar limfe paraaortakel limfe mediastinal dan supraklavikular, namun untuk
koriokarsinoma menyebar secara hematogen ke paru,hepar dan otak.
Diagnosis:
1. Gejala Klinis: tumor testis bisa disertai nyeri ataupun tidak, massa di perut
krn pembesaran kel limfe paraaorta, benjolan di leher, dan ginekomastia
(krn kadar B HCG yg tinggi pada koriokarsinoma)
2. Penanda Tumor: alfa feto protein (AFP) dan HCG.
3. Pencitraan:
-USG; lesi intra atau ekstra testicular dan massa kistik atau padat
-MRI: melihat tunika albuginea
-CT scan: melihat metastasis retroperitoneum
Penatalaksanaan:
Lihat tabel halaman 186.

90

BEDAH SARAF
Cedera Kepala
Patofisiologi cedera kepala kematian
a. Efek awal dari cedera kepala disebut cedera kepala primer, suatu
kelainan patologis yang ireversibel terjadi langsung karena trauma.
Berupa: laserasi scalp, fraktur, laserasi dura-parenik-vaskuler-nervus,
diffuse axonal injury.
b. Setelah beberapa menit hingga jam akan terjadi cedera kepala
sekunder, seperti iskemia otak, perdarahan intracranial, edema otak. Hal
ini disebabkan adanya on going proses yakni:
- Hipovolemiahipoksiaiskemia
- Toksin metabolic: rilis neurotransmiter eksitotoksik (glutamate
pathway), radikal bebas oksugen, calcium dearangement.
- Hiperkarbiavasodilatasiedema serebri
- Penurunan O2 dan penurunan suplai glukosametab anaerobedema
serebri
c. Terjadi peningkatam TIK
d. Terjadi Herniasi
e. Terjadi kematian
Klasifikasi cedera kepala berdasar patofisiologi:
a. Cedera kepala primer:
1. Fraktur tulang baik itu fraktur kalvaria maupun fraktur basis kranii
2. Cedera Fokal: kontusio kup dan kontrakup, hematom (epidural,
subdural,intraserebral)
3. Cedera difus: konkusio dan DAI
Konkusio:
Cedera kepala dengan disfungsi neurologis sementara, namun tidak
terlihat kerusakan structural yang nyata pada neuorimaging. Definisi lain:
Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap,
setelah terajdinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan
fisik yang nyata. Gx: Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan
dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya
berkurang
dan
kecemasan.
Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa
minggu, jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami
kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut
sindroma pasca konkusio.
Diffuse Axonal Injury:
Keadaan koma (persisten vegetative state) setelah cedera kepala akibat
kerusakan aksonal tract yang menyeluruh. Keadaan ini juga tidak dapat
terdeteksi secara macros dengan imaging.
Patofis kedua keadaan di atas: akibat adanya akselerasi-deselerasi
(guncangan) yang menyebabkan shearing forces pada akson-akson
sehingga terjadi kerusakan aksonal dan neurotransmisi.
b. Cedera kepala sekunder

91

Klasifikasi cedera kepala berdasarkan mekanisme:


a. Trauma Tembus
- High Speed
- Low Speed
b. Trauma tumpul:
- Akselerasi-deselerasi: Saat otak dalam keadaan bergerak bebas dalam
batas tertentu dalam rongga terngkorakterjadi guncangan pada
kepala terjadi perbedaan relative antara otak dengan tengkorak
dimana saat mulainya akselerasi ptak teringgal di belakang gerakan
tengkorak . Kedua fenomena ialah sama, namun berbeda arahnya
saja, kalau akselerasicoup injury (direct) sementara deselerasisaat
tengkorak diam, otak di dalam masih bergerakcounter coup. Contoh
lesi dengan mekanisme ini ialah SDH dan contusion.
- Direct impact: disebut juga cedera kontak benturprimary: jejas
benturan local (coup) maupun secondary jejas benturan di tempat lain
melalui mekanisme distorsi otak dan gelombang renjatan (counter
coup). Contoh: fraktur, EDH, SDH, contusio.
- Shearing dan Rotational Force: Diffuse aksonal injury. Kalo di slide DAI
dimasukkan dalam mekanisme sendiri tapi kalo di satya Negara
dimasukkan ke dalam cedera akselerasi.
Akselerasi-Deselerasi
Direct Impact
Jejas Permukaan:
Cedera local:
a. SDH
a. Fraktur (linier, depresi, basis)
b. Kontusio kontra koup
b. EDH
c. Kontusio intermediet
c. Kontusio koup
Jejas Dalam:
Cedera di tempat lain:
a. Concusion syndrome
a. Kontusioa kontra koup
b. DAI
c. Laserasio
d. Perdarahan intraserebral
Tekanan Intra Kranial
Hukum Monroe Kellie dalam keadaan normal ruang intracranial yang
terdiri dari volume darah, parenkim otak, dan cairan cerebrospinal akan
selalu dalam keadaan tetap. Pada keadaan dimana terjadi perubahan atau
pertambahan volume salah satu komponen tersebut, maka akan
dikompensasi dengan mengurangi salah satu volume lain sebelum gagal
dan terjadi peningkatan TIK.
Parameter yang dapat digunakan untuk evaluasi fungsi otak adalah CBF
yang normalnya ialah 50 mL/100 g otak/menit. CBF dipertahankan pada
MAP 50-160 mmHg. Namun CBF sulit diukur secara kuantitas. CBF
dipengaruhi oleh CPP dan CPP berhubungan dengan ICP. Dimana
rumusnya CPP = MAP-ICP.
- Normal CPP: 70 90mmHg
- Normal ICP: 10 mmHg, >20 mmHg abnormal, >40 mmHg is severe
- Hypoperfusion when < 60mmHg
- TBI higher metabolic rate so requirement is high CPP
- Maintain CPP at 70mmHg following TBI
- When ICP increases, maintain MAP > 90mmHg
- Note: autoregulation is defective in TBI

