Você está na página 1de 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut World health Organitation (WHO) kesehatan lingkungan didefinisikan
sebagai pengawasan factor-faktor dalam lingkungan fisik manusia yang dapat
menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap perkembangan jasmani, maka berarti
pula suatu usaha untuk menurunkan jumlah penyakit manusia sedemikian rupa sehingga
derajat kesehatan yang optimal dapat tercapai
Salah satu penyakit yang dapat ditimbulkan oleh lingkungan adalah penyakit yang
ditularkan melalui vektor. Penyakit yang ditularkan oleh vektor ini masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat diberbagai Negara di dunia dan berpotensi menimbulkan
Kejadian Luar Biasa (KLB). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
NO. 374/MENKES/PER/111/2010 tentang pengendalian vektor, Vektir didefinisikan
sebagai antropoda yang dapat menularkan, memindahkan dan atau menjadi sumber
penular penyakit terhadap manusia.
Factor pencegah penyakit yang tidak dapat diabaikan dalam pemberantasan penyakit
menular yaitu dengan menghilangkan sumber dan perantara penyakit dengan cara
melakukan berbagai hal yang bermaanfaat sehingga kehidupan vektor penyakit tidak
dapat berkembag biak. Dalam hal pemberantasan penyakit menular yang disebutkan
tersebut adalah pemberantasan tikus. Tikus merupakan binatang yang berperan sebagai
perantara dan sumber penyakit yang merugikan manusia, baik secara langsung maupun
tidak antara lain ; menimbulkan kerugian ekonomi karena tikus memakan bahan makana
yang dibutuhkan manusia, menimbulkan kerusakan perabot rumah tangga dan pada
bangunan atau gudang tempat penyimpanan makanan. Tikus merupakan salah satu
binatang yang sering kita jumpai di sawah dan perumahan. Hama ini merupakan musuh
utama manusia. Selain kemampuanya merusak segala macam bahan pangan, tanaman,
dan bahkan mendatangkan malapetaka dengan penyakit yang dibawanya. Tikus
merupakan hama bagi tanaman pertanian sehingga menyebabkan kerugian bagi petani.
Tak jarang hama tikus ini dapat menyebabkan gagal panen (Wiresyamsi dan Haryanto,
2008).

Belum banyak diketahui dan didasari bahwa kelompok hewan ini juga membawa,
menyebar, dan menularkan berbagai penyakit kepada manusia, ternak, dan hewan
peliharaan.
Penyakit tersebut dapat ditularkan kemanusia secara langsung melalui ludah, urin dan
fesesnya atau melalui gigitan ektoparasitnya kutu, pinjal, caplak dab tungau(Depkes,
2008).
Penyakti dari Rodent Borne Disseases adalah pes (plague). Penyakit pes merupakan
penyakit yang menular dan dapat mengakibatkan kematian. Tikus merupakan reservoir
dan pinjal merupakan vektor penularnya, sehingga penularan kepada manusia dapat
terjadi melalui gigitan pinjal atau kontak langsung dengan tikus yang terinfeksi bakteri
Yersenia Pestis (Jawetz dkk, 2005). Pemerintah Indonesia maupun dunia sudah
menetapkan penyakit pes menjadi salah satu penyakit karantina dan tercatat dalam
Internasional Health Regulation. Penyakit ini juga termasuk dalam Publick Health
Emergency of Internasional Concern (PHEIC) atau Kedaduratan Kesehatan yang
Meresahkan Dunia.
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia dan
hewan, serta digolongkan penyakit zoonosis. Berdasarkan penyebab, leptospirosis adalah
zoonosis bacterial, sedangkan berdasarkan cara penularan, leptospirosis meruoakan
Direct Zoonosis karena tidak memerlukan vektor. Leptospirosis pada manusia ditularkan
oleh hewan yang terinfeksi kuman Leptospira sp. dengan reservoir utama adalah rodent.
Kuman Leptospira sp. hidup di dalam ginjal penjamu reservoir dan dikeluarkan melalui
urin saat berkemih.
Dalam usaha mengatasi masalah tikus berbagai alternatif pengendalian telah
dilakukan, baik secara kultur teknis, fisik mekanik, maupun secara kimia. Pengendalian
hama tikus secara kimiawi merupakan alternatif yang paling umum dilakukan karena
hasilnya dapat segera terlihat dan mudah diaplikasikan pada areal yang luas (Sunarjo,
1992).
Pengendalian tikus secara konvensional adalah menggunakan pestisida kimia yang
berdampak pada kerusakan ekosistem. Penggunaan pestisida terutama pestisida sintetis
telah berhasil menyelamatkan hasil pertanian yang hancurkan oleh jasad pengganggu,

