Você está na página 1de 20

TEORI BELAJAR

PEMBELAJARAN
Model-model Pembelajaran

Disusun Oleh:
Astri Apriliani
Bening Puspa Dewi
Cahya Darmanto
Dina Anifersari
Eka Melinda K.

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat dan KaruniaNya, paper ini dapat diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya.Tujuan dari
penulisan paper ini adalah sebagai salah satu pemenuhan tugas Mata Kuliah Teori Belajar
Pembelajaran.
Kami selaku tim penyusun mengucapkan terimakasih kepada Ibu Desnita selaku
dosen Mata Kuliah bersangkutan. Juga teman-teman kelas Pendidikan Fisika Reguler yang
turut mendukung penulisan paper ini.
Kami berharap tulisan ini dapat bermanfaat untuk para pembaca terumata Mahasiswa
dalam memahami model-model pembelajaran yang dapatditerapkan dalam proses
pembelajaran.
Kami menyadari dalam penulisan paper ini masih belum dapat dikatakan baik, untuk
itu kritik dan saran dari pembaca sangat dibutuhkan untuk kemajuan dalam penulisan paper
berikutnya.

Jakarta, Desember 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembelajaran biasanya didefinisikan sebagai perubahan dalam diri seseorang
yang disebabkan oleh pengalaman. Pembelajaran meliputi upaya memperoleh
kemampuan yang bukan merupakan bawaan lahir. Pembelajaran bergantung pada
pengalaman, termasuk umpan balik dari lingkungan.
Di era sekarang ini, pembelajaran atau dapat ditemukan dengan mudah dalam
bentuk informal dan formal, dalam pembahasan paper ini akan menjelaskan
bagaimana pembelajaran atau proses pembelajaran di dapat secara formal atau di
sekolah oleh pendidik atau guru sebagai orang yang mengambil peran penting dalam
terjadinya proses pembelajaran.
Peran pendidik bukan sekedar mengajar di dalam kelas dengan materi-materi
tertentu untuk dipahami oleh setiap peserta didik. Tetapi lebih dari itu, pendidik
memiliki peran khusus juga sebagai orang tua bagi setiap anak yang dididiknya.
Pendidik harus memahami bagaimana ia dapat membuat peserta didik nyaman
dalam proses pembelajaran di sekolah. Untuk itu pendidik ditutut harus memahami
setiap model pembelajaran yang nantinya akan digunakan untuk setiap proses
pembelajaran yang berlangsung. Karena dari pemahaman guru akan model-model
pembelajaran, diharapkan ini dapat diterapkan untuk setiap momen saat belajar
dengan menyesuaikannya dengan gaya belajar siswa masing-masing.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja dan bagimana konsep dari pembelajaran yang dimaksud?
2. Bagaimana ciri dari model-model pembelajaran tersebut?
3. Bagaimana peran pendidik saat diterapkannya model pembelajaran yang
dimaksud?
C. Tujuan
1. Mengetahui model-model pembelajaran serta konsep dari model pembelajaran
yang dimaksud
2. Memahami perbedaaan dari tiap model pembelajaran
3. Memahami kelebihan dan kekurangan dari tiap-tiap model pembelajaran
4. Memahami peran pendidik dalam setiap model pembelajaran

BAB II
PEMBAHASAN

A. MODEL PEMBELAJARAN PARTISIPATIF/SOSIAL


Model pembelajaran sosial atau partisipatif merupakan pendekatan pembelajaran yang
dapat digunakan di kelas dengan melibatkan peserta didik secara penuh (student center)
sehingga peserta didik memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan, peserta dapat
melatih kemandirian, peserta didik dapat belajar dari lingkungan kehidupannya.
1. Konsep Pembelajaran Partisipatif
Pembelajaran partisipatif pada intinya dapat diartikan sebagai upaya pendidik untuk
mengikut sertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran yaitu dalam tahap
perencanaan program, pelaksanaan program dan penilaian program.
Partisipasi pada tahap perencanaan adalah keterlibatan peserta didik dalam kegiatan
mengidentifikasi kebutuhan belajar, permasalahan, sumber-sumber atau potensi yang
tersedia dan kemungkinan hambatan dalam pembelajaran.
Partisipasi dalam tahap pelaksanaan program kegiatan pembelajaran adalah
keterlibatan peserta didik dalam menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar. Dimana
salah satu iklim yang kondusif untuk kegiatan belajar adalah pembinaan hubungan
antara peserta didik, dan antara peserta didik dengan pendidik sehingga tercipta
hubungan kemanusiaan yang terbuka, akrab, terarah, saling menghargai, saling
membantu dan saling belajar.
Partisipasi dalam tahap penilaian program pembelajaran adalah keterlibatan peserta
didik dalam penilaian pelaksanaan pembelajaran maupun untuk penilaian program
pembelajaran. Penilaian pelaksanaan pembelajaran mencakup penilaian terhadap proses,
hasil dan dampak pembelajaran.