92
Gejala dari peningkatan TIK:
1. Gejala utama: nyeri kepala, muntah proyektil dan papil edema.
2. confusion, agitation, drowsiness
3. changes in pupillary response
4. weakness on one side of the body
5. seizures
6. Blurred Vision
7. Papilloedema
8. In Paediatrics Persistent Crying & Refusal to eat
9. Cushing responses : Hipertensi, Bradikardi, Change of respiratory pattern

Herniasi
Ada beberapa macam herniasi yakni:
a. Uncal/ lateral
b. Central
c. Cingulate / sub falcine
d. Central upward
e. Tonsilar
f. Trans alar
g. Trephine

Herniasi uncal:

93

Herniasi
central:

Klasifikasi Cedera Kepala


a. Berdasarkan Patofisiologi:
- Cedera Kepala Primer
- Cedera Kepala Sekunder
b. Berdasarkan Mekanisme:
- Trauma tembus
- Trauma tumpul
c. Berdasarkan Klinis:
- CKR ( GCS 14-15)
- CKS (GCS 9-13)
- CKB (3-8)
Penatalaksanaan Cedera Kepala
a. Ingat ATLS selalu ABCDE (primary survey)
- A: bebaskan jalan nafas lakukan jaw thrust, pertahankan jalan nafas
dengan OPA/NPA
- B: Beri O2 dengan NRM 10-12 L/m
- C: pasanga iv line infuse kristaloid, cari sumber perdarahan, atasi syok
- D: nilai AVPU dan GCS
- E: Head to toe examination
b. Secondary survey: disini dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pneunjang.
- Anamnesis: ada riwayat benturan pada kepala, riwayat penurunan
kesadaran/pingsan, amnesia, muntah, nyeri kepalacedera kepala
- PF: head to toe, kepala (cari tanda fraktur pada basis kranii,
maksilofasial), leher dan tulang belakang. Selain itu lakukan
pemeriksaan neurologis.

94

PP: Laboratorium dan Radiologis.


Pemeriksaan radiologis: skull AP/lat/tangensial dan Head CT scan.
Indikasi foto skull:

Jejas pada kulit kepala

Deformitas kranium

Trauma tembus /
curiga

Indikasi Head CT scan:


Cedera kepala dengan
riwayat pingsan, amnesia
retrograde.
Nyeri kepala dan muntah
menetap
GCS 14
Perubahan status mental
Deteorisasi neurologis,
penurunan GCS 2 poin atau
lebih, hemiparesis, dan
kejang
Deficit neurologis fokal,
dijumpai lateralisasi
Perlukaan kranioserebral,
fraktur/curiga fraktur, adanya
trauma tembus
Multi trauma
Indikasi social

Prinsip Penatalaksanaan:
a. Beri oksigen
b. Psg iv lineinfus kristaloid untuk mencapai kondisi euvolemia
c. Beri profilaksis anti kejang bila ada indikasi
d. Kenali, cegah, dan atasi peningkatan TIK:
- Tujuan untuk menjaga TIk tetap di bawah 20 dan CPP > 80, sehingga
mencegah terjadinya hipoksia iskemia serebral
- Posisi kepala Head up 30-45 dan menjaga kepala tetap pada posisi mid
line tujuan meningkatkan venous return dan menggeser volume CSF
dari kompartemen kepala ke kompartemen spinal shg mengurangi
volume intracranial
- Jika perlu beri sedasi ringam kodein atau lorazepam
- Terapi osmotic dengan manitol 0,25-1 gram/kg bolus (>20 menit)
dilanjutkan dengan mempertahankan 0,25 gram/kg setiap 6 jam jika
TIK>20 mmHg. Sebagai pengganti manitol, dapat diberikan furosemid
10-20 mg iv setiap 4 jam (dewasa) atau 1 mg/kg IVmaksimal 6 mg
(anak) jika perlu. Ingat Kortikosteroid untuk vasogenic edema (misal
karena tumor otak) dan bukan untuk cedera kepala.

