Você está na página 1de 17

STATUS PASIEN

Identitas Pasien
Nama : Muhammad Fatir
Usia : 8 tahun
Alamat : Jalan Rawasari Timur Rt 12 Rw 05
Agama : Islam
Nama Ibu : Ny. Iis
Tanggal Pemeriksaan : Kamis, 14 April 2016

Alloanamnesis
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan bintil-bintil merah sejak dua minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Klinik Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih dengan keluhan timbul bintil-bintil merah sejak dua minggu yang lalu,
keluhan disertai dengan rasa gatal terutama pada malam hari. Pertama kali bintil-bintil
muncul di leher bagian belakang, kemudian menyebar ke bagian dada, punggung dan ketiak
kanan dan kiri. Rasa gatal timbul terutama saat pasien merasa gerah, dan saat malam hari
sering kali pasien terbagun karena rasa gatal dan perih. Keluhan demam disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu.
Pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
Riwayat asma disangkal
Riwayat penyakit kulit lainnya disangkal.
Riwayat penyakit sistemik disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Dikeluarga tidak ada yang mengalami keluhan seperti pasien
Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien belum pernah datang ke dokter untuk berobat
Riwayat Alergi
Riwayat alergi disangkal
Riwayat Psikososial
Pasien tinggal bersama ibu dan ayah pasien, ventilasi rumah cukup. Lingkungan disekitar
rumah pasien padat penduduk. Pasien suka berlari-larian hingga badannya berkeringat, dan
setelah bermain jarang langsung dimandikan atau pun berganti pakaian.
Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Laju Nadi
Laju Napas
Suhu

: Baik
: Kompos mentis
: tidak diperiksa
: 100 kali per menit, teratur, kuat angkat
: 20 kali per menit
: 36,5C

Status Dermatologis
a. Regio : Glabella
Effloresensi : primer : papul miliar, dasar eritematosa
Sekunder : skuama

b. Regio : coli dan thorakal anterior


Efloresensi : primer : papul miliar, dasar eritematous

Sekunder : skuama kasar

c. Regio : coli dan thorakal posterio


Efloresensi : papul eritematosa, miliar,skuama

d. Regio : axila dextra dan sinistra


Effloresensi : papul miliar, dasar eritematosa

e. Regio : thorakal posterior


Effloresensi : papul eritematosa,vesikel, miliar, diskret,skuama

Pemeriksaan Generalisata
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemi -/-, sklera ikterik -/Leher : pembesaran KGB ( )
Thorax :
Cor

: BJ 1 dan BJ 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/Abdomen

Hepar : tidak teraba


Lien

: tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Ekstremitas : atas : akral hangat, CRT <2 detik


Bawah : akral hangat, CRT <2 detik
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
Resume
Anak laki-laki 8 tahun, dengan keluhan timbul bintil-bintil merah sejak dua minggu yang
lalu, keluhan disertai dengan rasa gatal terutama pada malam hari. Pertama kali bintil-bintil
muncul di leher bagian belakang, kemudian menyebar ke punggung dan ketiak kanan dan
kiri. Rasa gatal timbul terutama saat pasien merasa gerah, dan saat malam hari sering kali
pasien terbagun karena rasa gatal dan perih. Keluhan demam disangkal.
Pasien suka berlari-larian hingga badannya berkeringat, dan setelah bermain jarang langsung
dimandikan atau pun berganti pakaian.
Status dermatologi :
a. Regio : Glabella
Effloresensi : primer : papul miliar, dasar eritematosa
Sekunder : skuama
b. Regio : coli dan thorakal anterior
Efloresensi : primer : papul miliar, dasar eritematous
Sekunder : skuama kasar
c. Regio : coli dan thorakal posterio
Efloresensi : papul eritematosa, miliar,skuama
d. Regio : axila dextra dan sinistra
Effloresensi : papul miliar, dasar eritematosa
e. Regio : thorakal posterior
Effloresensi : papul eritematosa,vesikel, miliar, diskret,skuama

DIAGNOSIS
Diagnosis banding
Miliaria Rubra
Folikulitis
Diagnosis kerja
Miliaria Rubra

Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa :
-

Mengontrol kelembaban serta membatasi aktvitas


Memakai pakaian yang longgar dan menyerap keringat

Medikamentosa :
Topikal :
-

Berikan krim atau losio klorheksidin dengan atau tanpa asidum salisilikum 1% 3x

sehari.
Topical korticosteroid : Betametason 0,1% 2x sehari selama3 hari.