2. Ciri-ciri Pembelajaran Partisipatif


Berdasarkan

pada

pengertian

pembelajaran

partisipatif

yaitu

upaya

untuk

mengikutsertakan peserta didik dalam pembelajaran, maka ciri-ciri dalam kegiatan


pembelajaran partisipatif adalah :
a. Pendidik menempatkan diri pada kedudukan tidak serba mengetahui terhadap
semua bahan ajar.

b. Pendidik memainkan peran untuk membantu peserta didik dalam melakukan


kegiatan pembelajaran.
c. Pendidik melakukan motivasi terhadap peserta didik untuk berpartisipasi
dalam pembelajaran.
d. Pendidik menempatkan dirinya sebagai peserta didik.
e. Pendidik bersama peserta didik saling belajar.
f. Pendidik membantu peserta didik untuk menciptakan situasi belajar yang
kondusif.
g. Pendidik mengembangkan kegiatan pembelajaran kelompok.
h. Pendidik mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat berprestasi.
i. Pendidik mendorong peserta didik untuk berupaya memecahkan permasalahan
yang dihadapi dalam kehidupannya.

3. Peran Pendidik dalam Proses Pembelajaran


Peran pendidik dalam pembelajaran partisipatif lebih banyak berperan sebagai
pembimbing dan pendorong bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan pembelajaran
sehingga mempengaruhi terhadap intensitas peranan peserta didik dalam pembelajaran.
Pada awal pembelajaran intensitas peran pendidik sangat tinggi yaitu untuk
menyajikan berbagai informasi bahan belajar, memberi motivasi serta memberi
bimbingan kepada peserta dalam melakukan pembelajaran, tetapi makin lama makin
menurun intensitas perannya digantikan oleh peran yang sangat tinggi dari peserta didik
untuk berpartisipasi dalam pembelajaran secara maksimal.
Langkah-langkah yang harus ditempuh oleh pendidik dalam membantu peserta didik
untuk mengembangkan kagiatan pembelajaran adalah sebagai berikut :
a.

Membantu peserta didik dalam menciptakan iklim belajar.

b.

Membantu peserta didik dalam menyusun kelompok belajar.

c.

Membantu peserta didik dalam mendiagnosa kebutuhan pelajar.

d.

Membantu peserta didik dalam menyusun tujuan belajar.

e.

Membantu peserta didik dalam merangcang pengalaman belajar.

f.

Membantu peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

g.

Membantu peserta didik dalam penilaian hasil, proses dan pengaruh kegiatan

pembelajaran.

B. MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL/PEMROSESAN INFORMASI

1. Konsep Pendekatan Pembelajaran Kontekstual


Pendekatan pembelajaran kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan
pemikiran tentang belajar dilihat dari proses transfer belajar, lingkungan belajar. Dilihat dari
proses, belajar tidak hanya sekedar menghapal. Dari transfer belajar, siswa belajar dari
mengalami sendiri, bukan pemberian dari orang lain. Dan dilihat dari lingkungan belajar,
bahwa belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa.
Pembelajaran kontekstual (contextual learning) merupakan upaya pendidik untuk
menghubungkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik,
dan mendorong peserta didik melakukan hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dalam penerapan pembelajaran kontekstual tidak lepas dari landasan filosofisnya,
yaitu aliran konstruktivisme. Aliran ini melihat pengalaman langsung peserta didik (direct
experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran.

2. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual


Ciri khusus dari model pembelajaran ini adalah dengan adanya peranan pendekatan
kontekstual di kelas berdasarkan komponen-komponen yang dimilikinya, yaitu :
a. Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pembelajaran kontekstual, yaitu
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia didalam dirinya sedikit demi sedikit,
yang hasilnya dapat diperluas melalui konteks yang terbatas.
b. Pencairan (inquiry)
Menemukan merupakan inti dari pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa merupakan hasil dari penemuan siswa itu
sendiri.
c. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan awal pengetahuan yang dimiliki seseorang. Bagi siswa
kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran
yang berbasis inquiriy, yaitu untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa
yang sudah diketahui, dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahui.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)


Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
dari kerjasama dengan orang lain. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada
komunikasi dua arah atau lebih, yaitu antara siswa dengan siswa atau antara siswa
dengan pendidik apabila diperlukan atau komunikasi antara kelompok.
e. Pemodelan (Modeling)
Model dapat dirancang dengan melibatkan guru, siswa atau didatangkan dari
luar sesuai dengan kebutuhan. Dengan pemodelan, siswa dapat mengamati
berbagai tindakan yang dilakukan oleh model tersebut.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang sesuatu yang sudah dipelajari. Realisasi
dari refleksi dalam pembelajaran dapat berupa :
Pernyataan langsung tentang sesuatu yang sudah diperoleh siswa.
Kesan dan pesan atau saran siswa tentang pembelajaran yang sudah
diterimanya.
Hasil karya.
g. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Assessment merupakan proses pengumpulan data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar siswa. Assessment menekankan pada proses
pembelajaran maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata
yang dikerjakan pada saat melakukan proses pembelajaran.
Karakteristik authentic assessment, yaitu :
Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung,
Dapat digunakan untuk formatif maupun sumatif,
Yang diukur adalah keterampilan dan penampilan bukan mengingat fakta,
Berkesinambungan,
Terintegrasi, dan
Dapat digunakan sebagai feed back.

Ciri lainnya dari model pembelajaran ini adalah dengan adanya perbedaan dengan
model pembelajaran yang bersifat konvensional,

Tabel

karakteristik/perbedaan

antara

model

pembelajaran

kontekstual

dan

konvensional dalam penerapannya di kelas:

Model Pembelajaran Kontekstual

Model Pembelajaran Konvensional

Siswa secara aktif terlibat dalam proses Siswa adalah penerima informasi.
pembelajaran.
Siswa belajar dari teman melalui kerja Siswa
kelompok, diskusi, saling mengoreksi.
Pembelajaran

dihubungkan

cenderung

belajar

secara

individual.

dengan Pembelajaran cenderung abstrak dan

kehidupan nyata atau masalah.

teoritis.

Perilaku dibangun atas kesadaran diri

Perilaku dibangun atas kebiasaan.

Keterampilan dikembangkan atas dasar Keterampilan dikembangkan atas dasar


pemahaman.

latihan.

Peserta didik tidak melakukan yang Peserta didik tidak melakukan yang
jelek karena dia sadar hal itu keliru dan jelek karena dia takut hukuman.
merugikan
Bahasa diajarkan dengan pendekatan Bahasa diajarkan dengan pendekatan
komunikatif, yakni peserta didik diajak struktural.
menggunakan bahasa dalam konteks
nyata.

Pembelajaran kontekstual memiliki perbedaan dengan pembelajaran konvensional,


tekanan perbedaannya yaitu pembelajaran kontekstual lebih bersifat student centered
(berpusat pada peserta didik) dengan proses pembelajarannya berlangsung alamiah dalam
bentuk kegiatan peserta didik belajar dan mengalami.
Sedangkan pembelajaran konvensional lebih cenderung teacher centered (berpusat
kepada pendidik), yang dalam proses pembelajarannya siswa lebih banyak menerima
informasi bersifat abstrak dan teoritis

C. MODEL PEMBELAJARAN MANDIRI/INDIVIDUAL


1. Konsep Pembelajaran Mandiri
Dalam rangka menuju kedewasaan, seorang anak harus dilatih untuk belajar mandiri.
Belajar mandiri merupakan suatu proses, di mana individu mengalami inisiatif dengan atau
tanpa bantuan orang lain.
a. Dapat mengurangi keteregantungan pada orang lain.
b. Dapat menumbuhkan proses alamiah perkembangan jiwa.
c. Dapat menumbuhkan tanggunga jawab pada peserta didik.
Berdasarkan hal tersebut pendidik bukan sebagai pihak yang menentukan segalagalanya dalam pembelajaran, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator atau sebagai teman
peserta didik dalam memenuhi kebutuhan belajar mereka.