namun menimbulkan dampak negatif terhadap alam, lingkungan maupun manusia


(Sastroutomo, 1982). Pengaruh samping penggunaan pestisida dapat berupa fototoksik
terhadap tanaman, retensi hama, ledakan hama sekunder dan pengaruh terhadap
organisme bukan sasaran (Adisoemarto dkk, 1977, Sudarmo, 1992). Penggunaan
insektisida kimia yang berlebihan dan tidak bijak akan menimbulkan dampak negatif,
diantaranya terjadinya resistensi hama sekunder, dan tidak ramah lingkungan.
Dalam upaya mengurangi dampak negatif dari penggunaan bahan kimiawi untuk
mengendalikan tikus, maka perlu dicari alternatif-alternatif pengendalian yang lainnya.
Penggunaan bahan-bahan yang disukai atau tidak disukai oleh tikus yang dikenal dengan
istilah preferensi merupakan salah satu cara pengendalian tikus yang relatif lebih aman,
karena secara umum bahan tersebut tidak meracuni, tetapi bekerja dengan cara
mempengaruhi indera penciuman tikus yang berkembang sangat baik. Penggunaan bahan
yang tidak disukai tikus dapat mengurangi daya bertahan tikus karena aktivitas makan,
minum, mencari pasangan, serta reproduksi terganggu (Priyambodo, 1995). Secara tidak
langsung bahan yang tidak disukai oleh tikus dapat menyebabkan kematian dan
kemampuan bertahan tikus (Purwanto, 2009).
Beberapa jenis tumbuhan yang memiliki bau khas, salah satunya adalah buah
Mengkudu (Morinda citrifolia L.). Terdapat banyak buah mengkudu yang ada di setiap
pinggir jalan perumahan. Buah mengkudu / pace

(Jawa) merupakan buah yang

dihasilkan dari tanaman mengkudu semakin tua menjadi kekuningan hingga putih
transparan, daging buah berbau tidak sedap (Purba, 2007). Bau tak sedap ini berasal dari
kandungan yang ada pada mengkudu. Menurut Widayat (2012) asam kaproat dan asam
kaprik yang menyebabkan bau busuk yang tajam pada buah mengkudu. Buah mengkudu
sangat efektif dijadikan sebagai pestisida alami karena merupakan bahan yang tidak
disukai

oleh

tikus diduga aroma buah mengkudu memiliki kemampuan untuk

mengurangi populasi tikus (Gunawan, 2007). Semakin tua buah mengkudu tersebut maka
semakin bagus bila digunakan sebagai pestisida alami (Hermawan, 2010).

Berdasarkan jurnal yang didapatkan menyatakan bahwa buah mengkudu sangat


efektif dijadikan sebagai bahan yang tidak disukai oleh tikus. Menurutnya , di sekitar

sawah dekat pohon mengkudu yang semula terdapat banyak tikus menjadi berkurang
populasinya setelah pohon mengkudu tersebut berbuah matang dan buahnya berguguran,
sehingga diduga bahwa aroma buah mengkudu memiliki kemampuan untuk mengurangi
populasi tikus.
Berdasarkan wawancara kepada masyarakat di sekitar daerah pasar baru 1 kota
Tanjungpinang, menyatakan bahwa terdapat banyak tikus yang berkeliaran di sekitar
pasar tersebut dan sangat mengganggu pembeli maupun penjual di pasar tersebut. Oleh
karena itu peneliti tertarik untuk melakukan pengujian ekstrak buah mengkudu dalam
membunuh hama tikus yang terdapat di pasar baru 1 kota Tanjungpinag.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan : Bagaimana Efektifitas
ekstrak buah mengkudu sebagai penyebab kematian tikus ?

1.3 Tujuan penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas ekstrak buah mengkudu sebagai penyebab kematian
tikus
1.3.2.Tujuan Khusus
Untuk dapat membuktikan ekstrak buah mengkudu dapat menyebabkan kematian
pada tikus,
1.4 Manfaat Penelitian
a) Bagi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan dan
pengembangan dalam ilmu kesehatan lingkungan dalam upaya menurunkan jumlah
tikus dengan menggunakan bahan alami.
b) bagi peneliti

hasil penelitian ini utnuk peneliti sendiri dapat digunakan da dikembangkan kepada
diri sendiri maupun masyarakat.
c) Bagi mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk
penelitian selanjutnya

1.5 Ruang Lingkup penelitian


Ruang lingkup penelitian ini penulit membatasi pada daerah pasar baru 1 kota
Tanjungpinang. Jenis penelitian ini bersifat eksperimen. Subjek dari penelitian ini adalah
tikus yang terdapat di pasar baru 1 kota Tanjungpinang, dan objek penelitian ini adalah
ekstrak dari buah mengkudu.

DAFTAR PUSTAKA

Priyambodo S. 1995. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Penebar Swadaya. Jakarta.


Purwanto. 2009. Pengujian Tiga Jenis Rempah-Rempah Sebagai Repelen Terhadap
Tikus Rumah (Rattus Rattus Diardii Linn.) dan Tikus Pohon (Rattus Tiomanicus
Mill.). Skripsi Jurusan HPT. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian. Bogor.

Sunarjo, PI. 1992. Pengendalian Kimiawi Tikus Hama. Makalah Seminar


Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Bogor.
Wiresyamsi, dkk, 2008. Pengendalian hama keong mas (Pomacea analiculata L)
dengan teknik Penangkap dan Jebakan. Jurnal CropArgo (I) 2 : 137-143
Gunawan, Fanny. 2007. Uji Efektifitas Daya Anthelmintik Perasan Buah Segar dan
Infus Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Terhadap Ascaridia galli secara In Vitro.
Universitas Diponegoro : Semarang
Permenkes Republik Indonesia No. 374/MENKESPER/111/2010. Pengendalian
vektor, Jakarta

Você também pode gostar