MILIARIA

I.

Definisi
Miliaria adalah kelainan kulit berupa erupsi papulovesikuler multiple
nonfolikular 1-3 mm yang disebabkan oleh keluarnya keringat ekrin ke epidermis atau
dermis akibat pecahnya duktus kelenjar keringat ekrin yang tersumbat. (1) Retensi dari
kelenjar keringat ini merupakan dampak dari oklusi ductus keringat ekrin,

mengakibatkan erupsi yang biasanya terjadi saat cuaca panas, iklim yang lembab,
seperti pada daerah tropis dan selama musim panas.(2)
Miliaria terjadi sebagai akibat dari gangguan integritas saluran kelenjar
keringat dan sekresi keringat ke lapisan epidermis. Paparan sinar ultraviolet, adanya
orgaanisme di kulit, dan episode berkeringat yang berulang mendukung faktor-faktor
ini. Berdasarkan gambaran klinis dan temuan histopatologis, miliaria dibedakan
menjadi 4 kelas : miliaria kristalina, miliaria rubra, miliaria pustulosa, dan miliaria
profunda.(4) Miliaria juga dikenal dengan sebutan biang keringat, keringat buntet, liken
tropikus, atau prickle heat.(2)
II.

Epidemiologi
Miliaria umum terjadi pada bayi pada minggu pertama kehidupannya dimana
saat ini bayi sedang beradaptasi dengan lingkungannya, dan pada segala usia pada
suhu yang panas, berkeringat berlebihan, terjadi sumbatan pada kelenjar keringat atau
kombinasi faktor-faktor ini.(5)
Miliaria terjadi pada individu dari semua ras, meskipun beberapa studi
menunjukan bahwa orang Asia yang memproduksi keringat lebih sedikit
dibandingkan kulit putih kurang cenderung memiliki miliaria rubra. Predileksi jenis
kelamin umumnya sama. Miliaria rubra dan miliaria kristalina dapat terjadi pada
segala usia. Tetapi yang paling umum pada bayi. Data terbaik tentang kejadian
miliaria pada bayi baru lahir adalah dari survei jepang lebih dari 5000 bayi, survey ini
mengungkapkan bahwa miliaria kristalina ditemukan pada 4,5%

dari neonatus

dengan usia rata-rata 1 minggu. Miliaria rubra muncul 4% pada neonatus, dengan usia
rata-rata 11-14 hari. Sebuah studi survei 2006 dari Iran menemukan angka kejadian
miliaria dari 1,3 % pada bayi baru lahir.

Dan sebuah survei pasien anak di

Norheastren India memperlihatkan kejadian miliaria 1,6%. Miliaria profunda lebih


sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada bayi dan anak-anak. Di seluruh
dunia, miliaria paling banyak di lingkungan tropis, utamanya orang-orang yang baru
saja pindah dari lingkungan tropis yang temperaturnya lebih panas. Miliaria telah
menjadi masalah penting bagi personil tentara Amerika dan Eropa yang bertugas di
Asia Tenggara dan Pasifik.(5)
III.

Etiologi

Tiga bentuk miliaria (miliaria kristalina/sudamina, miliaria rubra/prickly heat,


dan miliaria profunda) terjadi akibat dari baik oleh adanya obliterasi ataupun oleh
adanya gangguan pada saluran kelenjar keringat. Tipe miliaria ini berbeda dalam
bentuk gejala klinis akibat adanya perbedaan level dimana letak obliterasi ini terjadi,
meskipun beberapa penulis meyakini bahwa adanya gangguan pada ductus kelenjar
keringat ini lebih memegang peranan penting dibandingkan dengan tingkat
obliterasinya. Pada miliari kristalina, obstruksi yang terjadi sangat superficial pada
stratum corneum dan vesikel terletak pada subcorneum. Pada miliaria rubra,
perubahan lebih lanjut yang terjadi termasuk keratinisasi dari bagian intraepidermal
dari saluran kelenjar keringat, dengan adanya kebocoran dan pembentukan vesikel di
sekitar saluran. Sedangkan pada miliari profunda, terdapat ruptur pada saluran
kelenjar keringat pada tingkat atau dibawah dermal-epidermal junction.(6)
IV.