2. Ciri Model Pembelajaran Mandiri/Individual


Ciri dari model pembelajaran ini adalah dengan dikenalkannya beberapa faktor dapat
mempengaruhi kesiapan belajar siswa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi untuk tumbuhnya belajar mandiri, yaitu :
a. Terbuka terhadap setiap kesempatan belajar, belajar pada dasarnya tidak dibatasi oleh
waktu, tempat dan usia.
b. Memiliki konsep diri sebagai warga belajar yang efektif, seseorang yang memiliki
konsep diri berarti senantiasa mempersepsi secara positif mengenai belajar dan selalu
mengupayakan hasil belajar yang baik.
c. Berinisiatif dan merasa bebas dalam belajar, inisiatif merupakan dorongan yang
muncul dari diri seseorang tanpa dipengaruhi orang lain, seseorang yang memiliki
inisiatif untuk belajar tidak perlu dirangsang untuk belajar.
d. Memiliki kecintaan terhadap belajar, menjadikan belajar sebagai bagian dari
kehidupan manusia dimulai dari timbulnya kesadaran, keakraban dan kecintaan
terhadap belajar.
e. Kreativitas.
Menurut Supardi (1994), kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan
sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun kerja nyata yang relatif berbeda
dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Ciri perilaku kreatif yang dimiliki seseorang diantaranya dinamis, berani, banyak akal,
kerja keras dan bebas. Bagi seseorang yang kreatif, tidak akan kuatir atau takut
melakukan sesuatu sepanjang yang dilakukannya mengandung makna.

f. Memiliki orientasi ke masa depan. Seseorang yang memiliki orientasi ke masa depan
akan memandang bahwa masa depan bukan suatu yang mengandung ketidakpastian.
g.

Kemampuan menggunakan keterampilan belajar yang mendasar dan memecahkan


masalah.

3. Peran Pendidik Dalam Belajar Mandiri


Dalam pembelajaran mandiri, tutor berperan sebagai fasilitator dan teman bagi peserta
didik. Sebagai fasilitator, pendidik dapat membantu peserta didik dalam mengakrabi masalah
yang dihadapi peserta didik, dan berupaya agar peserta didik dapat menemukan alternatif
pemecahan masalah yang dihadapinya.
Peran lain yang harus dilakukan pendidik adalah sebagai teman. Pendidik berusaha
menempatkan dirinya sama dengan peserta didik sebagai peserta yang mengharapkan nilai
tambah dalam kehidupannya untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi, serta
mengaktualisasikan dirinya.
Refleksi adalah cara berfikir tentang sesuatu yang sudah dipelajari. Realisasi dari
refleksi dalam pembelajaran dapat berupa :
Pernyataan langsung tentang sesuatu yang sudah diperoleh siswa.
Kesan dan pesan atau saran siswa tentang pembelajaran yang sudah diterimanya.
Hasil karya.

D. MODEL PEMBELAJARAN PRILAKU


Model sistem perilaku dalam pembelajaran (behavioral Model of Teaching) dibangun atas
dasar kerangka teori perubahan perilaku, melalui teori ini siswa dibimbing untuk dapat
memecahkan masalah belajaar melalui penguraian perilaku kedalam jumlah yang kecil dan
berurutan.
Dari beragam pernyataan-pernyatan mengenai model pembelajaran diatas menunjukan
bahwa berbagai banyak cara untuk menerapkan pembelajaran efektif dan efisien.
Dengan semikian, melalui pendekatan-pendekatan tersebut diharapkan guru dapat memilih
pendekatan mana yang sesuai dengan kebutuhan siswa dalam kondisi yang ada saat ini.
Intinya para guru harus bisa menyesuaikan dengan situasi didalam kelas dan suasana hati
siswa dalam proses pembelajaran. Jika hal tersebut dapat dilakukan oleh guru secara tepat
dan kontinyu, proses pembelajaran di kelas akan dirasakan menyenangkasn baik oleh guru
maupun murid.