95
Mekanisme manitol: (1) melalui peningkatan atau ekspansi volume
plasma sehingga viskositas darah akan berkurang dan akan
meningkatkan CBF dan oksigen ke otak. (2) manitol memiliki efek
osmotic shg akan menarik cairan dari parenkim otak. Inget pada
penggunaan manitol, volume dan molaritas intrravaskuler harus
dipertahankan normal nuntuk mencegah ggn fx ginjal.
- Mencegah hiperventilasi
- Mencegah hipotensi: dengan menormalkan volume intravaskuler
- Mencegah hiperglikemia (bisa terjadi reaktif hiperglikemia)
- Pemasangan alat monitoring TIK, ini yang paling ideal. Indikasi (ada di
buku synopsis hal 7)
- Drainase cairan serebrospinal bila telah terpasang kateter
intraventrikel.
- Craniotomi dekompresi
e. Terapi simptomatik:
- Analgetik
- Antimuntah
- Antivertigo
f. Nutrisi:
- Early feeding, dalam 24-48 jam bila KI -.
- Start low go slow 100 140 % kebutuhan kalori
- Enteral lebih baik dari pada parenteral
g. Trauma fokal:
- Luka terbuka debridement.
- Luka tertutup konservatif, elektif
h. Lesi intracranial:
- Ada efek massa / menyebabkan peningkatan TIK operasi
- Tidak ada efek massa konservatif

SCALP Injury (laserasio Kulit Kepala)

SCALP = Skin, Connective tissue (dense), Aponeurosis (Galea


aponeurotika) , Loose connective tissue, Periosteum
Ada 2 jenis injury: terbukalaserasi dan tertutuphematoma subgaleal
Pada scalp ini banyak vaskularisasinya, terutama pada anak dan
bayisyok
Penanganan: Laserasi Scalp harus dibersihkan dengan teliti, dieksplorasi,
debridement dan ditutup. Cara: Setelah mencukur sekitar luka dan
mencucinya dengan Nacl 0,9% dan Perhidrol ila luka dalam dengan
sarung tangan steril lakukan eksplorasi pastikan tidak ada fraktur atau
cedera penetrasi di bawahnya. Jika ada fraktur, dibersihkan dan ditutup
dengan dijahit lalu konsul ke Sp.BS.

Fraktur Kranium

Dibagi menjadi 2 yakni fraktur kalvaria dan fraktur basis kranii


Fraktur Kalvaria, tipe fraktur:
a. Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau
stellata pada tulang tengkorak yang mengenai sekuruh ketebalan
tulang kepala. Tidak ada terapi khusus untuk fraktur ini namun
karena gaya yang menyebabkan terjadinya fraktur tersebut cukup
besar maka kemungkinan terjadinya hematoma intracranial cukup
besar. Bila garis fraktur melintasi pembuluh darah, sinus venosus
atau sutura EDH, thrombosis sinus venosus, diastasis sutura.

96

b. Fraktur diastasis: jenis fraktur pada sutura tulang tengkorak yang


mengakibatkan pelebaran sutura tulang kepala. Jenis fraktur ini
sering pada bayi dan balita karena sutura belum menyatu dengan
erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada sutura
lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya EDH.
c. Fraktur kominutif
d. Fraktur depressed/impresi: impresi fraktur dianggap bermakna jika
tabula eksterna segmen yang impresi masuk di bawah tabula
interna segmen tulang yang sehat (>1 diploe). Indikasi operasi pada
fraktur impresi ialah bila fraktur melibatkan > 1 diploe atau
terdapat lesi intracranial di bawahnya (kontusio, hematoma), atau
terdapat deficit neurologis yang sesuai dengan daerah impresi.
Fraktur Basis Kranii
Perbedaan struktur antara tulang kalvaria dengan basis kranii:
a. Tulang basis lebih tipis dibanding tulang kalvaria
b. Duramater basis lebih tipis dan melekat erat dengan tulang dibanding
duramater kalvariafraktur daerah basis menyebabkan kebocoran
robekan duramater dan menyebabkan kebocoran CSF yang
menimbuklkan resiko infeksi selaput otak (meningitis).
Fraktur basis berdasrkan letak anatomi dibagi menjadi:
a. Fraktur fossa anterior. Gejala: Racoons eye sign/brill hematoma,
Rhinorrea/bloody, Anosmia. Pemeriksaan rhinorea dengan tes
halomeneteskan cairan pada media yang cepat menyerap seperti
tissue atau kasa. Hasil positif bila darah mengumpul di bagian tengah
dan terdapat rembesan CSF mengelilingi darah tersebut (halo sign atau
double ring sign). Pemeriksaan lebih spesifik dengan pemeriksaan beta
2 transferin yang mrp marker spesifik CSF.
b. Fraktur Fossa media.
Fossa media pada bagian posteriornya berbatasan dengan pars
petrosus os temporalis, shg jika terjadi maka gejala klinis berupa:
Fraktur pada os petrosus pars temporal ditandai dengan CSF otorea
dan memar sepanjang os mastoid (battle sign)
Hemotympanum
Kelumpuhan N 7 dan 8
Carotid-cavernosa fistula, yakni ekimosis, sakit kepala, adanya
bruit, eksoftalmus yang berdenyut mengikuti irama jantung.
c. Fraktur Fossa posterior: brain stem
Pemeriksaan Penunjang:
a. Pada pemeriksaan rontgen kepala tidak adanya gambaran langsung.
Secara tidak langsung adanya gambaran pneumoencephalus (udara
intracranial) atau gambaran sinus sphenoid yang opak atau memiliki
gambaran air fluid level (darah dalam sinus sphenoid). Namun dengan
xray udah jarang dilakukan karena posisi untuk melihat FBC ialah
hanging foto dimana posisi ini berbahaya tu untuk CK dengan cidera
vertebra servikal.
b. Head CT: lebih dipilih sekarang. Tidak hanya lesi tulang dapat dideteksi,
namun juga hematoma, pneumoencephalus, edema serebri dapat
dideteksi.
Diagnosa Banding:
a. Echimosis periorbita oleh trauma langsung seperti contusion fasial atau
blow out fracture
b. Rhinorea atau otorea dapat juga disebabkan karena congenital ablasi
tumor atau hidrosefalus, penyakit kronis, infeksi tindak bedah.
Penatalaksanaan FBC:

97
a. Umum: ABCDE
b. Konservatif:
- Seringkali kebocoran CSF akan pulih dengan elevasi kepala saat tidur
selama bbrp hari walau kadang perlu drain lumbal atau tindakan bedah
repair langsung.
- Terapi antibiotic
- Terapi konservatif lain misal steroid untuk membantu paralisis nervus
fasialis, meticobal.
c. Bedah, adapun indikasi bedah pada FBC ialah
- Kebocoran CSF persisten setelah mengalami FBC
- Ada lagi.
Prognosis : FBC biasanya dapat sembuh sendiri tanpa intervensi terutama
FBC tanpa kebocoran CSF. Sebagian besar CSF dapat menutup sendiri
tanpa pembedahan.

Traumatic Intracranial hematoma


Epidural Hematoma/Extradural Hematoma
Definisi : Pengumpulan darah di ruang epidural yaitu ruang antara tabula
interna tulang tengkorak dengan duramater
Insidensi : Extradural haematomas are more likely to occur in the younger
age group as the dura is able to strip more readily off the underlying bone.
In patients under 20 years of age, extradural haematomas account for
about two-thirds of all traumatic intracranial haematomas, but represent
less than 5% of haematomas in patients over the age of 50.
Etiologi:
a. 85% karena terputusnya arteri meningea media di antara tabula
interna dan duramaterkarena fraktur linier yang merobek arteri atau
karena regangan arteri tanpa fraktur
b. Perdarahan karena pecahnya vena meningeal media atau sinus dural
c. Perdarahan dari diploeica
Distribusi: Predileksi EDH antara lain di temporal region kemudian diikutu
area frontal. Sementara area fossa posterior jarang.
Gejala klinis yang ditunjukkan tergantung dari lokasi dan luas perdarahan:
a. Nyeri kepala dan muntahgejala penurunan kesadaran adanya
interval lusid selama bbrp jam (2 jam) gejala deficit neurologis
berupa hemiparese kontralateral dan dilatasi pupil ipsi lateral (N3)
b. Perubahan tanda vitalcushing response sebagai respons terhadap
peningkatan tekanan intracranialhipertensi, bradikardia, dan
gangguan pernapasan cheyne stokes.
c. In the posterior fossa the vital signs tend to be affected early, followed
by a change in conscious state. The pupils and limbs may not be
affected until the patient becomes deeply unconscious. Haematomas in
the posterior fossa may cause sudden respiratory failure.
Pemeriksaan penunjang Head CT: gambaran klasik hiperintensitas
bikonveks (84%) pada tempat cedera, tidak menyebrang sutura kecuali
terdapat fraktur diastasis sutura, tidak menyebrang falx dan tentorium
dan menekan parenkim otak dan subarachnoid mater. Namun EDH juga
dapat berbentuk garis atau bulan sabit. Bifrontal EDH fenomena gunung
Fuji.
Penatalaksanaan:

98
Observasi EDHemergencyLucid interval (2 jam)
a. Medikamentosa: bila EDH subakut atau kronik, berukuran kecil (1 cm
ketebalan) dan gejala dan tanda neurologis yang minimal. Pasien
dirawat dan diobservasi dengan CT scan follow up 1 minggu kemudian
jika secara klinis stabil. Namun pada 50% kasus EDH yang kecil akan
berkembang lebih besar.
b. Operatif: bila EDH simptomatik, EDH akut simptomatik dengan
ketebalan >1 cm, EDH pada anak. Tujuan operasi: menghilangkan
bekuan darah menurunkan TIK, hemostasis, dan mencegah
reakumulasi darah di ruang epidural.
Subdural Hematoma
SDH akut
SDH Sub akut SDH kronis
Beberapa jam-3 hari
3 hari-3
>3 minggu
minggu
Ep: Dewasa muda
Ep: banyak orang tua rata2 60
tahun, hematoma akan
membesar karena penurunan
masa otak dan penambahan
ruang subdural
Et: (1) direct impact
Et: jarang disebabkan trauma.
menyebabkan laserasi parenkim
Penyebab: konsumsi alcohol,
atau (2) akselerasi-deselerasi
kejang, penggunaan shunt,
menyebabkan robeknya pemb
koagulopati, dan pasien tua
darah superficial atau bridging
dengan trauma ringan.
vein
Pato: darah clot sbg
tamponadebbrp hr terjadi
invasi fibroblast ke dalam clot
neomembran pada lapisan
dalam (korteks) dan lapisan luar
(dura)pembentukan kapiler
barufibrinolisis bekuan
darahakumulasi cairan
hipertonis yang dilapisi
membrane semi permeable
keadaan ini menarik likuor di
luar membrane ke dalam
membraneSDH bertambah
banyak.
Gx: (1) SDH krn laserasi
Gx: Sakit kepala, bingung,
parenkim lusid interval (-),
kesulitan berbahasa, gejala
deficit neurologis fokal muncul
menyerupai TIA. Selain itu
belakangan dan kurang terlihat
adanya deficit neurologis yang
dibanding EDH, (2) SDH karena
bervariasi seperti kelemahgan
robek bridging vein (vena
motorik dan kejang.
penghubung kortikal dgn sinus
duramatris)lusid interval (+)
disertai perburukan cepat.
CT: hiperdens bulan
CT: isodense
CT: hipodense