Etiopatogenesis
Telah diakui oleh banyak peneliti bahwa blok mekanik oleh keratotik-plug dari
maserasi stratum korneum akibat keringat yang berlebihan, sebagai patofisiologi
primer. Dobson dan Lobitz (1957) mengatakan bahwa materi keratotik-plug yang
merupakan penyebab primer didalam akrosiringium kelenjar ekrin tersebut
menunjukkan Periodic Acid-Schiff (PAS) yang positif dan diastase resisten yang
berasal dari Coli Secretory kelenjar ekrin. Peneliti lain, Unna (1896) dan Acton (1926)
membuat hipotesis yang mengatakan bahwa miliaria adalah infeksius, karena adanya
peran bakteri kulit sebagai agen penyebab menurut pernyataan OBrien (1950). Satu
study menunjukkan individu dengan miliaria atau hidrasi yang berlebihan pada
stratum korneumnya mempunyai densitas organisme residen tiga kali lebih banyak
dan menurut Holzle dan Kligman (1978) terutama stafilokokus koagulase negatif.(1)
Dengan adanya temuan-temua tersebut, dibuat postulasi bahwa stafilokkokus
epidermidis menghasilkan material PAS-positive extracellular polysaccharide
substance (EPS) yang memblok duktus atau stafilokokus epidermidis mengeluarkan
toksin yang merusak duktus kelenjar ekrin dan epitel kelenjar ekrin mengeluarkan
materi glikoprotein yang PAS-positive dan memblok duktus. Bila kondisi lembab dan
panas atau aktivitas berlebihan, akan merangsang kelenjar terus menghasilkan
keringat yang berlebihan, akan merangsang kelenjar terus menghasilkan keringat yang

berlebihan.akan tetapi, adanya ductal blockage menyebabkan keringat keluar dari


duktus ke epidermis atau dermis, dan menyebabkan proses inflamasi.(1)

Patogenesisnya belum diketahui pasti, terdapat 2 pendapat. Pendapat pertama


mengatakan primer, banyak keringat dan perubahan kualitatif, penyebabnya adanya
sumbatan keratin pada muara kelenjar keringat dan perforasi sekunder pada
bendungan keringat di epidermis.(1)
Jika kondisi lembab dan panas tetap bertahan, individu terus memproduksi
keringat secara berlebihan tetapi tidak dapat mengeluarkan keringat kepermukaan
kulit karena adanya penyumbatan duktus. Hasil penyumbatan ini adalah terjadinya
kebocoran saluran kelenjar keringat yang menuju ke permukaan kulit, baik dalam
dermis maupun epidermis dengan anhidrosis relatif. Ketika titik kebocoran terletak
pada stratum corneum atau tepat dibawahnya, seperti miliaria kristalina, peradangan
kecil yang akan muncul, dan lesinya akan asimptomatik. Sebaliknya, di miliaria rubra,
yang kebocoran keringat ke dalam lapisan subcorneal menghasilkan vesikel
spongiotik dan infiltrat sel radang periductal kronis pada lapisan papillare dermis dan
epidermis bagian bawah. Pada

miliaria profunda, keluarnya keringat ke lapisan

papillare dermis menghasikan infiltrat limfositik periductal dan spongiosis saluran


intra-epidermal.(5)
Pendapat kedua mengatakan bahwa primer kadar garam yang tinggi pada
kulit menyebabkan spongiosis dan sekunder terjadi pada muara kelenjar keringat.
Staphylococcus diduga juga mempunyai peranan.(1) Miliaria juga dihubungkan dengan
pseudohypoaldosteronisme, meskipun agak jarang. Kadar garam yang tinggi pada
keringat dapat memicu kerusakan saluran ekrin, yang akan menyebabkan lesi yang
mirip dengan lesi pada miliaria rubra.(6) Bakteri yang mendiami permukaan kulit,
seperti Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus, diperkirakan
memainkan peran dalam patogenesis miliaria. Dalam miliaria tahap akhir, terdapat
hiperkeratosis dan parakeratosis dari acrosyringium. Sumbat hiperkeratotik mungkin
muncul dan menghalangi saluran ekrin, tapi hal ini sekarang diyakini sebagai tahap
akhir dan bukan penyebab atau pencetus dari oklusi.(5)
V.