1. Konsep Model Pembelajaran Prilaku


Riset awal tentang pembelajaran mempelajari dampak rangsangan pada perilaku
refleks. Salah seorang peneliti awal yang terpenting adalah Ivan Pavlov. Di antara peneliti
kemudian hari, B.F Skinner dianggap penting.
a. Pavlov: Pengkondisian Klasik
Ivan Pavlov menyumbangkan gagasan tentang pengkondisian klasik, dimana
rangsangan netral dapat memperoleh kemampuan menimbulkan tanggapan perilaku
dengan menggabungkannya dengan rangsangan tanpa pengkondisian yang memicun
tindakan refleks.
Dalam berbagai eksperimennya yang sangat terkenal dengan anjing, Pavlov
menunjukkan bagaimana seekor anjing dapat dikondisikan untuk mengeluarkan air
liur saat diberikan stimulus yang bersifat semau-maunya. Seperti bel, jika stimulus
tersebut dipasangkan terus-menerus dengan pemberian makanan, secara berangsurangsur, semakin sedikit makanan diberikan bersamaan dengan bunyi dering bel.
Pavlov menyebut proses ini sebagai refleks terkondisi (conditioned reflex).

Menurut Ivan Pavlov seseorang dianggap belajar bila terjadi pengandaian


perilaku yang dianggap tidak sadar atau refleks dengan pemberian rangsangan yang
menghasilkan respons dan dilakukan secara berkala sehingga menjadi kebiasaan.
Hasil belajarnya yaitu ketika sudah terbiasa dengan refleks yang terkondisikan.
Contoh penerapan dalam belajar yaitu ketika seorang guru memberikan
cokelat kepada siswa, siswa tersebut akan meresponsnya dengan mengangkat tangan
untuk mendapatkan cokelat tersebut. Kemudian, guru memberikan soal latihan dan
akan memberikan cokelat jika siswa berhasil mengerjakannya. Akhirnya, guru
memberikan soal kepada siswa maka secara tanpa sadar siswa akan mengerjakan soal
tersebut walaupun guru tersebut tidak memberikan hadiah cokelat. Contoh lain
misalnya adalah ketika anak pertama kali masuk sekolah mendengar bel berbunyi,
anak tersebut masih perlu diarahkan bahwa bel tersebut merupakan tanda masuk ke

kelas, kemudian, setelah beberapa lama anak tersebut bersekolah mendengar bel
berbunyi secara otomatis anak tersebut masuk ke kelas tanpa perlu diarahkan kembali.
Namun demikian, dalam waktu yang sangat singkat jelaslah bahwa reflex
terkondisi Pavlov amat sangat terbatas untuk dapat menjelaskan bagian-bagian
penting dari apa yang dapat dilakukan otak manusia karena eksperimen yang
dilakukan adalah dengan objeknya berupa hewan.

b. Thorndike (Hukum Efek)


Edward Thorndike awalnya melakukan penelitian tentang perilaku binatang
sebelum tertarik pada psikologi manusia. Dia menggunakan metode ilmu pengetahuan
pasti untuk masalah-masalah pendidikan dengan menekankan perawatan informasi
kuantitatif yang akurat. Apapun yang ada dalam suatu kuantitas tertentu akan bisa
dikur. Teorinya, koneksionisme, menyatakan bahwa pembelajaran merupakan sebuah
koneksi antara stimulus dan respons.
Hukum efek menyatakan bahwa ketika sebuah koneksi antara sebuah
stimulus dan respons diberi imbalan positif, ia akan diperkuat dan ketika diberi
imbalan negatif, ia akan diperlemah. Thorndike kemudian merevisi hukum ini
ketika dia menemukan bahwa imbalan negatif (hukuman) tidak memperlemah ikatan,
dan bahwa sebagian konsekuensi yang tampaknya bisa menyenangkan tidak
memotivasi prestasi.
hukum latihan menyatakan bahwa semakin ikatan stimulus respons
dipraktikkan lebih kuat, maka ia akan menjadi kuat. Sama halnya dengan hukum efek,
hukum latihan juga harus dimutakhirkan ketika Thorndike menemukan bahwa praktik
tanpa umpan balik tidak memperluas prestasi.
hukum kesiapan menyatakan bahwa disebabkan karena struktur system
saraf, unit konduksi tertentu, dalam suatu situasi tertentu, menjadi lebih memengaruhi
perilaku daripada yang lain.
Hukum Thorndike didasarkan pada hipotesis stimulus-respons. Dia percaya
sebuah ikatan saraf akan terbentuk antara stimulus dan respons ketika respons itu
positif. Pembelajaran berlangsung ketika ikatan dibentuk ke dalam pola perilaku.
Menurut Thorndike kesadaran dalam diri untuk melakukan sesuatu dengan
cara menyelesaikan masalah dengan mencoba kemungkinan-kemungkinan yang ada.
Jika kemungkinan dihilangkan untuk mencapai satu kemungkinan yang tepat.