99
sabit/kresentik menyelimuti
permukaan otak, dapat
menyebrang sutura, dan
terdapat di falx dan tentorium
tetapi tidak melekat dura.
Tx: operatif bila SDH simptomatik
yang lesi >1 cm ketebalan atau
midline shift >0,5 cm

Tx: beri profilaksis kejang


dengan fenitoin 100 mg iv tiap
8 jam. Operatif bila SDH kronik
simptomatik dengan ketebalan
> 1cm midline shift>0,5 cm.

Intra cerebral Hematoma


Etiologi: gaya akselerasi-deselerasi pecah pembuluh darah yang terletak
lebih dalam (mekanisme koup-kontrakoup)
Lokasi: umumnya terjadi pada region frontal dan temporal
Gx: penurunan kesadaran dll
CT: Hiperdense, salt and pepper
Tx: konservatif dan operatif bila terjadi penurunan kesadaran, midline
shift, dan letak hemaoma pada lobus temporal karena dapat menimbulkan
herniasi meski tidak terdapat peningkatan TIK.
Hematoma Subarakhnoid
CT: Mengisi sulcus sehingga gambaran sulkus dan girus nyata dan Mengisi
sisterna
Hematoma Intraventrikular
Perdarahan dalam rongga ventrikel
Tidak menyebabkan efek massa
Hidrosefalus
External Ventrikular Drainage

Hidrosefalus
Merupakan kelebihan carian serebrospinal di dalam kepala.
Fisiologi CSF
Normalnya CSF dihasilkan oleh pleksus koroideus, sebanyak 20 cc/jam,
dan diabsorbsi oleh vili arachnoid
Distribusi dari ventrikel lateral
Patofaal (ada 3 mekanisme):
Produksi likuor yang berlebihan (komunikans): hamper semua karena
tumor pleksus koroid (papiloma atau karsinoma), bisa juga disebabkan
oleh hipervitaminosis A
Gangguan aliran likuor (non komunikans): malformasi, lesi massa yang
menyebabkan kompresi intrinsic maupun ekstrinsik saluran likuor (tumor
intraventrikel, tumor para ventrikel, hematom), inflamasi/infeksi .
Peningkatan tekanan sinus venavolume vaskuler intracranial
bertambahvolume cairan intraventrikel bertambah.
Macam hidrosefalus:
Hidrosefalus obstruksi/non komunikans
Hidrosefalus komunikans
Efek patologis dari hidrosefalus:

100

Penyebab hidrosefalus:
Kongenital/prenatal: malformasi ( atresia akuaduktus silvii, stenosis
akuaduktus silvii, malformasi chiari, malformasi dandy walker), infeksi
intrauterine, tumor
Acquired/post natal: tumor, meningitis (pneumococcal, TB), post
t6raumatik, IVH
Malformasi Dandy Walker
Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel 4 dan hipoplasia vermis
serebelum
Malformasi Arnold Chiari, ada 4 tipe:
a. Tipe 1: displacement dari tonsil cerebeli masuk ke kanalis servikalis. Tidak
menyebabkan hidrosefalus, hanya memberikan gejala nyeri kepala dan
leher.
b. Tipe 2: Displacement dari vermis serebeli inferior, pons dan medulla ke
dalam kanalis servikalis, menyebabkan progresif hidrosefalus dan
myelomeningokel
c. Tipe 3: PART OF CEREBELLUM AND MEDULLA LIES WITHIN CERVICO
OCCIPITAL MENINGOMYELOCELE
d. Tipe 4: cerebelar hipoplasia
Diagnosis
Gejala Klinis: irritable, poor feed, letargik, muntah, sementara pasien yang
lebih tua sakit kepala, perubahan kepribadian.
Tanda:
a. Makrokrania disertai fontanela anterior yang sangat tegang (wide open
and bulging)
b. Sutura cranium tampak atau teraba melebar
c. Kulit kepala licin mengkilap, tampak vena superficial menonjol.
d. Cracked pot sign: perkusi kepala akan terasa seperti kendi yang rengat
e. Fenomena matahari tenggelam (sun set): tampak kedua bola mata
deviasi ke bawah dan kelopak mata atas tertarik. Fenomena ini
disebabkan karena tekanan yang ditransmisikan ke midbrain tektum.
f. Brisk reflex tendon dan spastic
g. Klonus dan babinsk
Penunjang:
a. X ray
b. USG
c. CT scan
d. MRI
Penatalaksanaan:

101
a. Penanganan sementara: upaya mengurangi cairan pleksus koroid dengan
asetazolamid 100 mg/kgBB/hr atau furosemid, atau upaya meningkatkan
resorbsinya dengan isorbid
b. Penanganan bedah:
1. Koreksi penyebab/malformasi: tumor, stenosis
2. By pass: penetrasi membrane ventrikel III (endoscopic third
ventriculostomy). Dilakukan bagi kasus stenosis akuaduktus atau
gangguan aliran fosa posterior (termasuk tumor fosa posterior). Cara
endoskopik memasukkan melalui burrhole koronal (2-3 cm dari garis
tengah) ke dalam ventrikel lateral, kemudian melalui foramen Monroe
masuk ke dalam ventrikel III.
3. Shunting: Ventrikel ke: peritoneum, atrium kanan, pleura atau
lumboperitoneal shunt

Tumor Otak

Gejala non spesifik:


a. Nyeri kepala yang kronik dan progresif
b. Muntah2 proyektil akibat peningkatan TIK
c. Edema papil
d. Epilepsi/kejang
e. Gangguan endokrin
Simptom fokal:
a. Simptom fokal dari tumor di lobus frontalis
o Gangguan mental berupa perubahan tingkah laku, euforia
o Afasia motorik bila mengenai area Broca
o Grasp refleks
o Pada stadium lanjut bisa terjadi anosmia, gangguan visual, gangguan
keseimbangan, gangguan gerakan bola mata, dan edema papil.
b. Simptom fokal dari tumor di daerah presentralis
o Kejang fokal pada sisi kontralateral
o Kelumpuhan motorik bila terjadi destruksi atau penekanan oleh tumor
terhadap jalur kortikospinal
c. Simptom fokal dari tumor di lobus temporalis
o Halusinasi pembauan dan pengecapan disertai gerakan bibir dan lidah bila
berada di daerah unkus
o Gangguan kesadaran sesaat, gangguan emosi berupa rasa takut/panik bila
mengenai lobus temporalis bagian medial
o Berkurangnya pendengaran bila mengenai korteks bagian belakang
o Afasia sensorik bila mengenai area Wernicke
o Keadaan lanjut terjadi kelumpuhan anggota badan sisi kontralateral
o Dilatasi pupil sesisi yang menetap atau menghilangnya refleks kornea bila
telah terjadi herniasi dan penekanan batang otak
d. Simptom fokal dari tumor di lobus parietalis
o Berbagai bentuk gangguan sensorik
o Lesi iritatif menimbulkan gajala parestesi (rasa tebal, kesemutan)
o Lesi destruksi menyebabkan hilangnya berbagai bentuk sensasi
o Astereognosis dan gangguan diskriminasi terhadap rangsang taktil
o Hiperestesi bila tumornya tumbuh ke arah lebih dalam
o Gangguan penglihatan sebagian
e. Simptom fokal dari tumor di lobus oksipitalis
o Gejala awal terutama nyeri kepala
o Defek lapangan penglihatan sebagian

102
o Lesi di hemisfer dominan terjadi visual objek agnosia, kadang-kadang tidak
mengenal warna dan prosopagnosia
f. Simptom fokal dari tumor di daerah pons dan medula oblongata
o Gejala fokal permulaan berupa paresis nervus VI unilateral
o Nyeri kepala dan vertigo
o Hemiparesis alternans
g. Simptom fokal dari tumor di serebelum
o Biasanya pada anak-anak sehingga gejala awal yang menonjol adalah
hidrosefalus, gangguan keseimbangan, nistagmus ke arah lesi, dan ataksia
anggota badan sebelah sisi lesi
Klasifikasi tumor berdasarkan sumber:
a. Tumor primer: bisa berasal dari jaringan otak, meningen, hipofisis, selaput
myelin.
1. Tumor ganas: Glioma (astrositoma, oligodendriglioma), germ cell tumor
2. Tumor jinak: meningioma, neurinoma (schwannoma), adenoma
pituitary
b. Tumor sekunder (metastase): laki2 paling sering dari paru-paru dan
perempuan dari payudara.
Klasifikasi tumor berdasarkan lokasi:
a. Tumor supra tentorial
1. Hemisfer otak: Glioma (Glioblastoma multiforme,Astrositoma,
Oligodenroglioma), Meningioma,Tumor metastase
2. Tumor struktur median : Adenoma hipofisis , Tumor glandula pinealis,
Kraniofaringioma
b. Tumor Infratentoral: Schwannoma akustikus, Tumor metastasis,
Menigioma, Hemangioblastomas
c. Tumor medula spinalis
1. Ekstradural : Metastasis
2. Intradural Ekstramedular : - meningioma, neurofibroma
3. Intradural Intramedular
: - ependimoma, astrosito
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
a. RO Toraks ( metastase )
b. Skull (Kalsifikasi, Lesi Osteolitik, Erosi Klinoideus Posterior, Tanda TIK
Bayi ( Diastasis ))
c. CT Scan
Sensitivitas CT untuk mendeteksi dini massa intrakranial khususnya
neoplasma cukup tinggi (80-98%). CT lebih sensitif dalam mendeteksi
kalsifikasi, merupakan pemeriksaan invasif dan dapat mendeteksi kelainan
sebesar 4 mm.
d. MRI
Terutama untuk tumor-tumor di daerah fossa posterior, karena CT Scan
sukar mendiagnosis tumor otak akibat banyaknya artefak, sekalipun
dengan kontras. Dengan MRI, suatu tumor dapat dengan jelas
tervisualisasi melalui potongan 3 dimensi, sehingga memudahkan untuk
dapat menentukan teknik operasi atau menentukan tumor tersebut tidak
dapat dioperasi mengingat resiko/komplikasi yang akan timbul. Dengan
melihat gambar T1 maupun T2 dapat ditentukan karakteristik suatu tumor
apakah tumor tersebut padat, kistik, ada perdarahan, kalsifikasi, nekrosis,
maupun lemak dan lain-lain.
e. Angiografi
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struktur pembuluh darah.
Adanya tumor dapat diketahui dari :
o Terjadinya displacement pembuluh darah karena pendesakan oleh tumor
o Adanya neovaskularisasi serta pelebaran pembuluh darah pada tumor