Diagnosis

1. Gejala Klinis
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan tambahan, umumnya disertai rasa
gatal, terutama ada bagian tubuh yang tertutup pakaian. Penyakit ini diklasifikasikan
sebagai berikut :

a. Miliaria kristalina
Pada miliaria kristalina, oklusi dari saluran ekrin pada permukaan kulit
menyebabkan andanya akumulasi dari keringat dibawah permukaan stratum
corneum.(7) Vesikel bersifat jernih, berdinding tipis, dengan ukuran 1-2 mm, dan
tanpa adanya area inflamasi, umumnya asimptomatik. Vesikel ini kemudian akan
ruptur, dan diikuti dengan deskuamasi superficial. (6) Vesikel berisi keringat ini
terletak dekat dengan permukaan kulit dan tampak seperti tetesan embun yang
jernih. Tidak tampak eritem atau hanya sedikit, dan lesinya bersifat asimptomatik.
Vesikel dapat muncul sedikit atau berkelompok dan paling sering menyerang
balita, orang dengan tirah baring, atau orang yang sedang kepanasan.(7)

Gambar 1 : miliaria kristalina (dikutip dar kepustakaan 2)


b. Miliaria rubra
Miliaria rubra (pricky heat) terjadi akibat obstruksi pada kelenjar keringat yang
menuju di epidermis dan dermis bagia atas, menyebabkan munculnya papul
inflamasi yang gatal disekitar pori-pori. Miliaria rubra sering pada anak-anak dan
orang dewasa setelah episode berkeringat yang berulang dalam keadaan yang
panas dan lembab. Erupsi ini biasanya mereda dalam sehari setelah pasien berada
pada lingkunga yang lebih dingin. Beberapa kasus dari miliari rubra akan
membentuk pus, yang akan menjadi miliari pustulosa.(3) lesi miliaria rubra ini

muncul sebagai lesi yang khas, sangat gatal, berbentul papulovesikel eritematous
yang disertai dengan rasa seperti tertusuk-tusuk, terbakar, atau kesemutan.(2)

Gambar 2 : Miliaria rubra (dikutip dari kepustakaan 2 dan 6)


c. Miliaria profunda
Bentuk ini hampir selalu mengikuti serangan berulang dari miliaria rubra, dan
tidak lazim ditemukan kecuali pada daerah-daerah tropis. Lesinya pada umumnya
mudah terlewatkan dalam pemeriksaan. Kulit yang terkena pada umumnya
muncul dengan papul pucat dan solid dengan ukuran 1-3 mm, khususnya pada
batang tubuh, dan kadang-kadang pada anggota gerak. Tidak ada rasa gatal
ataupun rasa tidak nyaman pada lesi kulit.(6) Miliaria profunda terjadi ketika
keringat merembes ke lapisan dermis yang lebih dalam. Selama paparan panas
yang intens atau setelah injeksi lokal agen kolinergik, kulit yang terkena dapat
tertutupi dengan papul yang berwarna daging yang multipel. Adanya oklusi
saluran ini dalam tingkatan yang bervariasi merupakan penyebab miliaria.(3)

Gambar 3 : Miliaria profunda (dikutip dari kepustakaan 7)


d. Miliaria pustulosa

Miliaria pustulosa didahului oleh dermatitis lain yang telah menyebabkan jejas,
destruksi, atau bloking pada saluran keringat. pustul gatal ini paling sering terletak
pada area intertriginosa, permukaan flexor ekstremitas, scrotum, dan punggung
pasien dengan tirah baring. Dermatits kontak, lichen simplex kronis, dan intertrigo
sering dihubungkan dengan miliaria pustulosa, meskipun miliaria terjadi beberapa
minggu setelah adanya penyakit-penyakit ini. Episode yang rekuren mungkin
sebagai tanda adanya pseudohipoaldosteronisme tipe I.(2)