Seseorang dapat dikatakan belajar ketika mendapat suatu tekanan dan


mencoba kemungkinan-kemungkinan lain untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Hasil belajar nya yaitu ketika sudah berhasil mencapai tujuan belajarnya dengan
proses mencoba-coba kemungkinan yang tepat.
Contoh penerapan teori Thorndike adalah seseorang guru yang memberikan
tugas soal fisika untuk dikerjakan. Siswa tersebut berusaha untuk mengerjakan tugas
tersebut dengan baik apabila ia telah mampu menemukan cara terbaik dalam
menyelesaikan tugas dengan mencoba-coba menyelesaikan suatu masalah dengan
berbagai cara.

c. Skinner: Pengkondisian Operant


B.F. Skinner melanjutkan studi tentang hubungan antara perilaku dan
konsekuensi. Dia menjelaskan pengkondisian operant, dimana penguatan dan
penghukuman membentuk perilaku.
Skinner

percaya

pada

pola

stimulus-respons

dalam

perilaku

yang

terkondisikan. Teorinya berhadapan dengan perubahan-perubahan dalam perilaku


yang bisa diteliti, mengabaikan kemungkinan beberapa proses yang terjadi pada
pikiran. Buku Skinner pada 1948, Walden Two, adalah tentang sebuah masyarakat
utopian yang berdasarkan pada operant conditioning (pembelajaran melalui penguatan
positif dan negatif), dia juga menulis, Sciece and Human Behavior (1953), yang
didalamnya dia menunjukkan bagaimana prinsip-prinisp operant conditioning
berfungsi dalam institusi-institusi sosial seperti pemerintahan, hukum, agama,
ekonomi dan pendidikan.
Karya Skinner berbeda para pendahulunya (pengondisisan klasik), karena dia
mengkaji operant behavior (perilaku disengaja yang digunakan dalam pengoperasian
pada lingkungan).
Sehingga perbedaan penting antara teori pengondisian klasik denga teori
pengondisian operan adalah dalam pengondisian klasik tidak ada reinforcement
(penguatan) seperti yang ada dalam pengondisian operan. Operant conditioning, suatu
situasi belajar di mana suatu respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement langsung
(Soemanto, Wasty, 2003)
Pada pengondisian klasik oleh Ivan Pavlov pengondisian dilakukan pada saat
sang guru member stimulus, sedangkan pada pengondisian Operant oleh Skinner
pengondisian dilakukan ketika sudah menghasilkan respons yaitu berupa penguatan.

Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respons-respons terhadap


stimulus. Apabila murid tidak menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimulus, guru tak
mungkin dapat membimbing tingkah laku ke arah tujuan behavior. Guru berperanan
penting di dalam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar
tercapainya tujuan yang telah dirumuskan. (Soemanto, Wasty, 2003)
Jenis-jenis stimulus:
1)

Positif reinforcement: penyaji stimulus yang meningkatkan probabilitas suatu

respons.
2)

Negatif reinforcement: pembatasan stimulus yang tidak menyenangkan, yang

jika dihentikan akan mengakibatkan probabilitas respons.


3)

Hukuman:

pemberian

stimulus

yang

tidak

menyenangkan

misalnya

contradiction or reprimand. Bentuk hukuman lain berupa penangguhan stimulus


yang menyenangkan (removing a pleasant or reinforcing stimulus)
4)

Primary reinforcement: stimulus pemenuhan kebutuhan-kebutuhan Fisiologis

5)

Secondary or learned reinforcement.

6)

Modifikasi tingkah laku guru: perlakuan guru terhadap murid-murid

berdasarkan minat dan kesenangan mereka. (Soemanto, Wasty, 2003)


Seseorang dapat dikatakan belajar ketika mendapat dorongan baik berupa
dorongan positif atau dorongan negatif sehingga membuatnya semakin bersemangat
dalam menyelesaikan masalah. Sehingga hasil belajar dalam teori operants
conditioning yang dikemukakan oleh Skinner adalah ketika tujuan belajarnya tercapai
yaitu perubahan tingkah laku.
Contoh penerapan dalam kegiatan belajar mengajar adalah seorang siswa akan
merasa lebih baik dan tambah bersemangat apabila mendapat dukungan/dorongan dari
orang disekitarnya, dalam hal ini orang yang berpengaruh yakni gurunya sendiri dan
dorongannya berupa pujian dan juga berusaha memperbaiki diri dalam menyelesaikan
masalah.