103
o Densitas jaringan yang meninggi oleh banyaknya kontras yang masuk
pada tumor dibanding daerah otak normal atau yang disebut tumor
staining
Angiografi saat ini hanya dilakukan untuk membedakan antara tumor dan
kelainan vaskuler, bila CT Scan meragukan, atau untuk pemeriksaan
tambahan untuk melihat hubungan tumor dengan pembuluh darah
sekitarnya. Bila perlu untuk tumor otak yang sangat vaskuler dapat
dilakukan embolisasi prabedah sehingga operasi pengangkatan tumornya
menjadi lebih mudah.
PENATALAKSANAAN
Di negara maju penderita tumor otak umumnya sudah terdeteksi lebih dini,
tumor relatif masih kecil dan datang dalam keadaan sadar baik. Sebaliknya di
negara berkembang tidak jarang penderita datang dalam keadaan tidak sadar,
sudah terjadi impending herniation atau bahkan herniasi sudah terjadi. Pada
kasus seperti ini tindakan pertama yang dilakukan adalah melakukan dekompresi
interna (terapi hiperosmolar, diuretik, dan kortikosteroid) sebelum melakukan
tindakan definitf (pembedahan).
Pada dasarnya terapi tumor otak adalah :
1. Operasi
2. Terapi radiasi
3. Kemoterapi
OPERASI
Ada 4 indikasi utama dari pembedahan tumor otak yaitu :
1. Diagnosis, 2. Dekompresi, 3. Sitoreduksi, dan 4. Kalau mungkin
menyembuhkan Diagnosis bisa dilakukan dengan biopsi terbuka atau biopsi
sterotaktik. Hasil biopsi jaringan untuk menentukan jenis tumor, gradasinya, dan
menentukan adanya tanda keganasan.
Dekompresi tumor dilakukan apabila edema dan hidrosefalus yang terjadi
mengakibatkan defisit neurologis. Edema yang luas di sekitar tumor kadangkadang sulit dikontrol dengan steroid saja. Tujuan dari surgical decompression
adalah untuk menurunkan tekanan intrakranial, simptomatis, dan mencegah
memberatnya defisit neurologis. Meskipun dekompresi ini tidak merubah hasil
akhir tetapi Life Saving Decompression juga dikerjakan sebagai tindakan
emergensi terutama pada tumor yang terletak di temporal dan fossa posterior
oleh karena kecenderungan terjadinya herniasi uncus dan tonsila cerebeli.
Tindakan ini bisa memperpanjang hidup beberapa bulan.
Sitoreduksi masih konteroversi belum ada penelitian yang jelas mengenai
ekstensifitas reseksi tumor dengan lamanya hidup penderita. Beberapa peneliti
berpendapat bahwa ada hubungan antara sitoreduksi dengan meningkatnya
efektifitas terapi adjuvan oleh karena dengan sitoreduksi berarti berkurangnya
jumlah sel tumor yang diterapi, meningkatnya kinetik sel, mengangkat sel
hipoksik yang radio resisten dan mengangkat sel tumor yang sulit dicapai
dengan kemoterapi.
Penyembuhan atau masa bebas tumor yang lama bisa dilakukan pada reseksi
total dari hemangioblastoma, neurinoma akustik, juvenile astrocitic astrocytoma,
adenoma hipofise, dan meningioma.