Gambar 4 : Miliaria pustulosa (dikutip dari kepustakaan 2)

2. Pemeriksaan Fisis Dermatologi (8)


a. Lesi primer
Lesi histologis primer awal pada miliaria yaitu vesikel intraepidermal kristalin
yang berkembang menjadi papul eritem kecil dengan oklusi. Pustul dapat
terbentuk kemudian.
b. Lesi sekunder
Infeksi sekunder dapat menyebabkan impetiginiasi
c. Distribusi lesi
Distribusi mikro
Periporal (mengelilingi orificium saluran keringat)
Distribusi makro
Papul periporal dalam jumlah besar muncul secara simetris pada area batang
tubuh, dan intertriginosa. Area wajah, lengan, telapak tangan, dan telapak kaki
tidak ditemukan.

Gambar 5 : Mikrodistribusi miliaria (dikutip dari kepustakaan 8)


3. Gambaran histopatologi
Pada miliaria kristalina vesikel intrakorneal atau subkorneal tanpa sel-sel inflamasi
disekitarnya, obstruksi saluran ekrin dapat diamati dalam stratum korneum. Pada
miliaria rubra, spongiosis dan vesikel spongiotik yang diamati dalam stratum
malphigi, berkaitan dengan saluran keringat ekrin, tampak peradangan periduktal.
Pada lesi awal miliaria profunda, infiltrat periductal limfositik ini terdapat dalam
papillare dermis dan epidermis bagian bawah. Eosinofilik resisten diastase Periodic
Acid Schiff (PAS) positif dapat dilihat dalam lumen duktus. Pada lesi tingkat lanjut,
sel-sel inflamasi mungkin ada pada dermis bagian bawah, dan limfosit memasuki
saluran ekrin. Spongiosis dari epidermis sekitarnya dan hiperkeratosis parakeratotic
dari acrosyringium yang dapat diamati.(5)
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada miliaria kristalina pemeriksaan sitologi dari isi vesikuler gagal untuk
menemukan sel-sel inflamasi atau sel raksasa berinti (seperti yang diharapkan pada
herpes vesikel). Pada miliaria pustulosa pemeriksaan sitologi isi pus menunjukan selsel inflamasi. Tidak seperti eritema toxicum neonatorum, eosinofil tidak menonjol.
Pewarnaan Gram dapat mengungkapkan adanya coccus Gram positif (misalnya
staphylococcus).(5)
VI.

Diagnosis banding
1. Folikulitis
Folikulitis adalah infeksi bakteri lokal pada satu folikel rambut. Disertai dengan
pustule dan eritema. Folikulitis pada wajah dikenal sebagai Acne vulgaris. Pada tahap
lanjut menjadi furunkel atau karbunkel. Lesi pada kulit bisa terjadi krusta dalam
beberapa hari dan kambuh tanpa skar pada kebanyakkan kasus.(3)

Gambar 6 : Staphylococcal folliculitis (dikutip dari kepustakaan 3)


VII.

Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada miliaria adalah infeksi sekunder dan heat
intolerance. Infeksi sekunder sebagai impetigo atau abses multipel yang diskret.
Umumnya, heat intolerance berkembang pada pasien dengan miliaria profunda dan
dalam bentuk berat yang dikenal sebagai tropical anhydrotic asthenia.

VIII. Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan Umum
Tujuan pengobatan pada miliaria adalah menghilangkan gejala dan mencegah
terjadinya hiperpireksia dan gejala heat exhaustion. Dengan demikian, harus
menghindari hal-hal yang menyebabkan tersumbatnya muara kelenjar keringat ekrin.
Misalnya, mengontrol panas dan kelmbaban serta pembatasan aktivitas terutama pada
udara panas sehingga tidak merangsang keluarnya keringat, regular showering,
memakai pakaian yang longgar atau pakaian tipis yang menyerap keringat. Berada di
lingkungan yang dingin agar tidak merangsang timbulnya keringat yang berlebihan
dan menghindari pemakaian obat topical dengan heavy cream atau powder. Dapat
diberi losio yang mengandung kalamin,asam superabsorbent disposible diaper yang
2.