2. Ciri Model Pembelajaran Prilaku


Ciri khusus dari model pembelajaran ini adalah adanya prinsip yang berlaku dan
digunakan dalam berlangsungnya proses pembelajaran, diantaranya;
Prinsip pembelajaran prilaku meliputi peran konsekuensi, penguatan (reinforcer),
penghukuman (punisher), kesegaran konsekuensi (immediacy of consequence), pembentukan

(shaping), kepunahan (extinction), jadwal penguatan schedule of reinforcement), ketahanan


(maintenance), dan peran anteseden (role of antecedent).
a. Peran konsekuensi yang menyenangkan memperkuat prilaku; konsekuensi yang
tidak menyenangkan memperlemahnya. Dengan kata lain, konsekuensi yang
menyenangkan meningkatkan frekuensi seseorang terlibat ke dalam suatu
perilaku, sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan mengurangi frekuensi
suatu prilaku.
b. Penguatan meningkatkan frekuensi perilaku dan penghukuman mengurangi
frekuensinya. Penguatan dapat bersifat primer atau skunder, positif atau negatif.
Prinsip Premack menyatakan bahwa cara meningkatkan kegiatan yang kurang
dinikmati ialah mengaitkannya dengan kegiatan yang lebih dinikmati.
c. Penguatan intrinsik dan penguatan ekstrinsik, Penguatan intrinsik (intrinsic
reinforce) adalah imbalan yang melekat pada perilaku itu sendiri. Penguatan
ekstrinsik (exstrinsic reinforce) adalah pujian atau imbalan.
d. Penghukuman, Hukuman meliputi pelemahan perilaku dengan memperkenalkan
konsekuensi yang tidak disukai atau menghilangkan penguatan. Hukuman dapat
mempunyai dua hukum utama, yaitu Hukuman pemberlakuan Ialah penggunaan
konsekuensi

yang

tidak

menyenangkan,

atau

rangsangan

ang

tidak

disukai(aversive stimuli), seperti ketikan seorang siswa diomeli. Hukuman


pencabutan Ialah penarikn kembali konsekuensi yang menyenangkan. Contoh
meliputi kehilangan hak istimewa.
e. Kesegaran konsekuensi, perilaku belajar yang segera diikuti konsekuensiakan
lebih berpengaruh dari perilaku yang disertai konsekuensi yang lambat.
f. Pembentukan, Pembentukan melalui umpan balik yang tepat waktunya pada
masing-masing tahap tugas adalah praktik pengajaran efektif yang didasarkan
pada teori pembelajaran perilaku.
g. Kepunahan, Kepunahan adalah penghilang perilaku yang melemah dan perlahanlahan ketika penguatan ditarik kembali.
h. Jadwal

penguatan,

Jadwal

penguatan

digunakan

untuk

meningkatkan

probabilitas, frekuensi, atau ketahanan perilaku yang diinginkan. Jadwal


penguatan dapat didasarkan pada rasio atau interval dan dapat bersifat tetap atau
bervariasi. Dan ini adalah pola tanggapan tertentu selama penguatan dan
kepunahan mencirikan masing-masing keempat jenis jadwal.

POLA TANGGAPAN
JADWAL

DEFINISI

Selama

Selama

Penguatan

Kepunahan

Jumlah perilaku

Rasio Tetap

Penurunan pesat

tetap yang

Tingkat

tingkat tanggapan

diperlukan untuk

tanggapan tetap;