104
Keputusan untuk melakukan pembedahan dan reseksi tumor otak berbeda pada
setiap penderita dan pada setiap tumor. Harus dipertimbangkan sebaik-baiknya
keuntungan yang akan didapat oleh penderita dari operasi tersebut dengan
kemungkinan defisit neurologis yang akan terjadi opersai tersebut. Faktor yang
perlu diperhatikan dalam menganalisa untung ruginya tindakan pembedahan
yang dilakukan adalah :
Lokasi tumor adalah faktor utama, misalnya tumor yang letaknya pada kortek
dominan, hipotalamus, batang otak, sinus karvenosus dan tumor otak intrinsik
dari chiasma optikum tidak perlu dilakukan reseksi total. Tumor ganas
mempunyai batas yang tidak jelas dan lebih luas dari pada apa yang terlihat
dengan mata biasa. Bila reseksi total tidak dapat dilaksanakan, maka biasanya
dilakukan pembuangan inkomplit untuk dekompresi. Tindakan ini seringkali
dilaksanakan dengan cara Suction (penyedotan). Untuk tumor di fossa
posterior, dilakukan splitting (pemisahan) korteks serebelum, biasanya vermis
dan dilaksanakan suction untuk membersihkan tumor. Pembedahan pada
meningoma biasanya sulit dilakukan karena sering terjadi perdarahan dan
menyebabkan edema serebral. Pembedahan yang ideal pada tumor hipofisis
dilakukan pengangkatan tumor beserta kapsulnya, namun pada kenyataannya
kapsula tumor dibuka dan tumor dikuret atau disedot. Pembersihan atau
pembuangan tumor ini sering inkomplit, tapi dekompresi chiasma dan nervus
optikus dapat tercapai. Bila tumor menyebabkan hidrosefalus akibat obstruksi
ventrikel III atau akuaduktus maka biasnya dilakukan ventrikulosisternotomy
dengan cara memasang tube dari ventrikel lateral ke sisterna magna.
Ukuran tumor dan jumlah tumor, analisis yang terliti dari pemeriksaan
radiologi bisa memberikan gambaran apakah tumornya infiltratif atau
berdiferensiasi baik sehingga sangat resektabilitas tumor.
Status neurologis preoperatif penderita merupakan faktor yang sangat penting
pada penderita dengan defisit neurologis yang berat oleh karena tumor yang
besar perlu tindakan dekompresi segera. Defisit neurologis oleh karena
pertumbuhan infiltratif dari tumor biasanya permanen dan tidak reversibel
setelah operasi, kecuali kalau kejadiannya baru. Reseksi yang agresif kadangkadang menyebabkan defisit neurologis justru bertambah setelah penderita
dioperasi.
Kalau tumor multipel maka perlu pemeriksaan neurologis klinis yang seksama
untuk menentukan tumor yamg memberikan gejala yang lebih dominan untuk
diangkat terlebih dahulu kalau tidak mungkin mengangkat tumor sekaligus.
Kondisi umum dan umur penderita juga sangat menentukan strategi
penanganan penderita.
Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan bedah antara lain edema otak,
perdarahan, hidrosefalus postoperatif, dan infeksi postoperatif.
TERAPI RADIASI
Pada kasus-kasus yang tidak lagi resektabel atau tidak layak operasi atau pun
menolak operasi maka radioterapi harus berperan sebagai modalitas tunggal.
Kasus ini terjadi pada tumor yang letaknya sentral, pada batang otak, ventrikel
III, dan pada tumor metastatik.
Sebagai terapi kombinasi maka radioterapi pada pengobatan tumor intrakranial

105
dilakukan setelah pembedahan, yakni bertujuan untuk mengeradikasi sisa-sisa
sel tumor yang masih tertinggal baik secara mikroskopik dan bila mungkin juga
untuk tumor yang masih tampak Tindakan adjuvan dilakukan pada astrositoma
multiforme, ependimoma, oligodendroglioma, dan kraniofariongioma.
Radioterapi mulai diberikan 2 minggu postoperasi. Area yang diradiasi dan arah
sinarnya tergantung dari lokasi tumornya. Untuk tumor yang luas dan besar,
dosis radiasi mula-mula diberikan 100 rad 2-3 kali, kemudian disusul 150 rad 2-3
kali, seterusnya dosis harian bisa 200 rad 1 minggu 5 kali atau 300 rad 1 minggu
3 kali. Pemberian radiasi ini dibarengi dengan pemberian kortikosteroid dosis
tinggi yang secara bertahap diturunkan. Hal ini untuk mengurangi edema otak.
Dosis total antara 4000-6300 rad tergantung dari jenis histopatologis sel maupun
luas tumor.
Komplikasi radiasi pada SSP terdiri dari :
o Akut (komplikasi radiasi akut) terjadi pada saat pemberian radiasi. Biasanya
berupa udem dari otak.
o Awal post radiasi (early post irradiation syndrome) terjadi beberapa minggu
sampai 3-4 bulan setelah selesai radiasi. Biasanya berupa demyelinisasi yang
bersifat temporer.
o Late reaction (reaksi lanjut) terjadi 4 bulan setelah selesai radiasi sampai 5
tahun setelah radiasi. Biasanya berupa nekrosis jaringan otak atau infark karena
penutupan pembuluh darah.
KEMOTERAPI
Pada umumnya kemoterapi diberikan pada pasien tumor otak yang inoperabel
dan biasanya dikombinasikan dengan radioterapi. Sitostatika yang mempunyai
respons baik dan memberikan hasil yang baik bila dikombinasikan dengan
radioterapi adalah dari golongan nitrosurea yaitu BCNU dan CCNU yang
merupakan alkylating agents yang berfungsi meningkatkan perbaikan DNA dan
menurunkan transpor ke dalam DNA. Selain obat golongan alkylating agents,
dapat juga digunakan sitostatika lain yang juga dilaporkan cukup bermanfaat
dalam pengobatan tumor otak, seperti : Vincristin, Cyclophosphamid, dan
Methotrexate. Dapat juga dilakukan kombinasi sitostatika untuk mencegah
resistensi.

Você também pode gostar