mengandung gel absorbent.(1)


Terapi Topikal
Penanganan yang dapat dipertimbangkan untuk mempercepat resolusi miliaria adalah
dengan lubrikasi epidermal. Penggunaan lubrikan OCT yang mengandung urea dan hydroxy acid. Penggunaan topikal Lanolin Anhidrose juga dilaporkan bermanfaat. (8)
Lanolin Anhidrose meringankan penyumbatan pori-pori dan dapat membantu sekresi
keringat yang normal. Oinment hidrofilik juga membantu dalam mengurangi
sumbatan keratinosa dan membantu memperlancar aliran sekresi keringat.(2) Beberapa
data mengungkapkan penggunaan sabun antibakteri juga dapat menguntungkan, dan

pada kasus-kasus refrakter, penggunaan intermitten sabun atau losion Benzoil


Peroxida juga dapat membantu.(8) Losion Kalamine juga mungkin bermanfaat untuk
mengurangi rasa tidak nyaman, tetapi karena efek mengeringkannya, emolien lunak
seperti krim minyak dapat mencegah timbulnya kerusakan epidermis yang lebih
lanjut.(6)
3. Terapi Sistemik
Antibiotik sistemik sebaiknya digunakan ketika ada bukti yang jelas adanya infeksi
sekunder. Penggunaan antibiotik harus berdasarkan kultur dan sensitivitasnya. Obat
ini tidak berefek pada proses primer dan tidak dibutuhkan untuk penanganan pada
kasus miliaria saja. Terapi awal sebaiknya yang berkenaan dengan spektrum
sensitivitas S. epidermidis dan antibiotik yang dipilih harus dapat mencapai kelenjar
keringan dan permukaan kulit.(8) Jika tidak ada sepsis sekunder yang luas, efek dari
antibiotik topikal atau sistemik ataupun obat-obatan antibakterial lainnya dalam
penanganan miliaria mengecewakan, namun terdapat beberapa aturan dalam
penggunaan profilaksis. Asam Askorbat oral 500 mg dua kali sehari dapat
menurunkan derajat keparahan miliaria dan derajat anhidrosis pada penyakit yang
akan muncul kemudian. Isotretinoin juga dilaporkan dapat membantu pada kasus
miliari profunda yang sulit.(6)
IX.

Prognosis
Kebanyakan pasien sembuh dalam hitungan minggu, setelah mereka pindah ke

lingkungan yang dingin.(5)

DAFTAR PUSTAKA

Pusponegoro, H.D. Miliaria. In : Sri Linuwih SW Menaldi,editor. Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. Ed 7. Jakarta. FK UI : 2015.p.325-7


Natahusada, E.C. Miliaria. In: Prof.Dr.dr.Adi Djuanda, editor. Ilmu penyakit kulit dan

kelamin. Ed 6. Jakarta. FK UI; 2010.p.276-77


William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Dermatoses Resulting From Physical Factors. In:
Sue Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews Disease of the skin: Clinical Dermatology.

10th ed. Canada : Saunders Elsevier; 2006.


p. 23-24
Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Disorders Affecting the Sweat Glands : Miliaria In:
Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks dermatology

in general medicine. 7th ed. United state of America. McGraw-Hill; 2008. p. 730
Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Disorders of Sweat Glands : Miliaria. In Thieme Clinical

Companions Dermatology: Thieme New York; 2006. p. 528


Levin NA. Dermatologic Manifestations of Miliaria Clinical Presentation. Medscape ref.

2012.
Coulson IH. Disorders of Sweat Glands. In: Rooks textbook of dermatology. 8th ed.
United kingdom. Willey-blackwell; 2010. p. 44.15-44.16.

Habif TP. Acne, Rosacea, and Related Disorder. In: Habif TP, editor. A Clinical
Dermatology : a color guide to diagnosis and therapy. 4th ed. London. Mosby; 2004. p.
205.

Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Miliaria Rubra (Prickly Heat). In: Trozak DJ,
Tennenhouse JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care; An Illustrated Guide:
Humana Press; 2006. p. 101-103

Você também pode gostar