setelah jumlah

memperoleh

berhenti setelah

tanggapan yang

penguatan

penguatan

diperlukan berlalu
tanpa penguatan

Jumlah perilaku

Rasio Variabel

tidak tetap yang

Tingkat

Tingkat tanggapan

diperlukan untuk

tanggapan tetap

bertahan tinggi dan

memperoleh

dan tinggi

kemudian turun

Jumlah waktu

Tingkat tidak

Penurunan pesat

tetap yang berlalu

tetap, dengan

tingkat tanggapan

sebelum

kecepatan tinggi

setlah interval

penguatan

pada akhir

berlalu tanpa

tersedia

masing-masing

penguatan

penguatan

Interval Tetap

interval
Jumlah waktu

Interval variable

tidak tetap yang

Tingkat

Penurunan

berlalu sebelum

tanggapan tetap

perlahan tingkat

penguatan

dan tinggi

tanggapan

tersedia

Model pembelajaran ini berdasarkan pada suatu pengetahuan yang mengacu pada
model belajar perilaku, model pembelajaran sosial, modifikasi perilaku atau terapi perilaku.
Model

pembelajaran

ini

mementingkan

pembentukan

lingkungan

belajar

yang

memungkinkan untuk manipulasi penguatan perilaku secara efektf sehingga terbentuk pola
perilaku yang dikehendaki.
Dalam model pembelajaran Perilaku ini terdapat beberapa tipe model yang digunakan
dalam proses pembelajaran, yaitu:

a. Contingency Management (manajemen dari hasil/ akibat perlakuan).


Menurut Skinner model ini bertujuan untuk mengajak peserta didik mempelajari
fakt-fakta, konsep-konsep dan ketrampilan sebagai akibat dari suatu perlakuan
tertentu.
b. Self Control, menurut B.F Skinner model ini bertujuan untuk megajak peserta
didik untuk memilki ketrampilan mengendalikan perilaku sosial/ ketrampilanketrampilan sosial.
c. Relaksasi, menurut Rimm dan Masters model ini bertujuan untuk mengajak
peserta didik menemukan tujuan-tujuan pribadi.
d. Stress Reduction atau pengurangan stress, menurut Rimm dan Masters model
ini bertujuan untuk memngajarkan peserta didik dalam cara relaksasi untuk
mengatasi kecemasan dalam suatu situasi sosial.
e. Assertive Trainning, menurut Wolpe, Lazans dan Salter tujuan dari model ini
adalah untuk menyataka perasaan secara langsung dan spontan dalam suatu situasi
sosial.

BAB III
KESIMPULAN

Ada empat model pembelajaran yang lazim digunakan dala setiap proses pembelajaran,
yaitu; model pembelajaran Partisipatif/Sosial, model pembelajaran Indiviual/Mandiri, model
pembelajaran Prilaku dan model pembelajaran kontekstual/Pemrosesan Informasi.
Dalam setiap model pembelajaran yang dimaksud, tidak lepas dari konsep pembelajaran
itu sendiri. Di mana konsep pembelajaran adalah sebagai landasan teori bagaimana model
pembelajaran dapat terbentuk.
Pada dasarnya tiap-tiap model pembelajaran memiliki cirinya masing-masing. Ada yang
secara eksplisit menjelaskan cirri dari model pembelajaran yang dimaksud, ada pula dengan
menggunakan prinsip maupun peranan khusus model pembelajaran tersebut dalam
melakukan proses belajar-mengajar.
Terakhir adalah peranan pendidik dalam setiap model pembelajaran. Setiap model
memiliki peranan tersendiri untuk pendidik. Untuk model pembelajaran partisipatif, peran
guru sebagai pendidik hanya menjadi perantara bagi siswanya dalam memperoleh dan
mencari informasi. Sedangkan untuk model pembelajaran Individual, peran guru adalah
sebagai pembimbing, guru berperan untuk menjadi seseorang yang memberi konsep dasar
setiap mata pelajaran bagi siswa dan siswa dituntut untuk memproses segala informasi yang
telah didapatkannya tersebut.
Setiap model pembelajaran juga memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing,
tergantung bagaimana guru dapat menerapkannya di kelas dan disesuaikan dengan gaya
belajar setiap siswa. Bukan tidak mungkin jika guru menerapkan tidak hanya satu model
pembelajaran dalam proses belajar mengajar di kelas. Peserta didik juga perlu beradaptasi
dengan model yang digunakan oleh pendidik, untuk itu pendidik atau guru justeru dianjurkan
untuk tidak hanya menggunakan satu model pembelajaran yang monoton, karena
dikhawatirkan tidak setiap siswa dapat menerima cara guru memberi informasi dengan model
pembelajaran yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA
Slavin, Robert E. (2011). Psikologi Pendidikan (Teori dan Praktik). Jakarta : PT.Indeks

Soemanto, Wasty. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Você também pode gostar